Anda di halaman 1dari 29

KONSEP DASAR TEORI FRAKTUR

A. DEFINISI
Fraktur tulang terjadi apabila resistensi tulang terhadap tekanan menghasilkan
daya untuk menekan. Ketika terjadi fraktur pada sebuah tulang, maka periosteum
serta pembuluh darah di dalam korteks, sumsum tulang, dan jaringan lunak di
sekitarnya akan mengalami disrupsi. hematoma akan terbentuk diantara kedua ujung
patahan tulang serta di bawah periosteum, dan akhirnya jaringan granulasi
menggantikan hematoma tersebut (Wong, 2009 : 1377).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai
dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan
pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya (Smeltzer, 2010).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Bruner & Sudarth, 2011).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat, 2009).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan
fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat &
Jong, 2011).  
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik. Kekuatan dan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri dan
jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu
lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah,
sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang
(Price & Wilson,2006 Dalam Helmi 2012)

B. INSIDEN
Kejadian fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan
dengan usia di bawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan
atau kecelakaan, sedangkan pada usia lanjut (usila) prevalensi cenderung lebih
banyak terjadi pada perempuan berhubungan dengan adanya kejadian osteoporosis
yang berhubungan dengan perubahan hormone pada fase menapouse (Lukman &
Ningsih, 2009).

C. ETIOLOGI
Menurut corwin (2010) penyebab fraktur dapat terjadi karena tulang
mengalami :
1. Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda
paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi
fraktur pada pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri
rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini disebut dengan
fraktur patologis.
4. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.

D. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko terjadinya fraktur mencakup status ekonomi yang rendah,
penyakit kerdiovaskular, gangguan sistem endokrin (seperti diabetes dan
hiperteroid), dan beberapa obat-obatan. Tekanan yang berlebihan, cedera olahraga,
terjatuh, dan kecelakaan merupakan faktor resiko terjadinya fraktur (Smeltzer, S.C.,
2010).
Faktor resiko pada orang muda alah perubahan dalam kuantitas atau intensitas
aktivitas fisik atau aktivitas yang baru, seperti densitas tulang yang rendah,
komposisi tubuh yang abnormal, gangguan diet, abnormalitas, biomekanik dan
menstruasi yang ireguler. Sedangkan pada faktor resiko terbesar pada lanjut usia
adalah osteoporosis dan terjatuh, sekitar 90% fraktur panggul pada usia lanjut terjadi
karena jatuh dari posisi berdiri (Smeltzer, S.C., 2010).

E. ANATOMI FISIOLOGI
Sistem muskuloskeletal merupakan sistem yang kompleks dan tersusun atas
tulang, sendi, otot ligamen, tendon, serta jaringan lain yang menghasilkan struktur
dan bentuk tulang. Sistem ini juga melindungi organ-organ vital, memungkinkan
terjadinya gerakan, menyimpan kalsium serta mineral lain di dalam matriks tulang
yang dapat dimobilisasi bila terjadi difesiensi, dan tempat berlangsungnya
hematopoiesis (produksi sel darah merah) di dalam sum-sum tulang. Rangka manusia
memiliki 206 tulang byang tersusun atas garam-garam anorganik (terutama kalsium
serta fosfat), yang terbenam di dalam kerangka serabut kolagen.(Jeniver P.Kowlak,
Wiliam Welsh, Brenna Mayer, 2013).
Menurut Drs. H. Syaifuddin, AMK 2010 susunan tulang secara garis besar
meliputi :
1. Tulang panjang.
Di tengahnya terdapat diafise dan kedua ujungnya disebut epifise. Ujung
tulang dilapisi oleh tulang rawan yang memudahkan gerakan. Sendi rawan ini
disebut kartilago artikulasio (rawan sendi). Permukaan luar tulang dibungkus oleh
selaput tulang yang disebut periosteum yang sifatnya menyerupai jaringan ikat.
Jika tulang dibelah secara memanjang, pada bagian diefise terdapat lubang yang
meneyerupai pipa, dinding bagian dalam pipa dilapisi olehsubstansi yang padat
atau rapat, dan bagian ujung tulang substansia makin tipis. Pada bagian epifise
tulang ini terdapat banyak lubang kecil yang menyerupai bunga karang yang
disebut spongeosa. Pada lubang bagian dalam diafise terdapat ruang yang disebut
kavum medula yang berisi sumsum tulang kuning (medula osseum palva) dan
pada lubang substansia spongeosa terdapat sumsum merah (medula osseum rubra)
permukaan dalam substansia kompakta diliputioleh selaput tipis yang disebut
endosteum.
2. Tulang atap kepala
Teriri dari dua lapisan yaitu substansi kompakta tubula eksterna (lapisan luar)
dan substansia kompakta tubula interna (lapisan dalam). Diantara kedua lapisan
ini terdapat substansia spongosa. Substansi kompakta dan spongosa termasuk
jaringan penunjang, jaringan antar-sel (substansia interselularis) banyak
mengandung kalisum (zat kapur), fosfat, kalsium karbonat, dan rangkaian
organisasi sehingga sifatnya keras sekali. Pada anak-anak, zat-zat organis lebih
banayak terdapat dalam tulang daripada orang tua sehingga tulangnya lebih lentur
(bingkas). Dalam substansia kompakta terdapat saluran yang dikelilingi beberapa
lapisan yang disebut lamella havers (keping tulang yang membentuk saluran), di
bawah periosteum dan di sekitar endosteum terdapat lapisan tulang.
Fungsi tulang secara umum Menurut Drs. H. Syaifuddin, AMK 2010 :
1. Formasi kerangka: tulang membentuk rangka tubuh untuk menentukan bentuk
dan ukuran tubuh. Tulang-tulang menyokong struktur tubuh yang lain.
2. formasi sendi: tulang-tualng membentuk persendian yang bergerak atau yang
tidak bergerak bergantung pada kebutuhan fungsional. sendi yang bergerak
menghasilkan bermacam-macam pergerakan.
3. perlekatan otot : Tulang- tulang menyediakan permukaan untuk tempat
melekatnya otot, tendon, dan ligamentum.
4. sebagai pengungkit untuk bermacam-macam aktivitas pergerakan.
5. menyokong berat badan : Memelihara sikap tegak tubuh manusia dan menahan
gaya tarikan dan gaya tekanan yang terjadi pada tulang sehingga dapat menjadi
kaku dan lentur.
6. Proteksi : tulang membentuk rongga yang mengandung dan melindungi
struktur-struktur yang halus seperti otak, medula spinalis, jantung, paru, alat-
alat dalam perut dan panggul.
7. Hemopoiesis : Sumsum tulang tempat pembentukan sel darah.
8. Fungsi imunologi : Limfosit “B” dan makrofag-makrofag dibentuk dalam
sistem retikuloendotel sumsum tulang. Limfosit B diubah dalam sel-sel plasma
membentuk antibodi guna kekebalan kimiawi, sedangkan makrofag merupakan
fagositotik.
9. Penyimpanan kalsium : Tulang mengandung 97% kalsium yang terdapat dalam
tubuh baik dalam bentuk anorganik maupun garam-garam terutama kalsium
fosfat. Sebagian besar fosfor disimpan dalam tulang dan kalsium dilepas dalam
darah bila dibutuhkan.

Fungsi tulang secara khusus Menurut Drs. H. Syaifuddin, AMK 2010 :


1. Sinus-sinus paranasalis dapat menimbulkan nada khusus pada suara
2. Email gigi dikhususkan untuk memotong, menggigi, dan mengilas makanan.
Email merupakan struktur yang terkuat dari tubuh manusia.
3. Tulang-tulang kecil telinga dalam mengonduksi gelombang suara untuk fungsi
pendengaran.
4. Panggul wanita dikhususkan untuk memudahkan proses kelahiran bayi.

F. PATOFISIOLOGI
Pada dasarnya penyebab fraktur itu sama yaitu trauma, tergantung dimana
fraktur tersebut mengalami trauma, begitu juga dengan fraktur femur ada dua faktor
penyebab fraktur femur, faktor-faktor tersebut diantaranya, fraktur fisiologis
merupakan suatu kerusakan jaringan tulang yang diakibatkan dari kecelakaan, tenaga
fisik, olahraga, dan trauma dan fraktur patologis merupakan kerusakan tulang terjadi
akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur
(Rasjad, 2009).
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik dan
patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun
tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume
darah menurun. COP atau curah jantung menurun maka terjadi perubahan perfusi
jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edema lokal
maka terjadi penumpukan didalam tubuh. Disamping itu fraktur terbuka dapat
mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi
dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak yang akan mengakibatkan kerusakan
integritas kulit (Sjamsuhidayat, 2009).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka atau
tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa
nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi masalah
neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggu. Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan
dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah
dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh (Rasjad, 2009).

G. WOC
Trauma pada tulang Tekanan yang berulang Kelemahan tulang
Patah Kemampuan abnormal
tulang (Kecelakaan)
Kerusakan
Terputusnya Perubahan
pergerakan (Kompresi)
Hambatan (osteoporosis)
Menekan
struktur saraf permeabilitas
kontinuitas
merusak otot sendi cairan ekstra
Kehilangan Resiko
Trauma tinggi
jaringan
mobilitas Kerusakan integritas
Stimulus
Pelepasan
perasa
tulang
jar.
Respon neurotransmitter
mediator
nyeri
nyeri hebat prostaglandin
dan nyeri
kapiler
menurun
akut
Resiko
Patah tulang tertutup syok hipovolemik
Patah tulangNyeri Pembedahan
akut Ansietas
jaringan sel ke jaringan yang fisik terbuka
FRAKTUR
rusak infeksi
post pembedahan
kulit
H. TANDA DAN GEJALA
Menurut Mansjoer, Arif 2014 tanda dan gejala fraktur sebagai berikut:
1. Deformitas (perubahan struktur dan bentuk) disebabkan oleh ketergantungan
fungsional otot pada kesetabilan otot.
2. Bengkak atau penumpukan cairan/darah karena kerusakan pembuluh darah,
berasal dari proses vasodilatasi, eksudasi plasma dan adanya peningkatan leukosit
pada jaringan di sekitar tulang.
3. Spasme otot karena tingkat kecacatan, kekuatan otot yang sering disebabkan
karena tulang menekan otot.
4. Nyeri karena kerusakan jaringan dan perubahan struktur yang meningkat karena
penekanan sisi-sisi fraktur dan pergerakan bagian fraktur.
5. Kurangnya sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan saraf, dimana saraf
ini dapat terjepit atau terputus oleh fragmen tulang.
6. Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidakstabilan tulang, nyeri
atau spasme otot.
7. Pergerakan abnorrmal.
8. Krepitasi, sering terjadi karena pergerakan bagian fraktur sehingga menyebabkan
kerusakan jaringan sekitarnya.

I. KLASIFIKASI
Jenis – jenis fraktur Brunner dan Suddart 2011 :
1. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a) Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi.
b) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.

2. Berdasarkan komplit atau ketidak klomplitan fraktur.


a) Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
b) Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti:
c) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
d) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
e) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang.

3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma.


a) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
10

c) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
d) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
e) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang

4. Berdasarkan jumlah garis patah.


a) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
a) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
c) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping).
d) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
e) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
6. Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
a) 1/3 proksimal
b) 1/3 medial
c) 1/3 distal
7. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
8. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma, yaitu:
a) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.
b) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
c) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
d) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement.

J. TEST DIAGNOSTIK
1) Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi, luasnya fraktur, trauma, dan jenis
fraktur.
2) Scan tulang, temogram, CT scan/MRI :memperlihatkan tingkat keparahan fraktur,
juga dan mengidentifikasi kerusakan jaringan linak.
3) Arteriogram : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.
4) Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada multipel trauma)
peningkatan jumlah SDP adalah proses stres normal setelah trauma.
5) Kretinin : trauma otot meningkatkan beban tratinin untuk klien ginjal.
6) Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilingan darah, tranfusi mulpel
atau cedera hati (Lukman & Ningsih, 2009).

K. PENATALAKSAAN FRAKTUR
Prinsip menangani fraktur adalah mengembalikan posisi patahan ke posisi
semula dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang.
Cara pertama penangan adalah proteksi saja tanpa reposisi atau imobilisasi, misalnya
menggunakan mitela. Biasanya dilakukan pada fraktur iga dan fraktur klavikula pada
anak. Cara kedua adalah imobilisasi luar tanpa reposisi, biasanya dilakukan pada
patah tulang tungkai bawah tanpa dislokasi. Cara ketiga adalah reposisi dengan cara
manipulasi yang diikuti dengan imobilisasi, biasanya dilakukan pada patah tulang
radius distal. Cara keempat adalah reposisi dengan traksi secara terus-menerus
selama masa tertentu. Hal ini dilakukan pada patah tulang yang apabila direposisi
akan terdislokasi di dalam gips. Cara kelima berupa reposisi yang diikuti dengan
imobilisasi dengan fiksasi luar. Cara keenam berupa reposisi secara non-operatif
diikuti dengan pemasangan fiksator tulang secara operatif. Cara ketujuh berupa
reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi interna yang biasa disebut dengan
ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Cara yang terakhir berupa eksisi fragmen
patahan tulang dengan prostesis (Sjamsuhidayat dkk, 2010).
Menurut Istianah (2017) penatalaksanaan medis antara lain :
a. Diagnosis dan penilaian fraktur
Anamnesis pemeriksaan klinis dan radiologi dilakukan dilakukan untuk
mengetahui dan menilai keadaan fraktur. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk
pengobatan komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan.
b. Reduksi
Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran garis tulang
yang dapat dicapai dengan reduksi terutup atau reduksi terbuka. Reduksi tertutup
dilakukan dengan traksi manual atau mekanis untuk menarik fraktur kemudian,
kemudian memanipulasi untuk mengembalikan kesejajaran garis normal. Jika
reduksi tertutup gagal atau kurang memuaskan, maka bisa dilakukan reduksi
terbuka. Reduksi terbuka dilakukan dengan menggunakan alat fiksasi internal
untuk mempertahankan posisi sampai penyembuhan tulang menjadi solid. Alat
fiksasi interrnal tersebut antara lain pen, kawat, skrup, dan plat. Alat-alat tersebut
dimasukkan ke dalam fraktur melalui pembedahan ORIF (Open Reduction
Internal Fixation). Pembedahan terbuka ini akan mengimobilisasi fraktur hingga
bagian tulang yang patah dapat tersambung kembali.

c. Retensi
Imobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran fragmen dan mencegah
pergerakan yang dapat mengancam penyatuan. Pemasangan plat atau traksi
dimaksudkan untuk mempertahankan reduksi ekstremitas yang mengalami
fraktur.
d. Rehabilitasi
Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin.
Setelah pembedahan, pasien memerlukan bantuan untuk melakukan latihan.
Menurut Kneale dan Davis (2011) latihan rehabilitasi dibagi menjadi tiga
kategori yaitu :
1) Gerakan pasif bertujuan untuk membantu pasien mempertahankan rentang
gerak sendi dan mencegah timbulnya pelekatan atau kontraktur jaringan
lunak serta mencegah strain berlebihan pada otot yang diperbaiki post
bedah.
2) Gerakan aktif terbantu dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan
pergerakan, sering kali dibantu dengan tangan yang sehat, katrol atau
tongkat Latihan penguatan adalah latihan aktif yang bertujuan memperkuat
otot. Latihan biasanya dimulai jika kerusakan jaringan lunak telah pulih, 4-6
minggu setelah pembedahan atau dilakukan pada pasien yang mengalami
gangguan ekstremitas atas.

L. PENCEGAHAN
Pencegahan fraktur menurut Long, 2009 :
1. pencegahan primer
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan upaya menghindari terjadinya trauma
benturan, terjatuh atau kecelakaan lainnya. Dalam melakukan aktifitas yang berat
atau mobilisasi yang cepat dilakukan dengan cara hati-hati, mempertahankan
pedoman keselamaatan dengan memakai alat perlindungan diri.
2. pencengahan sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan untuk mengurangi akibat-akibat yang lebih serius
dari terjadinya fraktur dengan memberikan pertolongan pertama yang tepat dan
terampil pada penderita. Mangangkat penderita dengan posisi yang benar agar
tidak memperparah bagian tubuh yang terkena fraktur untuk selanjutnya
dilakukan pengobatan. Pemeriksaan klinis dilakukan untuk melihat bentuk dan
keparahan tulang yang patah. Pemeriksaan dengan foto radiologis sangat
membantu untuk mengetahui bagian tulang yang patah yang tidak telihat dari luar.
Pengobatan yang dilakukan dapat berupa traksi, pembidaian dengan gips atau
dengan fiksasi internal maupun eksternal.
3. pencegahan tersier
Pencegahan tersier pada penderita fraktur yang bertujuan untuk mengurangi
terjadinya komplikasi yang lebih berat dan memberikan tindakan pemulihan yang
tepat untuk menghindari atau mengurangi kecacatan. Pengobatan yang dilakukan
disesuaikan dengan jenis atau beratnya fraktur dengan tindakan operatif dan
rehabilitasi. Rehabilitasi medis diupayakan untuk mengembalikan fungsi tubuh
untuk dapat kembali melakukan mobilisasi seperti biasanya. Penderita fraktur
yang telah mendapat pengobatan atau tindakan operatif, memerlukan latihan
fungsional perlahan untuk mengembalikan fungsi gerakan dari tulang yang patah.
Upaya rehabilitasi dengan mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan
mempertahankan reduksi dan imobilisasi antara lain meminimalkan bengkak,
memantau status neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri, latihan dan
pengaturan otot, partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari, dan melakukan
aktivitas ringan secara bertahap.

N. KOMPLIKASI
2. Komplikasi fraktur menurut Black dan Hawks (2014) antara lain :
Ada beberapa komplikasi fraktur. Komplikasi tergantung pada jenis cedera , usia
klien, adanya masalah kesehatan lain (komordibitas) dan penggunaan obat yang
mempengaruhi perdarahan, seperti warfarin, kortikosteroid, dan NSAID.
Komplikasi yang terjadi setelah fraktur antara lain :
a. Cedera saraf
Fragmen tulang dan edema jaringan yang berkaitan dengan cedera dapat
menyebabkan cedera saraf. Perlu diperhatikan terdapat pucat dan tungkai
klien yang sakit teraba dingin, ada perubahan pada kemampuan klien untuk
menggerakkan jari-jari tangan atau tungkai. parestesia, atau adanya keluhan
nyeri yang meningkat.
b. Sindroma kompartemen
Kompartemen otot pada tungkai atas dan tungkai bawah dilapisi oleh jaringan
fasia yang keras dan tidak elastis yang tidak akan membesar jika otot
mengalami pembengkakan. Edema yang terjadi sebagai respon terhadap
fraktur dapat menyebabkan peningkatan tekanan kompartemen yang dapat
mengurangi perfusi darah kapiler. Jika suplai darah lokal tidak dapat
memenuhi kebutuhan metabolik jaringan, maka terjadi iskemia. Sindroma
kompartemen merupakan suatu kondisi gangguan sirkulasi yang berhubungan
dengan peningkatan tekanan yang terjadi secara progresif pada ruang terbatas.
Hal ini disebabkan oleh apapun yang menurunkan ukuran kompartemen.gips
yang ketat atau faktor-faktor internal seperti perdarahan atau edema. Iskemia
yang berkelanjutan akan menyebabakan pelepasan histamin oleh otot-otot
yang terkena, menyebabkan edema lebih besar dan penurunan perfusi lebih
lanjut.
c. Kontraktur Volkman
Kontraktur Volkman adalah suatu deformitas tungkai akibat sindroma
kompartemen yang tak tertangani. Oleh karena itu, tekanan yang terus-
menerus menyebabkan iskemia otot kemudian perlahan diganti oleh jaringan
fibrosa yang menjepit tendon dan saraf. Sindroma kompartemen setelah
fraktur tibia dapat menyebabkan kaki nyeri atau kebas, disfungsional, dan
mengalami deformasi.
d. Sindroma emboli lemak
Emboli lemak serupa dengan emboli paru yang muncul pada pasien
fraktur. Sindroma emboli lemak terjadi setelah fraktur dari tulang
panjang seperti femur, tibia, tulang rusuk, fibula, dan panggul.
Kompikasi jangka panjang dari fraktur antara lain:
a. Kaku sendi atau artritis
Setelah cedera atau imobilisasi jangka panjang , kekauan sendi
dapat terjadi dan dapat menyebabkan kontraktur sendi, pergerakan
ligamen, atau atrofi otot. Latihan gerak sendi aktif harus dilakukan
semampunya klien. Latihan gerak sendi pasif untuk menurunkan
resiko kekauan sendi.
b. Nekrosis avaskular
Nekrosis avaskular dari kepala femur terjadi utamaya pada fraktur
di proksimal dari leher femur. Hal ini terjadi karena gangguan
sirkulasi lokal. Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya
nekrosis vaskular dilakukan pembedahan secepatnya untuk
perbaikan tulang setelah terjadinya fraktur.
c. Malunion
Malunion terjadi saat fragmen fraktur sembuh dalam kondisi yang
tidak tepat sebagai akibat dari tarikan otot yang tidak seimbang
serta gravitasi. Hal ini dapat terjadi apabila pasien menaruh beban
pada tungkai yang sakit dan menyalahi instruksi dokter atau
apabila alat bantu jalan digunakan sebelum penyembuhan yang
baik pada lokasi fraktur.
d. Penyatuan terhambat
Penyatuan menghambat terjadi ketika penyembuhan melambat
tapi tidak benar-benar berhenti, mungkin karena adanya distraksi
pada fragmen fraktur atau adanya penyebab sistemik seperti
infeksi.
e. Non-union
Non-union adalah penyembuhan fraktur terjadi 4 hingga 6 bulan
setelah cedera awal dan setelah penyembuhan spontan sepertinya
tidak terjadi. Biasanya diakibatkan oleh suplai darah yang tidak
cukup dan tekanan yang tidak terkontrol pada lokasi fraktur.
f. Penyatuan fibrosa
Jaringan fibrosa terletak diantara fragmen-fragmen fraktur.
Kehilangan tulang karena cedera maupun pembedahan
meningkatkan resiko pasien terhadap jenis penyatuan fraktur.
g. Sindroma nyeri regional kompleks
Sindroma nyeri regional kompleks merupakan suatu sindroma
disfungsi dan penggunaan yang salah yang disertai nyeri dan
pembengkakan tungkai yang sakit.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
FRAKTUR

A. TAHAP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Alamat :
No. Reg :
Dx. Medis :
Tanggal Masuk RS :
Tanggal pengkajian :
Identitas Penanggung jawab
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Alamat :
Hub. Dengan Pasien :

b. Riwayat alergi                        
Obat                  :
Makanan   :
c. Riwayat Keperawatan
1) Riwayat perjalanan penyakit
a) Keluhan utama klien datang ke RS atau pelayanan kesehatan :
nyeri pada paha
b) Apa penyebabnya, waktu : kecelakaan atau trauma, berapa
jam/menit yang lalu
c) Bagaimana dirasakan, adanya nyeri, panas, bengkak dll
d) Perubahan bentuk, terbatasnya gerakan
e) Kehilangan fungsi
f) Apakah klien mempunyai riwayat penyakit osteoporosis
2) Riwayat pengobatan sebelumnya
a) Apakan klien pernah mendapatkan pengobatan jenis
kortikosteroid dalam jangka waktu lama
b) Apakah klien pernah menggunakan obat-obat hormonal, terutama
pada wanita
c) Berapa lama klien mendapatkan pengobatan tersebut
d) Kapan klien mendapatkan pengobatan terakhir

d. Pola Aktivitas
No Item yang Sebelum sakit Selama Sakit
Dikaji
1 Pola Nutrisi -Makan -Makan
Frekuensi : Frekuensi :
Porsi : Porsi :
Jenis Makanan : Jenis Makanan :
-Minum -Minum
Frekuensi : Frekuensi :
Porsi : Porsi :
Jumlah : Jumlah :
2 Pola Eliminasi -BAK -BAK
Frekuensi : Frekuensi :
Warna : Warna :
Bau : Bau :
Alat bantu : Alat bantu :
-BAB -BAB
Frekuensi : Frekuensi :
Konsistensi : Konsistensi :
Warna : Warna :
Kelainan : Kelainan :
Alat bantu : Alat bantu :
3 Pola istirahat -Jumlah -Jumlah
dan tidur Siang : Siang :
Malam : Malam :
4 Pola aktivitas -Mandiri : -Mandiri :
-Dibantu orang lain : - Dibantu orang lain :
-Dibantu alat : -Dibantu Alat :
-Total ketergantungan : -Total keterg
antungan :
5 Personal -Mandi -Mandi
Hygine Cara : Cara :
Frekuensi : Frekuensi :
Alat mandi : Alat mandi :
-Cuci rambut -Cuci rambut
Frekuensi : Frekuensi :
Cara : Cara :
-Gosok gigi -Gosok gigi
Frekuensi : Frekuensi :
Cara : Cara :
6 Rekresi -Waktu luang : -Waktu luang :
-Perasaan setelah -Perasaan setelah
rekresi : rekresi :
-Waktu senggang : -Waktu luang :
-Kegiatan hari libur : -Kegiatan libur :

e. Keadaan Umum
Kesadaran :..........( Compos Menitis )
Kondisi Umum : .........( Lemah )
Tanda- tanda vital
TD : ...........mmHg
N : .......... x/menit
RR : ..........x/menit
S : ..........ºC
TB : ..........cm
BB : ...........kg

f. Pemeriksaan fisik head to toe


1) Kepala
Inspeksi : Kulit kepala bersih, distribusi rambut rata, warna
rambut hitam, tidak ada parasit.
Palpasi : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.
2) Wajah
Inspeksi : Simetris, pergerakan wajah normal, hidrasi kulit
wajah tidak ada.
Palpasi : Tidak ada edema, tidak ada nyeri tekan
3) Mata
Inspeksi : Alis mata simetris, distribusi alis rata, bulu mata
simetris, distribusi bulu mata rata, pergerakan
bola mata normal, tidak ada secret
Tidak ada edema, konjungtiva anemis, kelopak
Palpasi : mata simetris, pupil normal sclera anikterik,
tidak ada nyeri tekan.
4) Hidung
Inspeksi : Bentuk hidung simetris, tidak ada penyumbatan
pada ventilasi hidung, tidak ada pernapasan
cuping hidung, tidak ada benjolan, warna
membran mukosa normal, tidak ada peradangan
pada hidung, tidak ada fungi, polip, secret.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada sinus.
5) Telinga
Inspeksi : Telinga kiri kanan simetris, tidak ada lesi, tidak
ada serumen, tidak ada cairan yang keluar dari
lubang telinga, ketajaman pendengaran baik
tidak ada kelainan pada telinga.
Palpasi : Tidak ada massa, bengkak, tidak ada nyeri
tekan.
6) Mulut
Inspeksi : Tidak ada Penurunan kemampuan bicara, bibir
simetris, warna bibir normal, mukosa lembab,
tidak ada pembengkakan, tidak ada stomatitis,
warna gusi normal, tidak ada lesi, tidak ada
edema, tidak ada karies gigi, lidah bersih, warna
lidah normal, pengecapan lidah normal, bau
nafas normal.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
7) Leher
Inspeksi : Bentuk leher simetris tidak ada massa, tidak ada
kelainan, warna kulit leher sawo matang
normal.
Palpasi : Tidak ada kemiringan pada trakea, tidak ada
pembengkakan pada kelenjar tiroid, tidak ada
kelainan pada kelenjar limfa, tidak ada nyeri.
8) Thorak/ma
mae
Inspeksi : Dada simetris, warna kulit normal, tidak ada
lesi, tidak ada edema, mamae simetris, tidak ada
lesi.
Palpasi : Tidak ada edema, tidak ada nyeri tekan pada
dada maupun mamae, tidak ada pembengkakan
pada ketiak.
Perkusi : Bunyi paru normal, suara resonan disemua
lapang dada.
Auskultasi : Bunyi jantung lub dub, suara napas normal.
9) Abdomen
Inspeksi : Simetris, countour normal, warna kulit normal,
tidak ada pembengkakan, tidak ada lesi.
Bising usus normal 5-30 kali/ menit.
Auskultasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada nyeri lepas,
Palpasi : tidak ada kelainan pada abdomen, tidak ada
pembesaran hati.
Perkusi : Tidak dullnes
10) Esterimtas
atas
Inspeksi : ROM : bahu elevasi depresi normal, siku fleksi
ekstensi normal, lengan bawah supinasi pronasi
normal, pergelangan tangan ekstensi
hiperekstensi fleksirotasi normal, reflek bisep
dan trisep normal, kekuaran otot kanan 5, kiri 5,
jari lengkap, keadaan kulit normal, tidak ada
kelainan pada kuku.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, turgor kulit normal,
pengisian darah kapiler <3 detik
11) Ekstremitas
bawah
Inspeksi : ROM jari kaki (ekstensi fleksi normal), lutut
(fleksi ekstensi depan dan belakang normal,
pangkal paha (abduksi adduksi rotasi keluar dan
rotasi kedalam), reflek patella dan Babinski
normal, kekuatan otot kanan kiri 5, warna kulit
normal, jari-jari lengkap, tidak ada kelainan
kuku.
Biasanya pada penderita fraktur femur biasanya
deformitas yang nampak jelas, adanya edema,
akiimosis sekitar cidera, laserasi, perubahan
warna kulit diketira cidera,kehilangan fungsi
daerah yang cidera
Palpasi : Tugor kulit normal, pengisian darah kapiler <3
detik, tidak ada nyeri tekan.
Biasanya pada pasien fraktur femur terdapat
bengkak, adanya nyeri dan penyebaran,
krepitasi.
) 12) Genetalia
Inspeksi : Tidak ada kelainan, warna kulit sama dengan
warna kulit lainnya, tidak ada lesi, tidak ada
benjolan.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

h. Pemeriksaan Penunjang
1) Foto Rontgen
a) Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis
fraktur secara langsung
b) Mengetahui tempat dan tipe fraktur
2) Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama
proses penyembuhan secara periodik
3) Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
4) Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multiple).
2. Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah
1. DS : Spasme otot dan Nyeri akut
-Klien mengatakan nyeri kerusakan sekunder
pada bagian yang terkena pada fraktur
fraktur.
-Klien mengatakan nyeri
skala :....
-Klien mengatakan lama
nyeri kurang dari :....
-klien mengatakan rasa
nyeri :.....
-klien mengatakan
daerah nyeri di :....
-klien mengatakan nyeri
timbul pada saat :....
-klien mengatakan bila
nyeri akan :.....
DO :
Pasien tampak
mempertahankan posisi
yang sakit, ekspresi
wajah pasien tampak
menyeringai kesakitan
saat rasa sakit itu timbu.
Hasil TTV :
TD : .....mmHg
Nadi : ......kali/menit
Suhu :....... °C
RR : ......kali/menit
Kaji tingkat nyeri :
P :.......
Q :.......
R :.......
S :.......
T :.......
2. DS: Cedera jaringan Hambatan
-Klien mengatakan susah sekitar fraktur mobilitas
beraktifitas. fisik
-Klien mengatakan tidak
leluasa melakukan
kegiatan seperti
biasanya.
-Klien mengatakan butuh
bantuan kelauarga saat
melakukan kegiatan
tertentu.
-Klien mengatakan
berjalan di bantu tongkat.
DO:
-Kebutuhan klien dibantu
keluarga dan perawat.
-Klien menggunakan alat
bantu saat beraktifitas.
-Rentang gerak : terbatas
karena fraktur.
3. DS: Fraktur terbuka dan Resiko
-Klien mengatakan luka kerusakan jaringan tinggi
sering rembes pada lunak infeksi
perban setelah dibawa
melakukan aktivitas.
-Klien mengtakan di
sekitar luka terasa panas.
-Klien mengtakan sekitar
luka terasa gatal.
-Klien mengatakan
bengkak pada bagian
fraktur/luka.
DO:
-Warna luka pada perban
kuning
-Bau luka khas darah
-Dibagian fraktur
terdapat
iritasi/pembengkakan.
4 DS : prosedur Ansietas
-klien mengatakan pengobatan atau
sedikit takut akan pembedahan
dilakukan
operasi/pembedahan.
-klien menanyakan
kapan dilakukan operasi
dan bagaimana
prosedurnya.
DO :
-klien tampak tegang
-klien tampak cemas
3. Diagnosa
1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan sekunder
pada fraktur.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan
sekitar/fraktur.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka dan
kerusakan jaringan lunak.
4. Ansietas berhubungan dengan prosedur pengobatan atau pembedahan
5. Resiko syok hipovolomik berhubungan dengan perdarahan akibat
pembedahan.

4. Intervensi
No. Tujuan & Intervensi Rasional
DX Kriteria Hasil
1. Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian 1. Mengetahui
tindakan nyeri secara karakteristik nyeri
keperawatan komprehensif secara menyeluruh
selama 3x24 jam termasuk lokasi, untuk menentukan
diharapkan nyeri karakteristik, durasi, intervensi
berkurang dengan frekuensi, kualitas selanjutnya
Kriteria hasil : dan faktor presipitasi. 2. Mengetahui
1. mampu 2. Observasi reaksi perkembangan
mengontrol nonverbal dari respon nyeri
nyeri ketidaknyamanan. 3. Mengurangi
2. melaporkan 3. Kurangi faktor peningkatan nyeri
bahwa nyeri presipitasi nyeri 4. Meniminalkan nyeri
berkurang 4. Ajarkan tentang yang dirasakan
dengan teknik non 5. Mengetahui
menggunakan farmakologi. keefektifan
manajemen 5. Evaluasi keefektifan intervensi
nyeri kontrol nyeri 6. Pengobatan medis
3. mampu 6. klaborasikan dengan untuk mengurangi
mengenali dokter jika ada nyeri
nyeri keluhan dan tindakan
4.menyatakan nyeri tidak berhasil.
rasa nyaman
setelah nyeri
berkurang
5. tanda vital
dalam rentang
normal
2. Setelah dilakukan 1. Ajarkan dan berikan 1. Pasien dapat
tindakan dorongan pada klien termotivasi untuk
keperawatan untuk melakukan melakukan program
selama 3x24 jam program latihan latihan
habatan moilitas secara rutin 2. Mencegah resiko
fisik pasien 2. Ajarkan teknik cedera
kembali normal ambulasi & 3. Memudahkan pasien
dengan perpindahan yang untuk melakukan
Kriteria hasil ; aman kepada klien mobilisasi
1. Klien dan keluarga. 4. Pasien terus
meningkat 3. Sediakan alat bantu termotivasi untuk
dalam untuk klien seperti tetap melakukan
aktivitas fisik kruk, kursi roda, dan ambulasi
2. Mengerti walker 5. Klien dan keluarga
tujuan dari 4. Beri penguatan memahami
peningkatan positif untuk berlatih mobilisasi dengan
mobilitas mandiri dalam benar
3.Memverbalisasi batasan yang aman. 6. Klien termotivasi
kan perasaan 5. Ajarkan pada klien & untuk memperkuat
dalam keluarga tentang cara anggota tubuh
meningkatkan pemakaian kursi roda 7. Klien tidak akan
32

kekuatan dan & cara berpindah dari mengalami


kemampuan kursi roda ke tempat kekakuan sendi dan
berpindah tidur atau sebaliknya. keluarga dapat
4.Memperagakan 6. Dorong klien membantu klien
penggunaan melakukan latihan untuk mobilisasi
alat Bantu untuk memperkuat
untuk anggota tubuh
mobilisasi 7.Ajarkan pada klien/
(walker) keluarga tentang cara
penggunaan kursi
roda
3. Setelah dilakukan 1. Bersihkan lingkungan 1. Untuk mencegah
tindakan setelah dipakai pasien infeksi yang
keperawatan lain ditularkan oleh
selama 3x24 jam 2. Gunakan sabun pasien lain
bebas dari resiko antimikrobia untuk 2. Memotong rantai
infeksi cuci tangan infeksi
Kriteria hasil : 3. Cuci tangan setiap 3. Memotong rantai
1. Klien bebas sebelum dan sesudah infeksi
dari tanda dan tindakan keperawatan 4. Tenaga kesehatan
gejala infeksi 4. Gunakan baju, sarung dapat mencegah
2. Menunjukkan tangan sebagai alat infeksi nosokomial
kemampuan pelindung 5. Resiko infeksi tidak
untuk 5. Pertahankan terjadi
mencegah lingkungan aseptik 6. Diet makanan tinggi
timbulnya selama pemasangan protein untuk
infeksi alat mempercepat
3. Jumlah 6. Tingktkan intake penyembuhan luka
leukosit dalam nutrisi 7. Untuk mencegah atau
batas normal 7. Berikan terapi mengobati infeksi
antibiotik bila perlu
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer. 2010. Kapitasi Seleta Kedokteran. Edisi 4. Jakarta : Media


Aesculapius.
Brunner, Suddarth. 2011. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3.
EGC. Jakarta
Dermawan, D. (2012). Proses Keperawatan Penerapan Konsep & Kerangka
Kerja (1st ed). Yogyakarta : Gosyen Publishing.
Drs. H. Syaifuddin, AMK.2010. Anatomi Fisiologi untuk Keperawatan dan
Kebidanan Edisi 4. Jakarta: EGC.
Helmi, Zairin Noor. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta:
Salemba Medika.
Jong, De dan Sjamsuhidajat. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-3. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran.
Kowalak, Jenifer P. Welsh, William dan Mayer, Brenna. 2011. Buku Ajar
Patofisiologi. Jakarta, EGC.
Long, B.C. 2009. Perawatan Medikal Bedah. Bandung : Yayasan IAPK
padjajaran.
Lukman, N & Ningsih, N. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Muttaqin, A. 2011. Buku Saku Gangguan Mulskuloskeletal Aplikasi pada Praktik
Klinik Keperawatan. Jakarta:EGC.
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan keperawatan perioperatif: Konsep, proses, dan
aplikasi. Jakarta : salemba medika
Rasjad, C. 2009. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT.Yarsif Watampone.
SDKI, DPP & PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : definisi
dan indikator diagnostik. (Edisi 1). Jakarta : DPPPPNI.
Sjamsuhidajat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta : EGC
Smeltzer, S.C., 2010, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

36

Anda mungkin juga menyukai