Anda di halaman 1dari 6

Gangguan Fisiologi Tulang

Pendahuluan

Tulang merupakan kerangka tubuh yang menyebabkan tubuh dapat berdiri tegak, Tempat melekatnya otot-otot sehingga memungkinkan jalannya pembuluh darah, tempat sumsum tulang dan syaraf yang melindungi jaringan lunak sehingga tubuh dapat merespon berbagai macam ransangan yang ada di sekitar, juga tulang merupakan organ yang dibutuhkan manusia untuk mengangkat dan membawa barang-barang yang berat. Sehingga kita tidak dapat membayangkan bagaimana terganggunya kita bila ada kerusakan yang terjadi pada tulang kita. Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk pada tubuh tubuh, serta melindungi organ-organ vital manusia. Peranan yang penting ini merupakan salah satu alasan mengapa tulang manusia harus dijaga. Dalam seluruh kegiatan manusia diperlukan peran penting dari tulang dan otot. Apabila salah satu mengalami gangguan, maka aktivitas manusia itu sendiri menjadi terganggu dan tidak maksimal karena satu sama lain saling berhubungan. Otot merupakan alat gerak aktif, sedangkan tulang merupakan alat gerak pasif. Fungsi protektif, melindungi berbagai alat vital dalam tubuh dan juga sumsum tulang. Fungsi metabolik, Sebagai cadangan dan tempat metabolisme berbagai mineral yang penting seperti kalsium dan phospat. Fungsi hemopetik, berlangsungnya proses pembentukan dan perkembangan sel darah.

Isi dan Pembahasan Anatomi dan Fisiologi Tulang Tulang berasal dari embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses osteogenesis menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut osteoblast. Proses mengerasnya tulang akibat penimbunaan garam kalsium. Dalam tubuh manusia terdapat 206 tulang yang dapat diklasifikasikan dalam lima kelompok berdasarkan bentuknya, antara lain : (a) Tulang panjang (Femur, Humerus ) yang terdiri dari batang tebal panjang yang disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. (b) Tulang pendek ( carpals) dengan bentuk yang tidak teratur dan inti dari cancellous (spongy) dengan satu lapisan luar dari tulnag yang padat. (c) tulang pendek datar (cranii) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan tulang concellous sebagai lapisan luarnya. (d) tulang yang tidak beraturan (vertebrae) sama seperti tulang pendek. (e) tulang sesamoid merupakan tulang kecil yang terletak disekitar tulang yang berdekatan dengan persendian.1 Tulang rangka tubuh manusia terdiri tulang kortikal 70 -80% dan tulang trabekular 20 sampai 30%. Pada keadaan normal tulang rangka, sebanyak 25% volume tulang anatomi yang spesifik s ebagai jaringan tul ang. Dan 75 % merupakan sumsum tulang (bone marrow) dan lemak, tetapi ini sangat ber variasi tergantung sebagaimana besar t ulang skeletonnya. Pada jaring tulang yang spesifik, hanya 60% berupa min eral tulang dan 40% merupakan jaringan organik, berupa kolagen. Sumsum tulang mengandung stroma, jaringan mieloid, sel lemak, pembuluh darah, sinusoid, dn beberapa jaringan limfe. Jaringan tulang sangat kompleks, aktifitas metabolisme aktif pada tulang pada proses mineralisasi yang terdiri dari komposisi esensial, yaitu garam kalsium dan fosfat. Garam tersebut merupa kan 2/3 bagian dari berat tula ng kering dan merupakan unsur yang paling banyak kalsium dan fosfat dari seluruh tubuh. Integritas tulang dipertahankan oleh kompartement ekstraselular calsium.

Secara makroskopik tulang dikenal ada dua tipe yaitu tulang korteks (kompak) dan tulang trabekular (berongga = spongy = cancelous). Bagian luar kedua tulang tersebut merupakan tulang padat yang disebut korteks tulang dari bagian dalamnya adalah tulang trabekular yang tersusun seperti bungan karang.2 Tulang korteks merupakan bagian terbesar penyusun kerangka. Mempunyai fungsi modulus elastisitas yang tinggi dan mampu menahan tekana mekanik berupa beban tekukan dan puntiran yang berat. Tulang korteks terdiri dari lapisan padat kolangen yangmengalami mineralisasi. Tersusun konsentris sejajar dengan permukaan tulang. Tulang korteks terdapat pada tulang panjang ekstremitas dan vertebta. Tulang spongiosa atau canselous atau tubercular mempunya elastisitas yang lebih kecil dari pada tulang korteks. Tulang spongiosa terdapat pada daerah metafisis dan epifisis tulang panjang serta pada bagian dalam tulang pendek. 3

Secara mikroskopik kontribusi unsur sel tulang terhadap masa total adalah sangat kecil. Sebagian besar terdiri atas matriks tulang, substansi intestisial bermineral, yang dideposisikan dalam lapisan atau lamel. Tersebar agak merata dalam substansi intestisial tulang adalah rongga-rongga melintang. Rekonstruksi osteon dari potongan seri menunjukan bahwa mereka tidak selalu berupa unit silindris semata-mata, namun dapat bercabang dan beranastomosis dan memiliki konfigurasi tiga dimensi agak rumit. Trabekel relative langsing dari tulang spons juga terdiri atas lamel namun tidak ditembus pembulus darah dan karenannya tidak memiliki system havers. Mereka terdiri atas potongan-potongan lamel tulang bersudut. Sel-sel tulang mendapat nutrisi melalui difusi sepanjang kanalikuli yang menghubungkan lacuna dan meluas ke permukaan endosteum dari trabekel.3,4

Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga dasar, yaitu : osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang). Osteoklas adalah sel multinuclear yang berperan dalam penghancuran, resorpsi dan remodelling tulang.2

Estrogen, testosteron dan hormon pertumbuhan adalah promotor kuat bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang. Pertumbuhan tulang dipercepat semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon trsebut. Estrogen dan testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan merangsang penutupan lempeng epifisis. Sewaktu kadar estrogen turun pada masa menopause, aktivitas osteobas berkurang. Defisiensi hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang. Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan merangsang penyerapan kalsium di usus. Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah yang mendorong kalsifikasi tulang. Namun, vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang. Maka, vitamin D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium akan menyebabkan absorpsi tulang.3

Adapun faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontol oleh hormon paratiroid. Hormon Paratiroid yang disintesa di kelenjar parathyroid dan memelihara homestatis kalsium ekstraseluler melalui organ ginjal ( peningkatan absorpsi kalsium ) dan mobilisasi calsium dari tulang yang labil.

Tulang normal terdiri dari komposisi yang kompak dan padat, berbentuk bulat dan batang padat serta terdapat jaringan berongga yang diisi oleh sumsum tulang. Tulang ini merupakan jaringan yang terus berubah secara konstan, dan terus diperbaharui. Jaringan yang tua akan digantikan dengan jaringan tulang yang baru. Proses ini terjadi pada permukaan tulang dan dikatakan sebagai remodelling. Dalam remodelling ini dilibatkan sel osteoklas sebagai perusak jaringan tulang dan sel osteoblas sebagai pembentuk sel-sel tulang baru.

Menjelang tua, proses remodelling ini berubah. Aktivitas sel osteoklas menjadi lebih dominan dibandingkan dengan aktivitas sel osteblast, sehingga menyebabkan osteoporosis. Separuh perjalanan hidup manusia, tulang yang tua akan diresobrsi dan dibentuk kembali tulang yang baru. Pada saat kanak-kanak dan menjelang dewasa, pembentukan tulang terjadi percepatan dibandingkan dengan resorpsi tulang, yang mengakibatkan tulang menjadi lebih besar, berat dan padat. Proses pembentukan tulang ini terus berlanjut dan menjadi lebih besar dibandingkan dengan resorpsi tulang sampai mencapai titik puncak massa tulang (peak bone mass), yaitu keadaan tulang yang sudah mencapai densitas dan kekuatan yang maksimum. Peak bone mass ini umumnya tercapai pada usia 30 tahun. Setelah usia 30 tahun secara perlahan proses resorpsi tulang mulai meningkat dan melebihi proses formasi tulang. Kehilangan massa tulang terjadi begitu cepat pada tahun-tahun pertama masa menopause, osteoporosis pun berkembang sangat cepat akibat proses resorpsi yang cepat atau proses pergantian yang lambat.5

Dalam keadaan normal terjadi proses yang terus menerus dan terjadi secara seimbang yaitu proses resorbsi dan proses pembentukan tulang (remodelling). Setiap ada perubahan dalam keseimbangan ini, misalnya proses resorbsi lebih besar dari proses pembentukan, maka akan terjadi penurunan massa tulang Proses konsolidasi secara maksimal akan dicapai pada usia 3035 tahun untuk tulang bagian korteks dan lebih dini pdbagian trabekula. Pada usia 40-45 th, baik wanita maupun pria akan mengalami penipisan tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5 % per tahun dan bagian trabekula pada usia lebih muda. Pada pria seusia wanita menopause mengalami penipisan tulang berkisar 20-30 % dan pd wanita 40-50 %. Penurunan massa tulang lebih cepat pd bagian-bagian tubuh seperti metakarpal, kolum femoris, dan korpus vertebra.1

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kuntinuitas tulang. Bagian-bagian tubuh yang sering fraktur adalah vertebrae, femur bagian proksimal dan radius bagian distal. Fraktur pada distal radius akan menimbulkan rasa nyeri dan terdapat penurunan kekuatan genggaman, sehingga akan menurunkan kemampuan fungsi gerak. Sedangkan tanda dan gejala fraktur vertebrae adalah nyeri punggung, penurunan gerakan spinal, Spasme otot di daerah fraktur dan penurunan berat badan.6

Penyebab adanya osteoporosis dibagi menjadi dua jenis, yakni penyebab primer dan penyebab sekunder. Osteoporosis primer adalah kehilangan massa tulang yang terjadi sesuai dengan proses penuaan atau karena menopause pada wanita akibat berkurangnya hormon estrogen. Sementara osteoporosis sekunder didefinisikan sebagai kehilangan massa tulang akibat hal-hal tertentu. Osteoporosis sekunder dikaitkan dengan adanya kelainan patologi, efek samping obat, immobilisasi, kelainan gastrointestinal, dan penyakit ginjal.

Metabolisme tulang Modeling Modeling tulang adalah proses pembentukan (formasi) tulang yang dimulai di dalam kandungan dan terus berlangsung sampai tercapai puncak massa tulang. Pembentukan tulang panjang terjadi melalui mekanisme pengerasan tulang endokondrial pada tulang panjang dan pengerasan pada tulang appendikular. Hal ini termasuk perubahan dari garis turunan s/d mesenkim menjadi kondroblas selanjutnya menjadi kondrosit dengan mensintesis proteoglikan sebagai dasar dari matriks ekstraseluler. Ketika terjadi klasifikasi matriks ekstriseluler, berlangsung juga invasi pembuluh darah termasuk prekursor OKL (yang menurunkan kalsifikasi tulang rawan) dan prekursor OBL. Kalsifikasi tulang rawan tadi disebut the primary spongiosum bone, dan untuk tulang yang terletak di antara jaringan disebut the secondary spongiosum bone yang nantinya dikenal sebagai woven bone. Pembentukan tulang intramembranosa terjadi pada tulang pipih seperti tulang tengkorak dan tulang pelvis. Hal ini termasuk pembentukan tulang langsung oleh turunan sel mesenkim yang sudah mengalami pengerasan tulang endokondrial dan melebar melalui pembentukan tulang intramembranosa.5

Remodelling Setelah tulang woven berubah menjadi tulang berlapis, tulang terus mengalami proses resorpsi, pembentukan dan mineralisasi, yang dikenal sebagai remodeling (pembangunan pembentukan kembali) tulang. Proses yang berlangsung terus menerus ini dilakukan oleh OKL resorpsi tulang dan OBL (formasi tulang). Pembangunan pembentukan tulang juga berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan biokimia tulang yang dilakukan dengan memperbaiki kerusakan dan memelihara tulang yang bahannya tersedia untuk homeostasis mineral. Selama kehidupan, pembangunan pembentukan tulang pada trabekular tulang 5-10 kali lebih tinggi dari korteks tulang. Pada kondisi normal pembangunan pembentukan tulang, resorpsi tulang yang diikuti dengan formasi tulang berlangsung secara simultan dan menghasilkan massa tulang yang sesuai dengan sebelum diresorpsi. Pembangunan pembentukan korteks tulang dilakukan dengan menggali lubang melalui tulang keras oleh OKL, dimana akan menghasilkan celah yang tampak sebagai ruang kosong. Dibelakang OKL terdapat kelompok kapiler, populasi sel endotelial dan sel mesenkim yang penuh progenitor OBL, yang segera meletakkan QST dan mengisi ruangan yang diserap tadi. Proses pembangunan pembentukan trabekular tulang terjadi pada permukaan tulang di tempat yang spesifik yang kemudian diisi oleh tulang baru. Fase pembangunan pembentukan tulang dimulai dari fase istirahat, fase aktif, fase resorpsi, fase pembalikan, fase formasi, dan berakhir pada fase istirahat Keseimbangan pada proses pembangunan pembentukan tulang adalah jumlah massa tulang yang diresorpsi seimbang dengan jumlah massa tulang yang diformasi, terutama apabila masa puncak tulang telah tercapai pada usia 30 tahun. Diantara usia 30-35 tahun tetap terjadi keseimbangan pembangunan pembentukan tulang, namun setelah usia 35 tahun proses tersebut mulai tidak seimbang, dimana kecepatan formasi tulang tidak sama dengan resorpsi tulang. Pada masa ini terjadi proses uncoupling, yaitu proses dimulainya penuaan.

Hal Yang Mempengaruhi Kelainan Tulang

Gangguan Metabolisme Tulang Metabolisme kalsium pada anak dipengaruhi oleh pertumbuhan, dimana terdapat kenaikan kandungan kalsium dari 0,1-0,2 % berat (bebas lemak) pada janin muda sampai 2% berat pada dewasa. Dengan kata lain kira-kira terdapat kenaikan dari 25 gram saat lahir sampai 900-1300 gram saat matur. Pada 7 tahun pertama kehidupan, kebutuhan kalsium harian adalah 100 mg, naik sampai 350 mg perhari pada pubertas. Setelah tulang tidak tumbuh lagi, retensi kalsiumnya sebanyak 1,5 mg perhari. Beberapa Tahun setelah tulang tidak tumbuh lagi, massa tulang meningkat untuk mengkonsolidasi tulang rangka, tulang rangka pria yang telah matur memiliki 30-50% massa tulang lebih banyak dari pada wanita. Setelah puncak massa tulang tercapai, terdapat sedikit ketidak-seimbangan antara proses resorpsi dan formusi, dimana jumlah tulang yang diresorpsi oleh OICI, tidak seluruhnya diganti oleh OBL, jadi terdapat penurunan massa tulang tergantung dari umur. Metabolisme vitamin D mempunyai pengaruh pada mekanisme remodelling tulang. Adanya defisiensi ataupun insufisiensi vitamin D akan mempengaruhi proses remodelling tersebut, yang pada akhirnya akan menimbulkan kelainan patologis pada tulang (Osteoporosis). Dalam mempertahankan intergritas mekanisme dan struktur tulang diperlukan proses remodelling tulang yang konstan, yaitu respon terhadap keadaan baik fisiologis maupun patologis yang terjadi selama kehidupan. Adanya kebutuhan asupan kalsium dan vitamin D yang meningkat terutama rdengan bertambahnya umur, dengan sendirinya akan meningkatkan proses remodelling.5

Penurunan Massa Tulang Massa tulang sangat berhubungan dengan kekuatan tulang. Dengan kata lain, penurunan massa tulang merupakan faktor utama dalam mencegah terjadinya fraktur oleh trauma ringan atau bahkan tanpa trauma sama sekali. Massa tulang dapat diperiksa pada seluruh tulang rangka atau pada bagian-bagian tertentu misalnya tulang belakang, tulang femur atau pergelangan tangan. Prosedur diagnostik ternyata sangat kompleks karena pada tulang yang berbeda terdapat perbedaan rasio antara trabekular dan korteks tulang dan perbedaan merata penyusutan tulang. Sehingga pengukuran massa tulang pada suatu tempat mungkin tidak akurat dalam menentukan massa tulang pada tempat yang lain.

Osteoporosis

Osteoporosis adalah penyakit tulang metabolik yang paling sering dijumpai. Penyakit ini sering tanpa keluhan dimana massa tulang berkurang secara progresif dengan kerusakan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh, mudah patah dan tidak terdeteksi sampai terjadi patah tulang. Pengurangan massa tulang tersebut tidak disertai dengan perubahan perbandingan antara substansi mineral dan organik tulang. Sebenarnya tidak hanya gangguan homeostatis kalsium sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya osteoporosis, tetapi masih banyak faktor faktor lain yang mempunyai peran, diantaranya adalah defisiensi/ insufisiensi vitamin D, gangguan pada metabolisme tulang. Aktivitas sel sel tulang yaitu resorpsi dan pembentukan dikendalikan oleh dua factor yaitu factor sistemik ( hormon) dan factor local ( generated cytokines dan growth factor ). Selain vitamin D, factor sistemik lain adalah hormon

paratiroid (PTH ), kalsitonin, insulin, estrogen/androgen, hormon pertumbuhan dan hormon tiroid.7

Pada kondisi normal, pada tulang kerangka akan terjadi suatu proses yang berlangsung secara terus menerus dan terjadi secara seimbang, yaitu proses resorbsi dan proses pembentukan tulang (remodeling). Setiap perubahan dalam keseimbangan ini, misalnya apabila proses resorbsi lebih besar dari pada proses pembentukan tulang, maka akan terjadi pengurangan massa tulang dan keadaan inilah yang kita jumpai pada osteoporosis.5Sangat jarang penderita datang ke dokter dengan keluhan osteoporosis. Biasanya penderita datang setelah terjadi komplikasi setelah patah tulang karena trauma yang ringan, bungkuk ataupun dengan keluhan nyeri pinggang terutama bagian bawah. Fraktur yang terjadi pada leher femur dapat mengakibatkan hilangnya kemampuan mobilitas penderita baik yang bersifat sementara maupun menetap. Fraktur pada distal radius akan menimbulkan rasa nyeri dan terdapat penurunan kekuatan genggaman, sehingga akan menurunkan kemampuan fungsi gerak. Sedangkan tanda dan gejala fraktur vertebra adalah nyeri punggung, penurunan gerakan spinal, Spasme otot di daerah fraktur dan penurunan berat badan. Semua keadaan di atas menyebabkan adanya keterbatasan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari, misalnya untuk mandi, makan dan berganti pakaian.

Penutup

Tulang merupakan jaringan ikat yang menjadi kerangka tubuh. Tulang juga melakukan proses metabolisme yaitu modeling dan remodelling, dimana dalam melakukan metabolisme, ada faktor-faktor yang berperan yaitu : vitamin D, vitamin A, vitamin C, estrogen, testosteron, hormon paratiroid, kalsitonin, glukokortikoid dan hormon pertumbuhan (growth hormone). Vitamin D mempunyai kontribusi penting dalam proses remodelling tulang. Dalam mempertahankan fungsi mekanik dan biologi tulang tersebut, vitamin D yang lebih tepat disebut hormon, berinteraksi dengan organ ginjal dan gastrointestinal, sehingga terjadi homestatis calsium dan fosfat. Dengan terjadinya gangguan baik insufisiensi maupun defisiensi vitamin D maka akan terjadi gangguan remodelling tulang, sehingga terjadi progresivitas kehilangan massa tulang, yang akan menjadi ancaman fraktur dan dapat terjadi kelainan patologis tulang seperti osteoporosis.

Anda mungkin juga menyukai