Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Neoplasia adalah pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif dimana sel-sel nya
tidak pernah menjadi dewasa. Istilah tumor sering digunakan sebagai pengganti istilah
neoplasia, walaupun sebenarnya kurang tepat, karena tumor hanya berarti benjolan, tetapi
karena istilah tumor sudah biasa dipakai, maka untuk selanjutnya akan dipakai istilah
tumor.
Angka kejadian tumor tulang bila dibandingkan dengan tumor jenis lain adalah
kecil, yaitu hanya kurang lebih 1% dari seluruh tumor tubuh di manusia. Tumor bersifat
ganas bila mempunyai kemampuan untuk menyebar ke tempat lain (metastasis) dan
dikatakan jinak bila tidak mampu untuk bermetastasis. Paru-paru merupakan organ yang
paling sering dihinggapi oleh anak sebar tumor ganas.
Berdasarkan penilaian klinis, radiologis dan histopatologis yang cermat dari
masing-masing tumor tulang, maka dapat ditentukan staging tumor tersebut. Staging
berlaku untuk tumor jinak dan ganas pada tulang. Sistem staging yang dipakai untuk
tumor tulang adalah surgical staging system dari Enneking. Dalam referat ini penulis
akan membahas lebih lanjut mengenai Tumor Tulang.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi


Tulang adalah bahan yang hidup dan tumbuh yang mempunyai kerangka protein
dan diperkuat kalsium, di mana lapisan luar tulang mempunyai saraf dan jaringan
pembuluh darah yang kecil. Tulang terdiri atas 3 komponen yaitu korteks, spongiosa, dan
periusteum. Dikenal juga sebagai osseus tissue, yaitu sejenis endoskeletal keras yang
menjadi jaringan penghubung yang ditemukan pada banyak hewan vertebrata (bertulang
belakang). Ada beberapa jenis sel penyusun tulang yaitu, osteoblas, osteosit, dan
osteoklas. Osteoblas berfungsi sebagai sintesis kolagen dan substansi dasar serta
mengangkut mineral untuk kalsifikasi. Osteosit berfungsi membentuk dan meresorbsi
tulang. Sedangkan Osteoklas bersama hormon paratiroid meresorbsi tulang.
Tulang mulai terbentuk sejak bayi dalam kandungan dan kemudian berlangsung
terus sampai dekade kedua dalam susunan yang teratur. Organ ini merupakan organ yang
mendukung struktur tubuh, melindungi organ-organ internal, serta memungkinkan
pergerakan atau perpindahan. Otot-otot skeletal (kerangka) melalui tendon (urat daging)
menghubungkan tulang-tulang panjang, dan ligamen (ikatan sendi tulang)
menghubungkan tulang dengan tulang sendi. Pada sumsum tulang merah (pada matriks
tulang spongy) diproduksi sel darah merah, sementara pada diaphysis diproduksi sel darah
putih. Secara umum, kerangka tubuh manusia dewasa terdiri dari 206 tulang.
Terdapat dua hormon yang sangat berpengaruh pada proses pembentukan dan
reabsorbsi tulang yaitu hormon paratiroid dan kalsitonin. Hormon paratiroid berfungsi
untuk mengabsorbsi garam kalsium dari tulang dan menyuplainya dalam darah, sedangkan
hormon kalsitonin berlawanan dengan efek paratiroid yaitu mengambil garam kalsium dari
darah dan sistem pencernaan.

1. Tulang
Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan
hidup yang akan menyuplai darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin
anorganik (terutama garam-garam kalsium) yang membuat tulang keras dan kaku,
tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah jaringan fibrosa yang membuatnya kuat dan
elastis.
a. Fungsi utama tulang rangka

2
 Sebagai kerangka tubuh, yang menyokong dan memberi bentuk tubuh.
 Untuk memberikan suatu sistem pengungkit yang digerakan oleh kerja otot-otot
yang melekat pada tulang tersebut.
 Sebagai reservoir kalsium, fosfor, natrium, dan elemen-elemen lain.
 Untuk menghasilkan sel-sel darah merah dan putih serta trombosit dalam sumsum
merah tulang tertentu.
b. Struktur tulang
Dilihat dari bentuknya tulang dapat dibagi menjadi, tulang panjang
ditemukan di ekstremitas, tulang pendek terdapat di pergelangan kaki dan tangan,
tulang pipih pada tengkorak dan iga, tulang ireguler (bentuk yang tidak beraturan)
pada vertebra, tulang-tulang wajah dan rahang. Lapisan terluar dari tulang (cortex)
tersusun dari jaringan tulang yang padat, sementara pada bagian dalam di dalam
medulla berupa jaringan sponge. Bagian tulang paling ujung dari tulang panjang
dikenal sebagai epiphyse yang berbatasan dengan metaphysis. Metaphysis
merupakan bagian dimana tulang tumbuh memanjang secara longitudinal. Bagian
tengah tulang dikenal sebagai diaphysis yang berbentuk silindris.
c. Perkembangan dan pertumbuhan tulang
Tulang didahului oleh model kartilago. Kolar periosteal dari tulang baru timbul
mengelilingi model korpus. Kartilago dalam korpus ini mengalami kalsifikasi. Sel-sel
kartilago mati dan meninggalkan ruang-ruang. Sarang lebah dari kartilago yang
berdegenerasi dimasuki oleh sel-sel pembentuk tulang (osteoblast), pembuluh darah dan
sel-sel pengikis tulang (osteoklast). Tulang berada dalam lapisan tak teratur dalam
bentuk kartilago. Proses osifikasi meluas sepanjang korpus dan juga mulai memisah
pada epifisis yang menghasilkan tiga pusat osifikasi. Pertumbuhan memanjang tulang
terjadi pada metafisis, lembaran kartilago yang sehat dan hidup antara pusat osifikasi.
Pada metafisis sel-sel kartilago memisah secara vertikal. Pada awalnya setiap sel
meghasilkan kartilago sehat dan meluas mendorong sel-sel yang lebih tua. Kemudian
sel-sel mati. Kemudian semua ruang membesar untuk membentuk lorong-lorong
vertikal dalm kartilago yang mengalami degenerasi. Ruang-ruang ini diisi oleh sel-sel
pembentuk tulang. Pertumbuhan memanjang berhenti pada masa dewasa ketika epifisis
berfusi dengan korpus. Pertumbuhan dan metabolisme tulang dipengaruhi oleh mineral
dan hormon sebagai berikut :
 Kalsium dan posfor, tulang mengandung 99% kalsium tubuh dan 90% posfor.
Konsentrasi kalsium dan posfor dipelihara dalam hubungan terbalik. Sebagai

3
contoh, apabila kadar kalsium tubuh meningkat maka kadar posfor akan
berkurang.
 Calcitonin, diproduksi oleh kelenjar tyroid memilki aksi dalam menurunkan
kadar kalsium serum jika sekresinya meningkat diatas normal.
 Vitamin D, penurunan vitamin D dalam tubuh dapat menyebabkan osteomalacia
pada usia dewasa.
 Hormon paratiroid (PTH), saat kadar kalsium dalam serum menurun, sekresi
hormone paratiroid akan meningkat dan menstimulasi tulang untuk
meningkatkan aktivitas osteoplastik dan menyalurkan kalsium ke dalam darah.
 Growth hormone (hormone pertumbuhan), bertanggung jawab dalam
peningkatan panjang tulang dan penentuan jumlah matrik tulang yang dibentuk
pada masa sebelum pubertas.
 Glukokortikoid, adrenal glukokortikoid mengatur metabolisme protein.
 Sex hormone, estrogen menstimulasi aktivitas osteobalstik dan menghambat
peran hormone paratiroid. Ketika kadar estrogen menurun seperti pada saat
menopause, wanita sangat rentan terhadap menurunnya kadar estrogen dengan
konsekuensi langsung terhadap kehilangan masa tulang (osteoporosis).
Androgen, seperti testosteron, meningkatkan anabolisme dan meningkatkan
masa tulang.

2. Sendi
Artikulasi atau sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-
tulang ini dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa,
ligament, tendon, fasia, atau otot. Sendi diklasifikasikan sesuai dengan strukturnya.
a. Sendi fibrosa (sinartrodial) : merupakan sendi yang tidak dapat bergerak. Tulang-
tulang dihubungkan oleh serat-serat kolagen yang kuat. Sendi ini biasanya terikat
misalnya sutura tulang tengkorak.
b. Sendi kartilaginosa (amfiartrodial) : permukaan tulang ditutupi oleh lapisan kartilago
dan dihubungkan oleh jaringan fibrosa kuat yang tertanam ke dalam kartilago
misalnya antara korpus vertebra dan simfisis pubis. Sendi ini biasanya
memungkinkan gerakan sedikit bebas.
c. Sendi synovial (diartrodial) : sendi ini adalah jenis sendi yang paling umum. Sendi
ini biasanya memungkinkan gerakan yang bebas (misalnya, lutut, bahu, siku,

4
pergelangan tangan, dll.) tetapi beberapa sendi sinovial secara relatif tidak bergerak
(mis., sendi sakroiliaka). Sendi ini dibungkus dalam kapsul fibrosa dibatasi dengan
membran sinovial tipis. Membran ini mensekresi cairan sinovial ke dalam ruang
sendi untuk melumasi sendi. Cairan sinovial normalnya bening, tidak membeku, dan
tidak berwarna atau berwarna kekuningan. Jumlah yang ditemukan pada tiap-tiap
sendi normal relatif kecil (1 sampai 3 ml). hitung sel darah putih pada cairan ini
normalnya kurang dari 200 sel/ml dan terutama adalah sel-sel mononuklear. Cairan
synovial juga bertindak sebagai sumber nutrisi bagi rawan sendi.

3. Otot rangka
Otot rangka merupakan setengah dari berat badan orang dewasa. Fungsi
utamanya adalah untuk menggerakan tulang pada artikulasinya. Kerja ini dengan
memendekkan (kontraksi) otot. Dengan memanjang (relaksasi) otot memungkinkan
otot lain untuk berkontraksi dan menggerakan tulang. Otot ada yang melekat langsung
pada tulang, tetapi dimana bagian terbesarnya mempengaruhi fungsi (misalnya pada
tangan), tangan yang berhubungan langsung dengan tulang, atau dimana kerjanya perlu
dikonsentrasikan, otot dilekatkan dengan tendon fibrosa. Tendon menyerupai korda,
seperti tali, atau bahkan seperti lembaran (misalnya pada bagian depan abdomen).
Tidak ada otot yang bekerja sendiri. Otot selalu bekerja sebagai bagian dari kelompok,
dibawah kontrol sistem saraf. Fungsi otot dapat digambarkan dengan memperhatikan
lengan atas. Otot bisep dari lengan atas dilekatkan oleh tendon ke skapula. Perlekatan
ini biasanya tetap stasioner dan adalah asal (origo) dari otot. Ujung yang lain dari otot
dilekatkan pada radius. Perlekatan ini untuk menggerakan otot dan diketahui sebagai
insersio dari otot. Bisep adalah otot fleksor ; otot ini menekuk sendi, mengangkat
lengan saat ia memendek. Otot ini juga cenderung memutar lengan untuk
memposisikan telapak tengadah karena titik insersinya. Otot trisep pada punggung
lengan atas adalah otot ekstensor ; otot ini meluruskan sendi, mempunyai aksi yang
berlawanan dengan otot bisep.

B. Definisi
Tumor adalah pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif dimana sel-selnya tidak
pernah menjadi dewasa. Tumor tulang primer merupakan tumor tulang dimana sel
tumornya berasal dari sel-sel yang membentuk jaringan tulang, sedangkan tumor tulang
sekunder adalah anak sebar tumor ganas organ non tulang yang bermetastasis ke tulang.

5
Dengan istilah lain yang sering digunakan “Tumor Tulang”, yaitu pertumbuhan abnormal
pada tulang yang bisa jinak atau ganas.
Tumor tulang merupakan kelainan pada sistem muskuloskeletal yang bersifat
neoplastik. Tumor dalam arti yang sempit berarti benjolan. Sedangkan setiap pertumbuhan
yang baru dan abnormal disebut neoplasma.

C. Etiologi
Tulang merupakan organ ketiga yang paling sering diserang oleh penyakit
metastatik (penyakit dari suatu organ yang menyebar ke bagian tubuh lainnya).2 Kanker
yang paling sering menyebar ke tulang adalah kanker payudara, paru-paru, prostat, tiroid
dan ginjal. Bila dibandingkan antara karsinoma dan sarkoma, maka jenis kanker yang
lebih sering menyebar ke tulang adalah karsinoma. Tulang pertama yang biasanya terkena
adalah tulang rusuk, tulang panggul dan tulang belakang; tulang-tulang distal (ujung
tubuh) jarang terkena.
Penyebab pasti terjadinya tumor tulang tidak diketahui. Penelitian menunjukkan
bahwa peningkatan suatu zat dalam tubuh yaitu C-Fos dapat meningkatkan kejadian tumor
tulang.
a. Radiasi sinar radio aktif dosis tinggi.
b. Keturunan.
c. Beberapa kondisi tulang yang ada sebelumnya seperti penyakit Paget (akibat pajanan
radiasi).
Penyebaran terjadi jika suatu tumor tunggal atau sekumpulan sel tumor masuk ke
dalam aliran darah dan melalui pembuluh darah di kanalis Harves sampai ke sumsum
tulang, dimana mereka berkembang biak dan membentuk pembuluh darah yang baru.
Pleksus vena Batson di tulang belakang memungkinkan sel-sel kanker masuk ke dalam
sirkulasi tulang belakang tanpa harus melalui paru-paru terlebih dahulu. Aliran darah di
dalam pleksus ini sangat lambat sehingga sel-sel kanker bisa bertahan hidup dan
mempertinggi angka kejadian metastase kanker prostat ke tulang belakang.

D. Klasifikasi
a) Primer
a. Tumor yang membentuk tulang (osteogenik)
 Jinak : Osteoid osteoma

6
 Ganas : Osteosarkoma, osteoblastoma, parosteal osteosarkoma
b. Tumor yang membentuk tulang rawan (kondrogenik)
 Jinak : Kondroblastoma
 Ganas : Kondrosarkoma, kondromiksoid fibroma, enkondroma, osteokondroma
c. Tumor jaringan ikat (fibrogenik)
 Jinak : Non ossifying fibroma
 Ganas : Fibrosarkoma
d. Tumor sumsum tulang (myelogenik)
 Ganas : Multiple myeloma, sarkoma ewing, sarkoma sel reticulum
e. Tumor lain-lain
 Jinak : Giant cell tumor
 Ganas : Adamantinoma, kordoma
b) Sekunder / metastatik
Tumor Tulang Metastatik merupakan tumor tulang yang berasal dari tumor di bagian
tubuh lain yang telah menyebar ke tulang.
a. Lesi tulang metastatik dibagi menjadi 3 kelompok : Lesi osteolitik, lesi osteoblastik,
lesi campuran. Lesi osteolitik paling sering ditemukan pada proses destruktif
(penghancuran tulang). Lesi osteoblastik terjadi akibat pertumbuhan tulang baru
yang dirangsang oleh tumor. Secara mikroskopis, sebagian besar tumor tulang
metastatik merupakan lesi campuran.
b. Neoplasma Stimulating Lesions : Simple bone cyst, aneurysmal bone cyst, fibrous
dysplasia, eosinophilic granuloma, brown tumor / hyperparathyroidism.
c) Klasifikasi menurut TNM
a. T (Tumor induk)
TX. Tumor tidak dapat dicapai
T0. Tidak ditemukan tumor primer
T1. Tumor terbatas dalam periost
T2. Tumor menembus periost
T3. Tumor masuk dalam organ atau struktur sekitar tulang
b. N (Kelenjar limf regional)
N0. Tidak ditemukan tumor di kelenjar limf
N1. Tumor di kelenjar limf regional
c. M (Metastasis jauh)

7
M1. Tidak ditemukan metastasis jauh
M2. Ditemukan metastasis jauh

E. Patofisiologi
Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel tumor.
Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses destruksi atau
penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses pembentukan tulang. Terjadi
destruksi tulang lokal. Pada proses osteoblastik, karena adanya sel tumor maka terjadi
penimbunan periosteum tulang yang baru dekat tempat lesi terjadi, sehingga terjadi
pertumbuhan tulang yang abortif.

F. Manifestasi Klinis
a. Nyeri dan / atau pembengkakan ekstremitas yang terkena (biasanya menjadi semakin
parah pada malam hari dan meningkat sesuai dengan progresivitas penyakit).
b. Fraktur patologik.
c. Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang terbatas.
d. Teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya pelebaran
vena.
e. Gejala-gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam, berat badan
menurun dan malaise.

G. Pemeriksaan fisik
a. Teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit diatas massa serta adanya pelebaran
vena.
b. Pembengkakan pada / di atas tulang atau persendian serta gerakan yang terbatas.
c. Nyeri tekan atau nyeri lokal pada sisi yang sakit.

H. Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto roentgen
b. Radiografi
c. Tomografi
d. MRI
e. Mielogram
f. Asteriografi

8
g. Pemindaian tulang
h. Radiostop / biopsi tulang bedah
i. Tomografi paru
j. Tes lain untuk diagnosis banding, aspiraasi sumsum tulang belakang (sarkoma Ewing)
k. Pemeriksaan biokimia darah dan urine
Pemeriksaan foto toraks dilakukan sebagai prosedur rutin serta untuk follow-up
adanya stasis pada paru-paru. Fosfatase alkali biasanya meningkat pada sarkoma
osteogenik. Hiperkalsemia terjadi pada kanker tulang metastasis dari payudara, paru, dan
ginjal. Gejala hiperkalsemia meliputi kelemahan otot, keletihan, anoreksia, mual, muntah,
poliuria, kejang dan koma. Hiperkalsemia harus diidentifikasi dan ditangani segera. Biopsi
bedah dilakukan untuk identifikasi histologik. Biopsi harus dilakukan untuk mencegah
terjadinya penyebaran dan kekambuhan yang terjadi setelah eksesi tumor.

I. Gambaran Foto Roentgen Tumor Tulang


a. Kondroma
Kira-kira 50 % enkondroma terdapat pada tulang-tulang tangan dan kaki; sekitar
40 % pada tangan dan 10 % pada kaki. Gambaran radiologik tulang rawan adalah
radiolusen, sehingga tumor ini akan terlihat sebagai bayangan radiolusen yang berbatas
tegas di daerah medula. Kadang-kadang tampak pelebaran tulang karena ekspansi dan
tampak penipisan korteks, kadang-kadang terlihat perkapuran dan hal ini penting untuk
diagnosis. Umumnya kondroma adalah soliter. Enkondroma pada tulang pipih dan
tulang yang besar lebih jarang tetapi penting oleh karena pada tulang-tulang ini lebih
sering ditemukan kondrosarkoma. Bila bertambah besar dengan cepat dan terasa sakit
harus difikirkan kemungkinan tumor menjadi ganas (degenerasi maligna).

9
Gambar 1. Kondroma

b. Osteokondroma
Biasanya mengenai tulang panjang, terutama sekitar lutut. Tumor mulai pada
metafisis, tetapi karena tulang tumbuh, makin lama makin bergeser ke diafisis. Biasanya
soliter, kadang-kadang multipel dan dikenal sebagai diaphyseal aclasia. Degenerasi
maligna pada osteokondroma soliter sekitar 1 %, sedangkan pada diaphyseal aclasia sekitar
10 %. Gambaran radiologik : tampak penonjolan tulang dengan korteks dan spongiosa yang
normal. Komponen tulang rawan seringkali tidak kelihatan karena berada di luar tulang;
dapat dilihat dengan CT-Scan. Dengan bertambahnya umur pasien terlihat kalsifikasi pada
tulang rawan yang makin lama makin banyak. Gambaran radiologik tumor ini khas.

Gambar 2. Osteokondroma

10
c. Kondroblastoma
Biasanya penderita mengeluh sakit di daerah sendi, karena tumor kebanyakan pada
epifisis dan berhubungan dengan lempeng epifiser. Gambaran radiologik : tampak sebagai
bayangan radiolusen, biasanya berbentuk bundar dengan batas yang tegas. Kadang kadang
tampak pinggiran sklerotik. Kalsifikasi terdapat pada kira-kira 50 %. Diagnosis banding
adalah giant cell tumor, abses Brodie, tuberkulosis tulang.

Gambar 3. Kondroblastoma

d. Kondromiksoid fibroma
Tumor ini biasanya didapatkan pada anak-anak dan dewasa muda. Pada tulang
panjang paling banyak di daerah metafisis dan lokasinya eksentrik, paling sering pada
tulang sekitar lutut. Gambaran radiologik : tumor ini tampak sebagai daerah yang
radiolusen di daerah metafisis tulang panjang, letaknya eksentris, berbatas tegas,
kadang-kadang dengan pinggiran sklerotik. Korteks menipis karena ekspansi tumor.
Tidak ada reaksi periosteal. Kalsifikasi jarang. Kadang-kadang terdapat gambaran
menyerupai busa sabun (soap-buble appearance). Diagnosis banding : Giant cell tumor
& kista tulang aneurisma (aneurysmal bone cyst).

11
Gambar 5. Kondromiksoid Fibroma

e. Osteoma
Tumor jinak tulang ini termasuk jarang dan terdiri seluruhnya dari tulang yang
berdiferensiasi baik. Biasanya ditemukan di daerah sinus paranasal dan kalvarium. Bila
lokasinya pada sinus paranasal dapat menimbulkan gangguan drainase. Gambaran
radiologik : Biasanya terlihat sebagai bayangan opak yang bundar atau lonjong, berbatas
tegas. Jarang lebih besar dari 2,5 cm.

Gambar 5. Osteoma

12
f. Giant cell tumor
Tumor ini biasanya dijumpai pada usia dewasa, setelah terjadi fusi tulang.
Kebanyakan dijumpai pada usia 30-40 tahun. Pada tulang panjang, tumor ini lokasinya
pada ujung tulang (subartikuler), paling sering sekitar sendi lutut. Gambaran
radiologik : tampak daerah radiolusen pada ujung tulang panjang dengan batas yang
tidak tegas. Ada zona transisi antara tulang normal dan patologik, biasanya kurang dari
1 cm. Lesi biasanya eksentrik, bersifat ekspansif sehingga korteks menjadi tipis. Tidak
ada reaksi periosteal. Tumor yang sudah besar dapat mengenai seluruh lebar tulang dan
sering terjadi fraktur patologik.

Gambar 6. Giant Cell Tumor

g. Osteosarkoma
Merupakan tumor ganas primer tulang yang paling sering dengan prognosis yang
buruk. Kebanyakan penderita berumur antara 10-25 tahun. Jumlah kasus meningkat lagi
setelah umur 50 tahun yang disebabkan oleh adanya degenerasi maligna, terutama penyakit
Paget. Paling sering ditemukan sekitar lutut, yaitu lebih dari 50 %. Tulang-tulang yang
sering terkena adalah femur distal, tibia proksimal, humerus proksimal, dan pelvis. Pada
tulang panjang, tumor biasanya mengenai metafisis. Garis epifiser merupakan barrier dan
tumor jarang menembusnya. Metastasis cepat terjadi secara hematogen, biasanya ke dalam
paru.
Gambaran radiologik : tampak tanda-tanda destruksi tulang yang berawal pada
medula dan terlihat sebagai daerah yang radio lusen dengan batas yang tidak tegas. Pada
stadium yang masih dini terlihat reaksi periosteal yang gambarannya dapat lamelar atau
seperti garis-garis tegak lurus pada tulang (sunray appearance). Dengan membesarnya

13
tumor, selain korteks juga tulang subperiosteal akan dirusak oleh tumor yang meluas ke
luar tulang. Dari reaksi periosteal itu hanya sisanya yaitu pada tepi yang masih dapat
dilihat, berbentuk segi tiga dan dikenal sebagai segi tiga Codman. Pada kebanyakan tumor
ini terjadi penulangan (ossifikasi) dalam jaringan tumor sehingga gambaran radiologiknya
variabel bergantung pada banyak sedikitnya penulangan yang terjadi. Pada stadium dini
gambaran tumor ini sukar dibedakan dengan osteomielitis.

Gambar 7. Osteosarkoma

h. Sarkoma Ewing
Tumor ganas primer ini paling sering mengenai tulang panjang, kebanyakan
pada diafisis. Tulang yang juga sering terkena adalah pelvis dan tulang iga. Kira-kira 75
% dari penderita dibawah umur 20 tahun, paling sering umur 5-15 tahun. Metastasis
terjadi cepat secara hematogen ke paru-paru atau tulang-tulang lainnya di mana
gambaran metastasisnya mirip dengan tumor primernya.8 Tumor ini sensitif terhadap
terapi penyinaran, tetapi tidak kurabel. Sifat radio sensitif ini penting untuk diagnostik.
Gambaran radiologik : tampak lesi destruktif yang bersifat infiltratif yang
berawal di medula; pada foto terlihat sebagai daerah daerah radiolusen. Tumor cepat
merusak korteks dan tampak reaksi periosteal. Kadang-kadang reaksi periostealnya
tampak sebagai garis-garis yang berlapis-lapis menyerupai kulit bawang dan dikenal
sebagai onion peel appearance. Gambaran ini pernah dianggap patognomonis untuk
tumor ini, tetapi ternyata bisa dijumpai pada lesi tulang lain. Tumor membesar dengan
cepat, biasanya dalam beberapa minggu tampak destruksi tulang yang luas dan
pembengkakan jaringan lunak yang besar karena infiltrasi tumor ke jaringan sekitar
tulang. Kadang-kadang tumor ini pada metafisis tulang panjang sehingga sukar

14
dibedakan dengan osteosarkoma. Juga tumor ini kadang-kadang memberikan gambaran
radiologik yang sukar dibedakan dengan osteomielitis.

Gambar 8. Sarkoma Ewing

i. Simple bone cyst


Kista tulang ini bukan neoplasma tetapi gambaran radiologiknya mirip dengan
tumor jinak tulang. Selalu soliter dan biasanya ditemukan pada metafisis proksimal
humerus, femur, atau tibia. Etiologinya tidak diketahui. Gambaran radiologik: tampak
bayangan radiolusen pada tulang dengan batas tegas dan tepi sklerotik. Korteks menipis
dan kadang-kadang mengembung keluar. Lesi dapat unilokuler atau multilokuler.

Gambar 9. Simple Bone Cyst

15
j. Aneurysmal bone cyst
Kelainan ini bukan neoplasma. Etiologinya tidak diketahi, diduga kelainan
vaskular yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah. Kira-kira 70 % lesi ini
dijumpai pada usia 5-20 tahun. Kelainan ini dapat ditemukan pada tiap bagian dari
skelet. Pada tulang panjang biasanya di daerah metafisis. Gambaran radiologik : tampak
daerah radiolusen pada tulang yang memberi kesan adanya destruksi tulang. Lesi
bersifat ekspansif, korteks menjadi sangat tipis dan mengembung keluar. Gambaran
sangat mirip dengan giant cell tumor. Batas lesi tegas dan seringkali disertai tepi
sklerotik; sifat-sifat ini penting untuk membedakannya dari giant cell tumor yang
mempunyai batas tidak tegas.

Gambar 10. Aneurysmal Bone Cyst

J. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
a. Gangguan produksi antibodi.
b. Infeksi akibat kerusakan sumsum tulang.
c. Fraktur patologik.
d. Gangguan hematologik.

K. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tergantung pada tipe dan fase dari tumor tersebut saat didiagnosis.
Tujuan penatalaksanaan secara umum meliputi pengangkatan tumor, pencegahan amputasi

16
jika memungkinkan dan pemeliharaan fungsi secara maksimal dari anggota tubuh atau
ekstremitas yang sakit. Penatalaksanaan meliputi pembedahan, kemoterapi, radioterapi,
atau terapi kombinasi.
Osteosarkoma biasanya ditangani dengan pembedahan dan / atau radiasi dan
kemoterapi. Protokol kemoterapi yang digunakan biasanya meliputi adriamycin
(doksorubisin) cytoksan dosis tinggi (siklofosfamid) atau metrotexate dosis tinggi (MTX)
dengan leukovorin. Agen ini mungkin digunakan secara tersendiri atau dalam kombinasi.
Bila terdapat hiperkalsemia, penanganan meliputi hidrasi dengan pemberian cairan normal
intravena, diuretika, mobilisasi dan obat-obatan seperti fosfat, mitramisin, kalsitonin atau
kortikosteroid.

17
BAB III
KESIMPULAN

Tumor tulang adalah istilah yang dapat digunakan untuk pertumbuhan tulang yang
tidak normal, tetapi umumnya lebih digunakan untuk tumor tulang utama, seperti
osteosarkoma, chondrosarkoma, sarkoma Ewing dan sarkoma lainnya. Kanker tulang
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : radiasi sinar radio aktif dosis tinggi, keturunan
(adapun contoh faktor keturunan/genetika yang dapat meningkatkan resiko kanker tulang
adalah: multiple exostoses, rothmund-Thomson sindrom, retinoblastoma genetic, Li-
Fraumeni sindrom). Selain itu juga kanker tulang disebabkan oleh beberapa kondisi tulang
yang ada sebelumnya, seperti : penyakit paget (akibat pajanan radiasi ).
Manifestasi klinis yang muncul pada tumor tulang bisa bervariasi tergantung pada
jenis tumor tulangnya, namun yang paling umum adalah nyeri. Akan tetapi manifestasi
lainny juga yang sering muncul, yaitu : persendian yang bengkak dan inflamasi, patah tulang
yang disebabkan karena tulang yang rapuh. Tumor tulang di bagi menjadi beberapa jenis,
antara lain : Multipel myeloma, Tumor Raksasa, Osteoma, Kondroblastoma, Enkondroma,
Sarkoma Osteogenik (osteosarkoma), Kondrosarkoma, Sarkoma Ewing. Ada tiga bentuk
standar pengobatan kanker tulang, yaitu : pembedahan, terapi radiasi dan kemoterapi.
Adakalanya dibutuhkan kombinasi terapi dari ketiganya. Pengobatan sangat tergantung pada
jenis kankernya, tingkat penyebaran atau bermetastasis dan faktor kesehatan lainnya.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Gole, Danielle & Jane Chorette. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. Jakarta :
EGC.
2. Smeltzer & Brenda G. bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol III. Edisi
8. Jakarta : EGC
3. Rasad, Sjahriar. 2005. Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. Jakarta : Badan Penerbit FK
UI.
4. Price, Sylvia & Loiraine M. Wilson. 1998. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit.
Edisi 4. Jakarta : EGC.
5. Palmer P.E.S, Cockshott W.P, Hegedus V, Samuel E. 1995. Manual of Radiographic
Interpretation for General Practitioners (Petunjuk Membaca Foto Untuk Dokter Umum);
Alih bahasa L. Hartono. Jakarta : EGC.

19

Anda mungkin juga menyukai