Anda di halaman 1dari 15

SISTEM MUSKULOSKELETAL

Rafi Abraar Sadewa

10921011

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIERSITAS GUNADARMA

2022-2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT. Atas izin-Nya lah saya dapat menyelesaikan
makalah ini tepat waktu. Tak lupa juga kita kirimkan shalawat serta salam kepada junjungan
kita Nabi Besar Muhammad SAW. Beserta keluargaNya, para sahabatNya, dan seluruh
ummat Nya yang senantiasa istiqomah hingga akhir zaman.

Saya mengucapkan terima kasih, khususnya kepada Dr., dr. Sri Mukti Suhartini,
M.Kes, AIFM dan dr. Rininta, M. Biomed selaku dosen pengajar materi fisiologi kedokteran
dasar dan blok sistem. Saya memperoleh banyak manfaat setelah menyusun makalah ini.

Akhir kata, saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Karena itu
saya mengharapkan saran dan kritik konstruktif demi perbaikan makalah di masa mendatang.
Harapan saya semoga makalah ini bermanfaat dan memenuhi harapan berbagai pihak.

Demikian makalah ini saya susun, semoga bisa memberikan manfaat kepada pembaca.

(Penyusun)
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................5
1.3 Tujuan..........................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................6
BAB III KESIMPULAN..........................................................................................................14
REFERENSI............................................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tulang terdiri atas mineral (65%), air (10%), lipid (1%) dan bahan organic (25%) dengan
sebagian besarnya tersusun atas kolagen tipe I (90%) dan protein non-kolagen (10%).
Komponen ini memiliki fungsi mekanisme dan metabolisme. Komposisi tulang bervariasi
berdasarkan jenis kelamin dan usia (1).

Tulang adalah bentuk khusus dari jaringan ikat. Pada tingkat jaringan ini, tulang terdiri
dari matriks yang termineralisasi dan non-mineralisasi (osteoid) serta ostebolas sebagai bahan
pembentukan tulang, osteosit sebagai osteoblast yang terpendam dalam matrik tulang dan
osteoklast untuk resorbsi tulang. Tulang adalah jaringan multifungsi yang berfungsi sebagai
penyokong dan pelindung, yang merupakan bagian penting dari metabolisme hematopoiesis
dan mineral. Tulang mampu menahan deformasi akibat benturan, tetapi pada saat yang sama
tulang juga mampu menyerap energi dengan mengubah bentuk tanpa retak. Sifat elastisitas
tulang memungkinkan tulang untuk mereabsorbsi energi dengan berubah bentuk secara
reversible jika diberikan beban. Jika beban tersebut berlebihan dan melebihan kemampuan
tulang, maka akan terjadi deformasi secara plastis disertai perubahan bentuk dan patah tulang
kecil. Kerusakan patah tulang kecil ini adalah sebeagai bentuk mekanisme pertahanan
terhadap kejadian lebih serius untuk melepaskan energi, yaitu patah tulang total (1).

Sel otot seperti neuron, dapat tereksitasi secara kimiawi maupun elektrik yang akan
menghasilkan potensian aksi yang akan ditransmisikan sepanjng membrane sel. Sel otot
menanggapi rangsangan dengan mengaktifkan kontraktil mekanisme. Myosin protein
kontraktil dan aktin protein sangat banyak di otot, dimana mereka berdualah yang akan
berperan sebagai komponen kontraksi utama

Otot terbagi menjadi tiga, yaitu otot rangka, otot polos dan otot jantung. Otot rangka
membentuk massa yang besar dari somatik. Memiliki bentuk lurik, biasanya tidak
berkontraksi tanpa adanya rangsangan saraf, tidak memiliki hubungan anatomis dan
fungsional antar serat otot individu, dan bergerak secara volunteer. Otot jantung juga
memiliki lurik dan berkontraksi secara ritmis tanpa adanya persarafan karena dalam
miokardium terdapat sel alat pacu jantung yang dapat keluar secara spontan. Berbeda dengan
otot-otot sebelumnya, otot polos tidak memiliki lurik dan dibagi menjadi dua, yaitu otot polos
visceral dan otot polos multiunit dengan paling banyak ditemukan di otot polos adalah otot
polos visceral yang berfungsi sebagai alat pacu jantung yang keluar secara tak teratur.
Multiunit dapat ditemukan di mata dan di lokasi lainnya (5).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana proses pembentukan tulang?
2. Bagaimana proses remodeling tulang?
3. Bagaimana kontraksi otot terjadi?

1.3 Tujuan
1. Memahami proses pembentukan tulang.
2. Memahami proses remodeling tulang.
3. Memahami proses terjadinya kontraksi otot.
BAB II
PEMBAHASAN

Tulang dibentuk dari susunan sel yang membentuknya. Sel-sel osteogenic ialah sel
induk pluripotent yang belum berdiferensiasi yang berasal dari jaringan ikat mesenkim. Sel
ini dapat ditemukan pada permukaan tulang di lapisan periosteum, endosteum dan sluran
vascular. Terdapat dua osteoprogenistor yaitu presteoblas dan preosteoklas. Presteoblas
memiliki sedikit reticulum endoplasma dan akan menghasilkan osteoblast, sedangkan
prestoklas mengandung lebih banyak mitokondria dan ribosom bebas dan menghasilkan
osteoklas. Osteoblas sendiri berasa dari stem cells mesenkimal (1). Osteoblas bertugas dalam
membuat, menyekresikan dan mengendapkan unsur organic matrik tulang baru yang disebut
osteoid. Osteid adalah matriks tulang yang belum mengapur, baru dibentuk dan tidak
mengandung mineral. Osteoid akan segara mengalami mineralisasi dan menjadi tulang (2).
Secara sistologis, osteoblast memiliki basophilic cytoplasma dan mitokondria serta memiliki
karakteristik memiliki reticulum endoplasma kasar dengan cisterna yang melebar.
Komponen-komponen tersebut berfungsi untuk menghasilkan sejumlah besar protein
ekstraseluler (1). Osteosit berkontribusi lebih dari 90% dari sel-sel tulang lainnya
dibandingkan 4-6% osteoblast dan 1-2% osteoklas, membuat osteosit adalah sel terbanyak
dalam tulang (1). Dalam mikroskop electron memperlihatkan bahwa osteosit dan cabangnya
tidak melekat langsung pada matriks disekitarnya namun terpisah dari dinding lacuna dan
kanalikuli (2). Tempat lokasi terletaknya osteosit membuat osteosit mampu mendeteksi
adanya perubahan sinyal mekanik dalam perubahan local melalui tekanan ataupun tekanan
cairan sebagai respon dari perubahan faktor hormon ataupun ion. Osteoklast ialah sel
multinuclear besar yang terdapat di sepanjang permukaan tulang tempat terjadnya resorpsi,
remodeling dan perbaikan tulang. Osteoklas awalny berada dalam tulang berasal dari
prekursor mirip monosit. Sel-sel ini melibatkan keluarnya kolagenase dan enzim proteolitik
lain yang menyebabkan matriks tulang melepaskan bagian substansi dasar yang mengapur.
Setelah resorpsi selesai, osteoklas akan menghilang ataupun berdegenerasi ataupun berubah
lagi menjadi sel asalnya (2).

Remodeling tulang memiliki koordinase fase proses yang berbeda dan berurutan,
dimulai dari fase tenang, aktivasi, resorpsi, pembalikan, pembentukan dan terminasi. Pada
tahap pertama, remodeling tulang melibatkan deteksi sinyal remodeling awal yang
digambarkan sebagai resorpsi oleh osteoklast. Pada fase resorpsi, osteoblast akan merespon
sinyal yang dihasilkan oleh osteosit ataupun sinyal aktivasi endokrin dan merekrut prekursor
osteoklas ke tempat remodeling. Fase resorpsi diikuti dengan fase pembalikan yang ditandai
dengan hilangnya hamper semua osteoklas. Pada fase pembentukan, sel osteoklastik akan
diganti dengan sel osteoblastik. Sinyal penghentian remodeling meliputi diferensiasi terminal
osteoblast (3).

Remodeling tulang diatur oleh beberapa faktor, seperti kalsitonin (CT), hormon
paratiroid (PTH), vitamin D3 dan esterogen. Ketiga nya diekskresi didorong oleh kebutuhan
untuk mengontrol kadar kalsium serum fisiologis. Faktor pertumbuhan seperti IGFs, TGF-
Beta, FGFs, EGF, WNTs dan BMPs memiliki peran penting dalam remodeling tulang. PTH
akan menginduksi diferensiasi prekursor osteoblast, menginduksi ekspresi RUNX2 pada
osteoblast, meningkatkan jumlah osteoblast, dan memperpanjang kehidupan osteoblast. PTH
juga merangsang proliferasi dan diferensiasi osteoprogenitor menjadi osteoblast matang
melalui IGF-1. PTH Bersama dengan IGF-1 menginduksi RANKL dan MCSF dari osteoblast
dewasa untuk melakukan osteoklastogenesis. PTH juga meningkatkan kadar cAMP dan
menghambat aktivitas promotor sost yang dirangsang oleh Mef2, menyebabkan penurunan
ekspresi sclerostin dan peningkatan laju pembentukan tulang. Kalsitonin meningkatkan
proliferasi osteoblast dan menekan resorpsi tulang dengan menghambat aktivitas osteoklast.
Estrogen menghambat resorpsi tulang dengan menginduksi apoptosis osteoklast yang
menyerap tulang. Androgen secara tidak langsung menghambat aktivitas osteoklast dan
resorpsi tulang melalui efek pada osteoblast ataupun osteosit dan system
RANKL/RANK/OPG. Vitamin D3 akan menstimulasi osteolastogenesis melalui diferensiasi
stem cells mesenkimal menjadi osteoblast (3).

Kontraksi otot yang terkontrol memungkinkan gerakan bertujuan, memanipulasi


benda eksternal, propulsi isi melalui organ dalam yang berogga dan mengosongkan isi organ
tertentu ke lingkungan eksternal. Otot rangka membentuk sekitar 40% berat tubuh pada
seorang laki-laki dan 32% pada perempuan. Satu sel otot rangka disebut sebagai serat otot
yang berukuran relative besar, memanjang, dan berbentuk silindris dengan diameter berkisar
10-100 mikrometer. Serat-serat otot ini akan tersebar diseluruh panjang otot. Serat otot
rangka mengandung banyak myofibril, yaitu suatu struktur instrasel silindris yang menambah
panjang keseluruhan serat otot dan beerperan sebagai elemen kontraktil khusus yang 80%
membentuk volume serat otot. Setiap myofibril terdiri atas susunan mikrofilamen
sitoskeleton- filamen tipis dan filamen tebal. Filamen tebal terdiri atas protein myosin
sedangkan filamen tipis terdiri dari protein aktin. Miofibril menggambarkan sebagai pita A
dan pita I. Pita pada seluruh myofibril sejajar satu sama lain dan menggambarkan lurik serat
otot. Pita A dbentuk oleh tumpukan filamen tebal dengan sebagian filamen tipis yang
tumpeng tindih di kedua ujung filamen tebal. Terdapat zona H pada daerah yang lebih terang
dibandingkan pita A dan tidak dapat dimasuki oleh filamen tipis yaitu zona H. Suatu protein
pemanjang yang menahan filamen tebal secara vertical di dalam tumpukan disebut sebagai
garis M, yaitu garis uang memanjang secara vertical di bagian tengah pita A di dalam pusat
zona H. Pita I terdiri dari filamen tipis sisanya yang tidak menjulur ke dalam pita A. Terlihat
garis Z,pada pita I. Diantara garis Z disebut sebagai sarkomer yaitu komponen terkecil serat
otot yang dapat berkontraksi dan dikenal sebagai unit fungsional.

Jembatan silang dapat dilihat terbentang dari tiap-tiap filamen tebal dan tipis yang
tumpah tindih. Filamen tipis terdiri atas 3 protein, yaitu: aktin. Tropomyosin, dan troponin
dimana aktin adalah structural utama pembentuk filamen tipis. Tropomiosin dan troponin
disebut sebagai protein regulatorik yang berperan dalam mencegah tempat pengikatan
jembatan silang antar aktin dan myosin untuk berkontraksi. Otot rangka dirangsang untuk
berkontraksi oleh pelepasan asetilkolin (ACh) di taut neuromuscular diantara terminal
motorik dan serat otot. Pengikatan asetilkolin dengan cakram motorik melibatkan perubahan
permeabilitas suatu serat otot dan menghasilkan potensial aksi yang dihantarkan ke seluruh
permukaan membrane sel otot. Tiap pertemuan pita A dan pita I, membrane permukaan
masuk ke dalam serat otot untuk membentuk tubulus transversus (Tubulus T). Adanya
potensial aksi di tubulus T akan menyebabkan permeabilitas di suatu anyaman membranosa
dalam serat otot, yaitu reitkulum endoplasma. Retikulum sarkoplasma yang terdiri dari
anyaman halus kompartemen terbungkus membrane yang saling berhubung mengelilingi
setiap myofibril seperti selubung saringan. Setiap pita A dan pita I dikelilingi oleh reticulum
endoplasma. Tiap reticulum endoplasma membentuk segmen besar yang disebut sebagai
sakus lateral. Sakus lateral menyimpan Ca2+. Penyebaran potensial aksi di tubulus T akan
melepaskan Ca2+ yang ada pada sakus lateral. Jembatan silang memiliki tempat untuk
mengikat aktin dan ATPase. Tempat ATPase adalah tempat enzimatik yang dapat mengikat
pembawa energi adenosin trifosfat (ATP) dan memecahnya menjadi adenosin difosfat (ADP)
dan fosfat inorganik (Pi). Penguraian ATP terjadi pada jembatan silang miosn sebelum
jembatan silang berikatan dengan molekul aktin. ADP dan Pi tetap pada myosin dan energi
yang dihasilkan disimpan pada jembatan silang agar myosin berenergi tinggi. Selama
kayuhan kuat, Pi akan terbebas dari jembatan silang dan setelah kayuhan selesai ADP akan
dibebaskan. Ketika Pi dan ADP dibebaskan, tempat ATPase myosin bebas untuk mengikat
molekul ATP lain. Aktin dan myosin tetap akan berikatan pada jembatan silang hilagga
molekul baru ATP melekal ke ATP. Proses kontraksi akan dihentikan ketika Ca2+ akan
dikembalikan ke sakus lateral yang diperintahkan oleh reticulum endoplasma melalui pompa
Ca2+-ATPase reticulum endoplasma/sarkoplasmik (SERCA). SERCA akan mengangkut
Ca2+ dari sitosol dan membawanya kembali ke sakus lateral (4).

Ketika terjadinya potensial aksi, neuromuscular akan merangsang pelepasan


asetilkolin. Asetilkolin akan meneruskan potensial aksi nya ke tubulus T dan melepaskan
Ca2+ dari rektikulum sarkoplasma ke dalam sitosol. Ca2+ akan berikatan dengan troponin
yang menyebabkan tropomyosin berubah bentuk dan membuka tempat ikatan pada myosin
dan aktin. Peingkatan ini memicu menarik filamen tipis pada filamen tebal kea rah pusat
sarkomer yang ditenagai oleh ATP. Setelah selesai maka aktin akan terlepas dari jembatan
silang dan ketika potensial aksi berhenti Ca2+ akan diambil oleh SERCA.
Tegangan dibentuk di dalam sarkomer yang dainggap sebagai komponen kontraktil.
Tegangan kontraktil harus disalurkan ke tulang melalui tendon sebelum tulang digerakkan.
Tendon memiliki elastisitas pasif. Jaringan non-kontraktil berada pada susunan komponen
kontraktil dan disebgut sebagai komponen seri-elastik otot. Terdapat tiga jenis utama, yaitu
kontraksi isotonic yaitu tegangan otot tetap konstan sementara otot berubah panjangnya,
kontraksi isokinetic yaitu laju pemendekan tetap konstan sementara otot berubah panjangnya
dan kontraksi isometric yaitu otot tidak dapat memendek sehingga terbentuk tegangan dengan
paanjang otot tetap. Kontraksi isotonic terjadi pada saat mengangkat sebuah benda, ketika
tegangan cukup kuat lalu berat akan daiatasi di tangan dan mengangkat benda tersebut.
Kontraksi isokinetic terjadi ketika kita mencoba mengangkat benda yang tak sanggup kita
angkat. Kontraksi kosentrik terjadi ketika otot memendek sedangkan kontraksi eksentrik
terjadi ketika otot memanjang. Kontraksi esentrik terjadi ketika menurunkan sebuah buku
untuk menempatkannya di meja, dimana biseps akan memanjang tetapi secara aktif
berkontraksi dan bukan tegang secara pasif.

Terdapat hubungan antara panjang otot sebelum awitan kontraksi dan tegangan
tetanus yang kemudian dihasilkan oleh setiap serat pada panjang optimal. Panjang optimal
berada pada setiap otot dan pada saat panjang optimal dapat diperoleh gaya maksimal selama
kontraksi. Ketika panjang optimal dan tegangan masimal dihasilkan, filamen tipis akan
bertumpang tindih dengan regio filamen tebal tempat jembatan silang berada. Pada
pemanjangan ini jumlah ikatan silang dan daktin dapat diakses satu sama lain untuk
mengalami pengikatan dan penekukan agar menjadi maksimal (titik A). Kekuatan kontraksi
maksimal akan berkurang ketika panjang otot sebelum kontraksi lebih panjang ataupun lebih
pendek daripada panjang optimal sebelum kontraksi. Jika otot panjang maka akan lebih
sedikit tempat pengikatan di filamen tipis yang dapat berikatan dengan jembatan silang
filamen tebal karena filamen tipis ditarik untuk menjauhi filamen tebal (titik B dan C). Ketika
otot memendek, lebih sedikit tempat pengikatan filamen tipis yang akan berikatan dengan
filamen tebal karena filamen tipis tumpeng tindih. Pemendekan dan pembentukan tegangan
lebih lanjut terhambat karena filamen tebal menekan garis Z (titik D). Titik istiarahat adalah
dekat pada panjang optimal.

Sistem saraf mengontrol gerakan motorik ddengan mengaktifkan neuron mototrik.


Setiap neuron motorik aktif akan mencetuskan kontraksi ke semua serat otot rangka. Neuron
motorik akan memberikan 3 kelompok aktivitas motorik yaitu respon refleks somatic,gerakan
volunteer dan aktivitas ritmik. Respon refleks somatic adalah respon otomastis karena
kontraksi otot rangka yang tidak sengaja ataupun tidak disadari. Refleks somatic dibagi
menjadi refleks protektif dan refleks postural. Refleks protektif adalah penarikan dari
stimulus nyeri dan kepala sedangkan refleks postural adalah mempertahankan posisi kepala,
batang tubuh dan ekstrimitas lain yang ingin dilindungi. Refleks postural dicetuskan oleh
proprioseptor pada otot dan persendian yang memberikan informasi mengenai posisi dan
gerakan tubuh lainnya. Terdapat refleks lainnya seperti refleks sentuhan dan refleks mata.
Refleks somatic ini diatur dalam medulla spinalis dan batang otak. Refleks ini sebagian besar
dimodulasi dengan masukan sadar dari refleks somatik. Gerakan motorikbertujuan untuk
diiniasi dan diakhiri sesuai dengan keinginan. Gerakan-gerakan sehari-hari dipelajari dan
disimpan sebagai memori procedural di dalam serebelum dan dapat dilakukan oleh otak
secara tidak sadar tanpa sengaja memikirkan gerakan tersebut, hal ini disebut sebagai memori
otot. Aktivitas ritmik adalah gerakan yang berulang dengan pola umum. Gerakan ini diatur
oleh korteks serebri yang secara sadar memulai dan menghentikan aktivitas ritmik tetapi
eksekusinya dilakukan cara seperti refleks SSP (4).
BAB III
KESIMPULAN
Remodeling tulang dipengaruhi oleh sel-sel tulang seperti osteoklast. Osteosit dan
osteoblast yang didukung oleh faktor faktor lain seperti vitamin D, kalsitonin, paratiroid dan
esterogen. Kontraksi otot dipelopori oleh pencetusan asetilkolin yang melepaskan Ca2+ dan
akan menyebabkan perikatan antara aktin dan myosin dengan ATP. Ketika kontraksi selesai
maka ATP akan menjadi Pi dan ADP dan Ca2+ akan dikembalikan lagi ke sakus lateral oleh
SERCA. Panjang maksimal akan menyebabkan aktin dan myosin melakukan penekukan
secara maksimal.
REFERENSI
1. Gasser JA, Kneissel M. Bone Physiology and Biology. Molecular and Integrative
Toxicology. 2017;27–94.
2. Sihombing I, Wangko S, Kalangi SJR. PERAN ESTROGEN PADA REMODELING
TULANG. JURNAL BIOMEDIK (JBM). 2013 Mar 16;4(3).
3. Siddiqui JA, Partridge NC. Physiological Bone Remodeling: Systemic Regulation and
Growth Factor Involvement. Physiology. 2016 May;31(3):233–45.
4. Sherwood L. Human physiology: from cells to systems. 9th ed. Boston, MA, USA:
Cengage Learning; 2019
5. Barret, K. E., Barman, S. M., Boitano, S., & Brooks, H. L. (2012). Ganong: Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran (24th ed.). McGraw-Hill.

Anda mungkin juga menyukai