Anda di halaman 1dari 52

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1

BAB II. TIJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 2

2.1 ANATOMI ........................................................................................................ 2

2.2 FISIOLOGI ....................................................................................................... 7

2.3 TUMOR TULANG ........................................................................................... 7

A. DEFINISI ..................................................................................................... 7

B. ETIOLOGI ................................................................................................... 8

C. EPIDEMIOLOGI ....................................................................................... 10

D. KLASIFIKASI ........................................................................................... 10

F. RADIOLOGI TULANG ............................................................................ 12

G. PERBEDAAN RADIOLOGI TUMOR JINAK DAN GANAS ................ 18

H. PERBEDAAN RADIOLOGI TUMOR PRIMER TULANG DAN TUMOR

JARINGAN LUNAK ................................................................................. 19

I. TUMOR – TUMOR PRIMER TULANG BERSIFAT JINAK ................... 19

J. TUMOR – TUMOR PRIMER TULANG BERSIFAT GANAS ................ 30

BAB III. KESIMPULAN ...................................................................................... 48

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 50

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Tumor tulang merupakan kelainan pada system muskuloskeletal yang bersifat


neoplastik. Tumor dalam arti yang sempit berarti benjolan, sedangkan setiap
pertumbuhan yang baru dan abnormal disebut neoplasma. Tumor dapat bersifat jinak
atau ganas. Tumor ganas dapat bersifat primer yang berasal dari unsur-unsur tulang
itu sendiri atau sekunder dari meatastasis (infiltrasi) terutama tumor-tumor ganas
organ lain ke dalam tulang.

Insiden terjadinya dari seluruh tumor tulang primer : 65,8% bersifat jinak dan
34,2% bersifat ganas, ini berarti dari setiap tiga tumor tulang terdapat satu yang
bersifat ganas. Tumor ganas tulang menempati urutan kesebelas dari seluruh tumor
ganas yang ada dan hanya 1,5% dari seluruh tumor ganas organ. Perbandingan
insiden tumor tulang pada pria dan wanita adalah sama. Tumor jinak tulang primer
yang paling sering ditemukan adalah osteoma (39,3%), osteokondromo (32,5%),
kondroma (9,8%) dan sisanya adalah tumor tulang jinak yang lain. Osteogenik
sarkom (48,8%) merupakan tumor ganas primer tulang yang paling sering
ditermukan, diikuti giant cell tumor (17,5%), kondrosarkoma (10%) dan sisanya
adalah tumor tulang ganas yang lain.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI

Tulang terdiri dari beragam bentuk dan ukuran, ada yang panjang, ada yang
pipih, ada yang bentuknya seperti biji. Secara garis besar tulang dapat di
klasifikasikan berdasarkan bentuknya yang panjang, pendek, pipih dan tidak
beraturan.

1. Tulang panjang, yaitu tulang yang berbentuk silindris, yang terdiri dari difisis dan
epifisis yang berfungsi untuk menahan berat tubuh dan berperan dalam
pergerakan.
2. Tulang pendek, yaitu tulang yang berstruktur kuboid yang biasanya ditemukan
berkelompok yang berfungsi memberikan kekuatan dan kekompakkan pada area
yang pergerakannya terbatas. Contoh tulang pergelangan tangan dan kaki.
3. Tulang pipih, yaitu tulang yang strukturnya mirip lempeng yang berfungsi untuk
memberikan suatu permukaan yang luas untuk perlekatan otot dan memberikan
perlindungan. Contoh sternum, scapulae, iga, tulang tengkorak.
4. Tulang irreguler, yaitu tulang yang bentuknya tidak beraturan dengan struktur
tulang yang sama dengan tulang pendek. Contoh tulang vertebrae dan tulang
panggul.
5. Tulang sesamoid, yaitu tulang kecil bulat yang masuk dalam formasi persendian
yang bersambung dengan kartilago, ligamen atau tulang lainnya. Contoh patella.

3
Gambar 1. Kalsifikasi tulang berdasarkan bentuk

Tulang adalah jaringan ikat khusus yang terdiri atas materi antar sel berkapur
yaitu matriks tulang, dan 3 jenis sel yaitu osteosit, osteoblas, dan osteoklas.

a. Matriks tulang

50% dari berat matriks tulang adalah bahan anorganik, yang teristimewa dan
banyak dijumpai adalah kalsium dan fosfor, namun bikarbonat, sitrat, magnesium,
kalium, dan natrium juga ditemukan . Bahan organik dalam matriks tulang adalah
kolagen tipe I da substansi dasar, yang mengandung agregat proteoglikan dan
beberapa glikoprotein struktural spesifik. Glikoprotein tulang bertanggung jawab atas
kelancaran kalsifikasi matriks tulang. Jaringan lain yang mengandung kolagen tipe I
biasanya tidak mengapur dan tidak mengandung glikoprotein tersebut. Karena
kandungan kolagen tinggi, matriks tulang yang terdekalsifikasi terikat kuat dengan
pewarna serat kolagen.

4
Gabungan mineral dan serat kolagen memberikan sifat keras dan ketahanan pada
jaringan tulang. Setelah tulang terdekalsifikasi, bentuknya tetap terjaga, namun
menjadi fleksibel mirip tendon. Walaupun bahan organik dari matriks tulang sudah
menghilang, bentuk tulang masih tetap terjaga, namun menjadi rapuh, mudah patah
dan hancur bila dipegang.

b. Osteoblas

Osteoblas bertanggung jawab atas sintesis komponen organik matriks tulang


(kolagen tipe I, proteoglikan, dan glikoprotein). Deposisi komponen anorganik dari
tulang juga bergantung pada adanya osteoblas aktif. Osteoblas hanya terdapat pada
permukaan tulang, dan letaknya berseblahan, mirip epitel selapis. Bila osteoblas aktif
menyintesis matriks, osteoblas memiliki bentuk kuboid sampai silindris dengan
sitoplasma basofilik. Bila aktivitas sintesisnya menurun seltersebut dapat menjadi
gepeng dan sifat basofilik pada sitoplasmanya akan berkurang.

c. Osteosit

Osteosit berasal dari osteoblas, terletak di dalam lakuna yang terletak di antara lamela-
lamela matriks. Hanya ada satu osteosit di dalam satu lakuna. Bila dibandingkan dengan
osteoblas, osteosit yang gepeng dan berbentuk kenari tersebut memiliki sedikit retikulum
endoplasma kasar dan kompleks Golgi serta kromatin inti yang lebih padat. Sel-sel ini secara
aktif terlibat untuk mempertahankan matriks tulang, dan kematiannya diikuti oleh resorpsi
matriks tersebut.

d. Osteoklas

Sel motil bercabang yang sangat besar. Bagian badan sel mengandung sampai 50
inti atau bahkan lebih. Pada daerah terjadinya resorpsi tulang, osteoklas terdapat di
dalam lekukan yang terbentuk akibat kerja enzim pada matriks, yang dikenal dengan
lakuna Howsip. Osteoklas berasal dari penggabungan sel-sel sumsum tulang

5
belakang. Osteoklas mengeluarkan kolagenase dan enzim proteolitik lain yang
menyebabkan matriks tulang melepaskan substansi dasar yang mengapur.

Gambar 2. Gambar Skematik Komponen Tulang

Tulang bagian dalam dan bagian luar dilapisi oleh pembentuk tulang dan jaringan
ikat yang disebut perioteum dan endosteum.

a. Periosteum
Terdiri atas lapisan luar serat-serat kolagen dan fibroblas. Berkas serat kolagen
periosteum memasuki matriks tulang dan mengikat periosteum pada tulang. Lapisan
periosteum yang lebih banyak mengandung sel berpotensi membelah melalui mitosis
dan berkembang menjadi osteoblas. Sel ini disebut sel osteoprogenitor dan sel ini
berperan penting pada pertumbuhan dan perbaikan tulang.

6
b. Endosteum

Melapisi semua rongga dalam di dalam tulang dan terdiri atas selapis sel
osteoprogenitorgepeng dan sejumlah kecil jaringan ikat. Karenanya, endosteum lebih
tipis daripada periosteum.

Fungsi utama periosteum dan endosteum adalah memberi nutrisi kepada jaringan
tulang dan menyediakan osteoklas beru secara kontinu untuk perbaikan atau
pertumbuhan tulang.

Gambar 3. Gambar Skematik Periosteum dan Endoesteum

7
2.2 FISIOLOGI

Fungsi tulang antara lain adalah sebagai berikut :

1. Sebagai formasi kerangka yang menopang tubuh, membetuk tubuh dan


ukuran, dan sebagai tempat perlekatan otot sebagai alat gerak aktif.
2. Melindungi beberapa organ dari kerusakan mekanis misalnya rangka dada
melindungi jantung dan paru – paru.
3. Mengandung dan melindungi sumsum tulang belakang yang berperan dalam
proses hematopoiesis (pembentukan sel-sel darah merah).
4. Menjadi tempat penyimpanan mineral terutama kalsium. Kalsium dapat
dipindahkan dari tulang untuk mempertahankan kadar kalsium darah, yang
penting bagi pembekuan darah serta fungsi otot dan saraf.

2.3 TUMOR TULANG

A. DEFINISI

Tumor merupakan pertumbuhan sel yang abnormal pada tulang. Tumor dapat
bersifat jinak atau ganas. Tumor tulang yang bersifat ganas dapat merusak jaringan
tulang. Pada kenyataannya tumor tulang jinak lebih sering dibanding dengan yang
ganas, tumor tulang jinak tidak bermetastasis, tidak menghancurkan jaringan tulang
dan jarang mengancam nyawa.

Tumor tulang yang perkembangan jaringan abnormalnya berasal dari tulang


disebut tumor tulang primer, sedangkan tumor yang bermetastase ke tulang yang
berasal dari bagian tubuh atau jaringan lain disebut tumor tulang sekunder atau
metastatic cancer.

8
B. ETIOLOGI

Tumor tulang sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa penyebabnya.
Peneliti-peneliti tengah meneliti beberapa faktor yang dapat meningkatkan insidensi
terjadinya tumor ini. Faktor-faktor yang dianggap sebagai faktor resiko terjadinya
kasus tumor tulang ini adalah sering terpapar dengan terapi radiasi atau pengobatan
anti kanker, karena faktor keturunan, riwayat pemasangan besi pada tulang.

Akan tetapi tidak semua faktor resiko yang di sebutkan meningkatkan angka
resiko terjadinya tumor tulang. Berikut beberapa faktor yang dianggap sebagai faktor
resiko dari tumor tulang.

a. Usia

Pada kasus tumor tulang memang sedikit berbeda dengan kasus kanker pada
organ lainnya, insidensi tumor tulang lebih sering di jumpai pada remaja. Seperti
osteosarkoma yang secara umum dijumpai pada remaja dan dewasa muda. Sangat
jarang dijumpai pada saat sebelum usia remaja dan kelihatannya berhubungan dengan
pertumbuhan tulang pada saat remaja.

b. Trauma

Orang sering berfikir bahwa trauma pada tulang dapat menyebabkan kanker. Tapi
penelitian tidak mendukung pernyataan ini. Menurut penelitian yang di sampaikan
oleh Cancer Research UK tumor terjadi karena pembangkakan atau swelling pada
jaringan, yang mana menunjukkan bahwa tumor sudah ada sebelumnya.

c. Riwayat kanker sebelumnya

Riwayat kanker sebelumnya dapat menjadi faktor resiko yang pasti terjadinya
kanker tulang karena dikhawatirkan sudah terjadi metastase ke tulang. Dan apabila ini
didapati tumor tulang dengan riwayat kanker maka disebut sebagai tumor tulang yang
sekunder.

9
d. Riwayat pengobatan kanker

Terpapar radiasi dapat menyebabkan tumor pada tulang. Di sebutkan bahwa


apabila didapati riwayat radioterapi pada area tubuh yang terdapat tulang, maka ini
meningkatkan resiko untuk terjadinya osteosarcoma pada area tersebut. Resiko ini
kecil kemungkinan pada kebanyakan orang, tetapi beresiko tinggi pada remaja yang
terpapar radioterapi dengan dosis tinggi. Hanya 1 dari 100 orang yang diobati dengan
radioterapi akan menjadi tumor tulang.

e. Penyakit tulang lainnya

Paget’s disease di tulang meningkatkan resiko terjadinya osteosarcoma, ini


terjadi pada pasien dengan usia diatas 60 tahun. Kondisi langka yang disebut
Ollier’s disease (disebut juga enchondromatosis) meningkatkan resiko
berkembangnya chondrosarcoma. Orang dengan Ollier’s disease mengalami tumor
jinak pada tulang nya, dan 3 dari 10 orang yang terkena Ollier’s disease akan menjadi
chondrosarcoma.

f. Genetik

Sebuah sindrom yang disebut sebagai Li-Fraumeni syndrome yang mana terjadi
karena kesalahan gen yang turunkan dari orang tua, meningkatkan resiko terjadinya
beberapa kanker, termasuk kanker tulang.

10
C. EPIDEMIOLOGI

Insiden terjadinya dari seluruh tumor tulang primer : 65,8% bersifat jinak dan
34,2% bersifat ganas, ini berarti dari setiap tiga tumor tulang terdapat satu yang
bersifat ganas. Tumor ganas tulang menempati urutan kesebelas dari seluruh tumor
ganas yang ada dan hanya 1,5% dari seluruh tumor ganas organ. Perbandingan
insiden tumor tulang pada pria dan wanita adalah sama.

Tumor jinak tulang primer yang paling sering ditemukan adalah osteoma (39,3%),
osteokondromo (32,5%), kondroma (9,8%) dan sisanya adalah tumor tulang jinak
yang lain. Osteogenik sarkom (48,8%) merupakan tumor ganas primer tulang yang
paling sering ditermukan, diikuti giant cell tumor (17,5%), kondrosarkomo (10%) dan
sisanya adalah tumor tulang ganas yang lain.

Tabel 1. Tabel Insiden Tumor Jinak Dan Tumor Ganas Pada Tulang

D. KLASIFIKASI

Klasifikasi menurut WHO ditetapkanberdasarkan atas kriteria histologis, jenis


diferensiasi sel sel tumor yang diperlihatkan dan jenis intraseluler matriks yang
diproduksi. Dalam hal ini dipertimbangkan sifat sifat tumor asal usul sel serta
pemeriksaan histologis menetapkan jenis tumor bersifat jinak atau ganas.Sel sel dari
muskuloskeletal berasal dari mesoderm tapi kemudian berdeferensiasi menjadi

11
beberapa sel osteoklas, kondroblas, fibroblas dan mieloblas. Oleh karena itu
sebaiknya klasifikasi tumor tulang berdasarkan atas sel, yaitu bersifat osteogenik,
kondrogenik atau mielogenik, meskipun demikian terdapat kelompok yang tidak
termasuk dalam kelompok tumor yaitu kelainan reaktif (reaktif bone) atau harmatoma
yang sebenarnya berpotensi menjadi ganas.

Klasifikasi Tumor Tulang Menurut WHO


Asal Sel Jinak Ganas
Osteogenik Osteoma Osteosarkoma
Osteoid Osteoma Parosteal osteosarkoma
Osteoblatoma Osteoblatoma
Koundrogenik Kondroma Kondrosarkoma
Osteokondroma Kondrosarkoma jucsta
kortikal
Giant cell tumor Osteoklastoma
Mielogenik Sarkoma Erwing
Sarkoma reticulum
Limfosarkoma Mieloma
Vaskuler Hemangioma Angiosarkoma
Limfangioma
Tumor glamous
Intermediate:
Hemangioma –
endotelioma
Hemangioma perisitoma
Jaringan lunak Fibroma desmoplastik Fibrosarkoma
Liposarkoma
Mesenkimoma ganas
Sarkoma tak
berdeferensiasi
Tumor lain Neurinoma Kardoma
Neurofibroma Adamantinoma
Tumor tanpa klasifikasi Kista soliter
Kista aneurisma
Kista jucsta artikuler
Defek metafisis
Granuloma eosinofil
Displasia Fibrosa
Miositis eosifikasi
Tabel 2. Klasifikasi Tumor Tulang Menurut WHO

12
Tumor tulang dapat dikelompokkan sebagai tumor tulang primer dan tumor
tulang sekunder. Tumor tulang primer ini lebih jarang dijumpai daripada yang
sekunder.

Tumor tulang primer dapat jinak atau ganas. Tumor tulang yang yang jinak lebih
sering terjadi daripada tumor primer yang ganas, dan tumor-tumor ganas seringkali
berakibat fatal. Tumor ganas cenderung tumbuh cepat, menyebar dan menginvasi
secara tidak beraturan. Tumor-tumor semacam ini paling sering terlihat pada anak-
anak remaja dan dewasa muda.

Tumor tulang sekunder merupakan tumor pada tulang akibat dari metaplasia
yang beasal dari jaringan lain, dapat menyebar melalui aliran darah. Tumor yang
sering bermetaplasia ke tulang antara lain prostat, payudara, paru, tiroid, ginjal, dan
kandung kemih. Dan tulang yang paling sering adalah vertebrae, femurproksimal,
pelvis, sternum, humerus proksimal, dan iga.

F. RADIOLOGI TULANG

Pemeriksaan plain radiografi akan membantu dalam tumor muskuloskeletal


untuk mendiagnosis tumor tulang dan tumor like lesion. Di samping itu pemeriksaan
ini merupakan pemeriksaan terbaik untuk menilai gambaran radiologi tumor secara
umum dan dapat menentukan diagnosis diferensial (Aunt Minnie Approach). Dimana
pada pemeriksaan radiologi tumor tulang akan dinilai dengan bone matrix, periosteal
dan bone destruction.
a. Bone matrix
Seluruh tumor terdiri dari komponen matriks tumor yang spesifik. Ada
dua jenis matriks yaitu osteoblastik dan chondroid yang dapat tervisualisasi
secara radiografi. Beberapa tumor menghasilkan matriks yang kemudian
sering mengalami kalsifikasi atau osifikasi. Kalsifikasi biasanya terjadi dalam
bentuk kalsium hidroksiapatit, sedangkan garam inorganik lain mengalami
mineralisasi. Adanya matriks osteoblasik pada tulang yang mengalami

13
destruksi harus dipikirkan kemungkinan osteosarcoma. Akan tetapi deposisi
tulang baru dapat juga merupakan proses reparasi sekunder terhadap destruksi
tulang.
Matriks tulang rawan ditandai dengan gambaran pop-corn like,
punctate (punktata), annular (arch and rings), atau comma shaped
calcification. Oleh karena tulang rawan biasanya tumbuh membentuk
lobulus-lobulus, sehingga bila terdapat gambaran tersebut diduga kuat
merupakan tumor yang berasal dari tulang rawan.

Gambar 4. Osteoblastik pada osteosarcoma

14
Gambar 5. Chondroit pada Condrosarcoma

b. Periosteal
Pola reaksi periosteal berhubungan dengan laju pertumbuhan tulang
dimana proses yang mendasarinya dan dapat diklasifikasikan menjadi tipe
yang continue (uninterrapted) dan interrupted. Reaksi periosteal continue
ditandai dengan lapisan tulang baru periosteum solid, yang terjadi pada proses
pertumbuhan lambat (jinak), seperti yang terlihat pada osteoid osteoma atau
osteoblastoma.

Reaksi periosteal continue dapat terjadi pada korteks yang intak


maupun destruksi (cortical expansion). Jika pembentukan periosteal tulang
baru sebanding atau melebihi resorpsi endosteal, tulang akan tampak menebal
atau melebar. Sebaliknya jika laju resorpsi tulang endosteal melebihi laju
pembentukan tulang baru periosteum, maka korteks akan tampak tipis. Tebal
tipisnya dinding tumor merupakan salah satu indikator laju pertumbuhan
tumor, tetapi tidak dapat dijadikan pegangan apakah tumor tersebut jinak atau

15
ganas.Reaksi periosteal continue dijumpai pada tumor jinak seperti SBC,
tumor jinak yang agresif seperti pada ABC, GCT, fibrous dysplasia.6, 12

Reaksi periosteal continue dapat juga ditemukan pada proses non-neoplasma,


seperti pada : granuloma eosinofilik, osteomielitis kronik, atau proses
penyembuhan fraktur.

Reaksi periosteal continue dapat dibedakan menjadi tipe :

 Solid
 Single lamella
 Lamellated
 Spiculated (Hair on-end)

Sesuai dengan terminologi, interrupted artinya reaksi periosteal yang


terjadi tidak komplit (incomplete), terjadi akibat terputusnya mineralisasi
akibat dua sebab, pertama akibat tumor itu sendiri yang menembus area
permbentukan tulang, dan kedua laju resorpsi lebih cepat dari pembentukan
tulang. Tipe periosteal interrupted dapat ditemukan pada proses keganasan
maupun non-neoplasma. Tipe periosteal ini dapat berupa sunburst, lamellated
(onion skin) atau segi tiga Codman, yang sering ditemukan pada tumor ganas
primer, seperti: osteosarcoma atau sarkoma Ewing. Segi tiga Codman juga
dapat ditemukan pada osteomielitis. Gambaran tulang reaktif solid yang
terlihat pada kedua ujung tumor membentuk buttress, biasanya menunjukkan
proses pertumbuhan yang lambat dan jinak seperti periosteal chondroma
periosteal.

16
Gambar 6. Periosteal

c. Bone Destruction
Visualisasi osteolisis tergantung pada struktur tulang dan derajat
kehilangan tulang. Untuk dapat tervisualisasi pada foto plain, diperlukan
kerusakan tulang 30-50% trabekula tulang. Pertumbuhan tumor tulang
mendorong aktivitas osteoblas dan osteoklas, sehingga memodifikasi struktur
tulang. Pola destruksi tulang diklasifikasikan menjadi tiga tipe, yaitu:
geografik, moth-eaten, dan permeative.
 Pola geografik memiliki karakteristik area destruksi yang berbatas
tegas, satu defek besar tulang dengan zona transisi yang sempit (area
antara lesi dan tulang normal). Area geografik mungkin dikelilingi
oleh sklerosis, yang menunjukkan proses dengan pertumbuhan yang
lambat. Pola pertumbuhan agresif menunjukkan pertumbuhan yang
lebih cepat dengan zona transisi yang lebar antara lesi tumor dengan
tulang pejamu/normal.
 Pola moth-eaten ditandai dengan lubang-lubang kecil yang tersebar
(multiple scattered holes) pada tulang kortikal, cancellous atau

17
keduanya. Lubang-lubang ini terlihat terpisah pada awalnya, kemudian
bersatu pada waktu tertentu. Pola seperti ini berkaitan dengan laju
pertumbuhan yang moderate.
 Tumor-tumor dengan pola destruksi permeative memiliki gambaran
radiolusen halus-halus uniform dan multiple, dengan zona
transisiyang luas. Kelompok ini merupakan tumor dengan
pertumbuhan yang sangat cepat.

Gambar 7. Bone Destruction

18
Gambar 8. Skematik yang menunjukkan tipe moth-eaten dan permeative

G. PERBEDAAN RADIOLOGI TUMOR JINAK DAN TUMOR GANAS

Walaupun terkadang sulit membedakan gambaran tumor jinak dan ganas


secara radiologi, tetapi beberapa kriteria berikut dapat mengarahkan apakah tumor
tergolong jinak atau ganas.

Tumor Jinak Tumor Ganas

 Well-defined  Poorly defined borders


 Sclerotic : narrow transitional zone  Wide transitional zone
 Pattern : geographic  Pattern : moth-eaten or permeative
 Periosteal reaction : un-interrapted &  Interrupted periosteal raction
solid  Soft tissue mass
 No soft tissue mass
Tabel 3. Perbedaan Gambaran Radiologi Tumor Tulang Jinak dan Ganas

19
H. PERBEDAAN RADIOLOGI TUMOR PRIMER TULANG DAN
JARINGAN LUNAK

Bila terdapat massa jaringan lunak disertai destruksi tulang terkadang sulit
untuk menentukan apakah merupakan tumor primer jaringan lunak yang menginvasi
tulang atau tumor primer tulang dengan ekstensi jaringan lunak. Beberapa hal di
bawah ini dapat menjadi panduan untuk membedakan tumor primer jaringan lunak
yang menginvasi tulang dari tumor primer tulang dengan ekstensinya ke jaringan
lunak.

Tumor Primer Tulang Tumor Primer Jaringan Lunak

 Epicenter of the lesion : di dalam  Epicenter of the lesion : di luar tulang


tulang  Bevel cortical destruction : ke arah
 Bevel cortical destruction : ke arah tulang
jaringan lunak  Reaksi periosteal : negatif
 Reaksi Periosteal : Positif  Ukuran massa: jaringan lunak
 Ukuran massa : lesi jaringan lunak dominan
tidak dominan kecuali Ewing sarcoma
Tabel 4.Perbedaan Gambaran Radiologi Tumor Primer Tulang dan Jaringan Lunak

I. TUMOR - TUMOR PRIMER TULANG YANG BERSIFAT JINAK

A. Osteoma

A.1 Definisi

Osteoma merupakan tumor jinak mesenkim osteoblas yang terdiri dari


diferensiasi jaringan tulang matur. Osteoma pada bagian kepala dan leher sering
ditemukan pada daerah frontal-etmoid. Pada tulang temporal, liang telinga merupakan

20
lokasi yang tersering, dan jarang pada daerah mastoid, skuamous tulang temporal,
telinga tengah.

A.2 Klinis

 Insiden osteoma 0,1-1 % dari seluruh tumor jinak tulang tengkorak.


 Osteoma lebih sering terjadi pada wanita dengan insiden terbanyak pada
dekade kedua dan ketiga serta jarang sebelum usia pubertas
 Osteoma sering tanpa gejala, tumbuh lambat dan dapat stabil dalam beberapa
tahun dan secara kebetulan ditemukan pada pemeriksaan radiologi.

A.3 Lokasi

Lokasi osteoma pada femur (25%), tibia (25%), dan sisanya pada daerah daerah
lain, seperti pada tulang belakang.

A.4 Etiologi

Penyebab pasti osteoma belum diketahui, tetapi ada beberapa teori :


1. Teori perkembangan:
Conheim, seperti yang dilaporkan Akamatsu mengatakan bahwa tumor
biasanya terbentuk di antara dua jaringan tulang yang berdekatan dengan asal
embrionik yang berbeda. Di antara dua tulang yang berbeda ini terdapat sel embrionik
yang terperangkap yang memicu proliferasi tulang yang berlebihan.
2. Teori kongenital:
Manifestasi klinis terjadi ketika pertumbuhan tulang meningkat dengan
adanya tulang embrionik misalnya pada saat pubertas.
3. Teori trauma:
Komplikasi dari trauma pada tulang temporal dapat menimbulkan proses
inflamasi pada tulang seperti periostitis, yang merangsang pembentukan osteoma.

21
4. Teori infeksi:
Infeksi dapat memicu pertumbuhan osteoma dengan merangsang proliferasi
osteoblas pada garis mukoperiostium.
5. Teori hormonal:
Peningkatan aktifitas osteoblas periostium, dirangsang oleh mekanisme
endokrin.
6. Faktor herediter

A.5 Radiologi
Pemeriksaan penunjang untuk osteoma pada tulang temporal adalah rontgen
kranium, tomografikomputer dan magnetik resonansi. Pada rontgen kranium tampak
gambaran radiolusen dengan kalsifikasi sentral dan dapat meluas keluar dari tulang
aslinya.
Tomografi komputer merupakan pemeriksaan untuk diagnosis, dengan
rekonstruksi tiga dimensi akan menghasilkan lokasi anatomi yang lebih baik, ukuran
dan rencana pengangkatan tumor. Gambaran osteoma menunjukkan radiolusen,
terbatas pada jaringan tulang dan diliputi oleh bagian sklerotik pada radioopak.
Pencitraan resonansi magnetik berguna untuk melihat inflamasi jaringan di
sekitar lesi.

Gambar 9. CT-Scan Kepala Potongan Sagital

22
A.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan osteoma pada tulang temporal tergantung pada beberapa
faktor seperti ukuran tumor, gejala dan komplikasi. Jika tumor kecil dan tidak
mempunyai gejala maka dilakukan tindakan konservatif dengan memantau gejala
klinik dan diikuti dengan pemeriksaan tomografi. Pada kasus yang terdapat gejala
neurologi, perluasan ke struktur yang berdekatan, danperubahan estetik maka
diindikasikan untuk pengangkatan tumor.

A.7 Prognosis
Osteoma mempunyai prognosis yang baik. Tumor ini jarang rekuren dan tidak
berpotensi menjadi ganas.

B. Osteokondroma
B.1 Definisi
Merupakan tumor jinak tulang dengan penampakan adanya penonjolan tulang
yang berbatas tegas sebagai eksostoksis yang muncul dari metasfisis, penonjolan
tulang ini ditutupi oleh cartilago hialin. Tonjolan ini menyebabkan suatu
pembengkakan atau gumpalan dan mirip seperti kembang kol (cauliflower
appeareance). Tumor ini berasal dari komponen tulang (osteosit) dan komponen
tulang rawan (chondrosit). Osteokondroma dapat tumbuh secara soliter maupun
multipel. Osteokondroma yang multipel bersifat herediter (autosomal dominan)dan
akan berhenti tumbuh dan mengalami proses penulangan setelah dewasa. Oleh karena
itu eksositosis multipel ini tidak lagi disebut sebagai neoplasma.
Osteokondroma yang soliter berbeda dengan multipel karena akan tumbuh
terus walaupun penderita telah dewasa dan jenis ini dianggap sebagai neoplasma.
Kebanyakan osteokondroma adalah soliter tetapi lesi multipel dapat berkembang pada
individu dengan predisposisi genetik. Osteokondroma biasanya mengenai tulang
panjang, dan tulang yang sering terkena adalah ujung distal femur (30%), ujung
proksimal tibia(20%), dan humerus(2%). Osteokondroma juga dapat mengenai tulang

23
tangan dan kaki (10%) serta tulang pipih seperti pelvis(5%) dan scapula(4%)
walaupun jarang. Osteokondroma terdiri dari 2 tipe yaitu tipe bertangkai
(pedunculated) dan tipe tidak bertangkai(sesile). Tulang panjang yang
terkena biasanya tipe bertangkai sedangkan di pelvis tipe sesile.

B.2 Etiologi
Osteochondroma tulang kemungkinan besar disebabkan oleh salah satu cacat
bawaan atau trauma perichondrium yang yang menghasilkan herniasi dari fragmen
lempeng epifisis pertumbuhan melalui manset tulang periosteal. Meskipun etiologi
pasti dari pertumbuhan ini tidak diketahui, sebagian perifer fisis diduga mengalami
herniasi dari lempeng pertumbuhannya. Herniasi ini mungkin idiopatik atau mungkin
hasil dari trauma atau defisiensi dari cincin perichondrial. Apapun penyebabnya,
hasilnya adalah perpanjangan yang abnormal dari tulang rawan metaplastik yang
merespon faktor-faktor yang merangsang lempeng pertumbuhan dan dengan
demikian menghasilkan pertumbuhan yang exostosis.
Pulau -pulau tulang rawan mengatur ke dalam struktur yang mirip dengan
epiphysis Karena ini metaplastic cartilage dirangsang, terjadi pembentukan tulang
enchondral , dan terjadi pengembangan tangkai tulang.

B.3 Klinis
Terdapat pada usia dewasa muda dengan keluhan adanya benjolan yang tidak
terasa sakit. Tumor ini tidak memberikan gejala sehingga sering ditemukan secara
kebetulan, namun terabanya benjolan yang tumbuh dengan sangat lama dan
membesar. Bila tumor ini menekan jaringan saraf atau pembuluh darah akan
menimbulkan rasa sakit. Dapat juga rasa sakit ditimbulkan oleh fraktur patologis pada
tangkai tumor, terutama pada bagian tangkai tipis. Kadang bursa dapat tumbuh diatas
tumor (bursa exotica) dan bila mengalami inflamasi pasien dapat mengeluh bengkak
dan sakit. Apabila timbul rasa sakit tanpa adanya fraktur, bursitis,atau penekanan
pada saraf dan tumor terus tumbuh setelah lempeng epifisis menutup maka harus

24
dicurigai adanya keganasan. Osteokondroma dapat menyebabkan timbulnya
pseudoaneurisma terutama pada a.poplitea dan a.femoralis disebabkan karena fraktur
pada tangkai tumor di daerah distal femur atau proximal tibia. Osteokondroma yang
besar pada kolumna vertebralis dapat menyebabkan angulasi kyfosis dan
menimbulkan gejala spondylolitesis. Pada herediter multipel exositosis keluhan dapat
berupa massa yang multipel dan tidak nyeri dekat persendian. Umumnya bilateral dan
simetris.

B.4 Lokasi
Ditemukan pada bagian metafisis tulang panjang terutama pada bagian distal
femur, proksimal tibia dan proksimal humerus.

B.5 Gambaran Klinis


Tumor ini tidak memberikan gejala sehingga sering ditemukan secara
kebetulan, namun terabanya benjolan yang tumbuh dengan sangat lama dan
membesar. Bila tumor ini menekan jaringan saraf atau pembuluh darah akan
menimbulkan rasa sakit. Dapat juga rasa sakit ditimbulkan oleh fraktur patologis
pada tangkai tumor,terutama pada bagian tangkai tipis. Kadang bursa dapat tumbuh
diatas tumor (bursa exotica) dan bila mengalami inflamasi pasien dapat mengeluh
bengkak dan sakit. Apabila timbul rasa sakit tanpa adanya fraktur,bursitis, atau
penekanan pada saraf dan tumor terus tumbuh setelah lempeng epifisis menutup maka
harus dicurigai adanya keganasan.
Gejala yang paling umum dari osteochondroma adalah benjolan tidak nyeri di
dekat sendi. Lutut dan bahu lebih sering terlibat.Suatu osteochondroma dapat terletak
di bawah tendon. Ketika itu, patah jaringan di atas tumor dapat menyebabkan
aktivitas yang berhubungan dengan nyeri.
Suatu osteochondroma dapat terletak dekat saraf atau pembuluh darah, seperti
di belakang lutut. Ketika itu, mungkin ada mati rasa dan kesemutan pada ekstremitas
itu. Suatu tumor yang menekan pada pembuluh darah dapat menyebabkan perubahan

25
periodik dalam aliran darah. Hal ini dapat menyebabkan hilangnya pulsasi
atauperubahan dalam warna ekstremitas. Perubahan dalam aliran darah yang
dihasilkan darisuatu osteochondroma jarang terjadi.Benjolan yang keras dapat
ditemukan pada daerah sekitar lesi.

B.6 Radiologi
Ada 2 tipe osteokondroma yaitu bertangkai (pedunculated) / narrow base dan
tidak bertangkai (sesile) / broad base. Pada tipe pedunculated, pada foto polos tampak
penonjolan tulang yang menjauhi sendi dengan korteks dan spongiosa masih normal.
Penonjolan ini berbentuk seperti bunga kol (cauliflower) dengan komponen osteosit
sebagai tangkai dan komponen kondrosit sebagai bunganya. Densitas penonjolan
tulang inhomogen (opaq pada tangkai dan lusen pada bunga). Terkadang tampak
adanya kalsifikasi berupa bercak opaq akibat komponen kondral yang mengalami
kalsifikasi.

Ditemukan adanya penonjolan tulang yang berbatas tegas sebagai eksostosis


yang muncul dari metafisis tetapi yang terlihat lebih kecil disbanding dengan yang
ditemukan pada pemeriksaan fisik oleh karena sebagian besar tumor ini diliputi oleh
tulang rawan. Tumor dapat bersifat tunggal atau multiple tergantung dari jenisnya.
Untuk pemeriksaan radiologis dapat menggunakan.

Radiografi polos adalah pemeriksaan penunjang dalam pencitraan untuk


osteochondroma. Radiograf dengan kualitas yang baik harus diperoleh dalam 2
pesawat tegak lurus dengan ciri lesi sepenuhnya. Fitur radiografi klasik termasuk
orientasi lesi jauh dari fisis dan kontinuitas meduler Lihat gambar di bawah.

26
Gambar 10. Foto AP dari osteochondroma pedunkulata femur distal

Gambar 11. Foto Lateral dari osteochondroma pedunkulata femur distal. Orientasi yang jauh
dari lempeng pertumbuhan, dan kontinuitas meduler jelas

Gambar 12.Anteroposterior radiograf dari osteochondroma sessile humerus.

27
B.7 Penatalaksanaan
Penanganan untuk osteokondroma diindikasikan bila lesi cukup berat atau bila (1)
menimbulkan gejala akibat penekanan terhadap struktur-struktur sekitarnya, (2) bila
gambaran radiologis menunjukkan tanda-tanda keganasan, serta (3) bila
pertumbuhannya progresif.
Lesi-lesi asimptomatik pada anak dapat dibiarkan saja, tetapi penderita diawasi
agar tidak mengalami trauma di daerah lesi sebab mudah menimbulkan fraktur. Lesi-
lesi soliter yang besar (> 5 cm) diangkat untuk tujuan kosmetik serta memperkecil
resiko terjadinya keganasan.

Penanganan osteokondroma secara umum adalah eksisi. Bila memungkinkan


eksisi harus mencapai reseksi en block, lingkaran tulang normal disekitar lesi serta
keseluruhan bursa yang menutupi lesi. Deformitas yang terjadi pada osteokondroma
multipel, harus ditangani dengan mempertimbangkan tepi deformitas dan dengan
tujuan akhir memperbaiki rentang pergerakan.

B.8 Prognosis

Untuk osteochondroma soliter, hasil dan prognosis setelah operasi sangat


baik, dengan kontrol lokal yang sangat baik dan tingkat kekambuhan lokal kurang
dari 2%. Demikian, prognosis biasanya salah satu dari pemulihan lengkap . Hasil
yang lebih buruk biasanya berkaitan dengan morbiditas yang terkait dengan eksposur
yang dibutuhkan untuk menghapus lesi atau berhubungan dengan deformitas tulang
sekunder, tetapi yang terakhir biasanya diamati dalam bentuk turun-temurun beberapa
penyakit.

C. Kondroma
C.1 Definisi
Disebut juga enkondroma, merupakan tumor jinak tulang dengan frekuensi
9,8% dari seluruh tumor jinak tulang, biasanya ditemukan pada usia dewasa muda

28
tetapi dapat pula pada setiap umur. Gejalanya biasanya berupa benjolan yang tidak
nyeri.

C.2 Lokasi

Terutama pada os phalanxs, os tarsal, costa dan tulang tulang panjang yang
bersifat soliter tapi dapat juga multiple sebagai enkondromatosis yang bersifat
kongenital (penyakit Ollier).

C.3 Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologis memperlihatkan adanya daerah radiolusen yang bersifat


sentral (enkondroma) antara metafisis dan diafisis. Mungkin dapat ditemukan sedikit
ekspansi dari tulang. Pada tulang yang matur dapat ditemukan adanya bintik bintik
kalsifikasi pada daerah lusen.

Gambar 13.Kondroma pada tulang fibula

29
C.4 Patologi

Gambar 14. Patologi anatomi kondroma

Terdapat pembentukan tulang rawan yang matur tanpa tanda tanda pleimof,
mitosis, atau gejala gejala keganasan lainnya. Sering ditemukan adanya perubahan
miksoid pada jaringan lunak, maka kelainan ini disebut sindroma Maffuci. Perubahan
kearah keganasan pada enkondromatosis (enkondroma multiple) lebih sering dari
pada enkondroma soliter. Tanda tanda keganasan biasanya terjadi setelah umur 30
tahun dengan gejala gejala berupa nyeri, pembesaran tumor yang tiba tiba dan erosi
korteks tulang.

C.5 Panatalaksanaan
Pengobatan tidak selalu diperlukan. Apabila tumor bertambahan besar atau
ditemukan adanya fraktur patologis maka tumor sebaiknya dikeluarkan melalui
kuretase kemudian diisi dengan jaringan tulang dari tempat lain ( bone graft).

30
J. TUMOR – TUMOR PRIMER YANG BERSIFAT GANAS
A. Osteosarkoma
A.1 Definisi
Osteosarkoma merupakan suatu keganasan yang berasal dari sel primitif pada
bagian metafise dari tulang panjang pada orang muda. Pembentukannya berasal dari
seri osteoblas dari sel mesenkim primitif. Osteosarkoma merupakan tumor ganas
primer tulang yang paling sering dengan prognosis yang buruk.

Osteosarkoma merupakan tumor ganas primer tulang yang paling sering


kedua setelah multiple myeloma dengan prognosis yang buruk. Osteosarkoma banyak
menyerang remaja dan dewasa muda, dengan usia berkisar antara 10-25 tahun.
Jumlah kasus meningkat lagi setelah umur 50 tahun yang disebabkan oleh adanya
degenerasi maligna, terutama pada penyakit Paget. Bagian tulang yang sering terkena
adalah bagian yang paling aktif pertumbuhan epifisenya, yaitu bagian distal femur,
bagian proksimal tibia atau fibula, bagian proksimal humerus, dan bagian pelvis.
Tetapi tidak menutup kemungkinan menyerang tulang-tulang lain seperti tulang-
tulang pada tangan, kaki, dan tulang wajah. Pada penderita yang lebih tua,
osteosarkoma dapat berkembang sebagai komplikasi dari penyakit paget yang
berprognosis buruk.

A.2 Etiologi
Penyebab osteosarkoma belum diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa
factor predisposisi terjadinya osteosarkoma, yaitu :

- Pertumbuhan tulang yang cepat sebagai factor predisposisi osteosarkoma,


dapat dilihat dengan meningkatnya insidens pada anak yang sedang tumbuh.
Lokasi osteosarkoma paling sering adalah metafisis dimana area ini
merupakan area pertumbuhan tulang panjang.
- Faktor lingkungan : Terpapar radiasi juga merupakan factor predisposisi

31
- Predisposisi genetic : dysplasia tulang, termasuk penyakit Paget, fibrous
dysplasia, echondromatosis, dan hereditary multiple exostoses.
- Riwayat trauma

A.3 Manifestasi Klinis


a. Klasifikasi
Klasifikasi dari osteosarkoma merupakan hal yang kompleks, namun 75%
dari osteosarkoma masuk dalam kategori klasik atau konvensional, yang termasuk
osteosarkoma osteoblastik, chondroblastic, dan fibroblastic. Sedangkan sisanya
sebesar 25% diklasifikasikan sebagai “varian” berdasarkan (1) karakteristik klinik
seperti pada kasus osteosarkoma rahang, osteosarkoma postradisi, atau osteosarkoma
paget (2) karakteristik morfologi, seperti pada osteosarkoma teleangiectatic,
osteosarkoma small cell, atau osteosarkoma epitheloid, dan (3) lokasi seperti pada
osteosarkoma parosteal dan periosteal.

b.Lokasi

Osteosarkoma konvensional muncul paling sering pada metafisis tulang


panjang, terutama pada distal femur (52%), proximal tibia (20%) dimana
pertumbuhan tulang tinggi. Tempat lainnya yang juga sering adalah metafisis
humerus proximal (9%). Penyakit ini biasanya menyebar dari metafisis ke diafisis
atau epifisis. Kebanyakan dari osteoma varian juga menunjukan predileksi yang
sama, terkecuali lesi gnatic pada mandibula dan maksila, lesi intrakortikal, lesi
periosteal, dan osteosarkoma sekunder karena penyakit paget yang biasanya muncul
pada pelvis dan femur proximal.

c. Gejala

Gejala yang paling sering muncul berupa rasa sakit, yang pada awalnya ringan
dan hilang timbul, tetapi secara cepat menjadi lebih berat dan menetap.Pasien dapat
mengeluhkan adanya pembengkakan, tergantung dari ukuran massa dan lokasinya.

32
Pasien dengan dugaan tumor akan ditemukan penurunan berat badan dan gejala
anemia. Karena keganasan ini sering muncul di metafise dekat dengan persendian,
maka hal ini dapat mempengaruhi fungsi persendian. Neoplasma yang agresif ini
menimbulkan kemerahan dan rasa hangat di kulit.

d. Metastase

Bukti radiologis dari deposit metastase pada paru dan tempat lainnya ditemukan
pada 10% sampai 20% pasien pada saat diagnosis, dengan 85% sampai 90%
metastase berada pada paru-paru. Tempat metastase lainya yang paling sering adalah
pada tulang, metastase pada tulang lainnya dapat soliter atau multipel. Sindrom dari
osteosarkoma multipel ditunjukan pada adanya multipel tumor pada berbagai tulang,
dengan keterlibatan metafisis yang simetris.

A.4 Radiologi

Pada osteosarkoma terdapat 3 gambaran radiologi, yaitu

1. Gambaran osteolitik, dimana proses destruksi merupakan proses utama. tumor


tumbuh dari ujung metaphisis kearah diaphisis dan sedikit reaksi periosteal dan
terjadi destruksi korteks. Bentuk ini mempunyai batas tak tegas dengan gambaran
spikula dan segitiga codmann (codmann triangle). Pada codmann’s triangle ini
biasanya terjadi kalsifikasi dan pembengkakan

2. Gambaran osteoblastik, yang diakibatkan oleh banyak pembentukan tumor tulang.


Gambaran tumor tampak lebih putih dengan batas irreguler. Pada bentuk ini
terjadi kalsifikasi jaringan lunak sehingga densitas meningkat, terdapat pula
reaksi periosteal berupa sunray atau sun burst. Sunray terjadi sebelum metastase
tumor, berupa garis- garis tipis (seperti sinar) yang tegak lurus dengan aksis
tulang. Kortek menuju ke jaringan lunak dan menyebabkan jaringan lunak
bengkak. Sunburst merupakan gambaran seprti ledakan matahari.

33
3. Gambaran campuran antara proses destruksi dan proses pembentukan tumor
tulang.

Gambar 15. Foto polos dari osteosarkoma dengan gambaran Codman triangle (arrow)
dan difus, mineralisasi osteoid diantara jaringan lunak.

Gambar 16. Perubahan periosteal berupa Codman triangles (white arrow) dan masa
jaringan lunak yang luas (black arrow).

34
Gambar 17. Reaksi periosteal ketika tumor telah menembus kortek, sunburst
appearance

A.5 Penatalaksanaan
Preoperatif kemoterapi diikuti dengan pembedahan limb sparing dan diikuti
dengan postoperatif kemoterapi merupakan standar manajemen. Osteosarkoma
merupakan tumor yang radioresisten, sehingga radioterapi tidak mempunyai peranan
penting dalam manajemen rutin.

a) Medikamentosa
Sebelum penggunaan kemoterapi osteosarkoma ditangani secara primer
hanya dengan pembedahan (amputasi). Meskipun dapat mengontrol tumor secara
lokal dengan baik, lebih dari 80% pasien menderita rekurensi tumor yang
biasanya berada pada paru-paru. Tingginya tingkat rekurensi mengindikasikan
bahwa saat diagnosis pasien mempunyai mikrometastase. Oleh karena hal
tersebut maka penggunaan adjuvant terapi sangat penting pada penanganan pasien
dengan osteosarkoma. Pada penelitian terlihat bahwa adjuvant kemoterapi efektif
dalam mencegah rekurensi pada pasien dengan tumor primer lokal yang dapat
diredeksi. Penggunaan neoadjuvant kemoterapi terlihat tidak hanya
mempermudah pengangkatan tumor karena ukuran tumor telah mengecil, namun

35
juga dapat memberikan parameter faktor prognosa. Obat yang efektif adalah
Dexorubicin, Ifosfamide, Cisplatin, dan Methrotexate tinggi dosis tinggi dengan
Leucovorin.

b) Pembedahan
Tujuan utama dari reseksi adalah keselamatan pasien. Reseksi harus
sampai batas bebas tumor. Semua pasien dengan osteosarkoma harus menjalani
pembedahan jika memungkinan reseksi dari tumor primer. Tipe dari pembedahan
yang diperlukan tergantung dari beberapa faktor yang harus di evaluasi dari
pasien secara individual. Batas radikal didefinisikan sebagai pengangkatan
seluruh kompartemen yang terlihat (tulang, sendi, otot) biasanya tidak diperlukan.
Hasil dari kombinasi kemoterapi dengan reseksi terlihat lebih baik jika
dibandingkan dengan amputasi radikal tanpa terapi adjuvant, degan tingkat 5 year
survival rate sebesar 50-70% dan sebesar 20% pada penanganan sengan hanya
radikal amputasi.

Fraktur patologis dengan kontaminasi semua kompartemen dapat


mengekslusikan penggunaan terapi pembedahan limb salvage, namun jika dapat
dilakukan pembedahan dengan reseksi batas bebas tumor maka pembedahan limb
salvage dapat dilakukan. Pada beberapa keadaan amputasi mungkin merupakan
pilihan terapi, namun lebih dari 80% pasien dengan osteosarkoma pada
ekstremitas dapat ditangani dengan pembedahan limb salvage dan tidak
membutuhkan amputasi. Jika memungkinkan maka dapat dilakukan rekonstruksi
limb salvage yang harus dipilih berdasarkan konsiderasi individual sebagai
berikut :

 Autologus bone graft : hal ini dengan atau tanpa vaskularisasi. Penolakan
tidak muncul pada tipe graft ini dan tingkat infeksi rendah. Pada pasien
yang mempunyai lempeng pertumbuhan yang imatur mempunyai pilihan
yang terbatas untuk fiksasi tulang yang syabil (osteosynthesis).

36
 Allograft : penyembuhan graft dan infeksi dapat menjadi permasalahan
terutama selama kemoterapi. Dapat pula muncul penolakan graft.
 Prothesis: rekonstruksi sendi dengan menggunakan protesis dapat soliter
atau expandable, namun hal ini membutuhkan biaya yang besar.
Durabilitas merupakan permasalahan tersendiri pada pemasangan implant
untuk pasien remaja.
 Rotationplasty : teknik ini biasanya sesuai untuk pasien dengan tumor
yang berada pada distal femur dan proximal tibia, terutama bila ukuran
tumor yang besar sehingga alternatif pembedahan hanya amputasi. Selama
reseksi tumor pembuluh darah diperbaiki dengan cara end to end
anastomosis untuk mempertahankan patensi dari pembuluh darah.
Kemudian bagian distal dari kaki dirotasi 180 derajat dan disatukan
dengan bagian proksimal dari reseksi. Rotasi ini dapat membuat sendi
ankle menjadi sendi knee yang fungsional.
 Resection of pulmonary nodul : nodul metastase pada paru-paru dapat
disembuhkan secara total dengan reseksi pembedahan. Reseksi lobar atau
pneumonectomy biasanya siperlukan untuk mendapatkan batas bebas
tumor. Prosedur ini dilakukan pada saat yang sama dengan pembedahan
tumor primer. Meskipun nodul yang bilateral dapat di reseksi melalui
media sternotomy, namun lapangan pembedahan lebih baik jika
menggunakan lateral thoracotomy. Oleh karena itu direkomendasikan
untuk melakukan bilateral thoracotomy untuk metastase yang bilateral
(masing masing dilakukan terpisah selama beberapa minggu).

37
B. Sarkoma Ewing
B.1 Definisi

Sarkoma Ewing merupakan tumor maligna yang tersusun atas sel bulat, kecil
yang paling banyak terjadi pada tiga dekade pertama kehidupan. Sarkoma Ewing
merupakan tumor ganas primer yang paling sering mengenai tulang panjang,
kebanyakan pada diafisis. Tulang yang paling sering terkena adalah pelvis dan tulang
iga. Sarcoma Ewing adalah neoplasma ganas yang tumbuh cepat dan berasal dari sel-
sel primitive sumsum tulang pada dewasa muda.

B.2 Insiden

Tumor ini paling sering terlihat pada anak-anak dalam usia belasan dan paling
sering adalah tulang-tulang panjang. Pada anak-anak, sarcoma Ewing merupakan
tumor tulang primer yang paling umum setelah osteosarkoma. Setiap tahun tidak
kurang dari 0,2 kasus per 100.000 anak-anak di diagnosis sebagai sarcoma ewing, dan
diperkirakan terdapat 160 kasus baru yang terjadi pada tahun 1993. Di seluruh dunia,
insidensinya bervariasi dari daerah dengan insidensi tinggi, misalnya Amerika Serikat
dan Eropa ke daerah dengan insidensi rendah, misalnya Afrika dan Cina. Sarkoma
Ewing sering juga terjadi pada dekade kedua kehidupan. Jarang terjadi pada umur 5
tahun dan sesudah 30 tahun. Insidensinya sama antara pria dan wanita. Biasanya
sarcoma Ewing tidak berhubungan dengan sindroma congenital, tetapi banyak
berhubungan dengan anomaly skeletal, misalnya : enchondroma, aneurisma kista
tulang dan anomali urogenital, misal : hipospadia.

1) Ada beberapa faktor resiko yang mempengaruhi insidensi sarcoma Ewing, yaitu :
Faktor usia. Insidensi sarkoma Ewing meningkat dengan cepat dari mendekati 0
pada umur 5 tahun dan mencapai puncaknya pada umur 10 -18 tahun. Sesudah
umur 20 tahun insidensinya menurun kembali dan mendekati 0 pada umur 30
tahun.

38
2) Faktor jenis kelamin. Resiko pria sedikit lebih tinggi dibandingkan wanita, tetapi
setelah umur 13 tahun insidensinya antara pria dan wanita hampir sama.
3) Faktor ras. Penyakit ini jarang didapatkan pada orang kulit hitam.
4) Faktor genetik, yang dikenal meliputi :

a. Riwayat keluarga. Faktor resiko pada garis keturunan pertama tidak


meningkat. Tidak ada sindroma familia yang berhubungan dengan sarcoma
Ewing.
b. Anomali genetik, terdapatnya anomali pada kromosom 22, translokasi atau
hilangnya kromosom ini terdeteksi pada 85 % penderita sarcoma Ewing.
c. Riwayat penyakit tulang, anomali congenital tertentu dari skeletal, yaitu
aneurisma kista tulang dan enchondroma meningkatkan resiko sarcoma
Ewing, juga anomali genitourinary seperti hipospadia dan duplikasinya juga
berhubungan dengan sarcoma Ewing.

B.3 Lokasi

Lokasi tempat paling umum dari sarcoma Ewing adalah pelvis (21%), femur
(21%), fibula (12%), tibia (11%), humerus (11%), costa (7%), vertebra (5%), scapula
(4%), tulang kepala (3%) dan tempat lain (<2%).

B.4 Manifestasi klinis

Manifestasi klinis sarkoma Ewing dapat berupama manifestasi local maupun


sistemik. Manifestasi lokal meliputi : nyeri dan bengkak pada daerah femur atau
pelvis, meskipun tulang lain dapat juga terlibat. Masa tulang dan jaringan lunak
didaerah sekitar tumor sering dan bisa teraba fluktuasi dan terlihat eritema yang
berasal dari perdarahan dalam tumor. Manifestasi sistemik biasanya meliputi : lesu,
lemah serta berat badan menurun dan demam kadang terjadi serta dapat ditemukan
adanya masa paru yang merupakan metastase. Durasi dari munculnya gejala bisa

39
diukur dalam minggu atau bulan dan seringkali memanjang pada pasien yang
mempunyai lesi primer pada aksis tulang. Tanda dan gejala yang khas adalah :
nyeri,benjolan nyeri tekan,demam (38-40oC), dan leukositosis (20.000 sampai 40.000
leukosit/mm3).

B.5 Radiologi

Gambaran radiologis Sarcoma Ewing : tampak lesi destruktif yang bersifat


infiltratif yang berawal di medulla ; pada foto terlihat sebagai daerah - daerah
radiolusen. Tumor cepat merusak korteks dan tampak reaksi periosteal. Kadang –
kadang reaksi periostealnya tampak sebagai garis – garis yang berlapis – lapis
menyerupai kulit bawang dan dikenal sebagai onion peel appearance. Gambaran ini
pernah dianggap patognomonis untuk tuimor ini, tetapi biasa dijumpai pada lesi
tulang lain.

Gambar 18. Sarcoma Ewing

40
Gambar 19. Tampak Destruksi yang bersifat Infiltrat yang berawal dari medulla

B.6 Panatalaksanaan

Semua pasien dengan sarcoma Ewing, meskipun sudah mengalami metastase


harus diobati dengan sebaik – baiknya. Untuk keberhasilan pengobatan diperlukan
kerja sama yang erat diantara ahli bedah, kemoterapist dan radiotherapist untuk
memastikan pendekatan yang efektif guna mengendalikan lesi primer dan penyebaran
tumor. Protokol pengobatan sarcoma Ewing sekarang ini sering kali dimulai dengan 3
hingga 5 siklus kemoterapi sebelum radiasi. Pemberian radioterapi awal
dipertimbangkan pada pasien dengan kompresi vertebra dan obtruksi jalan napas
yang disebabkan oleh tumor. Pemakaian doxorubicine (adriamycine) dan
dactinomycine yang umumnya dipakai sebagai agen kemoterapi pada sarcoma
Ewing, berinteraksi dengan radiasi, dan potensial menimbulkan toksisitas lokal dan
memerlukan penghentian terapi, dengan konsekuensi negative untuk control lokal.
Problem ini dapat dikurangi dengan melambatkan radiasi untuk beberapa hari
sesudah pemberian obat dan direncanakan pengobatan radiasi secara hati – hati.
Dengan terapi pembedahan saja, long-term survival rate pasien pada kebanyakan seri
awal adalah kurang dari 10 %. Kegagalan umumnya disebabkan oleh adanya
metastase jauh.

41
Terapi radiasi adjuvant

a). Radioterapi preoperative

Karena tingginya tingkat control local dengan radiasi (sendiri dan dengan
kemoterapi), terapi ini tidak digunakan secara luas.

b). Terapi radiasi post operatif

Setelah reseksi bedah yang sesuai untuk Ewing’s sarcoma, penanganan dapat
dilanjutkan dengan terapi radiasi, hanya jika tetap ada sisa mikroskopik yang besar
dan bermakna. Penyebaran local dan metastase sarcoma Ewing. Terapi radiasi sering
digunakan untuk pengobatan metastase, khususnya setelah kemoterapi sistemik.
Radiasi paru bilateral profilaksis telah dicoba, tetapi kurang berhasil bila
dibandingkan dengan kemoterapi sistemik dalam mencegah metastase pulmoner
tumor.

C. Kondrosarkoma

C.1 Definisi

Kondrosarkoma ialah tumor ganas dengan ciri khas pembentukan jaringan


tulang rawan oleh sel-sel tumor dan merupakan tumor ganas tulang primer terbanyak
kedua setelah osteosarkoma. Kondrosarkoma merupakan tumor tulang yang terdiri
dari sel-sel kartilago (tulang rawan) anaplastik yang berkembang menjadi ganas.
Kondrosarkoma biasanya ditemukan pada daerah tulang femur, humerus, kosta dan
bagian permukaan pelvis. Tumor ini memiliki banyak ciri dan bentuk perkembangan.
Dari pertumbuhan yang lambat hingga pertumbuhan metastasis yang agresif.

Kondrosarkoma dapat dibagi menjadi kondrosarkoma primer dan sekunder.


Untuk keganasan yang berasal dari kartilago itu sendiri disebut kondrosarkoma

42
primer. Sedangkan apabila merupakan bentuk degenerasi keganasan dari penyakit
lain seperti enkondroma, osteokondroma dan kondroblastoma disebut kondrosarkoma
sekunder. Kondrosarkoma sekunder kurang ganas dibandingkan kondrosarkoma
primer. Kondrosarkoma dapat diklasifikasi menjadi tumor sentral atau perifer
berdasarkan lokasinya di tulang.

C.2 Epidemiologi

Di Amerika Serikat, kondrosarkoma merupakan tumor terbanyak kedua dari


400 jenis tulang ganas primer dengan jumlah kasus 25% dari seluruh keganasan
tulang primer dan sekitar 11% dari seluruh keganasan tulang. Setiap tahun, terdapat
90 kasus baru kondrosarkoma.

C.3 Predileksi

Berdasarkan bentuk tulang, kondrosarkoma dapat mengenai tulang pipih dan


bagian epifisis tulang panjang. Kondrosarkoma dapat terkena pada berbagai lokasi
namun predileksi terbanyak pada lokasi proksimal seperti femur, pelvis, dan
humerus. Selain itu dapat pula mengenai rusuk, tulang kraniofasial, sternum, skapula
dan vertebra. Tumor ini jarang mengenai tangan dan biasanya merupakan bentuk
keganasan atau komplikasi dari sindrom enkondromatosis multipel.

C.4 Etiologi

Etiologi kondrosarkoma masih belum diketahui secara pasti. Informasi


etiologi kondrosarkoma masih sangat minimal. Namun berdasarkan penelitian yang
terus berkembang didapatkan bahwa kondrosarkoma berhubungan dengan tumor-
tumor tulang jinak seperti enkondroma atau osteokondroma sangat besar
kemungkinannya untuk berkembang menjadi kondrosarkoma. Tumor ini dapat juga
terjadi akibat efek samping dari terapi radiasi untuk terapi kanker selain bentuk

43
kanker primer. Selain itu, pasien dengan sindrom enkondromatosis seperti Ollier
disease dan Maffucci syndrome, beresiko tinggi untuk terkena kondrosarkoma.

C.5 Diagnosis Klinis

Manifestasi klinis kondrosarkoma ini sangat beragam. Pada umumnya


penyakit ini memiliki perkembangan yang lambat, kecuali saat menjadi agresif.

Gejala Kondrosarkoma

Berikut adalah gejala yang bisa ditemukan pada kondrosarkoma:

1. Nyeri

Nyeri merupakan gejala yang paling banyak ditemukan. Sekitar 75% pasien
kondrosarkoma merasakan nyeri. Gejala nyeri yang ditimbulkan tergantung pada
predileksi serta ukuran tumor. Gejala dini biasanya berupa nyeri yang bersifat
tumpul akibat pembesaran tumor yang perlahan-lahan. Nyeri berlangsung lama
dan memburuk pada malam hari. Saat istirahat nyeri tidak menghilang. Nyeri
diperberat oleh adanya fraktur patologis.

2. Pembengkakan

Pembengkakan lokal biasa ditemukan.

3. Massa yang teraba

Teraba massa yang diakibatkan penonjolan tulang.

4. Frekuensi miksi meningkat

Manifestasi klinis ini ditemukan pada kondrosarkoma di pelvis.

44
Namun semua manifestasi klinis ini tidak selalu ada di setiap kondrosarkoma.
Gejala yang ditimbulkan tergantung dari gradenya. Pada grade tinggi, selain
pertumbuhan tumor cepat juga disertai nyeri yang hebat. Sedangkan pada grade
rendah, pertumbuhan tumor lambat dan biasanya disertai keluhan orang tua seperti
nyeri pinggul dan pembengkakan.

C.6 Radiologi

Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan penting dalam usaha


penegakan diagnosis tumor. Pada kondrosarkoma, pemeriksaan radiologi yang dapat
dilakukan meliputi foto konvensional, CT scan, dan MRI. Selain itu, kondrosarkoma
juga dapat diperiksa dengan USG dan Nuklear Medicine.

Foto konvensional

Foto konvensional merupakan pemeriksaan penting yang dilakukan untuk


diagnosis awal kondrosarkoma. Baik kondrosarkoma primer atau sentral memberikan
gambaran radiolusen pada area dekstruksi korteks. Bentuk destruksi biasanya berupa
pengikisan dan reaksi eksternal periosteal pada formasi tulang baru. Karena ekspansi
tumor, terjadi penipisan korteks di sekitar tumor yang dapat mengakibatkan fraktur
patologis. Scallop erosion pada endosteal cortex terjadi akibat pertumbuhan tumor
yang lambat dan permukaan tumor yang licin. Pada kondrosarkoma, endosteal
scalloping kedalamannya lebih dari 2/3 korteks, maka hal ini dapat membedakan
kondrosarkoma dengan enkondroma. Gambaran kondrosarkoma lebih agresif disertai
destruksi tulang, erosi korteks dan reaksi periosteal, jika dibandingkan dengan
enkondroma.

45
Gambar 20. Radiografi frontal dari caput fibula sinistra menunjukkan lesi luscent yang
mengandung kalsifikasi matrix chondroid tipikal. Tumor low grade.

Gambar 21. Radiografi frontal dari acetabulum kiri menunjukkan lesi luscent
expansil tanpa kalsifikasi matriks internal. Tumor low grade sentral

46
Tidak ada kriteria absolut untuk penentuan malignansi. Pada lesi malignan,
penetrasi korteks tampak jelas dan tampak massa soft tissue dengan kalsifikasi.
Namun derajat bentuk kalsifikasi matriks ini dapat dijadikan patokan grade tumor.
Pada tumor yang agresif, dapat dilihat gambaran kalsifikasi matriks iregular. Bahkan
sering pula tampak area yang luas tanpa kalsifikasi sama sekali. Destruksi korteks dan
soft tissue di sekitarnya juga menunjukkan tanda malignansi tumor. Jika terjadi
destruksi dari kalsifikasi matriks yang sebelumnya terlihat sebagai enkondroma, hal
tersebut menunjukkan telah terjadi perubahan ke arah keganasan menjadi
kondrosarkoma.

C.7 Penatalaksanaan

1. Pembedahan

Langkah utama penatalaksanaan kondrosarkoma pembedahan karena


kondrosarkoma kurang berespon terhadap terapi radiasi dan kemoterapi. Variasi
penatalaksanaan bedah dapat dilakukan dengan kuret intralesi untuk lesi grade
rendah, eksisi radikal, bedah beku hingga amputasi radikal untuk lesi agresif grade
tinggi. Lesi besar yang rekuren penatalaksanaan paling tepat adalah amputasi.

2. Kemoterapi

Kemoterapi, meskipun bukan yang paling utama, namun ini diperlukan jika
kanker telah menyebar ke area tubuh lainnya. Terapi ini menggunakan obat anti
kanker (cytotoxic) untuk menghancurkan sel-sel kanker. Namun kemoterapi dapat
memberikan efek samping yang tidak menyenangkan bagi tubuh. Efek samping ini
dapat dikontrol dengan pemberian obat.

47
3. Radioterapi

Prinsip radioterapi adalah membunuh sel kanker menggunakan sinar berenergi


tinggi. Radioterapi diberikan apabila masih ada residu tumor, baik makro maupun
mikroskopik. Radiasi diberikan dengan dosis per fraksi 2,5 Gy per hari dan total 50-
55 Gy memberikan hasil bebas tumor sebanyak 25% 15 tahun setelah pengobatan.
Pada kasus-kasus yang hanya menjalani operasi saja menunjukkan kekambuhan pada
85%. Efek samping general radioterapi adalah nausea dan malasea. Efek samping ini
dapat diminimalkan dengan mengatur jarak dan dosis radioterapi.

48
BAB III

KESIMPULAN

Klasifikasi tumor tumor tulang menurut WHO ditetapkan berdasarkan atas


kriteria histologis, jenis diferensiasi sel sel tumor yang diperlihatkan dan jenis
intraseluler matriks yang diproduksinya yang bersifat osteogenik, kondrogenik, atau
mielogenik meskipun demikian terdapat kelompok yang tidak termasuk dalam
kelompok tulang yaitu kelainan reaktif atau hamartoma yang sebenarnya berpotensi
menjadi ganas.

Jadi yang paling penting untuk mengetahui seserorang menderita penyakit


tumor tulang adalah dengan anamnesis. Dimana dalam ananmesis ini perlu
diperhatikan :

1. Umur penderita terkena tumor.


2. Lama dan perkembangan tumor.
3. Nyeri yang merupakan keluhan utama tumor.
4. Pembengkakan yang timbul secara pelahan lahan dan jangka waktu yang
lama.

Kemudian perlu dilakukan pemeriksaan pemeriksaan untuk mendiagnosa adanya


tumor tulang seperti:

1. Pemeriksaan klinik meliputi: lokasi; besar, bentuk, batas dan sifat tumor;
adanya gangguan pengerakan sendi; spasme otot dan kekakuan tulang
belakang; faktur patologis.
2. Pemeriksaan radiologis: dilakukan foto polos pada lokasi lesi.
3. Pemeriksaan laboratorium: serum alkali fosfatase memberikan nilai
diagnostik pada tumor ganas tulang.

49
4. Pemeriksaan biopsi Penatalaksanaan dilakukan dengan cara operasi,
radioterapi dan kemoterapi berdasarkan jenis tumor muskulosketetal tersebut.

50
DAFTAR PUSTAKA

1. Price Silvia A,Wilson L. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses


penyakit. Jakarta: EGC
2. Doherty, Gerard M. Current Surgical Diagnosis & Treatment 12th Chapter 42
page 1201 – 1205. Mc Graw Hill
3. Rasjad C. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: Yarsif Watampone.
4. DeVita, VT., Hellman S. Rosenberg, Rosenberg, SA. 1995.Cancer Principles
and Practice of Oncology 3rd Ed, JB Lippincont Company, Philadelphia pp.
325-35.
5. Huvos AG, 1996, Bone Tumors, Diagnosis, Treatment and Prognosis, WB.
Saunders Company, Philadelphia pp. 124 – 36.
6. Ekayuda, L, 1992, Tumor Tulang dan Lesi yang menyerupai Tumor Tulang,
dalam : Sjahriar Rasad (ed), Radiologi Diagnostic, sub bagian
radiodiagnostik. Bagian radiologi FK Universitas Indonesia RSCM Jakarta
hal. 231 – 42.
7. R. Sjamsuhidayat, Wim De Jong, 1997, Tumor Ewing, dalam : Buku Ajar
Ilmu Bedah, Cetakan Pertama, EGC, Jakarta, hal. 1270-1271.
8. Anderson. S, Mc Carty Wilson, L., 1995, Tumor Sistem Muskoluskeletal,
dalam : Patofisiologi (Proses-proses Penyakit), Edisi keempat, EGC, Jakarta,
hal. 1214.
9. Apley Graham A., Solomon L., Mankin H.J., 1993, Ewing’s Sarcoma, dalam
Apley’s System of Ortopaedics and fractures, seven edition, Butterworth
Heinemann, British, London, pp. 182.
10. McIntosh, JK, and Cameron, RB., 1996, dalam Caneron RB., Practical
Oncology, Prentice-Hall International Inc., Los Angeles pp. 32 – 41.
11. Dahlin, 1985, Ewing’s Tumor (Endothelioma), Rontgen Signs in Diagnostic
Imaging, Isadore Meschan : 306 – 309.

51
12. Schlott, T., 1997, Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction for
detecting Ewing’s Sarcoma in Archival Fine Needle Aspiration Biopsies, Acta
– Cytol. : 41 (3) : 795 – 801.
13. Ozaki, T., Lindner, N, Hoffman, C., 1995, Ewing’s sarcoma of the ribs. A
report from the cooperative Ewing’s sarcoma study, Eur-J-Cancer, Dec ; 31A
(13-14) : 2284-8.
14. Ackerman’s. M., 1997, Tumor necrosis and prognosis in Erwing’s sarcoma
Acm Orthop Scand-Suppl : 273:130-2
15. Krane, SM., AND Schiller. AL., 1996, Hyperostosis, neoplasme, and orther
disorder of bone, Harrison’s Principles of Internal Medicine 13 Ed., McGraw-
Hill, Inc., New York, pp. 1962-4
16. Unni K, Inwards C, Bridge J, Kindblom L, Wold L. Radiographic Appearance
of Bone Tumors. In : Tumors of the Bones and Joints.Maryland: ARP Press;
2005.pp.27-34
.

52

Anda mungkin juga menyukai