Anda di halaman 1dari 31

SKENARIO 2

KELOMPOK TUTORIAL 3

Fasilitator :

Dr. drg. Dhona Apriza, M.Biomed

Disusun Oleh :

KELOMPOK 3

Ketua : Jihan Al Munawarah (2010070110090)

Sekretaris : Ghea Augesta Amanda (2010070110070)

1. Fadila Reza Putri (2010070110008)


2. Alvi Yusra (2010070110009)
3. Haifa Apiska Putri (2010070110017)
4. Radha Mekar Sari (2010070110050)
5. Nia Rizki Amida (2010070110057)
6. Haifa Khairunnisa Amanda (2010070110062)
7. Andhini Nadilah Putri (2010070110068)
8. Arivi Lathifah Maharani (2010070110079)
9. Ayu Wulandari (2010070110082)
10. Siti Nurhaliza (2010070110095)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha Pengasih lagi Maha
penyayang kami ucapkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya yang telah mel
ipahkan Rahmat Hidayah, dan Inayah-Nya kepada kami. Sholawatan beririn
gkan salam tak lupa kami sanjungkan untuk nabi besar Muhammad SAW ya
ng telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang penuh ilm
u pengetahuan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Beda
h Preprostetik”.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan


bantuan dari berbagai pihak, terutama Dr. drg. Dhona Apriza, M.Biomed
sebagai dosen pembimbing sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih


ada kekurangan, baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa. Oleh
karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik
dari dosen pembimbing agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata, penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada


semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, kami
berharap semoga makalah ilmiah Skenario 2 Blok VI.3 tentang
“ELDERLY“ ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap
pembaca.

Padang, 11 Mei 2023

2
Kelompok Tutor 3

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2

DAFTAR ISI.............................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4

1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................

1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................

2.1 Klarifikasi Istilah....................................................................................................................

2.2 Menetapkan permasalahan.....................................................................................................

2.3 Curah pendapat.......................................................................................................................

2.4 Menganalisis permasalahan.................................................................................................

2.5 Tujuan Pembelajaran............................................................................................................

2.6 Belajar Mandiri....................................................................................................................

2.7 Melaporkan Hasil Belajar Mandiri.......................................................................................

BAB III PENUTUP................................................................................................................18

3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................19

4
5

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembuatan gigi tiruan untuk pasien lanjut usia terdapat banyak kendala seperti terjadinya
resorbsi tulang alveolar. Faktor-faktor yang mempengaruhi resorbsi tulang alveolar yaitu,
faktor anatomi, faktor metabolisme, faktor fungsional, dan faktor prostetik. Resorbsi alveolar
ridge pada rahang atas dan rahang bawah pada edentulous akan menyebabkan berubahnya
bentuk dari residual ridge. Resorbsi paing besar terjadi pada enam bulan pertama sesudah
pencabutan gigi anterior atas dan bawah. Kemudia sesudah 3 tahun, resorbsi sangat kecil dan
semakin lama menyebabkan perubahan bentuk residual ridge yang semula normal menjadi
flat ridge dan flabby ridge (Puspitadewi, 2015)

Pada kasus resorbsi tulang alveolar untuk rahang atas dan bawah mengalami tingkat
resorbsi yang berbeda. Pada dasarnya pada rahang bawah mengalami tingkar resorbsi yang
lebih besar dari pada rahang atas. Sehingga pada rahang bawah yang mengalami resorbsi
yang berat akan menyebabkan meningkatnya ruang antar lengkung rahang. Sedangkan pada
rahang atas pasien edentulous penuh, di bagian anterior sering terjadi flabby tissue. Flabby
tissue adalah keadaan dimana mukosa alveolar yang menutupi ridge pada psien gigi tiruan
penuh memiliki resorbsi alveolar ridge yag berat, mukosanya tidak memiliki dukungan tulang
dna menjadi longgar.

Pada pasien yang edentulous penggunaan sendok cetak biasa dirasa kurang
memberikan ketepatan dalam hasil cetakan. Maka dari itu di perlukan pembuatan sendok
cetak perorangan untuk menghasilkan cetakan yang akurat. Sendok cetak perorangan adalah
sebuah metode yang dibutuhkan untuk teknik pencetakan sehingga menghasilkan setakan
yang akurat. Sendok cetak peroerangan dibuat disesuaikan tiap individu, sehingga dapat
mengendalikan jaringan lunak disekitar cetakan. Sehingga nantinya akan didapatkan gigi
tiruan lengkap yang bagus, relatif dan stabil.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana penanganan flabby pada khasus diskenario?
2. Apakah riwayat hipertensi memengaruhi bedah prepostetik?
3. Apa alasan pasien dirujuk ke bedah prepostetik, dan apa kelebihan dan kekurangan
bedah prepostetik?
6

4. Apa diagnosis kasus diskenario?


5. Bagaimana cara pemeriksaan agar kita mengetahui ada TMD pada seseorang?
6. Apakah ada hubungan gangguan sendi rahang terhadap pemakaian gigi tiruan?
7. Apa yang menyebabkan pasien sulit mengunyah terjadi nyeri, dan berbunyi klik pada
saat membuka tutup mulut?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang pemeriksaan terkait skenario
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang diagnosis terkait khasus
diskenario
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang rencana perawatan bedah
prepostetik terkait skenario
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang rencana perawatan akhir
(Pembuatan GTL)
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang pencetakan anatomis dan
fisologis
5

BAB II
PEMBAHASAN

SKENARIO 2
Bedah Prepostetik
Putra mahasiswa co-ass bagian prostodonsia, akan melakukan pemeriksaan untuk
pembuatan gigi tiruan lengkap pada pasien perempuan usia 65 tahun. Pasien mengeluhkan
sulit mengunyah karena terasa sakit pada rahang bawah yang ditutup gigi palsu, dan akhir -
akhir ini merasakan nyeri dan bunyi klik pada sendi rahangnya saat buka tutup mulut. Pasien
memiliki riwayat hipertensi. Putra melakukan pemeriksaan dengan menanyakan riwayat
medis tentang gangguan rahang sendi pada pasien. Dilanjutkan pemeriksaan ekstra oral pada
wajah, bibir, serta pemeriksaan sendi rahang, untuk range of motion, didapatkan jarak
mandibula dan maksila sebesar 30 mm karena tidak bisa membuka mulut lebar, palpasi terasa
nyeri dan kliking. Pemeriksaan intra oral edentulous RA dan posterior RB, gigi 43, 31, 32
sisa akar, resorpsi menyeluruh pada ridge alveolar rahang bawah, jaringan flabby pada
anterior RA, palpasi pada ridge alveolar regio 33 & 34 terasa tonjolan keras dan sakit,
vestibulum labial mandibula terlihat dangkal dan ujung lidah dalam posisi istirahat terletak di
permukaan lingual processus alveolaris rahang bawah. Putra melakukan pemeriksaan semua
jaringan rongga mulut yang berkaitan dengan konstruksi GTL. Putra menjelaskan diagnosis
dan rencana perawatan yang akan dilakukan. Bahwa sebelum pembuatan gigi tiruan lengkap,
pasien dirujuk ke bedah mulut untuk ekstraksi dan bedah prepostetik. Pada kunjungan
berikutnya baru dilakukan pembuatan gigi tiruan lengkap dengan melakukan pembuatan gigi
tiruan lengkap dengan melakukan dua kali pencetakan menggunakan alat dan bahan yang
berbeda agar didapatkan model kerja yang akurat.

2.1 Klarifikasi Istilah


⮚ Range of motion
Merupakan pengukuran pembukaan mulut dengan keterbatasan untuk melakukan
pergerakan maksimal TMJ dari suatu mandibula.
⮚ Kontruksi GTL
Perbaikan gigi tiruan lengkap pasien untuk mengembalikan fungsi pengunyahan,
bicara, dan estetik.
⮚ Bedah proprostetik
6

Bagian dari bedah mulut dan maksilofasial yang bertujuan untuk membentuk jaringan
yang seoptimal mungkin sebagai dasar dari suatu protesa.
⮚ Jaringan flabby
Merupakan jaringan lunak dengan pergerakan tinggi di daerah permukaan tulang
alveolar rahang atas ataupun rahang bawah.
2.2 Menetapkan permasalahan
1. Bagaimana penanganan flabby pada khasus diskenario?
2. Apakah riwayat hipertensi memengaruhi bedah prepostetik?
3. Apa alasan pasien dirujuk ke bedah prepostetik, dan apa kelebihan dan kekurangan
bedah prepostetik?
4. Apa diagnosis kasus diskenario?
5. Bagaimana cara pemeriksaan agar kita mengetahui ada TMD pada seseorang?
6. Apakah ada hubungan gangguan sendi rahang terhadap pemakaian gigi tiruan?
7. Apa yang menyebabkan pasien sulit mengunyah terjadi nyeri, dan berbunyi klik pada
saat membuka tutup mulut?
2.3 Curah pendapat
1. Bagaimana penanganan flabby pada khasus diskenario?
Secara umum, ada tiga cara penanganan flabby, yaitu
● Pembedahan
Pembuangan jaringan flabby dengan pembedahan yaitu memiliki keuntungan
dengan cara dapat menciptakan daerah jaringan pendukung yang baik,
sehingga dapat meningkatkan stabilitas gigitiruan. Akan tetapi, pilihan
perawatan dengan pembedahan, harus mempertimbangkan kesehatan umum
pasien, terutama pasien usia lanjut dengan berbagai penyakit sistemik, seperti
hipertensi pada skenario. Kontraindikasi perawatan dengan pembedahan ini
adalah sisa tulang alveolar yang sedikit atau tidak ada sama sekali.
Jadi terkait skenario, maka jaringan flabby bisa dilakukan dengan pembedahan
karena akan menjadi bantalan untuk gigi tiruan nantinya
● Gigi tiruan dukungan implan
Dapat melalui gigitiruan cekat maupun overdenture dukungan implan.
Gigitiruan jenis ini memberikan keuntungan lebih terhadap masalah-masalah
yang terjadi dengan cara pembuatan konvensional. Alternatif ini dapat
meningkatkan stabilitas, retensi dan fungsi dalam mulut. Bila dibandingkan
7

overdenture dukungan implan terhadap gigitiruan cekat, overdenture lebih


ekonomis dan pembedahan biasanya lebih mudah karena dibutuhkan jumlah
implan yang lebih sedikit.
● Cara konvensional tanpa pembedahan
Jaringan lunak yang bergerak pada saat pencetakan cenderung tertekan dan ke
mbali ke bentuk asal, sehingga pembuatan gigitiruan penuh dengan pencetaka
n seperti ini tidak akan berkontak akurat pada jaringan lunak yang bergerak.
Hal ini menyebabkan kehilangan retensi, stabilitas, ketidaknyaman dan
ketidakharmonisan oklusal gigitiruan.
2. Apakah riwayat hipertensi memengaruhi bedah prepostetik?
Iya berpengaruh,kondisi hipertensi dapat mempengaruhi prosedur operasi yang akan
dijalani oleh pasien, hal ini karena beberapa obat anestesi dapat menurunkan tekanan
darah selama proses pembiusan, maka itulah harus dipehatikan ada tidaknya obat anti
hipertensi yang sedang dikonsumsi oleh pasien agar tidak terjadi penurunan tekanan
darah secara berlebihan akibat pengaruh obat anti hipertensi dan juga obat anestesi
yang diberikan. Sebab kondisi turunnya tekanan darah secara berlebihan justru akan
menjadi masalah baru, terutama apabila operasi sedang berlangsung.Selain itu adanya
hipertensi juga berkaitan dengan berbagai komplikasi yang mungkin dialami oleh
penderia hipetensi, seperti misalnya gangguan fungsi ginjal, gangguan funsi liver
(hati), gangguan jantung, dan bahkan adanya perubahan tekanan di otak. Sehingga
perlu dipertimbangkan obat anestesi golongan apakah yang jauh lebih aman diberikan
pada pasien dengan kondisi medis tersebut. Sehingga risiko gangguan kesehatan yang
baru bisa diminimalisir.
3. Apa alasan pasien dirujuk ke bedah prepostetik, dan apa kelebihan dan kekurangan
bedah prepostetik?
Tujuan pasien dirujuk ke bedah prepostetik terlebih dahulu adalah untuk dilakukan
pembedahan terkait kasus yang dialaminya karena nanti bisa berpengaruh terhadap
retensi dan stabilisasi atau dukungan protesa gigi tiruannya, mengembalikan fungsi
pengunyahan, bica penelanan dan estetik.
Kelebihan bedah prepostetik : Hasilnya langsung terlihat pasca bedah,bedah ini
biasanya untuk preparasi rahang untuk tujuan prostetik yaitu untuk memperkuat
stabilitas dan retensi gigi tiruan, Menghilangkan alveolar ridge yang runcing
8

Kekurangan bedah prepostetik : Pasien usia lanjut karena tulang mengalami


resorbsi, bila dilakukan pembedahan harus hati-hati. Lalu untuk pasien dengan
kelainan psikologis: depresi, bingung, dan belum siap menggunakan gigi palsu.
4. Apa diagnosis kasus diskenario?
Diagnosis kasus: Edentolus rahang atas dan bawah klas II di dengan TMD tipe 2
disertai flabby pada anterior RA dan eksostosis pada regio 33 dan 34.
5. Bagaimana cara pemeriksaan agar kita mengetahui ada TMD pada seseorang?
Gangguan sendi temporomandibular yang biasa disebut TMD dapat didiagnosa
dengan menggunakan beberapa pemeriksaan seperti:
● Inspection (Bilateral).
Pada saat inspeksi dapat diperhatikan adanya pembengkakan,
deformasi ,deviasi pada dagu dan kondisi gigi-geligi.
● Palpation (Bilateral).
Palpasi dapat dilakukan pada area sendi temporomandibular yaitu di anterior
tragus. Palpasi TMJ dan otot dilakukan untuk mengetahui adanya rasa sakit
dan abnormalitas pada saat TMJ dalam kondisi statis dan kondisi bergerak.
Pergerakan kondilus yang asimetri dapat dirasakan saat palpasi dilakukan
ketika pasien diintruksikan untuk membukan dan menutup mulut.
Cara 1 dengan palpasi bimanual pada area depan telinga kanan dan kiri
selanjutnya instruksikan pasien untuk membuka dan menutup mulut, periksa
kelancaran pergerakan TMJ.
Cara 2 masukkan jari kelingking pada Meatus akustikus (telinga) pada kanan
dan kiri selanjutnya instruksikan untuk membuka dan menutup mulut.
● TMJ Sounds (Auskultasi)
Auskultasi stetoskop padaTMJ untuk mendengarkan suara yang tidak normal
saat pembukaan dan penutupan mandibula (cliking, crepitus, popping).
Kliking yang terjadi pada awal fase membuka mulut menunjukkan dislokasi
discus ke antrior ringan, sedangkan kliking yang terjadi atau timbul lebih
lambat berkaitan dengan kelainan meniscus.
● Range of Motion of Mandible.
Pengukuran pembukaan mandibula maksimum. Trismus terjadi apabila ada
keterbatasan pembukaan mulut yang kurang dari normal.
6. Apakah ada hubungan gangguan sendi rahang terhadap pemakaian gigi tiruan?
9

Ada, karena pada saat memakai gigi tiruan akan terjadi trauma oklusi jika gigi tiruan
yang dipakai pasien tidak pas atau tidak sesuai dengan kondisi mulutnya, yang lama
kelamaan akan berdampak pada terjadi TMD karena pada ia saat melakukan
pengunyahan, penelanan dan bicara sendi rahangnya akan tidak sesuai bergerak
dengan gerakan yang seharusnya terjadi. Disharmoni relasi rahang atas dan bawah
dapat menyebabkan timbulnya kelainan pada persendian temporomandibular.
7. Apa yang menyebabkan pasien sulit mengunyah terjadi nyeri, dan berbunyi klik pada
saat membuka tutup mulut?
Karena pasien diskenario memiliki diagnosis salah satunya yaitu gangguan pada sendi
rahangnya Kelainan Sendi Rahangnya yaitu Temporo Mandibular Disorder (TMD)
dimana akan disfungsi komponen pengunyahan atau mastikasi yang terdiri dari otot,
tulang, persendian temporo mandibular sera persarafan.
Gejala dari kelainan sendi rahang dapat beragam antara lain :
- Sakit pada area sendi, bukan mulut yang terbatas, rahang yang mudah terkunci, serta
adanya deviasi maupun defleksi gerakan rahang.
- Kesulitan mengunyah
- Sakit gigi
- Sakit kepala
- Sakit pada area wajah
- Bunyi sendi (click/crack)
- Telinga berdenging (tinitus aurium)
10

2.4 Menganalisis permasalahan

Bedah
Prepostetik

Pasien berusia 65 tahun perempuan

Pemeriksaan Diagnosis Rencana Perawatan

Awal Akhir

Bedah GTL
Prepostetik

Pencetak
Indikasi dan an
Prosedur
Kontraindikasi

Anatomis Fisiologis

2.5 Tujuan Pembelajaran


1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang pemeriksaan terkait skenario
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang diagnosis terkait khasus
diskenario
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang rencana perawatan bedah
prepostetik terkait skenario
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang rencana perawatan akhir
(Pembuatan GTL)
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang pencetakan anatomis dan
fisologis
11

2.6 Belajar Mandiri


Dalam step ini kami melakukan belajar mandiri , yaitu dengan mencari berbagai
Literature yang berhubungan dengan tujuan pembelajaran baik dari internet, buku,
artikel, maupun dari pakarnya langsung.

2.7 Melaporkan Hasil Belajar Mandiri


1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang pemeriksaan terkait skenario

1. Pemeriksaan Subjektif

Pada pemeriksaan ini dilakukan pengumpulan informasi sebanyak-banyaknya


mengenai keluhan penderita yang disebut juga anamnesis.

Anamnesis meliputi :

a. Identitas Penderita : Nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, alamat dan nomor
telepon yang dapat dihubungi.

b. Keluhan yang diderita saat ini

 Apa yang dirasakan?


 Kapan kelainan tersebut timbul?
 Dimana lokasi kelainan/lesi tersebut (semakin membesar, semakin sakit, dll)

c. Riwayat kesehatan umum

Ada 4 pertanyaan umum mengenai rwiayat Kesehatan umum kepada pasien yaitu:

 Apakah seebelumnya pasien pernah ke dokter umum atau pernah dirawat di


rumah sakit?
 Apakah pasien ada mengonsumsi obat-obatan
 Apakah terdapat gejala-gejala penyakit pada pasien
 Menyebutkan diagnose langsung kepada pasien dengan menggunakan Bahasa
awam

d. Riwayat kesehatan gigi sebelumnya

Pada pasien edentulous tanyakan kepada pasien

 Kapan terakhir cabut gigi


 Apakah sudah pernah kedokter gigi
12

 Sering/tidak ke dokter gigi

e. Riwayat keluarga :

Faktor keturunan seperti kanker, stomatitis aftosa rekuren, penyakit sistemik tertentu,
dan lain- lain yang berpeluang menurun kepada genetik selanjutnya.

f. Riwayat sosial :

Untuk melihat profil kehidupan penderita sehari-hari, seperti kebiasaan makan,


kebiasaan merokok , atau kebiasaan buruk lainnya yang mungkin dapat mempunyai
hubungan dengan terjadinya kelainan/lesi pada penderita.

2. Pemeriksaan Objektif

Pemeriksaan objektif, dibagi menjadi dua :

a. Pemeriksaan ekstra oral: kepala, muka, leher, mata, bibir, kelenjar liur,
temporomandibular joint, otot-otot ekstra oral ini, yang perlu diamati: apakah
ada perubahan warna, tekstur, pembengkakan, kelainan/lesi dan rasa sakit
pada tempat-tempat tersebut.
1. Pemeriksaan kepala,muka dan wajah
 Profil wajah

 Kesimetrisan wajah

2. Pemeriksaan kelenjar liur


13

3. Gangguan sendi temporomandibular dapat didiagnosa dengan menggunakan


beberapa pemeriksaan seperti:
1. Inspection (Bilateral).

Pada saat inspeksi dapat diperhatikan adanya pembengkakan, deformasi ,deviasi pada
dagu dan kondisi gigi-geligi. Pembengkakan dapat terjadi karena adanya inflamasi
sendi. Kehilangan gigi merupakan beberapa kondisi gigi-geligi yang dapat mengawali
adanya gangguan sendi temporomandibular

2. Palpation (Bilateral).

Palpasi dapat dilakukan perabaan pada area sendi temporomandibular yaitu di


anterior tragus. Palpasi TMJ dan otot dilakukan untuk mengetahui adanya rasa sakit
dan abnormalitas pada saat TMJ dalam kondisi statis dan kondisi bergerak.
Pergerakan kondilus yang asimetri dapat dirasakan saat palpasi dilakukan ketika
pasien diintruksikan untuk membukan dan menutup mulut.

3. TMJ Sounds.
14

Auskultasi stetoskop padaTMJ untuk mendengarkan suara yang tidak normal saat
pembukaan dan penutupan mandibula (cliking, crepitus, popping). Kliking yang
terjadi pada awal fase membuka mulut menunjukkan dislokasi discus ke antrior
ringan, sedangkan kliking yang terjadi atau timbul lebih lambat berkaitan dengan
kelainan meniscus. Krepitus sendi ditunjukkan melalui bunyi kemeretak atau
mencericit yang lebih sering timbul saat translasi. Perforasi perlekatan discus posterio
r juga berkaitan dengan krepitus sendi

4. Range of Motion of Mandible.

Pengukuran pembukaan mandibula maksimum. Trismus terjadi apabila ada


keterbatasan pembukaan mulut yang kurang dari normal.

b. Pemeriksaan intra oral meliputi: mukosa pipi, mukosaibir, lidah, dasar mulut,
punggung dan dasar lidah, palatum keras dan lunak, fausea, kelenjar liur, aliran saliva,
gingival, dan gigi-geligi. Dengan cara mengistruksikan penderita untuk membuka
mulut dan melepaskan denture (bila ada), raba dengan cara palpasi dan kemudian
catat semua perubahan mukosamulut dalam hal : warna,ukuran (adanya
pembengkakan), tekstur, kekenyalan, dan adanya lesi.

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan radiografi dan pemeriksaan laboratorium dapat dijadikan sebagai pendukung


dalam menegakkan diagnosis apabila pemeriksaan subjektif dan pemeriksaan objektif kurang
memberi gambaran diagnosis, selain itu pemeriksaan radiografi berfungsi untuk mengetahui
kualitas keseluruhan dari tulang alveolar dan untuk melihat adanya sisa akar gigi atau
kelainan patologi yang lain (seperti kista rahang).
15

2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang diagnosis terkait khasus


diskenario

Diagnosis kasus: Edentolus rahang atas dan bawah klas II di dengan TMD tipe 2 disertai
flabby pada anterior RA dan eksostosis pada regio 33 dan 34.
a. Edentulous

Edentulous (kehilangan gigi sebagian atau seluruhnya) merupakan indikator kesehatan mulut
dari suatu populasi. Hal ini merupakan cerminan keberhasilan berbagai pencegahan dan
pengobatan yang diberlakukan oleh suatu pelayanan kesehatan. Banyak pasien menganggap
edentulous sebagai sebuah alasan untuk mendapat perawatan gigi. Weintraub dan Burt
menyatakan bahwa kelompok sosio-ekonomi yang lebih rendah mengalami edentulous dalam
tingkat yang lebih tinggi daripada kelompok sosio-ekonomi yang lebih tinggi .

Klasifikasi edentulos pada gigi tiruan lengkap

Klas 1 : pada klas I biasanya mempunyai prognosis yang baik untuk keberhasilan pembuatan
GTL konvensional. Tinggi linggir sisa lebih kurang 21 mm atau jarak antara mandibula
dengan maksila kecil, relasi maksila denga mandibula klas 1 sejajar atau lurus.
16

Klas II : klasifikasi ini dibedakan dengan penurunan fisik dari dukungan gigi tiruan dan
ditambah dengan karektristik interistuk penyakit sistemik. Faktor lokal terjadi pada jaringan
lunak dan managemen atau pertimbangan penampilan. Karekteristik klas ini dengan tinggi
linggir sisa 16-20 mm, relasi mandibula dan maksila klas I, morfologi linggir sisa dapat
menahan basis bergerak vertikal dan horizontal.

Klas III : klasifikasi ini mempunyai karakteristik dengan maleakukan bodah untuk
mendapatkan dukungan pada gigi tiruan sehingga mendapat funsgi yang baik. Tinggi tulang
11-15 mm terhadap tinggi vertikal mandibula, relasi rahang klas I,II,III, morfologi residual
rigde memberikan pengaruh kecil menahan gerakan horizontal atau vertikal dari basis gigi
tiruan. Perlekatan otot berpengaruh terhadap retensi dan stabilisai gigi tiruan
17

Klas IV : pada klasifikasi ini dilakukan surgical rekonstrusi tapi tidak selalu dilakukan
dengan memperhatikan kesehatan pasien, riwayat perawatan gigi sebelum dan beberapa
pertimbangan pada pasien. Tulang sisa kurang dari tinggi vertikal mandibula, relasi rahang
klas I,II,III, residual tidak dapat menahan gerakan horizontal atau vertikal, perlekatan otot
dapat mempengaruhi retensi dan stabilisasi basis gigi tiruan.

b. Eksostosis

Eksostosis adalah pertumbuhan benigna atau tumor jinak jaringan tulang yang keluar dari
permukaan tulang. Umumnya keadaan ini ditandai dengan tertutupnya tonjolan tersebut oleh
kartilago. Penonjolan di daerah medianline rahang atas disebut torus palatinus sedangkan
penonjolan dilateral rahang bawah disebut torus mandibularis.

Sampai saat ini patogenesis eksostosis masih belum jelas, tetapi dapat dipengaruhi faktor
genetik misalnya umur dan jenis kelamin atau faktor lingkungan misalnya trauma setelah
pencabutan gigi dan tekanan kunyah. Penonjolan tulang berhubungan dengan meningkatnya
umur dan jenis kelamin, hal ini bisa dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Aree
Jainkittivong dkk.

c. Temporomandibular Disorder

Adalah suatu keadaan tidak normal pada sendi temporomandibular, otot pengunyahan,
dan struktur yang terkait. Pasien yang mengalami TMD biasanya mengeluhkan lebih dari satu
gejala dan tanda beberapa diantaranya adalah keterbatasan gerak rahang, terganggunya fungsi
sendi (clicking, krepitasi, dan deviasi sewaktu membuka mulut), nyeri otot, nyeri sendi nyeri
18

wajah, dan nyeri sewaktu membuka mandibula. Adapun penyebab terbanyak yang dapat
menimbulkan TMD seperti kehilangan gigi, kebiasaan buruk (bruxism, mengunyah pada satu
sisi, dan bertopang dagu pada sebelah sisi).

Klasifikasi TMD dibagi menjadi tiga secara umum, yaitu :

1. Deanragement kompleks diskus kondil 

a. Perpindahan diskus artikularis

b. Dislokasi diskus disertai dengan reduksi

c. Dislokasi diskus tanpa disertai reduksi.

2. Ketidaksesuaian struktural pada permukaan artikular

a. Deviasi (penyimpangan dalam bentuk) 

 Diskus

 Kondilus

 Fossa

b. Adhesi

c. Subluksasi (hypermobility)

d. Dislokasi spontan

e. Gangguan peradangan pada TMJ 

 Synovitis/capsulitis

 Retrodiscitis

 Arthritidies

 Osteoarthritis

 Osteoarthrosis

 Polyarthitides

f. Gangguan inflamasi pada struktur terkait 

 Tendonitis temporal
19

 Peradangan ligament stylomandibular

3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang rencana perawatan bedah


prepostetik terkait skenario

Bedah preprostetik adalah bagian dari bedah mulut dan maksilofasial yang
bertujuan untuk membentuk jaringan keras dan jaringan lunak yang seoptimal mungkin
sebagai dasar dari suatu protesa. Meliputi teknik pencabutan sederhana dan persiapan
mulut untuk pembuatan protesa sampai dengan pencangkokan tulang dan implan
alloplastik. Bedah preprostetik lebih ditujukan untuk modifikasi bedah pada tulang
alveolar dan jaringan sekitarnya untuk memudahkan pembuatan dental prothesa yang
baik, nyaman dan estetis.Ketika gigi geligi asli hilang, perubahan akan terjadi pada alveolus
dan jaringan lunak sekitarnya. Beberapa dari perubahan ini akan mengganggu
kenyamanan pembuatan gigi tiruan.

Bedah preprostetik dilakukan untuk menyiapkan baik jaringan lunak maupun jaringan
keras sebelum dilakukan pembuatan gigi tiruan untuk menunjang stabilisasi, retensi,
kenyamanan dan estetika. Beberapa jenis tindakan yang dapat dilakukan dalam bedah
preprostetik seperti bedah jaringan lunak, vestibuloplasty, frenektomi, alveoplasty, alveolar
augmentasi, oral tori dapat dipertimbangkan dilakukan untuk hasil yang optimal pada
pembuatan gigi tiruan yang ideal.

Tujuan dari bedah preprostetik adalah untuk menyiapkan jaringan lunak dan jaringan
keras dari rahang untuk suatu protesa yang nyaman yang akan mengembalikan fungsi oral,
bentuk wajah dan estetis. Tujuan dari bedah preprostetik membantu untuk : Mengembalikan
fungsi rahang ( seperti fungsi pengunyahan, berbicara, menelan) Memelihara atau
memperbaiki struktur rahang Memperbaiki rasa kenyamanan pasien Memperbaiki estetis
wajah Mengurangi rasa sakit dan rasa tidak menyenangkan yang timbul dari pemasangan
protesa yang menyakitkan dengan memodifikasi bedah pada daerah yang mendukung
prothesa memulihkan daerah yang mendukung prothesa pada pasien dimana terdapat
kehilangan tulang alveolar yang banyak.

Merujuk pasien ke bagian internis karena pasien menderita penyakit sistemik yaitu
hipertensi. Selanjutnya rencana perawatan awal melakukan ekstraksi terlebih dahulu pada
gigi 43, 31, 32 yang radix. Karena ridge alveolar pada rahang bawah rendah dilakukan
tindakan vestibuloplasti untuk meninggikan ridge alveolar. Lalu dapat dilakukan
alveolektomi pada gigi 33 dan 34 karena adanya tonjolan yang keras dan sakit. Dilanjutkan
20

dengan pengecekan kondisi pasien apabila kondisi pasien baik dilanjutkan dengan melakukan
pencetak menggunakan model anatomis. Pada jaringan flaby melakukan tindakan fungsional
kompleks denture dengan teknik pencetakan modifikasi tanpa pembedahan. Vestibulum
dalam dibuatkan sayap gigi tiruan yang lebih panjang untuk menigkatkan retensi.

4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang rencana perawatan akhir


(Pembuatan GTL)

Indikasi pembuatan gigi tiruan lengkap adalah :

● Individu yang seluruh giginya telah tanggal atau dicabut.

● Individu yang masih punya beberapa gigi yang harus dicabut karena
kesehatan/kerusakan gigi yang masih ada tidak mungkin diperbaiki.

● Bila dibuatkan GTS gigi yang masih ada akan mengganggu keberhasilannya.

● Kondisi umum dan kondisi mulut sehat.

● Ada persetujuan mengenai waktu, biaya dan prognosa yang akan diperoleh

Kontraindikasi pembuatan gigi tiruan lengkap adalah :

● Penderita dengan kelainan sistemik yang tidak terkontrol

● Penyakit-penyakit atrofi pada tulang rahang

● Pasien usia lanjut karena tulang mengalami resorpsi. Bila dilakukan pembedahan
harus hati – hati.

● Kelainan psikologis: depresi, bingung, dan belum siap menggunakan gigi palsu
(Bhuskute & K Shet, 2019)

5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang pencetakan anatomis dan fisologis

1. Pencetakan Anatomis

Pencetakan anatomis dilakukan dengan menggunakan bahan cetak alginate dan cetakan diisi
gips tipe III untuk mendapatkan model anatomi dengan teknik mukostatis/sedikit atau
minimal tekanan. Tujuan dari pencetakan anatomis adalah untuk pembuatan model studi.
Model studi digunakan sebagai model diagnostik, dan selanjutnya akan dibuatkan sendok
cetak fisiologis untuk membuat model kerja Alat yang digunakan dalam pencetakan anatomis
adalah rubber bowl, spatula, alat diagnostik, sendok takar, gelas ukur, sendok cetak anatomis
21

(Siregar and Dahar 2019). Posisi Penderita dan Operator saat Mencetak Rahang Atas dan
Rahang Bawah

a. Atur posisi penderita pada kursi dental unit. Penderita duduk dalam posisi tegak dengan
sandaran kepala sejajar dengan tubuh penderita. Lap dada dipasang supaya baju penderita
tidak kotor.

b. Atur ketinggian kursi dental unit. Posisikan kursi dental unit penderita supaya saat
mencetak RB, mulut penderita sejajar dengan bahu operator dan saat mencetak RA, mulut
penderita sejajar dengan siku operator.

c. Tentukan ukuran sendok cetak yang sesuai dengan besar lengkung RA dan RB penderita
dengan cara mencobakan ke pasien berbagai macam ukuran sendok cetak yang akan
digunakan.

d. Posisi operator saat mencetak RA yaitu berdiri sedikit di belakang dan sisi kanan penderita
sehingga operator dapat mengontrol sendok cetak dan menempatkannya tepat di bagian
tengah rongga mulut dan tangkai sendok cetak segaris dengan hidung pasien atau garis
median wajah.

e. Saat mencetak RB, operator berdiri di depan dan sisi kanan penderita.

Pada rahang atas, sendok cetak harus menutupi hingga pterygomaxillary notches/hamular
notch dan garis vibrasi palatum lunak (AH Line) serta meluas ke vestibulum fasial.
Sedangkan untuk rahang bawah, sendok cetak harus menutupi permukaan retromolar pads,
buccal shelf dan seluruh residual alveolar ridge serta melas ke vestibulum lingual. Bertujuan
agar didapatkan perluasan basis dan sayap gigi tiruan yang seluas mungkin sehingga
distribusi beban yang diterima oleh gigi tiruan dapat merata.
22

Stock tray

a. Operator terlebih dahulu memakai masker, mencuci tangan 6 langkah menurut WHO dan
menggunakan handscoon

b. Tentukan ukuran sendok cetak RA dan RB yang akan digunakan untuk mencetak, sesuai
dengan besar lengkung rahang pasien

c. Manipulasi material cetak dengan cara mencampur bubuk bahan cetak alginat (takaran
bubuk sesuai ketentuan pabrik 1: 1) tersebut ke dalam mangkuk karet berisi air (takaran
liquid sesuai ketentuan pabrik) dan adonan tersebut diaduk sambil ditekan ke tepi mangkuk
karet hingga homogen. Perhatikan working time dan setting time bahan cetak (sesuai aturan
pabrik)

d. Letakkan adonan bahan cetak ke dalam sendok cetak untuk rahang atas dari bagian
palatum, kemudian di ratakan ke samping kiri dan kanan. Sedangkan untuk rahang bawah
bahan cetak di letakkan pada bagian anterior kemudian di ratakan ke bagian posterior kir dan
kanan. Lalu lakukan pencetakan pada RA/RB. Gunakan kaca mulut untuk meretraksi bibir
dan pipi model rahang.

e. Saat mencetak RB, instruksikan pasien untuk : mengangkat lidahnya dan menyentuhkan
ujung lidah pada palatum sesaat setelah sendok cetak dimasukkan dalam mulut. Kemudian
pasien diminta untuk menjulurkan lidahnya. Hal ini dilakukan agar didapatkan hasil cetakan
yang meluas di daerah lingual hingga ke retromylohyoid dan menentukan posisi frenulum
lingualis pasien.
23

f. Instruksi pada pasien saat mencetak RA : yaitu bernafas melalui hidung sehingga refleks
untuk muntah berkurang.

g. Setelah adonan mengeras, lepaskan sendok cetak dari mulut pasien. Cuci bersih pada air
mengalir untuk menghilangkan kotoran / saliva yang menempel.

h. Amati hasil cetakan anatomis, lihat porositas, robekan, dan detail cetakan, apakah ada
landmark anatomi yang tidak tercetak ( terutama pada denture-bearing area ). Detail hasil
cetakan haruslah akurat dan tidak robek

2. Pembuatan sendok cetak fisiologis

Model dilakukan pembuatan outline sendok cetak. Batas akhir sendok cetak berada 2 mm
diatas forniks untuk mempersiapkan tempat bahan modelling compound (green stick
compound) pada saat muscle trimming. Sendok cetak fisiologis untuk rahang bawah didesain
dengan perluasan ke arah fossa retromylohyoid. Pembuatan spacer dari wax dan pembuatan
stopper. Bahan sendok cetak dibuat dari bahan resin akrilik swapolimerisasi. Sendok cetak
fisiologis diuji coba terlebih dahulu ke rongga mulut pasien untuk membebaskan daerah
bergerak. Modelling compound (green kerr) dilekatkan pada tepi sendok cetak yang
dipanaskan dengan bunsen lalu dicelupkan ke dalam air supaya tidak terlalu panas ketika
dimasukkan ke dalam mulut. Muscle trimming dilakukan regio per regio. Muscle trimming
adalah proses yang dilakukan untuk mendapatkan batasan anatomi struktur pembatas gigi
tiruan lebih akurat. Sebelum melakukan muscle trimming tepi sendok cetak dikurangi lebih
pendek ± 1-2 mm dari batas tepi jaringan yang harus dicetak.

Pencetakan fisiologis

Pencetakan fisiologis pada kasus ini dengan teknik mukokompresi menggunakan bahan cetak
elastomer monophase. Pencetakan ini bertujuan untuk mendapatkan model kerja. Sebelum
pencetakan, spacer dilepaskan dari sendok cetak kemudian dilakukan pembuatan lubang
retensi pada sendok cetak selanjutnya dilakukan pencetakan fisiologis.
24

Pencetakan fisiologis atau secondary impression, pada pencetakan fisiologis ini


menggunakan teknik selective pressure impression. Model studi yang dibuat dengan teknik
pencetakan mukostatik pada daerah jaringan flabby di-block dengan wax. Dibuat sendok
cetak individual, daerah yang mengenai jaringan flabby dibuat lubang-lubang agar bahan
cetak yang berlebihan dapat mengalir keluar. Bahan cetak silicone rubber diletakkan
menyeluruh pada labiolingual jaringan flabby, kemudian sendok cetak dengan bahan cetak
silicone rubber diletakkan perlahan-lahan pada jaringan flabby dan tekanan hanya
diaplikasikan pada daerah yang stabil juga sekalian membentuk cetakan fungsional, yaitu
menekan hanya pada bagian posterior juga membentuk border molding.

Hasil pencetakan dilakukan beading dan boxing pada sekeliling sendok cetak yang tujuannya
untuk mempertahankan bentuk tepi hasil cetakan yang akan tercatat pada model kerja dan
bentuk tepi hasil cetakan akan direproduksi menjadi bentuk tepi gigi tiruan. Kemudian, utility
wax diletakkan 3 mm di bawah green stick compound, ditutup dengan wax dan diisi dengan
gips tipe IV untuk mendapatkan model fisiologis. Proses pencetakan tidak terlepas
hubungannya dengan rongga mulut pasien.Cetakan yang dihasilkan akan terpapar oleh saliva
dan darah berisi mikroorganisme rongga mulut pasien yang dapat menjadi sumber utama
terjadinya infeksi. Oleh karena itu, desinfeksi cetakan menjadi salah satu cara pengendalian
infeksi yang penting dilakukan dalam prosedur prostodontik.3,5 Berdasarkan anjuran
American Dental Association (ADA), desinfeksi menggunakan larutan desinfektan sebelum
dilakukan pengisian gips di laboratorium sangatlah penting.

Sodium hipoklorit banyak digunakan di bidang kedokteran gigi sebagai bahan desinfektan.
Keuntungan pemakaian sodium hipoklorit sebagai bahan desinfektan adalah kemampuan
spectrum anti-mikrobanya yang luas, aman, tidak meninggalkan residu, beraksi dengan cepat,
harganya murah, mudah diperoleh, dan dapat menyingkirkan organisme dan biofilm pada
permukaan. Sodium hipoklorit yang biasa digunakan untuk desinfeksi cetakan PVS adalah
larutan sodium hipoklorit 0,5% yang dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan
semprotan (spray) dan dengan cara perendaman. Metode perendaman cenderung lebih sering
digunakan pada bahan cetak PVS karena dapat mengenai seluruh permukaan cetakan.
Belakangan ini penggunaan energi microwave untuk desinfeksi hasil cetakan banyak
dilakukan.Microwave adalah suatu alat yang menggunakan radiasi gelombang mikro dengan
frekuensi 2450 MHz. Microwave telah banyak digunakan untuk sterilisasi kaca mulut dan
handpiece, gigi tiruan lepasan, termasuk juga bur yang biasanya sering terkontaminasi
jaringan nekrosis, saliva, darah, dan pathogen lainnya. Energi mikro yang dihasilkan oleh
25

oven microwave rumahan mampu membunuh bakteri, mikrobakteri, virus, dan spora G.
stearothermophilus dalam waktu 60 detik sampai 5 menit.

Adapun alat, bahan serta prosedurnya :

a. Pencetakan Anatomis dilakukan dengan menggunakan bahan cetak alginat dan cetakan
diisi gips tipe III untuk mendapatkan model anatomis. Alat nya yaitu rubber bowl, spatula,
alat diagnostik, sendok takar, gelas ukur, sendok cetak anatomis, dan tambahan bahannya
yaitu air.

b. Pencetakan fisiologis pada kasus ini dengan teknik mukofungsional menggunakan bahan
cetak elastomer monophase. Sebelum pencetakan, spacer dilepaskan dari sendok cetak
kemudian dilakukan pembuatan lubang retensi pada sendok cetak selanjutnya dilakukan
pencetakan fisiologis dengan gips tipe IV untuk mendapatkan model fisiologis.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Gigi tiruan lengkap (GTL) merupakan suatu piranti yang dibuat tidak
hanya untuk menggantikan seluruh gigi yang hilang, beserta jaringan
sekitarnya, akan tetapi juga dapat memperbaiki fungsi kunyah, estetik, serta
fonetik penderita. Pembuatan GTL yang memberi rasa nyaman, fungsi, dan
keselarasan estetika pada pasien secara bersamaan dengan mendapatkan
retensi dan stabilisasi dari GTL merupakan salah satu prosedur yang paling
menantang bagi dokter gigi,khususnya bagi seorang prostodonsia.
Bedah preprostetik yang berhasil bergantung pada evaluasi yang hati-
hati dan rencana perawatan. Bedah merupakan salah satu pertimbangan yang
dapat dijadikan pilihan untuk memperoleh hasil yang optimal pada pembuatan
gigi tiruan yang ideal. Keberhasilan Keberhasilan suatu gigi tiruan sangat
tergantung pada tahap pencetakan, dimana hasil cetakan yang akurat
menghasilkan gigi tiruan dengan adaptasi yang baik.
Tujuan utama mencetak adalah mereproduksi permukaan jaringan yang
akan menyangga gigi tiruan (denture-bearing tissues) sehingga didapatkan
basis gigi tiruan yang mampu beradaptasi secara akurat dengan jaringan
penyangga dan mampu menahan beban (tercapainya support, retensi dan
stabilitas GT yang baik). Salah satu faktor yang mendukung keberhasilan
pembuatan GTL adalah keakuratan dimensi dan detail kontur model studi dan
kerja yang didapat dari pencetakan.

26
DAFTAR PUSTAKA

Alatas. khodijah. 2017. Sikap mental pasien dalam perawatan prostodonti.


Angelia, Veronica., dan Syafriani. (2015). Penatalaksanaan Gigi Tiruan Lengkap Dengan
Linggir Datar dan Hubungan Rahang Klas III Disertai Cerebrovascular Accident
(Laporan Kasus). Jurnal B-Dent. Vol 2 no 1, hal 44-50.
Anita, 2021, Gigi tiruan Sebagian immediate yang memengaruhi estetik dan oklusi, Jurnal
Ilmiah Dan Teknologi FKG UPDM, 17 (2): 49-54.
Bhuskute Medha Vivek, 2019, Preprosthetic surgery: An adjunct to complete denture
therapy, Journal of the International Clinical Dental Research Organization, Vol.
11 (No. 1).
Budijono, Stevanus., dan Supandi, Shafira. (2019). Management of Shallow Vestibule for
Periodontal Preprosthetic: A Case Report. The 4 39 th Periodontics Seminar.
Fitri, Arsmin. (2014). Persiapan Jaringan Periodontal Untuk Perawatan Gigi Tiruan Sebagian
Dan Gigi Tiruan Penuh.
H Koesmaningati, 2014, Mengatasi akibat pemakaian gigi tiruan lama dengan pencetakan
teknik windowing, Makassar Dental Journal .
Medikawaty. Rahmah, Mardiana Andi Adam, 2019, Penatalaksanaan frenektomi dan
depigmentasi gingiva pada pasien preprostetik, Makassar Dental Journal 8 (2).
Myra M. Nurtani, Edy Machmud. 2013. Teknik pencetakan linggir datar dan pencetakan
jaringan flabby menurut metode Kawabe. Vol.2 (No. 5).
Myra M. Nurtani. Edy, 2013. Teknik pencetakan linggir datar dan pencetakan jaringan flabby
menurut metode kawabe. Vol. 2 (No. 5).
Nisa, K. (2017). Menentukan Diagnosa Dan Askep Pada Pasien Hipertensi. Hypertension,
Clinical Manifestations, Investigations, Nursing Care, Medication., 1–9.
Tucker. Basic Preprosthetic Surgery in Peterson et al., 1998, Contemporary Oral and
Maxillofacial Surgery. Philadelphia W.B. Saunders Co.
Witulski, Silke, Thomas J. Vogl, Stefan Rehart, and Peter Ottl, Evaluation of the TMJ by
means of Clinical TMD Examination and MRI Diagnostics in Patients with
Rheumatoid Arthritis, Biomed Res Int, 2014.

27
28

Anda mungkin juga menyukai