MODUL 3
TRAUMA MAKSILOFASIAL
OLEH : KELOMPOK X1
1. Rilda Nada Andita J011171011
2. Zahra Nabilah J011171022
3. Shafira Nurul Khaera J011171033
4. Aulia Rizqi Rahmadiena J011171313
5. Andi Nilla Gading J011171324
6. R. Putra Sanjaya J011171332
7. Meutia Alysha Fauziah Nusaly J011171508
8. Nurfadhilah Saleh J011171519
9. Yunita Indah Sari J011171521
10. Nur Fadhillah Budianto J011171532
11. Aulia Sharira Putri J011171543
12. Fariz Alif Ichsan J11114510
Tutor:
BLOK OROMAKSILOFASIAL 2
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya, serta salam dan shalawat kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta
sahabat dan keluarganya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah modul 4
yang berjudul “Tonjolan Pada Rahang” sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan tugas kami.
Selama persiapan dan penyusunan makalah ini rampung, penulis mengalami
kesulitan dalam mencari referensi. Namun berkat bantuan, saran, dan kritik dari
berbagai pihak akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. selaku tutor atas masukan dan bimbingan yang telah diberikan pada penulis
selama ini.
2. Para dosen pemateri Blok Oromaksilofasial 2 yang telah memberikan ilmu.
3. Teman-teman kelompok XI tutorial dan semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan laporan ini. Semoga amal dan budi baik dari semua pihak
mendapatkan pahala dan rahmat yang melimpah dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat banyak
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan penulisan yang serupa di
masa yang akan datang. Penulis berharap sekiranya laporan ini dapat bermanfaat
bagi kita semua. Aamiin
Penyusun
Kelompok 11
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Skenario...................................................................................................................1
1.3 Rumusan Masalah..............................................................................................2
1.4 Tujuan Pembelajaran................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN................................................................................................................3
2.1 Definisi dan tujuan perawatan bedah preprostetik..............................................3
2.2 Pemeriksaan kasus pada skenario.......................................................................3
2.3 Etiologi kasus pada skenario..............................................................................3
2.4 Diagnosis kasus pada skenario.................................................................................5
2.5 Indikasi dan kontraindikasi perawatan.....................................................................5
2.6 Perawatan kasus pada skenario.................................................................................6
2.7 Prognosis kasus pada skenario...............................................................................15
2.8 Komplikasi pasca perawatan kasus pada skenario..................................................16
BAB III............................................................................................................................17
PENUTUP.......................................................................................................................17
3.1 Kesimpulan......................................................................................................17
3.2 Saran.....................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Skenario
Seorang perempuan berusia 65 tahun datang ke RSGM Unhas dengan
keluhan gusi terasa nyeri saat gigitiruannya digunakan. Pada anamnesis, 6 gigi
depan rahang bawah telah dicabut dan dilanjutkan dengan pemasangan gigi
tiruan satu minggu yang lalu. Gigitiruan tersebut hanya dipakai selama 3 hari
dan dilepas karena sakit dan longgar.
1
kanan bawah, saat palpasi teraba keras dan tidak nyeri. Ridge alveolar
posterior mandibula pada kedua sisi terlihat rendah. Dokter merencanakan
tindakan bedah preprostetik.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
keras.
c. Pemeriksaan Ekstra Oral
Pemeriksaan Estetika Wajah, Kehadiran bibir atas yang tidak didukung,
keadaan vermilion yang buruk, Hilangnya lipatan nasolabial atau
penurunan nasolabial, Sudut nasolabial buruk dan bibir bawah berlebihan.
d. Pemeriksaan Intra Oral
Melihat kondisi jaringan lunak, memperhatikan apakah terdapat
undercut tulang dengan palpasi, ginggiva tampak merah.
Melihat kondisi jaringan keras dan jaringan lunak untuk
mengetahui tinggi dan bentuk tulang alveolar secara umum.
Palpasi untuk mengetahui terdapat undercut tulang dan posisi dari
struktur anatomi jaringan sekitar.
e. Pemeriksaan Penunjang
Panoramik : untuk menilai kondisi dari tulang rahang, mengetahui
keseluruhan dari tulang alveolar, dan melihat adanya sisa akar gigi
atau kelainan patologi lain.
Chefalogram : untuk melihat hubungan skeletal antero-posterior
dan tinggi tulang alveolar bagian anterior.
Histopatologi : untuk melihat jaringan yang melapisi eksostosis
dan untuk melihat keadaan tulang dan osteosit.
Studi Gross Anatomic of dried jaw bones telah menunjukkan berbagai macam
bentuk dan ukuran ridge residual. Untuk menyediakan metode yang
disederhanakan untuk kategorisasi, bentuk residual ridge yang paling umum telah
dijelaskan:
1) Order I, pra-ekstraksi;
2) Orde II, pasca ekstraksi;
3) Order III, Tinggi, bulat;
4) Order IV, ujung pisau;
4
5) Order V, rendah, bulat; dan
6) Orde VI, tertekan.
Sistem self-descriptive ini bermanfaat secara klinis maupun untuk tujuan
penelitian dan membantu untuk membedakan berbagai tahap resorpsi ridge
residual pada masing-masing pasien.4
Resorpsi alveolar ridge dapat mempengaruhi bentuk dan ukuran ridge, salah
satunya alveolar ridge yang tajam. Permukaan alveolar ridge yang tajam ditutupi
oleh mukosa yang tipis, atrofi dan terasa sakit bila dipalpasi. Pemasangan gigi
tiruan lepas resin akrilik akan menimbulkan masalah yaitu rasa sakit, karena
mukosa di atas alveolar ridge akan tertekan secara terus menerus antara puncak
alveolar ridge dengan permukaan anatomis basis gigi tiruan lepas ketika
berfungsi.
Namun, faktor keturunan tidak menjelaskan semua kasus TM. Seperti yang
dinyatakan oleh Eggen, penentuan genetik TM diperkirakan 30%, sedangkan 70%
penyebabnya dapat dijelaskan oleh pengaruh oklusal yang berlebihan dan variabel
klinis lainnya. Dalam studi yang menganalisis etiologi TM, kelebihan oklusal
sebagian besar digambarkan sebagai bruxisme atau konsumsi makanan berat.
Dalam sebagian besar studi hubungan antara TM dan kelebihan oklusal
ditemukan.
Data prevalensi TM pada kelompok wanita dan pria (masing-masing 60,6% dan
50,8%, tetapi tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik) tidak
5
mengkonfirmasi heritabilitas TM terkait kromosom X dan mendukung beberapa
laporan sebelumnya
Variabel klinis lain yang terkait dengan karakteristik oklusal, maloklusi, dan
fungsi oromaxillofacial (misalnya angle class, open bite, buccal overjet, curve of
Spee, dll.) Dihipotesiskan memiliki peran dalam menciptakan TM, tetapi
penelitiannya terbatas.6
6
A. Alat dan bahan
Alat: Bahan:
- Rongeur,bone file,bone bur &handpiece - Povidone iodine
- Resparatororium - Cotton pellet
- Scalpel & blade - Benang jahit
resorbable
- Oral diagnostic (mirror, pinset) - Larutan saline
- Hecting set (gunting jahit, needle, needle holder)
- Tray sekat
- Gunting jaringan
B. Teknik bedah dan prosedurnya10,11
Teknik bedah yang dilakukan yaitu alveoplasty dengan
envelope open flap.
a. Pertama-tama lakukan anastesi pada nervus lingualis dan nervus
alveolaris inferior, yang sebelumnya telah dilakukan desinfeksi
menggunakan povidone iodine.
b. Jika tonjolan tulang yang besar terdapat di beberapa titik di
sepanjang alveolar ridge, lakukan desinfeksi menggunakan
povidone iodine pada daerah insisi. Kemudian insisi dilakukan
di sepanjang puncak alveolar ridge, dan dilanjutkan dengan open
flap dengan teknik envelope flap agar tulang dapat terlihat
dengan jelas. Insisi mucoperiosteal di sepanjang puncak alveolar
ridge, dengan perluasan anteroposterior yang memadai pada
area kerja, dan refleksi flap memungkinkan visualisasi dan akses
ke alveolar ridge.
7
c. Buka perlekatan mukosa dengan tulang menggunakan
mucoperiosteal elevator atau resparatorium
(a) (b)
8
(c)
(a) Menghilangkan tulang yang tidak beraturan menggunakan
rongeur. (b) Bone bur dengan rotary handpiece dapat juga
digunakan untuk menghilangkan tulang dan menghaluskan
permukaan labiocortikal(c) Bone file digunakan untuk
menghaluskan tulang yang tidak beraturan dan membentuk
kontur yang diinginkan.
9
h. Setelah itu, lakukan irigasi untuk memastikan terbuangannya
semua kotoran.
i. Tepi jaringan dapat kembalikan posisinya kemudian dilakukan
penjahitan terputus atau terus menerus.
10
memiliki jalur yang diketahui, sehingga mudah untuk
menghindari cedera atau trauma
j. Lakukan pemberian instruksi setelah pembedahan kepada pasien
dan lakukan evaluasi serta control setelah pembedahan.
C. Medikasi12
Infeksi post operative merupakan salah satu dari berbagai
macam komplikasi yang dapat terjadi pada prosedur bedah minor
dalam kedokteran gigi. Oleh karena itu, prosedur bedah minor
seperti alveoplasty sebaiknya dilakukan pada kondisi yang aseptic
sehingga tidak memungkinkan terjadinya bacterimia. Antibiotic
dapat diberikan setelah dilakukannya alveoloplasty dan juga
antibiotic prophylaxis juga dapat diberikan sebelum prosedur
pembedahan dilakukan. Hal tersebut dapat menurunkan resiko
terjadinya bakterimia, misalnya pada pasien diabetes atau pasien
yang beresiko terhadap bacterial endokarditis. Pemberian anitibiotik
post operative dapat menurunkan insiden terjadinya infeksi dan
komplikasi sistemik lainnya. Namun, hal ini dapat memberi beban
pada pasien akibat dari reaksi obat seperti gangguan pencernaan,
resistensi obat, dll.
11
Teknik bedah yang dilakukan yaitu pengangkatan torus
mandibula atau surgical reduction dengan envelope open flap.
a) Pertama-tama lakukan anastesi pada nervus lingualis dan nervus
alveolaris inferior, yang sebelumnya telah dilakukan desinfeksi
menggunakan povidone iodine.
12
d) Lesi (torus mandibula) kemudian dapat diangkat menggunakan
chicel, bone file, osteotome, fissure bur dan bone bur.
(a) (b)
(c) (d)
13
(e) (f)
(g) (h)
14
(g) - (h) bone file digunakan untuk mengeliminasi minor
erregularities (jaringan keras tidak beraturan yang berukuran
kecil).
15
pemeriksaan radiografi juga dapat dialkukan untuk mengetahui
regenerasi tulang yang terjadi.
3) Medikasi12,13
Smua usaha untuk meminimalkan pertumbuhan bakteri harus
dilakukan. Termasuk penggunaan obat kumur 0.2% chlorhexidine,
2-3 kali sehari selama 2-3 minggu.
Medikasi dapat dilakukan dengan pemberian antibiotic
prophylaxis untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi.
Antibiotik sistemik serta analgesic juga dapat diberikan setelah
prosedur pembedahan (amoxicillin 500 mg 3 kali sehari, dan
aceclofenac 100 mg 2 kali sehari), bergantung dari kebutuhan pasien.
16
tidak pas. Untuk meningkatkan keberhihan mulut dapat menggunakan
klorheksidin gkukonat 0,12%
Nekrosis jaringan
B. Komplikasi Alveoloplasty15
Komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi antara lain rasa sakit,
hematoma, pembengkakan yang berlebihan, timbulnya rasa tidak enak
pasca operasi (ketidaknyamanan), proses penyembuhan yang lambat,
resorbsi tulang berlebihan, serta osteomyelitis. Tetapi semua hal tersebut
dapat diatasi dengan melakukan prosedur operasi serta tindakan-tindakan
pra dan pasca o6perasi yang baik.
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Diagnosa dari kasus yang diberikan adalah Eksostosis. Alasannya karena
setelah dilakukan pemeriksaan maka didapatkan pasien tersebut pernah
menggunakan gigi tiruan sebagian lepasan yang dulu dibuat di tukang gigi,
tetapi pasien tersebut hanya menggunakan gigi tiruan kurang lebih 3 hari
karena gigi tiruan rahang bawahnnya tidak pas dan terasa sakit pada saat
dipakai terutama pada saat mengunyah. Pada pemeriksaan intraoral juga
ditemukan adanya tonjolan tulang yang tidak beraturan pada regio anterior
rahang bawah. Berdasarkan hal diatas, maka perawatan yang dapat diberikan
yaitu tindakan bedah Preprostetik dengan tujuan untuk menyiapkan jaringan
lunak dan jaringan keras dari rahang untuk suatu protesa yang nyaman yang
akan mengembalikan fungsi oral, bentuk wajah dan estetis.
3.2 Saran
Kami menyadari bahwa kami masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
kami akan lebih detail lagi dalam menjelaskan tentang makalah di atas
dengan sumber-sumber yang terpercaya dan dapat di pertanggung jawabkan.
Harapan kami semoga makalah yang telah tersusun ini dapat bermanfaat
sekaligus dapat menambah pengetahuan, sehingga nantinya kami dapat
memperbaiki bentuk ataupun isi dari makalah ini menjadi lebih baik lagi.
18
DAFTAR PUSTAKA
19
13. Santhanakrishnan M, Rangarao S. Mandibular Tori: A source of
autogenous bone graft. J of Indian Society of Periodontology 2014;
18(6): 14
14. Haggerty CJ, Laughlin RM. Atlas of operative oral and maxillofacial
surgery. Ed 1. New delhi : john willey & sons inc. 2015. h. 14
15. Aditya G. Alveoplasti Sebagai Tindakan Bedah Preprostodontik.
Jurnal Kedokter Trisakti; 18(1): 32.
20