Anda di halaman 1dari 23

TUGAS KELOMPOK

MODUL 3
TRAUMA MAKSILOFASIAL

OLEH : KELOMPOK X1
1. Rilda Nada Andita J011171011
2. Zahra Nabilah J011171022
3. Shafira Nurul Khaera J011171033
4. Aulia Rizqi Rahmadiena J011171313
5. Andi Nilla Gading J011171324
6. R. Putra Sanjaya J011171332
7. Meutia Alysha Fauziah Nusaly J011171508
8. Nurfadhilah Saleh J011171519
9. Yunita Indah Sari J011171521
10. Nur Fadhillah Budianto J011171532
11. Aulia Sharira Putri J011171543
12. Fariz Alif Ichsan J11114510

Tutor:

BLOK OROMAKSILOFASIAL 2
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya, serta salam dan shalawat kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta
sahabat dan keluarganya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah modul 4
yang berjudul “Tonjolan Pada Rahang” sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan tugas kami.
Selama persiapan dan penyusunan makalah ini rampung, penulis mengalami
kesulitan dalam mencari referensi. Namun berkat bantuan, saran, dan kritik dari
berbagai pihak akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. selaku tutor atas masukan dan bimbingan yang telah diberikan pada penulis
selama ini.
2. Para dosen pemateri Blok Oromaksilofasial 2 yang telah memberikan ilmu.
3. Teman-teman kelompok XI tutorial dan semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan laporan ini. Semoga amal dan budi baik dari semua pihak
mendapatkan pahala dan rahmat yang melimpah dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat banyak
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan penulisan yang serupa di
masa yang akan datang. Penulis berharap sekiranya laporan ini dapat bermanfaat
bagi kita semua. Aamiin

Makassar, 2 November 2019


Hormat Kami

Penyusun

Kelompok 11

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Skenario...................................................................................................................1
1.3 Rumusan Masalah..............................................................................................2
1.4 Tujuan Pembelajaran................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN................................................................................................................3
2.1 Definisi dan tujuan perawatan bedah preprostetik..............................................3
2.2 Pemeriksaan kasus pada skenario.......................................................................3
2.3 Etiologi kasus pada skenario..............................................................................3
2.4 Diagnosis kasus pada skenario.................................................................................5
2.5 Indikasi dan kontraindikasi perawatan.....................................................................5
2.6 Perawatan kasus pada skenario.................................................................................6
2.7 Prognosis kasus pada skenario...............................................................................15
2.8 Komplikasi pasca perawatan kasus pada skenario..................................................16
BAB III............................................................................................................................17
PENUTUP.......................................................................................................................17
3.1 Kesimpulan......................................................................................................17
3.2 Saran.....................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Eksostosis adalah tonjolan tulang yang tersusun rapi dari kortikalplate,
pertumbuhan jinak ini sering terjadi mempengaruhi rahang. Yang paling
terkenal adalah eksostosis oral, torus palatinus dan torus mandibularis.
Exostoses ditemukan paling sering pada orang dewasa. Secara khas keadaan
ini ditandai dengan tertutupnya tonjolan tersebut oleh kartilago. Penonjolan di
daerah midline rahang atas disebut torus palatinus sedangkan penonjolan
dilateral rahang bawah disebut torus mandibularis. Patogenesis dari
penonjolan tulang ini masih diperdebatkan, dapat dipengaruhi faktor genetik
misalnya umur dan jenis kelamin atau faktor lingkungan misalnya trauma
setelah pencabutan gigi dan tekanan kunyah. Tindakan bedah yang dilakukan
untuk persiapan pemakaian gigitiruan disebut bedah preprostetik.
Bedah preprostetik dilakukan untuk menyiapkan baik jaringan lunak
maupun jaringan keras sebelum dilakukan pembuatan gigi tiruan untuk
menunjang stabilisasi, retensi, kenyamanan dan estetika. Beberapa jenis
tindakan yang dapat dilakukan dalam bedah preprostetik sepertibedah jaringan
lunak, vestibuloplasty, frenektomi, alveoplasty, alveolar augmentasi, oral tori
dapat dipertimbangkan dilakukan untuk hasil yang optimal pada pembuatan
gigi tiruan yang ideal.

1.2 Skenario
Seorang perempuan berusia 65 tahun datang ke RSGM Unhas dengan
keluhan gusi terasa nyeri saat gigitiruannya digunakan. Pada anamnesis, 6 gigi
depan rahang bawah telah dicabut dan dilanjutkan dengan pemasangan gigi
tiruan satu minggu yang lalu. Gigitiruan tersebut hanya dipakai selama 3 hari
dan dilepas karena sakit dan longgar.

Pada pemeriksaan intraoral terdapat tonjolan tidak beraturan yang terasa


sakit saat palpasi disertai gingiva hiperemis pada ridge alveolar anterior
mandibula, Terdapat juga nodul membulat pada bagian lingual regio premolar

1
kanan bawah, saat palpasi teraba keras dan tidak nyeri. Ridge alveolar
posterior mandibula pada kedua sisi terlihat rendah. Dokter merencanakan
tindakan bedah preprostetik.

1.3 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dan tujuan perawatan bedah preprostetik?
2. Bagaimana pemeriksaan kasus pada skenario?
3. Jelaskan etiologi kasus pada skenario?
4. Apa diagnosis kasus pada skenario?
5. Apa indikasi dan kontraindikasi perawatan?
6. Bagaimana perawatan kasus pada skenario?
7. Bagaimana prognosis kasus pada skenario?
8. Apa saja komplikasi pasca perawatan kasus pada skenario?

1.4 Tujuan Pembelajaran


1. Mengetahui definisi dan tujuan perawatan bedah preprostetik
2. Mengetahui pemeriksaan kasus pada skenario
3. Mengetahui etiologi kasus pada skenario
4. Mengetahui diagnosis kasus pada skenario
5. Mengetahui indikasi dan kontraindikasi perawatan
6. Mengetahui perawatan kasus pada skenario
7. Mengetahui prognosis kasus pada skenario
8. Mengetahui komplikasi pasca perawatan kasus pada skenario

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi dan tujuan perawatan bedah preprostetik1


Bedah preprostetik adalah bagian dari bedah mulut dan maksilofasial yang
bertujuan untuk membentuk jaringan keras dan jaringan lunak yang seoptimal
mungkin sebagai dasar dari suatu protesa. Meliputi teknik pencabutan
sederhana dan persiapan mulut untuk pembuatan protesa sampai dengan
pencangkokan tulang dan implan alloplastik.
Tujuan bedah preprostetik:
 Mengembalikan fungsi rahang ( seperti fungsi pengunyahan, berbicara,
menelan)
 Memelihara atau memperbaiki struktur rahang
 Memperbaiki rasa kenyamanan pasien
 Memperbaiki estetis wajah
 Mengurangi rasa sakit dan rasa tidak menyenangkan yang timbul dari
pemasangan protesa yang menyakitkan dengan memodifikasi bedah pada
daerah yang mendukung prothesa
 Memulihkan daerah yang mendukung prothesa pada pasien dimana
terdapat kehilangan tulang alveolar yang banyak.

2.2 Pemeriksaan kasus pada skenario2

a. Anamnesa : Keluhan utama


b. Riwayat Penyakit
Riwayat pasien akan mengindikasikan harapan dan perhatian pasien pada
perawatan. Umur dan kesehatan pasien akan mempengaruhi rencana
perawatan, seperti pasien usia muda dengan resorbsi tulang alveolar yang
berat dapat sabar terhadap perawatan bedah yang kompleks dibandingkan
pasien usia tua dengan morfologi tulang yang sama. Riwayat penyakit
mencakup informasi penting seperti status resiko pasien terhadap tindakan
bedah, dengan perhatian khusus kepada penyakit sistemik pasien yang
dapat mempengaruhi penyembuhan luka jaringan lunak dan jaringan

3
keras.
c. Pemeriksaan Ekstra Oral
Pemeriksaan Estetika Wajah, Kehadiran bibir atas yang tidak didukung,
keadaan vermilion yang buruk, Hilangnya lipatan nasolabial atau
penurunan nasolabial, Sudut nasolabial buruk dan bibir bawah berlebihan.
d. Pemeriksaan Intra Oral
 Melihat kondisi jaringan lunak, memperhatikan apakah terdapat
undercut tulang dengan palpasi, ginggiva tampak merah.
 Melihat kondisi jaringan keras dan jaringan lunak untuk
mengetahui tinggi dan bentuk tulang alveolar secara umum.
 Palpasi untuk mengetahui terdapat undercut tulang dan posisi dari
struktur anatomi jaringan sekitar.
e. Pemeriksaan Penunjang
 Panoramik : untuk menilai kondisi dari tulang rahang, mengetahui
keseluruhan dari tulang alveolar, dan melihat adanya sisa akar gigi
atau kelainan patologi lain.
  Chefalogram : untuk melihat hubungan skeletal antero-posterior
dan tinggi tulang alveolar bagian anterior.
 Histopatologi : untuk melihat jaringan yang melapisi eksostosis
dan untuk melihat keadaan tulang dan osteosit.

2.3 Etiologi kasus pada skenario3,4,5,6


Setelah kehilangan gigi alami akibat ekstraksi, tulang mulai resorpsi. Hasil
resorpsi ini dipercepat dengan memakai gigi palsu dan cenderung mempengaruhi
mandibula lebih parah daripada rahang atas. Selain itu, faktor umum termasuk
adanya kelainan gizi dan penyakit tulang sistemik seperti osteoporosis; disfungsi
endokrin dapat mempengaruhi metabolisme tulang.3

Resorb mandibula downward dan outward, menyebabkan perataan ridge yang


cepat dengan kehilangan terbesar terjadi dalam 12-18 bulan setelah ekstraksi.

Studi Gross Anatomic of dried jaw bones telah menunjukkan berbagai macam
bentuk dan ukuran ridge residual. Untuk menyediakan metode yang
disederhanakan untuk kategorisasi, bentuk residual ridge yang paling umum telah
dijelaskan:
1) Order I, pra-ekstraksi;
2) Orde II, pasca ekstraksi;
3) Order III, Tinggi, bulat;
4) Order IV, ujung pisau;

4
5) Order V, rendah, bulat; dan
6) Orde VI, tertekan.
Sistem self-descriptive ini bermanfaat secara klinis maupun untuk tujuan
penelitian dan membantu untuk membedakan berbagai tahap resorpsi ridge
residual pada masing-masing pasien.4

Resorpsi alveolar ridge dapat mempengaruhi bentuk dan ukuran ridge, salah
satunya alveolar ridge yang tajam. Permukaan alveolar ridge yang tajam ditutupi
oleh mukosa yang tipis, atrofi dan terasa sakit bila dipalpasi. Pemasangan gigi
tiruan lepas resin akrilik akan menimbulkan masalah yaitu rasa sakit, karena
mukosa di atas alveolar ridge akan tertekan secara terus menerus antara puncak
alveolar ridge dengan permukaan anatomis basis gigi tiruan lepas ketika
berfungsi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi resorpsi dapat dikelompokan dalam tiga


kelompok yaitu:
1) faktor anatomik; termasuk dalam faktor ini adalah struktur tulang alveolar,
ukuran dan bentuk residual alveolar ridge, kualitas tulang alveolar, serta
kualitas mukosa di atas tulang alveolar.
2) faktor biologik/metabolik; meliputi usia, seks dan hormonal. dan
3) faktor mekanik/fungsi; dipengaruhi oleh besar, arah dan frekuensi tekanan
yang bekerja pada jaringan pendukung geligi tiruan. Pada pemakai geligi
tiruan, faktor mekanik ini juga dipengaruhi oleh tekanan dari geligi tiruan
pada saat berfungsi. Jadi dipengaruhi oleh cara pemakaian geligi tiruan,
kebiasaan-kebiasaan parafungsi, serta kecekatan geligi tiruan.5

Berbagai kemungkinan penyebab dibahas untuk menjelaskan etiologi Torus


Mandibula (TM), tetapi model yang diterima untuk pembentukan tonjolan tulang
ini masih dipertanyakan. Secara historis, fokus dominan adalah pada genetika, dan
keturunan. TM telah dianalisis menggunakan sampel keluarga, studi regional, atau
membandingkan kelompok etnis.

Namun, faktor keturunan tidak menjelaskan semua kasus TM. Seperti yang
dinyatakan oleh Eggen, penentuan genetik TM diperkirakan 30%, sedangkan 70%
penyebabnya dapat dijelaskan oleh pengaruh oklusal yang berlebihan dan variabel
klinis lainnya. Dalam studi yang menganalisis etiologi TM, kelebihan oklusal
sebagian besar digambarkan sebagai bruxisme atau konsumsi makanan berat.
Dalam sebagian besar studi hubungan antara TM dan kelebihan oklusal
ditemukan.

Data prevalensi TM pada kelompok wanita dan pria (masing-masing 60,6% dan
50,8%, tetapi tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik) tidak

5
mengkonfirmasi heritabilitas TM terkait kromosom X dan mendukung beberapa
laporan sebelumnya

Variabel klinis lain yang terkait dengan karakteristik oklusal, maloklusi, dan
fungsi oromaxillofacial (misalnya angle class, open bite, buccal overjet, curve of
Spee, dll.) Dihipotesiskan memiliki peran dalam menciptakan TM, tetapi
penelitiannya terbatas.6

2.4 Diagnosis kasus pada skenario7,8


Torus mandibula adalah sifat non-metrik yang ditemukan dalam berbagai
frekuensi di antara populasi manusia dulu dan sekarang dan karena itu biasanya
direkam bersama dengan sifat lain seperti arkeologis. Istilah torus digunakan
untuk struktur ini dan mengarah pada bentuk bulbous serta kenyataan bahwa tori
tulang padat dan keras

2.5 Indikasi dan kontraindikasi perawatan9


Indikasi alveoloplasti
1. Pada rahang dimana dijumpai neoplasma yang ganas dan untuk
penanggulangannya akan dilakukan terapi radiasi
2. Pada proc.alveolaris yang dijumpai adanya undercut cortical plate yang
tajam
3. Jika terdapat gigi yang impaksi atau sisa akar yang terbenam dalam tulang
4. Pada proc.alveolaris yang dijumpai adanya kista atau tumor
5. Akan dilakukan tindakan apikoektomi
6. Jika terdapat ridge proc.alveolaris yang tajam atau menonjol sehingga
dapat menyebabkan facial neuralgja
7. Pada tulang interseptal yang terinfeksi
8. Adanya torus palatinus maupun mandibularis yang besar
Kontraindikasi alveoloplasti
1. Pada pasien yang masih muda karena sifat tulangnya masih sangat elastis
maka proses resorbsi tulang lebih cepat dibandingkan pasien tua
2. Pada pasien muda atau pria yang jarang melepaskan gigi tiruan karena rasa
malu
3. Jika bentuk proc.alveolaris tidak rata tetapi tidak mengganggu adaptasi
gigi tiruan baik dalam hal pemasangan retensi maupun stabilitas.

2.6 Perawatan kasus pada skenario10,11,12,13


a. Alveoloplasty

6
A. Alat dan bahan
Alat: Bahan:
- Rongeur,bone file,bone bur &handpiece - Povidone iodine
- Resparatororium - Cotton pellet
- Scalpel & blade - Benang jahit
resorbable
- Oral diagnostic (mirror, pinset) - Larutan saline
- Hecting set (gunting jahit, needle, needle holder)
- Tray sekat
- Gunting jaringan
B. Teknik bedah dan prosedurnya10,11
Teknik bedah yang dilakukan yaitu alveoplasty dengan
envelope open flap.
a. Pertama-tama lakukan anastesi pada nervus lingualis dan nervus
alveolaris inferior, yang sebelumnya telah dilakukan desinfeksi
menggunakan povidone iodine.
b. Jika tonjolan tulang yang besar terdapat di beberapa titik di
sepanjang alveolar ridge, lakukan desinfeksi menggunakan
povidone iodine pada daerah insisi. Kemudian insisi dilakukan
di sepanjang puncak alveolar ridge, dan dilanjutkan dengan open
flap dengan teknik envelope flap agar tulang dapat terlihat
dengan jelas. Insisi mucoperiosteal di sepanjang puncak alveolar
ridge, dengan perluasan anteroposterior yang memadai pada
area kerja, dan refleksi flap memungkinkan visualisasi dan akses
ke alveolar ridge.

7
c. Buka perlekatan mukosa dengan tulang menggunakan
mucoperiosteal elevator atau resparatorium

d. Bergantung pada tingkat ketidakteraturan ridge alveolar,


recontouring dapat dilakukan dengan rongeur, bone file, atau
bone bur dengan handpiece, dapat digunakan sendiri atau
kombinasi.

(a) (b)

8
(c)
(a) Menghilangkan tulang yang tidak beraturan menggunakan
rongeur. (b) Bone bur dengan rotary handpiece dapat juga
digunakan untuk menghilangkan tulang dan menghaluskan
permukaan labiocortikal(c) Bone file digunakan untuk
menghaluskan tulang yang tidak beraturan dan membentuk
kontur yang diinginkan.

e. Irigasi larutan saline yang berlebihan harus dilakukan pada


melalui prosedur recontouring untuk menghindari overheating
dan necrosis tulang.
f. Lakukan pemotongan jaringan lunak berlebih menggunakan
gunting jaringan.

g. Setelah recontouring, flap dikembalikan posisinya dan lakukan


palpasi untuk memastikan bahwa semua penyimpangan pada
alveolar ridge telah dihilangkan.

9
h. Setelah itu, lakukan irigasi untuk memastikan terbuangannya
semua kotoran.
i. Tepi jaringan dapat kembalikan posisinya kemudian dilakukan
penjahitan terputus atau terus menerus.

Bahan jahitan resorbable biasanya digunakan untuk


menambahkan kekuatan tarik melintasi batas luka. Bahan
resorbable akan dipecah oleh enzim proteolytic pada saliva atau
di hidrolisis dalam beberapa hari sampai beberapa minggu,
sehingga bahan jahitan tidak perlu dilepas.
Prosedur ini, kendati luasnya, tidak terlalu sulit, pembuluh
darah besar atau kecil dan cabang saraf di daerah tersebut

10
memiliki jalur yang diketahui, sehingga mudah untuk
menghindari cedera atau trauma
j. Lakukan pemberian instruksi setelah pembedahan kepada pasien
dan lakukan evaluasi serta control setelah pembedahan.
C. Medikasi12
Infeksi post operative merupakan salah satu dari berbagai
macam komplikasi yang dapat terjadi pada prosedur bedah minor
dalam kedokteran gigi. Oleh karena itu, prosedur bedah minor
seperti alveoplasty sebaiknya dilakukan pada kondisi yang aseptic
sehingga tidak memungkinkan terjadinya bacterimia. Antibiotic
dapat diberikan setelah dilakukannya alveoloplasty dan juga
antibiotic prophylaxis juga dapat diberikan sebelum prosedur
pembedahan dilakukan. Hal tersebut dapat menurunkan resiko
terjadinya bakterimia, misalnya pada pasien diabetes atau pasien
yang beresiko terhadap bacterial endokarditis. Pemberian anitibiotik
post operative dapat menurunkan insiden terjadinya infeksi dan
komplikasi sistemik lainnya. Namun, hal ini dapat memberi beban
pada pasien akibat dari reaksi obat seperti gangguan pencernaan,
resistensi obat, dll.

b. Removing Mandibular Torus10,11


1) Alat dan bahan
Alat: Bahan:
- Chisel,bone file,bone bur & handpiece - Povidone iodine
osteotome, fissure bur
- Resparatororium - Cotton pellet
- Scalpel & blade - Benang jahit
- Oral diagnostic (mirror, pinset) - Larutan saline
- Hecting set (gunting jahit, needle, needle holder)
- Tray sekat
2) Teknik bedah dan prosedurnya

11
Teknik bedah yang dilakukan yaitu pengangkatan torus
mandibula atau surgical reduction dengan envelope open flap.
a) Pertama-tama lakukan anastesi pada nervus lingualis dan nervus
alveolaris inferior, yang sebelumnya telah dilakukan desinfeksi
menggunakan povidone iodine.

b) Lakukan desinfeksi menggunakan povidone iodine pada daerah


insisi. Insisi crest alveolar ridge dilakukan, dan membentang 1
sampai 1,5 cm di luar setiap ujung torus untuk dikurangi. Insisi
yang dilakukan di sepanjang puncak alveolar ridge, dan
dilanjutkan dengan open flap dengan teknik envelope flap agar
tulang dapat terlihat dengan jelas.

c) Buka perlekatan mukosa dengan tulang menggunakan


mucoperiosteal elevator atau resparatorium. Mukosa di atas
torus umumnya sangat tipis, sehingga harus di refleksikan
dengan hati-hati untuk membuka daerah tulang yang akan di
recontouring.

12
d) Lesi (torus mandibula) kemudian dapat diangkat menggunakan
chicel, bone file, osteotome, fissure bur dan bone bur.

(a) (b)

(c) (d)

13
(e) (f)

(g) (h)

(a) - (b) Fissure bur dan handpiece digunakan untuk membuat


cekungan kecil antara mandibular ridge dan torus. (c) Osteotome
kecil digunakan untuk menghilangkan seluruh torus dari
mandibula. (d) - (f) Bone bur &

14
(g) - (h) bone file digunakan untuk mengeliminasi minor
erregularities (jaringan keras tidak beraturan yang berukuran
kecil).

e) Luka kemudian diirigasi menggunakan banyak ilarutan irigasi


seperti larutan saline.
f) Kemudian flap dikembalikan posisinya. Jaringan harus
diadaptasikan ulang dan di palpasi untuk mengevaluasi dan
mengeliminasi undercut.
g) Selanjutnya lakukan suturing dengan menggunakan teknik
jahitan terputus atau terus menerus untuk menutup daerah insisi.

h) Lakukan pemberian intruksi setelah pembedahan pada pasien.


i) Jangan lupa untuk melakukan pembukaan jahitan (jika tidak
menggunakan bahan suturing yang absorbable).
j) Setelah satu minggu, pasien diinstruksikan untuk menjada oral
hygiene pada daerah yang telah dibedah dan dilakukan
pemeriksaan setiap 15 hari sekali selama 3 bulan berturut-turut.
Saat dilakukan pemeriksaan, dapat dilakukan debridement dan

15
pemeriksaan radiografi juga dapat dialkukan untuk mengetahui
regenerasi tulang yang terjadi.
3) Medikasi12,13
Smua usaha untuk meminimalkan pertumbuhan bakteri harus
dilakukan. Termasuk penggunaan obat kumur 0.2% chlorhexidine,
2-3 kali sehari selama 2-3 minggu.
Medikasi dapat dilakukan dengan pemberian antibiotic
prophylaxis untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi.
Antibiotik sistemik serta analgesic juga dapat diberikan setelah
prosedur pembedahan (amoxicillin 500 mg 3 kali sehari, dan
aceclofenac 100 mg 2 kali sehari), bergantung dari kebutuhan pasien.

2.7 Prognosis kasus pada skenario10


Pembedahan preprostetik yang sukses bergantung pada evaluasi yang dilakukan
secara hati-hati dan rencana perawatan. Secara umum, abnormalitas tulang harus
di- tangani terlebih dahulu. Tidak ada perawatan yang direkomendasikan untuk
eksostosis kecuali pertumbuhannya mengganggu pemasangan gigi tiruan atau
adanya trauma berkelanjutan yang menimbulkan inflamasi kronis. Biasanya
eksostosis tidak menimbulkan masalah dan dibiarkan saja kecuali jika areanya
terganggu atau ada suspek penyakit lain. Dari pernyataan-pernyataan tersebut
dapat disimpulkan bahwa eksositosis memiliki prognosis yang baik jika dilakukan
pembedahan dengan syarat evaluasi dan rencana perawatan dilakukan dengan
tepat.

2.8 Komplikasi pasca perawatan kasus pada skenario2,14,15


A. Komplikasi bedah preprostetik secara umum14
 Perdarahan
 Infeksi.
Hal ini terjadi akibat kebersihan mulut yang buruk, impaksi
makanan,dan jaringan nekrotik yang disebabkan akibat protesa yang

16
tidak pas. Untuk meningkatkan keberhihan mulut dapat menggunakan
klorheksidin gkukonat 0,12%
 Nekrosis jaringan
B. Komplikasi Alveoloplasty15
Komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi antara lain rasa sakit,
hematoma, pembengkakan yang berlebihan, timbulnya rasa tidak enak
pasca operasi (ketidaknyamanan), proses penyembuhan yang lambat,
resorbsi tulang berlebihan, serta osteomyelitis. Tetapi semua hal tersebut
dapat diatasi dengan melakukan prosedur operasi serta tindakan-tindakan
pra dan pasca o6perasi yang baik.

C. Komplikasi Pengangkatan Torus Mandibula2


1. Intraoperatif
- Cedera pada saluran kelenjar saliva submandibular.
- Pendarahan berlebihan.
- Laserasi otot mylohyoid.
- Merobek flap.
2. Pasca operasi
- Perdarahan di dasar mulut yang mengancam jiwa- infeksi-
obstruksi jalan napas.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Diagnosa dari kasus yang diberikan adalah Eksostosis. Alasannya karena
setelah dilakukan pemeriksaan maka didapatkan pasien tersebut pernah
menggunakan gigi tiruan sebagian lepasan yang dulu dibuat di tukang gigi,
tetapi pasien tersebut hanya menggunakan gigi tiruan kurang lebih 3 hari
karena gigi tiruan rahang bawahnnya tidak pas dan terasa sakit pada saat
dipakai terutama pada saat mengunyah. Pada pemeriksaan intraoral juga
ditemukan adanya tonjolan tulang yang tidak beraturan pada regio anterior
rahang bawah. Berdasarkan hal diatas, maka perawatan yang dapat diberikan
yaitu tindakan bedah Preprostetik dengan tujuan untuk menyiapkan jaringan
lunak dan jaringan keras dari rahang untuk suatu protesa yang nyaman yang
akan mengembalikan fungsi oral, bentuk wajah dan estetis.

3.2 Saran
Kami menyadari bahwa kami masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
kami akan lebih detail lagi dalam menjelaskan tentang makalah di atas
dengan sumber-sumber yang terpercaya dan dapat di pertanggung jawabkan.
Harapan kami semoga makalah yang telah tersusun ini dapat bermanfaat
sekaligus dapat menambah pengetahuan, sehingga nantinya kami dapat
memperbaiki bentuk ataupun isi dari makalah ini menjadi lebih baik lagi.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Andersson L, Kahnberg KE, Pogrel MA. 2010. Oral and Maxillofacial


Surgery. 4th edition. WilleyBlackwell: USA. p. 313.
nd
2. Malik NA. 2008. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. 2
Edition. Jaypee Brothers: New Delhi. p. 420, 476
3. Chari H, Shai KV. Preprosthetic Surgery: Review of Literature. IJSS
Case Reports & Reviews. 2016; 3(4): 9.
4. Devaki VN, et al. Pre-prosthetic surgery: Mandible. Journal of
Pharmacy and Bioallied Sciences. 2012; 4(2). 414.
5. Wurangian I. Penggunaan pelapis lunak untuk mengurangi rasa sakit
pada alveolar ridge yang tajam. E-Journal WIDYA Kesehatan dan
Lingkungan. 2013; 1(1): 18-20
6. Auškalnis A. Multifactorial etiology of torus mandibularis: study of
twins. Stomatologija, Baltic Dental and Maxillofacial Journal. 2015;
17: 36, 38.
7. Idham. Bahrudiin Thalib. Pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan
dengan penyulit torus palatina.pp.1
8. Brenna Hassett. Torus Mandibularis:Etiology and Bioarcheological
Utility. 2006.pp.1
9. Gabriella Aditya. Alveoloplasti Sebagai Tindakan Bedah
Preprostodontik. 1999; 18(1):29-30.
10. Hupp JR, Ellis III E, Tucker MR. Contemporary oral and
maxillofacial surgery. St. Louis: Mosby Elsevier; 2008. p.217-8, 226-
9, 250
11. Fragiskos D. Oral & maxillofacial surgery. Germany: Springer-Verlag
Berlin Heidelberg; 2007.p.250-3, 256-9
12. Ranjan A, Sharma R, Singh SS, Jain M. Role of systemic antibiotics
in minor oral surgical procedures: a pilot study. American J of Oral
Med and Radiology 2015; 2(4):224,226

19
13. Santhanakrishnan M, Rangarao S. Mandibular Tori: A source of
autogenous bone graft. J of Indian Society of Periodontology 2014;
18(6): 14
14. Haggerty CJ, Laughlin RM. Atlas of operative oral and maxillofacial
surgery. Ed 1. New delhi : john willey & sons inc. 2015. h. 14
15. Aditya G. Alveoplasti Sebagai Tindakan Bedah Preprostodontik.
Jurnal Kedokter Trisakti; 18(1): 32.

20

Anda mungkin juga menyukai