Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH MODUL 4

“GIGI SAKIT PASCA RESTORASI”

BLOK PENYAKIT PULPA-PERIAPIKAL

KELOMPOK 1

Rilda Nada Andita J11171011


Muhammad Zulfikar Akbar J11171514
Ahmad Dzaki Yunus J11171547
Agil Malinda J11171518
Fitri J11171014
Nurul Khaerani Sahar J11171015
Ade Suriyanti Nurdin Latief J11171505
Nurfadhilah Saleh J11171519
Ainun Jariyah Daming J11171545
Choirunisa Basnawi J11171546
Aulia Sharira Putri J11171543
Amelia Nur Hasanah J11171544

TUTOR : Dr. drg. Hafsah Katu, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya, serta salam dan shalawat kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta
sahabat dan keluarganya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah modul 4
yang berjudul “Gigi Sakit Pasca Restorasi” sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan tugas kami.
Selama persiapan dan penyusunan makalah ini rampung, penulis mengalami
kesulitan dalam mencari referensi.Namun berkat bantuan, saran, dan kritik dari
berbagai pihak akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. drg. Hafsah Katu, M.Kes selaku tutor atas masukan dan bimbingan
yangn telah diberikan pada penulis selama ini.
2. Para dosen pemateri Blok Penyakit Pulpa yang telah memberikanilmu.
3. Teman-teman kelompok 1 dan semua pihak yang telah membantudalam
menyelesaikan laporan ini.Semoga amal dan budi baik dari semua pihak
mendapatkan pahala dan rahmat yang melimpah dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat banyak
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan penulisan yang serupa
dimasa yang akan datang. Penulis berharap sekiranya laporan ini dapat bermanfaat
bagi kita semua. Aamiin

Makassar, 19 September 2019


Hormat Kami

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL ................................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2 Skenario ......................................................................................................... 2

1.3 Pertanyaan Penting ........................................................................................ 2

1.4 Tujuan Pembelajaran .................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 2

2.1 Pemeriksaan dan Diagnosis ...................................................................... 2

2.2 Etiologi Rasa Sakit Pasca Restorasi. ........................................................ 5

2.3 Patomekanisme Rasa Sakit Pasca Restorasi. ............................................ 7

2.4 Patomekanisme Penyakit Periapikal......................................................... 9

2.5 Pertimbangan rencana perawataan dan prosedur perawatan .................. 11

2.6 Evaluasi Keberhasilan Perawatan........................................................... 14

BAB III PENUTUP ................................................................................................ 4

3.1 Kesimpulan .................................................................................................... 4

3.2 Saran .............................................................................................................. 4

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Resin komposit menjadi bahan restorasi yang memiliki kelebihan utama
dalam segi estetik. Resin komposit memiliki berbagai keuntungan seperti
resistensi yang baik, mempunyai daya absorbsi air yang rendah, melekat
dengan mudah pada permukaan gigi, warna yang mudah disesuaikan dan
mudah dimanipulasi. Proses pengerasan resin komposit dapat dengan
menggunakan alat Visible Light Cure (VLC).
Walaupun banyak mempunyai kelebihan dalam hal estetik dan kekuatan,
namun beberapa peneliti menyatakan bahwa bahan tersebut memiliki
beberapa kelemahan, diantaranya berupa sifat iritasinya terhadap jaringan
pulpa serta adaptasi yang kurang baik pada dinding kavitas. Kegagalan
restorasi resin komposit dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya,
lingkungan mulut bersifat asam, kelembaban, mikroflora dalam rongga
mulut, email dan dentin. Akibat kegagalan ini dapat terjadi kebocoran tepi
pada resin komposit. Adanya celah (gap) dapat mengurangi kerapatan tepi,
timbulnya rasa sakit setelah penumpatan, dan terjadinya karies sekunder.
Karies sekunder yang tidak segera ditangani dapat menyebar hingga
menyebabkan kelainan pada jaringan periapikal.
Infeksi pada jaringan periapikal gigi sering disebut juga periodontitis
apikalis yang pada umumnya berasal dari infeksi pulpa gigi yang merupakan
kelanjutan dari masuknya mikroorganismw kedalam kamar pulpa yang
perforasi, gejala ini didahului dengan adanya reaksi inflamasi atau
keradangan sebagai reaksi pertahanan tubuh terhadap infeksi. Inflamasi ini
dimulai dengan dengan reaksi yang terjadi di dalam kamar pulpa dan
kemudian terus ke jaringan periapikal. Jika inflamasi sudah mencapai
periapikal maka perlu dilakukan perawatan saluran akar. Pemilihan teknik
preparasi saluran akar harus disesuaikan dengan beberapa pertimbangan-
pertimbangan yang perlu diperhatikan.

1.2 Skenario
Seorang laki-laki berusia 27 tahun datang ke RSGM dengan keluhan gigi
belakang kanan atas terasa sakit bila mengunyah . Menurut pasien, gigi
pernah berlobang selama kurang lebih 2 tahun, dan 6 bulan yang lalu gigi
tersebut telah ditambal. Pemeriksaan klinis tampak gigi 16 terdapat tambalan
komposit pada bagian mesial yang meluas ke oklusal. Tes vitalitas (-) ,
perkusi (+)dan palpasi(-). Pada pemeriksaan radiografi tampak gambaran
radiolusensi pada periapikal, saluran akar agak sempit dan sedikit
membengkok.

1.3 Pertanyaan Penting


1. Jelaskan cara pemeriksaan dan diagnosis kasus pada skenario!
2. Jelaskan etiologi rasa sakit pasca restorasi!
3. Jelaskan patomekanisme rasa sakit pasca restorasi!
4. Jelaskan patomekanisme penyakit periapikal!
5. Jelaskan pertimbangan perawatan, rencana perawatan, beserta prosedur
perawatan!
6. Jelaskan evaluasi keberhasilan perawatan!

1.4 Tujuan Pembelajaran


1. Mengetahui cara pemeriksaan dan diagnosis kasus pada skenario.
2. Mengetahui etiologi rasa sakit pasca restorasi.
3. Mengetahui patomekanisme rasa sakit pasca restorasi.
4. Mengetahui patomekanisme penyakit periapikal.
5. Mengetahui pertimbangan perawatan, rencana perawatan, beserta prosedur
perawatan.
6. Mengetahui evaluasi keberhasilan perawatan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pemeriksaan dan Diagnosis

2.1.1 Pemeriksaan:1,2
a. Pemeriksaan subyektif.
1) Beberapa tanda, gejala dan keluhan rasa sakit dapat memberi gambaran
keadaan pulpa. Anak dalam keterbatasan umurnya belum mampu
mengemukakan rasa sakit. Untuk itu perlu dianjurkan beberapa
pertanyaan kepada penderita mengenai: Apakah giginya sakit bila minum
dingin/ makan yang manis-manis
2) Apakah sakit sehabis makan.
3) Apakah pernah sakit di malam hari.
4) Lokasi dan penyebaran rasa sakit.
Dalam hal ini dokter gigi harus mampu membedaka tipe rasa sakit yaitu:
 Rasa sakit karena perangsangan.
Rasa sakit karena perangsangan dihubungkan dengan adanya
rangsangan yang ditimbulkan oleh penumpukkan makanan pada lesi
karies yang menekan dan merangsang pulpa terutama setelah makan.
Demikian juga rasa sakit yang disebabkan rangsangan termis dan
khemis, gejala tersebut dihubungkan dengan sensitifitas dentin akibat
lesi karies yang dalam. Umumnya rasa sakit aka berkurang jika
rangsangan disingkirkan, dalam keadaan ini pulpa dalam keadaan
stadium transisi dan bersifat reversibel.
 Rasa sakit spontan.
Rasa sakit spontan, ditandai dengan rasa sakit yang datang tiba - tiba
tanpa rangsangan biasanya malam hari sehingga tidurnya terganggu.
sakit spontan dan terus menerus ini menan peradangan pulpa parah
dan telah mencapai saluran akar dan pulpa dalam keadaan ireversibel.
b. Pemeriksaan obyektif
1) Ekstra oral
Dilihat apakah ada pembengkakan di rahang bawah daerah
submandibular atau mandibular, biasanya karena gangren pulpa dari
molar sulung. Di rahang atas pembengkakan sampai di bawah mata
akibat infeksi gigi kaninus atau molar sulung. Apakah ada perubahan
warna, fistel atau pembengkakan kelenjar limfe.
2) Pemeriksaan intra oral:
Meliputi jaringan lunak atau gingiva, lidah, bibir apa ada kemerahan,
pembengkakan fistel yang biasanya disebabkan gigi gangren.
Pemeriksaan obyektif lainnya dengan:

1) Perkusi
Perkusi merupakan indikator yang baik keadan periapikal. Respon yang
positif menandakan adanya inflamasi periodonsium. Bedakan intensita
dengan melakukan perkusi gigi tetangganya yang normal atau respon
positif yang disebabkan inflamasi ligamen periodonsium, karena adanya
peradangan pulpa yang berlanjut ke apikal dan meluas mengenai
jaqringan penyangga.
2) Palpasi
Palpasi dilakukan jika dicurigai ada pembengakakan, dapat terjadi intra
oral atau ekstra oral. Abses dalam mulut terlihat sebagai pembengkakan
dibagian labial dari gigi yang biasanya sudah non vital.
3) Test vitalitas
Test Vitalitas baik secara termis maupun elektris sedikit manfaatnya dan
diragukan pada gigi sulung dalam memberi gambaran tentang tingkat
keradangan pulpa karena anak belum dapat membedakan rangsangan
ditambah adanya rasa takut dari si anak.
a) Test Termis. Test termis merupakan salah satu cara untuk
mengevaluasi keadaan pulpa. Sakit yang tidak hilang setelah

4
rangsangan termal merupakan indikasi keadaan patologi pulpa yang
irreversibel. Test termis dengan guttapercha panas dan chlor-etil
b) Test Elektris. Test pulpa elektris sulit dilakukan pada anak karena
anak belum dapat membedakan rangsangan test elektris. Anak
memberi reaksi karena anak dalam keadaan takut sehingga merasa
sakit. Vitalitas pulpa dapat bertahan dalam keadaan inflamasi tetapi
berkurang kualitas dan kuantitasnya selama resorpsi gigi sulung
c. Pemeriksaan radiografi.
Pemeriksaan radiografikyaitu foto bitewing, periapikal dan panoramik
diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosa dalam
mempertimbangkan jenis perawatan yang harus diberikanantara lain
memberi evaluasi masalah:
1) Perluasan karies dan kedekatanya dengan pulpa
2) Keadaan restorasi yang ada
3) Ukuran dari keadaan ruang pulpa:
4) Akar: bentuk, resorpsi interna
2.1.2 Diagnosis3
Periodontitis apikalis symptomatic
Permulaan awal dari periodontitis apikalis adalah terjadinya reaksi
inflamasi pada jaringan periodontal di ujung akar gigi, reaksi ini
merupakan respon terhadap iritasi pada jaringan periodontal di ujung akar
akibat infeksi yang datang dari saluran akar gigi. Inflamasi ini sangat
singkat, ini merupakan awal reaksi dari jaringan periodontal yang masih
sehat terhadap infeksi. Secara histologis ditandai dengan adanya sel
netrophil dalam lesi dan secara klinis ditandai dengan adanya rasa sakit
yang menyebar (diffuse), nyeri menguyah dan nyeri saat di perkusi.

2.2 Etiologi Rasa Sakit Pasca Restorasi.


2.2.1 Polimerisasi shrinkage
Polimerisasi shrinkage adalah gaya pengerutan atau penyusutan pada
matriks resin, tergantung pada perbandingan kandungan bahan pengisi

5
partikel filler. Saat polimerisasi, resin komposit dapat mengalami
shrinkage sekitar 2-7%. Polimerisasi shrinkage dapat menyebabkan
kebocoran mikro dan defleksi pada cusp gigi.4 Kebocoran mikro pada
resin komposit menyebabkan terjadinya gap (celah) antara resin komposit
dengan dinding preparasi sehingga menimbulkan rasa sakit saat
mengunyah. Kontraksi yang dihasilkan dari polimerisasi shrinkage akan
menyebabkan defleksi cusp, lapisan yang tidak sempurna dari permukaan
denttin dengan adhesif etsa asam, penempatan pengisian menggunakan
bahan komposit non-bulk fill, adaptasi bahan yang buruk ke dinding dan
lantai internal, terutama lantai servikal dalam restorasi interproksimal.
Polimerisasi shrinkage dapat dikurangi dengan penempatan bahan
restorasi teknik incremental dengan ketebalan lapisan restorasi 2 mm.5
2.2.2 Traumatik Oklusi
Rasa sakit pasca restorasi juga dapat disebabkan karena terjadinya
traumatik oklusi.6 Traumatik oklusi disebabkan karena restorasi yang
overhanging sehingga terjadi hiperoklusi pada pasien, hiperoklusi tersebut
dapat mencederai jaringan periapikal karena adanya tekanan oklusal yang
berlebih pada jaringan periodonsium sehingga menimbulkan rasa sakit.
Namun, etiologi ini sangat kecil kemungkinan probabilitasnya terjadi pada
kasus skenario, dikarenakan pada tampakan radiografi gigi pasien terlihat
adanya radiolusensi pada periapikal. Sedangkan pada traumatik oklusi
akan memperlihatkan gambaran dari pelebaran ligamen periodontal dan
lamina dura, kehilangan tulang serta peningkatan jumlah trabekula selain
itu secara klinis akan terlihat adanya mobilitas gigi.7
2.2.3 C-Factors
Sensitivitas pasca restorasi komposit sering terjadi karena pengaruh faktor
konfigurasi atau c-factor yang terlibat pada tekanan pada desain restorasi
tertentu(kelas I dan V). Faktor desain adalah jumlah dinding terikat
dibanding dinding yang tidak terikat dalam rongga pada bagian yang akan
direstorasi. Semakin tinggi c-factor, maka semakin tinggi tegangan yang
dihasilkan dari sudut polimerisasi. Dalam rongga kelas I dan V, c-factor

6
adalah yang tertinggi karena lima dinding rongga terikat dan hanya satu
(permukaan oklusal) yang tidak terikat. Polimerisasi shrinkage antara 1,7-
5,7% dari total volume restorasi menyebabkan resin menarik diri dari
dinding rongga, meninggalkan celah kecil. Celah ini memungkinkan
masuknya saliva dan bakteri atau disebut juga kebocoran
mikro/microleakage dan menghasilkan sensitivitas post operatif.8
2.2.4 Kesalahan Operator
a) Kesalahan operator saat melakukan preparasi kavitas dapat berujung
pada terjadinya sensitivitas gigi. Penelitian menunjukkan bahwa
peningkatan temperatur selama preparasi kavitas bisa mempengaruhi
kerusakan yang irreversibel yerhadap jaringan pulpa. Peningkatan
yang lebih dari 5℃, bisa menyebabkan nekrosis pulpa. Ketika
menggunakan cutting burs selama preparasi kavitas bisa berdampak
pada pengambilan jaringan sampai mencapai tanduk pulpa, sehingga
menyebabkan terbukanya pulpa, untuk mencegah hal tersebut, perlu
dilakukan irigasi yang rutin untuk mengurangi pemanasan pulpa.8
b) Berhubungan dengan operator dan prosedur restoratif, banyak pasien
mengeluh hipersensitivitas setelah restorasi. Ketidaknyamanan
biasanya berdurasi singkat. Jika nyeri berkepanjangan, pulpa yang
masih vital mungkin akan menjadi parah, penyebabnya adalah karena
adanya kebocoran mikro oleh toksin bakteri yang ada di bawah
restorasi. Langerhands menyimpulkan bahwa terbukanya dentin
selama preparasi kavitas harus segera ditutup dengan bahan yang tidak
menyebabkan iritasi untuk menutup tubulus dan demikian mencegah
kebocoran mikro.9
2.3 Patomekanisme Rasa Sakit Pasca Restorasi.
Restorasi resin paling sering dikaitkan dengan nyeri periapikal. Restorasi
resin adalah faktor klinis untuk nyeri periapikal dengan jenis restorasi tanpa
perlindungan pulpa yang memadai. Frekuensi tertinggi nyeri odontogenik
ditemukan pada kasus pilpitis simptomatik dan periodontitis apikalis

7
simptomatik yang berasal dari infeksi. Faktor utama yang berhubungan dengan
nyeri pulpa dan periapikal berasal dari karies dan ruang pulpa yang terbuka.10

Tipe dan penyebab gigi sensitif:11

1. Fisiologis
Dalam keadaan fisiologis gigi memperlihatkan keadaan yang normal atau
fisiologis ketika ada stimulus dingin dan rangsangan panas maka terjadi
sensitivitas pada gigi
2. Patologis
Sensitivitas karena patologis disebabkan oleh adanya karies, gigi yang
fraktur, erosi, dan resesi gingiva dapat menyebabkan respon berlebih
terhadap panas, rangsangan kimia, serta mekanik.
3. Iatrogenik
Sensitivitas karena iatrogenik disebabkan oleh operator. Contohnya dalam
melakukan prosedur perawatan jaringan periodontal, dan prosedur
restorasi intrakoronal dan ekstrakoronal. Faktor iatrogenik inilah yang
menyebabkan sakit pasca restorasi.
Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan sakit pasca restorasi:

1. Resin komposit tidak mampu berikatan secara kimiawi dengan jaringan


keras gigi. Hal ini menyebabkan marginal leakage, marginal stain, karies
sekunder, dan iritasi pulpa, sehingga dibutuhkan suatu bahan yaitu
bonding (adhesive), jika bahan bonding tidak dapat berpenetrasi dengan
baik serta membuat ikatan dentin dan resin komposit lemah. Kegagalan
bonding ini menyebabkan nyeri setelah restorasi, adanya kebocoran tepi
restorasi, dan kegagalan restorasi. Kebocoran mikro akan selalu ditemukan
antara dinding kavitas dengan bahan tumpatan, bahan dasar kavitas atau
bahan pelapis kavitas. Celah ini menjadi jalan masuk bakteri, cairan
mulut, substansi kimia, molekul dan air yang terdapat diantara permukaan
gigi dan material restorasi.12
2. Penyusutan pada saat polimerisasi dan C- factor

8
Sensitivitas pasca restorasi dengan bahan komposit disebabkan oleh
residual stress karena adanya penyusutan pada saat polimerisasi yang
mengakibatkan de-bonding dari restorasi yang terjadi pada retakan
enamel. C-factor atau faktor konfigurasi yang merupakan jumlah dinding
dari suatu kavitas yang terikat dengan resin komposit dan berpengaruh
terhadap penyusutan. Misalnya, dalam restorasi kelas 2, C-factornya
adalah 5, semakin tinggi c-factor semakin tinggi peluang terjadinya de-
bonding dari dinding kavitas- kompoait karena adanya penyusutan. Oleh
karena itu untuk menghindari masalah c-factor, step curing dapat
membantu menghindari restorasi dari kebocoran tepi, ketegangan cups dan
penyusutan pada saat polimerisasi. Layering dengan teknik incremental
pada restorasi komposit secara horizontal khususnya pada restorasi kelas 1
dapat mengurangi c-factor.13
3. Gigi yang telah direstorasi apabila terjadi kerusakan sampai kejaringan
pulpa, dan pulpa tersebut tidak dilakukan penanganan dan dibiarkan, pulpa
akan tidak mampu melawan secara adekuat reaksi peradangan karena
pulpa dibatasi oleh jaringan keras. Sehingga menyebabkan tekanan pulpa
meningkat, ketidakmampuan pulpa untuk mengembang oleh karesi dan
permeabilitas tekanan darah pun meningkat dan menyebabkan rasa sakit.
na dibatasi oleh jaringan keras akan menyebabkan meningkatnya
vasodilataKeadaan ini apabila terus-menerus akan menyebabkan nekrosis
pulpa dan kolonisasi bakteri menyebar melalui foramen apikal menuju ke
jaringan periapikal.14

2.4 Patomekanisme Penyakit Periapikal.


Pulpa yang telah terekspos oleh karies atau trauma berarti telah terinfeksi
karena pulpa sudah dapat dimasuki oleh berbagai mikroorganisme. Penyebab
utama penyakit pulpa adalah mikroorganisme atau hasil matabolismenya
yang masuk ke dalam ruang pulpa melalui dentin yang terbuka akibat karies
atau fraktur, penyebaran infeksi gingival, atau terbawa oleh aliran darah.
Pulpa yang terinfeksi akan merespon dengan respon inflamasi yang bertujuan

9
sebagai pertahanan diri terhadap iritan. Respon imun yang berperan pada
proses ini adalah polymorphonuclear leukocyte (PMNs) yang bersifat fagosit
dan akan membunuh bakteri sehingga dapat mencegah penyebaran bakteri
lebih lanjut pada pulpa.15 Karena beberapa mikroorganisme masuk melalui
tubulus dentinalis maka akan lebih sulit untuk dihilangkan. Pada inflamasi
pulpa terdapat sedikit ruang atau bahkan tidak ada ruang untuk keadaan
membengkak pada saat inflamasi karena pulpa dikelilingi oleh dentin yang
keras dan tidak fleksibel kecuali pada bagian apikal foramen, sehingga cepat
menyebar ke apikal. Banyaknya eksudat radang yang berakumulasi
menyebabkan rasa sakit akibat adanya tekanan pada ujung saraf. Pada
awalnya infeksi hanya mengenai area kecil pada pulpa atau infeksinya
terlokalisir. Area yang nekrosis akan semakin berkembang dan menyebabkan
terganggunya suplai nutrisi. Hal ini menyebabkan banyak PMN yang mati
dan terbentuklah pus yang akan mengiritasi sel saraf lebih jauh. Proses ini
dapat terus berlanjut hingga menginfeksi seluruh pulpa dan akan
menyebabkan terjadinya nekrosis pulpa. Pada tahap ini organisme dapat ikut
mati atau dapat bertahan dan menimbulkan reaksi pada jaringan periapikal
akibat produk metabolismenya. Pada saat terjadi respon inflamasi, tekanan
jaringan akan meningkat. Keadaan stasis akan tercapai dan mengakibatkan
nekrosis pada pulpa.16 Nekrosis pulpa terdiri dari 2 macam yaitu nekrosis
koagulasi dan nekrosis likuefaksi. Pada nekrosis koagulasi bahan jaringan
yang dapat larut mengendap atau diubah menjadi bahan solid. Nekrosis
likuefaksi terjadi bila enzim proteolitik mengubah jaringan pulpa menjadi
masa yang melunak suatu cairan atau debris amorfus.17 Dari respon imun
yang terjadi dapat menyebabkan beberapa respon yang berhubungan dengan
kerusakan seperti munculnya resorpsi tulang di periapikal. Resorpsi tulang
tersebut akan memberikan pembatas antara iritan dengan tulang untuk
mencegah infeksi bakteri pada jaringan tulang alveolar yang dapat
menyebabkan terjadinya osteomyelitis.18

10
2.5 Pertimbangan rencana perawataan dan prosedur perawatan

2.5.1 Pertimbangan19
Keadaan pasien yang dapat mempengaruhi pemilihan kasus
Perawatan endodonti
a. Keadaan umum penyakit sistemik akan mempengaruhi Perawatan
endodonti. adanya penyakit seperti kardiovaskular hipertensi diabetes,
hemofilia, hepatitis, desta neoklasik harus diperhatikan premedikasi
golongan obat apa Saja yang merupakan indikasi dan kontraindikasi
keadaan pasien seperti diatas akan menyebabkan kerja sama yang
kurang antara pasien. dan dokter gigi karena kemungkinan Pasien tidak
dapat datang pada kunjungan berikutnya. Jadi, harus dipikirkan apakah
Perlu Keadaan umumnya dipulihkan dahulu, baru dilakukan Perawatan
endodontik, atau pasien dirawat di rumah Sakit sehingga perawatan
Penyakit sistemik dan perawatan endodontic, dapat dilakukan
bersamaan.
b. Keadaan Lokal
Keadaan lokal yang harus dipertimbangkan antara lain :
1) Apakah gigi harus dipertahankan untuk memperbaiki keadaan
mulut pasien.
2) Keadaan mulut Pasien. Kebersihan mulut pasien harus menjadi
bahan pertimbangan apakah perawatan endodonti yang kita
lakukan akan berhasil dengan baik. kebersihan mulut yang buruk
dapat mempengaruhi penyembuhan periapeks melalui adanya
hubungan yang terbuka dengan rongga mulut karena kebersihan
mulut yang buruk dapat menimbulkan saku gusi.
3) Keadaan mahkota gigi. kerusakan mahkota gigi yang luas dapat
menimbulkan masalah dalam perawatan untuk menjamin aseptis
/tidaknya Pekerjaan yang kita lakukan. Bergantung pada kerusakan

11
mahkota gigi kita mungkin memerlukan Pembuatan dinding
mahkota buatan.
4) Keadaan saluran akar. saluran akar dengan foramen apikal yang
terbuka, mungkin harus dirawat dengan spesifikasi untuk menutup
foramen apikal agar perawatan saluran akar selanjutnya dapat
dilakukan dengan baik. Adanya saluran akar tambahan /ramifikasi,
Saluran akar yang bangkok Seperti huruf S, adanya resorpsi
internal mengharuskan pemilihan perawatan dilakukan dengan hati
hati, terutama agar Saluran akar dengan keadaan diatas dapat terisi
secara hermatis agar tidak terjadi infeksi ulang.
5) Keadaan akar. Keadaan akar yang mengalami fraktur atau adanya
resorpsi eksternal harus benar benar diperhatikan apakah perawatan
yang dilakukan akan dapat menjamin keberhasilan perawatan.
6) keadaan jaringan Periodontal. Prognosis perawatan Saluran akar
sangat bergantung pada keadaan jaringan periodontal gigi yang
dirawat seperti saku yang dalam yang menyebabkan terbukanya
jaringan periapeks akan menyulikan penyembuhan.
7) Keadaan prosesus alveolar Jika kelainan mengenai setengah dari
panjang akar, dokter harus mempertimbangkan apakah gigi Perlu
di pertahankan atau tidak. Pada keadaan resorpsi Prosesus
alveolaris yang masih dapat dikoreksi tanpa membahayakan tulang
Pendukung yang tertinggal perawatan dapat dilakukan jika Pasien
ingin mempertahankan giginya.
c. Sosial-ekonomi
Keadaan sosial pasien harus mendapat perhatian karena perawatan
saluran akar memerlukan biaya yang cukup tinggi, apalagi bila
restorasi setelah perawatan yang dilakukan bukanlah restorasi yang
murah. Pasisn dapat dirujuk kebalai pengobatan gigi yang kadang-
kadang mempunyai fasilitas yang lebih lengkap dengan biaya yang
lebih murah.
d. Kerjasama pasien

12
Perawatan saluran akar biasanya tidak dapat dilakukan dalam satu
kunjungan saja untuk itu diperlukan kerja sama yang baik dengan
pasien. Banyak pasien yang belum mengetahui akibat pencabutan gigi
sembarangan. sering pasien datang untuk mencabut giginya padahal
gigi tersebut masih dapat di pertahankan dan sabaliknya.
2.5.2 Prosedur perawatan
Prosedur perawatan saluran akar dengan teknik crown down
pressureless:20,21
1. Isolasi daerah kerja
2. Pembukaan pulpa serta akses kesaluran akar
3. Setelah itu lakukan preparasi pada saluran akar dengan memulai
memasukkan K-file terkecil (#10 atau #15), k-file tersebut
dimasukkan sampai 2/3 korono dengan mengacu pada panjang kerja
estimasi
4. Setelah k-file dimasukkan pada 2/3 selanjutnya irigasi setelah itu
masukkan pro taper S1 tetapi untuk kasus dengan saluran akar
sempit direkomendasikan untuk memulai dengan Sx
5. Setelah itu irigasi dan masukkan S2 ke 2/3 korona dengan panjang
kerja estimasi
6. Setelah itu konfirmasi panjang kerja menggunakan k-file #10 atau
#15 dengan electroni apex locators dan/atau konfirmasi radiograpi
7. Setalah itu lanjutkan dengan F1, F2 dan F3 (jika dibutuhkan) sesuai
dengan panjang kerja (1/3 apikal), perlu diingat setiap pergantian
instrumen harus selalu di irigasi.
8. Selanjutnya saluran akar dikeringkan dan dilakukan pengisian
saluran akar
Adapun langkah-langkah pengisian saluran akar yaitu:
1. Pengisian saluran akar menggunakan resin siler dan gutta percha 6%
2. Saluran akar diolesi resin siler dengan menggunakan lentulo sesuai
panjang kerja

13
3. Setelah itu ujung gutta percha diolesi siler kemudian dimasukkan
kedalam saluran akar dan dipotong 1 mm dibawah orofis dengan
teknik single cone
4. Kemudian tutup menggunakan glass ionomer cement
5. Setelah itu preparasi kavitas klas II
6. Lalu dilanjutkan dengan restorasi resin komposit
2.6 Evaluasi Keberhasilan Perawatan

Prognosis digunakan untuk memprediksi apakah perawatan endodontik


dapat mencegah periodontitik apkal atau bahkan menyembuhkannya.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi prognosis meliputi:22
a. Apical pathosis
b. Adanya bakteri pada saluran akar
c. Kualitas obturasi
d. Kualitas restorasi koronal
Kehadiran bakteri setelah dan sebelum obturasi dapat memberikan
prognosis yang buruk. Kemudian penyembuhan juga kurang dapat diprediksi
jika obturasi terlalu pendek (lebih dari 2mm dari apex) atau terlalu panjang
(keluar dari apex). Banyaknya rongga dan kurangnya kepadatan saat obturasi
dapat memberikan tingkat keberhasilan yang rendah.22

Waktu recall yang disarankan antara 6 bulan hingga 5 tahun. Enam bulan
adalah waktu yang dirasa paling tepat untuk recall. Jika pada kurun waktu 6
bulan masih ada lesi tetapi ukurannya sudah mengecil maka hal ini
mengindikasikan bahwa lesi dapat sembuh tetapi tetap dibutuhkan recall
kembali. Jika dalam kurun waktu lebih dari satu tahun belum ada perubahan
pada lesi atau bahkan lesi semakin membesar maka dianggap perawatan tidak
berhasil.23
2.6.1 Metode Evaluasi Keberhasilan Perawatan 22,23
a. Pemeriksaan Klinis
Adanya tanda atau gejala persisten biasanya merupakan indikasi dari suatu
penyakit dan kegagalan perawatan. Namun, tidak adanya gejala juga tidak

14
bisa dijadikan gambaran kesuksesan perawatan. Penyakit periapikal tanpa
gejala biasanya ada pada gigi baik sebelum dan sesudah perawatan saluran
akar. Tanda seperti pembengkakan dan saluran sinus serta gejala seperti
nyeri spontan, nyeri terus menerus yang tumpul, atau sensitif saat
mengunyah biasanya menunjukkan kegagalan perawatan. Adapun kriteria
klinis untuk keberhasilan perawatan meliputi:

 Tidak adanya rasa sakit dan pembengkakan


 Menghilangnya sinus tract
 Tidak adanya kerusakan pada jaringan lunak, termasuk defect saat
probing
b. Pemeriksaan Radiografi
Berdasaran temuan radiografi, hasil perawatan dapat diklasifikasikan
sebagai keberhasilan, kegagalan, atau meragukan.

 Berhasil, jika tidak ada lesi radiolusen pada apikal. Hal ini berarti
lesi yang terdapat pada saat perawatan telah membaik atau tidak
timbul lesi yang tidak ada saat perawatan. Dengan demikian
keberhasilan radiografi dibuktikan dengan hilangnya atau
berkurangnya lesi minimal 1 tahun setelah perawatan
 Gagal, jika kelainan menetap atau berkembangnya suatu tanda
penyakit yang terlihat jelas secara radiografiis. Secara khusus,
terdapat lesi radioluen yang membesar, menjadi persisten atau
telah berkembang mulai saat perawatan. Gigi nonfungsional dan
symptomatic dengan atau tanpa lesi radiografi dianggap gagal.
 Meragukan, jika terdapat tanda-tanda yang mencerminkan
situasinya dapat memburuk atau membaik. Lesi radiolusen pada
gigi ini tidak membesar dan tidak juga mengecil. Gigi
asimptomatik dan fugsional. Status meragukan dinyatakan tidak
sembuh atau gagal jika tidak ada perbaikan setelah lebih dari satu
tahun.
c. Pemeriksaan Histologi

15
Evalusi histologis jaringan periradikuler setelah perawatan saluran akar
tidak praktis dan tidak mungkin dilakukan tanpa operasi. Jika gigi yang
dirawat harus dievaluasi secara histologis, perawatan yang berhasil akan
diindikasikan dengan pemulihan struktur periradikular dan tidak adanya
inflamasi.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas diagnosa dari kasus yang diberikan adalah
pulpitis apikalis simptomatik. Dikatakan pulpitis apikalis simpotimatik karena
pasien mengeluhkan rasa sakit pada giginya tersebut saat mengunyah dan pada
pemeriksaan radiografi terlihat gambaran radiolusensi pada periapikal.Untuk
perawatannya kita harus mempertimbangkan setiap kemungkinan untuk
mempertahankan gigi selama gigi itu masih bisa untuk dipertahankan di dalam
rongga mulut. Perawatan saluran akar menjadi alternatif perawatan dengan tingkat
beberhasilan yang dapat diprediksi. Dengan pengetahuan dan keterampilan yang
baik akan dapat menghasilkan perawatan yang baik. Kita menggunakan
perawatan saluran akar dengan teknik crown down pressureless karena pasien
memiliki saluran akar yang agak sempit dan membengkok.

3.2 Saran
Setelah membaca makalah ini diharapkan kepada pembaca maupun
penulis dapat memahami dengan paripurna mengenai Gigi Sakit Pasca Restorasi,
serta prosedur perawatannya agar dapat bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, dan
lingkungan sekitar.
DAFTAR PUSTAKA

1. Apriyono, Dewi K. Kedaruratan Endodonsia. Stomatognatic (JKG Unej).


2010;7(1):47.
2. Walton E, Torabinejad M. Prinsip dan praktik ilmu endodonsia . Ed 3.
Jakarta: EGC; 2008. p.60-72.
3. Febrian. Aspek imunopatogenesis periodontitis apikalis. Literature
review. Departemen of Dental Public Health Adalas Dental Journal
4. Nurhapsari A. Perbandingan kebocoran tepi antara restorasi resin
komposit tipe bulk-fill dan tipe packable dengan penggunaan sistem
adhesif total etch dan self etch. Odonto Dental Journal. Jul 2016; 3(1): 9
5. Ayar Mk. Post operative sensitivity after placement of bulk fill posterior
restoration. J res med dent sci. 2017; 5(3): 53
6. Auschill TM,Koch CA, Wolkewitz M, Helwig E, Arweiler NB.
Occurence and causing stimuli of post operative dentistry 2009. h. 9
7. White SC, Pharoah MJ. Oral radiology: principle and interpretation. Ed 7.
St louis : Elsevier. 2014. Hh.177, 309
8. Sabbagh J, Claude J, McConnell RJ. Post-operative sensitivity and
posterior composite resin restorations: a review. Dent
Update.2018;45(1):208-9
9. Rotstein I, Ingle J. Ingle’s Endodontics. Ed 7. North Carolina : PMPH
USA. 2019 H.158
10. Estrela C, Guedes OA, Silva JA. Diagnostic and clinical factors
associated with pulpal and periapical pain. Braz Dent J: 2011; 22(4). P.
310-11.
11. Subbagh J, Fahd JC, McConnelll RJ. Post-operative sensitivity and
posterior composite resin restorations: A review. Dental Update: 2018. P.
207-9.
12. Rotsein I, Ingle Jl. Ingle’s endodontics 7. 7th Ed. California: PMPH USA;
2019. P. 158.

18
13. Survashe M, Mitesh P. Immediate pot-operative sensitivity after
composite resin restoration a review of treatment protocol. International
Journal of Dentistry and Oral Health: 2016. 2(2). P. 65.
14. Hargaves KM. Goodis HE. Seltzer and Bender’s dental pilp. Texas and
California: Quintessence Publishing Co, Inc; 2002. P.p 390-3.
15. Dewiyani S. Perawatan endodontic pada kasus periodontitis apikalis
kronis. Jurnal PDGI. 2014;63(3):102.
16. Chandra BS, Gopikrishna V. Grossman's endodontic practice. 13th Ed.
India: Wolters Kluwer Health. 2014. Pp.95-6.
17. Gutomo AS, Kristanti Y. Perawatan saluran akar satu kunjungan disertai
restorasi dan pasak resin komposit pada nekrosis pulpa dengan lesi
periapikal. Maj Ked Gi. Juni 2011;18(1):40.
18. Torabinejad M, Walton RE, Fouad AF. Endodontics principles and
practice. 5th Ed. Missoun: Elsevier Saunders. 2015. Pp.56.
19. Tarigan R. Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti).ed 2. editor,Juwono L.
Jakarta: EGC, 2004. P. 89-92.
20. Garg N, Garg A. Textbook Of Endodontics. 4th Ed. Jaypee brothers
medical publisher (p) Ltd. 2019. Pp 243-5.
21. Diana S, S Pribadi. Perawatan satu kunjungan pada premolar pertama atas
menggunakan protaper rotary dan restorasi resin komposit. Maj
kedokteran gigi. Juni 2013; 20(1): p. 85-91.
22. Walton, Torabinejad. Principle and practice of endodontics. 3rd Ed.
Philadelphia: WB Saunders. 2002. pp. 332-7.
23. Torabinejad M, Walton RE. Endodontic principle and practice. 4th Ed.
Missouri: Elsevier. 2009. p. 377.

19

Anda mungkin juga menyukai