Anda di halaman 1dari 55

DEPARTEMEN PROSTODONSIA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HASANUDDIN
Laporan Kasus

Gigi Tiruan Sebagian Lepasan

OLEH:

Nama : Agil Malinda


Stambuk : J014201065
Pembimbing : Prof. Dr. drg. Bahruddin Thalib, M.Kes., Sp.Pros(K)

DIBAWAKAN SEBAGAI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN PROSTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Gigi adalah komponen fundamental dari sistem stomatognatik seluruh


tubuh. Apabila kehilangan gigi berarti kehilangan identitas kunci dan itu sangat
merugikan karena mempengaruhi penampilan, pengunyahan dan efisiensi
bicara. Sehingga diperlukan penggantian gigi yang hilang dengan memakai gigi
tiruan. Terdapat berbagai metode yang tersedia untuk pengelolaan kehilangan
gigi sebagian yaitu dengan menggunakan gigi tiruan sebagian lepasan (GTSL),
gigi tiruan tetap (GTT) dan implan. Suatu gigi tiruan tetap adalah gigi tiruan
sebagian yang direkatkan atau ditahan pada gigi, akar gigi, dan / atau implan
gigi abutment yang memberikan dukungan utama untuk gigi tiruan. Sebuah gigi
tiruan sebagian lepasan atau lengkap lepasan dapat menggantikan beberapa atau
semua gigi dan struktur disekitarnya pada penderita sebagian edentulous atau
seluruhnya dengan pengganti buatan yang dapat dilepas dan dipasang sendiri
oleh penderita.1
Penderita yang kehilangan giginya biasanya akan minta dokter gigi
untuk membuat gigi tiruan. Untuk orang dewasa muda yang memerlukan
perawatan prostodontik yang paling umum adalah gigi tiruan tetap atau gigi
tiruan sebagian lepasan. Sebaliknya, di antara orang dewasa berusia lebih dari
65 tahun, kebutuhan terbesar adalah untuk perawatan dengan gigi tiruan
lengkap lepasan.2,3
Gigi tiruan sebagian lepasan (GTSL) adalah protesa yang menggantikan
beberapa gigi dalam satu lengkung geligi yang dapat dipasang dan dilepas oleh
penderita. Restorasi prostetik ini sering disebut juga removable partial denture.
GTSL dianggap sarana yang dapat diterima secara luas menggantikan gigi yang
hilang sehingga mengembalikan fungsi dan esteika.2,3
BAB II

PENATALAKSANAAN KASUS

2.1 Kasus
Seorang perempuan berusia 45 tahun datang ke RSGM dengan keluhan sulit
mengunyah karena beberapa gigi belakang rahang atas, serta beberapa gigi depan
rahang bawah telah dicabut . Pasien ingin dibuatkan gigi tiruan. Pemeriksaan intra
oral hilang: 17, 24, 25, 27, 32, 31, 41, 42 dan dari hasil pemeriksaan pasien tidak
mempunyai penyakit sistemik

2.2 Definisi gigi tiruan sebagian lepasan (GTSL)


Gigi tiruan sebagian lepasan (GTSL) adalah protesa yang menggantikan
beberapa gigi dalam satu lengkung geligi yang dapat dipasang dan dilepas oleh
penderita. Restorasi prostetik ini sering disebut juga removable partial denture.
GTSL dianggap sarana yang dapat diterima secara luas menggantikan gigi yang
hilang sehingga mengembalikan fungsi dan esteika.3

2.3 Penatalaksanaan kasus


Pemeriksaan Subjektif5
1. Keluhan utama
Keluhan utama harus dicatat dengan kata-kata pasien sendiri. Pasien
menganggap keluhan utama sebagai masalah utama, oleh karena itu ketika
mengusulkan rencana perawatan yang komprehensif; perhatian khusus harus
diberikan kepada keluhan utama.
Keluhan biasanya termasuk dalam salah satu kategori berikut
a. Kenyamanan - dalam hal nyeri, kepekaan atau pembengkakan.
b. Fungsi - kesulitan dalam mengunyah atau berbicara.
c. Sosial - disebabkan oleh bau dan rasa tidak enak.
d. Penampilan – mengganggu estetika dalam hal gigi fraktur,
perubahan warna
2. Identitas Pasien
Berisi nama pasien, usia, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan dan
status keuangan dicatat. Rincian ini tidak hanya membantu dalam
mengembangkan hubungan dengan pasien tetapi juga memberikan informasi
mengenai harapan pasien dan status ekonomi.
3. Riwayat kesehatan (medical history)
Memperoleh riwayat medis membantu mengungkapkan kondisi sistemik
yang mendasari yang dapat mempengaruhi rencana perawatan. Pertanyaan
yang diajukan meliputi: penyakit yang pernah atau sedang diderita, obat-obatan
yang dikonsumsi dan kebiasaan pasien mengontrol kesehatannya.
4. Riwayat dental
a. Keinginan dan harapan pasien
Penting untuk mengetahui apa yang diharapkan pasien dari perawatan.
Harapan yang tidak realistis akan merusak keberhasilan perawatan.
Pendidikan pasien tentang apa yang mungkin dilakukan sangat penting
dalam kasus seperti itu.
b. Riwayat gigi sebelumnya
Penyebab kehilangan gigi: Jika penyakit periodontal adalah penyebabnya,
kemungkinan besar akan terjadi lebih banyak kehilangan tulang. Ini juga
membantu dalam prognosis.
Periode dan urutan edentulous: Semakin lama periode edentulous,
semakin banyak kehilangan tulang (resorpsi). Dengan memahami
urutannya, pola resorpsi tulang dapat diidentifikasi.
Pengalaman perawatan gigi dan gigi palsu: Pengalaman traumatis akan
mempengaruhi sikap pasien terhadap perawatan gigi dan membutuhkan
konseling dan edukasi yang lebih banyak. Pengalaman pasien dengan gigi
palsu sebelumnya akan memberikan gambaran tentang sikap, keinginan dan
harapan mereka.
Pemeriksaan objektif5
1. Ekstraoral
a. Kepala dan leher pasien harus diperiksa untuk mengetahui adanya
kondisi patologis.
b. Perhatikan adanya nodul dan ulserasi pada wajah.
c. Warna wajah, tekstur rambut, kejernihan mata, kesimetrisan dan
aktivitas neuromuskuler harus diperhatikan.
d. Wajah dan leher dipalpasi untuk memeriksa kelenjar atau massa
yang membesar.
Pemeriksaan wajah
• Bentuk wajah
Leon William telah mengklasifikasikan bentuk wajah berdasarkan perkiraan
bentuk wajah yaitu Square, Square-Tapering,Tapering dan ovoid. Ini
membantu dalam memilih bentuk gigi tiruan untuk pasien.

Gambar 1. Bentuk wajah. (A) Square, (B) Square-Tapering,


(C) Tapering dan (D) ovoid. Titik pada Temporal, Zygomatic, Angulus mandinula dijadikan titik
acuan dalam bentuk wajah

• Profil wajah
Profil wajah diklasifikasikan sebagai
- Kelas I: Profil normal atau lurus
- Kelas II: Profil retrognatis (cembung)
- Kelas III: Profil prognatik (cekung)
Gambar 2. Profil wajah. (A) lurus, (B) retrognati,
(C) prognati. Titik glabella, sub-nasion, dan pogonion sebagai acuan penentuan profil wajah

• Warna wajah, rambut dan mata


Ini membantu dalam menentukan warna gigi. Meskipun tidak
ada bukti ilmiah yang mengaitkan warna ini dengan warna gigi
tertentu, hubungan yang harmonis dari semua ini harus ada.
• Mata dan telinga
Termasuk simetris atau tidak simetris karena mata dan
telinga digunakan sebagai acuan bidang chamfer
• Hidung
Terkait dengan pernafasan yang perlu diperiksa sesaat
sebelum pencetakan rahang. Pasien yang bernafas melalui mulut
biasanya mempunyai palatum yang dalam, mukosa cenderung
kering, sehingga pada waktu pencetakan harus berkumur terlebih
dahulu supaya hasil cetakannya baik.
• Pemeriksaan bibir
Bibir, termasuk lip support, pergerakan bibir, ketebalan bibir,
panjang bibir sebagai penentu dalam pemilihan gigi anterior, bibir
yang pendek cendeung meperlihatkan lebih banyak struktur gigi dan
basis gigi tiruan. Selain itu perlu juga diperhatikan kesehatan bibir
seperti adanya fissure dan ulser pada sudut mulut. Jika terdapat
fissure pada sudut mulut dapat mengindikasikan defisiensi vitamin
B, kandidiasis, atau mulut tertutup dalam waktu lama karena terjadi
penurunan dimensi vertikal.
• Pemeriksaan otot
Otot yang mengelilingi mulut memainkan peran penting dalam
stabilitas protesa. Menurut House, Otot dapat diklasifikasikan sebagai
- Kelas 1: Fungsi dan tonus otot normal atau pasien tidak
menunjukkan degenerasi. Ini paling sering terlihat pada
pasien yang baru dilakukan ekstraksi .
- Kelas 2: Fungsi otot normal dengan sedikit penurunan tonus
otot.
- Kelas 3: Penurunan tonus dan fungsi otot, terlihat sebagai
lipatan nasolabial berlebih, atau hilangnya dimensi vertikal.
• Pemeriksaan TMJ
- Palpasi bilateral anterior pada tragus auricular ketika pasien
membuka dan menutup mulut.
- Bunyi clicking atau adanya nyeri
- Pembukaan mulut yang kurang dari 40 mm mengindikasikan
adanya keterbatasan membuka mulut.
- Deviasi dari midline
- Pergerakan lateral maksimum (normalnya sekitar 12 mm).
- Palpasi pada otot masseter dan temporal
2. Intraoral
a. Mukosa
Mukosa pipi, bibir, dasar mulut, ridge residual, palatum durum dan
palatum molle dievaluasi warna, ketebalan dan kondisinya dicatat.
• Warna
- Kemerahan adalah tanda peradangan, yang dapat disebabkan oleh
gigi palsu yang tidak pas, infeksi, merokok, dan penyakit sistemik
seperti diabetes. Penting untuk menghilangkan penyebabnya dan
membiarkan jaringan kembali normal sebelum pembuatan
cetakan.
- Bercak putih dan bercak berpigmen coklat / biru harus
diperhatikan. Jika penyebabnya tidak pasti, biopsi diindikasikan.
• Pemeriksaan residual ridge
Pemeriksaan residual alveolar ridge, sebagai berikut :
Ukuran lengkung: Besar/Sedang/Kecil

Gambar 3. Ukuran lengkung. Kiri — kecil, kanan — besar.

• Bentuk lengkung: persegi/lancip/ovoid

Gambar 4. Bentuk lengkung. (A) persegi, (B) lancip, dan (C) ovoid

• Kontur ridge
Diperiksa dengan inspeksi dan palpasi untuk mengetahui
apakah ada rasa sakit selama palpasi. Kontur ridge dapat
diklasifikasikan menjadi: high ridge dengan puncak yang datar dan
sisi sejajar, flat ridge, dan knife-edge ridge.

Gambar 5. Kontur ridge. (A) high ridge, (B) flat ridge, (C) knife-edge ridge

• Relasi rahang
Dapat diklasifikasikan menjadi normal, prognati, dan retrognati.
Gambar 6.Relasi rahang. (A) normal, (B) retrognati (C) prognati

• Jaringan flabby
Kedua rahang harus diperiksa apakah ada jaringan flabby atau
tidak karena ini dapat menyebabkan stabilitas dan dukungan gigi
tiruan buruk. flabby ridgediperiksa dengan menggunakan burnisher
pada mukosa atau prosesus alveolar. Burnisher tidak terlalu terbenam
dan mukosa terlihat pucat mengindikasikan bahwa mukosa keras.
Jika burnisher bisa ditekan lebih dalam menandakan mukosa lunak
dan jika mukosa bergerak pada arah bukolingual saat ditekan
menggunakan burnisher menandakan jaringan flabby.
• Palatum
Palatum diiklasifikasikan menurut bentuk sebagai
- Berbentuk U Memberikan retensi dan stabilitas yang baik
- Berbentuk V Memberikan retensi paling sedikit
- Datar Memberikan retensi dan stabilitas yang buruk
Kemudian diperiksa kedalaman palatum menggunakan kaca
mulut nomor 3, Disebut dalam bila kaca mulut terbenam lebih dari
setengahnya, disebut sedang bila kaca mulut terbenam setengahnya,
dan disebut dangkal apabila kaca yang terbenam kurang dari
setengahnya.

Gambar 7. Bentuk palatum. (A) bentuk U, (B) bentuk V, (C) datar


• Vestibulum
Dilakukan pemeriksaan dengan kaca mulut no.3 dalam atau
dangkalnya mempengaruhi retensi dan stabilisasi gigi tiruan. Disebut
dalam bila kaca mulut terbenam lebih dari setengahnya, disebut
sedang bila kaca mulut terbenam setengahnya, dan disebut dangkal
apabila kaca yang terbenam kurang dari setengahnya.
• Lidah
Lidah berdasarkan ukuran dapat diklasifikasikan menjadi tiga,
yaitu klas 1 jika ukuran lidah cukup untuk memenuhi lantai dasar
mulut dan ada cukup ruang untuk gigi tiruan, klas 2 jika lidah sedikit
terlalu memenuhi lantai dasar mulut dan klas 3 jika lidah sangat
besar. Posisi lidah dapat dibedakan berdasarkan klasifikasi wright
yaitu klas 1 jika ujung lidah berada diatas gigi anterior bawah, klas 2
jika lidah lebih tertarik ke belakang dan klas 3 jika lidah menggulung
kebelakang, sampai terlihat frenulum lingualis). Mobilitas lidah
dapat dinilai dengan melihat pergerakan lidah pasif atau aktif.

Gambar 8. Posisi lidah (klasifikasi wright). (A) klas 1, (B) klas 2, (C) klas 3

• Tuberositas maksilaris
Diklasifikasikan berdasarkan ukuran yang terbagi menjadi
tiga, yaitu besar jika lebih besar dari prosessus alveolar, sedang jika
sama dengan prosessus alveolar, dan kecil jika lebih rendah dari
alveolar.
• Ruang retromylohyoid
Dilakukan pemeriksaan dengan kaca mulut no.3 dalam atau
dangkalnya mempengaruhi retensi dan stabilisasi gigi tiruan. Disebut
dalam bila kaca mulut terbenam lebih dari setengahnya, disebut
sedang bila kaca mulut terbenam setengahnya, dan disebut dangkal
apabila kaca yang terbenam kurang dari setengahnya.
• Torus palatinus
Tonjolan ini digolongkan menjadi torus yang besar dan
kecil. tonjolan yang biasanya merupakan kelainan kongenital ini
permukaannya licin dan tidak begitu sakit bila mendapat tekanan,
dibanding exostosis. Torus ini merupakan hambatan utama bagi
kenyamanan pemakaian geligi tiruan, karena mukosa yang terdapat
diatas torus pada umunya tipis dan mudah kena trauma. Pada rahang
atas daerah torus biasanya dirilif atau bila hal ini tak mungkin
dilakukan, bagian ini dibebaskan dari penutupan plat protesa.
Ukuran torus diklasifikasikan menjadi:
- Kelas I: Torus tidak ada atau ukurannya minimal (kurang
dari 3 mm). Torus yang ada tidak mengganggu konstruksi
gigi tiruan.
- Kelas II: Torusberukuran sedang (3-6 mm). Torus ukuran
sedang dapat menyebabkan sedikit kesulitan dalam
pembuaat dan pemakaian gigi tiruan. Perawatan
pembedahan masih belum diperlukan.
- Kelas III: Torus berukuran besar (lebih dari 6 mm). Torus
ini mengganggu fungsi dan pembuatan gigi tiruan
sehingga memerlukan pembentukan atau pengangkatan
melalui prosedur pembedahan.

Gambar 9. Ukuran torus(A) klas I, (B) klas II, (C) klas III
• Exostosis
Merupakan tonjolan tulang yang tajam pada prosessus
alveolaris dan menyebabkan rasa sakit pada pemakaian protesa. Pada
tonjolan yang tajam dan besar, sehingga rilif tidak dapat
mengatasinya, maka perlu tindakan bedah.
• Frenulum
Frenulum, meliputi tinggi rendahnya perlekatan. Frenulum
lingualis pada rahang bawah dan frenulum labialis pada rahang atas
dan bawah merupakan struktur yang perlekatan sering kali dekat
dengan puncak residual ridge. Perlekatan semacam ini akan
mengganggu penutupan tepi (seal) dan stabilitas geligi tiruan. Letak
perlekatan frenulum diklasifikasikan menjadi:
- Tinggi : Perlekatannya hampir sampai ke puncak residual
ridge.
- Sedang : Perlekatannya kira-kira ditengah antara puncak
ridge dan dasar vestibulum.
- Rendah : Perlekatannya dekat dengan dasar vestibulum.

2.4 Pemeriksaan penunjang5


Radiografi panoramik diperlukan untuk pasien full edentulous.
Tujuannya adalah untuk melihat kondisi rahang dan untuk mengetahui ada
atau tidaknya patologi serta menentukan jumlah resorpsi ridge alveolar.
Memberikan informasi tentang defek pada struktur rahang, fragmen akar,
gigi yang tidak erupsi atau akar yang tertahan, benda asing, sklerosis, tumor
dan kista serta gangguan TMJ.
Jumlah resorpsi tulang dapat dinilai dengan menggunakan metode
yang dijelaskan oleh Wical dan Swoope yaitu ketinggian ridge alveolar asli
adalah tiga kali jarak dari batas inferior mandibula ke batas inferior foramen
mental. Jumlah resorpsi tulang diklasifikasikan sebagai
- Kelas I Resorpsi ringan — hilangnya sepertiga dari tinggi ridge vertikal.
- Kelas II resorpsi sedang — hilangnya sepertiga menjadi dua pertiga dari
tinggi vertikal .
- Kelas III Resorpsi parah — kehilangan lebih dari dua pertiga

Gambar 10. Klasifikasi resorpsi ridge alveolar

2.5 Diagnosis dan rencana perawatan


• Diagnosis
RA : Edentulous parsialis kennedy klas I modifikasi 1
RB : Edentulous parsial kennedy klas 4
• Rencana perawatan
RA : Gigi tiruan sebagian lepasan
RB : Gigi tiruan sebagian lepasan
• Desain gigi tiruan
Jenis gigi tiruan : Gigi tiruan sebagian lepasan
Material GTSL : Akrilik
Gigi 16 : Klamer 2 jari dengan mesial oklusal rest
Gigi 23 : Klamer S
Gigi 26 : Klamer 2 jari dengan mesial oklusal rest
Gigi 36 : Klamer 3 jari
Gigi 33 : Klamer S
Gigi 43 : Klamer S
Gigi 46 : Klamer 3 Jari

2.6 Informed Consent


Setelah pencatatan rekam medis dilakukan dan didapatkan diagnosis
yang tepat, pasien diberitahukan mengenai rencana perawatan yang sesuai yaitu
pembuatan gigi tiruan penuh. Pasien juga dijelaskan mengenai lamanya proses
pembuatan gigitiruan tersebut. Setelah informasi ini diberikan pada pasien, maka
diminta persetujuan tertulis dari pasien dalam bentuk inform concent. Seluruh
informasi dicatat dalam dental record dan selanjutnya dilakukan prosedur kerja
berikutnya.
Gambar 11. Lembar persetujuan tindakan medis

2.7 Mouth Preparation

Evaluasi kondisi intraoral pasien yang ada merupakan bagian penting dari
perencanaan perawatan untuk protesa gigi tiruan sebagian lepasan. Rongga mulut
harus dievaluasi secara keseluruhan dan tidak terbatas pada ada atau tidaknya gigi.
Bentuk anatomi dari gigi yang tersisa, struktur anatomis di sekitarnya, dan kualitas
jaringan mukosa harus dinilai untuk menentukan kemampuan untuk menopang
protesa. Tujuan dari prosedur yang terlibat adalah untuk menciptakan kesehatan
yang optimal dan menghilangkan atau mengubah kondisi apapun yang akan
merugikan keberhasilan fungsional dari gigi tiruan. Kebutuhan pasien dapat dibagi
menjadi disiplin ilmu utama kedokteran gigi: pembedahan, periodontik,
endodontik, prostodontik, dan ortodontik.

Secara bedah, gigi, tulang, dan jaringan lunak harus dievaluasi untuk
menentukan perlunya intervensi bedah. Pertimbangan pembedahan meliputi (1)
gigi dengan struktur yang terganggu yang mungkin memerlukan pencabutan (2)
gigi malposisi atau supraerupt yang mungkin memerlukan pencabutan (3)
tuberositas yang membesar yang mungkin memerlukan reduksi jaringan lunak atau
keras, (4) eksotoses dan tori yang mungkin memerlukan pencabutan atau
alveoloplasti, dan (5) jaringan yang dapat dipindahkan, jaringan hiperplastik, atau
epulus yang mungkin memerlukan eksisi.
Status periodontal pasien harus dievaluasi sehubungan dengan penyakit
periodontal dan pengendalian plak. Pengendalian penyakit periodontal harus
dimulai jika perlu sebelum memulai perawatan prostodontik definitif.

Sebagai bagian dari proses evaluasi gigi yang tersisa, keputusan harus
dibuat sehubungan dengan kesesuaian penyelamatan gigi melalui penggunaan
endodontik. Misalnya, gigi yang diekstrusi atau supraerupt dapat diselamatkan dari
pencabutan melalui terapi endodontik, reduksi permukaan oklusal untuk menyetel
kembali gigi ke bidang oklusi yang tepat, dan mahkota.

Evaluasi mulut dari perspektif prostodontik, termasuk deteksi karies dan


identifikasi restorasi yang rusak, kerusakan gigi secara struktural, ketidaksesuaian
bidang oklusal, maloklusi, dan kebutuhan untuk modifikasi. Kadang-kadang gigi
perlu dipasang mahkota untuk memperbaiki masalah ini. Selain itu, selama proses
survei perencanaan perawatan untuk desain gigi tiruan sebagian lepasan, gigi harus
dievaluasi untuk kontur mahkota yang dapat diterima, dan kebutuhan enameloplasti
untuk memperbaiki kontur gigi, membuat kursi istirahat, dan mengembangkan
bidang pemandu.8

2.8 Pencetakan pendahuluan dan pembuatan Model study5


Anatomi landmark yang harus didapatkan saat pencetakan pendahuluan
untuk rahang atas yaitu:
Gambar 10. Anatomi landmark rahang atas

1) Frenulum labialis
2) Vestibulum labialis
3) Frenulum bukalis
4) Vestibulum bukalis
5) Coronoid bulge
6) Residual alveolar ridge
7) Tuberositas maksilaris
8) Hamular notch
9) Posterior palatal seal region
10) Foveae palatinae
11) Median palatine raphe
12) Insisivus papilla
13) Rugae.
Kemudian untuk rahang bawah yaitu:

Gambar 11. Anatomi landmark rahang bawah


1) Frenulum labialis
2) Vestibulum labialis
3) Frenulum bukalis
4) Vestibulum bukalis
5) Residual alveolar ridge;
6) Buccal shelf;
7) Retromolar pad;
8) Pterygomandibular
9) Fossa retromylohyoid
10) Lidah
11) Sulcus alveololingual
12) Frenulum lingual
13) Premylohyoid eminence

• Alat dan bahan


- Sendok cetak
- Rubber bowl dan spatel
- Bahan cetak irreversible hydrocolloide dan air
- Handscoen, masker dan baju kerja
- Desinfektan
- Dental stone type IV
• Prosedur pencetakan pendahuluan
1. Operator menggunakan alat pelindung diri.
2. Instruksikan pasien untuk duduk dengan nyaman dan kepala tegak.
3. Instruksikan pasien untuk berkumur.
4. Mengatur posisi pasien dan operator
• RA : Pasien duduk dengan posisi tegak dan mulut pasien
sejajar dengan siku operator dan posisi operator berada
disebelah kanan belakang atau belakag pasien
• RB : Pasien duduk dengan posisi tegak dan posisi operator
berada disebelah kanan depan pasien
5. Pilih sendok cetak yang tepat dengan rongga mulut pasien. Sendok
cetak harus menutupi seluruh denture bearing area dan
menyediakan ruang 5-6 mm untuk bahan cetak.
6. Campurkan alginat dan air sesuai petunjuk pabrik pada rubber bowl,
aduk hingga homogen mengunakan spatel.
7. Masukkan bahan cetak pada sendok cetak, kemudian permukaannya
dihaluskan dengan handscoen yang telah dibasahi. Lalu sendok
cetak dimasukkan ke dalam mulut pasien.
8. Pada RA: sendok cetak dimasukkan dari arah belakang pasien.
Sendok cetak ditekan dari belakang kedepan dan tangan operator
memfiksasi sendok cetak. Instruksikan pasien untuk bernafas
melalui hidung dan sedikit menundukkan kepala.
9. Pada RB: sendok cetak dimasukkan dari arah depan kanan pasien.
Pertama masukkan salah satu sudut sendok cetak ke dalam mulut,
lalu putar posisi sendok cetak. Lakukan pencetakan pada gigi geligi
dan pasien instruksikan untuk mengangkat lidahnya, dan tangan
operator memfiksasi sendok cetak.
10.Setelah setting keluarkan dari rongga mulut, kemudian bersihkan
dan desinfeksi hasil cetakan.
Gambar 2.5 (A) Posisi mencetak rahang bawah; (B) Posisi mencetak rahang atas

• Pembuatan model study


1) Untuk memastikan akurasi, penuangan harus dilakukan selesai dalam
waktu 15 menit setelah cetakan dikeluarkan dari mulut.
2) Cetakan di sejajarkan posisinya dengan meja.
3) Campurkan bahan dental plaster tipe II dengan air sesuai rekomendasi
pabrik pada rubber bowl dan aduk hingga homogen menggunakan
spatel.
4) Setelah pencampuran, sejumlah kecil bahan ditambahkan pada satu
lokasi (misalnya, aspek posterior salah satu gigi geraham) untuk
membantu meminimalkan pembentukan gelembung. Bahan biasanya
dituangkan dalam tiga lapis. Lapisan pertama harus memiliki
campuran bahan yang lebih cair. Campuran bahan harus ditempatkan
di ujung distal cetakan dan dibiarkan mengalir ke daerah lainnya.
Kemudian cetakan harus ditempatkan pada vibrator untuk
menghindari pembentukan gelembung udara. Konsistensi campuran
bahan kedua harus sedikit lebih kental dan campuran bahan terakhir
dituangkan menggunakan base former.
5) Untuk hasil terbaik, model harus dipisahkan dari cetakan, 1 jam
setelah dituang.
2.9 Pembuatan sendok cetak individual6
Sendok cetak individual atau custom tray merupakan sendok cetak yang
dibuat hanya untuk perseorangan, sendok cetak ini bertujuan untuk mencetak
bagian yang diinginkan dengan detail (daerah vestibulum, frenulum, dan
retromylohyoid dari rahang). Sendok cetak individuil ini dapat dibuat dari resin
akrilik, shellac, dan impression compound namun yang paling dianjurkan adalah
yang terbuat dari bahan akrilik.
Prosedur :
1) Siapkan model study yang terlah dibuat sebelumnya

2) Gambar batas sendok cetak pada model menggunakan pensil.

3) Lapisi model gips dengan wax setebal lebih kurang 2 mm sehingga tidak
ada undercut dan kelebihan wax dihilangkan

4) Buat stopper jaringan yang berbentuk bulat atau persegi pada malam di
daerah anterior dan posterior untuk memudahkan pelepasan spacer.
5) Lapisi permukaan model dengan bahan separasi dengan cold mould seal.
Bahas separasi ini diaplikasikan untuk membantu melepas sendok cetak
dengan mudah dari model.

6) Siapkan bahan sendok cetak, tempelkan selapis tipis (1-2 mm) di seluruh
permukaan model sampai batas yang sudah digambarkan.

7) Buat pegangan sendok cetak.


8) Cobakan ke mulut pasien. bila ukuran sudah sesuai, lubangi untuk
retensi bahan cetak.
Kunjungan II
2.10 Border moulding5
Green stick dilunakkan diatas api bunsen atau pada air hangat
(50°C)kemudian diaplikasikan pada tepi sendok cetak individual

Prosedur kerja border moulding rahang atas :


1) Labial flange
• Pasif: bibir diangkat lalu ditarik ke arah luar dan ke bawah, lalu baru
ditekan ke gingiva.
• Aktif: pasien diinstruksikan untuk mengerutkan bibir dan menghisap
bibir atau jari dokter
2) Bukal flange (area frenulum bukalis dan distobukal):
• Pasif : pipi diangkat lalu ditarik ke arah luar, ke bawah, dan ke dalam
lalu digerakkan mundur dan maju.
• Aktif : pasien diinstruksikan untuk mengisap pipi, minta pasien buka
mulut dengan lebar

3) Daerah posterior palatal (post dam):


• Aktif : pasien diinstruksikan untuk mengatakan “AH” dengan
singkat
Prosedur kerja border moulding rahang bawah :
1) Labial flange :
• Pasif : bibir sedikit diangkat ke arah luar, ke bawah, dan ke dalam
• Aktif : instruksikan pasien menghisap bibi

2) Bukal flange (Frenulum bukal) :


• Pasif : pipi diangkat ke arah luar, ke atas, dan ke dalam dan digerakkan
mundur dan maju.
• Aktif : pasien diinstruksikan untuk menghisap pipi

3) Bukal flange ( daerah distobukal) :


• Pasif : pipi ditarik ke bukal untuk memastikan agar tidak terjebak pada
sendok cetak lalu digerakkan ke atas dan ke dalam.
• Aktif & pasif : masseteric notch dicatat dengan cara interview dengan
pasien, sementara dokter gigi menekan sendok cetak ke bawah, dan
instruksikan pasien buka mulut dengan lebar

4) Anterior lingual flange


• Aktif : pasien diinstruksikan untuk menjulurkan lidah dan
mendorong lidah kearah palatal anterior.

5) Middle portion dari lingual flange :


• Aktif : pasien diinstruksikan untuk menjulurkan lidah dan
menjilat bibir bagian atas dari sisi ke sisi
6) Distolingual flange
• Pasien diinstruksikan untuk menjulurkan lidah kemudian
letakkan lidah pada bagian distal palatal pada kanan dan
kiri vestibulum

2.11 Pencetakan fisiologis dan pembuatan model kerja


Tahap selanjutnya yaitu pencetakan dengan menggunakan bahan elastomer
(polyvinylsiloxane). Bahan elastomer ini bersifat hidrofobik sehingga harus dalam
lingkungan yang kering agar bisa tercetak dengan baik. Oleh karenanya, sebelum
pencetakan, mukosa yang akan dicetak dikeringkan terlebih dahulu dengan
menggunakan tampon.

Prosedur pencetakan fisiologis :


1) Cobakan sendok cetak terlebih dahulu kemulut pasien sebelum
pencetakan
2) Kain kasa kering diletakkan pada dasar mulut dan kain kasa harus
dilepas sebelum pencetakan cetakan
3) Manipulasi bahan cetak elastomer (polyvinyl siloxane) lalu
tuangkan kedalam sedok cetak.
4) sendok cetak diputar dalam bidang horizontal dan dimasukkan ke
dalam mulut menggunakan pegangan anterior
5) setelah sendok cetak terpasang dengan benar sendok cetak ditekan
pada bagian posterior kemudian lanjutkan penekanan di bagian
anterior.
6) Setelah selesai mencetak, cetakan negative dicor dengan
menggunakan dental gypsum tipe IV/V sehingga diperoleh model
kerja. Selanjutnya model kerja tersebut dikirim ke laboratorium
untuk pembuatan basis dan galengan gigi
Prosedur Beading & boxing :8
1) Cetakan harus distabilkan dengan menggunakan wax agar permukaan
cetakan sejajar dengan lantai
2) Untuk cetakan mandibula ruang lidah harus ditutup dengan selembar wax.
Lembaran wax dipotong menjadi pola bentuk 'U’ yang akan mendekati
ruang lidah. Wax pada ruang lidah menyatu 3-4 mm di bawah ketinggian
kontur sayap lingual. Lembaran wax harus menyatu secara akurat untuk
menghindari kebocoran dental stone saat dituangkan pada cetakan.

3) Beading wax disesuaikan 3-4 mm di bawah ketinggian kontur cetakan.


Lebar beading harus minimal 4 mm. Lebar beading wax harus merata di
sekitar cetakan. Beading yang bentuk atau penempatannya tidak tepat
dapat mengarah pada pembentukan batas tipis dan tinggi pada cetakan.
Ketebalan tambahan harus ditambahkan ke daerah posterior cetakan
mandibula
4) Beading wax harus ditutup di kedua sisi (atas dan bawah) dari cetakan
5) Cetakan beading ditempatkan di atas meja. Lembaran wax untuk boxing
dengan lebar sekitar 15 mm dipanaskan dan disesuaikan di sekitar cetakan
beading untuk membentuk dasar gips. Ujung boxing wax disatukan secara
akurat dan boxing wax dilekatkan ke beading wax di kedua sisi (atas dan
bawah)

6) Tuangkan air kedalam cetakan untuk mengecek kebocoran


7) Dental stone yang telah dicampur dituangkan ke dalam cetakan kotak dan
tunggu hingga setting

2.12 Surveying7
Rongga mulut pasien yang akan dibuatkan protesa biasanya memiliki
keadaan asimetri, bentuk gigi yang beragam, ukuran dan bentuk daerah tak bergigi
serta tulang alveolarnya berbeda pula. Sumbu panjang gigi yang masih ada satu
sama lain tak sejajar begitupun dengan bentuk permukaan giginya yang tidak
beraturan dan hamper selalu menunjukkan adanya undercut. Hal ini akan
menyulitkan pembuatan protesa. Dengan demikian, perlu dipikirkan suatu cara
sehingga gigi tiruan dapat dipasang dan dilepas dengan mudah. Oleh karena itu,
dilakukan surveying dengan menggunakan alat surveyor dental

Prosedur surveying terbagi menjadi 4 fase yaitu:


1) Pemeriksaan visual awal pada model studi
Tahap ini di deskripsikan sebagai "eyeballing" model studi dan
merupakan awal yang berguna dalam prosedur surveying yang tepat. Model
ditahan pada bagian hand dan susunan gigi dan ridge dapat diamati, setiap
masalah yang didapatkan dicatat dan dibuat keputusan untuk melakukan atau
tidak melakukan survei kemiringan (tilt survey).
Pengalaman klinis menunjukkan bahwa posisi model ini merupakan posisi
yang paling memberikan keuntungan yang besar. Bagaimanapun, lateral tilt
pada model ke kiri atau ke kanan juga dapat diindikasikan pada sebuah
kondisi tertentu.
2) Survei awal (Initial survey)
Model studi diposisikan dengan posisi occlusal plane horizontal dan gigi
pada ridge di survei untuk diidentifikasi adanya area undercut yang mungkin
dapat dimanfaatkan untuk menyediakan retensi dalam hubungannya dengan
path of displacement.
Posisi garis survey (survey line) dan variasi undercut harus dicatat. Jumlah
undercut dapat dinilai mendekati ukuran triagle of light antara marker dan
bagian servikal gigi atau mengukur dengan lebih teliti menggunakan sebuah
undercut gauge. Penilaian kemudian dapat dibuat untuk menentukan apakah
perluasan horizontal undercut (horizontal extended undercut) cukup untuk
dijadikan retensi.

3) Analisis
Gigi tiruan sebagian lepasan dapat didesain pada sebuah model yang telah
di survei menggunakan oklusal plane horizontal (i.e sehingga path of
insertion = path of displacement). Meskipun demikian, terdapat suatu kondisi
dimana memiringkan model studi diindikasi sehingga path of insertion dan
path of diplacement akan berbeda.
Sebelum menentukan apakah model harus dimiringkan untuk final survey,
graphite marker pada surveyor diganti menggunakan analysing rod, sehingga
posisi model studi yang beragam dapat di periksa tanpa menandai gigi.
Analisis pada model studi kemudian dilanjutkan dengan occlusal plane
horizontal dan aspek berikut, satu atau lebih aspek yang mungkin dibutuhkan
pada final survey dengan model yang dimiringkan yaitu mempertimbangkan:

a) Penampilan
Ketika model studi maksila yang memiliki area edentulous di
anterior disurvei menggunakan occlusal plane horizontal, umumnya
dapat ditemukan adanya undercut pada aspek mesial gigi abutment.
Jika gigi tiruan sebagian lepasan dibentuk dengan arah insersi
vertikal, akan terbentuk celah antara saddle gigi tiruan dan gingiva
gigi abutment pada daerah gigi berkontak.

Celah yang tidak estetik ini dapat di cegah dengan membuat


model studi miring ke posterior sehingga analysing rod sejajar
dengan permukaan mesiolabial gigi abutmnent. Dengan path of
insertion seperti ini, saddle dapat berkontak dengan gigi abutment
pada permukaan mesiolabial dan terlihat estetik yang lebih baik.

b) Interference
Saat memeriksa model studi dengan occlusal plane
horizontal, kadang-kadang terlihat bahwa gigi atau ridge yang
undercut akan menghalangi insersi dan penempatan yang benar dari
bagian gigi tiruan yang kaku. Dengan memiringkan model studi, arah
insersi mungkin ditemukan untuk menghindari gangguan ini. Sebagai
contoh, jika terdapat tulang undercut di labial, insersi gigi tiruan
bersayap (flanged denture) di sepanjang jalur pada sudut yang benar
ke bidang oklusal mungkin hanya dapat diperoleh jika sayap dibuat
menjauh dari mukosa atau dibuat dengan ukuran pendek dari area
undercut. Hal ini dapat mengakibatkan retensi dan penampilan yang
buruk.

Gambar. Sayap gigi tiruan jauh dari mukosa atau dibuat


dengan ukuran yang pendek dari area undercut.

Jika bagian posterior model studi dimiringkan sehingga rod,


dan path of insertion sejajar dengan permukaan labial dari ridge,
dimungkinkan untuk memasukkan sayap yang sesuai dengan ridge
secara akurat.

Gambar. Sayap gigi tiruan dapat masuk dan sesuai dengan


ridge secara akurat

Gigi premolar yang miring dapat membuat tidak


mungkinnya dilakukan penempatan sebuah sublingual, atau lingual,
konektor bar dengan posisi yang cukup dekat ke mukosa lingual.
Masalah ini akan terjadi secara lingual pada gigi 44.

Melakukan anterior tilt pada model studi dapat memberikan


path of insertion yang menghindari gangguan tersebut. Jika terdapat
gangguan pada sebuah gigi dan tidak dapat dihindari dengan
memilih path of insertion yang tepat, pertimbangan perlu dilakukan
untuk mengeliminasi gangguan tersebut dengan melakukan
preparasi pada gigi, seperti pembuatan crown untuk mengurangi
lingual overhang.

c) Retensi
Untuk mendapat retensi, harus terdapat undercut pada gigi
yang relatif terhadap horizontal survey. Terdapat sebuah miskonsepsi
yang meyakini bahwa mengubah kemiringan model gigi akan
menghasilkan undercut yang retentif yang tidak diperoleh saat model
studi dalam posisi horizontal.

.
Gambar. Prinsip untuk memiringkan model studi untuk
memperkuat retensi yaitu dengan mengubah arah insersi (1)
sebuah gigi tiruan yang kaku dapat memasuki area
permukaan gigi atau ridge yang memiliki undercut yang
relatif terhadap path of displacement (2).

Pada contoh ini, retensi yang diperoleh dengan melibatkan


undercut pada daerah distal gigi kaninus dapat terlihat lebih baik
dibandingkan lengan klamer pada gigi yang sama.
Keputusan untuk memiringkan gigi untuk final survey pada
model studi biasanya menjadi masalah karena kebutuhan arah
insersi yang berbeda pada gigi tiruan biasanya bertentangan, seperti
tampilan sanddle anterior maksila akan cenderung melebihi posisi
optimal klamer molar dan posterior tilt akan dipilih untuk final
survey. Hal ini tentu memungkinkan untuk membuat undercut yang
lebih menguntungkan pada gigi molar dengan melakukan preparasi
gigi.
e. Final survey
Jika telah diputuskan untuk memiringkan model studi,
analysing rod diganti menggunakan marker dengan warna yang
berbeda-beda, dan final survey pun dilakukan. Biasanya akan
ditemukan sebuah gigi memiliki dua survey line yang terpisah dan
saling menyilang. Untuk mendapatkan retensi yang optimal, perlu
untuk memahami bagaimana posisi klamer yang benar dengan
hubungannya dengan dua survey line.
Gambar. Melakukan final survey menggunakan marker

Tujuan yang ingin diperoleh dari retensi yang optimal yaitu


harus dapat menyediakan, antara lain:
- Resistensi sepanjang arah perpindahan gigi tiruan (path
of displacement)
- Resistensi sepanjang arah penarikan (path of
withdrawal)
Poin pertama dapat diperoleh dengan menggunakan guide
surface atau klamer sementara poin kedua dapat diperoleh dengan
menggunakan klamer saja. Beragam macam cara untuk mendapat
tujuan ini diilustrasikan pada gambar 37-40. Pada setiap kasus, red
survey line telah dibuat dengan posisi model yang dimiringkan dan
relatif terhadap path of insertion dan withdrawal, sementara green
survey line dibuat dengan posisi model yang horizontal dan relatif
terhadap path of displacement.

Gambar. Ketika guide surface digunakan untuk


menyediakan resistensi terhadap perpindahan gigi tiruan pada
arah oklusal, bagian retentif pada klamer harus tahan
terhadap pergerakan sepanjang path of withdrawal, sehingga
dapat diposisikan sesuai dengan referensi red survey line.

Gambar. Tidak masalah jika seperti pada contoh ini, klamer


melekat sangat dalam pada undercut yang relatif terhadap
path of displacement. Pergerakan gigi tiruan pada arah
oklusal dicegah dengan berkontak pada guide surface,
sehingga deformasi permanen klamer tidak terjadi.

Ketika gigi tiruan tidak mmenyentuh guide surface pada gigi


yang diberi klamer, klamer harus dapat menahan pergerakan gigi
tiruan sepanjang baik path of withdrawal maupun path of
displacement. Klamer akan membutuhkan posisi pada kedalaman
yang benar pada undercut yang relatif terhadap kedua survey line,
sehingga klamer akan menyediakan retensi tanpa mengalami
deformasi secara permanen akibat insersi dan pelepasan gigi tiruan
sepanjang arah yang telah direncanakan atau perpindahan yang tidak
disengaja pada gigi tiruan saat digunakan. Cara mendapatkannya di
tunjukan pada gambar 158 da 159

Gambar. Klamer yang di posisikan dengan pendekatan


secara gingiva pada area survey line yang menyilang untuk
menahan pergerakan disepanjang baik path of withdrawal
maupun path of displacement tanpa berubah bentuknya
secara permanen akibat pergerakan disepanjang arah lainnya.

Gambar. Jika survey line konvergen ke arah mesial atau


distal, ujung klamer yang diposisikan dengan pendekatakan
secara oklusal dapat melekat pada area umum yang menjadi
undercut untuk menyediakan resistensi terhadap pergerakan
disepanjang kedua arah.

Jika model studi telah dimirngkan untuk final survey,


derajat kemiringan harus dicatat sehingga posisi model studi
dapat diposisikan kembali di laboratotium.
Terdapat dua metode untuk mencatat derajat
kemiringan model studi, antara lain:
• Mengunakan Metode Tripod
Lengan vertical surveyor dikunci pada ketinggian yang
membuat ujung marker berkontak dengan permukan palatal
ridge pada daerah molar dan regio insisivus. Tiga poin ditandai
menggunakan graphite marker, satu pada sisi posterior dan
anterior. Poin tersebut selanjutnya dilingkari dengan pensil
sehingga mudah terlihat.
Gambar. Mencatat derajat kemiringan model studi
menggunakan metode tripod

• Mengguakan Analysing Rod


Analysing rod ditempatkan terhadap satu sisi basis
model studi dan sebuah garis digambar pada model studi yang
sejajar dengan rod. Tindakan ini diulangi pada sisi lainnya dan
pada bagian belakang model studi sehinnga terdapat tiga garis
yang paralel dengan path of insertion.

Gambar Mencatat derajat kemiringan model studi


menggunakan analyzing rod

Prosedur :
1) Penempatan model kerja pada Surveyor
2) Menentukan bidang bimbing (guiding plane)
3) Penentuan garis survey (menandai garis kontur terbesar gigi)
4) Pengukuran daerha retensi
5) Evaluasi masalah hambatan
6) Evaluasi faktor estetik
7) Rekaman hubungan model kerja dengan surveyor (tripoding,
pemberian tanda garis, tanda goresan, atau pemasangan pin)
2.13 Pembuatan basis dan bite rim8
Bite rim rahang atas:
a. Tepi anterior rim RA memiliki sedikit inklinasi labial sekitar 8 mm
anterior terhadap garis yang membelah papila incisive.
b. Lebar bite rim 4 - 6 mm secara anterior dan melebar ke posterior 6-
8 mm.
c. Tinggi oklusal rim RA setinggi 22 mm dari kedalaman sulkus di daerah
eminensia kaninus dan setinggi 18 mm jika diukur dari kedalaman
sulkus di daerah posterior (dari bukal flange ke daerah tuberositas).

Biterim Rahang Bawah:


a. Tepi insisal RB 2 mm di belakang tepi insisal RA.
b. Lebar biterim 4 – 6 mm secara anterior dan melebar ke posterior 6-
8 mm di area molar.
c. Tinggi oklusal rim RB setinggi 18 mm dari kedalaman sulkus di daerah
puncak kaninus dan bidang oklusal harus rata dengan ketinggian 2/3
retromolar pad di regio posterior.

(A) (B)

(C)
Gambar (A) Basis dan bite rim rahang atas sesuai dimensi
yang diharapkan; (B) Basis dan bite rim rahang bawah
sesuai dimensi yang diharapkan; (C) Ukuran lebar bite rim
pada daerah anterior dan posterior

Prosedur pembuatan bite rim:


a. Lunakkan selembar malam merah diatas api bunsen dan digulung
secara hati-hati hingga lebarnya 4 mm

b. Gulungan wax yang sudah dilunakkan diletakkan diatas model kerja


sambil ditekan-tekan sesuai dengan permukaan (fitting surface)

c. Bite rim dibentuk menggunakan wax knife yang panas


Kunjungan III
2.14 Try in basis dan Bite rim9,10,11
1. Bite rim rahang atas
Pasien diminta duduk dengan posisi tegak, lalu bite rim rahang atas
dimasukkan ke dalam mulut pasien dan dilakukan uji coba bite rim rahang
atas.
a. Adaptasi base plate
• Base plate tidak mudah lepas dan bergerak
• Permukaan base plate merapat dengan jaringan
pendukung.
• Tepi base plate tepat
b. Dukungan bibir dan pipi
• Pasien tampak normal seakan-akan seperti bergigi dinilai
dengan sulkus naso-labialis dan philtrum pasien tampak
tidak terlalu dalam atau hilang alurnya.
• Bibir dan pipi pasien tidak tampak cekung atau cembung.
• Pada saat rahang pasien keadaan istirahat, garis insisal bite
rim atas 2 mm dari garis bawah bibir atas (low lip line)
dilihat dari depan dan dilihat dari lateral sejajar garis ala
nasi-tragus.
3. Bite rim rahang bawah
Setelah uji coba bite rim rahang atas, selanjutnya dilakukan uji coba
bite rim rahang bawah
a. Adaptasi base plate.
Caranya sama dengan rahang atas, basis diam di tempat, tidak
mudah lepas/bergerak.
b. Biterim, yang harus diperhatikan adalah:
• Bidang orientasi biterim bawah merapat (tidak ada celah)
dengan bidang orientasi bite rim rahang atas.
• Permukaan labial/bukal bite rim bawah sebidang dengan
bite rim rahang atas.
• Tarik garis median pada bite rim sesuai dengan garis
median pasien.

Gambar Try in basis dan biterim

2.15 Kesejajaran9,10,11
Prosedur kesejajaran galengan gigit atas merupakan prosedur yang
menggunakan bidang chamfer sebagai panduan kesejajaran. Bidang chamfer
merupakan suatu bidang yang terbentuk bila menarik garis dari ala nasi ke titik
tengah tragus. Bidang chamfer merupakan proyeksi plane pada artikulator dan
nantinya akan digunakan sebagai panduan penyusunan gigi-geligi anterior-
posterior rahang atas.
1) Atur posisi pasien (rileks dan kepala tegak)
2) Tentukan titik-titik panduan bidang chamfer (nasoauricular)
3) Masukkan bite rim ke dalam mulut pasien
4) Pasang benang sebagai panduan pada titik-titik yang telah ditentukan
sebelumnya, mulai dari hidung pasien bagian bawah ke tragus telinga (garis
chamfer) pasien untuk membantu menilai kesejajaran
5) Masukkan fox plane ke dalam mulut pasien
6) Periksa kesejajaran fox plane dengan garis bantuan, dilihat dari anterior, bite
plate sejajar dengan garis interpupillary, dilihat dari sagital, bite plate sejajar
dengan bidang champer.
7) Apabila terjadi ketidaksejajaran, maka lakukan pengurangan atau
penambahan pada permukaan oklusal galangan gigit RB hingga tercapai
kesejajaran bidang.
Gambar. Kesejajaran

2.16 Penentuan dimensi vertikal9,10,11


a. DVI = DV fisiologis/ ISTIRAHAT yaitu saat mandibula istirahat fisiologis
ditentukan oleh otot dan gravitasi
b. DVO = gigi atau galangan gigit dalam keadaan kontak
c. Freeway space = jarak DVO DVF = 2-4 mm
Jarak interoklusal, penting dalam kesehatan jaringan periodonsium dan
kalau gagal akan menyebabkan clicking.

Prosedur :

1) Posisi pasien harus duduk tegak, relaks, kepala tegak


dan pandangan lurus ke depan)
2) Tentukan titik acuan pengukuran DV yaitu pada ujung hidung dan
dagu
3) Pasang plester untuk memudahkan pengukuran
4) Ukur DVI. Instruksikan pasien untuk mengucapkan huruf M
beberapa kali. Kemudian ukur subnasion-gnation
5) Ukur DVO. Instruksikan pasien untuk beroklusi. Kemudian ukur
titik subnasion- gnation
6) Tentukan free way space. Nilai normalnya yaitu 2-4 mm

2.17 Penentuan relasi sentrik9,10,11


Oklusi sentrik: mandibula pada posisi paling distal. Menentukan garis
median dan garis kaninus (dapat dibantu dengan foto pasien saat masih bergigi) .
Prosedur penentuan relasi sentrik dengan metode memberi intruksi pada pasien
untuk menelan:
Prosedur penetuan relasi sentrik :
• Posisi pasien dan operator
• Instruksikan pasien untuk menelan. Sekaligus memposisikan rahang
bawah ke arah posterior
• Tandai pada bite rim (midline, high dan low lip line, commisura line)
• Fiksasi pada rongga mulut degan papper clip
• Instruksikan pasien membuka mulut, kemudian keluarkan bite rim
rahang atas dan rahang bawah secara bersamaan.
Panduan fiksasi artikulator:
• Centre line : acuannya filtrum, ditandai di labial galangan gigit RA
• Commisural line: sebagai acuan distal tip C atas
• High lip line/smile line: batas bibir saat tersenyum dicarving di anterior
galangan gigit sebagai acuan servikal gigi anterior mencegah basis gigi
tiruan terlihat saat tersenyum
• Low lip line/speaking line: batas bibir saat bicara acuan gigi RA = 2mm
di bawahnya.
Pemasangan model pada articulator :12
• Model rahang atas dan rahang bawah difiksasi menggunakan karet
gelang atau batang korek api yang diberi sticky wax
• Model rahang atas dan rahang bawah yang terfiksasi diletakkan di
artikulator dengan bantuan malam untuk mengganjal bagian bawah
dasar model rahang bawah dengan mounting table.
• Base plate dan bite rim (oklusal bite rim) bersama dengan model
rahang atas diletakkan pada mounting table dengan pedoman:
- Garis tengah model rahang atas terhimpit dengan garis tengah
dari mounting table.
- Bidang oklusal galangan gigit terletak dalam satu bidang dengan
letak bidang oklusal artikulator atau tepat ditengah jarak antara
lengan atas dan bawah artikulator.
- Bidang oklusal artikulator ditentukan dengan memasang karet
gelang sekililing artikulator secara horizontal setinggi incisal
guide pin dan tanda bidang oklusal pada articulator
- Jarum horizontal incisal guide pin ujungnya menyentuh tepi luar
anterior dari midline rahang atas.
- Membuat adonan gips yang tidak encer
- Upper member digerakan keatas dan adonan gips dituang keatas
model kerja rahang atas. Adonan gips diletakan pada tengah-
tengha model sehingga gips dapat mengalir ke arah lateral.
Upper member digerakkan kebawah sehingga menekan gips
yang berada pada model, kemudian gips dirapihkan dan
dihaluskan.
- Setelah gips mengeras artikulator dibalik, dan bite rim diambil
- Buat kembali adonan gips
- Lower member diangkat keatas dan adonan gips dituang pada
model kerja rahang bawah, kemudian lower member digerakan
ke bawah sehingga menutup dan menekan adonan gips dan
lengan insisal menyentuh meja insisal (incisal table).
- Lengan artikulator atas dan bawah difikasi dengan karet gelang
sampai gips benar-benar mengeras. Setelah gips mengeras, karet
dan bahan pencatat dilepas. Selanjutnya siap untuk penyusunan
gigi.

Kunjungan IV
2.18 Pemilihan dan penentuan gigi artifisial9,13
Dalam melakukan pemilihan gigi tiruan, terdapat beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan seperti bentuk gigi, ukuran gigi, warna gigi, posisi gigi pada
lengkung rahang, dan usia pasien.
a. Bentuk Gigi
Terdapat beberapa bentuk gigi anterior rahang atas, diantaranya bentuk
square, tapering, dan ovoid. Bentuk gigi ini disesuaikan dengan bentuk dari wajah
pasien. Selain itu, jenis kelamin juga harus dipertimbangkan saat memilih bentuk
gigi anterior. Laki-laki biasanya memiliki bentuk gigi square atau tapered,
sedangkan perempuan biasanya memiliki bentuk gigi yang ovoid. Selain itu,
ditinjau dari usia pasien, daerah insisal gigi orang yang lebih tua harus
memberikan efek aus.
b. Ukuran gigi
Saat menentukan ukuran gigi, panjang dan lebar gigi harus disesuaikan
dengan lebar dan besar dari wajah. Biasanya seseorang dengan wajah yang besar
juga memiliki ukuran gigi yang besar pula. Selain itu, jenis kelamin juga perlu
dipertimbangkan, karena ukuran gigi laki-laki biasanya lebih besar dari ukuran
gigi perempuan. Adapun untuk gigi posterior, tingginya harus sesuai dengan ruang
pada gigi tiruan tanpa dilakukan grinding, dan panjangnya harus mengisi daerah
alveolar ridge pada daerah posterior namun tidak melibatkan daerah tuberositas
maksila dan retromolar pad. Lebar gigi posterior utamanya rahang baru harus
sempit agar tidak memngganggu pergerakan lidah.
c. Warna Gigi Tiruan
Warna gigi harus seragam dengan warna kulit, mata dan rambut pasien,
Orang yang berkulit putih biasanya memiliki gigi yang berwarna kekuningan
sedangkan orang yang berkulit gelap memiliki warna gigi yang lebih putih. Gigi
yang terletak pada daerah posterior terlihat lebih gelap dibandingkan gigi anterior.
Selain itu, seseorang yang sudah berusia tua memiliki warna gigi yang lebih gelap.
Dalam menentukan warna gigi tiruan, dokter gigi juga harus mempertimbangkan
keinginan pasien, dan saran dari teman atau keluarga pasien.
Penentuan warna gigi tiruan dilakukan menggunakan Shade Guide (VITA
Classical) dengan prosedur sebagai berikut :14
1) Pemilihan Hue
Hue didefinisikan sebagai variasi warna tertentu. Hue dari sebuah
objek dapat berupa warna merah-kuning (A1, A2, A3, A3.5, A4), warna
kuning (B1, B2, B3, B4), abu-abu (C1, C2, C3, C4) dan merah-kuning-abu
abu (D2, D3, D4). Pemilihan hue dilakukan dengan mencocokkan sampel
pada chroma tertinggi (misalnya A4, B4, C4, dan D3) dengan gigi yang
memiliki chroma yang tinggi (biasanya pada daerah servikal gigi kaninus).

2) Pemilihan chroma
Setelah hue dipilih, selanjutnya lakukan pencocokan chroma.
Chroma didefinisikan sebagai intensitas dari hue. Istilahnya saturasi dan
chroma digunakan secara bergantian di kedokteran gigi dan keduanya
berarti kekuatan hue tertentu atau konsentrasi pigmen. Misalnya, jika hue B
ditentukan sebelumnya, maka terdapat empat gradasi dari hue yang dapat
dipilih antara lain B1, B2, B3, dan B4.
3) Pemilihan Value
Value didefinisikan sebagai terang atau gelap relatif dari sebuah
warna atau kecerahan suatu objek. Kecerahan suatu benda adalah
konsekuensi langsung dari jumlah energi cahaya yang dipantulkan atau
dipancarkan benda. Value ditentukan dengan menggunakan sampel yang
tersusun dalam urutan tingkat kecerahan.

Gambar. Susunan value terang hingga gelap

2.19 Penyusunan gigi artifisial13


A. Gigi Anterior Artifisial
1. Gigi Anterior Artifisial Rahang Bawah

Gigi I1

• Sumbu panjangnya membuat sudut 850


• Bidang oklusal dan tepi insisal 1-2 mm diatas bidang oklusal
• Overjet 2-4 mm
• Gigi condong ke labial
B. Gigi Artifisial Posterior
1. Gigi Posterior Artifisial Rahang Atas
a. Gigi P2
• Sumbu gigi tegak lurus bidang oklusal
• Ujung cusp bukal menyentuh bidang oklusal
• Ujung cusp palatal menyentuh bidang oklusal dan terletak pada
garis pedoman rahang atas
• Dilihat dari bidang oklusal development groove sentralnya
terletak diatas lingir rahang Gigi M1
• Poros condong ke distal
• Cusp-cuspnya terletak pada bidang oblique dari kurva antero-
posterior yaitu: cusp mesio-palatal terletak pada bidang oklusi dan
cusp mesio-bukal dan disto-palatal sama tinggi kira-kira 1mm
diatas bidang oklusi
b. Gigi M1
• Poros condong ke distal
• Cusp-cuspnya terletak pada bidang oblique dari kurva antero-
posterior yaitu: cusp MP terletak pada bidang oklusi dan cusp MB
dan DP sama tinggi kira-kira 1mm diatas bidang oklusi
c. Gigi M2
• Porosnya condong kedistal
• Cusp-cuspnya terletak pada bidang oblique dari kurva antero-
posterior
- Cusp mesiopalatal = cusp distopalatal M1
- Cusp mesiobukal = cusp distobukal M1 (di atas bidang
oklusal 1 mm)
- Ujung cusp distobukal paling tinggi (1,5 mm)
• Dilihat dari bidang oklusal permukaan bukal gigi M-2 atas terletak
pada kurva lateral

2. Gigi Posterior Artifisia Rahang Bawah


a) Gigi M1
• Cusp mesio-bukal gigi M1 atas berada digroove mesio-bukal gigi
M1 bawah
• Cusp bukal gigi M1 atas ada di bukal groove M1 bawah
• Berkontak dengan P2 dan M1 atas
• Cusp mesiopalatal M1 atas ada di sentral fossa gigi M1 bawah

b) Gigi M2
• Berkontak dengan gigi M1 dan M2 atas
• Cusp distopalatal M1 atas dan cusp mesiopalatal M2 atas ada di
central fossa M2 bawah
• Centrol groove ada di garis pedoman
• Cusp bukalnya berada diatas lingir rahang
• Cusp bukal lebih tinggi dari palatal

2.20 Try in12


Hal-hal yang perlu diperhatikan saat melakukan try in gigi tiruan:
1) Retensi (menggerakan pipi dan bibir pasien, apakah proresa terlepas/tidak)
2) Okusi (menggunakan articulating paper, apakah ada bagian yang menerima
beban oklusi berlebih sehingga perlu dikurangi)
3) Stabilitas diperiksa dengan menekan salah satu gigi tiruan, jika gigi tiruan
tidak bergerak atau terungkit menandakan stabilitas sudah baik.
4) Fonetikdiperiksa dengan cara pasien dinstruksi untuk mengucapkan huruf
“f” atau “s”
5) Adaptasi/kenyamanan pasien
6) Menanyakan kepada pasien apakah terdapat daerah yang sakit
7) Keadan jaringan penyangga apakah tidak menerima tekanan berlebih.
2.21 Remounting dan selektif grinding12
A. Remounting
Remounting adalah suatu prosedur pemasangan kembali geligi dalam
artikulator yang bertujuan untuk mengkoreksi hubungan oklusi yang tidak
harmonis dari geligi tiruan yang baru selesai diproses. Pengecekan kembali
oklusi dapat menggunakan articulating paper atau diletakkan pada artikulator
dan lihat apakah ada area yang mengalami prematur kontak.
B. Selective grinding
Selective grinding merupakan pengasahan permukaan oklusal gigitiruan
pada tempat-tempat tertentu untuk memastikan bahwa oklusi sentrik gigitiruan
tepat dengan hubungan rahang sentrik dan juga gigitiruan harus dalam kontak
eksentrik yang seimbang pada semua sisi. Pengurangan oklusal pada daerah
tertentu menggunakan hukum BULL (Buccal upper Lingual lower) dan MUDD
(Mesial upper Distal lower).

2.22 Work authorization5


Work Autorization meliputi: Nama dan alamat Laboratorium gigi, Nama
dan alamat dokter gigi pemberi otorisasi kerja, Identifikasi pasien, Tanggal otorisasi
kerja, Tanggal permintaan penyelesaian, Instruksi khusus dan Tanda tangan dokter
gigi.

Gambar. Work Authorization


Kunjungan V
2.23 Insersi gigi tiruan12
1) Cek sebelum pemasangan:
a. Cek tepi: tidak tajam, halus membulat
b. Basis dan sayap: tidak ada nodul, terpoles halus, mengkilat, tidak
porus
c. Permukaan halus, tidak ada gores, tidak tajam
d. Permukaan yang menghadap jaringan tidak cascat
e. Mukosa jaringan pendukung sehat
3. Cek gigi tiruan saat dipakai:
a. Basis GT yang menghadap mukosa
- Oleskan PIP pada basis yang menghadap mukosa sebelum
dipasang untuk melihat apakah kontak di basis sudah merata
(jangan dioklusikan dulu)
- Jika ada undercut tertinggal di mukosa saat GT dilepas hilangkan
undercut dengan pengasahan untuk mencegah terkelupasnya
jaringan lunak yang terbuka
- Jika sudah merata di RA dan RB, baru oklusikan cek lagi
basisnya
c. Perluasan tepi GT: apakah sesuai dengan ruangan yang tersedia di
vestibulum, sesuaikan dengan daerah frenulum, hamular notch. Cek
menggunakan disclosing wax pada tepi GT
d. Oklusi artikulasi: menggunakan articulating paper
e. Dimensi vertikal dan Relasi sentrik
f. Retensi
g. Kestabilan GT saat bicara dan menelan
h. Evaluasi fonetik
2.24 Instruksi pasca insersi5
1) Pasien diajari untuk memasang dan melepas gigi tiruan. Dokter gigi
harus menjelaskan bagaimana klamer gigi tiruan ditempatkan pada
penyangga
2) Gigi tiruan hendaknya dipakai terus menerus untuk adaptasi dengan
rongga mulut.
3) Pembersihan GT: kimia (rendam), mekanik (disikat dengan bulu halus
diberi air dan sabun cair, serta diberi alas)
4) Ketika dilepas gigi tiruan direndam alam wadah tertutup yang berisi air
dingin yang bersih.
5) Instruksi kontrol 24 jam setelah inseri, 1 minggu, dan 3-6 bulan
6) Pada malam hari gigi tiruan dilepas untuk memberi kesempatan istirahat
yang memadai pada jaringan mulut pendukungnya.
7) Hindari mengunyah makanan yang keras dan lengket.
2.25 Kontrol5
1) Kontrol pertama (24 jam setelah insersi)
Instruksi: gigi tiruan digunakan untuk makanan yang lunak, lepas gigi tiruan
sebelum tidur untuk mengistirahatkan jaringan, bersihkan dibawah air
mengalir, simpan dalam wadah dengan kondisi lembab, dan datang 3 hari
setelah kontrol pertama
2) Kontrol kedua (3 hari setelah kontrol pertama)
Instruksi: gigi tiruan sudah bisa digunakan untuk mengunyah makanan yg
tidak terlalu lunak, lepas gigi tiruan sebelum tidur untuk mengistirahatkan
jaringan, bersihkan dibawah air mengalir, simpan dalam wadah dengan
kondisi lembab, dan datang 7 hari setelah kontrol kedua
3) Kontrol 7 hari setelah kontrol kedua
Instruksi gigi tiruan sudah bisa digunakan untuk mengunyah makanan, lepas
gigi tiruan sebelum tidur untuk mengistirahatkan jaringan, bersihkan
dibawah air mengalir, simpan dalam wadah dengan kondisi lembab, dan
lakukan kunjungan berkala setiap 6 bulan sekali
4) Kontrol berkala 6 bulan sekali
BAB III

KESIMPULAN

Gigi Tiruan Sebagian Lepasan mempunyai fungsi memperbaiki mastikasi,


meningkatkan fungsi fonetik, serta mempertahankan jaringan mulut yang masih
ada agar tetap sehat. Fungsi utama suatu geligi tiruan sebagian adalah membantu
dalam pengunyahan. Prosedur pembuatan GTSL terdiri atas beberapa tahapan,
yaitu pemeriksaan pasien, penegakan diagnosis, menentukan desain GTSL, mouth
preparation, pencetakan pendahuluan dan pembuatan model studi, pembuatan
sendok cetak individual, border moulding, pencetakan fisiologis dan pembuatan
model kerja, surveying model rahang, relasi oklusal dan penggunaan occlusal rim,
shade selection, try-in, insersi gigi tiruan, dan melakukan kontrol.
DAFTAR PUSTAKA

1. Joshua, O.T., Olaide, G.S. Removable partial dentures: Patterns and reasons
for demand among patients in a teaching hospital in southwestern Nigeria.
2014;2(1):82-5
2. Douglass, C.W., Watson, A.J. 2002. Future Needs For Fixed And
Removable Partial Denture In The United States. J Prothet Dent Vol. 87.
Pp. 9-14.
3. Setyowati O, Sujati, Wahjuni S. Pola permintaan pembuatan gigi tiruan
pada laboratorium gigi di Surabaya, Indonesia. Journal of Vocational Health
Studies. 2018;3(1):1-2
4. Yunisa F, Indrastuti M, Tjahjanti E. Pengaruh kedalaman undercut gigi
pegangan dan tipe bahan cengkeram termoplastik nilon terhadap kekuatan
retensi gigi tiruan sebagian lepasan co-cr kombinasi nilon. J Ked Gi. Jul
2015; 6,(3): 284 – 291

5. Rangarajan V, Padmanabhan TV. Textbook of prosthodontics. 2nd Ed. New


Delhi: Elsevier. 2017: 67-97; 272-294; 834-840

6. Lakshmi S. Preclinical manual of prosthodontics. 3thEd. New delhi.


Elsevier. 2018. h. 343-356
7. Davenport JC. Basker RM, Health JR, Ralph JP, Glantz PO. Surveying.
Bitish dental journal. 2000;189:532-541

8. Veraiyan DN. Textbook of prosthodontics. 2Ed. New Delhi: Jaypee


brothoers medical publisher. 2017. h. 126-130; 141-5
9. Elisabet, Shennan Salim,2 Wahjuhi, Harry Laksono. Conformative
Technique Untuk Penyusunan gigi Anterior Rahang Atas Pada Kasus
Immediate Denture. Prosiding IPSM.p.149, 150, 152.
10. Parnaadji P. (The Treatment of hybrid prosthesis with precision attachment
on case of fracture of fixed partial denture). Stomatognatic (J.K.G
Unej).2012;9(2):
11. Angelia V, Syafrinani. Penatalaksanaan Gigi Tiruan Lengkap Dengan
Linggir Datar Dan Hubungan Rahang Klas III Disertai Cerebrovascular
Accident (Laporan Kasus). Jurnal B-Dent. Juni 2015;2(1) : 46-8
12. Thomson H. Oklusi. Ed 2. Jakarta: EGC; 2012. p. 2-3, 196-8.
13. Theressia M, Mustam. Pembuatan full prothesa pada rahang normal dan
14. pada rahang crossbite. Akademi Teknik Gigi: Padang. P 5-6.
15. Chen SL, Zhou HS, Chen TY, Lee TH, Chen CC, Lin TN, Lin NH. Dental
Shade Matching Method Based on Hue, Saturation, Value Color Model with
Machine Learning and Fuzzy Decision. Sensors and Materials.
2020;32(10): 3185–3207

Anda mungkin juga menyukai