OLEH:
PENDAHULUAN
PENATALAKSANAAN KASUS
2.1 Kasus
Seorang perempuan berusia 45 tahun datang ke RSGM dengan keluhan sulit
mengunyah karena beberapa gigi belakang rahang atas, serta beberapa gigi depan
rahang bawah telah dicabut . Pasien ingin dibuatkan gigi tiruan. Pemeriksaan intra
oral hilang: 17, 24, 25, 27, 32, 31, 41, 42 dan dari hasil pemeriksaan pasien tidak
mempunyai penyakit sistemik
• Profil wajah
Profil wajah diklasifikasikan sebagai
- Kelas I: Profil normal atau lurus
- Kelas II: Profil retrognatis (cembung)
- Kelas III: Profil prognatik (cekung)
Gambar 2. Profil wajah. (A) lurus, (B) retrognati,
(C) prognati. Titik glabella, sub-nasion, dan pogonion sebagai acuan penentuan profil wajah
Gambar 4. Bentuk lengkung. (A) persegi, (B) lancip, dan (C) ovoid
• Kontur ridge
Diperiksa dengan inspeksi dan palpasi untuk mengetahui
apakah ada rasa sakit selama palpasi. Kontur ridge dapat
diklasifikasikan menjadi: high ridge dengan puncak yang datar dan
sisi sejajar, flat ridge, dan knife-edge ridge.
Gambar 5. Kontur ridge. (A) high ridge, (B) flat ridge, (C) knife-edge ridge
• Relasi rahang
Dapat diklasifikasikan menjadi normal, prognati, dan retrognati.
Gambar 6.Relasi rahang. (A) normal, (B) retrognati (C) prognati
• Jaringan flabby
Kedua rahang harus diperiksa apakah ada jaringan flabby atau
tidak karena ini dapat menyebabkan stabilitas dan dukungan gigi
tiruan buruk. flabby ridgediperiksa dengan menggunakan burnisher
pada mukosa atau prosesus alveolar. Burnisher tidak terlalu terbenam
dan mukosa terlihat pucat mengindikasikan bahwa mukosa keras.
Jika burnisher bisa ditekan lebih dalam menandakan mukosa lunak
dan jika mukosa bergerak pada arah bukolingual saat ditekan
menggunakan burnisher menandakan jaringan flabby.
• Palatum
Palatum diiklasifikasikan menurut bentuk sebagai
- Berbentuk U Memberikan retensi dan stabilitas yang baik
- Berbentuk V Memberikan retensi paling sedikit
- Datar Memberikan retensi dan stabilitas yang buruk
Kemudian diperiksa kedalaman palatum menggunakan kaca
mulut nomor 3, Disebut dalam bila kaca mulut terbenam lebih dari
setengahnya, disebut sedang bila kaca mulut terbenam setengahnya,
dan disebut dangkal apabila kaca yang terbenam kurang dari
setengahnya.
Gambar 8. Posisi lidah (klasifikasi wright). (A) klas 1, (B) klas 2, (C) klas 3
• Tuberositas maksilaris
Diklasifikasikan berdasarkan ukuran yang terbagi menjadi
tiga, yaitu besar jika lebih besar dari prosessus alveolar, sedang jika
sama dengan prosessus alveolar, dan kecil jika lebih rendah dari
alveolar.
• Ruang retromylohyoid
Dilakukan pemeriksaan dengan kaca mulut no.3 dalam atau
dangkalnya mempengaruhi retensi dan stabilisasi gigi tiruan. Disebut
dalam bila kaca mulut terbenam lebih dari setengahnya, disebut
sedang bila kaca mulut terbenam setengahnya, dan disebut dangkal
apabila kaca yang terbenam kurang dari setengahnya.
• Torus palatinus
Tonjolan ini digolongkan menjadi torus yang besar dan
kecil. tonjolan yang biasanya merupakan kelainan kongenital ini
permukaannya licin dan tidak begitu sakit bila mendapat tekanan,
dibanding exostosis. Torus ini merupakan hambatan utama bagi
kenyamanan pemakaian geligi tiruan, karena mukosa yang terdapat
diatas torus pada umunya tipis dan mudah kena trauma. Pada rahang
atas daerah torus biasanya dirilif atau bila hal ini tak mungkin
dilakukan, bagian ini dibebaskan dari penutupan plat protesa.
Ukuran torus diklasifikasikan menjadi:
- Kelas I: Torus tidak ada atau ukurannya minimal (kurang
dari 3 mm). Torus yang ada tidak mengganggu konstruksi
gigi tiruan.
- Kelas II: Torusberukuran sedang (3-6 mm). Torus ukuran
sedang dapat menyebabkan sedikit kesulitan dalam
pembuaat dan pemakaian gigi tiruan. Perawatan
pembedahan masih belum diperlukan.
- Kelas III: Torus berukuran besar (lebih dari 6 mm). Torus
ini mengganggu fungsi dan pembuatan gigi tiruan
sehingga memerlukan pembentukan atau pengangkatan
melalui prosedur pembedahan.
Gambar 9. Ukuran torus(A) klas I, (B) klas II, (C) klas III
• Exostosis
Merupakan tonjolan tulang yang tajam pada prosessus
alveolaris dan menyebabkan rasa sakit pada pemakaian protesa. Pada
tonjolan yang tajam dan besar, sehingga rilif tidak dapat
mengatasinya, maka perlu tindakan bedah.
• Frenulum
Frenulum, meliputi tinggi rendahnya perlekatan. Frenulum
lingualis pada rahang bawah dan frenulum labialis pada rahang atas
dan bawah merupakan struktur yang perlekatan sering kali dekat
dengan puncak residual ridge. Perlekatan semacam ini akan
mengganggu penutupan tepi (seal) dan stabilitas geligi tiruan. Letak
perlekatan frenulum diklasifikasikan menjadi:
- Tinggi : Perlekatannya hampir sampai ke puncak residual
ridge.
- Sedang : Perlekatannya kira-kira ditengah antara puncak
ridge dan dasar vestibulum.
- Rendah : Perlekatannya dekat dengan dasar vestibulum.
Evaluasi kondisi intraoral pasien yang ada merupakan bagian penting dari
perencanaan perawatan untuk protesa gigi tiruan sebagian lepasan. Rongga mulut
harus dievaluasi secara keseluruhan dan tidak terbatas pada ada atau tidaknya gigi.
Bentuk anatomi dari gigi yang tersisa, struktur anatomis di sekitarnya, dan kualitas
jaringan mukosa harus dinilai untuk menentukan kemampuan untuk menopang
protesa. Tujuan dari prosedur yang terlibat adalah untuk menciptakan kesehatan
yang optimal dan menghilangkan atau mengubah kondisi apapun yang akan
merugikan keberhasilan fungsional dari gigi tiruan. Kebutuhan pasien dapat dibagi
menjadi disiplin ilmu utama kedokteran gigi: pembedahan, periodontik,
endodontik, prostodontik, dan ortodontik.
Secara bedah, gigi, tulang, dan jaringan lunak harus dievaluasi untuk
menentukan perlunya intervensi bedah. Pertimbangan pembedahan meliputi (1)
gigi dengan struktur yang terganggu yang mungkin memerlukan pencabutan (2)
gigi malposisi atau supraerupt yang mungkin memerlukan pencabutan (3)
tuberositas yang membesar yang mungkin memerlukan reduksi jaringan lunak atau
keras, (4) eksotoses dan tori yang mungkin memerlukan pencabutan atau
alveoloplasti, dan (5) jaringan yang dapat dipindahkan, jaringan hiperplastik, atau
epulus yang mungkin memerlukan eksisi.
Status periodontal pasien harus dievaluasi sehubungan dengan penyakit
periodontal dan pengendalian plak. Pengendalian penyakit periodontal harus
dimulai jika perlu sebelum memulai perawatan prostodontik definitif.
Sebagai bagian dari proses evaluasi gigi yang tersisa, keputusan harus
dibuat sehubungan dengan kesesuaian penyelamatan gigi melalui penggunaan
endodontik. Misalnya, gigi yang diekstrusi atau supraerupt dapat diselamatkan dari
pencabutan melalui terapi endodontik, reduksi permukaan oklusal untuk menyetel
kembali gigi ke bidang oklusi yang tepat, dan mahkota.
1) Frenulum labialis
2) Vestibulum labialis
3) Frenulum bukalis
4) Vestibulum bukalis
5) Coronoid bulge
6) Residual alveolar ridge
7) Tuberositas maksilaris
8) Hamular notch
9) Posterior palatal seal region
10) Foveae palatinae
11) Median palatine raphe
12) Insisivus papilla
13) Rugae.
Kemudian untuk rahang bawah yaitu:
3) Lapisi model gips dengan wax setebal lebih kurang 2 mm sehingga tidak
ada undercut dan kelebihan wax dihilangkan
4) Buat stopper jaringan yang berbentuk bulat atau persegi pada malam di
daerah anterior dan posterior untuk memudahkan pelepasan spacer.
5) Lapisi permukaan model dengan bahan separasi dengan cold mould seal.
Bahas separasi ini diaplikasikan untuk membantu melepas sendok cetak
dengan mudah dari model.
6) Siapkan bahan sendok cetak, tempelkan selapis tipis (1-2 mm) di seluruh
permukaan model sampai batas yang sudah digambarkan.
2.12 Surveying7
Rongga mulut pasien yang akan dibuatkan protesa biasanya memiliki
keadaan asimetri, bentuk gigi yang beragam, ukuran dan bentuk daerah tak bergigi
serta tulang alveolarnya berbeda pula. Sumbu panjang gigi yang masih ada satu
sama lain tak sejajar begitupun dengan bentuk permukaan giginya yang tidak
beraturan dan hamper selalu menunjukkan adanya undercut. Hal ini akan
menyulitkan pembuatan protesa. Dengan demikian, perlu dipikirkan suatu cara
sehingga gigi tiruan dapat dipasang dan dilepas dengan mudah. Oleh karena itu,
dilakukan surveying dengan menggunakan alat surveyor dental
3) Analisis
Gigi tiruan sebagian lepasan dapat didesain pada sebuah model yang telah
di survei menggunakan oklusal plane horizontal (i.e sehingga path of
insertion = path of displacement). Meskipun demikian, terdapat suatu kondisi
dimana memiringkan model studi diindikasi sehingga path of insertion dan
path of diplacement akan berbeda.
Sebelum menentukan apakah model harus dimiringkan untuk final survey,
graphite marker pada surveyor diganti menggunakan analysing rod, sehingga
posisi model studi yang beragam dapat di periksa tanpa menandai gigi.
Analisis pada model studi kemudian dilanjutkan dengan occlusal plane
horizontal dan aspek berikut, satu atau lebih aspek yang mungkin dibutuhkan
pada final survey dengan model yang dimiringkan yaitu mempertimbangkan:
a) Penampilan
Ketika model studi maksila yang memiliki area edentulous di
anterior disurvei menggunakan occlusal plane horizontal, umumnya
dapat ditemukan adanya undercut pada aspek mesial gigi abutment.
Jika gigi tiruan sebagian lepasan dibentuk dengan arah insersi
vertikal, akan terbentuk celah antara saddle gigi tiruan dan gingiva
gigi abutment pada daerah gigi berkontak.
b) Interference
Saat memeriksa model studi dengan occlusal plane
horizontal, kadang-kadang terlihat bahwa gigi atau ridge yang
undercut akan menghalangi insersi dan penempatan yang benar dari
bagian gigi tiruan yang kaku. Dengan memiringkan model studi, arah
insersi mungkin ditemukan untuk menghindari gangguan ini. Sebagai
contoh, jika terdapat tulang undercut di labial, insersi gigi tiruan
bersayap (flanged denture) di sepanjang jalur pada sudut yang benar
ke bidang oklusal mungkin hanya dapat diperoleh jika sayap dibuat
menjauh dari mukosa atau dibuat dengan ukuran pendek dari area
undercut. Hal ini dapat mengakibatkan retensi dan penampilan yang
buruk.
c) Retensi
Untuk mendapat retensi, harus terdapat undercut pada gigi
yang relatif terhadap horizontal survey. Terdapat sebuah miskonsepsi
yang meyakini bahwa mengubah kemiringan model gigi akan
menghasilkan undercut yang retentif yang tidak diperoleh saat model
studi dalam posisi horizontal.
.
Gambar. Prinsip untuk memiringkan model studi untuk
memperkuat retensi yaitu dengan mengubah arah insersi (1)
sebuah gigi tiruan yang kaku dapat memasuki area
permukaan gigi atau ridge yang memiliki undercut yang
relatif terhadap path of displacement (2).
Prosedur :
1) Penempatan model kerja pada Surveyor
2) Menentukan bidang bimbing (guiding plane)
3) Penentuan garis survey (menandai garis kontur terbesar gigi)
4) Pengukuran daerha retensi
5) Evaluasi masalah hambatan
6) Evaluasi faktor estetik
7) Rekaman hubungan model kerja dengan surveyor (tripoding,
pemberian tanda garis, tanda goresan, atau pemasangan pin)
2.13 Pembuatan basis dan bite rim8
Bite rim rahang atas:
a. Tepi anterior rim RA memiliki sedikit inklinasi labial sekitar 8 mm
anterior terhadap garis yang membelah papila incisive.
b. Lebar bite rim 4 - 6 mm secara anterior dan melebar ke posterior 6-
8 mm.
c. Tinggi oklusal rim RA setinggi 22 mm dari kedalaman sulkus di daerah
eminensia kaninus dan setinggi 18 mm jika diukur dari kedalaman
sulkus di daerah posterior (dari bukal flange ke daerah tuberositas).
(A) (B)
(C)
Gambar (A) Basis dan bite rim rahang atas sesuai dimensi
yang diharapkan; (B) Basis dan bite rim rahang bawah
sesuai dimensi yang diharapkan; (C) Ukuran lebar bite rim
pada daerah anterior dan posterior
2.15 Kesejajaran9,10,11
Prosedur kesejajaran galengan gigit atas merupakan prosedur yang
menggunakan bidang chamfer sebagai panduan kesejajaran. Bidang chamfer
merupakan suatu bidang yang terbentuk bila menarik garis dari ala nasi ke titik
tengah tragus. Bidang chamfer merupakan proyeksi plane pada artikulator dan
nantinya akan digunakan sebagai panduan penyusunan gigi-geligi anterior-
posterior rahang atas.
1) Atur posisi pasien (rileks dan kepala tegak)
2) Tentukan titik-titik panduan bidang chamfer (nasoauricular)
3) Masukkan bite rim ke dalam mulut pasien
4) Pasang benang sebagai panduan pada titik-titik yang telah ditentukan
sebelumnya, mulai dari hidung pasien bagian bawah ke tragus telinga (garis
chamfer) pasien untuk membantu menilai kesejajaran
5) Masukkan fox plane ke dalam mulut pasien
6) Periksa kesejajaran fox plane dengan garis bantuan, dilihat dari anterior, bite
plate sejajar dengan garis interpupillary, dilihat dari sagital, bite plate sejajar
dengan bidang champer.
7) Apabila terjadi ketidaksejajaran, maka lakukan pengurangan atau
penambahan pada permukaan oklusal galangan gigit RB hingga tercapai
kesejajaran bidang.
Gambar. Kesejajaran
Prosedur :
Kunjungan IV
2.18 Pemilihan dan penentuan gigi artifisial9,13
Dalam melakukan pemilihan gigi tiruan, terdapat beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan seperti bentuk gigi, ukuran gigi, warna gigi, posisi gigi pada
lengkung rahang, dan usia pasien.
a. Bentuk Gigi
Terdapat beberapa bentuk gigi anterior rahang atas, diantaranya bentuk
square, tapering, dan ovoid. Bentuk gigi ini disesuaikan dengan bentuk dari wajah
pasien. Selain itu, jenis kelamin juga harus dipertimbangkan saat memilih bentuk
gigi anterior. Laki-laki biasanya memiliki bentuk gigi square atau tapered,
sedangkan perempuan biasanya memiliki bentuk gigi yang ovoid. Selain itu,
ditinjau dari usia pasien, daerah insisal gigi orang yang lebih tua harus
memberikan efek aus.
b. Ukuran gigi
Saat menentukan ukuran gigi, panjang dan lebar gigi harus disesuaikan
dengan lebar dan besar dari wajah. Biasanya seseorang dengan wajah yang besar
juga memiliki ukuran gigi yang besar pula. Selain itu, jenis kelamin juga perlu
dipertimbangkan, karena ukuran gigi laki-laki biasanya lebih besar dari ukuran
gigi perempuan. Adapun untuk gigi posterior, tingginya harus sesuai dengan ruang
pada gigi tiruan tanpa dilakukan grinding, dan panjangnya harus mengisi daerah
alveolar ridge pada daerah posterior namun tidak melibatkan daerah tuberositas
maksila dan retromolar pad. Lebar gigi posterior utamanya rahang baru harus
sempit agar tidak memngganggu pergerakan lidah.
c. Warna Gigi Tiruan
Warna gigi harus seragam dengan warna kulit, mata dan rambut pasien,
Orang yang berkulit putih biasanya memiliki gigi yang berwarna kekuningan
sedangkan orang yang berkulit gelap memiliki warna gigi yang lebih putih. Gigi
yang terletak pada daerah posterior terlihat lebih gelap dibandingkan gigi anterior.
Selain itu, seseorang yang sudah berusia tua memiliki warna gigi yang lebih gelap.
Dalam menentukan warna gigi tiruan, dokter gigi juga harus mempertimbangkan
keinginan pasien, dan saran dari teman atau keluarga pasien.
Penentuan warna gigi tiruan dilakukan menggunakan Shade Guide (VITA
Classical) dengan prosedur sebagai berikut :14
1) Pemilihan Hue
Hue didefinisikan sebagai variasi warna tertentu. Hue dari sebuah
objek dapat berupa warna merah-kuning (A1, A2, A3, A3.5, A4), warna
kuning (B1, B2, B3, B4), abu-abu (C1, C2, C3, C4) dan merah-kuning-abu
abu (D2, D3, D4). Pemilihan hue dilakukan dengan mencocokkan sampel
pada chroma tertinggi (misalnya A4, B4, C4, dan D3) dengan gigi yang
memiliki chroma yang tinggi (biasanya pada daerah servikal gigi kaninus).
2) Pemilihan chroma
Setelah hue dipilih, selanjutnya lakukan pencocokan chroma.
Chroma didefinisikan sebagai intensitas dari hue. Istilahnya saturasi dan
chroma digunakan secara bergantian di kedokteran gigi dan keduanya
berarti kekuatan hue tertentu atau konsentrasi pigmen. Misalnya, jika hue B
ditentukan sebelumnya, maka terdapat empat gradasi dari hue yang dapat
dipilih antara lain B1, B2, B3, dan B4.
3) Pemilihan Value
Value didefinisikan sebagai terang atau gelap relatif dari sebuah
warna atau kecerahan suatu objek. Kecerahan suatu benda adalah
konsekuensi langsung dari jumlah energi cahaya yang dipantulkan atau
dipancarkan benda. Value ditentukan dengan menggunakan sampel yang
tersusun dalam urutan tingkat kecerahan.
Gigi I1
b) Gigi M2
• Berkontak dengan gigi M1 dan M2 atas
• Cusp distopalatal M1 atas dan cusp mesiopalatal M2 atas ada di
central fossa M2 bawah
• Centrol groove ada di garis pedoman
• Cusp bukalnya berada diatas lingir rahang
• Cusp bukal lebih tinggi dari palatal
KESIMPULAN
1. Joshua, O.T., Olaide, G.S. Removable partial dentures: Patterns and reasons
for demand among patients in a teaching hospital in southwestern Nigeria.
2014;2(1):82-5
2. Douglass, C.W., Watson, A.J. 2002. Future Needs For Fixed And
Removable Partial Denture In The United States. J Prothet Dent Vol. 87.
Pp. 9-14.
3. Setyowati O, Sujati, Wahjuni S. Pola permintaan pembuatan gigi tiruan
pada laboratorium gigi di Surabaya, Indonesia. Journal of Vocational Health
Studies. 2018;3(1):1-2
4. Yunisa F, Indrastuti M, Tjahjanti E. Pengaruh kedalaman undercut gigi
pegangan dan tipe bahan cengkeram termoplastik nilon terhadap kekuatan
retensi gigi tiruan sebagian lepasan co-cr kombinasi nilon. J Ked Gi. Jul
2015; 6,(3): 284 – 291