Anda di halaman 1dari 18

Nama : Nur Raudhah Ihsaniyah Bialangi

NIM : J014191017
Pembimbing : Dr. drg. Ike Damayanti Habar, Sp.Pros(K)

LAPORAN KASUS

A. Kasus
Seorang laki - laki berusia 60 tahun datang ke RSGM dengan keluhan sulit mengunyah
makanan & ingin dibuatkan gigi tiruan. Pemeriksaan intra oral: semua gigi rahang atas &
bawah telah hilang.

B. Pemeriksaan
a. Anamnesis
Anamnesis adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan antara dokter sebagai
pemeriksa dan pasien yang bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang penyakit
yang diderita dan informasi lainnya yang berkaitan sehingga dapat mengarahkan
diagnosis penyakit pasien. Komponen-komponen anamnesis meliputi:
a) Identitas pasien: Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, ras
b) Keluhan utama: Alasan yang membuat pasien datang ke dokter gigi serta apa
yang pasien harapkan di akhir perawatannya
c) Riwayat dental: Tindakan-tindakan dental yang pernah dilakukan, termasuk
durasi kehilangan gigi, gigi tiruan yang pernah dan/atau sedang digunakan (jika
ada), rekam pra-ekstraksi, dan diagnostic cast sebelumnya (jika ada)
d) Riwayat medis: Penyakit-penyakit yang pernah dan/atau sedang diderita serta
obat-obatan yang dikonsumsi. Penyakit-penyakit yang harus diperhatikan antara
lain penyakit yang menyebabkan kelemahan, penyakit sendi, penyakit jantung,
penyakit kulit, penyakit neurologis, keganasan rongga mulut, dan kondisi
klimakterik
e) Riwayat sosial: Hal-hal yang berhubungan dengan faktor risiko seperti merokok,
konsumsi alkohol yang tinggi, serta predisposisi keluarga atau genetik
b. Pemeriksaan ekstraoral
Daerah kepala dan leher harus diperiksa apakah terdapat keadaan patologis atau tidak
a) Pemeriksaan wajah
Pemeriksaan wajah termasuk fitur wajah, bentuk wajah, profil wajah, dan
ketinggian wajah bagian bawah
 Fitur perioral: Panjang bibir, ketebalan bibir, filtrum, nasolabial fold, sulkus
mentolabial, ketebalan vermilion border, ukuran pembukaan mulut, tekstur
kulit
 Bentuk wajah: kotak/lonjong/kotak-lonjong/oval
 Profil wajah: Klas I (normal/lurus)/Klas II (retrognati/Klas III (prognati)
 Ketinggian wajah bagian bawah: Mengukur wajah bagian bawah penting
untuk mengevaluasi relasi vertikal rahang
b) Bentuk otot
Bentuk otot dapat mempengaruhi kestabilan gigi tiruan
 Klas I : Normal
 Klas II : Fungsi otot normal tapi tonus otot menurun
 Klas III: Fungsi dan tonus otot menurun
c) Perkembangan otot
Orang dengan perkembangan otot yang berlebih memiliki tekanan kunyah yang
besar
 Klas I : Berat
 Klas II : Medium
 Klas III: Ringan
d) Complexion
Warna mata, rambut, dan kulit dapat menjadi panduan untuk memilih gigi
artifisial
e) Pemeriksaan bibir
Dukungan bibir, mobilitas bibir, ketebalan bibir, panjang bibir, dan kesehatan
bibir
f) Pemeriksaan TMJ
Pemeriksaan TMJ meliputi rentang pergerakannya, ada/tidaknya nyeri, otot-otor
mastikasi, ada/tidaknya bunyi saat membuka dan menutup mulut
g) Pemeriksaan neuromuskular
Pemeriksaan ini meliputi kemampuan berbicara dan koordinasi neuromuskular

c. Pemeriksaan intraoral
a) Gigi yang tersisa
Gigi yang masih tersisa di rongga mulut merupakan struktur pendukung utama
pada kasus-kasus gigi tiruan lepasan sebagian. Maka dari itu, penting untuk
mengevaluasi status gigi-geligi yang masih ada.
b) Mukosa
Pemeriksaan meliputi warna, kondisi, dan ketebalan mukosa
 Warna mukosa: Mukosa yang sehat memiliki warna merah muda. Warna yang
kemerahan menandakan adanya perubahan inflamasi. Perubahan warna lain
seperti putih mungkin mengindikasikan daerah friksional keratosis
 Kondisi mukosa: Klas I (sehat)/Klas II (iritasi)/Klas III (patologis)
 Ketebalan mukosa
Klas I : Normal (+ 1 mm)
Klas II : - Mukosa sangat tipis dan rentan iritasi akibat tekanan
- Mukosa memiliki membran mukus yang 2x lebih tebal daripada
ketebalan normal
Klas III: Mukosa sangat tebal dan berisi jaringan berlebih
c) Saliva
Kualitas dan kuantitas saliva mempengaruhi retensi terutama pada gigi tiruan
Kuantitas : sedikit/normal/banyak
Kualitas : encer/normal/kental
d) Residual alveolar ridge
Pemeriksaan residual alveolar ridge meliputi ukuran lengkung, bentuk lengkung.
ruang antarlengkung, kontur ridge, relasi ridge, dan kesejajaran ridge
 Ukuran lengkung: Besar (rentensi ideal dan stabil)/medium (retensi baik dan
stabil)/kecil (sulit mendapatkan retensi dan stabilitas yang baik)
 Bentuk lengkung: Kotak/lonjong/oval
 Kontur ridge: Ridge (lingir) harus diinspeksi dan dipalpasi untuk mengetahui
apakah ada bagian yang tajam sehingga mengakibatkan nyeri atau tidak
 Relasi ridge: Merupakan relasi posisi ridge mandibula terhadap ridge maksila.
Hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan ini ialah adanya resorbsi dari
ridge maksila atau mandibula saat berelasi
 Kesejajaran ridge
Klas I : Kedua ridge sejajar dengan bidang oklusal
Klas II : Ridge mandibula menyimpang dari bidang oklusal ke arah anterior
Klas III: Ridge maksila menyimpang dari bidang oklusal ke arah anterior atau
kedua ridge baik mandibula maupun maksila menyimpang dari bidang oklusal
ke arah anterior
e) Ruang antarlengkung
 Klas I : Ruang antarlengkung ideal untuk mengakomodir gigi tiruan
 Klas II : Ruang antarlegkung berlebih
 Klas III: Ruang antarlengkung tidak cukup untuk mengakomodir gigi tiruan
f) Defek ridge: Ada/tidaknya eksostosis maupun porositas
g) Jaringan berlebih: Jaringan yang terlalu lunak (flabby) biasa ditemukan di puncak
residual ridge dan dapat menyebabkan retensi yang kurang baik karena gigi tiruan
cenderung bergerak saat ditempatkan
h) Jaringan hiperplastik
i) Palatum durum: Berbentuk U/V/datar
j) Palatum molle: Dilakukan pemeriksaan bentuk dan relasi terhadap palatum
durum (palatal throat form)
k) Bentuk tenggorokan lateral
 Klas I : 75%
 Klas II : 25%
 Klas III: 5%
l) Refleks muntah
 Klas I : Normal
 Klas II : Subnormal (hiposensitif)
 Klas III: Supernormal (hipersensitif)
m) Undercut tulang: Undercut tulang tidak membantu dalam hal retensi, sebaliknya,
undercut tulang akan mengganggu peripheral seal
n) Torus: Merupakan penonjolan yang ditemukan di tengah-tengah palatum durum
dan/atau di bagian lingual mandibula di daerah premolar. Umumnya tidak
diperlukan pengangkatan kecuali ukurannya sangat besar
o) Perlekatan otot dan frenum
p) Lidah
Ukuran: kecil/ normal/besar
Lidah yang terlalu besar akan menyulitkan pada waktu pencetakan dan
pemasangan gigi tiruan. Pasien akan merasa ruang lidahnya sempit, sehingga
terjadi gangguan bicara dan kestabilan protesa
Posisi wright: Kelas I/II/III
Posisi kelas I : Posisi ujung lidah terletak di atas gigi anterior bawah
Posisi kelas II : Posisi lidah lebih tertarik ke belakang
Posisi kelas III :Lidah menggulung ke belakang sehingga terlihat frenulum
lingualis
Posisi lidah yang menguntungkan adalah kelas I
Mobilitas: normal/aktif
Lidah yang mobilitasnya tinggi (aktif) akan mengganggu retensi dan stabilisasi
gigi tiruan
q) Dasar mulut
Hubungan antara dasar mulut dengan puncak ridge merupakan hal krusial untuk
menentukan prognosis dari GTL rahang bawah
r) Periodontal
Kondisi jaringan periodontal merupakan pertimbangan penting dalam pembuatan
gigi tiruan. Tanda-tanda klinis kesehatan periodontal seperti inflamasi gingiva,
bleeding on probing, kerusakan jaringan periodontal, mobilitas gigi dsb, harus
dievaluasi. Hal ini dapat membantu prognosis kasus dan menjadi pertimbangan
apakah gigi yang masih tersisa dapat dipertahankan atau harus diekstraksi.

d. Pemeriksaan penunjang
Radiografi panoramik yang mencerminkan kondisi pasien saat ini harus dievaluasi.
Kondisi yang perlu diperhatikan adalah ketinggian tulang alveolar, posisi foramen
mental, ujung akar yang tersisa, gigi yang tidak erupsi, sisa kista, patologi tulang,
posisi dan kesehatan sinus maksilaris, dan anatomi TMJ yang tidak biasa.
C. Diagnosis
Rahang atas : Full Edentulous
Rahang bawah : Full Edentulous

D. Rencana Perawatan
Perawatan yang akan dilakukan untuk rahang atas dan bawah ialah gigi tiruan lengkap
dari akrilik.

E. Tahapan Perawatan
a. Pencetakan anatomis/pendahuluan dan pembuatan model studi
Cetakan rahang merupakan bentuk negatif dari seluruh jaringan pendukung gigi
tiruan. Setelah cetakan ini dicor, maka akan didapatkan bentuk positif dari rahang
yang biasa disebut model studi. Rahang harus dicetak seakurat mungkin sehingga
landasan gigi tiruan dapat mempertahankan kesehatan jaringan pendukungnya. Setiap
tahap pembuatan gigi tiruan dapat berpengaruh pada kesehatan jaringan pendukung,
terurtama bila terjadi kesalahan pada tahap mencetak rahang.
a. Prosedur pencetakan
1. Pencetakan pendahuluan dengan alginate
- Pemilihan sendok
Sendok cetak yang dipilih harus sesuai dengan ukuran rahang (lebih besar 4-5
mm untuk memberi tempat bagi bahan cetak) dan mencapai batas palatum
lunak dan keras serta hamular notch, untuk rahang atas dan retromolar pad
untuk rahang bawah.
- Posisi operator waktu mencetak
Operator berdiri pada sisi kanan agak ke belakang untuk pencetakan rahang
atas dan sisi kanan agak ke depan untuk rahang bawah.
- Posisi pasien
Penderita duduk dengan posisi tegak dan bidang oklusal sejajar lantai. Posisi
mulutnya setinggi siku, untuk pencetakan rahang bawah dan setinggi bahu
operator untuk pencetakan rahang atas
- Bahan cetak
Bowl karet yang sudah disiapkan, diisi air dengan suhu kamar sesuai takaran.
Lalu bubuk alginate di tuang dengan takaran sesuai petunjuk pabrik.
Pengadukan dilakukan selama 1 menit dengan cepat hingga homogen. Pada
penuangan alginat ke dalam sendok usahakan jangan sampai ada udara
terjebak dan semua bagian sendok terisi dengan baik.
- Penempatan sendok ke dalam mulut
Setelah bahan cetak ditempatkan pada sendok, bagian-bagian kritis seperti
preparasi sandran, retromilohioid, tuber maksilaris, dan bagian tengah palatum
boleh diulasi alginate dengan jari tangan.
- Pencetakan rahang atas
Masukkan sendok cetak dengan salah satu sisinya terlebih dahulu. Untuk
memudahkan sudut mulut pada sisi berlawanan disingkap menggunakan kaca
mulut. Segera setelah sendok benar, sendok cetak ditekan keatas. Penekanan
sendok cetak diawali dengan bagian posterior terlebih dahulu, baru kemudian
bagian anterior.
- Pencetakan rahang bawah
Sudut kanan mulut disingkap dengan kaca mulut, lalu sisi kiri sendok
dimasukkan dengan arah memutar.penempatan dilakukan di senter sambil
menginstruksikan pasien untuk mengangkat lidahnya sebentar. Sendok cetak
ditekan dan meminta pasien menurunkan kembali lidahnya.
- Pengeluaran cetakan
Sendok cetak dikeluarkan dari mulut dengan gerakan sejajar sumbu panjang
gigi. Ke luar mulut, sendok langsung dicuci dengan air mengalir untuk
membersikan saliva dari permukaannya. Pengisisan cetakan dengan bahan
gypsum harus dilakukan secepatnya selambat-lambatnya 15 menit.

Prosedur:
1. Mempersiapkan alat dan bahan untuk mencetak
2. Mempersiapkan posisi pasien untuk pencetakan
Pasien duduk lurus menghadap ke depan, ketinggian mulut pasien berada di
antara bahu dan siku operator, posisi kepala untuk pencetakan rahang atas ialah
garis Frankurt sejajar lantai sedangkan untuk pencetakan rahang bawah ialah
garis Chamfer sejajar dengan lantai
3. Menggunakan sarung tangan dan masker
4. Melakukan pemilihan sendok cetak dengan mencobakan pada pasien
5. Memberikan penjelasan dan instruksi pada pasien terhadap proses pencetakan
yang akan dilakukan.
6. Membuat adonan cetakan alginate dengan perbandingan powder dan liquid yang
sesuai
7. Menempatkan sendok cetak pada pasien
8. Melepas sendok cetak
9. Memeriksa hasil cetakan. Anatomi landmark harus tercetak dengan baik
10. Hasil cetakan dibersihkan dengan air mengalir kemudian desinfeksi
11. Pengecoran dilakukan dengan mencampurkan gips dan air dengan takaran yang
sesuai kemudian diaduk hingga homogen
12. Bahan cor dituang ke cetakan
13. Dilakukan vibrasi menggunakan vibrator agar tidak terdapat gelembung udara
14. Tunggu hingga setting kemudian model dilepaskan dari cetakan

b. Desain gigi tiruan

c. Pembuatan sendok cetak individual


Sendok cetak individual atau custom tray adalah sendok cetak yang dibuat sendiri
sesuai dengan ukuran rahang pasien. Sendok cetak ini dibuat di atas model anatomi.
Bahan yang digunakan untuk membuat sendok cetak individul adalah:
1. Resin akrilik, dengan polimerisasi dingin/panas.
2. Shellac base plate
3. Impression compound
Tujuannya yaitu untuk mendapatkan hasil cetakan yang akurat, terutama pada daerah
tepi sendok cetak (daerah vestibulum, prenulum, dan retromylohyoid dari rahang).
Cara membuat custom tray:
1. Cetak rahang dengan sendok cetak anatomis, dibuat model.
2. Gambar batas sendok cetak pada model.
3. Tutup gigi pada model dan bagian labial/bukal model yang undercut dengan wax
setebal lebih kurang 2 mm sehingga tidak ada undercut.
4. Lapisi permukaan model dengan bahan separasi:
Bila akrilik, dengan CMS
Bila Shellac, tidak perlu
5. Siapkan bahan sendok cetak, tempelkan selapis tipis (1-2 mm) di seluruh
permukaan model sampai batas yang sudah digambarkan.
6. Buat pegangan sendok cetak.
7. Cobakan ke mulut pasien. Bila ukuran sudah sesuai, dilubangi untuk retensi
bahan cetak.

d. Border moulding
Border moulding adalah suatu cara pencetakan untuk mendapatkan gambaran rongga
mulut dalam keadaan fisiologis, pada pencetakan ini ingin didapatkan gambaran
aktivitas otot-otot yang terlibat pada saat fisiologis sehingga nantinya gigi tiruan yang
didapatkan lebih adaptif terhadap jaringan lunak rongga mulut. Tahapan border
moulding dilakukan dengan menggunakan green stick. Untuk tahapan pembuatannya
yaitu dengan memanaskan green stick pada lampu spiritus kemudian dioleskan di
batas tepi SCI kemudian dibasahi dengan air dan dicetakkan ke dalam mulut sampai
semua tepi dari SCI telah tertutupi oleh green stick.
a) Tahapan border moulding (muscle trimming) pada RA
1. Anterior : jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri operator memfiksir sendok
cetak, jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan operator menarik bibir atas
pasien ke arah depan, bawah
2. Frenulum labialis : jari tengah, telunjuk dan jari manis tangan kanan operator
memfiksir sendok cetak. Sedangkan jari telunjuk, jari tengah dan jempol tangan
kiri operator menarik bibir ke arah depan dan bawah
3. Posterior : jari telunjuk, jari tengah dan jempol kiri operator menarik pipi kiri ke
arah samping, bawah, depan dan belakang
4. Daerah tubercle sulcus : jari telunjuk kanan dan kiri operator memfiksir sendok
cetak dan pasien diinstruksikan mengucap “AHA”
b) Tahapan border moulding (muscle trimming) pada RB
1. Anterior : tangan kanan operator memfiksir sendok cetak, tangan kiri operator
menarik bibir bawah pasien ke arah depan, atas.
2. Frenulum labialis : jari tengah kanan dan kiri operator memfiksir sendok cetak,
jari telunjuk dan jempol tangan kanan dan kiri operator menarik bibir bawah
pasien
3. Posterior : jari telunjuk dan jempol kiri operator menarik pipi kiri ke atas, dan
muka. Jari-jari tangan kanan memfiksir sendok cetak
4. Daerah lingual : jari telunjuk kanan dan kiri operator memfiksir sendok cetak
dan pasien diinstruksikan menggerakkan lidah ke kanan, kiri, atas dan depan
5. Retromylohoid : jari telunjuk kanan dan kiri operator memfiksir sendok cetak,
lalu pasien diinstruksikan membuka mulut yang lebar, ujung lidah menyentuh
bibir atas dan digerakkan ke kiri dan kanan.
Setelah border moulding selesai spacer malam dilepas

e. Pencetakan fisiologis
Pembuatan cetakan fisiologis menggunakan bahan jenis elastomer dengan teknik
mukokompresi. Instruksikan pasien untuk rileks.
Alat : sendok cetak individual, glassplate dan semen spatel
Bahan : polyvinil siloxan regular tipe
Prosedur:
1. Siapkan alat dan bahan, posisi pasien dan operator
2. Intruksikan pasien berkumur terlebih dahulu
3. Keringkan daerah yang akan dicetak menggunakan tampon atau three way syringe
4. Campurkan powder dan liquid di atas glasplate dan aduk hingga homogen
5. Masukkan bahan cetak ke dalam SCI
6. Masukkan ke dalam mulut pasien dan posisikan
7. Tekan dari arah posterior ke anterior
8. Setelah cetakan jadi, bilas menggunakan air mengalir lalu desinfeksi
9. Pembuatan model kerja
f. Pembuatan basis dan bite rim
Pembuatan basis merupakan suatu prosedur laboratorium yang dilakukan setelah
dilakukan pencetakan fisiologis, basis dibuat di atas model kerja. Bahan yang
digunakan untuk membuat basis antara lain malam atau akrilik. Basis protesa yang
merupakan tempat pemasangan galengan gigit yang nantinya akan digunakan untuk
penyusunan gigi artificial sebelum digantikan oleh akrilik. Sebelum membuat basis
protesa, terlebih dahulu kita harus membuat desainnya pada model gips, desain ini
merupakan batas-batas basis, baik pada model RA maupun RB.
Prosedur:
1. Selembar malam dipanaskan dengan lampu spiritus kemudian ditekan di model
untuk membentuk landasan bite rim pada model kerja
2. Selembar malam lainnya dipanaskan dengan lampu spiritus pada kedua sisinya
3. Lembaran malam digulung, kemudian kembali dipanaskan dan digulung sampai
membentuk sebuah silinder
4. Silinder malam dipanaskan terus menerus, sampai lembaran malam terlihat sudah
menyatu/homogen
5. Gulungan malam ini kemudian dibentuk seperti tapal kuda di atas landasan yang
telah dibuat tadi dan disesuaikan dengan bentuk rahang pada model kerja dengan
ketebalan 12 mm di anterior dan 10-11 mm di posterior, sedangkan lebarnya 4 mm
di anterior dan 6 mm di posterior.
Panjang bite rim sampai bagian distal gigi Molar 2. Selanjutnya bagian bukal dan
lingual bite rim dirapikan dengan menggunakan pisau malam.

g. Try in Basis dan Biterim


Bite rim RA
Pasien diminta duduk dengan posisi tegak, lalu bite rim rahang atas dimasukkan ke
dalam mulut pasien dan dilakukan uji coba bite rim rahang atas.
 Adaptasi base plate
1. Base plate tidak mudah lepas dan bergerak
2. Permukaan base plate merapat dengan jaringan pendukung.
3. Tepi base plate tepat
 Dukungan bibir dan pipi
1. Pasien tampak normal seakan-akan seperti bergigi dinilai dengan sulkus naso-
labialis dan philtrum pasien tampak tidak terlalu dalam atau hilang alurnya.
2. Bibir dan pipi pasien tidak tampak cekung atau cembung.
3. Pada saat rahang pasien keadaan istirahat, garis insisal bite rim atas 2 mm dari
garis bawah bibir atas (low lip line) dilihat dari depan dan dilihat dari lateral
sejajar garis ala nasi-tragus.

Bite rim RB
Setelah uji coba bite rim rahang atas, selanjutnya dilakukan uji coba bite rim rahang
bawah
• Adaptasi base plate
Caranya sama dengan rahang atas, basis diam di tempat, tidak mudah
lepas/bergerak.
• Bite rim, yang harus diperhatikan adalah :
1. Bidang orientasi bite rim bawah merapat (tidak ada celah) dengan bidang
orientasi bite rim rahang atas.
2. Permukaan labial/bukal bite rim bawah sebidang dengan bite rim rahang atas.
3. Tarik garis median pada bite rim sesuai dengan garis median pasien.

h. Penentuan kesejajaran
Posisikan pasien duduk rileks dan kepala tegak. Tentukan titik yang paling prominen
pada ujung hidung dan dagu. Pasang benang putih pada tragus melewati ala nasi
(bidang camper), kemudian insersikan galangan gigit RA ke dalam mulut pasien.
Posisikan occusal bite plate pada mulut hingga permukaannya berkontak dengan
permukaan insisal dan oklusal galangan gigit RA lalu fiksasi dengan jari telunjuk dan
jari tengah operator atau meminta pasien memfiksasi dengan ibu jari kanannya
Lakukan observasi dan pemeriksaan kesejajaran galangan gigit atau bite plate tersebut
a. Dilihat dari anterior, bite plate sejajar dengan garis interpupillary
b. Dilihat dari sagital, bite plate sejajar dengan bidang champer
Apabila terjadi ketidaksejajaran, maka lakukan pengurangan atau penambahan pada
permukaan oklusal galangan gigit RB hingga tercapai kesejajaran bidang.

i. Penentuan dimensi vertikal


Pada pasien yang telah hilang semua gigi baik di salah satu rahang saja ataupun
semua, dimensi vertikalnya telah hilang, sehingga harus dilakukan pencarian kembali
dengan menggunakan rumus:
Dimensi vertikal = physiological rest position – free way space
Pertama-tama ukur dimensi vertikal pasien dalam keadaan istirahat dengan bite rim
rahang atas tidak berada dalam mulut (DVI). Pengukuran dilakukan dengan
menggunakan jangka sorong dari titik subnation sampai titik gnation. Selanjutnya,
hasil pengukuran tersebut dikurangi dengan free way space (besar free way space
antara 2-4 mm) untuk memperoleh besar dimensi vertikal oklusi (DVO). Pedoman
pengukuran dimensi vertikal : Glabella-subnation = subnation-gnation = pupil mata-
stomion.
Pasien berada dalam posisi istirahat saat bite rim dimasukkan ke dalam mulut tanpa
mengganggu posisi istirahat, kemudian dilanjutkan dengan pengukuran DVO dimana
bite rim berada di dalam mulut. Pegukuran DVO dengan menggunakan titik-titik pada
pengukuran DVI yaitu sub nation-gnation. Dengan bantuan jangka sorong, DVO
diukur dari titik-titik tersebut.
- DVI = DV fisiologis yaitu saat mandibula istirahat fisiologis ditentukan oleh otot
dan gravitasi
- DVO = gigi atau galangan gigit dalam keadaan kontak
- Freeway space = jarak DVI - DVO = 2-4 mm
 Prosedur :
1. Posisi pasien harus duduk tegak, rileks, kepala tegak dan pandangan lurus ke
depan)
2. Tentukan titik acuan pengukuran DV yaitu pada ujung hidung dan dagu
(Pasang plester)
3. Ukur DVI. Instruksikan pasien untuk mengucapkan huruf M beberapa kali.
Kemudian ukur subnasion-gnation. Dilakukan minimal 3 kali pengukuran
kemudian dihitung nilai rerata dari perhitungan terswbut.
4. Ukur DVO. Instruksikan pasien untuk beroklusi. Kemudian ukur titik
subnasion- gnation. Dilakukan minimal 3 kali pengukuran kemudian dihitung
nilai rerata dari perhitungan terswbut.
5. Tentukan free way space. Nilai normalnya yaitu 2-4 mm

j. Penentuan relasi sentrik


Relasi sentrik pasien ditentukan dengan meminta pasien melakukan:
a) Gerakan menelan
b) Membantu pasien agar rahang bawah dalam posisi paling belakang, dengan
mendorong rahang bawah dalam keadaan otot kendor
c) Menengadahkan posisi kepala pasien semaksimal mungkin
k. Penanaman di artikulator
Artikulator adalah suatu alat mekanis yang mewakili sendi rahang dan bagian-
bagiannya, di mana model rahang atas dan rahang bawah dicekatkan. Pasang gelang
karet melingkar pada titik tengah yang membagi artikulator secara vertikal.
Cara dan prinsip-prinsip pemasangan model kerja pada artikulator yaitu:
a) Garis tengah model kerja dan bite rim atas berhimpit dengan garis tengah yang
terbentuk oleh gelang karet dan garis tengah artikulator.
b) Jarum horisontal insisal guide pin harus menyentuh tepi luar anterior dari bite rim
model RA dan tepat pada garis tengah bite rim.
Setelah pedoman tersebut terpenuhi maka, bagian atas model kerja RA difiksasi
dengan gips pada bagian atas artikulator. Setelah gips mengeras, model kerja RB
difiksasi pada artikulator bagian bawah dengan gips. Pasang jarum horizontal insisal
guide pin menyentuh tepi luar anterior dari bite rim model rahang atas dan tepat pada
garis tengah bite rim.

l. Pemilihan warna gigi


Faktor-faktor berikut harus dipertimbangkan saat memilih warna gigi tiruan:
a) Jika terdapat gigi asli, warna gigi yang berdekatan dengan ruang edentulous
diambil sebagai indeks.
b) Gigi tiruan harus dibasahi sebelum mencocokkannya dengan shade guide.
c) Pencahayaan: Ada tiga sumber sinar yang umum digunakan pada ruang praktik,
yaitu lampu neon, cahaya alami, dan lampu unit. Cahaya alami lebih baik daripada
cahaya buatan.
d) Pengamatan harus dilakukan dengan cepat (5 detik/kurang) untuk mencegah
keletihan retina mata. Jika operator menatap gigi dalam waktu lama, matanya akan
lelah sehingga menyebabkan kesalahan interpretasi warna. Kelelahan bisa
dihindari dengan memberikan istirahat intermiten pada mata.

m. Penyusunan gigi
a) Penyusunan gigi anterior RA
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan gigi anterior:
 Gigi harus terletak di puncak residual alveolar ridge dan bidang labial
galangan gigit merupakan bidang labial gigi.
 Sumbu masing-masing gigi dari aspek labial dan proksimal dan relasi gigi-gigi
anterior rahang atas dengan rahang bawah
 Urutan penyusunan dari : 11, 21, 12, 22, 13, 23 dilanjutkan dengan 31, 41, 32,
42, 33, 43
Penyusunan gigi insisivus sentral (I1) RA
1) Posisi garis median harus sejajar dengan median wajah
2) Incisal edge paralel dan menyentuh bidang oklusi atau galangan gigit RB nya
(dicek dengan bite plane table artikulator)
3) Bila dilihat dari aspek labial: sumbu gigi 90o dengan bidang oklusal dan bagian
servikal gigi sedikit miring ke distal, sumbu gigi hampir paralel dengan garis
median. Permukaan labial I1 diposisikan berada 5-9 mm lebih anterior dari
bagian tengah papilla, karena pola resorbsi residual ridge RA umumnya
mengarah ke atas dan ke belakang, sehingga posisi anasir gigi anterior RA
diletakkan lebih ke anterior dan inferior residual ridge untuk mengisi posisi
gigi aslinya
4) Dilihat dari aspek proksimal : gigi deviasi 8o terhadap bidang vertikal
(protrusi) dan permukaan labial gigi sama dengan permukaan labial galangan
gigit.
Penyusunan gigi insisivus lateral (I2) RA
1) Incisal edge paralel dengan bidang oklusal tetapi permukaannya ± 0,5 mm di
atas bidang oklusi
2) Aspek labial terlihat deviasi 10o terhadap garis median, bagian servikal sedikit
miring ke arah palatal
3) Aspek proksimal ada deviasi 12o terhadap garis median.
Penyusunan gigi kaninus (C) RA
1) Incisal edge menyentuh bidang oklusi
2) Aspek labial tampak sumbu gigi bervariasi pada bagian servikalnya, dari tegak
hingga sedikit miring ke arah distal. Sisi mesiolabial terlihat dari aspek labial
dengan cara memiringkan servikal gigi ke arah distal
3) Aspek proksimal tampak sumbu gigi tegak dengan 2/3 bagian servikal lebih
menonjol ke labial untuk memperlihatkan tonjolan kaninus.
b) Penyusunan gigi posterior RA dan RB
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan gigi posterior:
 Gigi harus terletak di puncak residual alveolar ridge dan bidang bukal
galangan gigit merupakan bidang bukal gigi
 Sumbu masing-masing gigi dari aspek bukal dan proksimal serta relasi gigi-
gigi posterior rahang atas dengan rahang bawah
 Urutan penyusunan gigi : pada RA dimulai dari P1 – P2 – M1 – M2 sisi kanan
kemudian berlanjut pada sisi kirinya, sedangkan pada RB dimulai dari gigi M1
– M2 – P2 – P1 pada sisi kanan dan kiri
Penyusunan gigi premolar pertama (P1) RA
Cusp bukal menyentuh bidang oklusi. Cusp palatinal berada ± 0,5 mm di atas
bidang oklusi. Aspek bukal dan proksimal terlihat sumbu gigi tegak lurus
Penyusunan gigi premolar kedua (P2) RA
Cusp bukal dan palatinal menyentuh bidang oklusi. Aspek bukal dan proksimal
terlihat sumbu gigi tegak lurus
Penyusunan gigi molar pertama (M1) RA
Cusp mesio palatinal menyentuh bidang oklusi. Cusp mesio bukal ± 0,5 mm di
atas bidang oklusi. Cusp disto bukal ± 1 mm di atas bidang oklusi. Cusp disto
palatinal ± 0,5 mm di atas bidang oklusi. Aspek bukal dan proksimal terlihat
kemiringan sumbu gigi 5o terhadap garis vertikal.
Penyusunan gigi molar kedua (M2) RA
Cusp mesio palatinal ± 1 mm di atas bidang oklusi. Cusp mesio bukal ± 1,5 mm
di atas bidang oklusi. Cusp disto bukal ± 2 mm di atas bidang oklusi. Cusp disto
palatinal ± 1,5 mm di atas bidang oklusi. Aspek bukal dan proksimal terlihat
kemiringan sumbu gigi 15o terhadap garis vertikal.
Penyusunan gigi posterior RB perlu diperhatikan:
a. Aspek bukal : relasi molar kelas 1 yaitu cusp mesio bukal M1 RA terletak
pada fissura bukal (mesio bukal – developmental groove) M1 RB
b. Aspek proksimal : cusp palatinal gigi RA terletak pada fissura gigi RB
c. Tinggi gigi RA akan semakin tinggi (mendekati puncak ridge) ke arah
posterior sedangkan pada RB mengikuti lengkung RA
d. Garis retromolar pad hingga ke distal gigi kaninus RB merupakan tempat
kesandaran fissura gigi RB
e. Penyusunan gigi-gigi posterior harus mengikuti garis anteroposterior curve/
curve of spee/ garis kompensasi sagital untuk tercapai stabilitas gigi tiruan ;
garis lateral curve / curve of wilson / garis kompensasi lateral untuk mengikuti
gerakan mandibula saat mengunyah (cusp palatinal menyentuh bidang oklusi)

n. Try in GTL
Dilakukan try-in gigi tiruan akrilik dengan memperhatikan:
a) Retensi (menggerakan pipi dan bibir pasien, apakah proresa terlepas/tidak)
b) Oklusi (menggunakan articulating paper, apakah ada bagian yang menerima beban
oklusi berlebih sehingga perlu dikurangi)
c) Stabilitas (tidak boleh mengganggu proses mastikasi dan fonetik)
d) Adaptasi/kenyamanan pasien
e) Keadan jaringan penyangga apakah tidak menerima tekanan berlebih

o. Remonting dan selective grinding


Remounting bertujuan untuk memperbaiki kesalahan oklusi, mengembalikan dimensi
vertikal yang benar, mengembalikan BBO. Selective grinding atau occlusal
adjustment dilakukan dengan mengasah permukaan oklusal gigi tiruan pada tempat-
tempat tertentu untuk memastikan bahwa oklusi sentrik gigitiruan tepat

p. Insersi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat insersi ke dalam mulut pasien yaitu :
a) Retensi
b) Pemeriksaan oklusi, artikulasi dan stabilitas
Pemeriksaan ini menyangkut aspek oklusi pada posisi sentrik, lateral dan
anteroposterior dengan menggunakan articulating paper yang diletakkan antara
gigi atas dan bawah kemudian pasien diminta melakukan gerakan pengunyahan 3-4
kali. Stabilitas gigi tiruan diperiksa dengan cara menekan bagian depan dan
belakang gigi tiruan secara bergantian. Gigi tiruan tidak menunjukkan pergerakan
pada saat tes ini. Dalam kasus ini oklusi pasien masih sering berubah jika
dilakukan posisi sentrik bekali-kali, untuk itu dilakukan penyesuaian oklusi selama
seminggu sebelum dilakukan tahap kontrol.
c) Pemeriksaan estetik dan fonetik.
d) Operator megajarkan cara memasang dan melepaskan gigi tiruan kepada pasien
yang dilakukan di depan kaca sehingga pasien dapat melihatnya, kemudian pasien
diminta untuk mencoba memasang gigi tiruan sendiri tanpa bantuan operator.
e) Pasien diberi instruksi :
1. Gigi tiruan hendaknya dipakai terus menerus untuk adaptasi dengan rongga
mulut.
2. Menjaga kebersihan gigi tiruan dan rongga mulut.
3. Gigi tiruan dilepas pada malam hari untuk memberi kesempatan istirahat yang
memadai pada jaringan mulut pendukungnya. Ketika dilepas, gigi tiruan
direndam dalam wadah tertutup yang berisi air dingin yang bersih.
4. Hindari mengunyah makanan yang keras dan lengket.
5. Pasien diminta untuk datang satu minggu setelah insersi gigi tiruan untuk
melihat penyesuaian oklusi yang masih berubah-ubah.

q. Kontrol
Kontrol dilakukan satu minggu setelah pemasangan gigi tiruan. Operator melakukan
pemeriksaan subyektif dan pemeriksaan obyektif.
 Pemeriksaan subyektif : menanyakan apakah ada keluhan dari pasien setelah
gigi tiruan dipasang dan digunakan
 Pemeriksaan obyektif : melihat keadaan jaringan lunak disekitar daerah gigi
tiruan, apakah ada peradangan atau tidak. memeriksa retensi, stabilisasi, dan oklusi
pasien

DAFTAR PUSTAKA
1. R.M. Basker, J.C. Davenport: Prosthetic treatment of the edentulous patient. 4th edition
2002. Blackwell Munksgaard, oxford UK.
2. Rangarajan V, PadmanabhanTV. 2017. Textbook of Prostodontic. 2nd ed. India
:Elsevier. p.65-75
3. Arthur O. Rahn, John R. Ivanhoe, Kevin D. Plummer: Textbook of complete denture. 6th
edition, 2009. PMPH, USA.

Anda mungkin juga menyukai