Anda di halaman 1dari 10

LEMBAR KERJA

A. Kata kunci
1. Perempuan usia 65 tahun
2. Gusi terasa nyeri saat gigi tiruan digunakan.
3. Enam gigi depan RB telah dicabut
4. Terdapat tonjolan tidak beraturan, terasa sakit saat palpasi disertai gingiva
hiperemis pada ridge alveolar anterior mandibula.
5. Nodu membulat pada lingual regio premolar kanan bawah, palpasi keras.
6. Tindakan bedah preprostetik.
7. Gigi tiruan dipakai 3 hari, dilepas karena sakit dan longgar.
8. Pemasangan gigi tiruan satu minggu yang lalu.
9. Ridge alveolar posterior mandibula kedua sisi terlihat rendah.

B. Tujuan pembelajaran.
1. Menjelaskan bedah preprostetik dan macam-macamnya
2. Mengetahui pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis.
3. Mengetahui diagnosis dan diagnosis banding pada scenario.
4. Mengetahui etiologi kasus.
5. Mengetahui rencana perawatan pada kasus.
6. Mengetahui prognosis kasus pada scenario.
7. Mengetahui komplikasi pasca perawatan kasus di scenario.

C. Jawaban.

1
1. Bedah preprostetik dan macam-macamnya1,23.

a. Pengertian bedah preprostetik

Bedah preprostetik adalah bagian dari bedah mulut dan maksilofasial yang
bertujuan untuk membentuk jaringan keras dan jaringan lunak yang seoptimal
mungkin sebagai dasar dari suatu protesa. Meliputi teknik pencabutan
sederhana dan bedah preprostetik lebih ditujukan untuk modifikasi bedah pada
tulang alveolar dan jaringan sekitarnya untuk memudahkan pembuatan dental
protesa yang baik, nyaman, dan estetis.

b. Jenis-jenis bedah preprostetik

 Alveolektomi adalah suatu tindakan bedah untuk membuang prosesus


alveolaris, baik sebagian maupun seluruhnya. Adapun pembuangan
seluruh prosesus alveolaris yang lebih dikenal sebagai alveolektomi
diindikasikan pada rahang yang diradiasi sehubungan dengan perawatan
neoplasma yang ganas.
 Alveoplasti adalah suatu tindakan bedah untuk membentuk prosesus
alveolaris sehingga dapat memberikan dukungan yang baik bagi gigi
tiruan immediate maupun gigi tiruan yang akan dipasang beberapa
minggu setelah operasi dilakukan.
 Alveolotomi adalah suatu tindakan membuka prosesus alveolaris yang
bertujuan untuk mempermudah pengambilan gigi impaksi atau sisa akar
yang terbenam, kista atau tumor, atau untuk melakukan tindakan
apikoektomi.
 Eksisi torus merupakan prosedur pembedahan yang dilakukan untuk
menghilangkan satu atau lebih tonjolan ekstra tulang baik pada rahang
atas maupun rahang bawah. Meskipun segmen seperti tulang tambahan
tidak berbahaya. Kehadiran tulang ini dapat menimbulkan masalah bagi
pasien yang memerlukan beberapa jenis protesa gigi seperti gigi tiruan
lengkap ataupun sebagian.
 Frenektomi merupakan prosedur pembedahan yang dilakukan untuk
menghilangkan jaringan fibrosa (frenulum). Pembedahan jaringan lunak
ini bertujuan untuk meningkatkan kenyamanan dan kestabilan protesa.
Frenulum merupakan lipatan mukosa yang terletak pada vestibulum
mukosa bibir, pipi dan lidah.
 Vestibuloplasty merupakan suatu tindakan bedah yang bertujuan untuk
meninggikan sulkus vestibular dengan cara melakukan reposisi mukosa,
sehingga menghasilkan sulkus vestibular yang dalam untuk menambah
stabilisasi dan retensi protesa.

2. Pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis4.

2
a. Pemeriksaan subyektif (anamnesis)
 Identitas pasien
 Chief complaint
 Present illness : Lokasi rasa sakit, Faktor pemicu, Karakter rasa sakit,
Keparahan, Penyebaran
 Riwayat medis
 Riwayat dental
 Riwayat keluarga
 Riwayat social.

b. Pemeriksaan objektif (klinis)


 Pemeriksaan ekstra oral : Bertujuan untuk melihat penampakan secara
umum dari pasien, misalnya adanya asimetris wajah (pembengkakan di
muka dan leher)
 Pemeriksaan intra oral : Pemeriksaan intra oral merupakan pemeriksaan
yang dilakukan dalam rongga mulut.
 Pemeriksaan intra oral berkaitan dengan gigi dan jaringan
sekitarnya.
 Kondisi tulang yang abnormal dapat diketahui dengan melakukan
inspeksi.
 Palpasi area maksila dan mandibula, termasuk area pemakaian gigi
tiruan dan area vestibule, juga dibutukan.
 evaluasi area penggunaan gigi tiruan.
 evaluasi hubungan antara maksila dan mandibula termasuk
pemeriksaan hubungan anteroposterior dan hubungan vertical
 kondisi gigi supraerupsi atau malposisi juga harus diperhatikan

c. Pemeriksaan penunjang
 Radiografi panoramic : memperlihatkan struktur tulang yang mendasari
dan kondisi patologik.
 Radiografi sephalometri : mengevaluasi hubungan ridge dalam dimensi
vertical dan anteroposterior.
 CT Scan : mengevaluasi cross-sectional anatomi maxilla, termasuk
bentuk ridge dan anatomi sinus. Pada mandibula dapat terlihat bentuk
tulang basal termasuk ridge alveolar dan lokasi Nervus Alveolaris
Inferior.
 Tes laboratorium : tingkat serum kalsium, fosfat, hormon paratiroid, dan
alkalin fosfatase, mungkin berguna dalam menentukan masalah
metabolik potensial yang dapat mempengaruhi resorpsi tulang.

3. Diagnosis dan diagnosis banding

3
a. Diagnosis1,2
1) Keluhan utama :
 Gigi tiruan RB hanya dipakai 3 hari lalu dilepas karena sakit dan
longgar
2) Riwayat keluhan :
 6 gigi RB anterior telah dicabut dan dilakukan pemasangan gigi tiruan
seminggu lalu.
3) Pemeriksaan ekstraoral, intraoral, dan tambahan
 Ekstraoral : tidak ada kelainan
 Intra oral : tonjolan tidak beraturan yang terasa sakit saat palpasi disertai
gigiva hiperemis pada ridge alveolar anterior mandibula, Selain itu
terdapat tonjolan membulat bagian lingual dari gigi premolar kanan
bawah, keras dan tidak sakit saat palpasi, ridge alveolar posterior
mandibula pada kedua sisi terlihat rendah.

Berdasarkan keluhan utama, riwayat keluhan, serta pemeriksaan


ekstraoral dan intraoral maka dapat disimpulkan bahwa diagnosis dari kasus ini
adalah eksostosis khususnya untuk tonjolan tidak beraturan pada ridge alveolar
anterior mandibula adalah “multiple exostoses regio anterior mandibula” dan
tonjolan membulat bagian lingual gigi premolar kanan bawah adalah “torus
mandibula”.

Eksostosis adalah suatu pertumbuhan benigna jaringan tulang yang


keluar dari permukaan tulang. Secara khas keadaan ini ditandai dengan
tertutupnya tonjolan tersebut oleh kartilago. Penonjolan di daerah midline
rahang atas disebut torus palatinus sedangkan penonjolan dilateral rahang
bawah disebut torus mandibularis.

Torus mandibula merupakan salah satu jenis eksostosis yang


etiologinya belum diketahui. Torus ini terletak pada aspek lingual dari corpus
mandibula, biasanya salah satu sisi ataupun kedua sisi dari regio caninus dan
premolar. Secara klinis, penonjolan tulang yang bersifat asimptomatik ini
ditutupi oleh mukosa normal, secara radiografi terlihat radioopak berbatas tegas
di area lokalisasi. Torus mandibula bukan merupakan kelainan patplogis dan
tidak butuh terapi apapun, kecuali pada pasien yang akan memasang protesa
sehingga torus mandibula perlu di lakukan alveoloplasti.

b. Diagnosis banding5

Osteoma merupakan tumor jinak mesenkim osteoblas yang terdiri dari


diferensiasi jaringan tulang matur. Osteoma sering tanpa gejala, tumbuh lambat
dan dapat stabil dalam beberapa tahun dan secara kebetulan ditemukan pada
pemeriksaan radiologi. Penyebab osteoma temporal tidak diketahui, diduga
dapat disebabkan oleh trauma, radioterapi, infeksi kronik dan faktor hormonal

4
dengan disfungsi kelenjar hipofise. Pemeriksaan makroskopis menggambarkan
zona yang berbatas tegas dengan hiperostosis homogen dengan karakteristik
pertumbuhan keluar lempeng tulang yang padat, tunggal, permukaan rata,
bertangkai dan tidak infiltratif.

4. Etiologi6
Etiologi dari eksostosis saat ini masih belum jelas. Beberapa peneliti
mengatakan Ras, faktor dominan autosomal, atrisi gigi, dan bahkan faktor gizi telah
dianggap memiliki pengaruh. Beberapa faktor lain yang dikemukakan sebagai
penyebab eksostosis meliputi faktor genetik, faktor lingkungan(misalnya trauma
setelah pencabutan gigi dan tekanan kunyah), hiperfungsi masticatory, dan
pertumbuhan lanjutan. Menurut Eggen et al, nutrisi memiliki peran dalam etiologi
torus, beliau menganggap konsumsi ikan air asin di Norway kemungkinan
meningkatkan angka polyunsaturated fatty acids dan vitamin D yang berhubungan
dengan pertumbuhan tulang sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya
torus(penonjolan tulang).

5. Rencana perawatan2,6,7
a. Definisi.
Alveoplasti adalah suatu tindakan bedah untuk membentuk prosesus
alveolaris sehingga dapat memberikan dukungan yang baik bagi gigi tiruan
immediate maupun gigi tiruan yang akan dipasang beberapa minggu setelah
operasi dilakukan. Alveoplasti merupakan prosedur bedah untuk menghaluskan
atau mengkontur kembali tulang alveolar, yang bertujuan untuk memfasilitasi
penyembuhan dan meningkatkan keberhasilan pemenpatan protesa. Alveoplasti
merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan prosedur pemotongan
atau pengangkatan tulang alveolar bagian labiobuccal serta tulang bagian
interdental dan interradikular.

b. Indikasi

Dalam melakukan alveoloplasti ada beberapa keadaan yang harus


dipertimbangkan oleh seorang dokter gigi. Keadaan-keadaan tersebut
antara lain :

a) Pada rahang di mana dijumpai neoplasma yang ganas, dan untuk


penanggulangannya akan dilakukan terapi radiasi
b) Pada prosesus alveolaris yang dijumpai adanya undercut; cortical
plate yang tajam; puncak ridge yang tidak teratur; tuberositas tulang;
dan elongasi, sehingga mengganggu dalam proses pembuatan dan
adaptasi gigi tiruan
c) Jika terdapat gigi yang impaksi, atau sisa akar yang terbenam dalam
tulang; maka alveoloplasti dapat mempermudah pengeluarannya,
d) Pada prosesus alveolaris yang dijumpai adanya kista atau tumor,
e) Akan dilakukan tindakan apikoektomi

5
f) Jika terdapat ridge prosesus alveolaris yang tajam atau menonjol
sehingga dapat menyebabkan facial neuralgia maupun rasa sakit
setempat
g) Pada tulang interseptal yang terinfeksi; di mana tulang ini dapat
dibuang pada waktu dilakukan gingivektomi,
h) Pada kasus prognatisme maksila, dapat juga dilakukan alveoloplasti
yang bertujuan untuk memperbaiki hubungan antero-posterior antara
maksila dan mandibula
i) Setelah tindakan pencabutan satu atau beberapa gigi, sehingga dapat
segera dilakukan pencetakan yang baik untuk pembuatan gigi tiruan
j) Adanya torus palatinus (palatal osteoma) maupun torus
mandibularis yang besar
k) Untuk memperbaiki overbite dan overjet.

c. Kontraindikasi

a) Pada pasien yang masih muda, karena sifat tulangnya masih sangat
elastis maka proses resorbsi tulang lebih cepat dibandingkan dengan
pasien tua. Hal ini harus diingat karena jangka waktu pemakaian gigi
tiruan pada pasien muda lebih lama dibandingkan pasien tua.
b) Pada pasien wanita atau pria yang jarang melepaskan gigi tiruannya
karena rasa malu, sehingga jaringan pendukung gigi tiruan menjadi
kurang sehat, karena selalu dalam keadaan tertekan dan jarang
dibersihkan. Hal ini mengakibatkan proses resorbsi tulang dan
proliferasi jaringan terhambat.
c) Jika bentuk prosesus alveolaris tidak rata tetapi tidak mengganggu
adaptasi gigi tiruan baik dalam hal pemasangan, retensi maupun
stabilitas.

d. Prosedur bedah
1.

Gambar 1 : Gambaran torus mandibula

2.

6
Gambar 2 : Lakukan insisi disepanjang puncak alveolar ridge, dilanjutkan
dengan open flap dengan teknik envelope flap agar tulang dapat terlihat
dengan jelas.

3.

Gambar 3 : Buka perlekatan mukosa dengan tulang menggunakan


mucoperiosteal elevator atau resparatorium

4.

Gambar 4 : Menghilangkan eksostosis menggunakan bone bur

5.

7
Gambar 5 : Bone file digunakan untuk menghaluskan tulang yang tidak
beraturan dan membentuk kontur yang diinginkan.

6.

Gambar 6 : tampakan tulang setelah dihaluskan

7.

8
Gambar 7 : lakukan irigasi untuk memastikan terbuangannya semua kotoran.
Tepi jaringan dapat dikembalikan ke posisinya kemudian dilakukan
penjahitan.

6. Prognosis8

Prognosis setelah perawatan bergantung pada dokter dan juga pasien.


Sangat penting bagi seorang dokter gigi untuk mengetahui hal-hal yang
berpengaruh dalam melakukan tindakan alveoloplasti, karena keberhasilan suatu
perawatan bedah tidak mungkin dapat dicapai tanpa didasari oleh tindakan yang
benar. Selain itu keberhasilan suatu tindakan bedah prepostodontik sangat
berpengaruh dalam proses pembuatan serta adaptasi gigi tiruan dan estetik wajah
penderita.Setelah pelaksanaan suatu tindakan bedah preprostodontik perlu
dilakukan kontrol berkala untuk mengetahui jalannya proses penyembuhan, serta
menjaga agar agar tidak terjadi komplikasi-komplikasi yang tidak diharapkan.
Kemudian dilakukan evaluasi keadaan jaringan dan kondisi pasien beberapa
minggu setelah operasi. Jika hasilnya baik, maka dapat segera dilakukan proses
pembuatan gigi tiruan bagi pasien tersebut.

7. Komplikasi8

Dalam melakukan suatu tindakan bedah tidak terlepas dari kemungkinan


terjadinya komplikasi, demikan pula halnya dengan alveoloplasti. Dimana
komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi antara lain: rasa sakit, hematoma,
pembengkakan yang berlebihan, timbulnya rasa tidak enak pasca operasi
(ketidaknyamanan), proses penyembuhan yang lambat, resorbsi tulang berlebihan
serta osteomyelitis . Tetapi semua hal tersebut dapat diatasi dengan melakukan
prosedur operasi serta tindakan-tindakan pra dan pasca operasi yang baik.

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Malik NA. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. 2nd Edition. Jaypee
Brothers: New Delhi. 2008. P.417
2. Fragiskos D. Oral & maxillofacial surgery. Germany: Springer-Verlag Berlin
Heidelberg; 2007. pp. 243-61
3. Aditya G. Alveoloplasti sebgai tindakan bedah perprostodontik. J Kedokteran
Trisakti.1999;18(1):27-33.
4. Hupp JR, Ellis E, Tucker MR. Contemporary oral and maxillofacial surgery. 7th
Ed.Philadelphia : Elsevier. 2019.pp 219-21.
5. Firdaus MA, Mulyani S. Diangnosis dan penatalaksanaan osteoma tulang temporal.
Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL) FK Universitas
Andalas.pp.1-2.
6. Mitha K, Smitha GP. Alveolar exostosis – revisited: a narrative review of the literature.
The Saudi J for Dent Research 2015; 6: 69,70.
7. Balaji SM. Oral & maxillofacial surgery. India: Elseiver, 2009: 260-63.
8. Aditya G. Alveoplasti Sebagai Tindakan Bedah Preprostodontik, J Kedokter Trisakti;
1999: 18(1):27-9.

10

Anda mungkin juga menyukai