PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Gigi merupakan satu-satunya organ tubuh yang tidak dapat memperbaiki diri sendiri.
Kehilangan gigi bisa terjadi pada siapa saja dan penyebabnya pun beragam antara lain karena
pencabutan gigi akibat kerusakan gigi (gigi berlubang, retak, patah), infeksi gigi, penyakit
periodontal dan banyak faktor lainnya. Kehilangan gigi dapat menyebabkan pasien sulit
berbicara dan makan, hal ini dapat berkaitan dengan retensi gigi tiruan, dan kebiasaanpasien
yang terkadang masih mengunyah di satu sisi .Salah satu cara untuk memperbaiki kehilangan
gigi adalah dengan pemakaian gigi tiruan. Gigi tiruan yang di indikasikan untuk pasien pada
scenario adalah gigi tiruan lengkap. Gigi tiruan lengkap dibuat untuk penderita kehilangan
gigi seluruhnya yang bertujuan untuk memperbaiki fungsi pencernaan di rongga mulut
sehingga dapat mengembalikan kemampuan mencerna dan mengolah makanan. Pembuatan
GTL diupayakan untuk dapat retentive sehingga protesa dapat bermanfaat sebagai instrument
rehabilitative dalam rongga mulut. Setiap protesa dalam rongga mulut dapat memiliki resiko
merusak kesehatan rongga mulut dan jaringan pendukung tapi hal ini dapat diperkecil dengan
membuat desain yang tepat untuk pasien dan dengan memberikan pasien instruksi yang tepat
tentang cara menjaga kebersihan rongga mulut. Pada makalah ini dijelaskan bahwa seorang
dokter gigi tidak hanya di tuntut untuk mengetahui pemasangan gigi tiruan melainkan hal-hal
yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan gigi tiruan seperti kondisi sistemik pasien,
riwayat kesehatan gigi dan mulutnya, dan instruksi yang harus diberikan pada pasien setelah
pemasangan gigi tiruan
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pemeriksaanapa yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis
2. Untuk mengetahui penyebab pasien sulit bicara dan makan
3. Untuk mengetahui pertimbangan sebelum melakukan perawatan
4. Untuk mengetahui jenis GT beserta indikasi dan kontraindikasinya
5. Untuk mengetahui desain gigi tiruan
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan apa yang dapat diberikan kepada pasien
7. Untuk mengetahui instruksi yang harus diberikan kepada pasien sebelum melakukan
perawatan
8. Untuk mengetahui keluhan yang dapat muncul setelah perawatan
9. Untuk mengetahui prognosis pada pasien setelah perwatan
10. Untuk mengetahui dampak dari kehilangan gigi jika tidak ditangani
2
BAB II
PEMBAHASAN
b. Keluhan utama (chief complaint), berkaitan dengan apa yang dikeluhkan oleh
pasien dan alasan pasien datang ke dokter gigi. Keluhan utama pasien pada skenario
yaitu pasien sulit makan dan bicara yang kurang jelas.
d. Riwayat medik (Medical History/MH), perlu ditanyakan karena hal ini kan
berkaitan dengan diagnosis, treatment, dan prognosis.
- Penyakit yang pernah/ sedang diderita. Pada skenario, pasien ada riwayat diabetes
melitus terkontrol
- Obat-obatan yang dikonsumsi
- Kebiasaan pasien mengontrol kesehatannya. Ini untuk melihat motivasi pasien
dalam menjaga kesehatan.
3) TMJ
Untuk kasus dengan edentulous bagian posterior, maka tekanan akan lebih besar
pada satu atau kedua sisi rahang. Masalah yang paling umum terjadi yaitu adanya
clicking.
2) Kualitas
- Encer : dapat membentuk lapisan film tipis sehingga kontak basis dan mukosa
lebih rapat, daya pembasahan lebih baik karena lebih mudah menyebar ke
seluruh basis GT
- Kental : kurang mampu membasahi seluruh permukaan basis GT dan tidak
dapat membentuk lapisan film tipis.
4
b) Lidah
c) Mukosa mulut
d) Gigi geligi
Pada skenario tampak gigi 12, 21 sisa akar, gigi 11,23,31,32 labioversi, retraksi
gingiva dan mobile derajat 3
3. Pemeriksaan Penunjang
Untuk gigi tiruan lengkap, biasanya yang digunakan adalah panoramik
Tujuannya, untuk:
- Melihat ketinggian tulang alveolar
- Melihat kista/peradangan lain pada tulang rahang
- Melihat sisa radiks
- Melihat tebal mukosa di atas prosesus alveolaris 1,2
Pada skenario, dituliskan bahwa pada pemeriksaan radiografi, tampak penurunan
tulang alveolar sampai setengan akar gigi.
2.3. Diagnosis
A. Pemeriksaan subjektif
Keluhan utama : sulit makan, bicara yang tidak jelas, serta tidak percaya diri
dengan penampilannya.
5
Present illness : ingin dibuatkan gigi tiruan.
Riwayat medis : diabetes terkontrol.
B. Pemeriksaan objektif
Intra oral : gigi 12 dan 21 sisa akar, gigi 11, 23, 31, 32 labiversi, retraksi
gingiva, dan mobile derajat 3.
C. Pemeriksaan penunjang
Rontgen foto : tampak penurunan tulang alveolar sampai setengah akar gigi
Berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan subjektif, pemeriksaan objektif, serta
pemeriksaan penunjang maka dapat ditentukan diagnosis kasus pada skenario,
yaitu :
Gigi 12 dan 21 : gangren radiks (ekstraksi)
Gigi 11, 23, 31, 32 : periodontitis apikalis kronis (ekstraksi).4,5
Indikasi :
1. Pasien Edentolous
2. Gigi yang tersisa tidak dapat dipertahankan
3. Gigi yang tersisa tidak dapat mendukung gigi tiruan sebagian, dan tidak ada
alternatif yamg tersedia.
4. Pasien Menolak rekomendasi alternatif perawatan.
7
Kontraindikasi :
1. Ada Alternatif perawatan lain
2. Kelainan mental/fisikal yang menyebabkan gangguan kemampuan pasien untuk
kooperatifselama pembuatan gigi tiruan dan selama penggunaan gigi tiruan.
3. Pasien hipersensitif terhadap material gigi tiruan.
4. Tidak tertarik sama sekali menggunakan gigi tiruan.1
8
a. Rahang atas b. Rahang bawah
Material : Material :
Basis : akrilik Basis : akrilik
Gigi artificial : akrilik Gigi artificial : akrilik
Anatomical landmark : Anatomical landmark :
1. Hamular notch 1. Retromolar pad
2. Fovea palatinus 2. Frenulum labial
3. Vestibulum labial 3. Vestibulum labial
4. Frenulum labial 4. Frenulum bukal
5. Frenulum bukal 5. Vestibulum bukal
6. Vestibulum bukal 6. Frenulum lingual
7. Rugae palatinus 7. Daerah retromylohyoid
8. Raphe median
Keterangan :
Bagian yang diarsir berwarna merah : basis
Garis berwarna hitam tanda “X” : gigi yang hilang tapi tidak diganti.8,9,10
2.8. Penatalaksanaan
Dimulai dengan tindakan pre-prostetik yang dilakukan dengan urutan sebagai berikut:
1.) Meredakan nyeri dan infeksi.
2.) Prosedur bedah mulut.
3.) Pengondisian jaringan yang rusak dan teriritasi.
4.) Terapi periodontal.
5.) Koreksi bidang oklusal.
6.) Perbaikan ortodontik.
7.) Splinting gigi yang melemah.
8.) Reshaping gigi.
Setelah itu masuk ke prosedur klinis untuk pembuatan gigi tiruan, dimulai dari :
A. Prosedur pencetakan
1. Pencetakan pendahuluan dengan alginate
a. Pemilihan sendok
Sendok cetak perforasi yang dipilih harus sesuai dengan ukuran rahang (lebih
besar 4-5 mm untuk memberi tempat bagi bahan cetak) dan mencapai batas
palatum lunak dan keras serta hamular notch, untuk rahang atas dan retromolar
pad untuk rahang bawah.
11
b. Posisi penderita
Penderita duduk dengan posisi tegak dan bidang oklusal sejajar lantai. Posisi
mulutnya setinggi siku, untuk pencetakan rahang bawah dan setinggi bahu
operator untuk pencetakan rahang atas
c. Bahan cetak
Bowl karet yang sudah disiapkan, diisi air dengan suhu kamar sesuai takaran.
Lalu bubuk alginate di tuang dengan takaran sesuai petunjuk pabrik. Pengadukan
dilakukan selama 1 menit dengan cepat hingga homogen. Pada penuangan alginat
ke dalam sendok usahakan jangan sampai ada udara terjebak dan semua bagian
sendok terisi dengan baik.
d. Penempatan sendok ke dalam mulut
Setelah bahan cetak ditempatkan pada sendok, bagian-bagian kritis seperti
preparasi sandran, retromilohioid, tuber maksilaris, dan bagian tengah palatum
boleh diulasi alginate dengan jari tangan.
e. Posisi operator waktu mencetak
Operator berdiri pada sisi kanan agak ke belakang untuk pencetakan rahang
atas dan sisi kanan agak ke depan untuk rahang bawah.
f. Pencetakan rahang atas
Masukkan sendok cetak dengan salah satu sisinya terlebih dahulu. Untuk
memudahkan sudut mulut pada sisi berlawanan disingkap menggunakan kaca
mulut. Segera setelah sendok benar, sendok cetak ditekan keatas. Penekanan
sendok cetak diawali dengan bagian posterior terlebih dahulu, baru kemudian
bagian anterior.
g. Pencetakan rahang bawah
Sudut kanan mulut disingkap dengan kaca mulut, lalu sisi kiri sendok
dimasukkan dengan arah memutar.penempatan dilakukan di senter sambil
menginstruksikan pasien untuk mengangkat lidahnya sebentar. Sendok cetak
ditekan dan meminta pasien menurunkan kembali lidahnya.
h. Pengeluaran cetakan
Sendok cetak dikeluarkan dari mulut dengan gerakan sejajar sumbu panjang
gigi. Keluar mulut, sendok langsung dicuci dengan air mengalir untuk
membersikan saliva dari permukaannya. Pengisisan cetakan dengan bahan
gypsum harus dilakukan secepatnya selambat-lambatnya 15 menit.
12
B. Vertikal Dimensi
Pada dimensi vertikal yang terlalu tinggi, penderita akan mengalami gangguan
fungsi kunyah, berupa: ketegangan pada otot maseter dan kelelahan pada saat
pengunyahan makanan. Penderita yang memiliki dimensi vertikal terlalu tinggi
akan menyebabkan perpanjangan dimensi wajah, sehingga pada saat posisi
istirahat, bibir akan terbuka. Otot pembuka dan penutup mulut yang berperan
dalam fungsi pengunyahan tidak dapat mencapai posisi istirahat dengan benar
sehingga berdampak pada ketidaknyamanan penderita pada gigi tiruan tsb.
Dimensi vertikal yang terlalu rendah akan menyebabkan berkurangnya efisiensi
pengunyahan makanan, karena gigi-gigi rahang atas dan bawah belum berkontak
pada saat otot-otot selesai berkontraksi untuk mengunyah makanan, sehingga
ketika gigi-gigi tersebut bertemu pada saat mengunyah makanan, daya kunyah
yang terjadi sudah jauh berkurang. Selain itu, tekanan pada daerah persendian dan
ligamen pada saat mengunyah. Hal ini menyebabkan rasa sakit pada TMJ.
C. Relasi Rahang
Dalam menentukan relasi rahang pasien lansia diperlukan waktu serta instruksi
yang jelas dan sederhana. Dengan bertambahnya usia akan terjadi beberapa
perubahan. Sisa alveolar ridge akan mengalami penyusutan. Terdapat kerutan
disekitar mulut karena hilangnya dukungan bibir. Dengan adanya perubahan ini,
maka dalam menentukan dimensi vertikal perlu adanya penambahan dalam
menentukan ruang antar ridge. Pada pasien usia muda, jarak inter-oklusal sekitar 3
mm, sedang pasien lansia jarak tesebut dibuat menjadi sekitar 5 mm.
a. Cara menentukan relasi vertikal : Pembuatan basis gigitiruan dan bite rim
Bahan basis : Shellac Base Plate atau Malam
Bahan oklusal rim : Malam
Guna basis : untuk tempat meletakkan oklusal rim
b. Cara pembuatan oklusal rim : Dimana basis shellac dipanaskan pada lampu
spiritus dan ditekan sampai rata, kelebihan dibuang dengan pisau/gunting
kemudian oklusal rim/malam diletakkan pada basis tersebut di daerah prosesus
alveolaris yang tidak bergigi.
c. Cara pengukuran relasi vertikal:
1) Relasi vertikal posisi istirahat
a) Tentukan dua titik pada wajah penderita sejajar dengan median line.
13
b) Pasien disuruh menghiting satu hingga sepuluh serta mempertahankan
posisi rahangnya
c) Kemudian penderita disuruh mengucapkan beberapa kata yang berakhiran
S & diukur kembali jaraknya.
d) Seterusnya penderita disuruh menelan dalam keadaan rileks dilakukan
pengukuran ketiga.
2) Relasi vertikal oklusi
a) Pengukuran dilakukan setelah oklusal rim diletakkan dalam mulut
penderita.
b) Oklusal rim rahang atas dimasukkan, perhatikan kembali bentuk wajah
penderita apakah sudah sesuai dengan ekspresi normal.
c) Kemudian masukkan oklusal rim rahang bawah, pasien disuruh
menghentikan rahang atas dan rahang bawah dalam keadaan sentrik
oklusi,
d) Ukur kembali jarak antara kedua titik tersebut, akan berkurang 2-4 mm
dari jarak relasi vertikal posisi istirahat. Inilah yang disebut jarak relasi
vertikal oklusi.
14
D. Bite Rim
Bite rim adalah tanggul gigitan yang terbuat dari lembaran malam (wax) yang
berfungsi untuk menentukan tinggi gigitan pada pasien yang sudah kehilangan
semua gigi agar mendapatkan kontak oklusi. Bite rim dibuat dengan
menggunakan malam yang berwarna merah yang bisa dibentuk basis sebagai
pengganti sementara bagi gigi tiruan penuh digunakan untuk menentukan profile
pasien, menentukan tinggi gigit, oklusi sentrik, dimensi vertikal, menentukan letak
permukaan bidang oklusal, menentukan letak garis tengah, garis senyum, garis
caninus, dan panduan saat menyusun elemen gigi.
Terdapat 2 metode yang digunakan pada pembuatan bite rim yaitu teknik cor dan
teknik gulung. Teknik cor adalah teknik pembuatan bite rim dengan cara lembar
malam dicairkan lalu dituangkan kedalam cetakan wax. Teknik gulung adalah
teknik pembuatan bite rim dengan cara lembar malam yang dilunakkan, kemudian
digulung.
Kelebihan pembuatan bite rim dengan teknik cor adalah pada pola bite rim yang
sudah dibentuk, tinggi yang sudah ada, bahan yang digunakan lebih sedikit dan
waktu yang lebih singkat, sedangkan teknik gulung tidak menggunakan wax rims
former dan kaleng yang digunakan sebagai alat bantu mencairkan wax.
Kekurangan teknik cor pada pembuatan bite rim adalah lebar bite rim yang belum
ada, sedangkan teknik gulung tidak memerlukan alat bantu kaleng untuk
mencairkan wax.
C. Molding
Molding merupakan suatu proses pembuatan cetakan atau mempersiapkan ruang
untuk pengisian akrilik.
Cara memolding :
1. Setelah gips pada cuvet lawan mengeras, dapat diperiksa dengan membuka
tutup atas dari cuvet, buka kuvet tersebut (kuvet antagonisnya)
2. Buang wax dengan menyiramkan air mendidih
3. Olesi bahan separasi , jangan mengenai anasir gigi tiruan
D. Packing
Packing adalah pengisian mould yang terbuat dari gips yang terdapatdalam kuvet
logam dengan bahan plastis kemudian diproses untuk membuat protesa.
F. Deflasking
Deflasking adalah tindakan mengeluarkan model dan gigi tiruan dalamkuvet.
Kuvet dibuka, Protesa dipisahkan dari gips dengan menggunakangergaji kecil atau
pisau gips secara hati-hati agar protesa tidak cacat/patah.
a) Iritasi mukosa
Mukosa harus bebas dari iritasi, jika tidak fungsi akan terganggu. Iritasi
mukosa muncul terutama karena dua alasan tekanan melampaui batas-batas fisiologis
dan pergerakan gigi tiruan selama berfungsi. Hal ini sering terlihat di frenii, daerah
otot, daerah hamular, area mandibula retromylohyoid, dan area buccal. Iritasi mukosa
mungkin karena hubungan rahang atau susunan gigi rusak, yaitu penurunan atau
18
peningkatan dimensi vertikal; ketidakstabilan yang disebabkan oleh salah hubungan
sentris, prematur kontak di oklusi sentris. Mukosa iritasi mungkin juga terjadi
sebagai akibat batas-batas yang berlebihan dan dapat diperbaiki dengan pengurangan
perbatasan. Penggunaan media disclosing pada permukaan intaglio gigi tiruan dapat
membantu untuk menentukan area dan koreksi. Kombinasi laboratorium dan klinis
prosedur remounting menyebabkan penyempurnaan oklusi dengan mengurangi
gangguan dan perbedaan dalam kontak oclusal yang berkontribusi terhadap iritasi
jaringan, sakit selama pengunyahan, ketidaknyamanan saat menelan dan
pengunyahan. Stomatitis adalah kejadian biasa dalam pemakai gigi tiruan,
mengakibatkan eritema di bawah gigi tiruan. Pada etiologi nya bisa disebabkan
berbagai faktor, dan itu mungkin terkait dengan faktor-faktor lokal maupun sistemik.
Manajemennya termasuk terapi antijamur, koreksi gigi tiruan tidak pas, dan efisien
kontrol plak.
19
c) Akumulasi makanan di bawah gigi tiruan
Akumulasi makanan di bawah gigi tiruan mandibula bisa diminimalkan
dengan posisi yang benar lidah oleh pasien. Wright menyarankan bahwa posisi
beristirahat ideal lidah adalah untuk menjaga ujung lidah dengan permukaan lingual
gigi anterior mandibula, dengan secara lateral permukaan menyentuh gigi tiruan
posterior. Pasien yang kurang mahir dalam menstabilkan prostesis selama fungsi
dapat menyebabkan gerakan gigitiruan lebih besar dan jumlah lebih besar
memungkinkan dalam hal partikel makanan yang akan berkumpul di bawah gigi
tiruan. Penyebab mengunyah sepihak lebih besar gigitiruan gerakan
e) Efensiensi Mastikasi
Jangka waktu 6-8 minggu diperlukan untuk membangun pola baru untuk otot
mastikasi. Pasien sebagian besar beranggapan bahwa setiap kesulitan disebabkan
selama pengunyahan adalah karena gigi tiruan yang rusak. Mereka harus diajar
bahwa mengunyah dengan gigi tiruan adalah mekanisme rumit dimana seluruh
sistem mastikasi yang terlibat. Oleh karena itu pasien harus disarankan untuk
mengunyah secara bersamaan pada kedua sisi untuk membantu dalam stabilitas gigi
tiruan. Mereka harus sarankan untuk mulai makan makanan ringan, tidak lengket dan
20
perlahan-lahan beralih ke lebih banyak zat makanan resistif. Pasien harus
diinstruksikan untuk mengunyah dengan gigi posterior mereka; terutama mereka
yang harus mengunyah dengan beberapa gigi anterior sebelum memakai gigi tiruan
lengkap.
g) Gigi retak
Penyebab fraktur harus ditentukan yakni kapan pertama tiba pasien dengan
keluhan dari gigi retak untuk mengetahui kondisi di mana fraktur terjadi. Fraktur
dapat dari dua jenis-disengaja dan tekanan diinduksi. Frenum besar ini dapat
menganggu retensi gigi tiruan dan stabilitas. Penggunaan lapisan di bawah basis gigi
tiruan di bagian palatinal dapat mengurangi stress pada saat penggunaan gigi tiruan.
21
i) Mual dan tersedak
Keluhan ini dapat dilihat pada pasien dengan refleks muntah yang berlebihan.
Mungkin juga disebabkan oleh posterior gigi tiruan maksila berlebihan dan bagian
distolingual gigitiruan mandibula. Dalam kasus seperti gigi tiruan harus dikurangi
posterior untuk wilayah posterior langit-langit. Kondisi ini sering karena kontak
oclusal tidak stabil atau meningkatnya vertikal dimensi oklusi karena mungkin tidak
seimbang atau sering kontak oclusal mencegah adaptasi dan memicu refleks tersedak.
Situasi serupa dapat terjadi di maxilla dari tekanan tajam papila karena kompresi
pada saraf nasopalatine.18
2.11. Prognosis
Prognosis baik tergantung dari pasien bila pasien dapat kooperatif karena
waktu pembuatan gigitiruan cukup lama, kondisi gigi dan kesehatan umum pasien,
serta kemampuan dokter gigi. Adapun juga prognosis buruk tergantung dari pasien
juga bila pasien tidak mengontrol penyakit sistemik maupun kurangnya menjaga
kebersihan gigi dan mulut.17
2) Gangguan mastikasi
Penurunan efisiensi kunyah merupakan dampak yang akan ditimbulkan akibat
kehilangan gigi terutama pada bagian posterior, ditambah ketebalan otot masseter
yang menurun pada pasien edentulous, sehingga menurunkan kekuatan gigitan.
Sehingga pada pasien yang kehilangan gigi akan terjadi kebiasaan mengunyah
yang buruk. Bila penderita suah kehilangan sebagian gigi aslinya, maka gigi yang
22
masih ada akan menerima tekanan mastikasi lebih besar sehingga terjadi
pembebanan berlebih. Hal ini akan menyebabkan kerusakan periodontal,
sehingga gigi yang menerima tekanan kunyah berat tersebut dapat mobile.
23
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Gigi tiruan lengkap (GTL) adalah gigi tiruan yang dibuat untuk menggantikan semua
gigi asli beserta bagian jaringan gusi yang hilang, karena apabila seseorang telah hilang
semua gigi geliginya, maka dapat menghambat fungsi pengunyahan, fungsi fonetik, fungsi
estetik dan dapat mempengaruhi keadaan psikis, dalam hal membuat gigi tiruan dibutuhkan
retensi dan stabilisasi yang baik agar meningkatkan kenyamanan bagi pemakai gigi tiruan,
retensi dan stabilisasi yang baik akan tercapai jika operator melakukan pemeriksaan yang
lengkap, diagnosa yang tepat dan perawatan yang akurat, hingga retensi dan stabilisasi
dicapai dengan baik, tak luput pula dalam hal pencetakan karena dengan mencetak batas-
batas anatomis gigi akan didapatkan sebagai retensi dan stabilisasi.Selain itu, tingkat
keoperatifan pasien juga sangat menentukan keberhasilan dai perawatan ini.
.
3.2. Saran
Makalah ini sangat jauh dari kata sempurna sehingga pembaca diharapkan mengkaji
lebih dalam lagi mengenai gigi tiruan khususnya gigi tiruan lengkap melalui sumber-sumber
yang terpercaya sehingga dapat menambah wawasan pembaca yang nantinya dapat
diaplikasikan di klinik
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Sumber Bakar A. Buku kedokteran gigi klinis. Yogyakarta : Quantum sinergis media.
2012. p.1-10. 147-8
2. Gunadi Hariyanto, et al. Buku ajar ilmu geligi sebagian lepasan. Jilid 1. Jakarta: EGC;
1991. P 40-1.
3. Panjaitan YP, Ticoalu SH, Siagian KV. Gambaran kemampuan mastikasi pada pasien
pengguna gigi tiruan penuh di rumah sakit gigi dan mulut universitas sam ratulangi
manado. jurnal e-gigi. 2016; 4(2): 73
4. Yuwono B. Penatalaksanaan pencabutan gigi dengan kondisi sisa akar
(GanrenRadik). 2010. Vol.7 No.2. p 89
5. Krimbux N. Clinical Cases inPeriodontics. Australia : Willey Blackwell. 2012. p. 40-
43
6. Nallaswamy Deepak. Textbook of prosthodontics. New Delhi: Jaypee brothers
medical publishers; 2003. P 31-2. 153-203, 210-217
7. David,Munadziroh E. Perubahan warna lempeng resin akrilik yang direndam dalam
larutan desinfektan sodium hipoklorit dan kloraexidin. Fakultas kedokteran gigi
universitas Airlangga.p.36
8. Azeem M, Mujtaba A, Subodh S, Naeem A, Abhishek G, Kumar PK. Anatomical
landmarks in maxillary and mandibular ridge-a clinical perpective. International
journal of applied dental sciences, 2017; 3(2): 26-8
9. Perdana W, Diansari V, Rahmayani L.Distribusi frekuensi pemakaian gigi tiruan
lepasan resin akrilik dan nilon termoplastik di beberapa praktik dokter gigi di bannda
aceh. Journal caninus dentistry, Novermber 2016;1(4):1-2
10. Kumar M, Agrawal MC, Rastogi N, Bajpai M. Prosthodontic management of patient
with diabetes mellitus. Acta Biomedica Scientia, 2017;4(2):75-6
11. Anriatika, Simbolon BH, Helmira R. Perbandingan teknik cor dan gulung dalam
pembuatan bite rim pada gigi tiruan penuh untuk mendapatkan efisiensi waktu dan
bahan. Jurnal Kep. Gigi; 12(2): 247-250
12. Ariestania V. Pengaruh dimensi vertikal terhadap fungsi kunyah pengguna gigi tiruan
lengkap di klinik prostodonsia rsgmp universitas hang tuah periode tahun 2009-2010.
Surabaya; 2010. P. 4
13. Soebekti TS, Leepel MB. Kiat membuat gigi tiruan lengkap pada rahang datar. Jurnal
Kedokteran Gigi Universitas Indonesia; 3(2): 31
25
14. Pradana FW. Hubungan rahang pada pembuatan gigitiruan sebagian lepasan. 2009. P.
1-4
15. Hariyanto G, Anton M, Burhan LK, FreddyS, Indra S. Buku ajar ilmu gigi tiruan
sebagian lepasan. Jilid 1 . Jakarta: EGC; 2017. P. 65-70
16. Eri H Jubhari, Nindya D. tingkat pemahaman terhadap instruksi cara pembersihan
GTL pada pasien RSGM FKG UNHAS. J PDGI Makassar. Mei – Agustus 2014:
63(2) ; 54 – 57.
17. Soeprapto A. Pedoman dan Tatalaksana Praktik Kedokteran Gigi. Bina Insan Mulia;
Yogyakarta: 2017. h200
18. Zarb G, Hobkirk JA, Eckert SE, Jacob RF. Prosthodontic Treatment for Edentlous
Patients: Complete Dentures and Implant-supported Prostheses. 13th ed. Missouri:
Elsevier Mosby; 2013. P127,267
19. Yuwono B. Penatalaksanaan pencabutan gigi dengan kondisi sisa akar (Ganren
Radik). 2010. Vol.7 No.2. p 89
20. Krimbux N. Clinical Cases inPeriodontics. Australia : Willey Blackwell. 2012. p.
40-43
21. Jones JD, Garcia LT. Removable partial dentures. United Kingdom : Wiley –
Blackwell; 2009
22. Soesetijo AFX. Overdenture : perawatan dengan pendekatan preventif dan
konservatif. CDK – 190. 2012; 39(2) : 102 – 6
26