Anda di halaman 1dari 30

gigi tiruan cekat (GTC)

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berkurangnya jumlah gigi di dalam mulut dari jumlah yang seharusnya oleh karena
berbagai faktor, sehingga fungsi gigi hilang. Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh
beberapa faktor seperti lubang besar, traumatik, penyakit jaringan pendukung gigi.
Kehilangan gigi dalam jangka waktu yang lama, akan menyebabkan perubahan susunan
gigi, kontak gigi sehingga makanan akan sering menyangkut.Seiring bertambahnya usia,
semakin besar pula kerentanan seseorang untuk kehilangan gigi. Hal itu berdampak pada
meningkatnya kebutuhan akan gigi tiruan.
Dengan berkembangnya berbagai ilmu pengetahuan serta penelitian,
ilmu dan cara pembuatan gigi-geligi tiruan terus berkembang sampai mencapai tahap yang
sekarang kita saksikan (Gunadi, dkk, 1995). Protesa lengkap maupun sebagian, seperti
yang dijumpai pada masa kini tidak tercatat secara pasti dari zaman awalnya masing-
masing dan hanya diketahui secara lebih mendetail pada abad-abad akhir ini saja. Begitu
pula sejarah perkembangan geligi tiruan cekat (fixed) atau lepasan (removable)
dapat dikatakan berjalan sejajar dan amat suka rmengatakan dengan tepat atau menarik ga
ris pemisah yang jelas antara keduannya. Dari data-data yang ada,
ternyata bahwa penggantian - penggantian yang
dahulu di buat sebenarnya lebih tepat disebut sebagai macam-macam pekerjaan pembuata
n mahkota jembatan (Gunadi, dkk, 1995).
Gigi tiruan berfungsi untuk meningkatkan kemampuan dalam mengunyah, berbicara
dan memberikan dukungan untuk otot wajah. Meningkatkan penampilan wajah dan
senyum. Gigi tiruan secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu gigi
tiruan penuh ( Full Crown) dan gigi tiruan sebagian (Partial Crown). Gigi tiruan sebagian
dapat dibagi lagi menjadi gigi tiruan lepasan /Removable (yang dapat dilepas pasang
sendiri oleh pasien) dan gigi tiruan cekat/ Fixed/ GTC  (yang disemenkan ke gigi pasien
secara permanen). Gigi tiruan cekat atau disingkat dengan GTC diklasifikasikan menjadi
dua yaitu crown dan bridge. Secara keseluruhan gigi tiruan cekat dapat bertujuan untuk
mencapai pemulihan kembali keadaan-keadaan yang abnormal pada pengunyahan,
pemugaran dari sebagian atau seluruh alat pengunyahan termasuk bagian yang mengalami
kerusakan, pencegahan terjadinya kerusakan selanjutnya pada gigi-gigi lainnya dan
jaringan lunak sekitarnya, keadaan yang menjamin keutuhan alat pengunyahan untuk
waktu yang selama mungkin.
Pada pembuatan gigi tiruan, rencana perawatan dan perawatan pendahuluan harus
ditetapkan terlebih dahulu, karena beberapa keadaan dapat mempengaruhi keadaan yang
lain. Jika pada pasien terdapat keluhan rasa sakit sebelum pembuatan gigi tiruan, mungkin
yang diperlukan adalah pencabutan gigi geligi sesegera mungkin, jika penambalan tidak
dapat dilakukan, untuk mendapatkan kesehatan rongga mulut. Selama proses
pemeriksaan, rencana perawatan sementara telah ditentukan untuk digunakan pada
masin-gmasing gigi geligi yang tinggal, pembuatan gigi tiruan dikatakan berhasil jika
berbanding langsung pada gigi geligi yang tinggal, pemeriksaan rontgen foto juga
diperlukan pada keadaan seperti ini untuk melihat keadaan gigi yang tinggal seperti
karies interdental dan kualitas tulang alveolar. Perawatan pendahuluan yang dilakukan
sebelum pembuatan gigi tiruan bertujuan untuk melihat keadaan seluruh perubahan-
perubahan/ kelainan yang terjadi pada gigi geligi, linggir alveolus yang  mendukung gigi
tiruan dan struktur rongga mulut yang lain yang dapat menggagalkan dalam pembuatan
gigi tiruan. Tujuan diagnosa dan perawatan pendahuluan mempunyai arti yang penting
terhadap suksesnya pembuatan gigi tiruan untuk kebutuhan pasien.

1.2 Rumusan Masalah


1.      Apa pengertian prostodontics?
2.      Bagaimana pemeriksaaan pada prostodontic?
3.      Apa saja syarat pemakai gigi tiruan?
4.      Apa saja klasifikasi dan komponen Gigi Tiruan Cekat (GTC)?
5.      Bagaimana desain dan teknik preparasi Gigi Tiruan Cekat?
6.      Apa saja Indikasi dan Kontraindikasi Gigi Tiruan Cekat?
7.      Apa saja syarat pemakai Gigi Tiruan Cekat (GTC)?

8.      Apa saja keuntungan dan kerugian Gigi Tiruan Cekat (GTC)?


9.      Bagaimana pengaruh penyakit sistemik terhadap perawatan prostodontik?

1.3 Tujuan
Diharapkan dengan adanya makalah ini mahasiswa IIK Kediri khususnya Fakultas
Kedokteran Gigi dapat memahami tentang Prostodontics dan diharapkan mampu
mengaplikasikan pembuatan gigi tiruan dengan baik dan benar.

 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Prostodontics (Gigi Tiruan)
Gigi Tiruan (denture) adalah Suatu bentukan gigi yang menggantikan sebagian atau
seluruh gigi asli yang hilang dan atau jaringan pendukungnya. Gigi tiruan cekat merupakan
piranti prostetik permanen yang melekat pada gigi yang masih tersisa, yang menggantikan
satu atau lebih kehilangan gigi. Jenis restorasi   ini   telah   lama   disebut   dengan   gigi
tiruan   jembatan   (Shilingburg, dkk,1997).
2.2 Pemeriksaan pada Gigi Tiruan
Tujuan diagnosa dan perawatan pendahuluan  mempunyai  arti  yang penting
terhadap suksesnya pembuatan gigi tiruan untuk kebutuhan pasien. Diagnosa dan
perawatan pendahuluan pada   pembuatan  
gigi tiruan mempunyai  beberapa pertimbangan  :
1.   Membentuk kesehatan jaringan periodontal.
2.   Pemulihan gigi pasien.
3.   Pemulihan dan mengahrmoniskan hubungan oklusal.
4.   Penggantian dari gigi yang hilang.
Jika pasien langsung dirawat tanpa melakukan diagnosa dan perawatan pendahuluan,
maka kegagalanlah yang akan dihadapi. Selain diagnosa dan perawatan pendahuluan, ada
hal-hal yang sama pentingnya,  yaitu:
1. Penjelasan kepada pasien mengenai gigi tiruan yang akan dibuat, sehingga
pasien mengerti akan kegunaan gigitiruan tersebut.
2. Memastikan kebutuhan gigi tiruan untuk pasien.
3. Keinginan pasien yang berhubungan dengan kebutuhannya.
4. Hubungan rencana perawatannya dengan kebutuhannya.
5. Mendiagnosa pasien berarti melakukan anamnese dan
pemeriksaan terhadap pasien. Anamnese yaitu menanyakan kepada pasien
mengenai segala sesuatu yang ada hubungannya dengan gigitiruan yang akan dipak
ainya.
1.      Pemeriksaan  subjektif.
Penyakit sistemik, misalnya: hipertensi, diabetes mellitus. Kebiasaan jelek, misalnya:
mengunyah di satu sisi, bruxism, dsb. Apakah   pernah   memakai   gigitiruan, jika     pernah  
   bagaimana     keluhan- keluhan gigi tiruan yang lama.
2. Pemeriksaan  objektif.
Pada pemeriksaan objektif ini,
pemeriksaan  dapat dilakukan dengan melihat Palpasi Perkusi Sonde Termis Rontgen foto
Pemeriksaan ektra oral
1)      Bentuk  muka/wajah
a.       Dilihat dari arah depan (oval/ovoid, persegi/square, lonjong/tapering)
b.      Dilihat dari arah samping (cembung, lurus, cekung)

2)      Bentuk  bibir (panjang, pendek,
normal, tebal, tipis, tegang, kendor (flabby). Tebal tipis bibir akan mempengaruhi retensi   
gigitiruan   yang   akan   dibuat,
dimana bibir yang tebal akan memberi retensi yang lebih baik.
3)      Sendi  rahang (mengeletuk, kripitasi, sakit).

Pemeriksaan intra oral


1)      Pemeriksaan  terhadap  gigi
a.       Gigi yang hilang
b.      Keadaan gigi yang tinggal (gigi yang mudah terkena karies,
banyaknya tambalan pada gigi, mobility gigi, elongasi, malposisi, atrisi. Jika
dijumpai ada kelainan gigi yang mengganggu pada
pembuatan gigi tiruan, maka sebaiknya gigi tersebut dicabut.
c.       Oklusi : diperhatikan hubungan oklusi gigi atas
dengan gigi bawah yang ada. Angle klas I, II, dan III.
d.   Adanya ovrclosed  occlusion  pada gigi depan, dapat disebabkan, antara lain karena :
(angular cheilosis, disfungsi dari TMJ, spasme otot-otot kunyah, Spasme otot-otot kunyah
dapat diperbaiki dengan
menambah dimensi vertical pada pembuatan Gigi tiruan sebagian lepasan. Selain deep ove
rbite, harus diketahui juga ukuran over  jet dari gigi depan. Dalam 
keadaan normal,  ukuran  over bite dan over  jet ini berkisar antara 2 mm.
e.    Warna gigi
Warna  gigi  pasien  harus  dicatat sewaktu akan membuat gigitiruan sebagian lepasan
terutama pada pembuatan gigitiruan di daerah anterior untuk kepentingan estetis.
f. Oral hygiene
(adanya karang gigi, adanya akar gigi, adanya gigi yang karies, adanya   peradangan   pada 
  jaringan lunak, misalnya : gingivitis
g.  Rontgen foto
Dengan rontgen foto dapat diketahui adanya:
·         kualitas  tulang  pendukung  dari  gigi penyangga
·         gigi-gigi   yang   terpendam,   sisa-sisa akar
·         kista, kelainan periapikal
·         resorbsi tulang
·         sclerosis  (penebalan tulang)
h.   Resesi gingival
i.   Vitalitas gigi
2. Pemeriksaan  terhadap  mukosa
Inflamasi,   pada   keadaan   ini   mukosa harus
disembuhkan terlebih dahulu sebelum dicetak. (bergerak/tidak  bergerak, keras/lunak).
3. Pemeriksaan  terhadap  bentuk  tulang  alveolar
Bentuk U, V, datar, sempit, luas, undercut
4. Ruang  antar  rahang
-  Besar, dapat  disebabkan karena pencabutan yang sudah terlalu lama
- Kecil, dapat disebabkan karena elongasi
- Cukup, minimal jaraknya 5 mm
5.  Adanya  torus
-   Pada palatum disebut torus palatinus
- Pada mandibula disebut torus mandibula Torus ini bila keadaan mengganggu pada
pembuatan gigitiruan, harus dibuang
6.  Pemeriksaan  jaringan  pendukung  gigi
7.  Pemeriksaan  terhadap  frenulum
Apakah perlekatannya tinggi
atau rendah sampai puncak alveolar, dimana jika    perlekatan    yang    rendah    akan
mengganggu  gigitiruan   yang   dibuat, sehingga perlu dilakukan pembebasan.
Setelah dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan terhadap pasien, dapat
diketahui  apakah  masih  perlu  dilakukan perawatan   pendahuluan   sebagai
persiapan perawatan prostodonti

2.3 Syarat Gigi Tiruan yang Baik


1.    material tidak berbau, berasa, halus, bersih, dan tidak mengiritasi, ukuran dan bentuk
harus sesuai, serta mempunyai retensi dan stabilisasi waktu dipakai dan
berfungsi sehingga enak dipakai,
2.    dapat berfungsi untuk mengunyah makanan, mengucapkan kata dengan jelas,
gerakan seperti tertawa, menguap, batuk, minum dan lain-lain,
3.    estetis dalam ukuran, bentuk, warna gigi dan gusi,
4.    tidak menimbulkan gangguan atau kelainan dan rasa sakit, dan juga
5.    cukup kuat terhadap tekanan pengunyahan dan pengaruh zat dalam makanan,
minuman, cairan ludah dan obat.

2.4 Akibat Kehilangan Gigi


Akibat kehilangan gigi tanpa penggantian menurut Aryanto (dalam Rahmawan,
2008)       adalah :

1. Migrasi dan Rotasi Gigi  


Hilangnya kesinambungan pada lengkung gigi dapat menyebabkan pergeseran,
miring atau berputarnya gigi. Karena gigi ini tidak lagi menempati posisi yang normal
untuk menerima beban yang terjadi pada saat pengunyahan, maka akan mengakibatkan
kerusakan struktur periodontal. Gigi yang miring lebih sulit dibersihkan, sehingga aktivitas
karies dapat meningkat.
2. Erupsi berlebih.
Bila gigi sudah tidak memiliki antagonis lagi, maka akan terjadi erupsi berlebih
(over eruption). Erupsi berlebih dapat terjadi tanpa atau disertai pertumbuhan tulang
alveolar. Bila hal ini terjadi tanpa disertai pertumbuhan tulang alveolar, maka struktur
periodontal akan mengalami kemunduran sehingga gigi mulai extrusi. Bila terjadinya hal
ini disertai pertumbuhan tulang alveolar berlebih, maka akan menimbulkan kesulitan jika
pada suatu  hari penderita perlu dibuatkan geligi tiruan lengkap.
3. Penurunan Efisiensi Kunyah
Mereka yang sudah kehilangan banyak gigi, apalagi yang belakang, akan merasakan
betapa efisiensi kunyahnya menurun. Pada kelompok orang yang dietnya cukup lunak, hal
ini mungkin tidak terlalu berpengaruh, maklum pada masa kini banyak jenis makanan yang
dapat dicerna hanya dengan sedikit proses pengunyahan saja.
4. Gangguan pada Sendi Temporo-mandibula.
Kebiasaan mengunyah yang buruk, penutupan berlebih (over  closure), hubungan
rahang yang eksentrik akibat kehilangan gigi, dapat  menyebabkan gangguan pada struktur
sendi rahang. 
5. Beban Berlebih pada Jaringan Pendukung.
Bila penderita sudah kehilangan sebagian gigi aslinya, maka gigi yang masih ada
akan menerima tekanan mastikasi lebih besar sehingga terjadi pembebanan berlebih. Hal
ini mengakibatkan kerusakan membaran periodontal dan lama kelamaan gigi tadi manjadi
goyang dan akhirnya terpaksa dicabut.

6. Kelainan bicara
Kehilangan gigi depan atas dan bawah seringkali menyebabkan kelainan bicara,
karerna gigi ± khususnya yang depan ± termasuk bagian organ fonetik.
7. Memburuknya Penampilan
Menjadi buruknya penampilan karena kehilangan gigi depan akan megurangi daya
tarik wajah seseorang, apalagi dari segi pandang manusia modern.
8. Terganggunya Kebersihan Mulut
Migrasi dan rotasi gigi menyebabkan gigi kehilangan kontak dengan tetangganya,
demikian pula gigi yang kehilangan lawan gigitnya. Adanya ruang interproksimal tidak
wajar ini, mengakibatkan celah antar gigi mudah disisipi makanan. Dengan sendirinya
kebersihan mulut jadi terganggu dan mudah terjadi plak. Tahap berikutnya terjadi karies
gigi. Pada tahap berikut terjadinya karies gigi dapat meningkat.
9. Atrisi
Pada kasus tertentu dimana membran periodontal gigi asli masih menerima beban
berlebihan, tidak akan mengalami kerusakan, malahan tetap sehat. Toleransi terhadap beban
ini bisa berwujud atrisi pada gigi- gigi tadi, sehingga dalam jangka waktu panjang akan
terjadi pengurangan dimensi vertikal wajah pada saat keadaan gigi beroklusi sentrik. 
10. Efek Terhadap Jaringan Lunak Mulut
Bila ada gigi yang hilang, ruang yang ditinggalkannya akan ditempati jaringan lunak
pipi dan lidah. Jika berlangsung lama, hal ini akan menyebabkan kesukaran adaptasi
terhadap geligi tiruan yang kemudian dibuat, karena terdesaknya kembali jaringan lunak
tadi daritempat yang ditempati protesis. Dalam hal ini, pemakaian geligi tiruan akan
dirasakan sebagai suatu benda asing yang cukup mengganggu.

2.5 Gigi Tiruan Cekat (GTC)


Gigi tiruan cekat merupakan piranti prostetik permanen yang melekat pada gigi
yang masih tersisa, yang menggantikan satu atau lebih kehilangan gigi. Jenis restorasi ini
telah lama disebut dengan gigi tiruan jembatan (Arifin, 2000).
2.5.1 Komponen GTC
Gigi tiruan cekat terdiri dari beberapa komponen, yaitu pontik, retainer, konektor,
dan abutment, yang dapat diuraikan sebagai berikut :
a.         Pontik, Merupakan bagian dari gigi tiruan jembatan yang menggantikan gigi asli yang
hilang dan berfungsi untuk mengembalikan:
v  Fungsi kunyah dan bicara
v  Estetis
v  Comfort (rasa nyaman)
v  Mempertahankan hubungan antar gigi tetanggaà  mencegah migrasi / hubungan dengan
gigi lawan à  ektrusi
Berikut adalah klasifikasi pontik, antara lain:
a.       Berdasarkan bahan
Berdasarkan bahan pembuatan pontik dapat diklasifikasikan atas: 3
1)      Pontik logam
Logam yang digunakan untuk membuat pontik pada umumnya terdiri dari alloy, yang
setara dengan alloy emas tipe III. Alloy ini memiliki kekuatan dan kelenturan yang cukup
sehingga tidak mudah menjadi patah atau berubah bentuk (deformasi) akibat tekanan
pengunyahan. Pontik logam biasanya dibuat untuk daerah-daerah yang kurang
mementingkan faktor estetis, namun lebih mementingkan faktor fungsi dan kekuatan
seperti pada jembatan posterior.
2)      Pontik porselen
Pontik jenis ini merupakan pontik dengan kerangka dari logam sedangkan seluruh
permukaannya dilapisi dengan porselen. Pontik ini biasanya diindikasikan untuk jembatan
anterior dimana faktor estetis menjadi hal yang utama. Pontik porselen mudah beradaptasi
dengan gingival dan memberikan nilai estetik yang baik untuk jangka waktu yang lama.
3)      Pontik akrilik
Pontik akrilik adalah pontik yang dibuat dengan memakai bahan resin akrilik.
Dibandingkan dengan pontik lainnya, pontik akrilik lebih lunak dan tidak kaku sehingga
membutuhkan bahan logam untuk kerangkanya agar mampu menahan daya kunyah / gigit.
Pontik ini biasanya diindikasikan untuk jembatan anterior dan berfungsi hanya sebagai
bahan pelapis estetis saja.
4)      Kombinasi Logam dan Porselen
Pontik ini merupakan kombinasi logam dan porselen dimana logam akan memberikan
kekuatan sedangkan porselen pada jenis pontik ini memberikan estetis. Porselen pada
bagian labial/bukal dapat dikombinasikan dengan logam yang bertitik lebur tinggi (lebih
tinggi dari temperature porselen). Tidak berubah warna jika dikombinasikan dengan
logam, sangat keras, kuat dan kaku dan mempunyai pemuaian yang sama dengan porselen.
Porselen ditempatkan pada bagian labial/bukal dan daerah yang menghadap linggir,
sedangkan logam ditempatkan pada oklusal dan lingual. Pontik ini dapat digunakan pada
jembatan anterior maupun posterior.
5)    Kombinasi Logam dan Akrilik
Pada kombinasi logam dan akrilik ini, akrilik hanya berfungsi sebagai bahan estetika
sedangkan logam yang memberi kekuatan dan dianggap lebih dapat diterima oleh gingival
sehingga permukaan lingual/palatal dan daerah yang menghadap gusi dibuat dari logam
sedangkan daerah labial/bukal dilapisi dengan akrilik.

b.      Berdasarkan hubungan dengan Jaringan Lunak


1)      Pontik Sanitary
Pada pontik ini, dasar pontik tidak berkontak sama sekali dengan linggir alveolus sehingga
terdapat ruangan/jarak antara dasar pontik dengan linggir alveolus (1-3 mm), dan
permukaan dasar pontik cembung dalam segala aspek. Tujuan pembuatan dasar pontik ini
adalah agar sisa-sisa makanan dapat dengan mudah dibersihkan. Adanya bentuk pontik
yang demikian mengakibatkan kekurangan dalam hal estetis sehingga hanya diindikasikan
untuk pontik posterior rahang bawah(Arifin, 2000).

Gambar 1. Pontik Sanitary

2)      Pontik Ridge Lap
Bagian labial/bukal dari dasar pontik berkontak dengan linggir alveolus sedangkan bagian
palatal menjauhi linggir ataupun sedikit menyentuh mukosa dari linggir. Hal ini
mengakibatkan estetis pada bagian labial/bukal lebih baik, dan mudah dibersihkan pada
bagian palatal. Walaupun demikian menurut beberapa hasil penelitian, sisa makanan masih
mudah masuk ke bawah dasar pontik dan sulit untuk dibersihkan. Pontik jenis ini biasanya
diindikasikan untuk jembatan anterior dan posterior(Arifin, 2000).

Gambar 2. Pontik Ridge Lap

3)      Pontik Conical Root
Pontik conical root biasanya diindikasikan untuk jembatan imediat yang dibuatkan atas
permintaan pasien yang sangat mengutamakan estetis dalam kegiatan sehari-hari. Pontik
ini dibuat dengan cara bagian dasar pontik masuk ke dalam soket gigi yang baru dicabut
kira-kira 2 mm. pontik ini dipasang segera setelah dilakukannya pencabutan dan pada
pembuatan ini tidak menggunakan restorasi provisional. 4

Gambar 3. Pontik Conical Root.

B.        Retainer, adalah restorasi tempat pontik dicekatkan. Retainer direkatkan dengan


semen pada gigi penyangga yang telah dipersiapkan dan berfungsi sebagai stabilisasi dan
retensi (Arifin, 2000).
·         Retainer ekstrakorona : retainer yang retensinya berada dipermukaan luar mahkota
gigi penyangga
i. Full-veneer Crown Retainer
Indikasi:
- Tekanan kunyah normal/ besar
- Gigi-gigi geligi yang pendek
- Intermediare abutment paska perawatan periodontal
- Untuk gigi tiruan jembatan yang pendek maupun panjang

Keuntungan:
- Indikasi luas
- Memberikan retensi dan resistensi yang terbaik
- Memberikan efek splinting yang terbaik

Kerugian:
- Jaringan gigi yang diasah lebih banyak
- Estetis kurang optimal (terutama bila terbuat dari all metal)
ii. Partial-veneer Crown Retainer
Indikasi:
- Gigi tiruan jembatan yang pendek
- Tekanan kunyah ringan / normal
- Bentuk dan besar gigi penyangga harus normal
- Salah satu gigi penyangga miring

Keuntungan:
- Pengambilan jaringan gigi lebih sedikit
- Estetis lebih baik daripada FVC retainer

Kerugian:
- Indikasi terbatas
- Kesejajaran preparasi antara gigi penyangga sulit
- Kemampuan dalam hal retensi dan resitensi kurang
- Pembuatannya sulit (dalam hal ketepatan)

·         Retainer intrakorona : retainer yang retensinya berada dibagian dalam mahkota gigi
penyangga.
Bentuk: Inlay MO/DO/MOD dan Onlay
Indikasi:
- Gigi tiruan jembatan yang pendek
- Tekanan kunyah ringan atau normal
- Gigi penyangga dengan karies klass II yang besar
- Gigi penyangga mempunyai bentuk/ besar yang normal

Keuntungan:
- Jaringan gigi yang diasah sedikit
- Preparasi lebih mudah
- Estetis cukup baik

Kerugian:
- Indikasi terbatas
- Kemampuan dalam hal retensi dan resistensi
- Mudah lepas/patah

·         Retainer dowel crown : retainer yang retensinya berupa pasak yang telah disemenkan
ke saluran akar yang telah dirawat dengan sempurna.
Indikasi:
- Gigi penyangga yang telah mengalami perawatan syaraf
- Gigi tiruan jembatan yang pendek
- Tekanan kunyah ringan
- Gigi penyangga perlu perbaikan posisi/inklinasi

Keuntungan:
- Estetis baik
- Posisi dapat disesuaikan

Kerugian:
- Sering terjadi fraktur akar

C.     Konektor, adalah bagian yang mencekatkan pontik ke retainer. Konektor harus dapat
mencegah distorsi atau fraktur selama gigi tiruan berfungsi (Arifin, 2000).

a.       Konektor rigid : konektor yang tidak memungkinkan terjadinya pergerakan pada


komponen GTC. Merupakan konektor yang paling sering digunakan untuk GTC. Konektor
rigid dapat dibuat dengan cara:
·         Pengecoran (casting) : penyatuan dua komponen GTC dengan satu kali proses tuang
·         Penyolderan (soldering) : penyatuan dua komponen GTC dengan penambahan logam
campur (metal alloy) yang dipanaskan.
·         Pengelasan (welding) : penyatuan komponen GTC dengan pemanasan dan/atau
tekanan.

b.      Konektor nonrigid : konektor yang memungkinkan pergerakan terbatas pada


komponen GTC. Diindikasikan bila terdapat pier/intermediate abutment untuk penggangti
beberapa gigi yang hilang. Konektor nonrigid bertujuan untuk mempermudah pemasangan
dan perbaikan (repair) GTC. Contohnya adalah dovetail dan male and female.
D.    Abutment, adalah gigi penyangga dapat bervariasi dalam kemampuan untuk menahan
gigi tiruan cekat dan tergantung pada faktor-faktor seperti daerah membran periodontal,
panjang serta jumlah akar.
·         Single abutment : hanya mempergunakan satu gigi penyangga.
·         Double abutment : bila memakai dua gigi penyangga.
·         Multiple abutment : bila memakai lebih dari dua gigi penyangga.
·         Terminal abutment : merupakan gigi penyangga paling ujung dari
         diastema.
·         Intermediate / pier abutment : gigi penyangga yang terletak
 diantara dua diastema (pontics).
·         Splinted abutment : penyatuan dua gigi penyangga pada satu sisi
        diastema
·         Double splinted abutment : splinted abutment pada kedua sisi
        Diastema (Arifin, 2000).

2.5.2 Macam Desain GTC


Adapun 6 macam desain dari GTC yang perbedaannya terletak pada dukungan yang
ada pada masing-masing ujung pontik. Kelima desain ini adalah:
a.      Fixed-fixed bridge
Semua komponen digabungkan secara rigid, dengan cara penyolderan setiap unit
individual bersama atau menggunakan satu kali pengecoran. Memiliki dua atau lebih gigi
penyangga. GTC tipe ini menghasilkan kekuatan dan stabilitas yang sangat baik dan juga
mendistribusikan tekanan lebih merata pada restorasi. Serta memberikan efek splinting
yang sangat baik. Diindikasikan pada span pendek, atau untuk splinting pada gigi goyang
dengan kondisi periodontal kurang baik.
Indikasi → Penggantian 1 – 3 gigi yang saling bersebelahan; Pasien yang punya tekanan
kunyah normal – kuat; Gigi penyangga tidak terlalu besar.; Gigi penyangga derajat
goyangnya 1 (normal).
Kontra-Indikasi → Pontics/span yang terlalu panjang; Gigi penyangga memiliki kelainan
periodontal atau karies esktensif; Pasien yang masih muda dengan ruang pulpa besar.
Keuntungan → Memiliki indikasi terluas dari semua jenis GTJ; Punya efek splinting terbaik
dan karenanya sering digunakan sebagai perawatan penunjang periodontal.
Kerugian → Jika span terlalu panjang terjadi resiko adanya gaya ungkit/bent/efek flexural.
Hal ini terjadi pada saat makan, bolus makanan berada baik di gigi penyangga atau berada
di tengah span/pontik.
b.      Semi fixed bridge
Pada jenis ini, gaya yang datang dibagi menjadi dua, menggunakan konektor rigid dan non
rigid sehingga tekanan oklusi akan lebih disalurkan ke tulang dan tidak dipusatkan ke
retainer. GTC tipe ini memungkinkan pergerakan terbatas pada konektor diantara pontik
dan retainer. Konektor tersebut dapat memberikan dukungan penuh pada pontik untuk
melawan gaya oklusal vertikal, dan memungkinkan gerakan terbatas pada respon terhadap
gaya lateral. Hal ini mencegah gerakan gerakan satu retainer yang mentransmisikan gaya
torsional secara langsung ke retainer lainnya sehingga dapat menyebabkan lepasnya
retainer. Diindikasikan pada span panjang dan jika terdapat pier/intermediate abutment
pada pengganti beberapa gigi yang hilang.
Syarat: Tekanan kunyah normal/ringan dan ukuran abutment normal.
Konstruksi: Non-rigid Connector di mesial diastema untuk mencegah
tertariknya key karna gaya ACF.
Indikasi → Salah satu abutment miring >20° atau intermediate abutment; Kehilangan 1
atau 2 gigi dengan salah satu gigi penyangga vital; Kehilangan 2 gigi dengan gigi
penyangga intermediate.
Keuntungan → Adanya konektor non-rigid mencegah terjadinya gaya ungkit sebagaimana
yang terjadi pada GTJ rigid-fixed; Preparasi tidak terlalu ekstensif sehingga pasien yang
ruang pulpanya besar tidak menjadi masalah; Prosedur sementasi bertahap sehingga jika
terjadi kesalahan tidak semua unit harus diulang.
Kerugian → Pembuatan relatif sulit, terutama keakuratan kedua unit retainer; Harganya
relatif lebih mahal; Efek splinting kurang; Risiko fraktur pada kunci tinggi.

c.       Cantilever bridge
Suatu  gigitiruan yang didukung  hanya  pada satu  sisi oleh satu atau lebih abutment.
Pada cantilever bridge ini, gigi penyangga dapat mengatasi beban oklusal dari gigitiruan.
GTC tipe ini tidak diindikasikan untuk daerah dengan beban oklusal besar. Apabila terkena
gaya lateral, maka gigi penyangga akan tipping, rotasi, atau drifting. Tidak diindikasikan
pula pada penggantian gigi dengan gigi penyangga nonvital sebagai terminal abutment.
GTC tipe ini diindikasikan untuk pengganti satu gigi yang hilang.
Syarat: tekanan kunyah ringan, abutment sehat, dukungan tulang baik.
Keuntungan → Desain sederhana, pembuatannya mudah namun hasil maksimal; Jaringan
yang rusak tidak banyak; Estetika paling baik karena kesederhanaan desainnya serta
menggunakan full-porcelain crown.
Indikasi → Regio anterior, khususnya gigi I2 yang beban oklusal kecil.
Kontra-Indikasi → Regio posterior, kecuali pada P2 bawah yang beban oklusalnya tidak
terlalu besar.
Kerugian → Punya daya mengungkit yang dapat merusak jaringan periodonsium (baik
tulang maupun mukosa); Terjadi rotasi palato-labial, namun hal ini jarang terjadi karena
adanya keseimbangan jaringan mukosa bibir, pipi, dan lidah; Indikasi sangat terbatas.
d.      Spring cantilever bridge
Suatu  gigitiruan yang didukung oleh sebuah bar yang dihubungkan ke gigi atau penyangga
gigi. Loop atau bar tersebut menghubungkan retainer dan pontik dipermukaan palatal.
Lengan dari bar yang berfungsi sebagai penghubung  ini dapat dari berbagai panjang,
tergantung pada posisi dari lengkung gigi penyangga dalam kaitannya dengan gigi yang
hilang. Lengan dari bar mengikuti kontur dari palatum untuk memungkinkan  adaptasi
pasien. Jenis gigitiriruan  ini digunakan  pada pasien yang kehilangan gigi anterior dengan
satu gigi yang hilang atau terdapat diastema di sekitar anterior gigi yang hilang.
Indikasi → Dimana estetika merupakan hal utama, GTJ jenis ini menjadi pilihan terbaik
karena letak gigi penyangga tidak tepat disebelah pontics sehingga tidak terlalu terlihat
jika menggunakan logam; Gigi dalam 1 regio tidak memungkinkan untuk digunakan
sebagai gigi penyangga, baik karena faktor anatomis (akar & periodontal) maupun karena
faktor fisik retainernya; Jika diperlukan adanya diastema (umumnya faktor estetik).
Kontra-Indikasi → Pasien muda yang mahkota klinisnya terlalu pendek sehingga kurang
retentif untuk dijadikan penyangga; Pada gigi di mandibula; Bentuk palatal tidak
memungkinkan, entah karena adanya torus atau bentuknya yang terlalu dangkal/dalam.
Selain alasan fungsional, faktor estetik juga menjadi masalah; Gigi penyangga tidak
memiliki kontak proksimal, menyebabkan gigi berisiko bergerak.
Keuntungan → Mendapat hasil estetika yang sangat baik; Waktu kunjungan relatif lebih
singkat; Desain umumnya disambut baik oleh pasien karena faktor estetika dan kekuatan
yang tahan lama; Tingkat kegagalan rendah selama preparasi dan pembuatannya benar.
Kerugian → Palatal bar dapat membengkok/patah suatu saat jika ada gaya yang cukup
besar seperti trauma atau sering bergerak atau bahkan secara alami; Meskipun waktu
kunjungan singkat, waktu pembuatan cukup lama dan kompleks serta butuh keahlian.

e.       Compound bridge
Ini merupakan gabungan atau kombinasi dari dua macam gigitiruan cekat dan
bersatu menjadi suatu kesatuan. Diindikasikan pada pengganti gigi hilang yang
membutuhkan gabungan beberapa tipe GTC.

f.          Adhesive bridge/resin-bonded fixed partial denture/maryland bridge


Merupakan GTC yang sangat konservatif karena preparasi yang sangat minimal.
Dilakukan preparasi gigi penyangga hanya sebatas email. GTC tipe ini terdiri dari satu atau
dua beberapa pontik yang didukung retainer tipis yang direkatkan dengan semen dengan
sistem etcing bonding ke email gigi penyangga di bagian lingual dan proksimal. Gigi
penyangga harus memiliki mahkota klinis yang cukup lebar agar dapat memberikan retensi
dan resistensiyang maksimal. Gigi tersebut juga tidak boleh goyang dan inklinasi
mesiodistalnya harus kurang dari 15derajat. Retensinya berupa mikromekanik antara
permukaan email dengan permukaan dalam retainer yang telah dietsa. Diindikasikan pada
GTC span pendek, abutment yang tidak membutuhkan restorasi, dan penggantian
kehilangan gigi anterior pada anak-anak, karena anak-anak masih memiliki ruang pulpa
yang besar. Kontraindikasi GTC tipe ini adalah penggantian ggi anterior dengan deep over
bite.

A.    Faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih Gigi tiruan cekat


Terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih tipe protesa yang
tepat. Faktor-faktor yang penting tersebut adalah faktor biomekanis, keadaan periodontal,
estetis, faktor financial, dan juga keinginan pasien.
a.       Faktor Biomekanis
Persyaratan Biologis menuntut gigi penyangga dan jaringan yang mendukungdapat
dipelihara pada kondisi yang sehat. Restorasi harus dibuat dengan sedemikian rupa
sehingga tidak mudah terjadinya pengumpulan plaque yaitu dengan cara dipolished. Selain
itu, restorasi harus biokompatibel dan tidak mudah mengalami korosi.
Gigi-gigi penyangga harus mendekati kesejajaran dan dapat direstorasi tanpa
membahayakan pulpa. Preparasi gigi penyangga sebaiknya mencukupi untuk menyediakan
kekuatan restorasi. Selain itu, gigi-gigi penyangga sebaiknya dipreparasi untuk
menyediakan retensi yang adekuat untuk retainer, sehingga mencegah terlepasnya
restorasi. Penting untuk diketahui bahwa gigi tiruan harus cukup kuat agar tidak mudah
pecah, tidak mudah patah, dan mengalami distorsi.
b.      Keadaan Periodontal
Harus dipastikan melalui hasil foto rontgen tidak ada kelainan pada jaringan periodontal.
Indikasi khusus pada gigi penyangga yang vital dan non vital dengan perawatan saluran
akar, aringan periodontal sehat, bentuk akar yang panjang, posisi dan inklinasi yang baik
dalam lengkung rahang, bentuk dan besar anatomis gigi normal, mahkota gigi punya
jaringan email dan dentin yang sehat.
c.       Estetis
Pertimbangan estetis sebaiknya tidak mempengaruhi kekuatan Gigi Tiruan Cekat.
Bagaimanapun, tampilan emas yang tidak penting sebaiknya dihindari. Pontik sebaiknya
menggunakan warna, ukuran, dan bentuk yang tepat serta memiliki susunan dan
karakteristik yang tepat.
d.      Faktor Finansial
Keadaan social-ekonomi serta tingkat pendidikan yang rendah membuat pengetahuan
mereka terbatas dalam hal pelayanan kesehatan gigi dan mulut sehingga mereka
cenderung menggunakan gigi tiruan lepasan yang harganya relative murah dibandingkan
dengan gigi tiruan cekat. Mereka beranggapan bahwa fungsi mastikasi merupakan hal yang
utama untuk penggantian gigi yang hilang.

2.5.3 Indikasi dan Kontraindikasi GTT


a) Pertimbangan Umum
ü   Sikap pasien terhadap kesehatan gigi dan jaringan pendukung miliknya serta
keinginannya untuk bisa sembuh, dengan kata lain sabar dan mau bekerja sama dengan
dokter gigi selama perawatan berlangsung. Mengingat dalam pembuatan GTJ perlu waktu
yang cukup lama dan kunjungan berkala.
ü   Pasien dari kalangan yang cukup mampu karena harga GTJ cukup mahal.
ü   Memiliki OH yang tinggi. Pasien yang memiliki risiko karies tinggi menyebabkan GTJ
tidak bertahan lama, khususnya pada retainer/abutment dari GTJ tersebut.
b) Indikasi Umum
ü   Secara psikologis, pasien (terutama yang mampu) menganggap GTL bukanlah bagian
dari tubuh mereka sehingga mereka menganggap GTC (dalam hal ini GTJ) merupakan
pilihan yang terbaik untuk menggantikan gigi mereka yang hilang. Selain itu segi estetika
dan higiensi juga diperhatikan karena pandangan umum menganggap GTL membuat mulut
menjadi bau dan dari segi estetik kurang.
ü   Pada pasien yang punya penyakit sistemik, terutama yang menyebabkan
sinkop/kolaps/ketidaksadaran, maka penggunaan GTL umumnya dikontraindikasikan
karena berisiko lepas dan patah, sehingga untuk mengurangi rasa khawatir ini digunakan
GTC sebagai alternatifnya.
ü   Pasien pasca-perawatan ortodontik seringkali kehilangan giginya akibat faktor
kebutuhan ruang. Seringkali kepercayaan diri pasien menjadi turun karena faktor ini dan
karenanya perlu gigi pengganti. Penggunaan GTJ diindikasikan karena kestabilan dan
ketahanannya untuk menjaga agar gigi tidak bergerak lagi.
ü   Dalam pasien yang memerlukan perawatan periodontal, gigi-gigi yang goyang atau
kurang stabil akan dirawat dengan splinting, disini penggunaan GTJ diindikasikan
untuk splinting cekat sehingga pergerakan/kegoyangan gigi tidak makin parah dan
gaya/tekanan mastikasi dapat tersebar secara merata. Namun penting untuk diingat bahwa
GTH bukanlah sebagai perawatan utama namun sebagai penunjang karena gigi yang
goyang bukanlah gigi yang baik untuk digunakan sebagai gigi abutment.
ü   Dari aspek bicara, penggunaan GTL dirasa kurang nyaman karena sering bergerak
sehingga mengganggu fungsi bicara. Penggunaan GTC dapat menghilangkan rasa tidak
nyaman ini dan memperbaiki fungsi bicaranya.
ü   Membuat kestabilan proses mastikasi & membantu menyebarkan beban oklusal secara
merata ke jaringan periodonsium dan tulang rahang, dimana kedua faktor tersebut jarang
dicapai di dalam GTL.
c) Kontra-Indikasi Umum
ü   Pasien yang tidak bisa diajak bekerjasama, seperti pada pasien anak-anak ataupun
pasien yang lanjut usia karena sulit untuk bersabar serta komunikasi yang sulit. Selain itu,
pada pasien yang secara medis mengalami penyakit seperti kejang-kejang mendadak atau
gangguan otak juga dikontraindikasikan karena dapat mengganggu proses preparasi.
ü   Pasien yang masih muda karena ruang pulpanya masih besar. Sama seperti dengan
pembuatan mahkota tiruan, pembuatan GTJ perlu preparasi yang cukup ekstensif karena
menggunakan bahan PFM.
ü   Pasien yang tidak bisa diadministrasi anestesi lokal (e.g. hipertensi, gangguan jantung,
dll.). Apabila masih memungkinkan gunakan obat yang tidak memakain epinefrin.
ü   Pasien yang memiliki risiko karies tinggi serta penyakit periodontal.
ü   Pasien yang memerlukan pontik gigi dalam jumlah besar, membuat length of span tinggi
dan menyebabkan beban GTJ makin besar, terutama pada jaringan periodontal dan gigi
penyangganya.
ü   Pasien yang memiliki abutment teeth yang karies ekstensif dan merusak jaringan
mahkota seluruhnya atau terlalu parah. Selain itu gigi yang mengalami deformitas
kongenital juga tidak bisa digunakan.
ü   Gigi penyangga mengalami rotasi/tilting – tidak dalam satu bidang sejajar.

2.5.4 Tahap-Tahap Pembuatan GTC


a) Tahapan Klinik I (Preparasi & Pembuatan GTJ)
v  Pemeriksaan, diagnosis, rencana perawatan, prognosis
v  Preparasi gigi abutment
Preparasi merupakan suatu tindakan pengerindaan atau pengasahan gigi untuk tujuan
menyediakan tempat bagi bahan restorasi mahkota tiruan atau sebagian pegangan gigi
tiruan jembatan (Smith dan Howe, 2007).
Persyaratan preparasi:
1.      Kemiringan dinding-dinding aksial
Preparasi dinding aksial yang saling sejajar terhadap poros gigi sulit untuk menentukan
arah pemasangan. Disamping itu, semen juga sulit keluar dari tepi retainer sehingga
jembatan tidak bisa duduk sempurna pada tempatnya. Untuk itu, dibuat kemiringan yang
sedikit konus ke arah oklusal. Craige (1978) mengatakan bahwa kemiringan dinding aksial
optimal berkisar 10-15 derajat. Sementara menurut Martanto (1981), menyatakan bahwa
kemiringan maksimum dinding aksial preparasi 7 derajat. Sedangkan Prayitno HR (1991)
memandang kemiiringan dinding aksial preparasi 5-6 derajat sebagai kemiringan yang
paling ideal. Kemiringan yang lebih kecil sulit diperoleh karena dapat menyebabkan daerah
gerong yang tidak terlihat dan menyebabkan retainer tidak merapat ke permukaan gigi.
Retensi sangat berkurang jika derajat kemiringan dinding aksial preparasi meningkat.
Kegagalan pembuatan jembatan akibat hilangnya retensi sering terjadi bila kemiringan
dinding aksial preparasi melebihi 30 derajat. Preparasi gigi yang terlalu konus
mengakibatkan terlalu banyak jaringan gigi yang dibuang sehingga dapat menyebabkan
terganggunya vitalitas pulpa seperti hipersensitifitas, pulpitis, dan bahkan nekrose pulpa.
Kebanyakan literatur mengatakan kemiringan dinding aksial preparasi berkisar 5-7
derajat, namun kenyataaannya sulit dlicapai karena faktor keterbatasan secara intra oral
(Prajitno, 1994).
2.      Ketebalan preparasi
Jaringan gigi hendaklah diambil seperlunya karena dalam melakukan preparasi kita harus
mengambil jaringan gigi seminimal mungkin. Ketebalan preparasi berbeda sesuai dengan
kebutuhan dan bahan yang digunakan sebagai retainer maka ketebalan pengambilan
jaringan gigi berkisar antara 1-1,5 mm sedangkan jika menggunakan logam porselen
pengambilan jaringan gigi berkisar antara 1,5 – 2 mm. Pengambilan jaringan gigi yang
terlaluy berlebihan dapat menyebakan terganggu vitalitas pulpa seperti hipersensitivitas
pulpa, pulpitis, dan nekrosis pulpa. Pengamnbilan jaringan yang terlalu sedikit dapat
mengurangi retensi retainer sehingga menyebabkan perubahan bentuk akibat daya kunyah
(Prajitno, 1994).
3.      Kesejajaran preparasi
Preparsi harus membentuk arah pemasangan dan pelepasan yang sama antara satu gigi
penyangga dengan gigi penyangga lainnya. Arah pemasangan harus dipilih yang paling
sedikit mengorbankan jaringan keras gigi, tetapi dapat menyebabkan jembatan duduk
sempurna pada tempatnya (Prajitno, 1994).
Prinsip kesejajaran ini sangat memengaruhi kestabilan dari kedudukan GTJ nantinya,
kecuali pada GTJ yang sifatnya konektor non-rigid, cantilever bridge, atau telescopic bridge.
Sedangkan prinsip pengambilan jaringan berhubungan dengan kemampuan memegang
retainer dan kemampuan gigi dalam menerima beban kunyah tambahan (distribusi
tekanan dari pontik). Pada keadaan tertentu:
- Pada gigi yang pendek, untuk memperoleh retensi optimal dan mendapatkan kekuatan
untuk menahan beban, maka pengambilan oklusal pada daerah supporting cusp lebih
banyak. Bila perlu dengan tambahan groove sebagai penambah kemampuan resistensi.
 - Pada diasteme yang sempit, pengambilan proksimal harus lebih banyak, agar konektor
bisa lebih tebal dan kuat.
- Pada span yang panjang, preparasi servikal sebaiknya mempunyai ketebalan optimal,
misalnya minimal dengan bentuk chamfer.
Ada beberapa tindakan khusus berupa modifikasi preparasi abutment untuk mendapatkan
kesejajaran, antara lain:
a.    Jika salah satu terminal abutment miring
Penyesuaian dengan kurva oklusal, mengharuskan pengambilan lebih banyak pada
distooklusal. Analisa arah pemasukan dengan dental suveyor atau garis khayal, berupa
garis sejajar dengan garis bagi sudut yang terbentuk yang terbentuk oleh kedua sumbu
kedua gigi penyangga.
b.      Terminal abutment dan gigi tetangganya miring
Kemungkinan jaringan mahkota gigi tetangga bagian mesial harus diambil sedikit agar
tidak menghalangi insersi bridge.
c.       Setiap terminal abutment miring dengan kedua sumbu konvergen
Sisi yang berhadapan dengan diastema dipreparasi sejajar garis bagi sudut yang dibentuk
oleh kedua sumbu gigi. Sedang disisi lain dipreparasi sesuai dengan sumbu gigi masing-
masing. Tetapi bila kedua sumbu gigi divergen tidak bisa ditolerir dengan pengasahan,
sehingga harus dilakukan dulu perbaikan posisi / inklinasinya atau dibuat non-vital
(merupakan terapi pendahuluan)
d.      Posisi gigi diluar lengkung karena sedikit rotasi
Pada keadaan demikian perlu pengambilan jaringan yang lebih banyak. Daerah yang keluar
dari lengkung lebih banyak dipreparasi.

e.    Salah satu abutment sedikit palatoversi/labioversi


Pada keadaan gigi penyangga miring ke lingual maka lebih banyak terjadi pengambilan di
daerah lingual, pada gigi penyangga yang protrusi maka lebih banyak terjadi pengambilan
di daerah labial.
4.      Preparasi mengikuti anatomi gigi
Preparasi yang tidak mengikuti anatomi gigi dapat membahayakan vitalitas pulpa juga
dapat mengurangi retensi retainer gigi tiruan jembatan tersebut. Preparasi pada oklusal
harus disesuaikan dengan morfologi oklusal. Apabila preparasi tidak mengukuti morfologi
gigi maka pulpa dapat terkena sehingga menimbulkan reaksi negatif pada pulpa (Prajitno,
1994).
5.      Pembulatan sudut-sudut preparasi
Preparasi yang dilakukan akan menciptakan sudut-sudut yang merupakan pertemuan dua
bidang preparasi. Sudut-sudut ini harus dibulatkan karena sudut yang tajam dapat
menimbulkan tegangan atau stress pada restorasi dan sulit dalam pemasangan jembatan
(Prajitno, 1994).
v  Tahap-tahap preparasi gigi penyangga:

1.              Pembuatan galur
Untuk gigi anterior, galur proksimal dapat dibuat dengan baik  bila gigi bagian labiopalatal
cukup tebal. Galur berguna untuk mencegah pergeseran ke lingual atau labial dan berguna
untuk mendapatkan ketebalan preparasi di daerah tersebut. Galur pada gigi anterior dapat
dibuat dengan bur intan berbentuk silinder (Prajitno, 1994).
2.              Preparasi bagian proksimal
Tujuannya untuk membuat bidang mesial dan distal preparasi sesuai dengan arah pasang
jembatannya. Selain itu untuk mengurangi kecembungan permukaan proksimal yang
menghalangi pemasangan jembatan. Preparasi bagian proksimal dilakukan dengan
menggunakan bur intan berbentuk kerucut. Pengurangan bagian proksimal membentuk
konus dengan kemiringan 5-10 derajat (Prajitno, 1994).
3.              Preparasi permukaan insisal atau oklusal
Pengurangan permukaan oklusal harus disesuaikan dengan bentuk tonjolnya. Preparasi
permukaan oklusal untuk memberi tempat logam bagian oklusal pemautnya, yang menyatu
dengan bagian oklusal pemaut. Dengan demikian, gigi terlindungi dari karies, iritasi, serta
fraktur (Prajitno, 1994).
4.              Preparasi permukaan bukal atau labial dan lingual
Pengurangan permukaan bukal menggunakan bur intan berbentuk silinder. Preparasi
permukaan bukal bertujuan untuk memperoleh ruangan yang cukup untuk logam pemaut
yang memberi kekuatan pada pemaut dan supaya beban kunyah dapat disamaratakan
(Prajitno, 1994).
5.              Pembulatan sudut preparasi bidang aksial
6.              Pembentukan tepi servikal
Batas servikal harus rapi dan jelas batasnya untuk memudahkan                  
pembuatan pola malamnya nanti. Ada beberapa bentuk servikal:
a.Tepi demarkasi (feater edge)
b.Tepi pisau (knife edge)
c.Tepi lereng (bevel)
d.Tepi bahu liku (chamfer )
e.Tepi bahu (shoulder) (Prajitno, 1994).
Dalam setiap preparasi, selalu ingat mengenai prinsip dan syarat preparasi seperti yang
sudah dibahas pada pemicu sebelumnya. Alat-alat seperti bur, handpiece, dan alat standar
secara umum sama seperti preparasi mahkota tiruan penuh, perbedaan hanya terletak
pada prinsip utama pembuatan GTJ, yaitu prinsip kesejajaran pada gigi penyangganya.
Berbeda dengan full crown, preparasi gigi abutment tetap harus mengingat fungsi
utamanya dalam GTJ, sehingga harus memenuhi prinsip:
§  Kesejajaran antar gigi penyangga dan arah insersi

§  Pengambilan jaringan seoptimal mungkin

v  Retraksi gingiva

Tindakan ini merupakan tindakan yang mendahului tahap pencetakan gigi. Merupakan
tindakan penarikan/pemisahan sementara free gingiva dari gigi yang dipreparasi dengan
tujuan mendapatkan tepi preparasi servikal yang jelas saat pencetakan serta menghindari
luka pada gusi saat preparasi gigi di sulkus gingiva. Sebelum diretraksi, dilakukan
pemeriksaan gigi tetangga apakah karies atau drifting sehingga harus diperbaiki serta
dilanjutkan dengan pembersihan debris. Ada 4 cara retraksi gingiva, yaitu:
§  Mekanis (benang surgical silk 0,3 mm atau copper band atau MTS)
§  Kimia (larutan kimia hemostatik dan tidak ada vasokonstriktor)

§  Kombinasi (Benang yang mengandung larutan kimia)

§  Bedah elektrosurgikal

Kesalahan pada retraksi gingiva dapat menyebabkan resesi gusi, atrofi gusi, ekspos akar
gigi, atau shock tekanan darah jika retraction cord mengandung vasokonstriktor (e.g.
adrenalin).
v  Pencetakan dan pembuatan die model

Setelah dilakukan retraksi, maka pencetakan dan pembuatan die model dapat dimulai. Pilih
jenis (stock/individual) dan ukuran sendok cetak sesuai dengan ukuran rahang dan
material cetak apa yang akan digunakan. Untuk pembuatan GTJ umumnya material yang
digunakan bersifat elastomer dengan tujuan mendapatkan detail yang akurat. Ingat selalu
bahwa sebelum dicetak, gigi harus dalam keadaan kering dan bebas dari cairan saliva.
v  Pembuatan catatan gigit

Tahap ini ditujukan untuk mendapatkan hubungan dari model RA & RB sebagaimana


hubungan tersebut didapat di dalam mulut pasien, sehingga didapatkan GTC yang stabil
oklusinya (oklusi sentris). Umumnya catatan gigit dibuat menggunakan bite registration
paste/bitewax.
v  Penentuan warna (shade)

Penentuan warna GTC dilakukan untuk mendapat warna gigi yang sesuai dengan warna
gigi-gigi tetangganya. Umumnya cara yang paling banyak dipakai saat ini adalah dengan
menggunakan shade guide dari pabrik yang mengeluarkan bahan GTC yang kita gunakan.
Kesamaan pabrik antara shade guide dengan material yang kita gunakan di labroatorium
sangat penting karena tiap-tiap pabrik memiliki warna yang berbeda untuk satu kode yang
sama (Contoh: untuk kode A1 antara pabrik A dan pabrik B bisa ada perbedaan warna).
Dalam penentuan warna gigi harus:
§  Dalam keadaan basah (sehari-hari gigi itu berada nantinya)

§  Pencahayaan terang dari lampu neon (bukan lampu DU) dan tidak boleh tertutupi oleh
bayangan.

v  Pembuatan Mahkota Sementara gigi abutment dan pontik sementara

Ø  Mahkota Sementara

Pembuatannya bisa secara direct atau indirect. Jika secara direct, maka saat sebelum


dipreparasi, jika gigi mengalami karies/fraktur, ditutupi dengan malam membentuk kontur
anatomis normal, kemudian dilakukan pencetakan. Setelah dipreparasi, cetakan negatif
(alginat) pada gigi itu diisi dengan resin akrilik kemudian dipasangkan di gigi hasil
preparasi yang sudah diberi vaselin agar tidak menempel di gigi. Setelah mengeras sedikit,
resin akrilik dirapikan seperlunya (dipotong bagian yang berlebih) dan setelah full
setting cetakan dilepas dan MTS dipoles. Jika secara indirect, maka tahap-tahap tersebut
dilakukan pada model gigi dan kemudian setelah jadi MTS dicobakan di gigi pasien.
Cara diatas merupakan pembuatan mahkota sementara secara fabricated. Cara lain adalah
dengan menggunakan mahkota sementara prefabricated. Berbeda dengan cara fabricated,
ada beberapa macam bahan mahkota sementara digunakan, seperti aluminium,
akrilik, dan seluloid. Prosedur pemakaiannya: o Pemilihan mahkota sementara, untuk gigi
depan harus diperhatikan warna, bentuk dan besar yang sesuai. o Adaptasi bagian servikal
dan bagian dalam mahkota. Bagian servikal setiap mahkota sementara tidak boleh
menekan bagian gingival untuk mencegah resesi.
Ø   Pontik Sementara

Pembuatan pontik sementara dilakukan sebelum pencetakan untuk pembuatan GTJS pada
retainernya. Disini pontik dibuat dengan menggunakan wax (biasanya inlay wax) dan
kemudian baru dilakukan pencetakan untuk pembuatan MTS di gigi abutment.
b) Tahapan Klinik II (Evaluasi GTJ)
Setelah GTJ selesai difabrikasi dari laboratorium (belum jadi sepenuhnya baru backing
logam), sebelum dipasangkan pada pasien GTJ ini perlu dievaluasi terlebih dahulu,
terutama pada kualitas backing logam dan facing porcelainnya (pada tipe PFM), namun jika
tidak menggunakan bahan ini maka tidak perlu dievaluasi. Disini dievaluasi kecekatan GTC,
ketepatan marginal, kontak proksimal, ruang untuk facing, kontak oklusal dan artikulasi.
Jika evaluasinya baik, maka backing logam ini dikembalikan lagi ke laboratorium untuk
dibuatkan facing porselennya. Setelah jadi sepenuhnya, kembali dilakukan evaluasi
pemeriksaan di gigi pasien namun belum disementasi secara permanen. Evaluasi ini
meliputi:

v  Kecekatan (fitness/self retention)

GTC harus memiliki kecekatan yang maksudnya saat dipasangkan bisa pas dan tidak jatuh
saat dipasang di gigi hasil preparasi dan mampu melawan gaya-gaya ringan yang
berlawanan dengan arah insersi tanpa sementasi.
v  Marginal fitness & integrity

Diperiksa pada bagian tepi servikal restorasi menggunakan sonde halfmoon; apakah ada
bagian yang terlalu pendek atau terbuka serta dilakukan pemeriksaan mengelilingi
servikal. Kemudian dilihat juga kondisi gusi, apakah mengalami kepucatan (menandakan
tepi servikal yang terlalu panjang sehingga menekan gusi). Disini perlu dilakukan
pengurangan panjang namun jangan sampai terlalu pendek yang dapat berakibat
terbukanya tepi restorasi.
v  Kontak proksimal
Kontak tidak boleh terlalu menekan, overhanging, atau overkontur (terlalu ke labial atau
lingual atau oklusal). Perhatikan juga efek dari ACF karena gaya ini sangat berpengaruh
terhadap kondisi inklinasi gigi. Pengecekan dilakukan dengan menggunakan benang gigi
dan dilewatkan di proksimal gigi tetangga ataupun antar GTC. Disini benang harus
mengalami hambatan ringan namun tidak sampai merobek benang.
v  Stabilitas dan adaptasi ke mukosa gingiva

Merupakan kedudukan pada gigi penyangga harus tetap dan tepat, sehingga tidak goyang,
memutar, ataupun terungkit meskipun tidak diberi gaya. Untuk masalah faktor ungkit
umumnya diperiksa dengan menekan salah satu gigi penyangga. Adaptasi mukosa tentu
perlu karena nantinya GTJ akan menekan gusi meskipun ringan namun tetap tidak boleh
membuat perubahan warna pada gusi yang dapat berujung pada resesi serta untuk
memaksimalkan efek self cleansing pada daerah embrasurnya.
v  Penyesuaian oklusal

Pemeriksaan dilakukan menggunakan kertas artikulasi dan diletakan di titik kontak dan titi
oklusi dan suruh pasien menggigit kertas tersebut dalam kondisi oklusi sentris. Hasil yang
baik adalah tidak adanya tanda pada hasil restorasi yang menandakan bahwa oklusi sudah
nyaman dan tidak ada yang mengganjal atau ketidaknyamanan saat beroklusi. Hal ini perlu
karena ketidaknyamanan ini dapat berujung pada gangguan sistem mastikasi.
v  Estetika

Syarat estetis selalu menjadi poin utama dalam setiap restorasi, khususnya pada masa kini
dimana pasien menginginkan restorasinya sewarna gigi dan seideal mungkin, maka pada
bagian yang terlihat saat tersenyum (anterior dan sebagian kecil posterior) maka restorasi
harus sewarna gigi tetangganya dan harus mengikuti kontur, anatomi, dan bentuk normal
gigi tersebut.
c) Tahapan Klinik III (Sementasi dan Insersi)
Tahap pemasangan dilakukan dengan cara melakukan sementasi dari retainer pada GTJ ke
gigi penyangga menggunakan semen permanen yang tidak larut dalam cairan mulut
sehingga GTJ dapat berfungsi penuh. Pemasangan dapat bersifat sementara ataupun
permanen namun umumnya bahan yang digunakan sama hanya berbeda tujuannya.
Pemilihan bahan sementasi didasarkan pada:
v  Besar beban kunyah

Jika tekanan kunyah besar maka memerlukan bahan yang memiliki compressive


strength tinggi untuk mencegah terjadinya retak dikemudian hari dan dapat menyebabkan
lepasnya GTJ. Jika tekanan kunyah berisiko menimbulkan gaya ungkit makan bond
strength ke gigi juga harus baik.

v  Jumlah gigi penyangga


Jika jumlah gigi penyangga cukup banyak (GTJ long span) maka bahan semennya perlu
memiliki working time panjang dan flow tinggi untuk mencegah terjadinya pengerasan
yang terlalu awal sebelum gigi dipasangkan mengingat jumlah retainer yang akan disemen
banyak.
v  Keadaan gigi penyangga

Pada gigi penyangga yang mengalami hiperemia namun masih vital maka sementasi
dilakukan dengan bahan yang pH tinggi (basa). Jika gigi kurang retentif semen perlu
punya bond strength & film thickness tinggi. Apabila sifat gigi penyangga merupakan MT
pasak logam maka perlu menggunakan bahan semen yang dapat berikatan dengan baik
dengan logam.
v  Desain dan bahan gigi tiruan

Desain dan bahan gigi tiruan berpengaruh pada estetika dan fungsional GTC nantinya. Jika
bahan gigi tiruan adalah akrilik yang translusen maka tentunya semen harus memiliki
warna yang sebisa mungkin mirip dengan warna gigi, sedangkan untuk desain tertentu
maka semen harus punya tingkat kelarutan yang rendah.
Penyemenan jembatan berarti melekatkan jembatan dengan semen pada gigi
penyangga di dalam mulut. Persiapan gigi penyangga sebelum penyemenan perlu
dilakukan dengan sebaik-baiknya untuk mencegah perubahan relasi oklusal dan tepi
gingiva, yang mungkin juga disebabkan tekanan hidrolik yang mengganggu pulpa. Hal
tersebut harus dihindari oleh operator (Smith dan Howe, 2007).
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas bahan semen yang umum
digunakan antara lain GIC, Semen Resin, Zinc-Polikarbonat, dan Zinc-Fosfat.

Ø  Glass-Ionomer Cement
Merupakan bahan semen yang paling banyak dipakai karena kemampuan
biokompatibilitas ke jaringan dan restorasi yang baik melalui ikatan kimia. Terdiri atas
bubuk dan liquid yang mengandung fluor sebagai proteksi dari karies. Saat pemasangan
pastikan gigi tidak terkontaminasi oleh saliva karena sifat semen yang water-
based. Apabila material yang digunakan adalah logam logam tersebut dilapisi
dengan opaquer terlebih dahulu. Sayangnya karena daya larut yang rendah risiko
kebocoran tepi servikal tinggi.
Ø  Resin Cement (Zinc Siloco Phosphate Cement)
Semen ini sudah tidak banyak dipakai karena sifatnya yang asam sehingga restorasi
tidak tahan lama dan mengiritasi jaringan. Namun semen ini karena memiliki
komposisi resin maka sifat translusensinya sangat baik. Biasanya semen ini
digunakan pada retainer yang menggunakan material akrilik atau porselen serta
gigi penyangga yang non-vital (dowell crown).
Ø  Zinc Poly-Carboxylate Cement
Merupakan bahan semen jenis akrilik dengan paduan antara bubuk dan liquidnya akan
menurunkan pH serta meningkatkan bond strength karena reaksi dengan kalsium gigi dan
kandungan fluornya. Sifat adhesif ke logam tinggi sehingga banyak dipakai untuk
sementasi Pasak-Inti. Kekurangannya adalah setting time yang cepat sehingga tidak cocok
untuk GTJ dengan span panjang atau multiple abutment bridge. Tingkat kekerasannya juga
masih dibawah semen zinc-fosfat.
Ø  Zinc Phosphate Cement
Merupakan bahan semen yang paling pertama dikeluarkan tetapi masih menjadi pilihan
utama karena memiliki tingkat kekerasan, film thickness dan setting time yang memadai.
Semen ini juga punya pilihan warna sehingga tidak terlalu mencolok. Sayngnya pH semen
ini rendah sehingga berisiko mengiritasi pulpa saat belum mengeras. Oleh karena itu
biasanya diberikan pelaps untuk proteksi pulpa dengan cavity varnish.

      Prosedur sementasi adalah sebagai berikut:

ü   Pembersihan bagian dalam retainer dari debris atau lemak dengan alkohol lalu
keringkan dengan air spray. Lakukan hal yang sama pada gigi penyanggan namun
menggunakan larutan antiseptik (jika alkohol dapat dehidrasi jaringan). Jika semen yang
digunakan bersifat asam, gig penyangga dapat terlebih dahulu dilapisi dengan cavity
varnish di daerah dekat pulpa atau diaplikasikan kalsium hidroksida.

ü   Blokir semua daerah insersi dengan gulungan kapas untuk mencegah terjadinya
kontaminasi oleh saliva serta gunakan saliva ejector. Berikan separator oil di dasar pontik
dan interdental untuk memudahkan pengambilan sisa semen yang berlebih.

ü   Lakukan manipulasi semen sesuai petunjuk pabrik lalu oleskan semen di bagian dalam
retainer dan di gigi penyangga, lalu pasang sesuai dengan arah dan posisi yang benar.
Tekan secara bertahap masing-masing retainer untuk membuat semen mengalir dengan
baik dan mencegah adanya jebakan udara.

Lihat kondisi oklusi sentris dan fitnessnya, jika masih salah lepas segera dan ulangi
lagi. Jika sudah baik, GTJ ditekan dengan jari secara merata atau pasien dapat diminta
untuk menggigit dengan alat khusus sampai semen mencapai setting time. Buang sisa
kelebihan semen dengan sonde atau eksavator kecil dan menggunakan benang gigi di
bagian interdental.

2.5.5 Hukum Ante


Dalam Pembuatan Gigi Tiruan Jembatan sebaiknya berpatokan pada hukum Ante.
Hukum Ante adalah konsep yang dikemukakan pada tahun 1800an dan masih digunakan
sampai sekarang. Hukum ante menyatakan bahwa "Luas area permukaan akar gigi
penyangga harus sama atau lebih besar dari luas area permukaan akar gigi yang hilang
atau daerah anodonsia". Dalam keadaan tertentu, kita tidak perlu mentaati hukum Ante,
pada keadaan :
•      Akar gigi penyangga (abutment teeth) panjang, kokoh dan tertanam baik dalam proc.
Alveolaris.
•      Tekanan kunyah yang ringan atau tidak berkontak sama sekali, misal gigi lawan
merupakan removable denture, sehingga tekanan kunyah tidak akan sama dengan gigi asli.
•      Bentuk akar gigi penyangga yang tebal dan besar.
 

2.5.6 Syarat
Pemakai Gigi Tiruan Cekat
1. Usia penderita : 20 s/d 50 tahun
a. < 20 Tahun
-        Foramen apikal yang masih terbuka dan bisa fraktur
-        Saluran akar masih lebar sehingga preparasi terbatas
-        Proses pertumbuhan masih aktif dapat dilihat pertumbuhan gigi dengan rontgen dapat
menghambat pertumbuhan tulang
b. > 50 Tahun
-       Sudah terjadi resesi gingiva dan terlihat servikal gigi
-       Terjadi perubahan jaringan pendukung & resobsi tulang alveolar secara fisiologis
-       Kelainan jaringan yang bersifat patologis
2. Penyakit sistemik
                        Pada penderita dengan epilepsi sebaiknya direncanakan pembuatan jembatan
daripada gigi tiruan lepasan.

3. Kondisi Periondisium
a. Gigi penyangga:
-       Jaringan periodontal sehat
-       Bone support baik
-       Bentuk akar yang panjang
-       Posisi dan inklinasi yang baik dalam lengkung  rahang
-       Bentuk dan besar anatomis gigi normal
-       Mahkota gigi punya jaringan email dan dentin yang sehat
2. Gigi antagonis:
            Oklusi normal
3. Gigi tetangga :
            Tidak mengalami rotasi, migrasi, miring

2.5.7 Keuntungan dan Kerugian GTC


1. Keuntungan
•      Karena diletakkan pada gigi asli sehingga tidak mudah terlepas atau tertelan
•      Dirasakan seperti gigi sendiri oleh pasien
•      Tidak mempunyai clasp (pendekap) yang dapat menyebabkan keausan pada enamel
gigi
•      Melindungi gig terhadap tekanan
•      Dapat mempunyai efek spint (efek belat) yang melindungi gigi terhadap stress
(tegangan)
•      Mendistribusikan stress (tegangan) fungsi ke seluruh gigi sehingga menguntungkan
jaringan pendukungnya (Abu Bakar, 2012).
2. Kerugian
•      Ditempatkan permanen sehigga sulit untuk mengontrol plak
•      Dapat menyebabkan peradangan mukosa dibawah pontik

2.6 Pengaruh Penyakit Sistemik Terhadap Perawatan Prostodontik


A. Arteriosclerosis
Secara klinis penyakit ini dapat terjadi dalam banyak cara (angina pectoris, infark
jantung, hipertensi, dan gagal jantung kongestive). Pada pasien dengan penyakit ini sering
berkurangnya keahlian motorik dan bisa terjadi kebingungan dan pikiran kosong sehingga
sukar untuk dirawat. Arterial hipertensi sering dirawat dengan obat anti hipertensi yang
efek sampinganya dapat mengurangi laju saliva. Pasien penyakit symptomatik
arteriosclerotik vascular, perawatan prostodontik tidak boleh tanpa adanya konsultasi
terlebih dahulu dengan dokter umum.
B. Endocarditis
Penyakit ini biasanya disebabkan oleh dua kondisi predisposisi:
•     suatu peningkatan kerusakan kardiak
•     penurunan daya immunocompeten
Pada pasien ini harus diberikan antibiotik profilaksis yang dikombinasikan dengan
intervensi yang dapat menimbulkan bakteremia sebagai suatu pencegahan (pengoptimalan
OH).
C. Respiratory Disorder
Sebagai contoh, asma atau bronchitis secara khusus memilki pernapasan yang
hiperaktive, sesak napas, dyspenea dan batuk. Pasien i ni harus selalu dirawat dengan
posisi duduk  yang tegak pada dental chair. Hal ini penting bagi pasien agar terhindar dari
semprotan  air dan partikel girborne seperti resin komposit saat penempatan gigi tiruan
penuh.
D. Diabetes melitus
Tanda klinis manifestasi oralnya adalah:
lut kering, sering haus
ah merah dan terasa nyeri
u nafas seperti bau keton
i geligi goyang atau lepas
a sulit sembuh
orpsi cepat, gigi tiruan cepat longgar, sehingga harus sering dikontrol.
Terkadang pasien harus dikonsultasikan terlebih dahulu ke spesialis penyakit
dalam. Pada saat melakukan perawatan, beberapa hal  yang harus dihindari :
dari trauma
•     desain jangan dibuat paradental, tetapi gingival karena gigi geligi tidak kuat.
E. Arthritis
Kebanyakan pasien seperti ini mengkonsumsi obat-obatan seperti aspirin atau
corticosteroid dalam jangka waktu yang lama dan dapat mempengaruhi perawatan gigi
akibat efek sampingnya. Pasien dengan infeksi oral harus dilakukan proteksi untuk
melawan bakteremia dan timbulnya infeksi sekunder dengan dilakukannya terapi
antibiotik profilaksis. Dokter gigi harus mengkonsultasikan pasienya pada dokter umum
untuk menentukan kebutuhan antibiotiknya.
 BAB IV

PEMBAHASAN
     Diagnosa dan perawatan pendahuluan  mempunyai  arti  yang penting
terhadap suksesnya pembuatan gigi tiruan untuk kebutuhan pasien. Jika pasien langsung 
dirawat tanpa melakukan diagnosa dan perawatan pendahuluan,
maka kegagalanlah yang akan dihadapi. Pemeriksaan teridiri dari 3 jenis, yaitu
pemeriksaan subjektif, objektif, dan penunjang. Pemeriksaan subjektif yaitu pemeriksaan
yang dilakukan dengan tanya jawab. Cara ini umumnya dilakukan untuk mencari riwayat
penyakit dan data pribadi pasien dan keluarga. Biasanya disebut dengan anamnesis.
Pemeriksaan objektif meliputi pemeriksaan intraoral dan ekstraoral. Pemeriksaan
ekstraoral meliputi pemeriksaan terhadap bentuk muka/wajah. Dilihat dari arah depan
bentuk wajah tampak Oval/ovoid, Persegi/square, Lonjong/tapering dan dilihat dari arah
samping tampak cembung, lurus, cekung. Bentuk bibir tampak panjang, pendek, normal,
tebal,tipis, Flabby. Sendi Rahang terlihat menggeletuk, krepitasi, sakit. Pemeriksaan
intraoral meliputi pemeriksaan terhadap gigi, antara lain meliputi gigi yang hilang, keadaan
gigi yang tinggal, gigi yang mudah terkena karies, banyaknya tambalan pada gigi, mobilitas
gigi, elongasi, malposisi, atrisi. Jika dijumpai adanya kelainan gigi yang mengganggu pada
pembuatan gigi tiruan, maka sebaiknya gigi-gigi tersebut dicabut. Selanjutnya setelah
dilakukan pemeriksaan subjektif dan objektif agar lebih akurat dilakukan pemeriksaan
penunjang yaitu pemeriksaan radiografi yang Berfungsi sebagai informasi tambahan bagi
pemeriksan klinis.
Penegakkan diagnosa dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan subyektif, obyektif,
dan penunjang. Setelah didapatkan hasil pemeriksaan kemudian dilakukan
prognosis. Prognosis adalah peramalan dari kemungkinan dan akhir suatu penyakit,
sebuah perkiraan kemungkinan hasil akhir gangguan atau penyakit, baik dengan atau
tanpa pengobatan. Sebelum melakukan tindakan rehabilitatif dengan membuatkan GTC,
dokter gigi harus melakukan perawatan pendahuluan terlebih dahulu dengan tindakan
bedah, periodonti, konservatif maupun orthodonti sesuai dengan kondisi pasien dan jika
pasien memiliki penyakit sistemik, hal ini memerlukan cukup perhatian khusus . Tahap
selanjutnya adalah proses pembuatan gigi tiruan tetap. Penentuan desain dari gigi
tiruan cekat (GTC) merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan atau kegagalan gigi
tiruan. Dari sini kita mendapatkan prognosa yang baik untuk kedepannya  Cara penentuan
desain GTC dengan cara mengetahui indikasi dan kontraindikasi, menentukan macam
dukungan dari setiap sadel, menentukan macam retainer, dan terakhir menentukan macam
konektor yang akan digunakan. Komponen-komponen gigi tiruan tetap terdiri dari pontik,
retainer, konektor dan abutment. Desainer harus didasarkan pada pengetahuan dan
ketrampilan operator dan proses pembuatan desain harus memperhatikan faktor-faktor
estetis, stabilisasi, retensi, oklusi, kenyamanan, mudah dibersihkan dan faktor biaya.
Setelah proses pembuatan GTC selesai, tahap berikutnya adalah tahap pemasangan
GTC kedalam mulut pasien. Pemeliharaan kesehatan mulut untuk menunjang jesehatan
gingiva disekitar gigi tiruan dan giginya sendiri. Pemeliharaan yang harus dilakukan oleh
pasien terdiri dari 4 tindakan yang bertujuan untuk menghilangkan plak dan sisa makanan
berupa penghilangan plak, mengurangi makanan/minuman yang asam dan kariogenik,
penggunaan obat kumur dengan tujuan menghambat pertumbuhan plak, misalnya dengan
chlorhexidine dan pemeriksaan ulang rutin setiap 3 – 6 bulan ke dokter gigi.BAB V

PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Sebelum dilakukan pembuatan gigi tiruan perlu diperhatikan diagnosa, pemeriksaaan
pendahuluan, rencana perawatan dan perlu memperhatikan komponen serta desain dan
teknik preparasinya. Pemakaian gigi tiruan mempunyai tujuan bukan hanya memperbaiki
fungsi pengunyahan, fonetik, dan estetik saja, tetapi juga harus dapat mempertahankan
kesehatan jaringan tersisa. Untuk tujuan terahir ini selain erat kaitannya dengan
pemeliharaan kebersihan mulut, juga bagaimana mengatur agar gaya-gaya yang terjadi
masih bersifat fungsional atau mengurangi besarnya gaya yang kemungkinan akan
merusak gigi tiruan.

5.2 Saran
Diharapkan mahasiswa FKG IIK untuk mampu memahami Diagnosa, pemeriksaaan
pendahuluan, rencana perawatan dan memperhatikan komponen serta desain dan teknik
preparasinya yang tepat dapat mempengaruhi keberhasilan perawatan pada pembuatan
gigi tiruan (Prostodontic).

 DAFTAR PUSTAKA
Arifin M., Rahardjo W., Roselani. 2000. Diktat Prostodonsia: Ilmu Gigi Tiruan Cekat (Teori dan
Klinik). Departemen Prostodonsia Faklutas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. 
Bakar, Abu. 2012.  Kedokteran Gigi Klinis. Yogyakarta: Quan’um Sinergis Media.
Barclay CW, Walmsley AD. 2001. Fixed and removable prosthodontics. 2nd ed. Tottenham:
Churchill livingstone;
Damayanti, 2009. Overdenture Untuk Menunjang Perawatan Prostetik. Bandung: Departemen
Prostodontia Universitas Padjajaran
Jubhari EH. 2007. Upaya untuk mengurangi preparasi gigi : Fung shell bridge. Jurnal Kedokteran
Gigi Dentofasial
Riawan. 2003. Bedah Preprostetik. Bandung : Universitas Padjajaran.
Rosenstiel S.F., Land M.F., Fujimoto J. 2006. Contemporary Fixed Prosthodontics. Mosby Inc. St.
Louis,
Smith B.G.N. 1998. Planning and Making Crown and Bridges. Mosby. St. Louis. 3rd  ed.
Shillingburg, et al.,. 1998. Fundamentals of Fixed Prosthodontics 3rd  ed. Quimtessence Publ Co.

Anda mungkin juga menyukai