Anda di halaman 1dari 23

Gigi Tiruan

Penuh/Lengkap (Full
denture/ Complete
denture)
October 22, 2014 by Enos R Mayko Leave a Comment

Full denture atau complete denture atau gigi

tiruan lengkap menurut Soelarko dan Herman (1980), adalah suatu gigi tiruan yang

menggantikan seluruh gigi pada lengkung rahang sehingga kemudian dikenal dengan

istilah:

1. Upper full denture ialah gigi tiruan penuh rahang atas.

2. Lower full denture ialah gigi tiruan penuh rahang bawah.

Indikasi pembuatan gigi tiruan lengkap adalah :

1. Individu yang seluruh giginya telah tanggal atau dicabut.


2. Individu yang masih punya beberapa gigi yang harus dicabut karena

kesehatan/kerusakan gigi yang masih ada tidak mungkin diperbaiki.

3. Bila dibuatkan GTS gigi yang masih ada akan menggangu keberhasilannya.

4. Kondisi umum dan kondisi mulut sehat.

5. Ada persetujuan mengenai waktu, biaya dan prognosa yang akan diperoleh.

Pasien tidak bergigi mempunyai kecenderungan untuk memajukan mandibula

secara tidak sengaja dan berusaha untuk berkontak dengan rahang atas. Hal ini

dikarenakan adanya perubahan / pengurangan dimensi vertikal dan tidak adanya

sentrik posisi. Sehingga jika pasien dibuatkan gigi tiruan lengkap maka dimensi vertikal

dan physiological rest position akan kembali seperti pada saat gigi asli ada.

Retensi dapat didefinisikan sebagai kekuatan menahan dari suatu gigi tiruan

terhadap daya lepas pada saat gigi tiruan tersebut dalam keadaan diam. Pemeriksaan

retensi dilakukan dengan memasangkan gigi tiruan kuat-kuat dalam mulut dan

mencoba melepaskannya dengan gaya tegak lurus terhadap bidang oklusal. Bila gigi

tiruan dapat bertahan terhadap gaya-gaya tersebut, berarti gigi tiruan mempunyai

retensi yang cukup. Gaya-gaya fisik yang berhubungan dengan retensi GTL adalah :

1. Tekanan permukaan : meliputi adhesi antara saliva dan gigi tiruan serta mukosa.

2. Gaya-gaya dalam cairan : seperti tegangan permukaan saliva, gaya-gaya kohesi dalam

cairan saliva, dan viskositas saliva, semua mempengaruhi retensi gigi tiruan dan

berhubungan erat dengan ketepatan kontak basis terhadap jaringan


3. Tekanan atmosfer : tekanan atmosfer menahan gaya-gaya yang akan melepaskan gigi

tiruan asalkan ada peripherial seal yang utuh.

Menurut Basker dkk. (1996), kekuatan retentif memberikan kekuatan terhadap

pengungkitan gigi tiruan dari mukosa pendukung dan bekerja melalui 3 permukaan gigi

tiruan:

1. Permukaan oklusal (occlusal surface): bagian permukaan gigi tiruan yang berkontak

atau hampir berkontak dengan permukaan yang sesuai pada gigi tiruan lawan atau gigi

asli.

2. Permukaan poles (polishing surface): bagian permukaan gigi tiruan yang terbentang dari

tepi gigi tiruan ke permukaan oklusal, termasuk permukaan palatal. Bagian basis gigi

tiruan inilah yang biasanya dipoles, termasuk permukaan bukal dan lingual gigi-geligi,

dan permukaan ini berkontak dengan bibir, pipi, dan lidah.

3. Permukaan cetakan (finishing surface): bagian permukaaan gigi tiruan yang konturnya

ditentukan oleh cetakan. Bagian ini mencakup tepi gigi tiruan yang terbentang ke

permukaan poles.

Tekanan retentif yang berperan terhadap semua permukaan adalah tekanan otot dan

tekanan fisik.

Faktor retensi dan stabilisasi adalah faktor yang penting dalam keberhasilan

GTL. Faktor-faktor yang mempengaruhi retensi GTL, terutama GTL rahang atas:

1. Faktor fisis:
a. Peripherial seal, efektifitas peripherial seal sangat mempengaruhi efek retentive dari

tekanan atmosfer. Posisi terbaik peripherial seal adalah disekeliling tepi gigi tiruan yaitu

pada permukaan bukal gigi tiruan atas, pada permukaan bukal dan lingual gigi tiruan

bawah.

b. Postdam, diletakkan tepat disebelah anterior garis getar dari platum molle dekat fovea

palatine.

2. Adaptasi yang baik antara gigi tiruan dengan mukosa mulut. Ketepatan

kontak antara basis gigi tiruan dengan mukosa mulut, tergantung dari

efektivitas gaya-gaya fisik dari adhesi dan kohesi, yang bersama-sama

dikenal sebagai adhesi selektif.

3. perluasan basis gigi tiruan yang menempel pada mukosa (fitting surface).
Retensi gigi tiruan berbanding langsung dengan luas daerah yang ditutupi

oleh basis gigi tiruan.

4. Residual Ridge, karena disini tidak ada lagi gigi yang dapat dipakai sebagai
pegangan terutama pada rahng atas.

5. Faktor kompresibilitas jaringan lunak dan tulang dibawahnya untuk

menghindari rasa sakit dan terlepasnya gigi tiruan saat berfungsi.

Stabilisasi pada gigi tiruan lengkap merupakan kekuatan menahan dari suatu gigi

tiruan terhadap kekuatan daya lepas pada saat gigi tiruan berfungsi (adanya tekanan

fungsional).
Untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan, maka diperlukan suatu alat yang

disebut artikulator yang dapat mewakili rahang pasien. Adapun jenis artikulator yang

digunakan disini adalah articulator jenis simple anatomical type, yang disebut Free

Plane Articulator yang terdiri dari bagian upper member, lower member, incisal guide

pin dan mounting table.


Tahap Klinis

Tahap awal setelah pasien dianamnesa dan diindikasikan adalah pencetakan

(impression), yaitu suatu bentuk negatif dari jaringan mulut yang akan dipakai sebagai

basal seal prothesa (Swenson, 1964).

Soelarko dan Herman (1980), membagi dua macam cetakan, yaitu:

1. Cetakan anatomis (dalam keadaan tidak berfungsi), yaitu pencetakan tidak

menghiraukan tertekan atau tidaknya mukosa. Cetakan dilakukan dengan sendok cetak

biasa (stock tray), bahan yang dipakai adalah compound, alginat.

2. Cetakan fisiologis (dalam keadaan berfungsi), yaitu dalam pencetakan ini

memperhatikan jaringan bergerak dan tidak bergerak juga memperhatikan tertekannya

mukosa. Digunakan sendok cetak individual yang dibuat dari bahan shellac atau self

curing acrilic resin. Hasil cetakannya digunakan sebagai work model.

Kedua jenis cetakan tersebut dilakukan untuk mendapatkan hasil cetakan seakurat

mungkin, dikenal sebagai double impression.

Cara membuat sendok cetak individual (Itjiningsih, 1993):


Shellac dipanaskan pada model studi sambil ditekan. Lakukan pemotongan

sesuai dengan batas jaringan bergerak dan tidak bergerak. Bila dikehendaki dapat 1-2

mm lebih rendah untuk memberi tempat pada bahan cetak asal jangan mudah lepas

dari rahang pasien. Buatlah pegangan sendok individual dan buat pula lubang dengan

bur bulat no. 3 pada daerah palatum, berjarak 4-5 mm. Kegunaan lubang ini adalah

untuk mengalirkan bahan cetak yang berlebih karena bila tertahan akan menyebabkan

tekanan yang berlebih dari geligi tiruan pada jaringan pendukungnya.

Tahap Laboratoris

Pembuatan gigi tiruan di dalam mulut perlu memperhatikan keadaan jaringan di

sekitarnya, yaitu jaringan yang bergerak dan tidak bergerak. Jaringan yang tidak

bergerak dijadikan sebagai landasan gigi tiruan penuh, dengan membuat batas antara

jaringan mulut bergerak dan jaringan mulut tidak bergerak yang serapi-rapinya dan

seakurat mungkin akan mempengaruhi hasil dan suksesnya pembuatan gigi tiruan

lengkap.

Selain itu pembuatan GTL perlu memperhatikan pendukung utama, yaitu

residual ridge karena tidak adanya gigi asli yang dapat digunakan sebagai pegangan.

Agar tercapai hasil yang baik juga diperlukan artikulator sebagai alat yang berguna

untuk mendapatkan bentuk tiruan rahang manusia yang menirukan gerakan rahang

pada saat artikulasi.

Pembuatan base plate diklasifikasikan dalam 2 golongan (Jehl, 1959), yaitu:


1. Temporer base, bila digunakan untuk perlekatan oklusal rim guna merestorasi facial

dari rahang atas dan rahang bawah.

2. Permanent base, berguna untuk mencatat posisi relasi rahang dan menempatkan gigi-

gigi.

Base plate adalah suatu bentuk sementara yang mewakili dasar gigi tiruan dan

digunakan untuk membuat Maxillo-Mandibular Record, menempatkan gigi-gigi dan

untuk insersi ke dalam mulut. Sedangkan bite rim dibuat di atas base plate yang telah

dihaluskan dengan menggunakan modeling wax (Swenson, 1964).

Base plate yang telah bergabung dengan bite rim disebut occlusal bite rim atau

tanggul gigitan. Kegunaan bite rim adalah:

I. Untuk melekatan gigi sebelum diganti dengan akrilik.

II. Untuk mencatat maxilo-mandibula relationship pada pasien

Artikulator mounting artinya adalah memasang occlusal bite rim rahang atas dan

bawah dari mulut pasien ke artikulator bersama modelnya setelah ditentukan dimensi

vertikal maupun sentrik oklusinya (Soelarko dan Harman, 1980). Vertikal dimensi

disebut juga tinggi gigitan, dapat dicapai dengan mengukur jarak pupil dengan sudut

mulut akan sama dengan jarak hidung dengan dagu pasien (PM=HD) dalam keadaan

oklusi sentris (Soelarko dan Harman, 1980). Oklusi sentrik adalah hubungan kontak

maksimal dari gigi-gigi rahang atas dan rahang bawah dalam keadaan relasi sentris.
Relasi sentris adalah hubungan maksila dan mandibula dimana kedua condylus berada

dalam keadaan paling posterior dalam fossa glenoid (Swenson, 1964).


Pemasangan gigi geligi yang penting untuk diperhatikan adalah personality expression,
umur, jenis kelamin yang nantinya akan berpengaruh dalam pemilihan ukuran, bentuk, warna
terutama untuk gigi anterior karena harus mengingat estetis, walaupun tidak kalah pentingnya
untuk pemasangan gigi posterior yang tidak harus sama ukurannya dengan gigi asli, tetapi lebih
kecil, untuk mengurangi permukaan pengunyahan supaya tekanan pada waktu penguyahan tidak
memberatkan jaringan pendukung. Perlu diperhatikan pula overbite, overjet, curve von spee,
curve monson, agar diperoleh suatu keadaan yang diharapkan pada pembuatan GTL.

Kunjungan I

1. Anamnesa dan pemeriksaan obyektif

2. Membuat model study / preleminary impresssion.

a. Sendok cetak : perforated stock tray.

b. Bahan cetak : elastic impression (alginat) / irreversible hydrocoloid

c. Metode mencetak : mukostatik.

Caramencetak : adonan alginat dibuat dengan konsistensi tertentu, dimasukkan

kedalam sendok cetak. Sendok cetak dimasukkan ke dalam mulut dan ditekan pada

proc. alveolaris RA dan RB dengan otot-otot bibir dan pipi ditarik. Kemudian

dilakukan muscle trimming agar bahan cetak mencapai lipatan mukobukal. Posisi

dipertahankan selama setting. Kemudian sendok diambil dan hasil cetakan

diamati untuk melihat kekurangan-kekurangannya.


Kemudian dari model studi yang sudah jadi tersebut dibuat sendok cetak

individual dengan batas-batas yang telah ditentukan dengan bahan shellac. Cara

membuatnya adalah: Shellac dilunakkan diatas api spiritus, kemudian diletakkan diatas

model studi. Shellac ditekan pada model studi, kemudian dipotong sesuai dengan

batas yang telah digambar pada model. Pemotongan bisa dilakukan dengan gunting

bila masih lunak., atau dengan bur bila sudah mengeras (Utari, 1994). Kemudian

dibuat pegangan sendok cetak individual dan dibuat pula lubang-lubang dengan jarak

kurang lebih 5 mm. Kegunaan lubang ini adalah untuk mengalirkan kelebihan bahan

cetak, karena bila tertahan akan dapat menyebabkan tekanan yang berlebihan pada

geligi tiruan pada jaringan pendukungnya, sehingga lubang dibuat pada daerah yang

tidak memerlukan tekanan. Pegangan sendok cetak dibuat tegak lurus bidang

horizontal.

Kunjungan II

Tahap Klinis

Membuat model kerja / Final Impression

Mencoba individual tray (sendok cetak individual)

– stabilisasi : menghindari muscular attachment

– relief area : tercakup semua, baik rahang atas maupun bawah.

Bahan sendok : shellac base plate

Bahan cetak : alginat

Metoda mencetak : mukodinamik


Sebelum mencetak, dilakukan pengepasan sendok cetak individual. Pastikan

sendok cetak individual tetap stabil ketika otot-otot rongga mulut digerakkan, baik pada

rahang atas maupun rahang bawah. Jika sendok cetak ikut bergerak bersamaan

dengan gerak otot, maka dilakukan pemotongan sampai sendok cetak tersebut lebih

stabil. Tepi sendok cetak individual kira-kira 2 mm dari forniks. Sayap sendok cetak

yang berlebihan harus dikurangi karena apabila tidak dikurangi, maka ketika mencetak,

jaringan sulkus akan menegang. Akibatnya, sayap gigi tiruan akan terlalu panjang

sehingga melukai jaringan lunak serta menjadi tidak stabil. Apabila sendok cetak kurang

mencukupi batas tersebut, maka dilakukan penambahan dengan malam merah atau

kompon batang hijau. Sendok cetak yang pendek menyebabkan dua kemungkinan:

bahan cetak tidak dapat mencapai seluruh dasar forniks sehingga gigi tiruan yang

dihasilkan menjadi terlalu pendek, atau bahan cetak dapat mencapai seluruh dasar

fornik namun tidak didukung dengan baik oleh sendok cetak sehingga ketika diisi gips,

berat adonan gips akan merubah bentuk bagian bahan cetak yang tidak ditopang

(Basker dkk, 1996).

Caranya sebagai berikut:

Rahang atas:

Bahan cetak dicampur dengan gerakan spatulasi sampai diperoleh konsistensi

lunak, kemudian dimasukkan dalam sendok cetak. Masukkan sendok cetak kedalam

mulut kemudian ditekan ke prosessus alveolaris. Dilakukan trimming agar bahan cetak

mencapai lipatan mukobukal, caranya pada saat sendok cetak didalam mulut, dilakukan
gerakkan rahang bawah kekiri dan kekanan, kemudian pipi dan bibir ditarik keatas

kemudian kebawah. Untuk mendapatkan postdam area, pasien disuruh mengatakan

‘ah’, sehingga tampak batas antara palatum durum dan palatum molle. Posisi

dipertahankan sampai setting, kemudian sendok cetak dilepas. Gambarkan garis “Ah”

pada batas tersebut dengan pensil tinta kemudian dicetakkan/dimasukkan kembali

kedalam rahang atas, sehingga garis tinta akan luntur pada cetakan. Dapat

untuk menandai “ah-line” (vibrating line).

Rahang bawah:

Caranya sama seperti pada rahang atas, disini pasien diminta menjulurkan lidah.

Bibir dan pipi digerakkan agar bahan cetak dapat mencapai bukal flange. Posisi

dipertahankan sampai setting. Kemudian sendok cetak dilepaskan dari mulut.

Setelah diperoleh cetakan yang akurat. Kemudian diisi dengan gips biasa dan gips

stone dengan perbandingan 1:1. Pekerjaan kemudian dilanjutkan dengan menentukan

batas tepinya, memperhatikan daerah mukosa yang bergerak dan tidak bergerak,

kemudian ditentukan relief area maupun non relief area. Ditentukan pula posterior

palatal seal dan membuat seal. Setelah model malam selesai, base plate diganti

dengan resin akrilik.

Tahap Labotaroris

Setelah didapat work model dengan jalan melepas stone gips yang sudah

mengeras dari cetakan, lalu diteruskan dengan pembuatan base plate permanen dan

bite rim. Base plate harus benar-benar menempel pada work model. Untuk lengkung
bite rim RB disesuaikan dengan alveolar ridge yang ada, sedangkan bite rim untuk RA

dibuat setinggi kurang lebih 2 mm dibawah bibir atas saat rest posisi. Tinggi bite rim RB

dibuat sejajar dengan tinggi retromolar pad.

Yang perlu diperhatikan dalam membuat bite rim :

a. Bite rim anterior atas harus sejajar dengan garis pupil (garis yang menghubungkan

kedua pupil dan jalannya sejajar dengan garis incisal).

Bite rim posterior sejajar dengan garis Chamfer, yaitu garis yang berjalan dari ala nasi

sampai tragus

b. Bite rim atas harus kelihatan kira-kira 2 mm dibawah garis bibir pada saat rest position.

c. Median line pasien diambil sebagai terusan dari tengah lekuk bibir atas (philtrum)

untuk menentukan garis tengah yang memisahkan incisivus kanan dan kiri.

d. Garis caninus, tepat pada sudut mulut dalam keadaan rest position

e. Garis ketawa, yaitu pada saat tertawa gusi tidak terlihat.

Kunjungan III

Tahap Klinis

1. Insersi base plate, retensi dan stabilisasi diperhatikan. Retensi adalah daya
tahan gigi tiruan terhadap upaya pelepasan, sedangkan stabilisasi adalah

daya tahan gigi tiruan untuk tetap di tempat ketika funsi pengunyahan

berlangsung. Retensi dapat di amati dengan memberikan tekanan pada

salah satu sisi gigi tiruan (jjika gigi tiruan terungkit, maka gigi tiruan tersebut

tidak retentif) atau dengan memberikan usaha pelepasan (gigi tiruan yang
retentif adalah gigi tiruan yang sulit dilepas). Stabilisasi dapat diamati

dengan menggerakkan otot-otot pipi, lidah dan mengucapkan ‘ah’. Gigi

tiruan yang stabil merupakan gigi tiruan yang tidak berubah tempat ketika

difungsikan.

Retensi gigi tiruan ditentukan oleh letak seal dan adhesi/kohesi saliva.

Kesesuaian letak seal dilakukan dengan menggerakkan otot pipi. Jika alat terjatuh

ketika otot digerakkan, berarti terdapat over extension plat. Solusi keadaan ini adalah

dengan mengurangi plat. Sebaliknya, jika seal pada plat under extension, maka kohesi

dan adhesi saliva berkurang, dan alat menjadi tidak retentif. Solusi keadaan ini adalah

dengan membuat plat yang baru.

2. Penentuan profil pasien. Profil pasien disesuaikan dengan ras pasien

tersebut. Dalam kasus ini, pasien termasuk ras mongoloid yang memiliki ciri

khas profil cembung. Kecembungan profil dibuat dengan tonus otot labial

sebagai parameternya. Profil yang ideal, terbentuk jika otot bibir dalam

keadaan isotonus. Apabila bibir tampak hipertonus, maka bagian anterior

bite rim terlalu cembung sehingga harus dikurangi. Sebaliknya, jika bibir

tampak hipotonus, maka bite rim kurang cembung sehingga perlu ditambah

dengan malam merah.

3. Pencatatan Maxillo-mandibular relationship (MMR), caranya:


Mula-mula pasien dipersilakan duduk pada dental chair, dataran oklusal

diusahakan sejajar dengan lantai. Tentukan garis chamfer dari titik di bawah ini :

 4 mm dari meatus acusticus externus

 telinga kanan dan kiri

 spina nasalis anterior

Kemudian ketiga titik tersebut ditandai dengan benang dan diisolasi. Selanjutnya

record blok dipasang dengan posisi bite rim RA dan RB harus tertutup secara

sempurna (tidak boleh ada celah dan merupakan suatu garis lurus).

Kemudian dicari dimensi vertical (inter occlusal distance), didapatkan dengan

cara mengukur jarak pupil dengan sudut mulut sama dengan jarak hidung sampai dagu

(PM = HD). Pada keadaan rest posisi PM = HD.

Pengecekkan dimensi vertikal dapat dilakukan dengan mengucapkan huruf M.

Huruf M terdengar jelas jika dimensi vertikal cukup. Free way space dicek dengan

pengucapan huruf S (huruf S terdengar mendesis). Jika free way space kurang, maka

huruf S sulit terucap, demikian halnya jika free way space berlebihan (terasa semburan

saliva ketika pengucapan huruf S).

Bite rim rahang atas dibuat sejajar dengan garis chamfer (garis yang berjalan

dari ala nasi sampai titik tertinggi dari porus acusticus externus) untuk bagian posterior

dan sejajar garis pupil untuk bagian anterior. Tinggi bite rim rahang atas 1,5-2 mm

dibawah garis bibir atas/lower lip line (pada waktu rest posisi). Alat yang digunakan

adalah occlusal guide plane.


3. Centric relation record

Yaitu suatu relasi mandibula terhadap maksila pada suatu relasi vertikal yang

ditetapkan pada posisi mandibula paling posterior. HD = PM – 2 mm. Pengurangan 2

mm diperoleh dengan cara mengurangi bite rim rahang bawah dengan maksud

sebagai free way space. Cara menentukan relasi sentrik yaitu dengan mengintruksikan

pasien untuk menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga prosessus

Condyloideus akan tertarik pada fossa bagian belakang karena tarikan dari otot dan

mengintruksikan untuk menelan berulang-ulang. Untuk mendapatkan sentrik relasi

pasien disuruh melakukan gerakan mandibula berulang-ulang sampai pasien biasa

dengan oklusi tersebut.

Setelah mendapatkan posisi sentrik, bite rim diberi tanda tempat median line dan garis

ketawa.

Median line, garis ketawa, high lip line, low lip line ditentukan kemudian dicek

dengan cara pasien dinstruksikan untuk membuka dan menutup mulut kemudian dilihat

apakah garis tersebut sudah tepat dan tetap kedudukannya dalam keadaan oklusi

sentrik.

Rahang atas dan rahang bawah difiksasi dengan double V-groove shape,

caranya: dibuat V-groove pada rahang atas kira-kira P1 dan M1; pada rahang bawah

daerah V-groove dikurangi kira-kira 2 mm. Bite rim rahang bawah diberi gulungan

malam kecil yang telah dilunakkan dibawah V groove RA. V-groove pada rahang
atas diolesi vaselin. Rahang atas dan bawah dikatupkan, mulut dilihat apakah V-groove

dan kontranya sudah tepat, kemudian lakukan membuka dan menutup berulang-ulang.

4. Pemasangan pada articulator

Jenis articulator yang digunakan adalah anatomical type yang disebut free plane

articulator.

Bagian-bagian articulator ini adalah: upper member, lower member, incisal guide pin

dan mounting table.

Cara kerja :

1. Tentukan besar derajat tonjol caninus superior dan premolar superior pertama.

2. Bite rim RA beserta modelnya diletakkan pada mounting table dengan pedoman : garis

tengah bite rim dan model RA berhimpit dengan garis tengah mounting table, tepi luar

anterior bite rim RA menyinggung garis incisal edge mounting table, jarum

horizontal incisal guide pin ujungnya menyentuh tepi luar anterior dari bite rim model RA

dan tepat pada garis tengah bite rim.

3. Fiksasi dengan wax pada mounting table.

4. Buat adonan gips.

5. Upper member digerakkan ke atas dan adonan gips dituang perlahan pada bagian atas

model kerja RA lalu upper member digerakkan ke bawah sampai menekan gips yang

ada pada model kerja RA.

6. Upper member dan lower member diikat dengan karet, rapikan gips yang

memfiksir upper member dengan model RA kemudian tunggu sampai keras.


7. Mounting table dilepas dari articulator kemudian articulator dibalik.

8. Bite rim RB diletakkan kembali pada bite rim RA sesuai dengan oklusinya.

9. Buat adonan gips, lower member diangkat ke atas dan adonan gips dituang pada model

kerja RB kemudian lower member digerakkan ke bawah sampai menekan adonan gips,

setelah itu articulator dibalik dan gips dirapikan.

Kunjungan IV

Dalam kunjungan ini sudah dilakukan pemasangan gigi-gigi anterior. Urutan

pemasangan gigi adalah gigi anterior rahang atas, gigi anterior rahang bawah. Setelah

itu try–in untuk gigi depan atas dan gigi depan bawah.

Pemasangan gigi anterior:

11 21 : – axisnya bersudut 5° terhadap mid. line

– incisalnya menyentuh bite rim RB

– bagian 1/3 permukaan labial agak depresi

12 22 : – axisnya bersudut 10° terhadap mid. line

– incisalnya berjarak 1-2 mm dari bite rim RB

– permukaan labial agak ke palatal dan mengikuti lengkung bite rim

13 23 : – axisnya tegak lurus/ hampir sejajar dengan median line

– incisalnya menyentuh bite RB

– bagian 1/3 labioservikal lebih prominent.

31 41 : – bagian servikal permukaan labial sedikit depresi

– axisnya tegak lurus dengan bidang insisal, sedikit ke labial


– perhatikan overjet dan overbite

32 42 : – axisnya sedikit miring ke mesial dengan permukaan labial tegak lurus

bidang insisal

– letaknya diantara 12-11 dan 21-22

33 43 : – axisnya sedikit ke mesial

– bagian cervical permukaan labial lebih prominent

– letak tonjolnya di antara 13-12 dan 22-23

Setelah pemasangan gigi anterior dilakukan try in untuk memeriksa:

1. Overbite dan overjet

2. Garis caninus (pada saat rest posisi terletak pada sudut mulut)

3. Garis ketawa (batas servikal gigi atas, gusi tidak terlihat saat ketawa)

1. Fungsi fonetik (pasien disuruh mengucapkan hurus s, f, t, r dan m)

Kunjungan V

Pada kunjungan ini sudah dilakukan pemasangan gigi-gigi posterior. Urutan

pemasangan adalah gigi posterior RA kemudian RB. Setelah itu try in pada pasien.

14 24: – axis tegak lurus bite rim RB dan bidang oklusal

– tonjol bukal dan lingual menyentuh bite rim RB, tonjol palatinal

menggantung 1 mm

15 25: – axis tegak lurus bite rim RB

– kedua tonjol menyentuh bite rim RB

16 26: – sumbu gigi condong ke distal


– tonjol mesiopalatinal menyentuh bite rim, tonjol lainnya menggantung

17 27: – axis lebih miring daripada 6 6

– semua tonjol menggantung

Untuk pemasangan gigi-gigi postrior rahang atas ini harus diperhatikan:

1. dataran orientasi jika dilihat dari sagital harus membentuk kurva Manson

2. dataran orientasi jika dilihat dari arah lateral harus membentuk kurva Von Spee

Gigi posterior RB yang harus dipasang pertama adalah gigi 36 dan 46

36 46: – tonjol mesiopalatinal 16 26 tepat pada fossa central 36 46

– relasi 16 26 terhadap 36 46 neutrooklusi (Klas I Angle)

34 44:- axisnya tegak lurus bite rim

– letaknya di antara 13-14 dan 23-24 dengan tonjol bukal terletak di fossa

sentral antara

P1 dan Caninus RA

35 45:- axisnya tegak lurus bite rim

– letaknya di antara 14-15 dan 24-25 dengan tonjol bukal terletak di fossa

sentral antara

P1 dan P2 RA

37 47: – axisnya tegak lurus bite rim

– tonjol mesiobukal 37 47 berada di antara tonjol mesiodistal 16 26 dan

tonjol mesio-bukal 17 27

Setelah pemasangan gigi posterior dilakukan try in.


Perhatikan inklinasi dan kontur gusi tiruannya. Perlu juga dilakukan pengamatan

tehadap:

1.Oklusi.

2. Stabilisasi gaya working dan balancing side.

3. Estetis dengan melihat garis kaninus.

4. Fonetik dengan cara menyuruh pasien mengucapkan huruf S, D, O, M, R, A dan T

dan lainnya sebagainya dengan jelas dan tidak ada gangguan.

Dilakukan try in untuk mengevaluasi GTL sebelum diproses dengan cara melatih

pasien untuk memakai, merasakan dan beradaptasi dengan gigi tiruan tersebut :

1. Dilatih berfungsi : bicara, menelan, mengunyah


2. Bila ada kesulitan dalam berfungsi dicoba dengan latihan berkali-kali
3. Dicek estetis, retensi, stabilisasi, fonetik, dan oklusi sentrik

Kunjungan VI

Saat ini protesa telah selesai diproses dan diinsersikan pada pasien. Hal yang

perlu diperhatikan pada pasien:

a. Retensi GTL, faktor yang mempengaruhi adalah:

1. Tepi GTL harus mengikuti batas forniks

2. Jaringan keras harus dihindari untuk memberi kesempatan bergerak

3. Protesa harus berelief sesuai dengan keadaan mulut

b. Stabilisasi, faktor yang mempengaruhi:


1. Inklinasi gigi

2. Lereng sendi / sudut luncur sendi

c. Oklusi

Pengecekan dilakukan dengan artikulating paper, bila ada traumatik oklusi

dilakukan selective grinding, yaitu penggerindingan permukaan oklusal gigi tiruan untuk

mendapatkan suatu sentrik oklusi gigi tersebut. Pengurangan menggunakan hukum

BULL dan MUDL (pengurangan pada permukaan bukal dan mesial pada rahang atas

dan pengurangan permukaan lingual dan distal pada rahang bawah), yakni pada

working side.

d. Artikulasi

Fungsi fonetik mengucapkan huruf : s, r, m, p, d, f dan t.

e. Penyusunan gigi

Kemudian dilakukan pengecekan terhadap MMR, apakah ada perubahan atau tidak.

Jika sudah tidak ada perubahan dilakukan remounting.

Caranya: lakukan pencetakan RA dan RB dengan gigi tiruan masih terpasang dalam

mulut pasien. Pada waktu mengambil cetakan GTL, ikut terambil kemudian diisi dengan

stone gips. Hasil cetakan kemudian dipasang pada atikulator untuk mengecek

kedudukan gigi tiruan terhadap gigi dan jaringan pendukung gigi.

Tujuan dari remounting adalah :

– Untuk mengecek oklusi protesa pada sebelum dan sesudah dipasang

– Untuk mengetahui selektif grinding


– Untuk mengetahui premature kontak

Apabila sudah tidak ada gangguan makan protesa dapat dipolis.

Instruksi untuk pemeliharaan protesa :

– Protesa direndam dalam air sewaktu dilepas

– Protesa dijaga kebersihannya

– Protesa dijaga agar tidak mudah lepas

Instruksi Pasien:

1. Cara Pemakaian : pasien diinstruksikan untuk beradaptasi dengan protesa GTL yaitu

dengan memakai protesa tersebut secara terus menerus selama 2 x 24 jam kecuali

pada waktu dibersihkan

2. Malam hari ketika tidur, protesa dilepas agar jaringan otot-otot di bawahnya dapat

istirahat.

3. Pasien membersihkan protesanya setiap kali habis makan.

4. Apabila ada rasa sakit, gangguan bicara, protesa tidak stabil, pasien dianjurkan segera

kembali ke klinik.

5. Kontrol sesuai dengan waktu yang telah ditentukan guna pengecekan lebih lanjut dan

bila nantinya tidak ada gangguan, pasien bisa terus memakainya.

Prognosa: Baik, karena :

1. pasien kooperatif

2. kesehatan umum baik

3. kesehatan dan kebersihan mulut baik.


Kunjungan VII

Pasien datang untuk kontrol setelah pemakaian selama seminggu.

Kontrol pasien dilakukan untuk mengoreksi atau memperbaiki kesalahan yang mungkin

terjadi. Pada saat kontrol dilakukan pemeriksaan :

a. Subyektif :

1. ditanyakan apakah ada keluhan atau tidak.

2. ditanyakan apakah ada gangguan atau tidak.

3. ditanyakan apakah ada rasa sakit.

b. Obyektif;

1. dilihat keadan mukosa mulut, apakah ada peradangan atau perlukaan.

2. diperiksa retensi dan stabilisasi GTL.

3. diperiksa posisi GTL terhadap jaringan mulut.

Daftrar Pustaka
Boucher, C. O., 1964, Swenson’s Complete Denture, Ed. V., CV. Mosby
Company, St. Louis.

Anda mungkin juga menyukai