MODUL 5
OLEH : KELOMPOK 6
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL ........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 5
1.3 Tujuan Pembelajaran .............................................................................. 5
iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
Oleh sebab itu, untuk mengatasi gigi yang infeksi ada beberapa cara yang
dapat dilakukan. Perawatan saluran akar merupakan salah satu perawatan yang
dapat dilakukan pada pasien dengan gigi yang telah mengalami infeksi.
5
10. Untuk mengetahui diagnosa banding pada kasus
11. Untuk mengetahui indikasi dan kontraindikasi perawatan pada kasus di
skenario
12. Untuk mengetahui prosedur tahapan perawatan pada kasus di skenario
13. Untuk mengetahui evaluasi keberhasilan dan kegagalan perawatan
pada skenario
14. Untuk mengetahui prognosis pada kasus di skenario?
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hubungan usia dengan gigi depan berlubang dan berubah warna
2.1.1 Hubungan usia dengan karies gigi
Angka kejadian karies gigi dapat dipengaruhi oleh usia, dimana
semakin bertambahnya usia, maka angka kejadian karies akan
meingkat. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Department
Kesehatan Indonesia menunjukkan bahwa angka kejadian karies
pada usia 35-44 tahun sebesar 80,5% angka ini lebih tinggi dari
usia 35 tahun kebawah sebesar 50,8%.1
Prevalensi karies berhubungan denga usia, sekitar 25% gigi
yang tumbuh pada anak usia 12 tahun mengalami karies, pada usia
15 tahun meningkat menjadi 33 % dan setelah usia 30 tahun
meningkat menjadi 67 %. Pada usia 45 tahun aktivitas karies mulai
menurun tetapi pada usia ini penyakit periodontal mulai aktif.
Pada usia yang semakin bertambah memiliki kemungkinan
besar mengalami karies karena gigi sering terpapar langsung
dengan faktor penyebab karies seperti makanan kariogenik,
minuman serta zat-zat kariogenik lainnya.2
2.1.2 Hubungan usia dengan diskolorasi gigi
Warna normal gigi permanen adalah kuning keabu-abuan, putih
keabu-abuan dan putih kekuning-kuningan. Warna gigi ditentukan
oleh translusensi dan ketebalan email, ketebalan dan warna dentin
yang melapisi dibawahnya dan warna pulpa. Perubahan dalam
warna dapat bersifat fisiologik dan patologik atau eksogenus dan
endogenus.
Dengan bertambahnya umur, email menjadi lebih tipis karena
abrasi atau erosi, dan dentin menjadi lebih tebal karena deposisi
dentin sekunder dan reparative, yang menghasilkan perubahan
warna pada gigi. Gigi orang yang lebih tua biasanya lebih kuning
7
keabu-abuan atau abu-abu kekuning-kuningan daripada gigi orang
muda.
Sebab-sebab utama diskolorasi adalah dekomposisi jaringan pulpa,
perdarahan berlebihsetelah pengambilan pulpa, trauma, obat-
obatan, bahan pengisi.
Orang yang usianya lebih tua, telah terpapar lebih banyak
penyebab berubahnya warna pada giginya seperti obat-obatan atau
makanan atau minuman.3
8
tempat terletaknya gigi-gigi tersebut. Idealnya, harus ada ruang yang
cukup agar gigi-gigi bisa bererupsi ke dalam mulut tanpa berjejal
maupun saling menumpuk.
Faktor-faktor yang lebih bersifat lokal tidak sering berperan sebagai
faktor permodifikasi dibandingkan dengan faktor-faktor umum yang
sudah dibicarakan, dan efeknya tentu saja, tidak terlalu luas, tetapi bisa
menambah faktor-faktor umum dan menimbulkan komplikasi tambahan
terhadap perkembangan oklusal. Faktor tersebut dapat berupa posisi
perkembangan gigi-gigi individual yang acak, adanya gigi-gigi
supernumerary, persistensi gigi sulung, hipodonsia perkembangan,
frenulum labial.5
9
dalam, dan terbentuknya pada benda keras dan kebiasaan
parafungsional seperti bruxism.7
3. Gigi terpisah (Split teeth)
Gigi terpisah ini adalah perkembangan dari gigi retak. Fraktur ini
terjadi secara sempurna.fraktur ini melibatkan dari mahkota hingga
kepermukaan apikal atau 1/3 apikal. Bisa disebabkan oleh gigi
yang dirawat saluran akar, namun bukan perawatan yang
melemahkan tetapi kondisi host itu sendiri dimana mengalami
karies.6
4. Fraktur akar vertikal
Fraktur akak vertikal adalah fraktur yang berasal dari akar gigi dan
berlanjut dari ke bagian koronal gigi . fraktur ini disebabkan
penempatan pasca sementasi, dan selama pengisian salur akar.
Adapun faktor lain dikarenakan anatomi gigi akar dimana akar
mesio distal yang sempit dari bucolingual sehingga lebih mudah
fraktur pada gigi posterior6
Jadi etiologi yang terjadi pada kasus tersebut , bahwa pasien ini
sudah mengalami karies selama 3 tahun dimana terjadi karies yang
sangat dalam dan luas sehingga dapat menyebabkan terinfeksinya pulpa
dan mengalami nekrosis sehingga , pulpa tidak menginduksi lagi
pembentukan dentin dari sel odontoblas sehingga gigi mulai rapuh dan
rentan terhadap retakan.6
Etiologi Warna8
10
Desain kavitas akses yang tidak memadai Abu-abu/hitam
(jaringan pulpa masih tersisa dalam tanduk-
tanduk pulpa)
11
menjadi abu-abu. Produk ini dapat berpenetrasi dalam ke tubuli dentin dan
menyebabkan pewarnaan pada gigi.9
12
Masuknya bakteri imunogen kedalam pulpa akan menyebabkan inflamasi
akut dan akhirnya terjadi infeksi dan nekrosis pada pulpa.
Respon awal pulpa terhadap masuknya antigen kedalam tubulus
dentin adalah terjadinya infiltrasi sel polymorphonuclear neutrofil
(PMNs) dan monocytes. Kuatnya infiltrasi sel tersebut kedalam pulpa
menyebabkan meningkatnya kondisi infeksi yang akan mengaktifkan
respon imun spesifik yaitu aktifnya sel T helper, T sitotoksik dan sel B.
Tahap selanjutnya, sel plasma akan memproduksi antibodi. Apabila
mekanisme ini tidak mampu untuk menghilangkan infeksi maka jaringan
lunak kemudian hancur dan mulai terbentuk jaringan nekrotik dan pus
dalam pulpa dan akhirnya mengakibatkan menjadi necrosis pulpa secara
keseluruhan. Adanya keterlibatan bakteri dalam jaringan periapikal,
tentunya mengundang respon keradangan untuk datang ke jaringan yang
terinfeksi tersebut, namun apabila kondisi hostnya tidak terlalu baik, dan
virulensi bakteri cukup tinggi, ini justru malah menciptakan kondisi abses
yang merupakan hasil sinergi dari bakteri S.mutans dan S.aureus. Tidak
hanya proses destruksi oleh S.mutans dan produksi membran abses saja
yang terjadi pada peristiwa pembentukan abses , terdapat pula
pembentukan pus oleh bakteri pembuat pus (pyogenik), salah satunya
adalah S.aureus.
Jadi, rongga yang terbentuk oleh sinergi dua kelompok bakteri tadi,
tidak kosong, melainkan terisi oleh pus yang konsistensinya terdiri dari
leukosit yang mati (oleh karena itu pus terlihat putih kekuningan),
jaringan nekrotik, dan bakteri dalam jumlah besar. Timbunan pus akan
menekan sel saraf sehingga menimbulkan rangsangan nyeri. Pus akan
menembus hingga ke jaringan lunak rongga mulut dan membentuk gum
boil.11,12
13
darah putih yang mati tersebut membentuk nanah yang mengisi rongga
gigi. Akibat terdorong dan terjadi dinding pembatas abses.
Fistula atau bisul merupakan suatu saluran abnormal diantara dua
organ atau antara satu organ dengan permukaan luar sebagai drainase
karena abses diperiapikal mencari jalan keluar menuju ke permukaan
gingiva sehingga membentuk sebuah saluran. 13
14
menunjukkan abses ( pus/jaringan nekrotik) di tengah jaringan yang
bergranuloma atau jaringan yang mengalami inflamasi. Abses periapikal
kronis dapat terjadi dengan atau tanpa fistula.16 Karena adanya drainase
AAK biasanya asimptomatik.15
1. Sementoma Apikal
Sementoma apikal adalah proliferasi jaringan ikat yang jinak dan
tumbuh dengan lambat yang diduga berasal dari unsur seluler pada
ligamen periodontal. Pada tahap awal sementoma apikal, penampilan
radiologis bervariasi dari ruang membran periodontal periapikal
yang menebal terkait dengan penghancuran lamina dura ke lesi
radiolusen yang terdefinisi dengan baik mirip dengan lesi periapikal
inflamasi kronis, yang terjadi pada gigi yang vital.16
2. Granuloma Periapikal
Granuloma periapikal adalah salah satu sekuen paling umum dari
pulpitis. Biasanya digambarkan sebagai massa jaringan granulasi
yang meradang kronis yang ditemukan pada apeks gigi nonvital.
Pada pemeriksaan klinis, pada kasus granuloma periapikal giginya
tidak sensitif akan perkusi, tidak terdapat mobilitas, jaringan lunak
yang melapisi area tersebut mungkin/tidak lunak, tidak ada respon
pada saat tes pulpa, dan umumnya lesi ditemukan pada saat
pemeriksaan radiografi. Gambaran radiografi terlihat radiolusensi
15
dengan ukuran yang bervariasi, mulai dari lesi kecil hingga
berdiameter 2 cm.7
3. Kista Periapikal
Kista periapikal adalah kondisi lesi periodontitis apikal yang
kacau. Proses peradangan menstimulasi epithelial resting cells di
Malassez, dan kavitas kistik yang penuh dengan kolesterol dan
cairan berkembang di sekitar apeks. Hal tersebut mungkin tumbuh
dari ekspansi cairan, atau mungkin terjadi infeksi. Pada kasus lain,
hal ini patologis. Seperti halnya abses apikalis kronis, kista
periapikal juga biasa ditemukan pada pemeriksaan radiografi.
Kecuali kistanya telah berkembang ke titik dimana gigi bergerak
atau menjadi terinfeksi dan timbul abses, kista periapikal mungkin
tidak diketahui selama bertahun-tahun. Gigi yang terlibat tidak
merespon rangsangan termal atau listrik, dan mungkin sedikit
berubah warna pada transluminasi. Perkusi harus negatif, tetapi jika
kista telah tumbuh ke ukuran dimana ia mem-perforasi cortical
plate, maka dapat dipalpasi.20
16
4. Mahkota gigigi masih bisa direstorasi dan berguna untuk
keperluan prostetik
5. Gigi tidak goyang dan periodontium normal
6. Foto ronsen menunjukkan resorpsi akar tidak lebih sepetiga
apikal, tidak ada granuloma
7. Kondisi pasien baik
8. Pasien ingin giginya dipertahankan dan bersedia untuk
memelihara kesehatan gigi dan mulutnya
9. Keadaan ekonomi pasien memungkinkan
2.11.2 Kontraindikasi perawatan saluran akar
1. Fraktur akar gigi yang vertikal
2. Tidak dapat lagi dilakukan restorasi
3. Kerusakan jaringan periapikal melibatkan lebih dari sepertiga
panjang akar gigi
4. Resorbsi tulang alveolar melibatkan setengah dari permukaan
akar gigi
5. Kondisi sistemik pasien, seperti diabetes melitus yang tidak
terkontrol
2.11.3 Indikasi mahkota pasak18
1. Gigi pasca perawatan saluran akar
2. Memperbaiki inklinasi gigi
3. Kerusakan mahkota gigi asli pada gigi posterior dan anterior
yang cukup parah
2.11.4 Kontraindikasi mahkota pasak
1. Jaringan yang mendukung gigi tidak cukup
2. Kebersihan mulut buruk
3. Dinding saluran akar tipis
4. Resorbsi processus alveolaris lebih dari sepertiga
17
2.12 Rencana perawatan pada kasus
a. Endodontik konvensional, Perawatan Saluran Akar (PSA) Non Vital.
Gigi yang mengalami nekrosis memerlukan perawatan saluran akar
yang bertujuan untuk membersihkan ruang pulpa dari jaringan pulpa yang
telah terinfeksi, kemudian membentuk saluran akar untuk obturasi agar
terbentuk apikal seal. Perawatan saluran akar ini dilakukan dengan tujuan
untuk menghilangkan penyakit pulpa, penyakit periapikal, mempercepat
penyembuhan, dan memperbaiki jaringan yang sakit tersebut.21
b. Endodontik bedah, Restorasi Indirek Mahkota Pasak.
Gigi yang telah dirawat saluran akar seringkali hanya memiliki sedikit
sisa jaringan keras gigi dibagian mahkota sehingga menjadi lebih rapuh
dibandingkan dengan gigi vital. Kelembaban yang telah berkurang dan
secara klinis lebih mudah fraktur menyebabkan gigi tersebut
membutuhkan pasak untuk menahan inti dan restorasi. Restorasi pada gigi
yang telah dilakukan perawatan saluran akar memerlukan restorasi pasak
yang dimasukkan ke dalam saluran akar dan menyatu dengan inti.
Pada perawaran endodontik, seluruh jaringan yang ada pada ruang
pulpa dan seluruh akar dibuang, dan diganti dengan bahan atau alat pengisi
saluran akar. Bahan pengisi ini tidak cukup kuat untuk menahan tekanan
yang datang dari gigi lawan pada proses pengunyahan untuk itu diperlukan
kekuatan dalam ruang pulpa dan saluran akar yang sama dengan kekuatan
yang datang dari luar sehingga tidak terjadi fraktur karena gigi dapat
menahan tekanan.22
c. Perawatan Restorasi, Mahkota Pasak.
Diindikasikan untuk gigi yang mengalami kehilangan struktur mahkota
gigi yang signifikan karena karies atau trauma pada gigi yang dirawat
endodontik dimana struktur gigi tidak cukup kuat untuk dijadikan retensi
untuk mempertahankan restorasi langsung.
Kontraindikasi:
1) Untuk gigi vital
2) Gigi dengan akar yang pendek
18
3) Kesehatan umum yang buruk, kesehatan mulut yang buruk dan
juga bad oral habit23
Fistula adalah suatu saluran abnormal diantara dua organ atau satu
organ dengan permukaan luar sebagai drainase karena abses di periapikal
mencari jalan keluar menuju ke permukaan gingiva sehingga membentuk
sebuah saluran. Kesembuhan dan tertutupnya fistula terjadi dengan mudah
bila saluran akar sudah dilakukan obturasi.
Perawatan saluran akar adalah perawatan biomekanis dan kimiawi
sistem saluran akar dengan tujuan menghilangkan penyakit pulpa, penyakit
periapeks dan mempercepat penyembuhan serta perbaikan penyakit
jaringan tersebut.
Perawatan saluran akar dibagi 3 tahap, tahap preparasi biomekanis
saluran akar yaitu suatu tahap pembersihan dan pembentuk saluran akar
dengan membuka jalan masuk menuju kamar pulpa. Kedua yaitu tahap
sterilisasi dengan irigasi dan desinfeksi saluran akar dan yang ketiga yaitu
tahap pengisian saluran akar.
Perawatan saluran akar sekali kunjungan diindikasikan sebagai berikut:
1) Pulpa terbuka karena iatrogenik tanpa lesi periapikal
2) Pulpitis irreversibel tanpa lesi periapikal
3) Gigi nekrosis tanpa gejala-gejala klinis disertai lesi periapikal
4) Gigi nekrosis dengan abses periapikal disertai fistula
5) Bentuk saluran akar normal, dan saluran akar tunggal.
Kontraindikasi:
1) Gigi dengan kelainan anatomis yang berat
2) Adanya rasa sakit pada gigi nekrosis tanpa fistula untuk drainase
3) Gigi berakar banyak
4) Pepriodontitis akut dengan rasa sakit yang parah saat perkusi
Tujuan perawatan saluran akar sekali kunjungan adalah untuk
mencegah perluasan penyakit pulpa ke jaringan periapikal atau apabila lesi
tersebut sudah terjadi, untuk mencegah atau mengembalikan jaringan
periapikal ke keadaan normal.24
19
Diagnosis kasus pada skenario adalah Abses Apikalis Kronis. Maka
rencana perawatannya yang pertama adalah drainase yang dilakukan
bersamaan dengan debridemen kanal, tahapan ini dilakukan jika terdapat
abses yang berada di dalam (tidak ada pembengkakan).25 Selanjutnya
dilakukan perawatan saluran akar, dalam kaksus pada skenario perawatan
saluran akar yang tepat adalah pulpektomi seluruhnya.26 Tahapan
pulpektomi seluruhnya meliputi, pembukaan akses yang dilakukan secara
perlahan dengan menggunakan bur high speed yang bertujuan untuk
mengeluarkan tekanan yang berada di dalam pulpa yang terinfeksi; lalu
ekstirpasi jaringan pulpa yang mengalami nekrosis; setelah itu irigasi
saluran akar menggunakan sodium hipoklorit, sodium hipoklorit ini adalah
larutan yang mampu melarutkan jaringan pulpa dan sebagai antibakteri
itulah alasan mengapa digunakan sodium hipoklorit sebagai larutan untuk
irigasi; tumpatkan kalsium hidroksid sebagai dressing setelah itu tutup
sementara, pada tahap ini dilakukan evaluasi berkala, jika dalam waktu
satu minggu saluran akar sudah bersih dan kering maka tahap selanjutnya
adalah obturasi atau pengisian.26 Jika tahap perawatan saluran akar telah
selesai tahap selanjutnya adalah pemasangan pasak. Pasien ini mengalami
fraktur mahkota pada gigi anterior rahang atasnya, hal tersebut
mengakibatkan kehilangan banyak struktur gigi, maka dari itu pemasangan
pasak sangat diindikasikan.25 Pemasangan pasak pada gigi anterior
menggunakan prefabricated post berbahan fiber dengan direct core
buildup. Setelah selesai dilakukan pemasangan pasak tahap terakhir adalah
membentuk kembali mahkota (full-crown), pada kasus ini digunakan
bahan porselen untuk mengembalikan bentuk gigi anterior dan
memberikan estetika yang memuaskan.25
20
4. Tidak adanya nyeri/gejala
5. tidak ada lesi radiolusen di apeks
6. tidak adanya pembengkakan
7. tidak ada kerusakan jaringan lunak, termasuk defek probing
2.13.2 Kegagalan
1. Pengisian saluran akar yang tidak hermetis
2. Terbentuk lesi periradikuler
3. Obturasi yang terlalu pendek (lebih dari 2 mm dari apeks
radiograf)
4. Obturasi yang berlebih (keluar dari apeks)x
5. Menetapnya tanda atau gejala (pembengkakan, nyeri, sensitif
saat mengunyah)
6. Kebocoran di korona
7. Debridement atau disinfeksi saluran akar yang tidak adekuat
8. Proteksi dari restorasi yang tidak adekuat
9. Fraktur akar vertical
21
a. Keadaan properawatan jaringan periapikal secara radiografis, jika
gigi tidak mengalami tanda radiolusensi pada periapeks,
kemungkinan keberhasilan perawatan pada kasus mencapai 95%.
Pada gigi yang disertai periodontitis apikalis (terdapat radiolusensi
di periapeks) menunjukkan keberhasilan perawatan sebesar 85%.
Hasil perawatan endodontik mencapai lebih baik bila lesi periapeks
properawatan berukuran kecil.
b. Kualitas pengisian saluran akar.
c. Kualitas restorasi korona.19
Pada kasus diskenario prognosis baik jika perawatan saluran akar
berhasil, restorasi mempunyai retensi yang adekuat serta sikap
kooperatif pasien. Selain itu, akar gigi permanen dewasa telah terjadi
penutupan sempurna pada apikal dibandingkan pada gigi immature
yang masih terbuka sehingga memudahkan perawatan yang dilakukan.
22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Abses periapikalis kronis adalah keadaan yang timbul akibat lesi yang
bertahan lama yang telah menyebabkan abses yang mengadakan drainase
ke permukaan. Penyakit ini merupakan akibat dari nekrosis pulpa dan
telah menyebar melalui tulang dan jaringan lunak untuk membentuk stma
saluran sinus (sinus tract).
Prognosis pada kasus ini dikatakan berhasil jika pasien sudah tidak ada
keluhan dan tidak ada lagi sel-sel inflamasi pada jaringan periradikuler
setelah perawatan selesai, dan dikatakan gagal jika pasien mengalami
keluhan (bengkak, sakit, dll) atau penyakit bertambah parah (terdapat
radiolusensi pada periapikal atau bertambahnya luasnya radiolusensi
tersebut).
3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, maka dari
itu penulis mengharapkan makalah ini dapat disempurnakan, mengenai
penjelasan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan
sumber - sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung
jawabkan.
23
DAFTAR PUSTAKA
24
16. Langland OE, Langlais RP, preece JW. Principles of Dental Imaging:
Radiology diagnosis of periapical disease. Ed 2. USA: Lippincott
Williams & Wilkins; 2002. P 414
17. Bachtiar Z. A. Perawatan saluran akar pada gigi permanen anak
dengan bahan gutta percha. Jurnal PDGI. 2016 Mei 2;65(2):61-2
18. Fatmawati D. W. A. Macam-macam restorasi rigid pasca perawatan
endodontia. Stomatognatic (J.K.G. Unej). 2011;8(2):101
19. Patel S, Barnes J. Prinsip Endodontik. Ed 2. Jakarta: EGC; 2016.
142,144 h
20. Ingle JI. Pdq endodontics. 2nd Ed. USA: People’s Medical Publishing
House; 2009. p. 29
21. Triharsa S. Ema Mulyawati. Perawatan saluran akar satu kunjungan
pada pulpa nekrosis disertai restorasi mahkota jaket porselen fusi metal
dengan pasak fiber reinforced composit. Maj Ked Gi, Jun 2013; 20(1):
71-77.
22. Santosa L. Yulita K. Perawatan saluran akar satu kunjungan gigi molar
kedua kiri mandibula nekrosis pulpa dan lesi periapikal. MKGK
Agustus 2016; 2(2): 65-71
23. United Health Care buildup post and core and retention. Converage
burdetine; Aug 2018: 2.
24. Rahma T. Tri EU. Perawatan saluran akar satu kunjungan pada gigi
molar pertama kanan mandibula nekrosis pulpa dengan abses
periapikal dan fistula. Maj Ked Gi Jan 2011; 18(1): 117-121
25. Torabinejad M., Richard E.W., Ashraf F.F. Endodontics principles and
practice. 5th Ed. Missouri: Elsevier, 2009. 56, 59, 304, 312 pp.
26. Ingle J., Leif K.B. Endodontics. 5th Ed. London: BC Decker Inc, 2002.
893-4 p.
25