Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Skenario 3 Blok 12

Fasilitator: Drg. Abu Bakar, M.Med.Ed., Ph.D.

KELOMPOK TUTORIAL 3 :

Ketua : ErdinaWira Rizkiani (2110070110025)


Sekretaris : Lovenikhlasi Radanti (2110070110023)

1. Anggun Rahmania (2110070110015)


2. M. Shalahuddin Almajiid (2110070110035)
3. Tasya Fauziah Utari (2110070110055)
4. Wikhe Baslen Raflesia (2110070110059)
5. Wirhan Ramadhan Letmi (2110070110063)
6. Natasya Salsabila (2110070110064)
7. Wahdini Amanda (2110070110067)
8. Sanita Ayu Siagian (2110070110068)
9. Sevina Makhnolia (2110070110079)
10. Astrid Risal (2110070110085)
11. Yovi Fathia Tamara (2110070110097)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
2023
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhamamad SAW yang
kita nanti-nsntikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah blok 12 skenario 3 ini.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritikan serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat
menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen
pembimbing dalam menulis makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Padang, 07 Maret 2023

Kelompok Tutorial 3

DAFTAR ISI

ii
HALAMAN JUDUL.......................................................................................................

KATA PENGANTAR.................................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1

1.1.2 Rumusan Masalah......................................................................................... 1

1.1.3 Tujuan Pembelajaran.................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Klarifikasi istilah................................................................................................ 3

2.2 Menetapkan Permasalahan................................................................................. 4

2.3 Curah Pendapat.................................................................................................. 4

2.4 Menganalisis permasalahan............................................................................... 7

2.5 Tujuan Pembelajaran........................................................................................ 7

2.6 Belajar Mandiri.................................................................................................. 8

2.7 Melaporkan Hasil Belajar Mandiri.................................................................... 8

BAB III KESIMPULAN............................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 14

BAB I

iii
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pencabutan gigi merupakan tindakan bedah minor pada bidang kedokteran gigi yang
melibatkan jaringan lunak maupun jaringan keras.1Tindakan pencabutan gigi memiliki
kesulitan yang multifaktorial, salah satu hal yang perlu dinilai adalah kedalaman dan sudut
gigi. Kesulitan dalam pencabutan gigi dapat meningkat apabila terjadi penurunan densitas
tulang, morfologi akar yang rumit, gigi dengan restorasi yang besar dan gigi yang rapuh
karena adanya perawatan endodontik. Terdapat beberapa komplikasi pencabutan gigi seperti
pendarahan, pembengkakan akibat infeksi, dry socket, kerusakan saraf, tertinggalnya akar
gigi pada sinus maksilaris, serta terjadinya perforasi sinus maksilaris.
Salah satu komplikasi dari pencabutan gigi adalah perforasi sinus maksilaris. Sinus
maksilaris merupakan daerah yang berpotensi terjadinya komplikasi saat tindakan pencabutan
gigi molar atas. Perforasi sinus maksilaris dapat menyebabkan terbentuknya oroantral
communication (OAC). OAC adalah suatu keadaan patologis terjadinya hubungan antara
rongga hidung/antrum dengan rongga mulut. Keadaan ini merupakan komplikasi pencabutan
gigi posterior rahang atas yang insidennya berkisar 0.31%-3.8%. Etiologi terjadinya OAC
adalah komplikasi paska ekstraksi gigi posterior rahang atas atau patahnya akar palatal gigi
molar, destruksi dasar sinus akibat kelainan periapikal, dan juga perforasi dasar sinus dan
membran sinus akibat pemakaian instrumen yang salah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana struktur anatomi dari sinus maxilaris?
2. Mengapa terjadinya oroantral komunikasi?
3. Apakah oroantral komunikasi ini merupakan suatu kegagalan pada dokter gigi dalam
melakukan tindakan?
4. Bagaimana tahapan nose blowing test yang dilakukan dokter gigi sesuai dengan
scenario?
5. Apa penyebab saat pasien berkumur airnya mengalir ke hidung?
6. Bagaimana cara penatalaksanaan untuk kasus oroantral komunikasi?
7. Apa yang akan terjadi jika oroantral komunikasi dibiarkan saja?
8. Apa akibat yang akan terjadi pada pasien jika pasien mengalami oroantral
komunikasi?

iv
9. Apakah diskenario diperlukan pemeriksaan penunjang? Jika iya apa pemeriksaan
penunjang yang di lakukan?
10. Komplikasi apa saja yang terjadi apabila kasus ini tidak segera ditangani?

1.3 Tujuan Pembelajaran

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang gejala klinis komplikasi


pencabutan
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang pemeriksaan komplikasi
pencabutan
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang diagnosis komplikasi
pencabutan
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang perawatan OAC

v
BAB II

PEMBAHASAN

Skenario 3

SALURAN YANG TAK DIHARAPKAN

Seorang perempuan berusia 40 tahun datang ke RSGM dengan keluhan ingin mencabut
gigi graham kiri atas karena berlubang besar. Pemeriksaan intra oral gigi 26 nekrosis pulpa.
Pasien dilakukan pencabutan. Setelah gigi dicabut, terlihat di pucuk akar palatal ada tulang
yang ikut terangkat. Dokter gigi curiga terjadi oroantral komunikasi, karena daerah kerja
yang dekat dengan sinus maksilaris. Kecurigaan itu bertambah saat pasien diminta berkumur
ternyata dirasakan airnya mengalir ke hidung. Untuk memastikan terjadinya oroantral
komunikasi dokter gigi melakukan nose blowing test dan dokter gigi tersebut segera
mempersiapkan perawatannya.

2.1 Klarifikasi Istilah


1. Oroantral Komunikasi
Disebut sebagai komunikasi oroantral (KOA) adalah suatu keadaan patologis
terjadinya hubungan antara rongga hidung/antrum dengan.rongga mulut. Hubungan
yang tidak wajar antara rongga mulut dan sinus maksilaris. Sering terjadi di
posterior akibat kelainan periapical.
2. Nekrosis Pulpa
Nekrosis pulpa adalah kondisi yang terjadi pada gigi yang sarafnya sudah
mati. Nekrosis pulpa merupakan kerusakan gigi yang parah dan hanya bisa diobati
dengan perawatan saluran akar atau pencabutan dan dapat menyebabkan masalah
lain pada gigi. Jika tidak segera ditangani, nekrosis pulpa dapat menyebabkan
masalah kesehatan mulut lain yang serius.
3. Nose Blowing Test
Suatu langkah yg digunakan untuk memastikan diagnosis dari oac . Pasien
diinstruksikan untuk menutup hidungnya menggunakan jarinya kemudian pasien
diminta untuk menghembuskan napas lewat hidung dalam keadaan mulut terbuka.
OAC positif apabila terdengar suara siul saat udara melewati fistula, terlihat
gelembung udara, sekresi darah atau mukoid di sekitar fistula, kaca mulut akan

vi
berkabut apabila diletakkan di bawah OAC. Dilakukan karna operator curiga apakah
pasien ada sinus maksilaris

2.2 Penetapan Permasalahan

1. Bagaimana struktur anatomi dari sinus maxilaris?


2. Mengapa terjadinya oroantral komunikasi?
3. Apakah oroantral komunikasi ini merupakan suatu kegagalan pada dokter gigi
dalam melakukan tindakan?
4. Bagaimana tahapan nose blowing test yang dilakukan dokter gigi sesuai dengan
scenario?
5. Apa penyebab saat pasien berkumur airnya mengalir ke hidung?
6. Bagaimana cara penatalaksanaan untuk kasus oroantral komunikasi?
7. Apa yang akan terjadi jika oroantral dibiarkan saja?
8. Apa akibat yang akan terjadi pada pasien jika pasien mengalami oroantral
komunikasi?
9. Apakah diskenario diperlukan pemeriksaan penunjang? Jika iya apa pemeriksaan
penunjang yang di lakukan?
10. Komplikasi apa saja yang terjadi apabila kasus ini tidak segera ditangani?

2.3 Curah pendapat

1. Bagaimana struktur anatomi dari sinus maxilaris?


Sinus maksila terletak di tulang maksila dan berbentuk piramid. Dinding
superiornya adalah dasar orbita, dinding inferiornya adalah prosessus
alveolaris, dinding medilanya adalah dinding lateral rongga hidung.
Sinus etmoid berongga-rongga yang terdiri lebih dari 1 sel. Terbagi
menjadi sinus etmoid anterior dan sinus etmoid posterior. Sinus etmoid
anterior memiliki rongga lebih banyak dari sinus etmoid posterior. Masing-
masing sel bermuara melalui ostiumnya, sinus etmoid anterior bermuara ke
meatus medial dan sinus etmoid posterior bermuara ke meatur superio

2. Mengapa terjadinya oroantral komunikasi?


Akibat komplikasi pasca pencabutan gigi posterior rahang atas yang
memiliki akar divergen dan di daerah edentulus, atau trauma atau komplikasi

vii
pasca ekstraksi gigi posterior rahang atas atau patahnya akar palatal gigi
molar, destruksi dasar sinus akibat kelainan periapikal, perforasi dasar sinus
dan membran sinus akibat pemakaian instrumen yang salah, mendorong gigi
atau akar gigi ke dalam sinus saat pencabutan gigi, derajat pneumatisasi sinus,
proses pembedahan pada sinus maksilaris atau pengambilan lesi kista yang
besar, infeksi kronik sinus maksilaris seperti osteomielitis, serta keganasan.

3. Apakah oroantral komunikasi ini merupakan suatu kegagalan pada dokter gigi
dalam melakukan tindakan?
Iya, karena Keadaan ini merupakan komplikasi ekstraksi gigi posterior
rahang atas yang insidennya berkisar 0.31%- 3.8%. Oleh karena itu, pasca
tindakan ekstraksi gigi perlu melakukan observasi lanjutan untuk
mengidentifikasi dan melakukan tindakan terukur terhadap komplikasi yang
dapat terjadi.

4. Bagaimana tahapan nose blowing test yang dilakukan dokter gigi sesuai
dengan scenario?
Nose blowing test dilakukan dengan cara selembar kapas didekatkan
pada soket dan pasien diinstruksikan untuk meniup dari hidung sambil
menutup nostril dan membuka mulut. Akan tampak gerakan pada selembar
kapas tadi atau akan nampak busa pada darah di soket, selama berkumur,
cairan akan keluar lewat hidung. Povidone iodine yang dicampur air dapat
dipakai untuk membedakan antara sekresi nasal dengan cairan kumur; yaitu
ujung suction jika didekatkan dekat fistula akan menghasilkan suara yang
mirip dengan suara botol kosong yang ditiup.

5. Apa penyebab saat pasien berkumur airnya mengalir ke hidung?


Karena terjadinya perforasi pada sinus maksilaris dimana letaknya yang
berdekatan dengan tulang gigi molar rahang atas dan ada hubungan antara
antrum yang tidak terepitelisasi pasca ekstraksi. Karena factor kerusakan
dinding dasar dari sinus maksilaris akibat pencabutan molar rahang atas yang
akarnya divergen.

6. Bagaimana cara penatalaksanaan untuk kasus oroantral komunikasi?

viii
Tergantung dari diameter oroantral komunikasi :
a. Jika diameter KOA <2 mm, hanya menekan socket dengan tampon selama
1-2 jam dan memberikan instruksi kepadapasien untuk tidak menghisap-
hisap socket, meniup-niup, dan minum meggunakan sedotan.
b. Jika diameter KOA 2-6 mm, lakukan penjahitan dengan figure of eight.
c. Jika diameter KOA >6 mm, lakukan penutupan socket dengan flap supaya
terjadi penutupan primer

7. Apa yang akan terjadi jika oroantral dibiarkan saja?


Bisa menyababkan pasien merasa sangat tidak nyaman dan juga dapat
memicu masalah sistemik pada pasien di bagian sinus maksilaris.

8. Apa akibat yang akan terjadi pada pasien jika pasien mengalami oroantral
komunikasi?
a. Infeksi
b. Regurgitasi cairan
c. Perubahan suara
d. Keluar darah dari hidung
e. Terdorongnya akar gigi ke sinus maksilari
f. Dekatnya hubungan sinus dengan akar gigi
g. Terdapat lesi periapikal pada akar gigi yang berdekatan dengan sinus
maksilaris
h. Fraktur tuberositas maksilaris yang sangat dekat dengan sinus
i. OAC yang tidak tertutup spontan dan tetap paten akan menyebabkan
terjadinya migrasi epitel mulut kedalam kerusakan, sehingga terbentuk
Oro-antral fistula (OAF).

9. Apakah diskenario diperlukan pemeriksaan penunjang? Jika iya apa


pemeriksaan penunjang yang di lakukan?
a. KIE kepada pasien, memakan makanan yang lunak, penggunaan sedotan,
dilarang merokok
b. Menguasai anatomi gigi, penggunaan instrument ekstraksi yang tepat dan
tenaganya tidak berlebihan

ix
c. Pembuatan radiografi periapikal untuk mengetahui morfologi gigi atau
radiografi periapikal dan panoramik untuk analisis morfometrik pra
pencabutan gigi, sehingga jika diketahui jarak sinus terlalu dekat dan akar
gigi divergen, maka hindarkan pencabutan gigi secara intraalveolar,
namun lakukan dengan cara separasi gigi.
d. Anamnesis, apakah ada gejala sinusitis sebelumnya atau tidak, lakukan
rontgen, melakukan perencanaan perawatan. Jangan mencabut akar gigi
atas yang patah.

10. Komplikasi apa saja yang terjadi apabila kasus ini tidak segera ditangani?
Jika kasus ini dibiarkan saja dan tidak ditangani maka akan menyebabkan
banyak gangguan pada pasien,seperti jika pasien ingin meminum cairan,maka
cairan tersebut akan keluar melaluo hidung dan mengalir lewat hidung,dan itu
bisa saja menyebabkan komplikasi

2.4 Menganalisis Permasalahan

Komplikasi Pasca
Pencabutan Gigi

KLASIFIKASI

Gejala Klinis Perawatan OAC

Pemeriksaan

Diagnosis

2.5 Tujuan pembelajaran

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang gejala klinis komplikasi


pencabutan
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang pemeriksaan komplikasi
pencabutan

x
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang diagnosis komplikasi
pencabutan
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang perawatan OAC

2.6. Belajar Mandiri

Pada tahap ini kami melakukan belajar mandiri, yaitu dengan mencari berbagai
literature yang berhubungan dengan tujuan pembelajaran baik dari web journal, buku,
maupun dari pakarnya secara langsung.

2.7 Melaporkan hasil belajar mandiri

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang gejala klinis komplikasi


pencabutan
Komplikasi akibat pencabutan gigi dapat terjadi karena berbagai faktor dan
bervariasi pula dalam hal yang ditimbul- kannya. Komplikasi dapat digolongkan
menjadi intraoperatif, segera sesudah pencabutan dan jauh setelah pencabutan.1
Komplikasi yang sering ditemui pada pencabutan gigi antara lain perdarahan,
pembengkakan, rasa sakit, dry socket, fraktur, dan dislokasi mandibula.

Tanda dan gejala klinis dry socket antara lain :


a. Dry socket muncul pada hari 1-3 setelah pencabutan gigi dengan durasi
b. biasanya hingga 5-10 hari.
c. Hilangnya bekuan darah pada soket bekas pencabutan dan biasanya dipenuhi
oleh debris.
d. Rasa sakit yang hebat dan ‘berdenyut’ dimulai sejak 24-72 jam setelah
pencabutan gigi dan dapat menjalar hingga ke arah telinga dan tulang
temporal.
e. Pada soket bekas pencabutan, tulang alveolar sekitar diselimuti oleh lapisan
jaringan nekrotik berwarna kuning keabu-abuan.

xi
f. Inflamasi margin gingiva di sekitar soket bekas pencabutan.
g. Mukosa sekitar biasanya berubah warna menjadi kemerahan.
h. Ipsilateral regional lymphadenopathy
i. Halitosis

2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang pemeriksaan komplikasi


pencabutan
Pasien diinstruksikan untuk tidak makan makanan yang keras. Pasien harus
makan makanan yang lunak dan diinstruksikan untuk minum cairan dari sisi yang
berlawanan untuk menghindari trauma pada tempat operasi. Kurangi aktivitas fisik
yang berat karena dapat meningkatkan tekanan intra-sinusoidal harus dihindari
sampai terjadi penyembuhan. Dilarang meniup hidung dan bersin dengan mulut
tertutup selama 2 minggu. Pasien harus membuka mulut saat batuk atau bersin.

3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang diagnosis komplikasi


pencabutan
Penentuan diagnosis dapat dilakukan dengan cara probing silver secara hati
hati, nose blowing test yaitu selembar kapas didekatkan pada soket dan pasien
diinstruksikan untuk meniup dari hidung sambil menutup nostril dan membuka
mulut. Akan tampak gerakan pada selembar kapas tadi atau akan nampak busa dan
darah pada soket,selama berkumur cairan akan keluar dari hidung. Jika sudah
terjadi seperti itu maka sudah dipastikan bahwa pasien mengalami oroantral
komunikasi

4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang perawatan OAC


Perawatan terbagi menjadi 2 yaitu perawatan segera tanpa prosedur pembedahan
dan perawatan tertunda dengan prosedur pembedahan.

xii
1) Perawatan segera dgn tujuan u/ mencegah perawatan komunikasi oroantral
menjadi fistula oroantral yg persisten maupun sinusitis maksilaris.
a. Oroantral dgn ukuran diameter <2mm
Pilihan yang tersedia untuk perawatan OAC bervariasi, terutama
tergantung pada ukuran defek. OAC yang berdiameter 5 mm atau lebih
kecil kemungkinan besar akan menutup secara spontan tanpa memerlukan
intervensi bedah apa pun. Oroantal komunikasi dengan ukuran
diameternya 2 mm atau lebih kecil cenderung menutup secara spontan, ini
dikarenakan tulang alveolar dapat sembuh dengan sendirinya.
Pada pasien dengan keadaan umum yang baik tanpa adanya kelainan
sinus, serta diameter OAC yang terjadi < 2 mm, maka tindakan yang perlu
dilakukan menekan soket dengan tampon selama 1-2 jam atau dilakukan
prosedur penjahitan dengan tujuan memposisikan jaringan sehingga
pembekuan darah yang optimal dapat tercapai. Pemberian oxidized
cellulose pada soket bekas pencabutan juga dapat membantu kestabilan
bekuan darah. Setelah itu, memberikan instruksi pasca ekstraksi gigi
dengan perlakuan khusus pada sinus(sinus precaution), yaitu hindari
meniup,menyedot-nyedot ludah, menghisap-hisap soket,minum melalui
sedotan atau merokok selama 24jam pertama.
b. Oroantral dgn ukuran diameter 2 mm - 6 mm
Diperlukan tindakan yaitu meletakkan sponge gauze serta penjahitan
soket gigi secara figure of eight untuk menjaga agar bekuan darah tetap
berada dalam soket.
Pemberian instruksi sinus precaution selama 10-14 hari dan pemberian
obat-obatan antibiotika.
c. Oroantral Komunikasi dengan diameter > 6 mm
Jika ukuran OAC > 6 mmmaka sebaiknya dilakukan tindakan
penutupan soket dengan flap supaya terjadi penutupan primer. Flap harus
bebas dari tarikan dan posisi flap sebaiknya terletak di atas tulang. Prosedur
ini merupakan prosedur yang kompleks dan harus ditangani oleh ahli bedah
mulut yang berpengalaman.
 Perawatan bedah

xiii
Sebelum penutupan lubang oroantral, langkah penting yang
perlu diperhatikan terlebih dahulu yaitu mengeliminasi infeksi sinus
baik akut maupun kronis. Keberhasilan penutupan lubang oroantral
dengan cara pembedahan tergantung pada pengontrolan infeksi sinus
akut maupun kronik, yaitu dengan pengambilan jaringan sinus yang
berpenyakit dan drainase nasal yang memadai. Infeksi sinus harus
dikontrol sebelum pembedahan dengan pemberian antibiotik
spektrumluas, seperti Ampicillin, dekongestan sistemik, dan tetes
hidung. Apabila terdapat penyakit sinus, maka jaringan sinus yang
berpenyakit perlu dihilangkan dengan prosedur caldwell -luc dan
drainase yg dilakukan dengan cara pembuatan jendela melalui dinding
lateralmaksila diatas apikal gigi yang bersangkutan.
Jika KOA telah terjadi, seorang dokter gigi harus mampu mengevaluasi
terjadinya KOA dan menilai seberapa jauh KOA tersebut terjadi. Pada pasien
dengan keadaan umum yang baik tanpa kelainan sinus, maka jika diameter
KOA yang terjadi < 2 mm, maka tindakan yang perlu dilakukan hanya
menekan soket dengan tampon selama 1-2 jam dan memberikan instruksi
pasca ekstraksi gigi dengan perlakuan khusus pada sinus (sinus precaution),
yaitu hindari meniup, menyedot-nyedot ludah, menghisap-hisap soket, minum
melalui sedotan atau merokok selama 24 jam pertama. Namun, jika KOA yang
terjadi berukuran sedang (diameter 2-6 mm), maka perlu tindakan tambahan
yaitu meletakkan sponge gauze serta penjahitan soket gigi secara figure of
eight (gambar 3) untuk menjaga agar bekuan darah tetap berada dalam soket.
Selain itu ditambah dengan pemberian instruksi sinus precaution selama 10-
14 hari dan pemberian obat-obatan antibiotika seperti penisilin atau
klindamisin selama 5 hari, serta dekongestan oral maupun nasal spray untuk
menjaga ostium tetap paten sehingga tidak terjadi sinusitis maksilaris. Jika
ukuran KOA > 6 mm maka sebaiknya dilakukan tindakan penutupan soket
dengan flap supaya terjadi penutupan primer. Flap harus bebas dari tarikan dan
posisi flap sebaiknya terletak di atas tulang. Variasi jenis flap yang sering
dilakukan untuk penutupan KOA antara lain buccal flap, palatal flap, buccal
fat pad, gold foil dan lain sebagainya.

xiv
Pada pasien dengan riwayat sinusitis kronik, maka terjadinya KOA yang
berdiameter kecil sekalipun akan sukar sembuh dan dapat menyebabkan KOA
permanen serta terepitelialisasi menjadi fistula. Sebaiknya pada pasien dengan
riwayat penyakit tersebut, segera dilakukan penjahitan secara figure of eight dan
beri instruksi sinus precaution.

xv
BAB III

KESIMPULAN

Gigi impaksi adalah gigi yang sebagian atau seluruhnya tidak erupsi dan posisinya
berlawanan dengan gigi lainya, jalan erupsi normalnya terhalang oleh tulang dan jaringan
lunak, terblokir oleh gigi tetangganya, atau dapat juga oleh karena adanya jaringan patologis.
Impaksi dapat diperkirakan secara klinis bila gigi antagonisnya sudah erupsi dan hampir
dapat dipastikan bila gigi yang terletak pada sisi yang lain sudah erupsi.

Impaksi gigi molar ketiga baik parsial maupun total, masing-masing dapat menyebabkan
masalah serius dan berpotensi menimbulkan komplikasi ringan sampai berat yang bahkan
dapat mengancam jiwa. Salah satu komplikasi dari gigi molar ketiga yang impaksi yaitu
perikoronitis. Selain berupa gejala lokal, peradangan kecil ini dapat berubah menjadi abses
yang terlokalisasi atau bahkan dapat menyebar ke ruang fascial jaringan lunak yang
berdekatan, sehingga mengarah ke kondisi yang mengancam jiwa jika tidak diobati.
Diagnosis yang tepat harus dibuat berdasarkan riwayat kasus secara menyeluruh,
pemeriksaan klinis dan evaluasi hasil gambaran radiografi.

xvi
DAFTAR PUSTAKA

Management of oroantral communication using buccal advanced flap and antrostomi. (2019).
the pan african medical journal.
E A Durnovo et al. Atomatologiia (mosk) . (2019). modern view on the problem of oroantral
fistula closure.
Department of dentistry oral/maxilofacial surgery. brooklyn hospital USA . (2012). oroantral
communication .
Gambaran faktor risiko dan komplikasi pencabutan gigi di RSGM PSDG FK UNSRAT
TEXTBOOK OF ORAL AND MAXILLOFACIAL SURGERY.
Natasha bhalla et al. (2021). management of oroantral communiactions . oral maxillofac surg
clin north am.
Padersen Gordon W. (2016). oral surgery.
Poedjiastoeti W. (2018). komunikasi oroantral etiologi dan penatalaksanaannya oroantral
communication the etiology and management. of dentomaxillofacial science, 10(2),
116.

xvii

Anda mungkin juga menyukai