Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“AKIBAT KEBUT-KEBUTAN”
BLOK VI.IV(BLOK 21)
SKENARIO 1

Pembimbing:
drg. Firdaus M,Si

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 1


Ketua : NURUL AFDILLA (2010070110059)
Sekretaris : AISYA PUTRI UTAMI (2010070110084)
Anggota:
1. AISHA FATIHATUR RAHMAH (2010070110010)
2. WINDA ATIKA (2010070110012)
3. ELLSA APRILIA PRATIWI (2010070110013)
4. RAHMAT IZZUDIN ABDARI (2010070110020)
5. SITI AISYAH (2010070110027)
6. FARHAN ALFARISI (2010070110031)
7. HANA AZZAHRA (2010070110043)
8. APRILIANTI (2010070110052)
9. KHUSNUL KHOTIMAH (2010070110056)
10. MUHAMMAD ALIF GEMILANG (2010070110073)
11. ISMATUL IFFA (2010070110087)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang kami ucapkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan Rahmah Hidayah, dan Inayah-Nya kepada kami. Sholawat
beriring salam tak lupa kami sanjungkan untuk nabi besar Muhammad saw
yang telah membawa kita dari zaman jahiliyyah menuju zaman yang penuh
ilmu pengetahuan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“Akibat Kebut-kebutan”
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak, terutama Drg. Firdaus, M.Si selaku dosen
pembimbing sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu, kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih
ada kekurangan, baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasa. Oleh
karena itu, dengan tangan terbuka, kami menerima segala saran dan kritik
dari dosen pembimbing agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini Blok V1.4 Skenario 1
tentang “AKIBAT KEBUT-KEBUTAN” ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi kepada pembaca.

Padang, 07, juni 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah..................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................1
1.3 Tujuan Pembelajaran.......................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Klasifikasi istilah...............................................................3
2.2 Penetapan Masalah...........................................................3
2.3 Curah Pendapat................................................................3
2.4 Menganalisis Masalah......................................................6
2.5 Tujuan Pembelajaran.......................................................7
2.6 Belajar Mandiri.................................................................7
2.7 Melaporan Hasil Belajar Mandiri...................................7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................16
DAFTAR PUSTAKA....................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Traumatik injuri pada rongga mulut dan sekitarnya merupakan kasus yang
banyak terjadi di kalangan anak dan remaja, sehingga mernbutuhkan perhatian
baik dan teliti mengenai perawatan dari dokter gigi. Cedera traumatik pada
anak dikatakan hampir 30 persen anak pernah mengalami trauma pada gigi dan
wajah pada saat bermain, berolah raga atau aktivitas lainnya. Trauma yang
melibatkan gigi depan tetap atas sering terjadi pada usia 8 sampai 12 tahun.
Penyebab trauma pada gigi permanen antara lain jatuh dari sepeda, berkelahi,
kecelakaan lalu lintas dan olahraga.
Gigi yang mengalami trauma harus diperiksa apakah gigi tersebut
mengalami fraktur, kegoyangan, perubahan posisi, cedera pada ligamen
periodontal dan tulang alveolar, serta trauma pada jaringan pulpa. Periksa pula
adanya kemungkinan keterlibatan gigi yang berada di rahang
lawannya.Keparahan trauma pada gigi geligi tersebut dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa bagian, yang salah satu diantaranya adalah lepasnya seluruh
bagian gigi dari soket atau yang biasa kita sebut dengan avulsi. Untuk
menanganinya, dokter gigi perlu melakukan suatu tindakan untuk
mengembalikan gigi ke dalam soketnya semula, tindakan ini disebut replantasi
gigi. Golden periode untuk melakukan replantasi gigi adalah 2 jam setelah gigi
tersebut terlepas. Apabila gigi direplantasi lebih dari 2 jam, kemungkinan gigi
akan menjadi non vital sehingga gigi tersebut perlu dilakukan perawatan
endodontik setelah difiksasi. Bila gigi avulsi tidak segera dirawat, secara
signifikan dapat menimbulkan dampak negatif bagi anak, yaitu gangguan
fungsi, estetis, dan psikologi.
Keberhasi1an perawatan dari gigi yang avulsi tergantung dari berapa lama
terjadinya, tempat kejadian, tindakan apa yang dilakukan pertama kali ketika
terjadinya gigi avulsi dan bagaimana cara penanganan gigi avulsi tersebut.
Prognosis dari trauma yang meliputi gigi dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu
tingkat kerusakan atau luas dari kerusakan yang dialami, apakah kerusakan
yang dialami meliputi jaringan lain di sekitar gigi, seperti jaringan lunak
maupun jaringan keras seperti tulang rahang, kualitas dan kesegeraan dari
perawatan yang dilakukan setelah terjadi trauma serta evaluasi dari
penatalaksanaan selama masa penyembuhan.
2

1.2 Rumusan Pembelajaran


1. Bagaimana gambaran klinis umum pasien yang mengalami avulsi?
2. Mengapa pada seknario gigi pasien tidak perlu dicabut?
3. Apa diagnosis ari kasus yang ada di scenario?
4. Apa pemeriksaan yang dapat dilakukan pada kasus diskenario?
5. Bagaimana cara dokter gigi memasukan Kembali gigi yg avulsi?
6. Apa perawatan yang dilakukan dokter gigi terhadap pasien sesuai
scenario?
7. Bagaimana KIE pada pasien ?
8. Bagaimana prognosis kasus pada skenario?

1.3 Tujuan Pembelajaran


1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang pemeriksaan dan gambaran
klinis terkait kasus pada scenario
2. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis terkait kasus pada
scenario
3. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi fraktur ellis
4. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan terkait kasus pada
scenario
5. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis dan KIE terkait kasus
pada skenario
BAB II
PEMBAHASAN

"Akibat kebut-kebutan"
Seorang pasien laki laki berusia 21 tahun dibawa ke UGD akibat kecelakaan
kendaraan bermotor, setelah diperiksa terlihat beberapa luka lecet dan keluhan gigi
depan atas patah, setelah dilakukan perawatan di UGD, kemudian pasien tersebut
dirujuk kepoli gigi. Hasil pemeriksaan intra oral terlihat gigi 11 avulsi, gigi 21
fraktur mengenai pulpa. Dokter gigi menjelaskan bahwa giginya tidak perlu di
cabut, tapi harus dilakukan perawatan.

2.1 Klarifikasi istilah


1. Avulsi : Kehilangan gigi dari soket karena trauma. Accidental trauma, gigi
yang biasanya erupsi dari gigi insisivus sentralis atas, merupakan jenis gigi
cedar yang paling sulit karena menyebabkan trauma yang paling parah dan
merusak ligamen periodontal, sementum, dan gingiva.

2.2 Menetapkan Permasalahan


1. Bagaimana gambaran klinis umum pasien yang mengalami avulsi?
2. Mengapa pada seknario gigi pasien tidak perlu dicabut?
3. Apa diagnosis dari kasus yang ada di scenario?
4. Apa pemeriksaan yang dapat dilakukan pada kasus diskenario?
5. Bagaimana cara dokter gigi memasukan Kembali gigi yg avulsi?
6. Apa perawatan yang dilakukan dokter gigi terhadap pasien sesuai
scenario?
7. Bagaimana KIE pada pasien ?
8. Bagaimana prognosis kasus pada skenario?

2.3 Curah Pendapat


1. Bagaimana gambaran klinis umum pasien yang mengalami avulsi?
 Perdarahan bturan, gigi yang lepas dari soketnya, pasien mulai sedikit
panik. Ada rasa sakit yang parah, ada pembengkakan.

2. Mengapa pada seknario gigi pasien tidak perlu dicabut?


4

 Gigi 11 dan 21 masih bisa dirawat. Pasien segera pergi ke dokter gigi,
soket belum nekrotik, gigi yang fraktur masih dalam keadaan baik,
sehingga dokter gigi tetap dapat melakukan perawatan. Untuk pencabut
harus melihat indikasi serta kontra indikasi dair pencabutan.

3. Apa diagnosis dari kasus yang ada di scenario?


 Gigi 11 fraktur elis klas 5, gigi 21 fraktur elis klas 3 karena
meliputi enamel.

4. Apa pemeriksaan yang dapat dilakukan pada kasus diskenario?


 Pemeriksaan kondisi rongga mulut, ekstraoral (TMJ), penunjang
(rontgen periapikal)
Periksa kondisi rongga mulut, periksa alveolus apakah gigi masih bisa
dipasang kembali, apakah gigi yang patah masih vital atau tidak, apakah
ada pembengkakan atau tidak, apakah ada nyeri atau tidak.x-ray untuk
melihat apakah ada fraktur akar atau pergerakan gigi yang berdekatan
jika ada fraktur rahang.

5. Bagaimana cara dokter gigi memasukan Kembali gigi yg avulsi?


 Di bawah anestesi lokal, dokter gigi memegang gigi di mahkota,
membilas, perlahan mendorong gigi ke dalam soket. Tujuan penanaman
kembali adalah untuk mengembalikan fungsi normal gigi. Setelah
dimasukkan, pasien diinstruksikan untuk menggigit, , lalu fiksasai,
occlusal adjustment. Bersihkan akar gigi dengan mengalirkan nacl
dan aseptik.

6. Apa perawatan yang dilakukan dokter gigi terhadap pasien sesuai


scenario?
 Gigi 11 replantasi,splinting.. Gigi 21 perawatan konservasi, PSA
setelah itu restorasi.

7. Bagaimana KIE pada pasien ?


 Instruksikan pasien untuk tidak melakukan olahraga berbahaya
dan tidak mengunyah dengan bantuan gigi yang dirawat. Jika
5

pasien berolahraga, pasien harus memakai pelindung, dan


mematuhi jadwal kontrol.

8. Bagaimana prognosis kasus pada skenario?


 Tergantung pada apakah tindakan pertama pasien berjalan dengan
baik, jika Tindakan awalnya berjalan baik maka prognosisnya
juga baik. Pada scenario prognosisnya baik karena pasien
langsung ke UGD terdekat dan tidak ada riwayat sistemik.
6

2.4 Menganalisis Permasalahan

Akibat kebut-
kebutan

Pemeriksaan Diagnosis

Gambaran klinis Avulsi ( gigi 11) Fraktur ( gigi 21)

Klasifikasi
Penatalaksanaan Prognosis

KIE
7

2.5 Learning objective


1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang pemeriksaan dan gambaran
klinis terkait kasus pada scenario
2. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis terkait kasus pada
scenario
3. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi fraktur ellis
4. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan terkait kasus pada
scenario
5. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis dan KIE terkait kasus
pada skenario

2.6 Belajar Mandiri


Pada step ini kami melakukan belajar mandiri, yaitu dengan mencari
berbagai literature yang berhubungan dengan tujuan pembelajaran baik dari
internet, buku, medical journal, maupun bertanya kepada pakarnya langsung.

2.7 Melaporkan Hasil Belajr Mandiri


2.7.1 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang pemeriksaan dan gambaran
klinis terkait kasus pada scenario
PEMERIKSAAN
a. Pemeriksaan subjektif (Anamnesis)
Anamnesis berupa tanya jawab antara pasien dengan dokter yang
bertujuan untuk menanyakan data diri pasien berupa
nama,alamat,usia,riwayat dental, riwayat penyakit sistem, keluhan
utama pasien dan beberapa hal yang berhubungan dengan diri pasien.
Anamnesis pada pasien dengan fraktur gigi merupakan salah satu
komponen yang cukup penting. Anamnesis dilakukan untuk mencari
etiologi, mekanisme trauma, faktor risiko, dan riwayat perawatan gigi.

b. Pemeriksaan ekstraoral
Pemeriksaan ekstraoral merupakan pemeriksaan yang dilakukan di
daerah sekitar mulut bagian luar. Meliputi :
 pemeriksaan bentuk wajah pasien : persegi,lonjong atau lancip
8

 profil wajah pasien : lurus, cembung atau cekung


 proposi wajah pasien : simetris atau asimetris
 bibir : hypotonus (normal), hypertonus (tebal)
 pemeriksaan TMJ

c. pemriksaan pada pergerakan mandibula : dengan


menggunakan ROM (range of motion) atau ketebatasan pengerakan
mandibula, dengan cara pasien diinturksikan untuk membuka mulut dan
menggerakan mandibula ke lateral,kedepan dan kebelakan, bisa juga
diukur dengan Pemeriksaan intraoral
Pemeriksaan fisik pada fraktur gigi dilakukan terutama untuk
membedakan fraktur dan retak pada gigi. Pemeriksaan yang harus
dilakukan meliputi:
 Inspeksi :
o Laserasi, diskolorasi, ekimosis jaringan lunak
o Benda asing
o Perdarahan intraoral
o Disposisi rahang atau trismus dapat muncul pada fraktur
mandibula
o Deskripsi deformitas dan jenis fraktur gigi
o Palpasi
o Dilakukan untuk menilai mobilisasi gigi atau fragmen gigi.
 Perkusi :
o Perkusi dengan spatula lidah/tongue blade. Nyeri saat perkusi
menunjukkan adanya keterlibatan periodontal.
 Uji sensitifitas
o Nilai sensitifitas gigi terhadap udara, cairan hangat, dan cairan
dingin
 Tes khusus
o Tes transiluminasi : gigi yang mengalami keretakan atau fraktur
akan menghalangi transmisi cahaya ke korona gigi
9

o Tes wedging : dilakukan untuk membedakan gigi retak dan


fraktur. Apabila terdapat fragmen yang dapat digerakkan,
kemungkinan terjadi fraktur
o Tes gigit : dilakukan dengan mengigit bola kapas, jika terdapat
nyeri pada saat melepas gigitan, kemungkinan terjadi fraktur atau
retak.
 memasukan tiga jari ke dalam mulut pasien. Perhatikan apakah ada
penyimpangan gerak (deviasi) atau pasien kesulitan dalam
membuka mulut (trismus).

d. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang merupakan komponen yang penting dalam
diagnosis fraktur gigi. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah foto
x-ray mandibula anteroposterior (AP) atau radiografi panoramik
ortopantomogram (OPG). Apabila terdapat fragmen gigi yang tidak
dapat ditemukan, lakukan pemeriksaan x-ray toraks, leher lateral, atau
abdomen untuk mencari ada atau tidaknya fragmen gigi pada jalan
napas atau tertelan.

GAMBARAN KLINIS
Pada gigi dengan fraktur mencapai pulpa, gambaran klinis yang
terlihat adalah :
 Tes sensibilitas pulpa biasanya positif
 Sensitif terhadap perkusi.
 Fragmen koronal, atau mesial atau distal, biasanya ada dan
bergerak
 Luasnya fraktur (sub-alveolar atau supra-alveolar) harus dievaluasi
 Perpanjangan apikal fraktur biasanya tidak terlihat

Pada pasien yang mengalami avulsi nyeri hebat tiba tiba pada sendi
rahang dan fraktur, pembengkakan serta perubahan suhu pada rongga
mulut.
10

2.7.2 Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis terkait kasus pada scenario


Berdasarkan scenario, diketahui gigi 11 mengalami avulsi dimana
gigi lepas dari soket secara keseluruhan disebut Fraktur Ellis klas V.
namun perlu dicek kembali apakah ada fragmen atau bagian dari gigi
tersebut yang patah atau tertinggal di dalam soket.
Sedangkan gigi 21 mengalami patah hingga pulpanya terekspos
disebut Fraktur Ellis klas III. Hal ini juga perlu didukung pemeriksaan
penunjang untuk mengecek kembali apakah ada kelainan atau fraktur
pada bagian akar dan yang lainnya atau tidak.

2.7.3 Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi fraktur ellis


Klasifikasi fraktur menurut ellis dan davey membagi menjadi 9 kelas yang
terdiri dari kelas 1hingga kelas 8 untuk gigi permanent sedangkan kelas 9
untuk gigi sulung.

Klasifikasi menurut Ellis dan Davey


Ellis dan Davey (1970) menyusun klasifikasi fraktur pada gigi
anterior menurut banyaknya struktur gigi yang terlibat, yaitu:
Kelas 1: Fraktur mahkota sederhana yang hanya melibatkan jaringan
email. Ini adalah fraktur relatif tidak berbahaya melibatkan terluar
permukaan gigi. Hal ini biasanya tidak menimbulkan rasa sakit.
Kelas 2: Fraktur mahkota yang lebih luas yang telah melibatkan
jaringan dentin tetapi belum melibatkan pulpa. Fraktur ini menembus
lapisan kedua gigi yang cenderung sensitif terhadap suhu panas atau
dingin.
Kelas 3: Fraktur mahkota gigi yang melibatkan jaringan dentin dan
menyebabkan terbukanya pulpa
Kelas 4: Fraktur pada gigi yang menyebabkan gigi menjadi tidak
vital dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota.
Kelas 5: Fraktur pada gigi yang menyebabkan kehilangan gigi atau
avulsi.
11

Kelas 6: Fraktur akar dengan atau tanpa kehilangan struktur


mahkota.
Kelas 7: Fraktur pada gigi yang menyebabkan perubahan posisi atau
displacement gigi.
Kelas 8: Kerusakan gigi akibat trauma atau benturan pada gigi yang
menyebabkan fraktur mahkota yang besar tetapi gigi tetap pada
tempatnya dan akar tidak mengalami perubahan.
Kelas 9: Kerusakan gigi akibat trauma atau benturan pada gigi
sulung

2.7.4 Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan terkait kasus pada


scenario
Fraktur yang melibatkan email, dentin, sementum dan pulpa
(Catatan: Fraktur akar mahkota biasanya meluas di bawah margin
gingiva)
Sampai rencana perawatan diselesaikan, stabilisasi sementara dari
fragmen yang lepas ke gigi yang berdekatan atau ke fragmen yang tidak
bergerak harus diusahakan.
Pada gigi yang immature dengan pembentukan akar yang tidak
sempurna, akan lebih baik untuk mempertahankan pulpa dengan
melakukan pulpotomi parsial. Kalsium hidroksida yang tidak mengeras
atau semen kalsium silikat yang tidak menodai adalah bahan yang
cocok untuk ditempatkan pada luka pulpa.
Pada gigi dewasa dengan pembentukan akar yang lengkap,
pengangkatan pulpa biasanya diindikasikan. Tutup dentin yang terbuka
dengan glass-ionomer atau gunakan bahan pengikat dan resin komposit.
Pilihan Perawatan di Masa Depan:
Rencana perawatan tergantung, sebagian, pada usia pasien dan kerja
sama yang diharapkan. Pilihannya meliputi:
 Penyelesaian perawatan dan restorasi saluran akar
12

 Ekstrusi ortodontik pada segmen apikal (mungkin juga


memerlukan operasi pembentukan ulang periodontal setelah
ekstrusi)
 Ekstrusi bedah
 Perendaman akar
 Penanaman kembali yang disengaja dengan atau tanpa rotasi akar
 Pencabutan
 Autotransplantasi
Bukti saat ini mendukung splint jangka pendek, pasif, dan fleksibel
untuk splinting gigi yang mengalami luxasi, avulsi, dan fraktur akar.
Pada kasus fraktur tulang alveolar, splint gigi dapat digunakan untuk
imobilisasi segmen tulang. Ketika menggunakan splints kawat-
komposit, stabilisasi fisiologis dapat diperoleh dengan kawat baja tahan
karat dengan diameter hingga 0,4 mm. Splinting dianggap sebagai
praktik terbaik untuk mempertahankan gigi yang direposisi pada posisi
yang benar dan mendukung penyembuhan awal sambil memberikan
kenyamanan dan fungsi yang terkendali.23-25 Sangatlah penting untuk
menjauhkan komposit dan bahan pengikat dari gingiva dan area
proksimal untuk menghindari retensi plak dan infeksi sekunder. Hal ini
memungkinkan penyembuhan yang lebih baik pada gingiva dan tulang
marjinal. Waktu pemasangan splint (durasi) akan tergantung pada jenis
cedera.

Untuk Kasus Avulsi dilakukan replantasi gigi, pastikan soket gigi masih
dalam keadaan normal, lalu lakukan anastesi untuk meniadakan rasa sakit saat
13

perawatan, bersihkan gigi dengan ar mengalir jangan memegang akar gigi,

Lalu bersihkan gigi pada larutan saline, replantasi gigi tersebut, lanjutkan
dengan perawatan splinting untuk memfiksasi gigi agar tidak bergerak selama
pengunyahan. Evaluasi gigi selama 1 minggu, 6 minggu, 12 minggu, 24
minggu.

2.7.5 Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis dan KIE terkait kasus


pada scenario.
PROGNOSIS :
Adapun prognosis pada kasus di skenario ini dapat ditentukan dari
beberapa hal lamanya waktu gigi di luar mulut , apakah replantasi dilakukan
dengan segera atau tidak, Bagaimana sisa struktur jaringan keras gigi,
14

Bagaimana kondisi jaringan pendukung gigi, Apakah penyimpanan gigi yang


avulsi tersebut dilakukan dengan baik, Tidak ada kelainan periodontal dan
soket gigi avulsi tetap utuh, Bagimana kondisi kebersihan mulut dan apakah
pasien kooperatif, Jika semua kategori tadi dalam kondisi baik maka
prognosis untuk kasus pada skenario dapat dikatakan baik.

Perawatan avulsi sangat diperlukan kerjasama antara dokter gigi dan


orangtua anak. Apabila penanganan darurat avulsi telah minimal dilakukan
maka, prognosis perawatan repantasi gigi avulsi dapat lebih baik serta dapat
digunakan sebagai bahan edukasi. Penanganan darurat yang tepat diharapkan
dapat mempengaruhi prognosis yang baik terutama avulsi gigi permanen anak
usia muda. Idealnya, gigi avulsi segera dilakukan replantasi pada soket
alveolar untuk menghindari kerusakan dari jaringan ligamen periodontal.
Prognosis keberhasilan gigi avulsi yang direplantasi bergantung pada golden
period atau antara waktu terjadi gigi avulsi sampai dilakukan replantasi, tahap
perkembangan akar gigi dan kontaminasi dari lingkungan pada gigi yang
avulsi. Jika gigi terlepas dari soketnya maka prognosis untuk perawatan
replantasi tergantung dari lamanya avulsi atau lamanya gigi diluar soket
alveolar. Semakin lama gigi diluar mulut, maka ligamen periodontal akan
mengalami kematian dan prognosisnya kurang baik.
Adapun prognosis pada kasus di skenario ini dapat ditentukan dari
beberapa hal
1. lamanya waktu gigi di luar mulut , apakah replantasi dilakukan
dengan segera atau tidak dan Gigi yang avulsi sebaiknya sehat dan tidak
terdapat karies yang luas.
2. Bagaimana sisa struktur jaringan keras gigi , Tulang alveolar harus tetap
utuh agar dapat menahan gigi,tidak ada fraktur atau penyakit
periodontal
3. Bagaimana kondisi jaringan pendukung gigi seperti Ligamen
periodontal tidak tergores
4. Gigi yang avulsi sebaiknya berada pada posisi yang baik dalam
lengkungnya tanpa kelainan ortodonsi.
5. Apakah penyimpanan gigi yang avulsi tersebut dilakukan dengan baik
6. Tidak ada kelainan periodontal dan soket gigi avulsi tetap utuh
7. Bagimana kondisi kebersihan mulut
15

8. dan apakah pasien kooperatif

KIE
Pasien diinstruksikan untuk tidak mengunyah dan menggigit menggunakan
gigi-gigi depan atas atau pada gigi yang mengalami avulsi tadi, sementara
mengonsumsi makanan lunak dan menghindari kegiatan olahraga atau
kegiatan yang melibatkan aktivitas fisik yang berat agar tidak terjadi kejadian
avulsi lagi. Pasien juga diinstruksikan untuk kontrol berkala pada 1 minggu
setelah itu mungkin pada minggu ke 2,dan dilanjutkan dengan kontrol klinis
setelah 4 minggu, 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun dan kemudian tiap tahun
setelahnya.
Untuk pasien avulsi yang melakukan transplantasi KIE pada pasien yaitu
pasien diinstruksikan untuk tidak mengigit pada gigi yang dilakukan replantasi
tersebut, Pasien di instrusikan untuk berkumur menggunakan klorheksidin
0,1% sehari 2 kali selama 1 minggu, Melakukan diet lunak selama 2 Minggu
dan cairan sebaiknya disedot melalui sedotan. Setelah replantasi, pasien
dianjurkan kontrol rutin ke drg untuk tindakan selanjutnya dan evaluasi,
Pasien harus menghindari olahraga dengan kontak fisik, Sikat gigi dengan
menggunakan sikat yang lembut setiap sehabis makan.
BAB III
KESIMPULAN

Avulsi gigi adalah terlepasnya gigi secara keseluruhan dari soket karena suatu
trauma mekanis. Avulsi pada gigi permanen umumnya karena jatuh, perkelahian,
cedera olahraga, kecelakaan mobil, dan kekerasan pada anak. Pada kasus ini gigi
11 avulsi kelas 5 klasifikasi ellis. Pada gigi 21 fraktur kelas 3 klasifikasi ellis.
Fraktur mahkota yang luas dengan melibatkan dentin dan pulpa yang cukup besar.
Fraktur gigi bisa disebabkan oleh berbagai hal berikut:
• Tekanan akibat kebiasaan menggeretakan gigi.
• Tambalan gigi yang berlebihan, sehingga berbenturan dengan gigi lain di
atas atau di bawahnya saat menggigit.
• Mengunyah atau menggigit makanan keras, seperti permen, es batu, dan
kacang.
• Kecelakaan yang mengenai mulut, misalnya jatuh, tertabrak, atau cedera
saat berolahraga.
Perubahan temperatur yang ekstrem di rongga mulut, seperti langusung
mengonsumsi makanan yang panas setelah mengonsumsi minuman yang sangat
dingin.

16
DAFTAR PUSTAKA

(Bourguignon C, Cohenca N, Lauridsen E, Flores MT, O'Connell AC,


Day PF, Tsilingaridis G, Abbott PV, Fouad AF, Hicks L, Andreasen JO,
Cehreli ZC, Harlamb S, Kahler B, Oginni A, Semper M, Levin L.
International Association of Dental Traumatology guidelines for the
management of traumatic dental injuries: 1. Fractures and luxations. Dent
Traumatol. 2020 Aug;36(4):314-330. doi: 10.1111/edt.12578. Epub 2020
Jul 17. PMID: 32475015.)

Distribusi frekuensi fraktur gigi permanen dirumah sakit gigi dan mulut
universitas Muhammadiyah Yogyakarta, insisiva dental journal, vol.7 no 1 bulan
mei tahun 2018, wustha farani

Riyanti E. Penatalaksanaan Trauma Gigi Pada Anak. Jurnal Kedokteran


Gigi Anak Universitas Padjajaran. 2010.

Savas S, Kucukyilmaz E, Akcay M, Koseoglu S. Delayed Replantation


of Avulsed Teeth: Two Case Reports. Hindawi. 2015.

17

Anda mungkin juga menyukai