Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN HASIL DISKUSI KELOMPOK KECIL

BLOK 15:OROMAKSILOFASIAL DAN BEDAH MINOR

MODUL 1: PENCABUTAN GIGI

Di susun oleh: Kelompok 2

IRVAN ZULFIKAR OCTAVIANTO (1710025005)

APRIANA (1710025006)

MUHAMMAD ABDI PRAYOGA (1710025007)

ICHA TRY PUTRI (1710025021)

ANDHI DAVID MAHENDRA (1710025024)

RINA NABILA (1710025027)

AHMAD FADILLAH (1710025008)

AULYA RAHMA FADILLAH (1710025022)

AULIA NANDA FADIA USMAN (1710026038)

FAUSIA RAHMA (1710025037)

Tutor : drg. Aziz Mohpul

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia serta Kehendak-Nya lah laporan dari hasil diskusi blok 15 modul
1 yang berjudul “pencabutan gigi” ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu.

Dan tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada drg.Aziz Mophul selaku tutor kelompok
2, yang telah membantu dalam membimbing jalannya diskusi.

Tak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman kelompok 2 yang telah
turut serta dalam bepartisipasi pada diskusi ini. Laporan ini dibuat berdasarkan hasil diskusi
kelompok yang telah disepakati bersama.

Dalam pembuatan laporan modul 1 blok 15 ini tentunya memiliki kelebihan dan banyak
kekuranganbaik dalam penjelasan materi, keterbatasan penulisan, penggunaan ejaan-ejaan, serta
penyuntingan dan juga bahan-bahan refrensi yang terbatas. Maka dari itu kritik serta saran yang
bersifat membangun dapat diberikan agar laporan ini tersusun lebih baik dan bagus dari laporan
sebelumnya.

Samarinda, November 2019

Hormat Kami

Tim penyusum

2
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................................... 1
1.3 Manfaat ................................................................................................................. 1

BAB II ISI
2.1 Skenario ................................................................................................................
2.2 Step 1-Terminologi ...............................................................................................
2.3 Step 2- Identifikasi Masalah .................................................................................
2.4 Step 3- Analisa masalah ........................................................................................
2.5 Step 4- Kerangka konsep ......................................................................................
2.6 Step 5 Learning Objective ....................................................................................
2.7 Step 6 Belajar Mandiri ..........................................................................................
2.8 Step 7 Sintesis.........................................................................................................

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ...........................................................................................................
3.2 Saran .....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................

3
Abstrak

Pencabutan gigi adalah proses pengeluaran gigi dari alveolus, dimana pada gigi tersebut sudah
tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Faktor risiko terjadinya komplikasi pada pencabutan gigi
antara lain: penyakit sistemik, keadaan lokal rongga mulut, dan umur pasien. Komplikasi yang
mungkin terjadi selama tindakan pencabutan gigi ialah perdarahan, fraktur (mahkota, akar,
mandibula), dry socket, pembengkakan, dislokasi mandibula, syok, dan beberapa komplikasi
lainnya.

Abstract

Tooth extraction is the process of pulling a tooth out from the alveolus since the tooth can not be
treated anymore. The risk factors for complicated tooth extraction are systematic diseases, local
state of oral cavity, and age of the patient. The complications that might occur in tooth
extraction are bleeding, fracture (crown, root, and mandibula), dry socket, swelling, mandibula
dislocation, and shock.

4
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah serius kerusakan gigi yang dialami oleh masyarakat menyebabkan dokter gigi
mengambil tindakan pencabutan. Seorang dokter gigi harus mampu melakukan tindakan
ekstraksi gigi pada pasien tanpa menimbulkan rasa sakit dan masalah baru yang di timbulkan
pasca malakukan ekstraksi. Pencabutan gigi dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan
mengeluarkan gigi atau akar gigi dari soket tulang alveolar tanpa menimbulkan rasa sakit
dengan trauma yang minimal pada jaringan penyangganya, sehingga luka dapat sembuh
dengan normal tanpa menimbulkan masalah. Menurut Moore dan Gillbe (1991) ekstraksi
adalah operasi bedah yang dilakukan dengan memahami bentuk anatomi dari perlekatannya
didalam rahang. Saat melakukan tindakan pencabutan gigi, dapat terjadi berbagai macam
komplikasi. Komplikasi akibat pencabutan gigi dapat terjadi oleh berbagai sebab dan
bervariasi pula dalam akibat yang ditimbulkannya. Komplikasi tersebut tidak dapat dihindari,
sebagai seorang dokter gigi wajib mengetahui prinsip-prinsip dalam pencabutan gigi, serta
wawasan yang luas dan melakukan tindakan pencabutan sesuai dengan SOP (standar
operasional pelayanan) dokter gigi agar terjadinya komplikasi dapat di minimalisir.

1.2 Tujuan

 Mengetahui dan mempelajari prinsip-prinsip ekstraksi pada gigi.


 Melakukan pencabutan gigi sesuai dengan tahapan SOP yang berlaku.
 Mengetahui indikasi dan kontra indikasi pencabutan gigi.
 Mengetahui alalt-alat yang digunakan dalam pencabutan gigi.
 Mengetahui,mempelajari, serta memahami macam-macam teknik dalam pencabutan gigi
sesuai dengan bentuk anatomi dari gigi.

1.3 Manfaat

Dengan mempelajari, memahami materi ini diharapkan kedepannya calon dokter gigi
dapat menerapkan/mengaplikasikannya pada profesi sehingga dapat menghilangkan
penyebab rasa sakit pada pasien.

5
BAB 2

ISI DAN PEMBAHASAN

2.1 SKENARIO
Saya sebagai dokter gigi pada RSGMP UNMUL ingin melakukan tahapan pencabutan
gigi pada Bu Anti (35 tahun) seorang ibu rumah tangga dan anaknya Ani (6 tahun). Pada
pemeriksaan intraoral yang dilakukan kepada Bu Anti didapatkan gigi 36 mengalami
nekrosis pulpa. Pada gigi 36 tersebut pernah dilakukan perawatan endodontik namun
perawatan tersebut tidak mengurangi rasa sakit pada giginya.Pada pemeriksaan intraoral
yang dilakukan kepada Ani didapatkan gigi 51 mengalami persistensi dan kegoyangam
pada gigi 3°. Sebagai dokter gigi saya harus mengikuti SOP dalam melakukan tindakan.

2.2 STEP 1

1. Persistensi: gigi yang tidak tanggal pada waktunya


2. Nekrosis pulpa: kematian pulpa, perubahan warna gigi, karena bakteri
3. SOP : suatu langkah proses kerja, pedoman dan prinsip
4. Derajat 3: pergerakan lebih dari 2mm
5. Pencabutan gigi: Pengeluaran gigi dari soket dan alveolar
6. Endodontik: mempertahankan gigi vital
7. Intra oral : di lakukan di dalam mulut pasien

2.3 STEP 2

1. Kenapa perawatan pada skenario bisa gagal?


2. Kenapa tindakan di skenario pencabutan bukan endodontik?
3. Penyebab gigi persistensi?
4. Kenapa persistensi di lakukan pencabutan?
5. Indikasi dan kontraindiasi pencabutan?
6. Alat yang di gunakan saat pencabutan?
7. Tahapan dalam pencabutan gigi?
8. Teknik pencabutan gigi?
9. Komplikasi pasca pencaabutan?
10. Apakah ada perbedaan teknik pada kasus skenario?

6
2.4 STEP 3

1. Faktor dari operator ( terjadi perforasi, saat penumpatan, saat preparasi, kekurangan larutan
irigasi
2. Tergantung pasien
3. Gigi permanen tidak mendorong desidui jadi tidak tanggal gigi desiduinya
4. Karena terjadi derajat kegoyangan gigi sebesar derajat 3
5. Indikasi
 Karies yang parah
 Saat perawatan endodontik akar berlikuk dan di indikasikan untuk cabut
 Perawatan ortho
 Impaksi
 Penyakit periodontal
 Memperhatikan sosio ekonomi pasien
 Gigi pada fraktur rahang
 Trauma
 Supernumerary
Kontraindikasi
 Keradangan akut
 Keganasan seperti tumor
 Gigi yang masih bisa di lakukan perawatan endo
 DM tidak terkontrol
 Pasien jantung
 Hipertensi

6. Alat yang digunakan


 Tang RA dan RB
 Bein
 Luksator
 T-cryer
 Blade
 Elevator
 Needle holder
 Tampon
 Benang
 Syringe
7. Tahapan sebelum
 Anamnesis
 Keluhan utama
 Sistemik
 Intra oral
 Alergi obat
 Rontgen

7
Tahapan saat
 Anastesi
 Di cabut
Tahapan pasca
 Kontrol pendarahan
 Pemberian antibiotik
8. Teknik
 Sederhana ( intra alveolar)
 Bedah ( trans alveolar)
9. Komplikasi
 Pendarahan
 Dry socket
 Abses
 Osteosit
 Trauma jaringan
10. Perbedaan ukuran alat dan bahan anastesi, pada anak kecil di berikan chlor etil

2.5 STEP 4

2.6 STEP 5

Mahasiswa mampu menjelaskan

1. Tindakan asepsis
2. Indikasi dan kontraindikasi pencabutan
3. Alat pencabutan
4. Prosedur pencabutan
5. Teknik pencabutan
6. Komplikasi pencabutan

8
2.7 STEP 6

BELAJAR MANDIRI

2.8 STEP 7

Asepsis
Merupakan keadaan bebas hama/bakteri. Asepsis ada 2 macam :
a) Asepsis medis
Teknik bersih, termasuk prosedur yang digunakan untuk mencegah penyebaran
mikroorganisme.
b) Asepsis bedah
Teknik steril, termasuk prosedur yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme dari
suatu tempat.

Prinsip-Prinsip Tindakan Asepsis Yang Umum


Semua benda yang menyentuh kulit yang luka ata dimasukkan ke dalam kulit untuk
menyuntikkan sesuatu ke dalam tubuh atau yang dimasukkan ke dalam rongga tubuh dianggap
steril haruslah steril.
1. Jangan menjauhi atau membelakangi tempat yang steril
2. Peganglah obyek-obyek yang steril, setinggi pinggang agar obyek-obyek tersebut selalu akan
terlihat jelas dan mencegah terjadinya kontaminasi diluar pengawasan
3. Hindari berbicara, batuk, bersin atau menjangkau suatu obyek yang steril. Jangan sampai
menumpahkan larutan apapun pada kain atau kertas yang sudah steril
4. Membuka bungkusan yang steril sedemikian rupa sehingga ujung pembungkusnya tidak
mengarah pada si petugas
5. Obyek yang steril menjadi tercemar jika bersentuhan dengan obyek yang tidak steril
6. Cairan mengalir menurut arah daya tarik bumi. Jika forcep dipegang sehingga cairan
desinfektan menyentuh bagian yang steril, maka forcep itu sudah tercemar.

9
EKSTRAKSI GIGI PERMANEN

Indikasi Ekstraksi Gigi

Banyak alasan yang menyebabkan gigi perlu diekstraksi dari soketnya. Meskipun perkembangan
kedokteran gigi sekarang ini lebih menekankan untuk sedapat mungkin mempertahankan gigi
pada kavitas oral, pada beberapa kasus, ekstraksi gigi masih merupakan treatment of choice.
Indikasi pencabutan gigi berdasarkan Peterson, 2003 meliputi:

Karies yang meluas

Pada kasus karies yang meluas sehingga menyebabkan kesulitan dalam merestorasi, ekstraksi
merupakan pilihan terapi untuk mengurangi kemungkinan meluasnya infeksi ke jaringan lain.

Nekrosis pulpa

Untuk mempertahankan gigi pada soketnya, gigi yang nekrosis memerlukan terapi perawatan
saluran akar yang relatif memakan waktu lama sehingga beberapa pasien menolak dilakukannya
perawatan endodontik. Pada kasus demikian, ekstraksi merupakan terapi pilihan. Demikian pula
untuk kasus kegagalan terapi endodontik, di mana terapi endodontik telah dilakukan namun
gagal mengurangi rasa sakit atau memberikan drainage.

Penyakit Periodontal yang Parah

Pada kasus periodontitis dengan kehilangan tulang dan mobilitas gigi yang irreversible, ekstraksi
merupakan indikasi.

Keperluan Orthodontik

Pasien yang akan mendapatkan perawatan orthodontik sering kali dikonsulkan untuk dilakukan
ekstraksi pada gigi premolar I atau II dengan tujuan menyediakan ruangan yang cukup untuk
gigi.

Malposisi gigi

Malposisi gigi yang sering menyebabkan trauma jaringan lunak di sekitarnya merupakan indikasi
ekstraksi. Sebagai contoh, gigi molar 3 maksila yang seringkali tumbuh bukoversi sehingga
menyebabkan trauma pada mukosa bukal. Malposisi gigi lain yang diindikasikan untuk

10
dilakukan ekstraksi adalah gigi yang mengalami ekstrusi akibat kehilangan gigi lawannya dan
menyebabkan terlalu kecilnya ruangan bagi gigi artificial apabila akan dilakukan pembuatan
prostetik untuk rahang pada regio lawannya.

Fraktur gigi

Tidak semua kasus fraktur gigi diindikasikan untuk pencabutan. Namun, untuk kasus fraktur akar
terutama kasus fraktur pada 1/3 apikal merupakan indikasi ekstraksi gigi.

Ekstraksi Preprostetik

Ekstraksi preprostetik dilakukan apabila gigi mempengaruhi desain dan penempatan protesa,
baik gigi tiruan lengkap, sebagian, maupun cekat.

Gigi impaksi

Ekstraksi merupakan indikasi bagi gigi yang impaksi dengan alasan dapat mengubah posisi
geligi yang lain, melukai jaringan lunak, ataupun mengalami inflamasi.

Gigi Supernumerary

Gigi supernumerary yang seringkali impaksi umumnya diekstraksi karena mungkin mengganggu
erupsi benih gigi lain di sekitarnya dan memiliki potensi untuk menyebabkan displacement atau
resorpsi gigi sekitarnya tersebut.

Terapi Preradiasi

Pasien yang akan mendapatkan terapi radiasi untuk tumor di sekitar leher kepala dan memiliki
geligi yang mengalami kerusakan perlu mendapatkan terapi preradiasi berupa ekstraksi gigi
karena dikhawatirkan gigi pasien akan mengalami osteoradionekrosis pada saat terapi radiasi.

Geligi yang terlibat pada fraktur rahang

Ekstraksi geligi yang terlibat pada fraktur rahang dengan keadaan trauma dan luksasi pada
sekitar jaringan tulang perlu diekstraksi untuk mencegah infeksi.

11
Estetik

Pasien dengan staining pada gigi atau fluorosis mungkin menginginkan gigi dengan keluhan
tersebut diekstraksi.

Ekonomi

Faktor ekonomi merupakan faktor terakhir yang cukup mempengaruhi indikasi untuk
pencabutan. Apabila pasien tidak mau atau tidak mampu untuk melakukan terapi yang dapat
mempertahankan keadaan gigi, maka ekstraksi diindikasikan untuk dilakukan pada pasien
tersebut.

Kontraindikasi Pencabutan Gigi

Secara umum, kontraindikasi pencabutan gigi dibagi atas kontraindikasi sistemik dan
kontraindikasi lokal. Pencabutan gigi menjadi kontraindikasi bagi pasien- pasien dengan kondisi
dan situasi yang tidak memungkinkan bagi pasien sehingga pecabutan gigi harus ditangguhkan
sampai pasien mendapatkan terapi tambahan dan dinyatakan terbebas dari kasus lain yang
menyebabkan pencabutan tidak dapat dilakukan.

Kontraindikasi Sistemik

Kontraindikasi sistemik meliputi kondisi sistemik pasien yang tidak memungkinkan pasien untuk
mendapatkan terapi bedah, seperti pasien dengan uncontrolled metabolic diseases , seperti
diabetes yang tidak terkontrol dan penyakit ginjal yang parah. Pasien dengan leukemia atau
limfoma yang tidak terkontrol juga merupakan kontraindikasi untuk ekstraksi gigi karena
berpotensi cukup besar untuk mengalami komplikasi infeksi dan perdarahan berat. Pasien dengan
penyakit jantung yang tidak terkontrol pun harus menunda ekstraksi giginya hingga penyakit
tersebut terkontrol. Begitu pula pada pasien dengan hipertensi yang tidak terkontrol karena dapat
menyebabkan perdarahan yang persisten, akut myocardial insuffiensi, dan cerebrovascular
accident.

Kehamilan relatif merupakan kontraindikasi pencabutan. Pencabutan pada wanita hamil dapat
dilakukan pada akkhir trimester awal, trimester kedua, dan awal trimester akhir. Namun,
tindakan yang lebih ekstensif harus ditunda sampai kelahiran.

12
Pasien hemophilia atau pasien dengan platelet disorder tidak boleh dilakukan ekstraksi gigi
hingga koagulopati yang diderita dinyatakan sembuh.

Kontraindikasi Lokal

Kondisi- kondisi yang termasuk dalam kontraindikasi lokal dari pencabutan gigi adalah:

Ekstraksi pada area radiasi

Gigi pada area tumor malignan

Perikoronitis maupun radang akut lainnya

Gigi dengan abses dentoalveolar.

Nomor 5 Teknik Ekstraksi gigi

1. Teknik forceps / simple ekstraksi

teknik ini merupakan teknik pencabutan gigi yang sederhana yaitu dengan menggunakan forceps
atau tang cabut dimana dalam teknik ini mengandalkan gerakan tangan dan keterampilan
operator dalam melakukan teknik ini, pada setiap gigi memiliki gerakannya sendiri, pada gigi
antetior teknik forceps menggunakan gerakan forceps menekan gigi ke dalam soket terlebih
dahulu setelah itu menggerakan gigi dari labial ke palatal atau lingual kemudian menggerakan
gigi dari mesial ke distal kemudian tarik gigi dibarengi dengan gerakan memutar. sebagian besar
cara untuk mencabut gigi posterior sama dengan gigi anterior yang membedakan hanya pada gigi
posterior operator haruslah memutus hubungan antara lig periodontal dengan sementum akar.

2. teknik bedah / open flap extraction

teknik ini merupakan teknik yang digunakan untuk mengatasi kesulitan kesulitan yang muncul
pada saat teknik forceps contohnya saja seperti adanya sisa akar yang tertinggal pada saat teknik
forceps, kemudian morfologi akar yang menyulitkan proses pencabutan. pada teknik ini
mengharuskan operator memiliki kemampuan bedah dan menjahit, jadi pada tahap pertama kita
harus usahakan seasepsis mungkin baik itu dari operator yang menggunakan alat perlindungan
diri, kemudian dari alat-alat yang telah disterilkan dan didesinfeksi, kemudian dari pasien yang
kita beri povidoniodine untuk daerah yang akan di bedah, setelah semua asepsis telah terpenuhi

13
maka tahap selanjutnya adalah control of pain atau anastesi baik itu infiltrasi maupun block hal
ini penting demi kenyamanan pasien, setelah dianastesi kemudian insisi pada gingiva cekat yang
menutupi akar dari gigi yang akan diekstraksi untuk mendesain flap ini haruslah memiliki desain
dengan lapangan pandang yang luas dan memudahkan pembedahan dengan catatan pembuatan
flap tidak melukai interdental papil karena akan merusak estetik dari gingiva apabila bagian itu
luka, setalah diinsisi tarik gingiva cekat menggunakan retraktor agar terbukanya lapangan
pandang bagian yang akan dikerjakan, setelah itu bur tulang alveolar gigi yang akan dicabut
setelah terlihat akar gigi yang tersisa barulah angkat akar gigi tersebut tapi perlu diingat dalam
setiap tindakan pembedahan seperti ini jaringan haruslag tetap di suction agar tidak tertutupi
dengan darah dan selalu dibilas dengan larutan saline setelah pengangkatan sisa akar agar tidak
terkontaminasi bakteri, setelah itu jaringan tulang alveolar yang dilubangi tadi ditutup dengan
bone graft agar terjadi remodelling kemudian flap yang ditarik menggunakan retraktor tadi
dikembalikan di posisi semula dan disutur atau dijahit kembali dan setelah penjahitan jaringan
gingiva haruslah diberi periodontal pek untuk tambah merekatkan dan sebagai fungsi analgetik
setelah itu pasien diinstruksikan untuk rutin berkumur dengan clorhexidine dan menghindari
makanan yang panas pedas dan asam.

Komplikasi Ekstraksi Gigi

a. Komplikasi Selama Ekstraksi Gigi


1. Perdarahan selama pencabutan
Sering pada pasien dengan penyakit hati, misalnya seorang alkoholik yang menderita
sirosis, pasien yang menerima terapi antikoagulan, pasien yang minum aspirin dosis
tinggi atau NSAID lain sedangkan pasien dengan gangguan pembekuan darah yang
tidak terdiagnosis sangat jarang. Komplikasi ini dapat dicegah dengan cara
menghindari perlukaan pada pembuluh darah dan melakukan tekanan dan klem jika
terjadi perdarahan.
2. Fraktur
Fraktur dapat terjadi pada mahkota gigi, akar gigi, gigi tetangga atau gigi antagonis,
restorasi, processus alveolaris dan kadang – kadang mandibula. Cara terbaik untuk
mengindari fraktur selain tekanan yang terkontrol adalah dengan menggunakan
gambar sinar x sebelum melakukan pembedahan.

14
3. Cedera jaringan lunak
Komplikasi ini dapat dihindari dengan membuat flap yang lebih besar dan
menggunakan retraksi yang ringan saja
4. Patahnya instrument yang digunakan.
Kerusakan instrument sering terjadi akibat adanya kekuatan berlebih selama gigi
diangkat dan biasanya melibatkan ujung pisau pada elevator, juga jarum anastesi dan
bur selama pengangkatan tulang disekitarnya.
5. Perdarahan
Perdarahan adalah komplikasi umum dalam pebedahan pada rongga mulut, dan dapat
terjadi selama pencabutan gigi sederhana atau selama prosedur bedah lainnya. Dalam
semua kasus, perdarahan munkin karena trauma pada pembuluh darah di daerah
setempat serta masalah yang terkait dengan pembekuan darah. Perdarahan yang
banyak dapat terjadi sebagai akibat dari cedera pembuluh alveolar inferior atau arteri
palatal.
6. Cedera saraf
Cedera saraf yang paling sering terjadi adalah cedera pada nervus lingualis dan
nervus alveolaris inferior.

b. Komplikasi Setelah Ekstraksi Gigi


1. Rasa sakit
Rasa sakit pada awal pencabutan gigi, terutama sesudah pembedahan untuk gigi
erupsi maupun impaksi, dapat sangat mengganggu. Orang dewasa sebaiknya mulai
meminum obat pengontrol rasa sakit sesudah makan tetapi sebelum timbulnya rasa
sakit.
2. Trismus
Trismus biasanya terjadi pada kasus pencabutan molar ketiga rahang bawah dan
ditandai dengan keterbatasan dalam pembukaan mulut karena spasme otot
pengunyahan.
3. Ekimosis

15
Dalam kasus-kasus tertentu, setelah prosedur pembedahan, ekimosis dapat terjadi
pada kulit pasien. Selain trauma pada area tersebut, mungkin saja menjadi akibat dari
kerusakan selama retraksi flap dengan berbagai retraktor.
4. Edema
Edema adalah reaksi individual, yaitu trauma yang besarnya sama, tidak selalu
mengakibatkan derajat pembengkakan yang sama. Usaha – usaha untuk mengontrol
edema mencakup termal (dingin), fisik (penekanan), dan obat – obatan.
5. Alveolitis atau dry socket
Komplikasi yang paling sering, paling menakutkan dan paling sakit sesudah
pencabutan gigi adalah dry socket atau alveolitis ( osteitis alveolar). Komplikasi ini
muncul 2-3 hari setelah pencabutan. Selama periode ini darah membeku dan
menyebabkan tertundanya penyembuhan dan nekrosis pada permukaan soket tulang.
Jika dry socket terjadi, maka perawatan sebaiknya difokuskan untuk meredakan rasa
sakit. Walaupun pasien tidak menerima perawatan untuk meredakan rasa sakit, tetapi
pada akhirnya akan reda dengan sendirinya oleh proses penyembuhan. Perawatan
juga bisa dilakukan dengan irigasi saline dan insersi bahan obat dressing secara
lembut.
6. Infeksi luka
Infeksi luka bisa disebabkan oleh penggunaan instrument yang terinfeksi dan bahan
sekali pakai selama prosedur pembedahan, substrat tulang yang rusak karena penyakit
osteoporosis.

1. TAHAPAN PENCABUTAN SESUAI SOP


A. Instruksi Pasien Sebelum Pencabutan
a. Anamnesis
Menanyakan dan mencatat identitas penderita : nama, umur, alamat, penderita.
b. Menanyakan keluhan Utama :
 Menanyakan lokasi gigi yang sakit
 Mulai kapan dirasakan
 Sifat sakit :
 Terus menerus
16
 Kadang-kadang
 Timbulnya rasa sakit :
 Terus menerus
 Kadang-kadang
 Sudah diobati / belum :
 Macam obat (jenis, jumlah)
 Asal obat (resep dokter / beli sendiri )
 Kapan terakhir minum obat
c. Riwayat Kesehatan Umum :
Apakah punya penyakit :
 Jantung
 Hipertensi
 Leukemia
d. Pemeriksaan
- Pemeriksaan ekstra oral : Pipi diraba : dengan empat jari dengan menekan pipi
secara lembut bila ada benjolan / pembengkakan kekenyalannya : - keras / lunak -
ada fluktuasi / tidak.
- Pemeriksaan intra oral :
 Pemeriksaan pada gigi yang sakit dengan :
 Perkusi : cara : sama dengan prosedur perkusi
 Druk / ditekan : cara : sama dengan prosedur druk pada tumpatan
 Pemeriksaan pada seluruh gigi di jaringan sekitar gigi.
 Meliputi : warna, posisi ( malposisi ) karies dan kelainan-kelainan lainnya
e. Diagnosa Ditegakkan berdasarkan : Anamnesa, Keluhan utama, Pemeriksaan E.O,
Pemeriksaan I.O
f. Rencana perawatan : Pencabutan gigi

B. Instruksi Persiapan Pasien dan Operator Pada Saat Pencabutan


a. Persiapan Pasien
Pada persiapan pasien, seorang dokter gigi harus mendapat riwayat kesehatan dan
kesehatan gigi dengan teliti sebelum melakukan perawatan. Pemeriksaan rongga

17
mulut paling tidak mencakup jaringan lunak, gigi, oklusi, dan malposisi gigi, serta
jaringan pendukung dan struktur gigi. Sebuah tinjauan menyeluruh riwayat medis
pasien, sejarah sosial, obat obatan, dan alergi merupakan prosedur wajib sebelum
dilakukan prosedur bedah. Dokter gigi harus melakukan evaluasi klinis dan radiografi
pra operasi secara menyeluruh gigi yang akan diekstraksi. Sebuah evaluasi pra-
operasi memungkinkan dokter gigi untuk memprediksi kesulitan ekstraksi dan
meminimalkan timbulnya komplikasi. Baik evaluasi klinis dan radiografi akan
memungkinkan dokter gigi untuk mengantisipasi setiap potensi masalah dan
memodifikasi pendekatan bedah sesuai untuk hasil yang lebih menguntungkan. Salah
satu kontra indikasi dari pencabutan gigi adalah adanya riawayat hipertensi. Dimana
Kecemasan, emosi, rasa takut, stres fisik dan rasa sakit dapat meningkatkan tekanan
darah oleh karena stimulasi sistem saraf simpatis yang meningkatkan curah jantung
dan vasokonstriksi arteriol, sehingga meningkatkan hasil tekanan darah. Faktor yang
mempengaruhi perubahan tekanan darah diantaranya adalah:
1. Jenis kelamin.
Wanita umumnya memiliki tekanan darah lebih rendah daripada pria yang
berusia sama, hal ini lebih cenderung akibat variasi hormon. Setelah menopasuse,
wanita umumnya memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Selain itu, ditinjau dari segi kecemasan pasien, berdasarkan hasil penelitian pada
subjek yang menderita kecemasan baik ringan atau sedang, diketahui subjek yang
berjenis kelamin perempuan lebih banyak menderita kecemasan dibandingkan
dengan subjek dengan jenis kelamin laki-laki. Namun perbedaan tingkat
kecemasan antara perempuan dan laki-laki hanya memiliki selisih yang sedikit
yaitu 4,1%. Hal ini dapat dilihat dengan persentase yang menunjukan subjek laki-
laki yang mengalami kecemasan berjumlah 9 orang (40,9%) dari total 22 orang,
sedangkan pada subjek perempuan dari total 40 orang yang mengalami
kecemasan ringan maupun sedang berjumlah 18 orang (45%). 6 Selain itu, angka
prevalensi untuk gangguan cemas menyeluruh 3- 8% dan rasio antara perempuan
dan laki-laki sekitar 2:1. Berdasarkan pengamatan, hal ini disebabkan karena
perempuan cenderung lebih sensitif perasaannya dibanding dengan laki-laki yang
memiliki jiwa pemberani. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi fisik perempuan lebih

18
lemah dibandingkan dengan laki-laki. Sifat tersebut membuat perempuan
memberikan respons lebih terhadap sesuatu hal yang dianggap bahaya.7,6
2. Usia.
Perbedaan usia mempengaruhi tekanan darah. Bayi baru lahir memiliki tekanan
sistolik rata-rata 73 mmHg. Tekanan sistolik dan diastolik meningkat secara
bertahap sesuai usia hingga dewasa. Setiap kenaikan umur 1 tahun maka tekanan
darah sistolik akan meningkat sebesar 0,369 dan sebesar 0,283 untuk tekanan
darah diastolik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tua seseorang maka
semakin tinggi tekanan darahnya. Pada lansia, arterinya lebih keras dan kurang
fleksibel terhadap tekanan darah. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan
sistolik. Tekanan diastolik juga meningkat karena dinding pembuluh darah tidak
lagi retraksi secara fleksibel pada penurunan tekanan darah.8 Dilihat dari hasil
penelitian yang telah dilakukan mengenai gambaran tingkat kecemasan pasien
usia dewasa pra pencabutan gigi, kategori usia dan jenis kelamin seseorang turut
mempengaruhi tingkat kecemasan dalam menghadapi ekstraksi gigi. Golongan
usia dewasa muda dan perempuan merupakan pasien yang memiliki tingkat
kecemasan tinggi.
Saat akan melakukan prosedur perawatan, baiknya seorang dokter gigi
menmberikan penjelasan kepada pasien, yaitu :
1. Jelaskan pada pasien bahwa akan dilakukan tindakan pencabutan.
2. Jelaskan bahwa akan dilakukan tindakan anestesi sebelum pencabutan dan
penderita akan merasa dingin (bila menggunakan Chlor Ethyl) atau merasa
tebal (bila menggunakan lidocain)
3. Minta ijin kepada pasien untuk dilakukan tindakan
b. Persiapan Operator
1. Operator memakai masker dan sarung tangan terlebih dahulu
2. Posisi Operator Agar operator dalam bekerja merasa nyaman dan tidak mudah
Ielah, maka diperlukan posisi yang menganut prinsip ergonomis, biasanya posisi
operator berdiri setegak mungkin sehingga berat badannya dapat dipikul oleh
masing-masing kaki sama beratnya.

19
3. Posisi Pasien Setelah penderita duduk, sandaran punggung dan kepala kursi diatur
sedemikian rupa sehingga pen&rita duduk dengan enak. Sementara itu bila mulut
penderita dibuka untuk disuntik dan akan dioperasi di bagian mandibula maka
bidang oklusal gigi sejajar atau membuat sudut 10 derajat terhadap lantai. Bila
berdiri di belakang penderita maka posisi penderita diatur sedemikian sehingga
pembentukan sudut antara bidang okiusal gigi mandibula dengan lantai diperbesar
lagi sampai gigi atau gigi-gigi dapat dipegang dengan tidak menempatkan lengan
operator pada posisi yang sulit. Bila melakukan penyuntikan atau operasi di
daerah maksila, tempatkan penderita sedemikian sehingga bidang okiusal
membentuk sudut terhadap lantai antara 45 dan 90 derajat.
4. Penerangan Rongga Mulut Posisi penderita harus diatur sehingga operator dapat
secara jelas melihat keadaan di dalam rongga mulut tanpa badannya harus
membungkuk; meringkuk, membengkok atau memilin. Untuk iluminasi rongga
mulut yang memadai dibutuhkan overhead light (lampu kepala) yang
penyesuaiarinya adalah sangat penting, Agar konsentrasi operator tertuju pada
satu fokus yaitu daerah operasi maka penerangan lampu hanya dipusatkan pada
daerah operasi dan nampan alat-alat tetapi untuk ruangan operasi penerangan
sedikit redup atau gelap. Untuk menerangi lapangan operasi di dalam rongga
mulut digunakan lampu reflektor.
5. Alat yang digunakan harus di sterilisasi terlebih dahulu, dalam eksodonsia
disesuaikan dengan tujuan dan tujuan pencabutan yang akan dilakukan, yaitu ;
Armamentarium pada Simple Technique
- Syringe anastesi lokal, needle, dan ampule
- Sterile gauze
- Periapical currete
- Suction tip
- diagnostic set
- Desmotome (Freer elevator) Desmotome digunakan untuk memisahkan
perlekatan jaringan lunak.
- Retractor (mirror). Retractor digunakan untuk meretraksi pipi dan
mucoperiosteal flap selama procedur perawatan.

20
- Tang Ektraksi (Extraction Forcep).
- Elevators

C. Instruksi Pasien Setelah Pencabutan


Pasien yang baru mengalami tindakan bedah minor. Sebaiknya mengetahui bahwa
berikut ini adalah akibat yang wajar dari pencabutan gigi :
a. Pendarahan. Bisa dikontrol dengan baik dengan mengigit kapas atau kasa dalam 30
menit sampai 1 jam sesudah pencabutan. Kasa akan memacu terjadinya beku darah
dan melindungi beku darah tersebut (Pedersen,1996).
b. Rasa sakit atau tidak nyaman. Sesudah pencabutan gigi tidak akan terjadi sampai
pengaruh anastesinya hilang. Saat pulihnya sensasi dari anastesi adalah saat yang
paling tidak nyaman. Minumlah 2 tablet aspirin atau asetaminofen dalam dua jam
untuk mengurangi rasa sakit tersebut (Pedersen,1996).
c. Pembengkakan. Pembengkakan mencapai puncaknya kurang lebih 24 jam sesudah
pembedahan. Ini sering bertahan sampai 1 minggu. Cara terbaik untuk mengatasi
pembengkakan adalah dengan kompres dingin pada daerah wajah di dekat daerah
gigi yang dicabut (Pedersen,1996).

 Apa yang sebaiknya dilakukan :


- Apabila nanti anda mendapatkan resep taatilah aturan pemakaiannya
- Apabila pendarahan terus berlangsung, lipatlah kasa yang lain, taruhlah
diatas bekas pencabutan dan gigitlah.
- Lakukan kompres dengan es (kantung plastic kecil yang diisi dengan
gerusan es dan dibungkus dengan dua lapis kain) yang bisa ditempelkan
pada wajah di dekat tempat pencabutan. Hal ini akan membantu
mengurangi terjadinya pembengkakan dan rasa sakit.

 Apa yang sebaiknya dihindari :


- Hindarkanlah kerusakan daerah pencabutan karena makanan yang keras
- Jangan menghisap daerah bekas pencabutan
- Jangan meludah

21
- Jangan mengunyah permen karet atau merokok
- Jangan memberikan rangsang panas pada daerah wajah di dekat daerah
pencabutan.

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang alveolar.
Ekstraksi gigi dapat dilakukan dengan dua teknik yaitu teknik sederhana dan teknik pembedahan.
Teknik sederhana dilakukan dengan melepaskan gigi dari perlekatan jaringan lunak
menggunakan elevator kemudian menggoyangkan dan mengeluarkan gigi di dalam soket dari
tulang alveolar menggunakan tang ekstraksi. Sedangkan teknik pembedahan dilakukan dengan
pembuatan flep, pembuangan tulang disekeliling gigi, menggoyangkan dan mengeluarkan gigi di
dalam soket dari tulang alveolar kemudian mengembalikan flep ke tempat semula dengan
penjahitan. Teknik sederhana digunakan untuk ekstraksi gigi erupsi yang merupakan indikasi,
misalnya gigi berjejal. Ekstraksi gigi dengan teknik pembedahan dilakukan apabila gigi tidak
bisa diekstraksi dengan menggunakan teknik sederhana, misalnya gigi ankilosis.

3.2 Saran

Kami sangat menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, sehingga kami
selaku penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun

23
DAFTAR PUSTAKA

Gordon.w. Pedersen. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. EGC : Jakarta
Fragiskos, F. D. 2007. Oral Surgery. Springer: Berlin
Wray, David., Stenhouse, David., Lee, David., Clark, Andrew J.E. 2003. Textbook
Of General And Oral Surgery. Churchill Livingstone : London.

24

Anda mungkin juga menyukai