Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KEGAWATDARURATAN DALAM KESEHATAN GIGI

“TRAUMA PADA GIGI”

DOSEN PENGAMPUH

Jeineke Ellen Rautela, S.SiT, MDSc

DISUSUN OLEH

- Aura Faiza Lamalani (711240222009)


- Desi Ratnasari Latingan (711240222010)
- Keisha Jannel Sulistiawan (711240222011)
- Kifni Z. Z. Antule (711240222012)
- Marcrio Leon Rumate (711240222013)
- Miracle Stephani Pantow (711240222014)
- Ni Komang Selvia Dewi (711240222015)
- Nur Fatmawati Mamonto (711240222016)

Jurusan Kesehatan Gigi

Poltekkes Kemenkes Manado

T.P 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
nikmat, taufik, serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Trauma Pada Gigi” dengan tepat waktu. Terima kasih juga kami
ucapkan kepada dosen pembimbing yang selalu memberikan dukungan dan
bimbingannya.

Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi nilai tugas


Kegawatdaruratan Dalam Kesehatan Gigi. Tak hanya itu, kami juga berharap
makalah ini bisa bermanfaat untuk penulis pada khususnya dan pembaca pada
umumnya. Walaupun demikian, kami menyadari dalam penyusunan makalah ini
masih banyak kekurangan, maka dari itu kami sangat mengharapkan kritik dan
saran untuk kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini bisa memberikan informasi
dan ilmu yang bermanfaat bagi kita semua.

Manado, 3 Februari 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................i

Daftar Isi ...........................................................................................................ii-iii

Bab I Pendahuluan ................................................................................................1


1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................2
1.3 Tujuan Pembahasan ..........................................................................................2

Bab II Pembahasan ...............................................................................................3


2.1 Definisi Trauma...................................................................................................3
2.2 Penyebab Trauma Gigi Anterior......................................................................3-4
2.3 Klasifikasi Dental Trauma Gigi Anterior.........................................................4-7
2.4 Pemeriksaan Cedera Gigi dan Mulut Karena Trauma...........................................
2.5 Konsekuensi Trauma Gigi Sulung Terhadap Gigi Permanen...............................
2.6 Perawatan Yang Bisa Dilakukan Untuk Trauma Gigi Anterior............................
2.7 Tanda Dan Gejala Trauma Gigi............................................................................

Bab III Penutup .......................................................................................................


3.1 Kesimpulan ...............................................................................................................
3.2 Saran .........................................................................................................................
Daftar Pustaka...................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penatalaksanaan trauma pada gigi dan jaringan pendukung pada
anak-anak seringkali menyulitkan bagi anak, orangtua, maupun dokter gigi
sendiri. Trauma pada gigi dan jaringan pendukungnya merupakan salah
satu bagian ilmu kedokteran gigi yang dikategorikan sebagai situasi
kegawatdaruratan. Kedaruratan pasien trauma pada anak merupakan suatu
hal yang wajib ditindaklanjuti oleh dokter gigi secara seksama. Trauma ini
dapat mempengaruhi kondisi gigi sulung maupun gigi permanen anak,
sehingga memerlukan perhatian lebih khusus.
Insiden cedera gigi traumatik cukup tinggi dan lebih sering terjadi
pada gigi permanen daripada gigi sulung. Di antara semua jenis cedera,
fraktur mahkota paling umum di mana sekitar 58,6% berada pada orang
dewasa.
Penyebab tersering dari cedera ini adalah jatuh, aktivitas olah raga,
bersepeda, tempat rekreasi, kekerasan dan kecelakaan lalu lintas. Faktor
predisposisi trauma gigi dapat dikaitkan dengan bentuk anatomi seseorang
seperti over jet, leap seal negatif, protusif pada gigi anterior atas, dll.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan trauma gigi?
2. Apa saja faktor penyebab trauma gigi anterior ?
3. Sebutkan apa saja klasifikasi dental trauma gigi anterior ?
4. Apa penyebab terjadinya cedera trauma ?
5. Apa konsekuensi trauma gigi sulung terhadap gigi permanen
6. Apa saja perawatan yang bisa dilakukan untuk trauma gigi anterior ?
7. Apa saja tanda dan gejala trauma gigi ?

1.3 Tujuan Pembahasan


1. Menjelaskan tentang definisi trauma
2. Mengetahui penyebab trauma gigi anterior
3. Mempelajari klasifikasi dental trauma gigi anterior
4. Pemeriksaan cedera gigi dan mulut karena trauma
5. Konsekuensi trauma gigi sulung terhadap gigi permanen
6. Mengetahui perawatan yang bisa dilakukan untuk trauma gigi anterior
7. Mengetahui tanda dan gejala trauma gigi
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Trauma


Trauma didefinisikan sebagai cedera jaringan yang terjadi lebih atau
kurang tiba-tiba karena kekerasan atau kecelakaan dan bertanggung jawab
untuk memulai aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal, respon imunologi dan
metabolisme yang bertanggung jawab untuk memulihkan homeostasis.

2.2 Penyebab Trauma Gigi Anterior


a. Latar belakang sosio ekonomi mempunyai dampak terhadap fraktur
gigi, pada anak – anak subpopulasi sosioekonomi rendah sering terjadi
cedera. Keadaan sosioekonomi rendah berhubungan dengan
pengawasan yang tidak memadai dan kurangnya edukasi untuk
pencegahan terjadinya trauma.
b. Alat orthodonsi dapat menimbulkan luka pada jaringan lunak saat
terjadinya trauma, biasanya terjadi pada daerah bibir dan gingiva.
c. Masalah medis yang bersifat akut seperti kejang, stroke, dan serangan
jantung dapat menimbulkan trauma gigi saat pasien terjatuh.
d. Jatuh, aktivitas olahraga, bersepeda, tempat rekreasi, kekerasan dan
kecelakaan lalu lintas

2.3 Klasifikasi Dental Trauma Gigi Anterior


Klasifikasi pada gigi merupakan tantangan dalam diagnosis dan
perawatan saluran akar. Gigi yang telah mengalami trauma umumnya
mengalami obliterasi pulpa. Obliterasi pulpa didefinisikan sebagai deposisi
jaringan keras ke dalam ruang saluran akar. Pada pemeriksaan radiografi
menghasilkan gambaran kalsifikasi ruang saluran akar sebagian atau
seluruhnya. Secara klinis gigi biasanya mengalami diskolorisasi mahkota.
Sekitar 7-27% gigi dengan obliterasi pulpa akan berkembang
menjadi nekrosis pulpa. Sulit untuk menentukan apakah gigi tersebut perlu
segera dirawat setelah dideteksi adanya obliterasi pulpa atau menunggu
tanda dan gejala pulpa dan periodontitis apikal terjadi. Keberhasilan
perawatan saluran akar tergantung pada debridemen yang baik, disinfeksi
dan obturasi yang hermetis dari sistem saluran akar.
Namun prosedur ini mungkin sulit dicapai karena ruang pulpa
mengalami kalsifikasi. Kajian pustaka ini membahas etiologi, prevalensi,
klasifikasi, patomekanisme, diagnosis dan pilihan perawatan pada gigi
dengan obliterasi pulpa, dan beberapa pendekatan serta strategi perawatan
untuk mencegah terjadinya kerusakan lebih lanju

2.4 Pemeriksaan Cedera Gigi dan Mulut Karena Trauma


1. History/riwayat
Cedera gigi dapat menjadi subjek litigasi atau klaim asuransi, riwayat
dan pemeriksaan secara menyeluruh dilakukan secara wajib. Jika
memungkinkan, cedera harus difoto. Anamnesis yang akurat
memberikan informasi penting mengenai
a. Status gigi pada presentasi
b. Prognosis cedera
c. Cedera lain yang diderita
d. Komplikasi medis
e. Kemungkinan litigasi
 Hal yang perlu ditanyakan meliputi terkait anamnesis:
a) Kapan, dimana, dan bagaimana trauma itu terjadi?
b) Apakah ada cedera lain?
c) Apa pengobatan awal yang diberikan?
d) Apakah ada cedera gigi lain di masa lalu?
e) Apakah baru-baru ini melakukan imunisasi?
Salah satu cara paling nyaman untuk memeriksa anak kecil adalah
dengan kepala anak di pangkuan dokter gigi. Anak dapat melihat orang
tuanya, yang dengan lembut menahan lengannya. Ini memberikan
pandangan yang sangat baik dari gigi dan rahang atas, di mana sebagian
besar trauma terjadi.

2. Examination/pemeriksaan
Pemeriksaan harus dilakukan dalam urutan yang logis. Penting untuk
memeriksa seluruh tubuh, karena pasien mungkin datang terlebih
dahulu ke dokter gigi dan cedera lain mungkin juga terjadi.
a. Pemeriksaan dan catatan trauma
a) Luka ekstra-oral dan palpasi tulang wajah
b) Cedera pada mukosa mulut atau gingiva
c) Palpasi alveolus
d) Pergeseran gigi
e) Kelainan pada oklusi
f) Luasnya fraktur gigi, terbukanya pulpa, perubahan warna
g) Mobilitas gigi
h) Reaksi terhadap tes sensibilitas pulpa dan perkusi
b. Pemeriksaan Extra-oral
Pemeriksaan ekstra oral harus menjadi salah satu penilaian umum
kesejahteraan anak. Pemeriksaan ekstra oral meliputi
a) Simetri wajah, dimensi dan tipe wajah ortodontik dasar
b) Mata, termasuk penampakan bola mata, sklera, pupul, dan
konjungtiva
c) Pergerakan bola mata yang mungkin mengindikasikan juling
atau kelumpuhan
d) Warna dan penampilan kulit
e) Sendi temporomandibular
f) Kelenjar getah benih servikal, submandibular, dan oksipital

c. Pemeriksaan Intra-oral
a) Jaringan lunak termasuk orofaring, tonsil, dan uvula
b) kebersihan mulut dan status periodontal
c) jaringan keras gigi
d) oklusi dan hubungan ortodontik
e) kuantitas dan kualitas saliva

d. Pemeriksaan Radiografi
Dilakukan setelah riwayat menyeluruh dan pemeriksaan klinis.Ada
nilai besar dalam menggunakan film ekstra-oral pada anak kecil,
misalnya adalah radiografi panoramik. Saat mengambil radiografi
intra-oral, beberapa gambar periapikal dari sudut yang berbeda
harus diambil untuk setiap gigi yang mengalami trauma.
Kemudian, hal ini sangat penting untuk menentukan adanya fraktur
akar dan luksasi gigi.
a) Pemeriksaan radiografi yang kemungkinan akan digunakan
1) Bitewing radiographs
2) Periapical radiographs
3) Panoramic radiographs
4) Occlusal films
5) extra-oral films

b) Semua gigi yang mengalami trauma harus dilakukan radiografi


untuk menilai:
1) Tahap perkembangan akar
2) Cedera pada akar dan struktur pendukung
3) Derajat dan arah luksasi atau perpindahan

c) Panduan untuk peresepan radiografi


Cedera dentoalveolar
- Oklusal maksila anterior/ oklusal mandibula anterior
- Radiografi panoramik
- True lateral maxilla untuk luksasi intrusif pada gigi sulung
anterior

2.5 Konsekuensi Trauma Gigi Sulung Terhadap Gigi Permanen


Trauma pada gigi sulung dapat menyebabkan terganggunya
pertumbuhan gigi permanen dalam 12% sampai dengan 69% dari kasus
trauma. Adanya relasi antara keparahan perubahan morfologi dan
mineralisasi gigi permanen, dengan jenis trauma gigi pada gigi sulung dan
tingkat perkembangan gigi permanen. Luksasi intrusif dan avulsi
bertanggung jawab atas gangguan terbesar dalam perkembangan gigi
permanen, diikuti oleh luksasi ekstrusif dan luksasi lateral. Ketika trauma
gigi terjadi pada usia 0 sampai 4 tahun, persentase gigi permanenan fraktur
gigi yang terkena dampak morfologi dan/atau mineralisasi dapat melebihi
dari 50%. Frekuensi gangguan tersebut berkurang seiring bertambahnya
usia.
Trauma pada gigi sulung dapat melibatkan perubahan pada gigi permanen
seperti:
1. Email terlihat lebih opak secara minimal
2. Hipoplasia dan hipokalsifikasi dengan cacat keputihan atau kecoklatan
3. Dilaserasi mahkota
4. Malformasi menyerupai odontoma
5. Duplikasi, angulasi dan dilaserasi akar
6. Terhentinya perkembangan akar
7. Kuman melekat pada gigi dan susah dihilangkan
8. Erupsi ektopik
9. Gigi permanen tidak erupsi
Trauma pada gigi sulung dapat menyebabkan terganggunya
pertumbuhan gigi permanen, tetapi perluasan kerusakan yang sebenarnya
pada gigi permanen akan diketahui hanya setelah gigi permanen erupsi
(atau bahkan tidak erupsi) atau terdeteksi secara radiografi adanya masalah
erupsi. Tingkat keparahan gigi permanen secara langsung berkaitan
dengan usia anak, jenis trauma gigi dan luasnya trauma yang berdampak
pada gigi sulung.

2.6 Perawatan Yang Bisa Dilakukan Untuk Trauma Gigi Anterior


Perawatan yang bisa dilakukan untuk trauma gigi anterior yaitu
dengan perawatan saluran akar konvensional. Perawatan saluran akar
konvensional telah lama menunjukkan tingkat keberhasilan yang tinggi.
Namun perawatan saluran akar konvensional pada gigi non vital dengan
lesi periapikal yang meluas memiliki tingkat kegagalan yang tinggi.
Biasanya pada lesi periapikal dengan diameter lebih dari 7 mm dilakukan
pembedahan. Lesi periapikal dalam sebagian besar kasus dapat
digolongkan sebagai granuloma periapikal, abses periapikal dan kista
periapikal yang tidak dapat dibedakan satu sama lain berdasarkan pada
radiograf saja.
GAMBAR 1.
Gigi 11 dan 21 mengalami fraktur pada insisal akibat trauma.

Lesi ini bisa berawal dari trauma gigi ataupun karies. Kemungkinan
pulpa dapat bertahan tergantung pada tingkat keparahan trauma dan tipe
reaksi inflamasi yang menyertai. Karena trauma, vaskularisasi pulpa
mungkin berdegenerasi menjadi nekrosis vaskular dan menciptakan kondisi
anaerobik untuk pertumbuhan mikroorganisme oportunistik. Material
nekrotik keluar dari sistem saluran akar dan masuk ke dalam bagian
pendukung perlekatan vaskular, menyebabkan lesi di daerah endodontik
Lesi pada periodontitis apikalis merupakan akibat respons inflamasi akibat
infeksi bakteri pada saluran akar.
Radiolusensi periapikal biasanya seringkali terjadi pada lesi ini.
Periodontitis apikalis biasa terdiagnosa secara tidak sengaja melalui
pemeriksaan rontgen rutin atau karena adanya nyeri akut hebat pada gigi
yang dikeluhkan.
Semua lesi periapikal sebaiknya dilakukan perawatan konvensional
terlebih dahulu, baru dipertimbangkan dilakukan perawatan bedah.
Intervensi bedah hanya dilakukan bila perawatan konvensional gagal,
karena efek samping dari pembedahan cukup banyak, di antaranya adalah
pembengkakan, nyeri, ketidaknyamanan serta kemungkinan terkenanya
daerah anatomis yang berbahaya.
Tujuan utama perawatan saluran akar adalah untuk menghilangkan
bakteri sebersih mungkin. Penatalaksanaan lesi periapeks yang luas
meliputi perawatan saluran akar non bedah, pembedahan apeks hingga
pencabutan. Cairan irigasi dan medikasi intrakanal digunakan untuk
membantu mengurangi mikroba yang terdapat pada saluran akar. Kalsium
hidroksida digunakan sebagai medikasi intrakanal, dan telah
memperlihatkan keberhasilannya yang mampu secara efektif
menghilangkan bakteri dari saluran akar. Penggunaan kalsium hidroksida
selama hampir 6 bulan pada kasus ini memperlihatkan hasil yang baik.
Mekanisme kerja kalsium hidroksida masih bersifat spekulatif,
namun diperkirakan akibat kemampuan bahannya yang bersifat antiseptik,
antieksudatif dan mampu memicu mineralisasi. Hal ini disebabkan kalsium
hidroksida mampu memecah atau larut menjadi ion hidroksil dan kalsium
pada daerah saluran akar dan periapeks.penggantian medikasi intrakanal
kalsium hidroksida secara berkala merupakan hal yang penting dilakukan
guna mengurangi intensitas proses inflamasi periapeks, dan juga karena
kalsium hidroksida mudah diresorpsi secara progresif oleh cairan
periapeks. Medikasi intrakanal kalsium hidroksida mampu mengubah
jaringan granulasi inflamasi menjadi jaringan granulasi reparatif dan secara
bersamaan dapat mengubah sel mesenkim menjadi sel reparatif.
Kalsium hidroksida digunakan dalam endodontik dalam bentuk pasta
yang dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam saluran akar. Pasta
tersebut merupakan zat alkali yang kuat, yang memiliki pH sekitar 12,5
dalam larutan air, kalsium hidroksida terdisosiasi menjadi kalsium dan ion
hidroksil.

2.7 Tanda Dan Gejala Trauma Gigi


Trauma gigi pasien dengan trauma gigi membutuhkan penilaian hati- hati
untuk memastikan bahwa fragmen gigi dan debris lain tidak menimbulkan
ancaman bagi jalan napas. Jika fragmen gigi atau seluruh gigi hilang, rontgen
dada disarankan untuk memastikan bahwa bagian yang hilang belum
teraspirasi. Penilaian hati-hati dari setiap luka di mulut harus dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan bahwa fragmen gigi yang hilang tertanam pada
luka tersebut, hal ini berisiko terjadinya infeksi.
Gigi yang telah mengalami trauma umumnya mengalami obliterasi pulpa.
Obliterasi pulpa didefinisikan sebagai deposisi jaringan keras ke dalam ruang
saluran akar. Pada pemeriksaan radiografi menghasilkan gambaran kalsifikasi
ruang saluran akar sebagian atau seluruhnya. Secara klinis gigi biasanya
mengalami diskolorisasi mahkota. Sekitar 7-27% gigi dengan obliterasi pulpa
akan berkembang menjadi nekrosis pulpa. Sulit untuk menentukan apakah gigi
tersebut perlu segera dirawat setelah dideteksi adanya obliterasi pulpa atau
menunggu tanda dan gejala pulpa dan periodontitis apikal terjadi. Keberhasilan
perawatan saluran akar tergantung pada debridemen yang baik, disinfeksi dan
obturasi yang hermetis dari sistem saluran akar. Namun prosedur ini mungkin
sulit dicapai karena ruang pulpa mengalami kalsifikasi. Kajian pustaka ini
membahas etiologi, prevalensi, klasifikasi, patomekanisme, diagnosis dan
pilihan perawatan pada gigi dengan obliterasi pulpa, dan beberapa pendekatan
serta strategi perawatan untuk mencegah terjadinya kerusakan lebih lanjut.
Klasifikasi gejala dan tanda trauma pada gigi antara lain:

 Ellis derajat I
Fraktur mempengaruhi bagian terluar enamel gigi merupakan fraktur
mempengaruhi bagian terluar enamel gigi.
Tanda dan Gejala:

1) Gigi tampak putih seperti kapur. Juga dapat muncul bergerigi.


2) Ellis terisolasi I sering tanpa rasa sakit

Penangan:

Tidak memerlukan perawatan. Tepi bergerigi dapat ditutupi dengan lilin


gigi untuk mencegah iritasi mukosa mulut. Pasien harus dimotivasi ke

 Ellis derajat Il
Fraktur sepanjang bagian enamel sampai ke dentin.
Tanda dan Gejala:
1) Gigi dapat tampak kekuningan pada dentin.
2) Keterlibatan saraf dengan sensitif peka terhadap panas dan
dingin.

Penangan:

Berikan kalsium hidroksida gel pada fraktur untuk mengurangi sensitivitas

dan mengurangi risiko infeksi. Pasien harus diinstruksikan untuk control


dokter gigi dalam waktu 24 jam untuk perbaikan gigi.

 Ellis derajat III


Fraktur sepanjang enamel dan dentin membuka pulp dan saraf gigi. Gigi
dapat patah.

Tanda dan Gejala:


1) Gigi mungkin tampak merah muda atau warna darah. Bagian dari
gigi mungkin hilang.
2) Saraf terkena menyebabkan fraktur ini menjadi sangat
menyakitkan.

Penangan:

Tutup gigi dengan lapisan penutup atau kassa dan fasilitasi rujukan ke
dokter gigi secepatnya.

 Subluksasi gigi(Gigi tanggal)

Tanda dan Gejala:


Gigi yang terpengaruh bergerak. Akar gigi dapat terpapar pada garis gusi
dari subluksasi gigi yang parah.

Penangan:

Subluksasi gigi minimal (akar gigi tidak terlepas, gigi goyah minimal):
Pasien dipulangkan dengan diit lunak Subluksasi gigi berat (pergerakan
gigi signifikan pada stempatnya atau akar gigi yang keluar pada garis
gusi). Fasilitasi rujukan ke dokter nini dan instruksikan pasien untuk tidak
makan dan minum sebelum kedokter gigi.

Tiga cedera utama yang mempengaruhi gigi adalah:

 Gigi patah Dr. Ellis pertama mengklasifikasika patah gigi dan namanya
terus digunakan untuk menggambarkan patah tulang ini. Terdapat
tingkatan fraktur gigi, tingkat pertama sampai ketiga; semkain tinggi
tingkatannya maka semakin parah frakturnya. .
 Subluksasi gigi Trauma gigi dapat meregangkan ligamen yang mengikat
gigi di tempatnya, sehingga menghasilkan " gigi yang longgar" juga
dikenal sebagai subluksasi gigi.
 Avulsi gigi Gigi yang keluar dari rongganya dikenal sebagai avulsi gigi.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa perawatan trauma gigi


menampakan suatu tindakan yang segera harus dilakukan dengan
memperhatikan beberapa kendala yang muncul Penanganan tingkah laku
meliputi teknik saat pemeriksaan, perawatan, dan evaluasi hendaknya juga
menjadi perhatian bagi pasien,keluarga yang bersangkutan dan dokter gigi.
Oleh karena keberhasilan perawatan sangat ditentukan oleh cara-cara tersebut.

3.2 Saran

Para dokter gigi hendaknya tetap bersikap tenang dalam menghadapi pasien
yang mengalami trauma gigi serta menambah pengetahuan mengami teknik
perawatan dan obat-obatan yang digunakan agar keberhasilan perawatan yang
optimal bisa dicapai.
DAFTAR PUSTAKA

1. Eleseveier.2018.Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana


Sheehy.Singapore:Elsevier Singapore Pte Ltd.
2. Aryanto, M. 2018. Jurnal Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi FKG UPDM
(B). PERAWATAN SALURAN AKAR NON BEDAH PADA GIGI ANTERIOR
DENGAN LESI PERIAPIKAL YANG MELUAS (Laporan Kasus) 14 (1) : 16-19.
3. Mc. Donald and Avery. Dentistry for the Child and Adolescent. 9th Ed.
2011.
4. Miranda C, Luiz BK Martins, Cordeiro. Consequences of dental trauma
to the primary teeth on the permanent ion. Case report article. RSBO.
2012.
5. G Liddelow, G Carmichale. The Restoration of Traumatized Teeth. Aust
Dent Jour. Vol 61; S1. Available from:
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/adj.12402

Anda mungkin juga menyukai