Anda di halaman 1dari 61

MANAJEMEN JALAN NAPAS

Oleh :
Helga Yoan Ladymeyer Timbayo (20190420093)
Ummu Aiman (20190420187)

Pembimbing :
dr. Idham Khaliq, Sp.An
ANATOMI SISTEM
PERNAPASAN
Anatomi Hidung
Hidung Luar Hidung Dalam
Anatomi Faring dan Laring
Faring Laring
Anatomi Trakea dan Bronkus
Trakea Bronkus
Anatomi Paru dan Pleura
Pleura Paru

◦ Paru-paru masing-masing diliputi


oleh sebuah kantong pleura yang
terdiri dari dua selaput serosa yang
disebut pleura, yakni: pleura parietalis
melapisi dinding thorax, dan pleura
visceralis meliputi paru-paru,
termasuk permukaannya dalam fisura.
FISIOLOGI SISTEM
PERNAPASAN
Mekanisme Ventilasi Paru
◦ Paru-paru dapat dikembang-
kempiskan melalui dua cara:

1. Dengan gerakan naik turunnya


diafragma untuk memperbesar atau
memperkecil rongga dada

2. Dengan mengangkat dan menekan


tulang iga untuk memperbesar atau
memperkecil diameter
anteroposterior rongga dada.
Pada proses nafas diam (normal), pernafasan lebih sering disebabkan oleh karena aktivitas
diafragma.

 Saat inspirasi, diafragma akan berkontraksi dan menarik permukaan paru-paru ke


bawah.

 Saat ekspirasi, diafragma berelaksasi. Udara keluar dari paru-paru oleh karena adanya
recoil paru-paru, dinding toraks, dan struktur abdomen.

 Terkecuali pada nafas dalam, ekpirasi juga dibantu oleh kontraksi otot-otot abdomen.
Volume dan Kapasitas Paru
Volume Kapasitas

◦ Volume tidal (VT) ◦ Kapasitas residual fungsional


◦ Volume cadangan inspirasi (VCI) (KRF)

◦ Volume cadangan expirasi (VCE) ◦ Kapasitas inspirasi (KI)


◦ Kapasitas total paru (KTP)
◦ Volume residual (VR)
Fungsi Jalan Napas
◦ HIDUNG

Saat udara melewati hidung, tiga fungsi pernafasan normal yang berbeda
dilakukan oleh rongga hidung:

(1) udara dihangatkan oleh permukaan conchae dan septum yang luas, dengan
luas total sekitar 160cm2

(2) udara hampir sepenuhnya dilembabkan bahkan sebelum melewati hidung

(3) udara disaring sebagian. Fungsi-fungsi ini bersama-sama disebut fungsi


pengkondisian udara dari saluran pernapasan bagian atas
Fungsi Jalan Napas
◦ TRAKEA, BRONKUS, BRONKIOLUS

Untuk menjaga agar trakea tidak kolaps, beberapa cincin tulang rawan
memanjang sekitar lima per enam dari jalan di sekitar trakea. Di dinding
bronkus, tulang rawan lengkung yang kurang luas juga mempertahankan
kekakuan yang wajar namun memungkinkan gerakan yang cukup untuk paru-
paru mengembang dan berkontraksi.
MANAJEMEN JALAN
NAPAS
Manajemen Jalan Napas
◦ Definisi
Tindakan memastikan jalan napas terbuka. untuk menjamin jalan masuknya udara ke paru normal sehingga menjamin
kecukupan oksigenasi jaringan.

◦ Jalan Napas Normal

Dikatakan jalan napas seseorang normal jika :


1. Jalan napas yang bebas dari sumbatan
2.Terdengar suara napas yang jelas, bersih dan jernih, tidak terdapat suara
napas tambahan (gurgling,snoring dan stridor)
3. Dilakukan tampa adanya usaha berlebih atau dengan posisi tertentu
4. Aliran udara dapat dirasakan secara normal
Penilaian Jalan Napas
◦ Penilaian jalan napas dilakukan dengan inspeksi, palpasi, dan auskultasi. Hal ini dilakukan untuk
menentukan apakah jalan napas pasien tersebut terbuka, apakah masih ada napas dan adekuat.

◦ Jika pasien tidak mampu berbicara dengar normal


- Dengar (listen)
- Lihat dan dengar (look and listen)
- Lihat (look)
- Periksa (check)

◦ Apabila, ternyata pasien tidak mampu untuk berbicara sama sekali


- Lihat (look)
- Dengar dan rasakan (listen and feel)
Indikasi Bantuan Jalan Napas
◦ Obstruksi jalan napas
◦ Henti nafas
◦ Pembedahan
◦ Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi
◦ Tak terasa ada udara ekspirasi
OBSTRUKSI JALAN NAPAS
Obstruksi Jalan Napas
◦ Sumbatan jalan nafas bagian atas bisa akut atau kronis.

◦ Sumbatan jalan nafas bagian atas juga bisa partial atau total, dengan obstruksi
total yang menunjukkan ketidak mampuan total mengeluarkan udara dari paru-
paru.
Tanda Obstruksi Jalan Napas
◦ Sumbatan jalan nafas parsial ditandai dengan :

- Adanya stridor

- retraksi otot nafas di daerah supraklavikula, suprasternal, sela iga dan epigastrium selama inspirasi.

- Nafas paradoksal (saat inspirasi dinding dada menjadi cekung/datar bukan mengembang/membesar).

- Nafas semakin sulit dan berat.

- Ada tanda sianosis yang merupakan tanda hipoksemia akibat obstruksi jalan nafas yang berat.

- Tanda – tanda adanya sumbatan dapat mendengkur (snoring) berasal dari sumbatan pangkal lidah

◦ Sumbatan parsial berisik dan harus pula segera dikoreksi karena dapat menyebabkan kerusakan otak, serta dapat menyebabkan henti nafas dan

henti jantung.
Tanda Obstruksi Jalan Napas

Tanda sumbatan jalan nafas total, serupa dengan obstruksi parsial akan tetapi gejala
lebih hebat dan stridor menghilang. Rektraksi lebih jelas, gerakan paradoksal lebih
jelas, kerja otot nafas tambahan meningkat dan makin jelas. Sianosis lebih cepat
timbul. Sumbatan total tidak berbunyi dan menyebabkan asfiksia, henti nafas dan henti
jantung dalam waktu 5-10 menit bila tidak dikoreksi.
PEMBEBASAN JALAN
NAPAS
Pembebasan Jalan
Napas
PEMBEBASAN
JALAN NAPAS

Tujuan
Pembebasan Jalan Napas

Pembebasan Jalan
Napas

Menggunakan
Posisi Tanpa Alat Alat Pembedahan
Pembebasan Jalan Napas
Dengan Posisi

Aksis Anatomis Mulut, Faring dan Laring Penggunaan ramp


dalam posisi Netral (A), Elevasi
Kepala(B), dan Sniffing(C).
Pembebasan Jalan Napas
Tanpa Alat
1. Manuver Chin-lift, Head-tilt, Jaw-Thrust
Pembebasan Jalan Napas
Tanpa Alat
2. Tenik Pembebasan Jalan Napas Oleh Benda Asing

Membuka mulut pasien menggunakan teknik cross finger airway


Teknik finger sweep untuk menghilangkan benda asing pada
saluran napas
Pada pasien tersedak yang tidak mampu batuk atau menghasilkan
suara, dapat dilakukan beberapa manuver sesuai dengan usia pasien
(Back blows & Abdominal Thrust atau Manuver Heimlich, dan
Chest thrust)
Pembebasan Jalan Napas
Tanpa Alat

Cross Finger Airway


Finger Sweep
Pembebasan Jalan Napas
Tanpa Alat
Back blows & Abdominal Thrust atau Manuver Heimlich

Posisi jalan napas netral pada bayi


Chest thrust
Pembebasan Jalan Napas
Menggunakan Alat

1. Nasopharyngeal Airway (NPA)


2. Oropharyngeal Airway (OPA)
3. Sungkup Ventilasi
4. Laryngeal Mask Airway (LMA)
5. Intubasi Endotrakeal
Pembebasan Jalan Napas
Menggunakan Alat

1. Nasopharyngeal Airway (NPA)

Oropharyngeal airway (A)


Nasopharyngeal (B)
 
1. Nasopharyngeal Airway (NPA) /Naso airway / nasal trumpet.

Definisi

Alat seperti kateter halus dengan dengan diameter ± sesuai ukuran lubang hidung.

Fungsi

Menghilangkan sumbatan jalan napas yang disebabkan oleh lidah jatuh ke belakang baik pada

pasien sadar dengangag reflex masih baik / pada pasien yang tidak sadar.

Indikasi

Digunakan apabila oropharyngeal airway tidak mungkin dilakukan pada pasien yang

mengalami trauma berat di sekitar mulut yang dapat menimbulkan perdarahan masif / pada

kondisi trauma mulut dengan gigi mengatup rapat.


Kontraindikasi dan hal-hal yang harus diperhatikan

◦ Bila insersi nasopharyngeal airway merangsang refleks gag dan menyebabkan muntah.

◦ Jika pipa terlalu panjang akan masuk ke dalam esophagus dan akan menyebabkan insufisiensi lambung dan

hipoventilasi.
◦ Epsistaksis dan menyebabkan aspirasi karena darah yang mengalir.

◦ Trauma wajah berat dan fraktur basis cranii

Komplikasi

◦ Epistaksis

◦ Aspirasi

◦ Hipoksia sekunder karena aspirasi penempatan alat yang tidak tepat

◦ Fraktur basis cranii pada hal-hal yang kontraindikasi.

Langkah Penggunaan : “S L I C”
◦ S-Size the adjunct (menentukan ukuran)
◦ L-Lubricate the adjunct (memberikan lubrikasi)
◦ I-Insert the adjunct
◦ C-Check the adjunct
Pembebasan Jalan Napas
Menggunakan Alat

2. Oropharyngeal Airway (OPA)

Teknik untuk menginsersi OPA

Cara Mengukur Panjang OPA


Pembebasan Jalan Napas
Menggunakan Alat

2. Oropharyngeal Airway (OPA)

Definisi
Alat berbentuk curved yang digunakan untuk mempertahankan jalan napas.

Fungsi
Mencegah lidah jatuh ke belakang shingga menyebebkan obstruksi jalan napas.

Indikasi
◦ Pasien tidak sadar dengan sumbatan jalan napas
◦ Pembukaan jalan napas secara manual yang tidak berhasil
◦ Pemberian ventilasi dengan menggunakan bag mask device
◦ Pada pasien dengan pemasangan endotracheal
◦ Pada pasien tidak sadar yang dilakukan section
Kontraindikasi

◦ Pada pasien sadar / dengan penurunan kesadaran

◦ Bila salah melakukan penempatan dapat mendorong lidah jatuh ke belakang (faring) dan menyumbat

jalan napas.
◦ Pada jalan napas yang terlalu sempit tidak diperbolehkan mendorong lidah sampai ke bagian belakang

faring karena dapat menyebabkan obstruksi pernapasan dan pada jalan napas yang lebar mendorong

lidah sampai ke bagian belakang faring tidak diperbolehkan karena dapat menutup trachea.
◦ Kegagalan dalam membersihkan sumbatan benda asing pada orofaring akan menyebabkan aspirasi.

◦ Untuk menghindari muntah dan aspirasi segera lepaskan orofaringela bila pasien sudah sadar dan

refleks muuntah sudah kembali

Komplikasi

◦ Sumbatan jalan napas total

◦ Trauma pada bibir, lidah, gigi dan mukosa mulut

◦ Muntah dan aspirasi


Pembebasan Jalan Napas
Menggunakan Alat
3. Sungkup Ventilasi

Sungkup wajah Cara memegang sungkup


transparan cara memegang sungkup wajah
wajah dengan satu tangan dengan dua tangan

Teknik Sungkup
Ventilasi
3. Sungkup Ventilasi

◦ Umumnya berwarna transparan sehingga uap gas ekspirasi, cairan / muntahan dapat dengan

mudah dipantau.
◦ Sungkup wajah biasanya terbuat dari bahan plastik / karet yang cukup lunak dan lentur

untuk menyesuaikan dengan wajah pasien yang bervariasi.


◦ Setelah jalan napas terbuka → pasien dapat diventilasi secara optimal dengan bantuan

sungkup wajah.
◦ Penggunaan sungkup wajah dapat memfasilitasi pengaliran oksigen kepada pasien untuk

mencapai kemampuan penghantaran gas yang optimal.


◦ Ukuran dan bentuk sungkup wajah disesuaikan dengan kontur wajah pasien sehingga tidak

terjadi kebocoran.
Pembebasan Jalan Napas
Menggunakan Alat
4. Laryngeal Mask Airway (LMA)

panduan pemilihan ukuran LMA berdasarkan berat


badan pasien

Teknik
Pemasangan
LMA
4. Laryngeal Mask Airway (LMA)

◦ Merupakan alat dimana pada salah satu ujungnya berbentuk seperti sendok yang

dapat mengembang → fungsi untuk menutup daerah laring.


◦ Dalam pemasangan LMA melihat posisi laring bukan hal penting sehingga tindakan

LMA dapat dengan mudah dilakukan pada pasien yang tidak bisa dilakukan

pemasangan endotracheal.
◦ Proses memasukkan LMA sederhana, tetapi tidak direkomendasikan bagi seseorang

yang tidak memiliki kemampuan dan pengalaman karena posisi LMA yang salah →

menyebabkan obstruksi jalan napas.


◦ LMA tesedia dalam berbagai jenis ukuran mulai dari anak sampai dewasa dan juga

tersedia LMA disposable dan reversible.


Indikasi

◦ Digunakan sebagai alternative face mask pada ventilasi manual.

◦ Dalam kondisi emergency dapat menfasilitasi pertukaran gas ketika gagal dilakukan intubasi sampai

jalan napas dapat dikontrol dengan airway definitif

Kontraindikasi dan hal yang harus diperhatikan

◦ Pasien tidak mempunyai glosofaringeal dan laringela refleks dan tidak responsif.

◦ LMA tidak termasuk dalam airway definitif karena tidak dapat melindungi airway dari aspirasi isi

lambung dan sebaiknya dilakukan pada pasien dengan isi lam bung yang kosong.
◦ Tidak dapat diberikan pada pasien dengan penurunan komplian paru karena menyebabkan ventilasi

tidak adekuat.
◦ Lesi pada daerah orofaring.

◦ Obstruksi jalan napas.


Pembebasan Jalan Napas
Menggunakan Alat
5. Intubasi Endotrakeal

Endotracheal
tube
Bagian-bagian laringoskop dan
jenis-jenis bilah laringoskop.
Pembebasan Jalan Napas
Menggunakan Alat

5. Intubasi Endotrakeal

Posisi
Sniffing

Prosedur laringoskopi direk


5. Intubasi Endotrakeal

Intubasi endotrakeal hingga saat ini masih merupakan baku emas pengelolaan jalan
napas.
Intubasi endotrakea → prosedur untuk memasukkan pipa secara langsung ke dalam
trachea. Endotracheal (ETT) bisa dimasukkan melalui mulut ( Orotracheal) / melalui
hidung (Nasotracheal).
Metode memasukkannya dapat melalui metode visual (menggunakan laringoskopi),
metode blind (melalui lubang hidung), digital (termasuk blind), atau dapat menggunakan
fasilitas fiberoptik bronkoskopi / peralatan lainnya
Tujuan ETT:
◦ Mempertahankan patensi jalan napas
◦ Melindungi jalan napas dari aspirasi
◦ Memungkinkan ventilasi tekanan positif
◦ Memungkinkan pembersihan sekresi jalan napas
◦ Memungkinkan napas kendali dengan oksigen 100%
◦ Jalur pemberian obat-obat tertentu saat henti jantung
Indikasi

Pemasangan ETT melalui mulut biasanya digunakan pada pasien tidak sadar, apnea,

menggunakan sedasi atau obat-obatan yang menyebabkan paralisis otot-otot pernapasan

untuk :
◦ Menjaga jalan napas tetap paten

◦ Menfasilitasi ventilasi mekanik

◦ Memberikan jalan evakuasi secret

◦ Memberikan obat-obatan reaksi cepat pada pasien cardiac arrest 

Kontraindikasi

◦ Refleks gag dalam kondisi baik

◦ Potensial trauma servikal dan spinal.


Posisi Sniffing
Prosedur
◦ Pastikan semua peralatan telah lengkap dan siap untuk digunakan. Cek fungsi balon dengan mengisikan
udara kedalamnya. Jika balon mengembang dengan baik kempeskan balon.
◦ Masukkan stilet ke dalam EET jangan sampai ada yang menonjol keluar pada ujung pipanya, buat
lengkungan pada pipa dan stilet. Berikan pelumas pada ujung ETT sampai daerah cuff.
◦ Letakkan bantal kecil / penyangga handuk setinggi 10 cm di oksiput dan pertahankan kepala sedikit
ekstensi (jangan dilakukan pada pasien potensi fraktur servikalis).
◦ Bila diperlukan lakukan section pada mulut dan faring dan berikan semprotan benzokain (anastesi lokal)
jika pasien sadar atau tidak dalam kondisi anastesi yang dalam.
◦ Lakukan preoksigenasi minimal 30 detik dengan kecepatan 2 kali lipat (± 24x/menit) melalui BVM
dengan Fi02 100%.
◦ Buka mulut dengan cross finger dengan tangan kiri memegang laringoskop.
◦ Masukkan laringoskop blades dengan lernbut menelusuri mulut sebelah kanan. Masukkan laringoskop
blades sedikit demi sedikit sampai ujung laringsokop mencapai dasar lidah, perhatikan agar lidah dan
bibir tidak terjepit di antara bilah dan gigi pasien.
◦ Angkat laringoskop ke atas dan ke depan (menjauh dari operator) dengan kemiringingan 30-40°sejajar
dengan aksis pegangan jangan sampai menggunakan gigi sebagai titik tumpu.
◦ Jika pita suara tidak terlihat, lakukan penekanan pada area krikoid (Sellick maneuver) mungkin bisa
menggeser epiglotis sehingga terlihat.
◦ Bila pita suara sudah terlihat tahan tarikan atau posisi laringoskop dengan menggunakan kekuatan siku
dan pergelangan tangan, masukkan ETT dari se belah kanan mulut ke faring sampai bagian proksimal
dari cu..ff melewati pita suara 1-2 atau pada orang dewasa kedalaman ETT ± 19-23 cm.
◦ Bila pita suara sudah terlihat tahan tarikan atau posisi laringoskop dengan menggunakan kekuatan siku dan
pergelangan tangan, masukkan ETT dari se belah kanan mulut ke faring sampai bagian proksimal dari cuff melewati
pita suara 1-2 / pada orang dewasa kedalaman ETT ± 19-23 cm.
◦ Angkat laringoskop sembari mempertahankan tube endotracheal.
◦ Kemudian angkat stilet.
◦ Hubungkan ETT dengan menggunakan BVM dan lakukan ventilasi patien dengan oksigen 100% sambil penolong
yang lainnya melakukan auskultasi.
◦ Periksa penempatan tube endotracheal dan amankan tube.
◦ Auskultasi pertama dilakukan pada lambung baru kemudian pada paru kanan dan kiri sambil memperhatikan
pengembangan dada. Bila terdengar gargling pada lambung dan dada tidak mengembang berarti ETT masuk ke
esofagus dan pemasangan pipa harus diulangi setelah melakukan hiperventilasi selama 30 detik.
◦ Berkurangnya bunyi napas di atas dada kiri mengindikasikan pergeseran pipa ke dalam bronkus utama kanan dan
memerlukan tarikan 1-2 cm dari posisi semula.
◦ Setelah bunyi napas optimal dicapai kembangkan halon isi dengan udara sebanyak 10-15 cc dengan menggunakan
spuit 10 cc.
◦ Lakukan fiksasi ETT untuk menjaga kepatenan posisi ETT dan mencegah pasien menggigit ETT.
◦ Waktu melakukan intubasi tidak boleh lebih dari 30 detik.
◦ Ventilasi harus terus dilakukan dengan oksigen 100% (aliran 10-12 liter /menit).
 Komplikasi
◦ Esophageal intubation (paru tidak ada ventilasi abdomen distensi)
◦ Bergesernya posisi ETT
◦ ETT masuk ke bronkus sebelah kanan
◦ Trauma pada gigi, mukosa hidung, faring posterior dan laring (tergantung dari metode
pemasangan)
◦ Muntah, aspirasi
◦ Hipertensi, takikardi, aritmia (pelepasan adrenalin dan noradrenalin).
Teknik Pembebasan Jalan Napas dengan Pembedahan

1. Cricothyrotomy dengan Jarum


2. Cricothyroidotomy
3. Tracheostomy
4. Suction Endotracheal Atau Tracheostomy
Teknik Pembebasan Jalan Napas dengan Pembedahan

1. Cricothyrotomy dengan Jarum


Dikenal juga dengan nama needle cricothyrotomy, jet insufflations, Percutaneus Transtracheal Ventilation (PVT) dan

Percutaneus Transtracheal ]et Ventilation (PTJV).


Metode invasif untuk melakukan ventilasi dan oksigenasi jika intubasi tidak dapat dilakukan.

Bersifat sementara dengan komplikasi minimal dan mudah dilakukan

Teknik pemasangan TTJV dilakukan dengan cara memasukkan kateter ukuran 12 hingga 16 G menembus membran

krikotiroid, dan diarahkan ke arah kaudal. Aspirasi udara pada saat pemasangan kateter memastikan bahwa kateter

sudah berada intratrakeal.


Teknik ini sederhana dan relatif amanuntuk dilakukan dan dapat membebaskan jalan napas secara cepat ketika pasien

tidak dapat dilakukan intubasi. Akan tetapi karena ukuran kateter yang sempit dengan metode ini proses ventilasi

terutama ekspirasi menjadi tidak efektif, sehingga cara ini hanya dapat dilakukan maksimal selama 30 menit karena

C02 akan terakumulasi secara perlahan.


 Indikasi

◦ Intervensi emergency mengontrol ventilasi tanpa pembedahan yang tepat ketika intubasi gagal

dilakukan atau ventilasi tidak adekuat.

Kontraindikasi dan hal-hal yang harus diperhatikan yaitu:

◦ PVT tidak dapat mengontrol jalan napas secara penuh dan kemungkinan aspirasi tetap akan terjadi.

◦ Menyebabkan penumpukan COz sehingga hanya direkomendasikan untuk sementara waktu sampai

dilakukan tindakan airway definitif.


◦ Kanul akan bergeser dan bias masuk ke trachea.

◦ Suction pada trachea tidak bias dilakukan melalui kanul PVT.

◦ Pasien harus mampu melakukan ekshalasi pasif melalui hidung atau mulut.

Pertimbangan usia

◦ PVT merupakan pilihan yang baik untuk pembedahan jalan napas pada kondisi emergency anak di

bawah usia 12 tahun.


Komplikasi

◦Subkutaneus atau mediastinal empisema


◦Perdarahan pada daerah penusukan
◦Tertusuknya dinding trachea dan esofagus
bagian belakang
◦Pneumotoraks
◦Ventilasi tidak adekuat karena hipoksia,
hipotensi dan kolaps jantung
◦Penumpukan Co2

Krikotirotomi dengan Jarum


Teknik Pembebasan Jalan Napas dengan Pembedahan

2. Cricothyroidotomy
 Cricothyrotomy / cricothyroidotomy → prosedur pembedahan dengan membuat lubang pada
membrane cricothyroid yang mana cuffed endotracheal / tube tracheostomy ditempatkan untuk
mengamankan jalan napas.

 Indikasi
◦ Masiv midfacial trauma
◦ Kelainan anatomi
◦ Perdarahan pada area glottis dan mulut
◦ Obstruksi jalan napas bagian atas (mulut atau faaring infeksi, anafilaksis, inhalasi bahan kimia atau
trauma inhalasi, Iuka bakar, sumbatan benda asing)

 Kontraindikasi dan hal-hal yang harus diperhatikan


◦ Fraktur pada daerah laring
◦ Tumor atau striktur pada daerah laring
◦ Hematom dan infeksi pada leher bagian depan
Komplikasi
◦ Insersi salah masuk ke subkutaneus
◦ Aspeksia
◦ Aspirasi
◦ Perdarahan dan hematom pada leher
◦ Laserasi dan trauma pada trachea
◦ Kerusajkan arteri karotis, vena jugularis dan nervus vagus alibat isnsisi yang terlalu
lateral
◦ Pneumthorak atau hemathorak
◦ Paralisis pita suara, perubahan suara dan dysponia
◦ Fistel tracheoesophageal
Teknik Pembebasan Jalan Napas dengan Pembedahan

3. Tracheostomy
Tindakan memberikan lubang pada trachea sebagai jalan napas, Juga dikenal
sebagai pembedahan jalan napas.
Dilakukan pembukaan jalan napas secara terbuka yang biasanya akan dilakukan di
kamar oprerasi setealah pasien mencapai RS.
Dilakukan pada pasien yang tidak dapat dilakukan intubasi endotracheal dan
cricothyrotomy, ada trauma pada laring / laringotracheal, epiglotitis, neoplasma,
abses, atau benda asing pada faring yang tidak memungkinkan dilakukan intubasi
endotracheal / pasien yang dilakukan cricothyrotomy.
Kontra indikasi dan hal-hal yang harus diperhatikan pada tracheostomy →setting
tindakan tracheostomy, masalah perlengkapan alat, harus dilakukan oleh
tenagaprofesional, karean akan banyak perdarahan pada saat prosedur tindakan.
Teknik Trakeostomi
Teknik Pembebasan Jalan Napas dengan Pembedahan

4. Suction Endotracheal Atau Tracheostomy


 Metoda untuk mengeluarkan lendir / secret dari jalan napas yang terpasang endotracheal /
tracheostomy.

 Indikasi
◦ Mempertahankan kepatenan jalan napas
◦ Menghilangkan secret melalui endotracheal / tracheostomy tube, yang mungkin menyumbat
jalan napas dan menyebabkan hypoxia, pneumonia, bronchitis / atelektasis. (Kebutuhan suction
diindikasikan saat adanya penurunan saturasi oksigen,suara gurgling, /gelisah)
◦ Menstimulasi refleks batuk dalam pada pasien yang mendapat sedasi / gangguan neurologi
untuk memobilisasi secret agar jalan napas lebih longgar.
◦ Mengambil specimen sputum untuk analisis laboratori um.
Kontraindiaksi dan hal-hal yang harus diperhatikan
◦ Memperburuk tekanan intracranial atau tekanan darah tinggi yang berat.
◦ Jangan menurunkan endotrakeal tube / trakeostomi cuff sebelum suction. Cuff yang
ditingkatkan dapat membantu mencegah aspirasi benda apapun ke dalam paru-paru
jika gag reflex dirangsang dan terjadi muntah. Memposisikan pasien dengan tempat
tidur ditinggikan 30 ° selama dan setelah suction dapat meminimalkan risiko
aspirasi.
◦ Untuk mencegah hipoksia, suction tidak boleh melebihi 10 detik tiap kali dilakukan.
◦ Suction harus didasarkan pada kebutuhan individu dan sebuah bukan prosedur yang
dijadwalkan.
◦ Pembatasan suction menghindari kerusakan mukosa berlebihan dan penurunan
paparan kolonisasi bakteri.
◦ Pemberian Saline untuk melonggarkan sekresi tidak efektif dan dapat menurunkan
oksigenisasi arteri.
◦ Saline dapat meningkatkan kolonisasi bakteri pada jalan napas bawah.
Pertimbangan usia
◦ Awasi heart rate pada anak-anak selama suction karena rangsangan
vagal dapat menyebabkan bradycardia.
◦ Pilih ukuran kateter yang sesuai untuk suction. Seperti pedoman
umum, gunakan kateter suction 10-16 French untuk dewasa, kateter
suction 8-10 French untuk anak-anak dan kateter suction 6-8 French
untukanak kecil. Ukuran pediatric dan neonatal pada kateter suction
tertutup juga tersedia.
Komplikasi
◦ Suction berkepanjangan dapat menyebabkan hipoksia dan atelectasis.
◦ Prosedur dapat menyebabkan rasa sesak napas dan menyebabkan
kecemasan berlebihan.
◦ Teknik suction yang tidak tepat dapat melukai mukosa trakeal.
◦ Infeksi saluran pernapasan dapat menyebabkan kolonisasi bakteri pada
jalan napas.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai