Anda di halaman 1dari 28

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN MEI 2016


UNIVERSITAS HASANUDDIN

ALAT BANTU DENGAR

Disusun oleh:
Moh. Aizat Kamal bin Md. Shamuddin C 111 11 827
Muh. Fahrul Usman C 111 11 131

Pembimbing
dr. Ahmad Ardhani

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA


ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK
KEPALA DAN LEHER
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
BAB I
PENDAHULUAN

Komponen panca indra pada manusia sangat penting dalam kelangsungan hidup
manusia itu sendiri, termasuk telinga dengan fungsi pendengaran dan keseimbangan.
Pendengaran yang baik merupakan salah satu kebutuhan hidup yang sangat penting bagi
kita. Jika kita mengalami gangguan pendengaran maka hal itu akan sangat berdampak
buruk dalam kehidupan sehari-hari. Kualitas hidup adalah hal penting yang sangat
dikompromikan bagi orang yang mengalami gangguan pendengaran dan keluarganya.
Gangguan pendengaran dapat dikatakan memiliki kategori berat, dimana suara yang
cukup keras tidak dapat terdengar atau yang biasanya terjadi orang tersebut sangat sulit
mengerti kata-kata yang diucapkan. Dalam kasus-kasus tersebut beberapa jenis suara
atau percakapan sulit untuk didengar, terutama di lingkungan suara yang bising.(1,2)
Saat ini sudah tersedia teknik penanganan gangguan pendengaran yang baru dan
lebih baik. Penanganan gangguan pendengaran yang efektif telah terbukti menghasilkan
efek positif terhadap kualitas hidup.
Setelah diketahui seorang anak menderita ketulian upaya habilitasi pendengaran
harus dilaksanakan sedini mungkin. American Joint Commitee on Infant Hearing (2000)
merekomendasikan upaya habilitasi sudah harus dimulai sebelum usia 6 bulan.
Penelitian-penelitian telah membuktikan bahwa bila habilitasi yang optimal sudah
dimulai sebelum usia 6 bulan maka pada usia 3 tahun perkembangan wicara anak yang
mengalami ketulian dapat mendekati kemampuan wicara anak normal.(1,2,3)
Pemasangan alat bantu dengar (ABD) merupakan upaya pertama dalam
habilitasi pendengaran yang akan dikombinasikan dengan terapi wicara atau terapi
audio verbal. Sebelum proses belajar harus dilakukan penilaian tingkat kecerdasan oleh
Psikolog untuk melihat kemampuan belajar anak. Anak usia 2 tahun dapat memulai
pendidikan khusus di Taman Latihan dan Observasi (TLO), dan melanjutkan
pendidikannya di SLB-B atau SLB-C bila disertai dengan retardasi mental. Proses
habilitasi pasien tuna rungu membutuhkan kerja sama dari beberapa disiplin, antara lain
dokter spesialis THT, audiologist, ahli madya audiologi, ahli terapi wicara, psikolog
anak, guru khusus untuk tuna rungu dan keluarga penderita.(4,5)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA

1
TELINGA LUAR
Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius
eksternus, dipisahkan dari telinga tengan oleh struktur seperti cakram yang dinamakan
membrana timpani (gendang telinga). Telinga terletak pada kedua sisi kepala kurang
lebih setinggi mata. Aurikulus melekat ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun terutama
oleh kartilago, kecuali lemak dan jaringan bawah kulit pada lobus telinga. Aurikulus
membantu pengumpulan gelombang suara dan perjalanannya sepanjang kanalis
auditorius eksternus. (1,2)

1. 1/3 luar Meatus Akustikus


Eksternus (MAE): pars
cartilagenous
2. Kelenjar parotis
3. 2/3 dalam MAE: pars osseus
4. Dinding lateral epitympanum
5. Antrum mastoid
6. Epitympanum
7. Fossa temporomandibular joint
8. N. Vestibulocochlearis
9. Tuba eustachii
10. Bone of tympanic ring
11. Fissura Santorini

Gambar 1. Potongan frontal telinga(7)


Tepat di depan meatus auditorius eksternus adalah sendi temporomandibular.
Kaput mandibula dapat dirasakan dengan meletakkan ujung jari di meatus auditorius
eksternus ketika membuka dan menutup mulut. Kanalis auditorius eksternus panjangnya
sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat
di mana kulit terlekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis.
Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana timpani. Kulit dalam kanal
mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang mensekresi substansi seperti
lilin yang disebut serumen. Mekanisme pembersihan diri telinga mendorong sel kulit
tua dan serumen ke bagian luar tetinga. Serumen nampaknya mempunyai sifat anti
bakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit.(1,2,3)
TELINGA TENGAH
Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di sebelah
lateral dan kapsul otik di sebelah medial celah telinga tengah terletak di antara kedua
membrana timpani terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai batas
lateral telinga. Membran ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu

2
mutiara dan translulen. Telinga tengah merupakan rongga berisi udara merupakan
rumah bagi osikuli (tulang telinga tengah) dihubungan dengan tuba eustachii ke
nasofaring berhubungan dengan beberapa sel berisi udara di bagian mastoid tulang
temporal.(1,2)

Gambar 2. Membran timpani(2)

Gambar 3.Tulang-tulang Pendengaran, kanalis semisirkularis, dan potongan koklea(2)


Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus dan
stapes. Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendi, otot, dan ligamen, yang
membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial
telinga tengah, yang memisahkan telinga tengah dengan teli nga dalam. Bagian dataran
kaki menjejak pada jendela oval, di mana suara dihantar telinga tengah. Jendela bulat
memberikan jalan ke getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis,
dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis, atau struktur berbentuk cincin.
anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah mengalami robekan. Bila ini terjadi,
cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran ke telinga tengah kondisi ini dinamakan
fistula perilimfe.(1,2)
Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1 mm panjangnya sekitar 35 mm,
menghubungkan telinga ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun dapat

3
terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau
menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan
menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer.(1,2)

TELINGA DALAM
Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk
pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga kranial
VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya merupakan bagian
dari komplek anatomi. Koklea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang
labirint. Ketiga kanalis semisi posterior, superior dan lateral erletak membentuk sudut
90o satu sama lain dan mengandung organ yang berhubungan dengan keseimbangan.
Organ ahir reseptor ini distimulasi oleh perubahan kecepatan arah dan gerakan
seseorang. (1,2)
Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua
setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran, dinamakan
organ Corti. Di dalam lubang labirin, namun tidak sempurna mengisinya, labirin
membranosa terendam dalam cairan yang dinamakan perilimfe, yang berhubungan
langsung dengan cairan serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus koklearis. (1,2)
Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis,
duktus koklearis, dan organ Corti. Labirin membranosa memegang cairan yang
dinamakan endolimfe. Terdapat keseimbangan yang sangat tepat antara perilimfe dan
endolimfe dalam telinga dalam, banyak kelainan telinga dalam terjadi bila
keseimbangan ini terganggu. Percepatan angular menyebabkan gerakan dalam cairan
telinga dalam di dalam kanalis dan merangsang sel-sel rambut labirin membranosa.
Akibatnya terjadi aktivitas elektris yang berjalan sepanjang cabang vestibular nervus
kranialis VIII ke otak. (1,3)
Perubahan posisi kepala dan percepatan linear merangsang sel-sel rambut
utrikulus. Ini juga mengakibatkan aktivitas elektris yang akan dihantarkan ke otak oleh
nervus kranialis VIII. Di dalam kanalis auditorius internus, nervus koklearis (akus-dk),
yang muncul dari koklea, bergabung dengan nervus vestibularis, yang muncul dari
kanalis semisirkularis, utrikulus, dan sakulus, menjadi nervus koklearis (nervus
kranialis VIII). Yang bergabung dengan nervus ini di dalam kanalis auditorius internus
adalah nervus fasialis (nervus kranialis VII). Kanalis auditorius internus membawa
nervus tersebut dan asupan darah ke batang otak.(1,5)

4
Fisiologi fungsional jendela oval dan bulat memegang peran yang penting.
Jendela oval dibatasi oleh anulare fieksibel dari stapes dan membran yang sangat lentur,
memungkinkan gerakan penting, dan berlawanan selama stimulasi bunyi, getaran stapes
menerima impuls dari membrana timpani bulat yang membuka pada sisi berlawanan
duktus koklearis dilindungi dari gelombang bunyi oleh menbran timpani yang utuh, jadi
memungkinkan gerakan cairan telinga dalam oleh stimulasi gelombang suara. Pada
membran timpani utuh yang normal, suara merangsang jendela oval dulu, dan terjadi
jeda sebelum efek terminal stimulasi mencapai jendela bulat. Namun waktu jeda akan
berubah bila ada perforasi pada membran timpani yang cukup besar yang
memungkinkan gelombang bunyi merangsang kedua jendela oval dan bulat bersamaan.
Ini mengakibatkan hilangnya jeda dan menghambat gerakan maksimal motilitas cairan
telinga dalam dan rangsangan terhadap sel-sel rambut pada organ Corti. Akibatnya
terjadi penurunan kemampuan pendengaran.(1,4)

Gambar 4. Organ Corti(2)


Gelombang bunyi dihantarkan oleh membrana timpani ke osikulus telinga
tengah yang akan dipindahkan ke koklea, organ pendengaran, yang terletak dalam
labirin di telinga dalam. Osikel yang penting, stapes, yang menggerakkan dan memulai
getaran (gelombang) dalam cairan yang berada dalam telinga dalam. Gelombang cairan
ini, pada gilirannya, mengakibatkan terjadinya gerakan membrana basilaris yang akan
merangsang sel-sel rambut organ Corti, dalam koklea, bergerak seperti gelombang.
Gerakan membrana akan menimbulkan arus listrik yang akan merangsang berbagai
daerah koklea. Sel rambut akan memulai impuls saraf yang telah dikode dan kemudian

5
dihantarkan ke korteks auditorius dalam otak, dan kernudian didekode menjadi pesan
bunyi.(1,2,3,6)
Pendengaran dapat terjadi dalam dua cara. Bunyi yang dihantarkan melalui
telinga luar dan tengah yang terisi udara berjalan melalui konduksi udara. Suara yang
dihantarkan melalui tulang secara langsung ke telinga dalam dengan cara konduksi
tulang. Normalnya, konduksi udara merupakan jalur yang lebih efisien; namun adanya
defek pada membrana timpani atau terputusnya rantai osikulus akan memutuskan
konduksi udara normal dan mengakibatkan hilangnya rasio tekanan suara dan
kehilangan pendengaran konduktif.(1,2,3,6)

FISIOLOGI PENDENGARAN
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ketelinga tengah melalui rangkaian
tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang
pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong.
Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan
tingkap lonjong sehingga perilimfe pada skalavestibuli bergerak. Getaran diteruskan
melalui membran Reissner yang mendorong endolimfe, sehingga akan menimbulkan
gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan
rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut,
sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel.
Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut sehingga melepaskan
neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf
auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area
39-40) di lobus temporalis.(1,2)

2. GANGGUAN PENDENGARAN
Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli konduktif,
sedangkan gangguan telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural, yang terbagi atas
tuli koklea dan tuli retrokoklea. Sumbatatan tuba eustachius menyebabkan gangguan
telinga tengah dan akan terdapat tuli konduktif. Gangguan pada vena jugulare berupa
aneurisma akan menyebabkan telinga berbunyi sesuai dengan denyut jantung.

6
Antara inkus dan maleus berjalan cabang n. fasialisis yang disebut korda
timpani. Bila terdapat radang di telinga tengah atau trauma mungkin korda timpani
terjepit, sehingga timbul gangguan pengecap. Di dalam telinga dalam terdapat alat
keseimbangan dan alat pendengaran. Obat-obat dapat merusak stria vaskularis, sehingga
saraf pendengaran rusak, dan terjadi tuli sensorineural. Setelah pemakaian obat
ototoksik seperti streptomisin, akan terdapat gejala gangguan pendengaran berupa tuli
sensorineural dan gangguan keseimbangan.
Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural serta tuli campuran (mixed
deafness). Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara, disebabkan oleh
kelainan atau penyakit di telinga luar atau telinga tengah. Pada tuli saraf (perseptif,
sensorineural) kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam), nervus VII atau di pusat
pendengaran. Sedangkan tuli campuran, disebabkan oleh kombinasi tuli konduktif dan
tuli saraf. Tuli campuran dapat merupakan satu penyakit, misalnya tumor nervus VIII
(tuli sensorineural) dengan radang telinga tengah (tuli konduktif).
Jadi jenis ketulian sesuai dengan letak kelainan. Suara yang didengar dapat
dibagi dalam bunyi, nada murni dan bising. Bunyi (frekuensi 20 Hz – 18.000 Hz)
merupakan frekuensi nada murni yang dapat didengar oleh telinga normal. Nada murni
(pure tone), hanya satu frekueni, misalnya dari garpu tala, piano.
Bising (noise) disebabkan antara : NB (narrow band), terdiri atas beberapa
frekuensi, spektrumnya terbatas dan WN (white noise), yang terdiri dari banyak
frekuensi.(1)
Derajat Gangguan Pendengaran / Ketulian Menurut ISO(1)
Derajat Pendengaran Kehilangan Pendengaran
Normal 0-25 dB
Ringan 26 – 40 dB
Sedang 41 – 55 dB
Sedang Berat 56 – 70 dB
Berat 71 – 90 dB
Sangat Berat >90 dB

3. ALAT BANTU DENGAR (HEARING AID)

7
Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan dengan
baterai, yang berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga komunikasi bisa
berjalan dengan lancar.
Alat bantu dengar terdiri dari:
 Microphone, bagian yang berperan menerima suara dari luar dan mengubah
sinyal suara menjadi energi listrik, kemudian meneruskannya ke amplifier.
 Amplifier, berfungsi memperkeras suara dengan cara memperbesar energi listrik
yang selanjutnya mengirimkannya ke receiver.
 Receiver atau loudspeaker, mengubah energi listrik yang telah diperbesar
amplifier menjadi energi bunyi kembali dan meneruskannya ke liang telinga.
 Baterai, sebagai sumber tenaga.(7,8)

Gambar5. Komponen Alat Bantu Dengar(11)


Berdasarkan hasil tes fungsi pendengaran, seorang audiologist bisa menentukan
apakah penderita sudah memerlukan alat bantu dengar atau belum (audiologist adalah
seorang profesional kesehatan yang ahli dalam mengenali dan menentukan beratnya
gangguan fungsi pendengaran).
Alat bantu dengar sangat membantu proses pendengaran dan pemahaman
percakapan pada penderita penurunan fungsi pendengaran sensorineural.
Dalam menentukan suatu alat bantu dengar, seorang audiologist biasanya akan
mempertimbangkan hal-hal berikut: (8,9)

8
 Kemampuan mendengar penderita
 Aktivitas di rumah maupun di tempat bekerja
 Keterbatasan fisik
 Keadaan medis
 Penampilan
 Harga.(8,9)

Pemrosesan Suara pada Alat Bantu Dengar


Saat ini sebagian besar alat bantu dengar sudah memakai teknologi digital,
artinya sinyal suara yang ditangkap oleh mikrofon dirubah (konversi) menjadi kode-
kode digital, yang kemudian diproses menggunakan perhitungan matematis.
Pemrosesan suara secara digital memungkinkan untuk melakukan “teknik
memanipulasi sinyal” contohnya : memisahkan sinyal suara percakapan dengan sinyal
bising. Sebagian besar alat bantu dengar saat ini memiliki kemampuan (dalam
memproses) lebih baik disbanding komputer desktop, tidak seperti alat bantu dengar
yang ada beberapa tahun lalu yang tidak lebih dari sekedar amplifier.
Algoritma yang kompleks dapat memisahkan suara/bunyi kebeberapa frekuensi
dan mengamplifikasi tergantung dari settingan/program yang diberlakukan pada alat
bantu dengar yang sesuai dengan kondisi gangguan pendengaran klien. Dengan metode
algoritma juga memungkinkan untuk membedakan jumlah amplifikasi antara suara
yang pelan, sedang dan keras. Dengan cara tersebut diharapkan suara yang pelan dapat
terdengar, namun suara yang keras tidak terasa menyakitkan telinga (over amplifikasi).
Dan pemrosesan digital memastikan replika sinyal asal secara presisi dengan distorsi
yang minimal agar menghasilkam kualitas suara yang bagus. (1,9)

SCREENING ALAT BANTU DENGAR


Pada screening pemakaian alat bantu dengar, tidak terlepas dari anamnesis dan
pemeriksaan fisis THT yang biasanya dilakukan untuk mengetahui tipe hearing loss
pada calon pemakai alat bantu dengar tersebut.
- Anamnesis
Pada umumnya, pasien akan datang dengan keluhan berupa gangguan
pendengaran, tinnitus, vertigo, otalgia, otore. Gejala subjektif tersebut nantinya akan

9
diolah oleh dokter untuk menegakkan diagnosis hearing loss seperti CHL, SNHL,
MHL, namun harus dilakukan pemeriksaan fisis dan penunjang untuk memastikan
penegakan diagnosisnya.
- Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisis, dimulai dari inspeksi telinga luar sampai dengan
menggunakan alat, tentunya harus didapatkan sign dan symptom yang mendukung
diagnosis hearing loss, misalnya pada inspeksi didapatkan perforasi membrane tympani,
bukti kerusakan pada telinga tengah terutama dari derajat dan tipe dari OMSK yang
diderita pasien, sampai kepada tes garputala yang dilakukan untuk mengetahui tipe
hearing loss pasien. (1)

Screening pada bayi


Untuk dapat melakukan deteksi dini gangguan pendengaran pada seluruh bayi dan
anak relatif sulit, karena akan membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar.
Program skrining sebaiknya di prioritaskan pada bayi dan anak yang mempunyai risiko
tinggi terhadap gangguan pendengaran. Deteksi dini penting untuk dilakukan karena
jika gangguan pendengaran tidak disadari sampai anak tersebut berumur 2-3 tahun maka
dapat terjadi keterlambatan perkembangan dari segi berbicara, kemampuan berbahasa
dan kognitif. Untuk maksud tersebut Joint Comitee on infant Hearing menetapkan
pedoman registrasi resiko tinggi terhadap ketulian sebagai berikut:
Untuk bayi 0-28 hari:
 Riwayat keluarga dengan tuli sensorineural sejak lahir
 Infeksi masa hamil
 Kelainan kraniofasial termasuk kelainan pada pinna dan liang telinga
 Berat badan lahir <1500 gr
 Hiperbilirubinemia yang memerlukan transfusi
 Obat ototoksik
 Meningitis bakterialis
 Nilai apgar 0-4 pada menit pertama; 0-6 pada menit kelima
 Ventilasi mekanik 5 hari atau lebih di NICU

Untuk bayi usia 29 hari-2 tahun :

10
 Kecurigaan orang tua atau pengasuh tentang gangguan pendengaran,
keterlambatan berbicara, berbahasa dan atau keterlambatan perkembangan
 Riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran menetap sejak masa anak-anak
 Keadaan yang berhubungan dengan sindroma tertentu yang diketahui memilki
hubungan dengan tuli sensorineural,atau konduktif atau gangguan fungsi tuba
eustachius. Infeksi postnatal yang menyebabkan gangguan pendengaran
sensorineural termasuk meningitis bakterialis
 Infeksi intrauterin
 Hiperbilirubinemia yang memerlukan transfusi tukar, hipertensi pulmonal yang
memerlukan ventilator.
 Sindroma yang berhubungan dengan gangguan pendengaran yang progresif
seperti usher syndrom,neurofibromatosis,osteoporosis.
 Adanya kelainan neurodegeneratif seperti hunter syndrome dan kelainan
neuropati sensomotorik misalnya friederich’s ataxia, charcot-marie tooth
syndrome
 Trauma kapitis
 Otitis media yang menetap dan berulang disertai efusi telinga tengah minimal 3
bulan.
Bayi yang mempunyai salah satu faktor risiko diatas mempunyai kemungkinan
ketulian 10,2 kali lebih besar. Bila terdapat 3 buah faktor risiko, kecenderungan
menderita ketulian diperkirakan 63 kali lebih besar dibanding dengan bayi yang tidak
memilki faktor risiko. Perkiraan adanya gangguan pendengaran pada bayi dan anak
dapat dilihat berdasarkan kemampuan bicara pada anak, perkiraan adanya gangguan
pendengaran pada bayi dan anak berdasarkan kemampuan bicara dapat dilihat jika:
- Usia 12 bulan : anak belum mampu mengoceh (babling) atau meniru bunyi
- Usia 18 bulan : tidak dapat menyebutkan 1 kata yang mempunyai arti
- 24 bulan : perbendaharaan kata kurang dari 10 kata
- 30 bulan : belum dapat merangkai kata-kata
Skrining dapat dilakukan untuk mendetesi gangguan pendengaran pada bayi
sebelum dilakukan tes pendengaran. Adapun metode-metode pendekatan yang dapat
dilakukan antara lain :
- Family Questionaries

11
Merupakan metode dimana orang tua atau perawat bayi/anak ditanyakan
mengenai respon bayi terhadap suara dan perkembangan wicara. Bayi yang
memiliki respon buruk terhadap suara dan perkembangan wicara dapat dijadikan
sebagai rujukan untuk dilakukan pemeriksaan audiologi
- Behavioral Measure
Melalui tahapan ini, bayi yang diperiksa akan dinilai responnya terhadap
behavioural measuring devices ( mulai dari penanda suara yang sederhana
sampai penanda suara yang kompleks ) dapat diidentifikasi jika terdapat
gangguan pendengaran. (13)

- Physiological Measures
Pada pemeriksaan ini metode Otoacoustic Emission (OAE) dan Auditory
Brainstem Response (ABR) merupakan pemeriksaan yang direkomendasikan
efektif untuk skreening gangguan pendengaran pada bayi dan anak-anak.
Screening pada dewasa
Pada beberapa metode screening yang dilakukan beberapa universitas di
Amerika, mereka membuat beberapa tahap screening dan akan menyimpulkan dalam
satu kuisioner hearing screening dengan beberapa komponen seperti: (16) (17) (18)
1. Case History
Kuisioner the Hearing Handicap Inventory for Elderly: Screening version atau
disingkat menjadi HHIE-S yang menunjukkan apakah gangguan pendengaran
berefek pada kehidupan social ataupun emosional pasien.
2. Visual/Otoscopic inspection
Hasil pemeriksaan fisis yang mengarahkan pada diagnosa hearing loss.
3. Pure Tone Screen
Dikenal dengan PTA atau Pure Tone Audimetri, digunakan untuk mendeteksi
derajat hearing loss dan spesifik kepada frekuensi yang tidak dapat didengar
oleh pasien.
4. Hearing-disability index
Menjumlahkan skor dari HHIE-S dan beberapa kuisioner lain apabila dipakai

12
Keempat item yang dinilai dari kuisioner dan serangkaian tes tersebut yang nantinya
akan diidentifikasi antara “refer” atau “pass” yang akan mempengaruhi hasil
screening bagi pasien.
Namun apabila pasien mempunyai ketidaknormalan dalam salah satu tes dari format
kuisioner tersebut, maka tugas kita adalah refer atau merujuk pasien tersebut ke ahli
audiologis. (16)

Gambar 6. protokol screening pendengaran (16)

13
KLASIFIKASI ALAT BANTU DENGAR
 Menurut sistem kerjanya
Secara umum sistem kerja ABD dibedakan menjadi:
a. Analog
Prinsip sistem analog adalah memperkeras suara yang masuk telinga melalui
komponen mekanik dasar yang sederhana. Sirkuit ABD ini telah diatur dari pabrik
sehingga kemampuan pengaturan yang lebih individual sangat terbatas atau kurang
fleksibel. Sistem ini mudah mengalami distorsi, terjadi noise (bising) pada rangkaian
komponen dan rentan terhadap bising di sekitarnya

b. Digital
Sistem analog merupakan ABD yang menggunakan chip komputer yang
menganalisa suara yang masuk. Setelah suara diamplifikasi, teknologi digital akan
memilih suara yang perlu diteruskan ke dalam telinga dan menyingkirkan suara yang
tidak diharapkan (noise). ABD sistem digital bisa menerima program komputer tertentu
yang dapat memilih frekuensi yang spesifik sesuai dengan kebutuhan. ABD sistem
digital menjadi sangat fleksibel karena secara otomatis dapat beradaptasi dengan suara
yang keras atau halus, sehingga tidak terjadi perkerasan yang berlebihan(7,10)
 Menurut hantarannya
Berdasarkan jenis hantaran suaranya, ABD dapat dibedakan menjadi 2 macam:
a. ABD jenis hantaran tulang
Bone conduction aid digunakan pada gangguan pendengaran jenis hantaran
(konduktif). Biasanya dimanfaatkan pada kasus atresia liang telinga. Selain itu, jenis ini
juga digunakan pada kasus dimana sewaktu-waktu liang telinga terisi cairan yang
berasal dari infeksi telinga tengah. ABD jenis hantaran tulang dibedakan menjadi:
1. ABD hantaran tulang konvensional
Suara dari luar akan yang ditangkap akan mengaktifkan bone vibrator.
Getaran tulang dihasilkan oleh bone vibrator yang ditempelkan pada tulang
mastoid dengan bantuan ikat kepala khusus, kaca mata, atau plastik mirip
bando. Kerugian ABD jenis ini adalah tidak praktis, penampilan kurang
menarik (kosmetik), butuh amplifikasi besar dan timbul lecet pada kulit yang

14
menempel dengan bone vibrator. Pilihan model ABD pada sistem ini adalah
jenis saku atau BTE (Behind The Ear).
2. ABD jenis BAHA (Bone Anchored Hearing Aid)
ABD yang mirip jenis saku dihubungkan melalui kabel dengan penggetar
tulang (bone vibrator) yang dapat dipasang dan dilepas melalui sistem sekrup-
baut dengan lempengan logam dari bahan titanium yang telah ditanam ke
dalam tulang mastoid melalui tindakan operasi. Hantaran tulang lebih efektif
dibandingkan ABD jenis hantaran tulang.
b. ABD jenis hantaran udara
ABD jenis hantaran udara merupakan ABD yang lebih lazim ditemukan dan
tersedia dalam berbagai bentuk. ABD jenis ini bekerja dengan prinsip mengurangi jarak
dari sumber suara dengan cara meletakkan loudspeaker di telinga penderita.(7,9)

 Menurut bentuknya
Setiap bentuk ABD memiliki keuntungan dan kerugiannya masing-masing.
Berikut adalah pembahasan beberapa jenis ABD yang ada saat ini:
a. ABD Jenis Saku (Pocket / Body Worn Type)
ABD jenis saku dapat dianggap sebagai ABD jenis terbesar. Mikrofon dan
amplifier berada dalam satu unit berbentuk kotak; sedangkan receiver terpisah dan
berada di liang telinga. Antara kotak (mikrofon, amplifier, dan baterai) dengan receiver
dihubungkan melalui kabel. Biasanya kotak ditempatkan pada saku baju atau kantung
khusus yang digantungkan pada dada.
Pada ABD jenis saku penempatan terpisah ini dimaksudkan agar pengguna dapat
leluasa memperbesar output tanpa khawatir timbulnya bunyi feedback. Jadi ABD jenis
saku ini diperlukan oleh penderita tuli berat atau sangat berat yang membutuhkan
perkerasan bunyi atau output yang besar. Hal ini dianggap sebagai faktor yang
menguntungkan untuk ABD jenis saku. Keuntungan lain adalah dapat menggunakan
baterai silinder biasa (ukuran AAA) yang selain murah juga mudah didapat. Selain itu,
tombol pengatur juga mudah disesuaikan.
Faktor yang merugikan dari ABD jenis saku:
 Penampilan kosmetik kurang baik

15
 Kemampuan mikrofon melokalisir bunyi dari belakang terhalang oleh
tubuh
 Tidak praktis karena ukuran relatif besar
 Kabel dapat putus
 Dapat timbul bunyi gesekan antara ABD dengan kain saku

b. ABD jenis Belakang Telinga (BT) / Behind The Ear (BTE)


ABD ini dipasang pada lekukan daun telinga bagian belakang, dengan mikrofon
mengarah ke depan. Posisi ini cukup baik karena selain selalu mengikuti gerakan kepala
juga menghadap lawan bicara. Suara yang telah diperkeras (output) disalurkan melalui
pipa plastik (tubing) yang terhubung dengan ear mould di concha daun telinga, untuk
selanjutnya diteruskan ke liang telinga.
Kemampuan amplifikasinya cukup besar, juga tersedia jenis super power. Dalam
hal mencegah bunyi feedback masih sedikit dibawah jenis saku. Sumber tenaga berupa
baterai yang bentuknya pipih dan tipis (disc). Penyetelan tombol pengatur juga relatif
lebih mudah dibandingkan ABD jenis lain yang lebih kecil.

c. Open-fit mini BTE


ABD jenis ini merupakan ABD yang paling baru dikembangkan. ABD jenis ini
mengkombinasikan kelebihan akustik dari ABD berukuran besar dan kelebihan
kosmetik dari ABD berukuran kecil. Open-fit mini BTE terdiri dari alat BTE yang kecil,
tuba kurus tersembunyi yang berfungsi sebagai pengait daun telinga, dan receiver yang
halus dan tidak sampai menutupi liang telinga. Hasilnya, efek oklusi yang dialami
pasien berkurang, baterai dan amplifier yang lebih baik dibandingkan tipe yang lebih
kecil, tampilan kosmetik yang lebih baik dibanding ABD tipe besar lainnya, dan
pemakaian yang lebih singkat karena tidak memerlukan cetakan personal yang presisi
sebagaimana ABD tipe BTE dan ITE butuhkan.

d. ABD Jenis Dalam Telinga (DT) / In The Ear (ITE)


ABD jenis ITE ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan BTE. Dipasang pada
bagian concha daun telinga. Komponen ABD menyatu dengan ear mould. Karena
ukurannya yang relatif kecil berarti jarak antara mikrofon dengan receiver juga lebih

16
pendek, akibatnya kemampuan amplifikasinya terbatas sehingga hanya cocok untuk
ketulian derajat sedang.

e. ABD tipe kanalis / In The Canal (ITC) & Completely In Canal (CIC)
ABD jenis ini dibedakan menjadi dua macam: ITC dan CIC. ABD jenis ITC
ukurannya lebih kecil lagi daripada jenis ITE. Pemasangan sampai setengah bagian luar
liang telinga. Amplifikasi suara baik untuk frekuensi tinggi, karena dipasang cukup
dalam pada liang telinga. Akan tetapi karena keterbatasan ukuran, hanya bermanfaat
untuk tuli derajat sedang. Selain itu juga terdapat jenis CIC yang merupakan ABD
terkecil dan dipasang pada sisi dalam liang telinga, jadi lebih dekat dengan gendang
telinga. Permukaan luar dilengkapi dengan tangkai plastik untuk mempermudah
memasang dan melepaskan ABD. Sebagaimana halnya dengan jenis ITC, pengaturan
secara manual lebih sulit. Namun hal ini dapat diatasi pada model terbaru yang telah
dilengkapi dengan remote control.

f. ABD jenis kacamata / Spectacle Aid


ABD ditempatkan pada tangkai kaca mata bagian belakang. Umumnya jenis
BTE, namun dapat juga jenis bone conduction, meskipun emanfaatan cara ini untuk
ABD jenis hantaran tulang kurang efektif karena tekanan bone vibrator tidak stabil.(7,10)

Implan Koklea
Implan koklea merupakan perangkat elektronik yang mempunyai kemampuan
menggantikan fungsi koklea untuk meningkatkan kemampuan mendengar dan
berkomunikasi pada pasien tuli saraf berat dan total bilateral. Implan koklea sudah
mulai dimanfaatkan semenjak 25 tahun yang lalu dan berkembang pesat di negara maju.
Implantasi koklea pertama kali dikerjakan di Indonesia pada bulan Juli 2002. Selama 4
tahun terakhir telah dilakukan implantasi koklea pada 27 anak dan 1 orang dewasa.

17
Gambar 7. Implan koklea

Indikasi dan Kontra Indikasi pemasangan implan koklea


Indikasi pemasangan implan koklea adalah keadaan tuli saraf berat bilateral atau
tuli total bilateral (anak maupun dewasa) yang tidak / sedikit mendapat manfaat dengan
alat bantu dengar konvensional, usia 12 bulan sampai 17 tahun, tidak ada kontraindikasi
medis dan calon pengguna mempunyai perkembangan kognitif yang baik.
Sedangkan kontra indikasi pemasangan implan koklea antara lain tuli akibat
kelainan pada jalur saraf pusat (tuli sentral), proses penulangan koklea, dan koklea tidak
berkembang (19)
Cara kerja implan koklea
Perangkat implan koklea terdiri dari:
1. Komponen luar: Mikrofon, Speech processor, kabel pengubung, dan transmitter
2. Komponen dalam: Receiver dan Multi-channel electrode
Impuls suara ditangkap oleh mikrofon dan diteruskan menuju speech processor
melalui kabel penghubung. Speech processor akan melakukan seleksi informasi suara
yang sesuai dan mengubahnya menjadi kode suara yang akan disampaikan ke
transmitter. Kode suara akan dipancarkan menembus kulit menuju receiver atau
stimulator. Pada bagian ini kode suara akan dibah menjadi sinyal listrik dan akan
dikirim menuju elektroda-elektroda yang sesuai di dalam koklea sehingga menimbulkan

18
stimulasi serabut-serabut saraf. Pada speech processor terdapat sirkuit listrik khusus
yang berfungsi meredam bising lingkungan.
Persiapan implantasi koklea
Untuk mendapatkan hasil optimal dari implantasi koklea perlu dilakukan persiapan
yang matang mencakup konsultasi dengan orang tua untuk memperoleh informasi
tentang riwayat penyakit anak serta harapan orang tua terhadap implantasi koklea.
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan THT, radiologik CT Scan untuk melihat
keadaan koklea, dan laboratorium darah.
Tes pendengaran yang harus dilakukan antara lain Behavioral Observation
Audiometry (BoA), timpanometri, OAE, BERA, dan ASSR (Auditory Steady State
Response) bila diperlukan serta audiometri nada murni untuk anak yang lebih besar dan
kooperatif. Tes kemampuan wicara dan berbahasa perlu dinilai sebelum menggunakan
ABD. Sebelum operasi dianjurkan untuk menggunakan ABD selama 8-10 minggu
bersamaan dengan terapi audio verbal untuk menilai manfaatnya. Tes psikologi
dilakukan untuk menilai kemampuan anak untuk belajar setelah dilakukan implantasi
koklea. (19)

4. PEMAKAIAN ALAT BANTU DENGAR


Indikasi pemakaian alat bantu dengar (19)
Setiap orang yang memiliki masalah pendengaran yang tidak dapat dibantu dengan
pengobatan atau tindakan bedah merupakan kandidat untuk alat bantu dengar.
1. Gangguan pendengaran sensorineural, yang mengganggu aktivitas harian seseorang.
Alat bantu dengar mungkin tidak cocok untuk beberapa orang karena distorsi suara,
terutama pada mereka dengan perekrutan.
2. Anak-anak yang tuli dilengkapi dengan alat bantu dengar sedini mungkin untuk
perkembangan bicara dan belajar. Pada anak-anak dengan tuli berat,alat bantu binaural
lebih berguna. Pelatihan berbicara juga diberikan secara bersamaan.
3. Tuli konduktif. Sebagian besar penderita tersebut dapat dibantu dengan operasi tapi
alat bantu dengar yang diresepkan ketika pasien menolak tindakan operasi atau tidak
layak atau telah gagal.

Kandidat pemakai alat bantu dengar (19)

19
Setiap orang dengan kesulitan mendengar atau memahami pembicaraan harus
mempertimbangkan penggunaan alat amplifikasi pendengaran. Hal ini terutama sangat
dianjurkan untuk anak-anak dengan gangguan pendengaran, dimana intervensi harus
dianjurkan sedini mungkin.
1. Derajat penurunan pendengaran
2. Tipe frekuensi yang terganggu
3. Tipe ketulian
1. Mild Hearing Loss (26-40 dB)
Penggunaan alat bantu dengar dapat membantu kemampuan komunikasi pasien.
Beberapa pasien dapat mempertimbangkan pemakaian alat bantu dengar paruh waktu /
pada kondisi-kondisi tertentu saja.
2. Moderate Hearing Loss (41-55 dB) & Moderate-Severe Hearing Loss (56-70 dB)
Penggunaan alat bantu dengar sudah menjadi kebutuhan bagi pasien dalam
kategori ini. Pada umumnya alat bantu dengar memberikan hasil yang baik bila dipakai
dengan strategi pemakaian yang sesuai.
3. Severe Hearing Loss (71-90 dB)
Alat bantu dengar harus digunakan bila pasien masih ingin berkomunikasi
dengan suara sebagai media penerimaan primernya. Pada beberapa kasus pasien dengan
tingkat gangguan pendengaran ini membutuhkan implantasi koklea.
4. Profound Hearing Loss (>90 dB)
Keberhasilan penggunaan alat bantu dengar pada pasien ini berbeda-beda
tergantung umur dan berbagai faktor lainnya. Pada kasus yang baik, kemampuan
komunikasi pasien dapat membaik, dan pada kasus terburuk pun, setidaknya alat bantu
dengar masih dapat membantu sebagai warning device. Pasien dengan gangguan
pendengaran jenis ini merupakan kandidat kuat untuk implantasi koklea.

4. Adanya ketidaknyamanan pada derajat bunyi


5. Usia dan tingkat ketangkasan dalam melakukan pekerjaan
6. Kosmetik alat bantu dengar
7. Bentuk ABD
8. Tipe fitting seperti monoaural, binaural, dan kontralateral

20
Pemilihan alat bantu dengar
Setelah ditentukan bahwa kandidat akan sangat tertolong dengan pemakaian alat
bantu dengar, maka harus diseleksi spesifikasi alat tersebut. Untuk tujuan ini telah
dikembangkan sejumlah metode dan rumusan. Umumnya tiap prosedur pemilihan
membutuhkan informasi audiometrik berupa:
1) Ambang pendengaran / Threshold (T)
2) Tingkat Pendengaran paling nyaman / Most Comfortable Level (MCL)
3) Tingkat kekerasan yang mengganggu / Loudness Discomfort Level (LDL)
Setelah itu, klinisi harus menentukan apakah pasien membutuhkan alat bantu
pendengaran pada satu atau kedua telinga. Bilamana mungkin sangat dianjurkan
menggunakan alat bantu pada kedua telinga (binaural).
Keuntungan amplifikasi binaural antara lain:
1. Minimalisasi / Eliminasi efek bayangan kepala (Head Shadow)
Efek bayangan kepala adalah berkurangnya intensitas sinyal dari sisi kepala
yang berlawanan dari lokasi pemakaian alat bantu dengar. Dengan pemakaian binaural,
hal ini dapat membaik atau bahkan hilang seluruhnya.

2. Peningkatan kemampuan lokalisasi


Dengan perbedaan intensitas dan waktu masuknya sinyal ke alat bantu dengar
binaural, penderita dapat dengan lebih mudah menentukan lokasi sumber suara
(lokalisasi).

3. “Efek peredam” atau penekanan bising latar belakang (Binaural squelch)


Binaural squelch adalah kemampuan otak untuk memisahkan suara dengan
bising. Hal ini disebut juga sebagai central masking dan dapat bekerja dengan lebih baik
dengan membandingkan suara dari dua telinga.

4. Sumasi binaural (Binaural loudness summation)


Sumasi binaural adalah kemampuan otak untuk memproses suara dengan lebih
baik melalui informasi yang repetitif, dalam hal ini melalui sinyal suara yang serupa
dari kedua telinga.

21
Paham yang dianut sekarang adalah bilamana mungkin sangat dianjurkan
menggunakan pendengaran binaural. Akan tetapi, untuk alasan pribadi ataupun
audiologik, pada beberapa pasien tidak dapat dilakukan amplifikasi binaural. Dengan
demikian perlu dilakukan pemilihan salah satu telinga yang paling diuntungkan dengan
teknik amplifikasi. Secara umum dapat dikatakan bahwa telinga yang terpilih adalah
telinga dengan diskriminasi bicara yang lebih baik dan dengan rentang dinamik yang
lebih luas. Rentang dinamik adalah perbedaan antara tingkat ambang pendengaran
dengan ambang ketidaknyamanan pendengaran.(10,13,15)

Gangguan pendengaran unilateral


Untuk pasien dengan gangguan pendengaran unilateral, diberlakukan
penanganan yang berbeda. Bila ketulian unilateral tidak melampaui kehilangan sebesar
60-70 dB, atau bila diskriminasi bicara relatif baik dan jika bunyi yang diperbesar
ditoleransi dengan baik, maka dapat dilakukan amplifikasi pada telinga yang terganggu.
Akan tetapi bila telinga yang terganggu tidak memenuhi kriteria diatas, dapat digunakan
alat bantu dengar CROS (Contralateral Routing Of Signals = Pengalihan sinyal
kontralateral). Mikrofon diletakkan pada satu alat bantu sementara amplifier dan
penerima ditempatkan pada alat bantu kedua. Penataan seperti ini dapat pula diterapkan
pada kacamata. Maka sinyal akan dihantarkan dari telinga yang terganggu ke telinga
dengan pendengaran normal. Suatu sirkuit frekuensi radio dapat digunakan untuk
menghantarkan bunyi dari satu sisi ke sisi lainnya. Meskipun alat bantu dengar CROS
hanya sedikit membantu dalam memperbaiki lokalisasi, namun alat ini kadang-kadang
terbukti bermanfaat pada beberapa kondisi mendengar suara bising dan juga
meminimalkan efek bayangan kepala.(14)
Berbagai variasi CROS yang disebut Bi-CROS atau Multi-CROS dapat
digunakan bila terdapat gangguan pendengaran yang cukup bermakna pada telinga yang
lebih baik, sedangkan telinga yang lebih buruk tidak sesuai untuk teknik amplifikasi.
Tipe Bi-CROS memiliki mikrofon pada masing-masing alat bantu dan suatu pemasok
bunyi amplifier pada telinga yang lebih baik.(14)
Setelah itu, klinisi menentukan jenis alat bantu pendengaran yang sesuai dengan
jenis gangguan pendengaran pasien dan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian

22
dari berbagai jenis alat bantu pendengaran, baik dari aspek medis maupun pribadi
pasien.
Berikut tabel ringkas keuntungan dan kerugian macam-macam ABD:(11,13,15)
Jenis alat bantu
Keuntungan Kerugian
pendengaran
Harga murah Bentuk besar
Baterai tahan lama dan Ada kabel
mudah didapat Bunyi gesekan dengan kain
Body Worn Type Feedback tidak ada Selit menangkap suara dari
Amplifikasi lebih kuat belakang
Pengaturan manual mudah Dapat rusak oleh sekret
telinga pasien
Amplifikasi kuat Membutuhkan ear mould
Feedback minimal Memberikan efek oklusi
Behind-the-ear type
Pengaturan manual relatif Dapat rusak oleh sekresi
telinga pasien
Sulit terlihat Amplifikasi terbatas
In-the-ear type
Membutuhkan ear mould
Sulit terlihat Rentan terhadap feedback
Amplifikasi cukup baik Pengaturan manual sulit
In-the-canal type
karena terpasang dalam

Tidak terlihat kecuali Pengaturan manual sulit


melihat langsung ke liang Rentan feedback
Completely-in-canal
telinga pemakai Fitur tertentu tidak dapat
digunakan
Secara kosmetik lebih dapat Letak receiver menjadi
Spectacle aid
diterima relatif tidak stabil
Open-fit mini BTE Baterai relatif lebih tahan Harga mahal
Amplifikasi kuat Ketersediaan masih
Feedback minimal terbatas karena merupakan
Pengaturan mudah teknologi baru
Sulit terlihat
Tidak perlu ear mould

23
Tidak menimbulkan efek
oklusi
Memungkinkan keluarnya
sekret telinga pasien

Gambar 8. Tipe Alat Bantu Dengar.(8)

Gambar 9. ABD tipe Spectacle(16) Gambar 10. ABD tipe Body Worn(4)

24
BAB III
KESIMPULAN

Alat Bantu Dengar (ABD) adalah suatu perangkat elektronik yang berguna
untuk memperkeras (mengamplifikasi) suara yang masuk ke dalam telinga, sehingga si
pemakai dapat mendengar lebih jelas suara yang ada di sekitarnya.
Pada umumnya, mekanisme kerja ABD berupa: masuknya suara melalui
mikrofon, pengerasan suara oleh amplifier, dan penyampaian ulang suara oleh receiver /
loudspeaker yang mana keseluruhan sistemnya diperdayai oleh suatu komponen baterai.
Terdapat berbagai macam jenis ABD: menurut sistem kerjanya, menurut jenis
hantarannya, dan menurut bentuknya yang memiliki kelebihan dan kekurangannya
masing-masing.
Untuk pemakaian alat bantu pendengaran, pertama-tama klinisi harus
mengidentifikasi derajat ketulian penderita, mengenali jenis ketuliannya, menentukan
TL, MCL, dan LDL, menentukan jumlah alat bantu dengar yang sebaiknya digunakan
oleh pasien, baru kemudian bersama pasien mempertimbangkan bentuk ABD yang akan
digunakan beserta kelebihan, kekurangan, dan faktor-faktor lain dari diri pasien.
Seringkali ABD sendiri tidak cukup untuk mengembalikan kualitas hidup pasien
secara sempurna. Karenanya dibutuhkan pelengkap dari ABD yang bisa berupa: ALD,
baik ALD yang dihubungkan ke ABD maupun tidak; fitur-fitur tambahan; dan
implantasi koklea bila ABD tidak dapat memberikan hasil yang memuaskan.
Setelah pemakaian ABD, perlu dilakukan penilaian ulang untuk menentukan
keberhasilan pemakaian ABD dengan beberapa tes, seperti Assessment of Word
Recognition & Sound Quality, Probe Tube Measure, dan Subjective Scaling.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Arsyad, Efiaty S. dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Kesehata Telinga Hidung Tenggorok
Kepala & Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2. Moller, Aage R. 2006. Hearing: Anatomy, Physiology, and Disorders of the Auditory
System Second Edition. California: Academic Press
3. Thomas R. et al. 2006. Otolaryngology: Basic Science and Clinical Review. New York:
Thieme Medical Publishers.
4. Yetter, Carol J. 2015. A Hearing Aid Primer. WROCC Outreach Site. Western Oregon
University.
5. Rahman, Sukri. Dkk. 2012. Neuropati Auditori. Jurnal Kesehatan Andalas.
6. Snow, James B Jr. 2002. Ballenger’s Manual of Otorhinolaryngology Head and Neck
Surgery. London: BC Decker
7. Menner, Albert L. 2003. A Pocket Guide to the Ear. New York: Thieme Medical
Publishers
8. Peng, Shu-Chen. 2012. Hearing Aids: The Basic Information You Need to Know pada
Scientific Reviewer in Audiology Center for Device and Radiological Health.
9. Gwinner, Nanette. 2006. Your Veteran Affairs Hearing Aid. Denver: Department of
Veterans Affairs Denver Distribution Center.
10. American Academy of Audiology. 2001. Hearing Aids. Mclean VA: NIH Publication
11. FDA Consumer Health Information. 2009. A New Online Guide to Hearing Aids.
12. Swartz, Mark H. 1995. BukuAjarDiagnostikFisik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
13. Kimball, Suzanne H. et al. 2013. Hearing Aids (www.medscape.com) diakses tanggal
13 Mei 2016.
14. Dewi, Yussy Afriani. 2007. Presbiakusis. Disampaikan pada Seminar Ilmu Penyakit
Dalam, Bandung 13 Juli 2007.
15. Kochkin, Sergei. 2005. Your Guide to Hearing Aids. Alexandria: Better Hearing
Institute.
16. Muir, Patricia et al. 2015. Hearing Screening guideline preschool to adult. Alberta
College of Speech-Language Pathologists and Audiologists
17. Sitasi dari http://www.asha.org/uploadedFiles/Hearing-Screening-Form-Adults.pdf
18. Potgieter, Jeni Mari et al. 2014. Open access guide to audiolog and hearing aids for
otolaryngologists. Department of Speech-Language Pathology and Audiology.
University of Pretoria

26
19. Dhingra, PL et al. 2013. Disease of Ear, Nose, and Throat & Head and Neck Surgery 6 th
Edition. India: Elsevier

27

Anda mungkin juga menyukai