Disusun oleh:
Moh. Aizat Kamal bin Md. Shamuddin C 111 11 827
Muh. Fahrul Usman C 111 11 131
Pembimbing
dr. Ahmad Ardhani
Komponen panca indra pada manusia sangat penting dalam kelangsungan hidup
manusia itu sendiri, termasuk telinga dengan fungsi pendengaran dan keseimbangan.
Pendengaran yang baik merupakan salah satu kebutuhan hidup yang sangat penting bagi
kita. Jika kita mengalami gangguan pendengaran maka hal itu akan sangat berdampak
buruk dalam kehidupan sehari-hari. Kualitas hidup adalah hal penting yang sangat
dikompromikan bagi orang yang mengalami gangguan pendengaran dan keluarganya.
Gangguan pendengaran dapat dikatakan memiliki kategori berat, dimana suara yang
cukup keras tidak dapat terdengar atau yang biasanya terjadi orang tersebut sangat sulit
mengerti kata-kata yang diucapkan. Dalam kasus-kasus tersebut beberapa jenis suara
atau percakapan sulit untuk didengar, terutama di lingkungan suara yang bising.(1,2)
Saat ini sudah tersedia teknik penanganan gangguan pendengaran yang baru dan
lebih baik. Penanganan gangguan pendengaran yang efektif telah terbukti menghasilkan
efek positif terhadap kualitas hidup.
Setelah diketahui seorang anak menderita ketulian upaya habilitasi pendengaran
harus dilaksanakan sedini mungkin. American Joint Commitee on Infant Hearing (2000)
merekomendasikan upaya habilitasi sudah harus dimulai sebelum usia 6 bulan.
Penelitian-penelitian telah membuktikan bahwa bila habilitasi yang optimal sudah
dimulai sebelum usia 6 bulan maka pada usia 3 tahun perkembangan wicara anak yang
mengalami ketulian dapat mendekati kemampuan wicara anak normal.(1,2,3)
Pemasangan alat bantu dengar (ABD) merupakan upaya pertama dalam
habilitasi pendengaran yang akan dikombinasikan dengan terapi wicara atau terapi
audio verbal. Sebelum proses belajar harus dilakukan penilaian tingkat kecerdasan oleh
Psikolog untuk melihat kemampuan belajar anak. Anak usia 2 tahun dapat memulai
pendidikan khusus di Taman Latihan dan Observasi (TLO), dan melanjutkan
pendidikannya di SLB-B atau SLB-C bila disertai dengan retardasi mental. Proses
habilitasi pasien tuna rungu membutuhkan kerja sama dari beberapa disiplin, antara lain
dokter spesialis THT, audiologist, ahli madya audiologi, ahli terapi wicara, psikolog
anak, guru khusus untuk tuna rungu dan keluarga penderita.(4,5)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
TELINGA LUAR
Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius
eksternus, dipisahkan dari telinga tengan oleh struktur seperti cakram yang dinamakan
membrana timpani (gendang telinga). Telinga terletak pada kedua sisi kepala kurang
lebih setinggi mata. Aurikulus melekat ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun terutama
oleh kartilago, kecuali lemak dan jaringan bawah kulit pada lobus telinga. Aurikulus
membantu pengumpulan gelombang suara dan perjalanannya sepanjang kanalis
auditorius eksternus. (1,2)
2
mutiara dan translulen. Telinga tengah merupakan rongga berisi udara merupakan
rumah bagi osikuli (tulang telinga tengah) dihubungan dengan tuba eustachii ke
nasofaring berhubungan dengan beberapa sel berisi udara di bagian mastoid tulang
temporal.(1,2)
3
terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau
menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan
menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer.(1,2)
TELINGA DALAM
Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk
pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga kranial
VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya merupakan bagian
dari komplek anatomi. Koklea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang
labirint. Ketiga kanalis semisi posterior, superior dan lateral erletak membentuk sudut
90o satu sama lain dan mengandung organ yang berhubungan dengan keseimbangan.
Organ ahir reseptor ini distimulasi oleh perubahan kecepatan arah dan gerakan
seseorang. (1,2)
Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua
setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran, dinamakan
organ Corti. Di dalam lubang labirin, namun tidak sempurna mengisinya, labirin
membranosa terendam dalam cairan yang dinamakan perilimfe, yang berhubungan
langsung dengan cairan serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus koklearis. (1,2)
Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis,
duktus koklearis, dan organ Corti. Labirin membranosa memegang cairan yang
dinamakan endolimfe. Terdapat keseimbangan yang sangat tepat antara perilimfe dan
endolimfe dalam telinga dalam, banyak kelainan telinga dalam terjadi bila
keseimbangan ini terganggu. Percepatan angular menyebabkan gerakan dalam cairan
telinga dalam di dalam kanalis dan merangsang sel-sel rambut labirin membranosa.
Akibatnya terjadi aktivitas elektris yang berjalan sepanjang cabang vestibular nervus
kranialis VIII ke otak. (1,3)
Perubahan posisi kepala dan percepatan linear merangsang sel-sel rambut
utrikulus. Ini juga mengakibatkan aktivitas elektris yang akan dihantarkan ke otak oleh
nervus kranialis VIII. Di dalam kanalis auditorius internus, nervus koklearis (akus-dk),
yang muncul dari koklea, bergabung dengan nervus vestibularis, yang muncul dari
kanalis semisirkularis, utrikulus, dan sakulus, menjadi nervus koklearis (nervus
kranialis VIII). Yang bergabung dengan nervus ini di dalam kanalis auditorius internus
adalah nervus fasialis (nervus kranialis VII). Kanalis auditorius internus membawa
nervus tersebut dan asupan darah ke batang otak.(1,5)
4
Fisiologi fungsional jendela oval dan bulat memegang peran yang penting.
Jendela oval dibatasi oleh anulare fieksibel dari stapes dan membran yang sangat lentur,
memungkinkan gerakan penting, dan berlawanan selama stimulasi bunyi, getaran stapes
menerima impuls dari membrana timpani bulat yang membuka pada sisi berlawanan
duktus koklearis dilindungi dari gelombang bunyi oleh menbran timpani yang utuh, jadi
memungkinkan gerakan cairan telinga dalam oleh stimulasi gelombang suara. Pada
membran timpani utuh yang normal, suara merangsang jendela oval dulu, dan terjadi
jeda sebelum efek terminal stimulasi mencapai jendela bulat. Namun waktu jeda akan
berubah bila ada perforasi pada membran timpani yang cukup besar yang
memungkinkan gelombang bunyi merangsang kedua jendela oval dan bulat bersamaan.
Ini mengakibatkan hilangnya jeda dan menghambat gerakan maksimal motilitas cairan
telinga dalam dan rangsangan terhadap sel-sel rambut pada organ Corti. Akibatnya
terjadi penurunan kemampuan pendengaran.(1,4)
5
dihantarkan ke korteks auditorius dalam otak, dan kernudian didekode menjadi pesan
bunyi.(1,2,3,6)
Pendengaran dapat terjadi dalam dua cara. Bunyi yang dihantarkan melalui
telinga luar dan tengah yang terisi udara berjalan melalui konduksi udara. Suara yang
dihantarkan melalui tulang secara langsung ke telinga dalam dengan cara konduksi
tulang. Normalnya, konduksi udara merupakan jalur yang lebih efisien; namun adanya
defek pada membrana timpani atau terputusnya rantai osikulus akan memutuskan
konduksi udara normal dan mengakibatkan hilangnya rasio tekanan suara dan
kehilangan pendengaran konduktif.(1,2,3,6)
FISIOLOGI PENDENGARAN
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ketelinga tengah melalui rangkaian
tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang
pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong.
Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan
tingkap lonjong sehingga perilimfe pada skalavestibuli bergerak. Getaran diteruskan
melalui membran Reissner yang mendorong endolimfe, sehingga akan menimbulkan
gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan
rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut,
sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel.
Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut sehingga melepaskan
neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf
auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area
39-40) di lobus temporalis.(1,2)
2. GANGGUAN PENDENGARAN
Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli konduktif,
sedangkan gangguan telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural, yang terbagi atas
tuli koklea dan tuli retrokoklea. Sumbatatan tuba eustachius menyebabkan gangguan
telinga tengah dan akan terdapat tuli konduktif. Gangguan pada vena jugulare berupa
aneurisma akan menyebabkan telinga berbunyi sesuai dengan denyut jantung.
6
Antara inkus dan maleus berjalan cabang n. fasialisis yang disebut korda
timpani. Bila terdapat radang di telinga tengah atau trauma mungkin korda timpani
terjepit, sehingga timbul gangguan pengecap. Di dalam telinga dalam terdapat alat
keseimbangan dan alat pendengaran. Obat-obat dapat merusak stria vaskularis, sehingga
saraf pendengaran rusak, dan terjadi tuli sensorineural. Setelah pemakaian obat
ototoksik seperti streptomisin, akan terdapat gejala gangguan pendengaran berupa tuli
sensorineural dan gangguan keseimbangan.
Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural serta tuli campuran (mixed
deafness). Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara, disebabkan oleh
kelainan atau penyakit di telinga luar atau telinga tengah. Pada tuli saraf (perseptif,
sensorineural) kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam), nervus VII atau di pusat
pendengaran. Sedangkan tuli campuran, disebabkan oleh kombinasi tuli konduktif dan
tuli saraf. Tuli campuran dapat merupakan satu penyakit, misalnya tumor nervus VIII
(tuli sensorineural) dengan radang telinga tengah (tuli konduktif).
Jadi jenis ketulian sesuai dengan letak kelainan. Suara yang didengar dapat
dibagi dalam bunyi, nada murni dan bising. Bunyi (frekuensi 20 Hz – 18.000 Hz)
merupakan frekuensi nada murni yang dapat didengar oleh telinga normal. Nada murni
(pure tone), hanya satu frekueni, misalnya dari garpu tala, piano.
Bising (noise) disebabkan antara : NB (narrow band), terdiri atas beberapa
frekuensi, spektrumnya terbatas dan WN (white noise), yang terdiri dari banyak
frekuensi.(1)
Derajat Gangguan Pendengaran / Ketulian Menurut ISO(1)
Derajat Pendengaran Kehilangan Pendengaran
Normal 0-25 dB
Ringan 26 – 40 dB
Sedang 41 – 55 dB
Sedang Berat 56 – 70 dB
Berat 71 – 90 dB
Sangat Berat >90 dB
7
Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan dengan
baterai, yang berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga komunikasi bisa
berjalan dengan lancar.
Alat bantu dengar terdiri dari:
Microphone, bagian yang berperan menerima suara dari luar dan mengubah
sinyal suara menjadi energi listrik, kemudian meneruskannya ke amplifier.
Amplifier, berfungsi memperkeras suara dengan cara memperbesar energi listrik
yang selanjutnya mengirimkannya ke receiver.
Receiver atau loudspeaker, mengubah energi listrik yang telah diperbesar
amplifier menjadi energi bunyi kembali dan meneruskannya ke liang telinga.
Baterai, sebagai sumber tenaga.(7,8)
8
Kemampuan mendengar penderita
Aktivitas di rumah maupun di tempat bekerja
Keterbatasan fisik
Keadaan medis
Penampilan
Harga.(8,9)
9
diolah oleh dokter untuk menegakkan diagnosis hearing loss seperti CHL, SNHL,
MHL, namun harus dilakukan pemeriksaan fisis dan penunjang untuk memastikan
penegakan diagnosisnya.
- Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan fisis, dimulai dari inspeksi telinga luar sampai dengan
menggunakan alat, tentunya harus didapatkan sign dan symptom yang mendukung
diagnosis hearing loss, misalnya pada inspeksi didapatkan perforasi membrane tympani,
bukti kerusakan pada telinga tengah terutama dari derajat dan tipe dari OMSK yang
diderita pasien, sampai kepada tes garputala yang dilakukan untuk mengetahui tipe
hearing loss pasien. (1)
10
Kecurigaan orang tua atau pengasuh tentang gangguan pendengaran,
keterlambatan berbicara, berbahasa dan atau keterlambatan perkembangan
Riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran menetap sejak masa anak-anak
Keadaan yang berhubungan dengan sindroma tertentu yang diketahui memilki
hubungan dengan tuli sensorineural,atau konduktif atau gangguan fungsi tuba
eustachius. Infeksi postnatal yang menyebabkan gangguan pendengaran
sensorineural termasuk meningitis bakterialis
Infeksi intrauterin
Hiperbilirubinemia yang memerlukan transfusi tukar, hipertensi pulmonal yang
memerlukan ventilator.
Sindroma yang berhubungan dengan gangguan pendengaran yang progresif
seperti usher syndrom,neurofibromatosis,osteoporosis.
Adanya kelainan neurodegeneratif seperti hunter syndrome dan kelainan
neuropati sensomotorik misalnya friederich’s ataxia, charcot-marie tooth
syndrome
Trauma kapitis
Otitis media yang menetap dan berulang disertai efusi telinga tengah minimal 3
bulan.
Bayi yang mempunyai salah satu faktor risiko diatas mempunyai kemungkinan
ketulian 10,2 kali lebih besar. Bila terdapat 3 buah faktor risiko, kecenderungan
menderita ketulian diperkirakan 63 kali lebih besar dibanding dengan bayi yang tidak
memilki faktor risiko. Perkiraan adanya gangguan pendengaran pada bayi dan anak
dapat dilihat berdasarkan kemampuan bicara pada anak, perkiraan adanya gangguan
pendengaran pada bayi dan anak berdasarkan kemampuan bicara dapat dilihat jika:
- Usia 12 bulan : anak belum mampu mengoceh (babling) atau meniru bunyi
- Usia 18 bulan : tidak dapat menyebutkan 1 kata yang mempunyai arti
- 24 bulan : perbendaharaan kata kurang dari 10 kata
- 30 bulan : belum dapat merangkai kata-kata
Skrining dapat dilakukan untuk mendetesi gangguan pendengaran pada bayi
sebelum dilakukan tes pendengaran. Adapun metode-metode pendekatan yang dapat
dilakukan antara lain :
- Family Questionaries
11
Merupakan metode dimana orang tua atau perawat bayi/anak ditanyakan
mengenai respon bayi terhadap suara dan perkembangan wicara. Bayi yang
memiliki respon buruk terhadap suara dan perkembangan wicara dapat dijadikan
sebagai rujukan untuk dilakukan pemeriksaan audiologi
- Behavioral Measure
Melalui tahapan ini, bayi yang diperiksa akan dinilai responnya terhadap
behavioural measuring devices ( mulai dari penanda suara yang sederhana
sampai penanda suara yang kompleks ) dapat diidentifikasi jika terdapat
gangguan pendengaran. (13)
- Physiological Measures
Pada pemeriksaan ini metode Otoacoustic Emission (OAE) dan Auditory
Brainstem Response (ABR) merupakan pemeriksaan yang direkomendasikan
efektif untuk skreening gangguan pendengaran pada bayi dan anak-anak.
Screening pada dewasa
Pada beberapa metode screening yang dilakukan beberapa universitas di
Amerika, mereka membuat beberapa tahap screening dan akan menyimpulkan dalam
satu kuisioner hearing screening dengan beberapa komponen seperti: (16) (17) (18)
1. Case History
Kuisioner the Hearing Handicap Inventory for Elderly: Screening version atau
disingkat menjadi HHIE-S yang menunjukkan apakah gangguan pendengaran
berefek pada kehidupan social ataupun emosional pasien.
2. Visual/Otoscopic inspection
Hasil pemeriksaan fisis yang mengarahkan pada diagnosa hearing loss.
3. Pure Tone Screen
Dikenal dengan PTA atau Pure Tone Audimetri, digunakan untuk mendeteksi
derajat hearing loss dan spesifik kepada frekuensi yang tidak dapat didengar
oleh pasien.
4. Hearing-disability index
Menjumlahkan skor dari HHIE-S dan beberapa kuisioner lain apabila dipakai
12
Keempat item yang dinilai dari kuisioner dan serangkaian tes tersebut yang nantinya
akan diidentifikasi antara “refer” atau “pass” yang akan mempengaruhi hasil
screening bagi pasien.
Namun apabila pasien mempunyai ketidaknormalan dalam salah satu tes dari format
kuisioner tersebut, maka tugas kita adalah refer atau merujuk pasien tersebut ke ahli
audiologis. (16)
13
KLASIFIKASI ALAT BANTU DENGAR
Menurut sistem kerjanya
Secara umum sistem kerja ABD dibedakan menjadi:
a. Analog
Prinsip sistem analog adalah memperkeras suara yang masuk telinga melalui
komponen mekanik dasar yang sederhana. Sirkuit ABD ini telah diatur dari pabrik
sehingga kemampuan pengaturan yang lebih individual sangat terbatas atau kurang
fleksibel. Sistem ini mudah mengalami distorsi, terjadi noise (bising) pada rangkaian
komponen dan rentan terhadap bising di sekitarnya
b. Digital
Sistem analog merupakan ABD yang menggunakan chip komputer yang
menganalisa suara yang masuk. Setelah suara diamplifikasi, teknologi digital akan
memilih suara yang perlu diteruskan ke dalam telinga dan menyingkirkan suara yang
tidak diharapkan (noise). ABD sistem digital bisa menerima program komputer tertentu
yang dapat memilih frekuensi yang spesifik sesuai dengan kebutuhan. ABD sistem
digital menjadi sangat fleksibel karena secara otomatis dapat beradaptasi dengan suara
yang keras atau halus, sehingga tidak terjadi perkerasan yang berlebihan(7,10)
Menurut hantarannya
Berdasarkan jenis hantaran suaranya, ABD dapat dibedakan menjadi 2 macam:
a. ABD jenis hantaran tulang
Bone conduction aid digunakan pada gangguan pendengaran jenis hantaran
(konduktif). Biasanya dimanfaatkan pada kasus atresia liang telinga. Selain itu, jenis ini
juga digunakan pada kasus dimana sewaktu-waktu liang telinga terisi cairan yang
berasal dari infeksi telinga tengah. ABD jenis hantaran tulang dibedakan menjadi:
1. ABD hantaran tulang konvensional
Suara dari luar akan yang ditangkap akan mengaktifkan bone vibrator.
Getaran tulang dihasilkan oleh bone vibrator yang ditempelkan pada tulang
mastoid dengan bantuan ikat kepala khusus, kaca mata, atau plastik mirip
bando. Kerugian ABD jenis ini adalah tidak praktis, penampilan kurang
menarik (kosmetik), butuh amplifikasi besar dan timbul lecet pada kulit yang
14
menempel dengan bone vibrator. Pilihan model ABD pada sistem ini adalah
jenis saku atau BTE (Behind The Ear).
2. ABD jenis BAHA (Bone Anchored Hearing Aid)
ABD yang mirip jenis saku dihubungkan melalui kabel dengan penggetar
tulang (bone vibrator) yang dapat dipasang dan dilepas melalui sistem sekrup-
baut dengan lempengan logam dari bahan titanium yang telah ditanam ke
dalam tulang mastoid melalui tindakan operasi. Hantaran tulang lebih efektif
dibandingkan ABD jenis hantaran tulang.
b. ABD jenis hantaran udara
ABD jenis hantaran udara merupakan ABD yang lebih lazim ditemukan dan
tersedia dalam berbagai bentuk. ABD jenis ini bekerja dengan prinsip mengurangi jarak
dari sumber suara dengan cara meletakkan loudspeaker di telinga penderita.(7,9)
Menurut bentuknya
Setiap bentuk ABD memiliki keuntungan dan kerugiannya masing-masing.
Berikut adalah pembahasan beberapa jenis ABD yang ada saat ini:
a. ABD Jenis Saku (Pocket / Body Worn Type)
ABD jenis saku dapat dianggap sebagai ABD jenis terbesar. Mikrofon dan
amplifier berada dalam satu unit berbentuk kotak; sedangkan receiver terpisah dan
berada di liang telinga. Antara kotak (mikrofon, amplifier, dan baterai) dengan receiver
dihubungkan melalui kabel. Biasanya kotak ditempatkan pada saku baju atau kantung
khusus yang digantungkan pada dada.
Pada ABD jenis saku penempatan terpisah ini dimaksudkan agar pengguna dapat
leluasa memperbesar output tanpa khawatir timbulnya bunyi feedback. Jadi ABD jenis
saku ini diperlukan oleh penderita tuli berat atau sangat berat yang membutuhkan
perkerasan bunyi atau output yang besar. Hal ini dianggap sebagai faktor yang
menguntungkan untuk ABD jenis saku. Keuntungan lain adalah dapat menggunakan
baterai silinder biasa (ukuran AAA) yang selain murah juga mudah didapat. Selain itu,
tombol pengatur juga mudah disesuaikan.
Faktor yang merugikan dari ABD jenis saku:
Penampilan kosmetik kurang baik
15
Kemampuan mikrofon melokalisir bunyi dari belakang terhalang oleh
tubuh
Tidak praktis karena ukuran relatif besar
Kabel dapat putus
Dapat timbul bunyi gesekan antara ABD dengan kain saku
16
pendek, akibatnya kemampuan amplifikasinya terbatas sehingga hanya cocok untuk
ketulian derajat sedang.
e. ABD tipe kanalis / In The Canal (ITC) & Completely In Canal (CIC)
ABD jenis ini dibedakan menjadi dua macam: ITC dan CIC. ABD jenis ITC
ukurannya lebih kecil lagi daripada jenis ITE. Pemasangan sampai setengah bagian luar
liang telinga. Amplifikasi suara baik untuk frekuensi tinggi, karena dipasang cukup
dalam pada liang telinga. Akan tetapi karena keterbatasan ukuran, hanya bermanfaat
untuk tuli derajat sedang. Selain itu juga terdapat jenis CIC yang merupakan ABD
terkecil dan dipasang pada sisi dalam liang telinga, jadi lebih dekat dengan gendang
telinga. Permukaan luar dilengkapi dengan tangkai plastik untuk mempermudah
memasang dan melepaskan ABD. Sebagaimana halnya dengan jenis ITC, pengaturan
secara manual lebih sulit. Namun hal ini dapat diatasi pada model terbaru yang telah
dilengkapi dengan remote control.
Implan Koklea
Implan koklea merupakan perangkat elektronik yang mempunyai kemampuan
menggantikan fungsi koklea untuk meningkatkan kemampuan mendengar dan
berkomunikasi pada pasien tuli saraf berat dan total bilateral. Implan koklea sudah
mulai dimanfaatkan semenjak 25 tahun yang lalu dan berkembang pesat di negara maju.
Implantasi koklea pertama kali dikerjakan di Indonesia pada bulan Juli 2002. Selama 4
tahun terakhir telah dilakukan implantasi koklea pada 27 anak dan 1 orang dewasa.
17
Gambar 7. Implan koklea
18
stimulasi serabut-serabut saraf. Pada speech processor terdapat sirkuit listrik khusus
yang berfungsi meredam bising lingkungan.
Persiapan implantasi koklea
Untuk mendapatkan hasil optimal dari implantasi koklea perlu dilakukan persiapan
yang matang mencakup konsultasi dengan orang tua untuk memperoleh informasi
tentang riwayat penyakit anak serta harapan orang tua terhadap implantasi koklea.
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan THT, radiologik CT Scan untuk melihat
keadaan koklea, dan laboratorium darah.
Tes pendengaran yang harus dilakukan antara lain Behavioral Observation
Audiometry (BoA), timpanometri, OAE, BERA, dan ASSR (Auditory Steady State
Response) bila diperlukan serta audiometri nada murni untuk anak yang lebih besar dan
kooperatif. Tes kemampuan wicara dan berbahasa perlu dinilai sebelum menggunakan
ABD. Sebelum operasi dianjurkan untuk menggunakan ABD selama 8-10 minggu
bersamaan dengan terapi audio verbal untuk menilai manfaatnya. Tes psikologi
dilakukan untuk menilai kemampuan anak untuk belajar setelah dilakukan implantasi
koklea. (19)
19
Setiap orang dengan kesulitan mendengar atau memahami pembicaraan harus
mempertimbangkan penggunaan alat amplifikasi pendengaran. Hal ini terutama sangat
dianjurkan untuk anak-anak dengan gangguan pendengaran, dimana intervensi harus
dianjurkan sedini mungkin.
1. Derajat penurunan pendengaran
2. Tipe frekuensi yang terganggu
3. Tipe ketulian
1. Mild Hearing Loss (26-40 dB)
Penggunaan alat bantu dengar dapat membantu kemampuan komunikasi pasien.
Beberapa pasien dapat mempertimbangkan pemakaian alat bantu dengar paruh waktu /
pada kondisi-kondisi tertentu saja.
2. Moderate Hearing Loss (41-55 dB) & Moderate-Severe Hearing Loss (56-70 dB)
Penggunaan alat bantu dengar sudah menjadi kebutuhan bagi pasien dalam
kategori ini. Pada umumnya alat bantu dengar memberikan hasil yang baik bila dipakai
dengan strategi pemakaian yang sesuai.
3. Severe Hearing Loss (71-90 dB)
Alat bantu dengar harus digunakan bila pasien masih ingin berkomunikasi
dengan suara sebagai media penerimaan primernya. Pada beberapa kasus pasien dengan
tingkat gangguan pendengaran ini membutuhkan implantasi koklea.
4. Profound Hearing Loss (>90 dB)
Keberhasilan penggunaan alat bantu dengar pada pasien ini berbeda-beda
tergantung umur dan berbagai faktor lainnya. Pada kasus yang baik, kemampuan
komunikasi pasien dapat membaik, dan pada kasus terburuk pun, setidaknya alat bantu
dengar masih dapat membantu sebagai warning device. Pasien dengan gangguan
pendengaran jenis ini merupakan kandidat kuat untuk implantasi koklea.
20
Pemilihan alat bantu dengar
Setelah ditentukan bahwa kandidat akan sangat tertolong dengan pemakaian alat
bantu dengar, maka harus diseleksi spesifikasi alat tersebut. Untuk tujuan ini telah
dikembangkan sejumlah metode dan rumusan. Umumnya tiap prosedur pemilihan
membutuhkan informasi audiometrik berupa:
1) Ambang pendengaran / Threshold (T)
2) Tingkat Pendengaran paling nyaman / Most Comfortable Level (MCL)
3) Tingkat kekerasan yang mengganggu / Loudness Discomfort Level (LDL)
Setelah itu, klinisi harus menentukan apakah pasien membutuhkan alat bantu
pendengaran pada satu atau kedua telinga. Bilamana mungkin sangat dianjurkan
menggunakan alat bantu pada kedua telinga (binaural).
Keuntungan amplifikasi binaural antara lain:
1. Minimalisasi / Eliminasi efek bayangan kepala (Head Shadow)
Efek bayangan kepala adalah berkurangnya intensitas sinyal dari sisi kepala
yang berlawanan dari lokasi pemakaian alat bantu dengar. Dengan pemakaian binaural,
hal ini dapat membaik atau bahkan hilang seluruhnya.
21
Paham yang dianut sekarang adalah bilamana mungkin sangat dianjurkan
menggunakan pendengaran binaural. Akan tetapi, untuk alasan pribadi ataupun
audiologik, pada beberapa pasien tidak dapat dilakukan amplifikasi binaural. Dengan
demikian perlu dilakukan pemilihan salah satu telinga yang paling diuntungkan dengan
teknik amplifikasi. Secara umum dapat dikatakan bahwa telinga yang terpilih adalah
telinga dengan diskriminasi bicara yang lebih baik dan dengan rentang dinamik yang
lebih luas. Rentang dinamik adalah perbedaan antara tingkat ambang pendengaran
dengan ambang ketidaknyamanan pendengaran.(10,13,15)
22
dari berbagai jenis alat bantu pendengaran, baik dari aspek medis maupun pribadi
pasien.
Berikut tabel ringkas keuntungan dan kerugian macam-macam ABD:(11,13,15)
Jenis alat bantu
Keuntungan Kerugian
pendengaran
Harga murah Bentuk besar
Baterai tahan lama dan Ada kabel
mudah didapat Bunyi gesekan dengan kain
Body Worn Type Feedback tidak ada Selit menangkap suara dari
Amplifikasi lebih kuat belakang
Pengaturan manual mudah Dapat rusak oleh sekret
telinga pasien
Amplifikasi kuat Membutuhkan ear mould
Feedback minimal Memberikan efek oklusi
Behind-the-ear type
Pengaturan manual relatif Dapat rusak oleh sekresi
telinga pasien
Sulit terlihat Amplifikasi terbatas
In-the-ear type
Membutuhkan ear mould
Sulit terlihat Rentan terhadap feedback
Amplifikasi cukup baik Pengaturan manual sulit
In-the-canal type
karena terpasang dalam
23
Tidak menimbulkan efek
oklusi
Memungkinkan keluarnya
sekret telinga pasien
Gambar 9. ABD tipe Spectacle(16) Gambar 10. ABD tipe Body Worn(4)
24
BAB III
KESIMPULAN
Alat Bantu Dengar (ABD) adalah suatu perangkat elektronik yang berguna
untuk memperkeras (mengamplifikasi) suara yang masuk ke dalam telinga, sehingga si
pemakai dapat mendengar lebih jelas suara yang ada di sekitarnya.
Pada umumnya, mekanisme kerja ABD berupa: masuknya suara melalui
mikrofon, pengerasan suara oleh amplifier, dan penyampaian ulang suara oleh receiver /
loudspeaker yang mana keseluruhan sistemnya diperdayai oleh suatu komponen baterai.
Terdapat berbagai macam jenis ABD: menurut sistem kerjanya, menurut jenis
hantarannya, dan menurut bentuknya yang memiliki kelebihan dan kekurangannya
masing-masing.
Untuk pemakaian alat bantu pendengaran, pertama-tama klinisi harus
mengidentifikasi derajat ketulian penderita, mengenali jenis ketuliannya, menentukan
TL, MCL, dan LDL, menentukan jumlah alat bantu dengar yang sebaiknya digunakan
oleh pasien, baru kemudian bersama pasien mempertimbangkan bentuk ABD yang akan
digunakan beserta kelebihan, kekurangan, dan faktor-faktor lain dari diri pasien.
Seringkali ABD sendiri tidak cukup untuk mengembalikan kualitas hidup pasien
secara sempurna. Karenanya dibutuhkan pelengkap dari ABD yang bisa berupa: ALD,
baik ALD yang dihubungkan ke ABD maupun tidak; fitur-fitur tambahan; dan
implantasi koklea bila ABD tidak dapat memberikan hasil yang memuaskan.
Setelah pemakaian ABD, perlu dilakukan penilaian ulang untuk menentukan
keberhasilan pemakaian ABD dengan beberapa tes, seperti Assessment of Word
Recognition & Sound Quality, Probe Tube Measure, dan Subjective Scaling.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Arsyad, Efiaty S. dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Kesehata Telinga Hidung Tenggorok
Kepala & Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2. Moller, Aage R. 2006. Hearing: Anatomy, Physiology, and Disorders of the Auditory
System Second Edition. California: Academic Press
3. Thomas R. et al. 2006. Otolaryngology: Basic Science and Clinical Review. New York:
Thieme Medical Publishers.
4. Yetter, Carol J. 2015. A Hearing Aid Primer. WROCC Outreach Site. Western Oregon
University.
5. Rahman, Sukri. Dkk. 2012. Neuropati Auditori. Jurnal Kesehatan Andalas.
6. Snow, James B Jr. 2002. Ballenger’s Manual of Otorhinolaryngology Head and Neck
Surgery. London: BC Decker
7. Menner, Albert L. 2003. A Pocket Guide to the Ear. New York: Thieme Medical
Publishers
8. Peng, Shu-Chen. 2012. Hearing Aids: The Basic Information You Need to Know pada
Scientific Reviewer in Audiology Center for Device and Radiological Health.
9. Gwinner, Nanette. 2006. Your Veteran Affairs Hearing Aid. Denver: Department of
Veterans Affairs Denver Distribution Center.
10. American Academy of Audiology. 2001. Hearing Aids. Mclean VA: NIH Publication
11. FDA Consumer Health Information. 2009. A New Online Guide to Hearing Aids.
12. Swartz, Mark H. 1995. BukuAjarDiagnostikFisik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
13. Kimball, Suzanne H. et al. 2013. Hearing Aids (www.medscape.com) diakses tanggal
13 Mei 2016.
14. Dewi, Yussy Afriani. 2007. Presbiakusis. Disampaikan pada Seminar Ilmu Penyakit
Dalam, Bandung 13 Juli 2007.
15. Kochkin, Sergei. 2005. Your Guide to Hearing Aids. Alexandria: Better Hearing
Institute.
16. Muir, Patricia et al. 2015. Hearing Screening guideline preschool to adult. Alberta
College of Speech-Language Pathologists and Audiologists
17. Sitasi dari http://www.asha.org/uploadedFiles/Hearing-Screening-Form-Adults.pdf
18. Potgieter, Jeni Mari et al. 2014. Open access guide to audiolog and hearing aids for
otolaryngologists. Department of Speech-Language Pathology and Audiology.
University of Pretoria
26
19. Dhingra, PL et al. 2013. Disease of Ear, Nose, and Throat & Head and Neck Surgery 6 th
Edition. India: Elsevier
27