Anda di halaman 1dari 31

Journal Reading

ABSES PARAFARING ET CAUSA


INFEKSI PEPTOSTREPTOCOCCUS
Oleh: Dicky Zulfa Firman K. (20190420016)
Pembimbing: dr. M. Noer Shoffi, Sp.THT-KL
JURNAL
Parapharyngeal Abscess: Diagnosis,
Complications, and Management in Adult –
Case 1
DESKRIPSI
• Pasien laki-laki berusia 75 tahun datang ke klinik THT.
• Keluhan utama: nyeri tenggorokan dan leher sisi kiri
bengkak selama 4 hari.
• Keluhan tambahan: sulit dan nyeri menelan, demam, dan
sulit membuka mulut.
• Riwayat diabetes (-), kelainan imun (-).
• Pasien nampak lemas/sakit ringan.
• Dokter menemukan pasien dalam kondisi febris dan
takikardia.
• Pemeriksaan fisik menemukan pergeseran dinding daerah
faring dan peritonsilar, tanpa limfadenopati.
• Dilakukan aspirasi pada faring lateral: 1 ml pus, yang
mengandung Peptostreptococcus sensitif metronidazole.
Dokter melakukan beberapa pemeriksaan penunjang:
• CT scan urgent: penumpukan cairan pada celah
parafaring.
• Biopsi jaringan tonsil: jaringan dengan proses inflamasi
akut tanpa keganasan.
• Kultur darah: tidak ditemukan bakteri.
PEMERIKSAAN
ANAMNESIS
• Mulai proses dengan memperkenalkan diri.
• Tanyakan identitas pasien:
a. Nama dan jenis kelamin pasien.
b. Usia.
c. Alamat.
d. Pekerjaan sehari-hari.
e. Cantumkan pula tanggal pemeriksaan.
• Keluhan utama:
a. Apa keluhan yang membuat pasien datang ke dokter?
(Pada kasus ini KU berupa nyeri tenggorokan dan leher
sisi kiri yang bengkak).
b. Sejak kapan keluhan tersebut dirasakan? (Pada kasus ini
keluhan dirasakan selama 4 hari).
c. Apa keluhan keluhan tersebut muncul mendadak atau
perlahan memberat? (Keluhan memberat).
d. Apakah keluhan pernah membaik? Atau justru
memburuk? (Keluhan memburuk).
• Keluhan tambahan:
a. Apakah pasien mengalami keluhan lain? (Pada kasus ini
KT berupa sulit dan nyeri saat menelan, demam, dan sulit
membuka mulut).
b. Sejak kapan keluhan-keluhan tersebut dirasakan?
(Keluhan dirasakan saat lehernya mulai bengkak).
c. Apakah keluhan tersebut membaik, atau justru semakin
parah? (Nyeri telan memburuk tiap hari, dan semakin sulit
membuka mulut hingga sulit berbicara).
• Tanyakan riwayat penyakit dahulu pasien.
• Tanyakan apakah pasien memiliki riwayat hipertensi dan
diabetes, perokok, dan memiliki alergi terhadap bahan
tertentu. (Pasien tidak memiliki riwayat diabetes maupun
kelainan imun).
• Tanyakan apakah pasien pernah mengalami keluhan yang
sama sebelumnya.
• Tanyakan pula apakah keluarga pasien pernah memiliki
keluhan yang sama atau tidak.
PEMERIKSAAN FISIK DAN
PENUNJANG
• Keadaan umum pasien (sakit ringan/sedang/berat). Pada kasus ini pasien
datang dalam keadaan sakit ringan)
• Kesadaran pasien (GCS).
• Tanda vital:
 Tekanan darah.
 Nadi. (Pasien mengalami takikardia).
 Respiratory rate.
 Suhu (aksilar). (Pasien dalam keadaan febris).
 Saturasi oksigen darah.
• Pemeriksaan umum:
Kepala leher
 Inspeksi:
anemis (+/-), ikterik (+/-), sianotik (+/-),dispneu (+/-).
 Palpasi:
pembesaran tiroid (+/-), pembesaran limfonodi (+/-, serta lokasi dan
konsistensinya). (Pada kasus ini, nampak pergeseran dinding daerah faring
dan peritonsilar, tanpa limfadenopati).
Toraks
 Inspeksi:
bentuk dada keseluruhan (simetris/asimetris), gerak nafas
(simetris/asimetris), penampakan iktus kordis
(nampak/tidak).
 Palpasi:
pembesaran tiroid (+/-), pembesaran limfonodi (+/-, serta
lokasi dan konsistensinya).
 Perkusi:
fremitus raba (simetris/meningkat/menurun), iktus kordis
(teraba/tidak).
 Auskultasi:
sonor/hipersonor/redup, periksa batas jantung (N: kanan
ICS IV midsternal dekstra, kiri ICS V midklavikula
sinistra).
Abdomen
 Inspeksi:
apakah nampak distensi atau jejas.
 Auskultasi:
bising usus (+/-, bila + apakah normal atau meningkat).
 Perkusi:
apakah pekak atau timpani.
 Palpasi:
apakah distensi atau supel, apakah hepar, lien, dan ginjal
teraba, periksa nyeri tekan (+/-, bila + deskripsikan
lokasinya).
• Pemeriksaan lokal:
Mulut
 Inspeksi: ptialismus, trismus, lidah (paresis N. XII, atrofi,
aftae, tumor), palatum durum (tonus palatinus), processus
alveolaris (edema/tidak).
 Palpasi: cari apakah terdapat ulkus, terutama pada lidah.
 Perkusi: apakah timbul nyeri atau tidak.
Tonsil dan Faring
Mulut dibuka lebar-lebar, lidah ditarik ke dalam, dilunakkan,
kemudian ditekan ke bawah di sisi medial.
 Periksa besar tonsil.
 Periksa mobilitas tonsil (mobile tanpa nyeri/mobile dengan
nyeri/terfiksasi).
 Lakukan pemeriksaan patologi tonsil dan uvula: dinding
nampak kemerahan, bintik-bintik putih pada tonsil,
pergeseran tonsil dan uvula, adanya pseudomembran,
sikatrik, atau adanya corpus alienum.
 Lakukan pemeriksaan patologi faring: nampak merah
keseluruhan/granular, adanya sikatrik, serta corpus alienum.
 Lakukan pemeriksaan paralisis palatum molle (normal: saat
istirahat uvula menunjuk ke bawah dan palatum molle
simetris, saat berfonasi “A” dan “E” gerakan palatum molle
simetris).
 Lakukan pemeriksaan paralisis faring (normal:bila disentuh
akan memicu muntah – “Gag reflex”).
Laring
 Pemeriksaan luar: perhatikan warna dan keutuhan kulit serta
benjolan pada leher. Apabila terdapat benjolan, perhatikan
apakah benjolan mengikuti gerakan laring.
 Laringoskopi indirek: melihat laring melalui cermin yang
ditempatkan di faring dan disinari cahaya.

• Pada kasus ini juga dilakukan aspirasi pada faring lateral yang
membesar: didapatkan 1 ml pus, mengandung
Peptostreptococcus sensitif metronidazole.
• Pemeriksaan penunjang:
 CT scan urgent: ditemukan adanya penumpukan cairan
pada celah parafaring.
 Biopsi jaringan tonsil: jaringan dengan proses inflamasi
akut tanpa keganasan.
 Kultur darah: tidak ditemukan bakteri.
• Diagnosis klinis:
abses parafaring et causa infeksi Peptostreptococcus.

• Tatalaksana:
Pada kasus ini dokter memberikan 2 lini terapi antibiotik:
 Terapi awal: antibiotik spektrum luas intravena
(cefotaxime, benzyl penicillin, dan metronidazole).
 Terapi kinis: metronidazole intravena.
DISKUSI DAN TINJAUAN
PUSTAKA
ABSES PARAFARING
Anatomi
• Abses parafaring merupakan abses akibat infeksi pada celah
parafaring.
• Celah parafaring merupakan celah antara basis cranii hingga
hyoid, dan antara lapisan pre-trakeal fascia cervicalis
profundus hingga fascia profunda glandula parotidea.
• Celah parafaring dibatasi oleh beberapa struktur:
 Anterior: fascia m. pterydoideus.
 Poseterior: lapisan pre-vertebral fascia cervicalis
profundus dan processus transversus vertebrae cervicales.
 Medial: fascia buccopharyngeal yang membungkus m.
constrictor.
 Lateral: m. pterygoideus lateralis, mandibula, dan
permukaan profunda glandula parotidea.

• Celah parafaring dibagi oleh processus styloideus dan ototnya


menjadi 2 kompartemen:
 Kompartemen anterior.
 Kompartemen posterior.
Celah-celah pada Kepala dan Leher Nampak pada Potongon
Koronal
Etiologi
• Faring. Infeksi tonsil dan adenoid akut/kronis, pecahnya
abses peritonsil.
• Gigi. Infeksi gigi umumnya berasal dari molar inferior III.
• Telinga. Abses Bezold dan petrositis.
• Celah leher lain. Infeksi celah parotid, retrofaring, dan
submaksillaris.
• Trauma eksternal. Trauma tembus leher, injeksi anestesi
lokal untuk tindakan tonsilektomi atau blok saraf mandibular.
Epidemiologi
• Abses parafaring sering menyerang usia dewasa, remaja, dan
anak usia >8 tahun.
• Umumnya berasal dari infeksi gigi, tapi dapat juga berasal
dari otitis media, mastoiditis, atau parotitis.
Gambaran Klinis
Gambaran klinis tergantung dari kompartemen yang terkena,
masing-masing dalam bentuk trias:
• Infeksi kompartemen anterior:
 Prolaps tonsil dan fossa tonsillaris.
 Trismus (sulit membuka rahang).
 Edema luar, di belakang sudut rahang.
• Infeksi kompartemen posterior:
 Pembesaran faring di belakang pillar posterior.
 Paralisis n. craniales X-XII serta truncus symphaticus.
 Edema daerah parotid.
Dapat pula disertai demam, odinofagia, nyeri tenggorokan,
tortikolis, dan tanda-tanda toksemia.
Pemeriksaan Penunjang
• CT scan: penumpukan cairan dengan peningkatan opasitas
perifer pada celah parafaring.
CT scan juga dapat digunakan untuk menilai perluasan
infeksi sebelum tindakan drainase.
• MRI: dapat digunakan untuk mendeteksi komplikasi
vaskular.
CT Scan Aksial Menunjukkan Adanya Abses Parafaring yang Besar
Mikrobiologi
• Umumnya memiliki kausa polimikrobial.
• Organisme anaerob yang umum:
 Prevotella
 Porphyromonas
 Fusobacterium,
 Peptostreptococcus
• Organisme aerob yang umum:
 Streptococcus viridans
 Streptococcus aureus
 Staphylococcus aureus
 Haemophilus influenzae
• Seringkali disebabkan oleh organisme penghasil beta-
laktamase.
Pengobatan
• Antibiotik sistemik, seperti dengan kombinasi amoxicillin-
claculanic acid.
• Drainase abses.
 Abses didrainase dengan membuat sayatan horizontal
selebar 2–3 cm di bawah sudut mandibula.
 Selanjutnya dilakukan diseksi tumpul di sepanjang
permukaan dalam m. pterigoideus medialis menuju
processus styloideus.
 Tindakan dilanjutkan dengan evakuasi abses via saluran
drainase.
PUSTAKA
1. Alaani A, Griffiths H, Minhas SS, Olliff J,
Drake Lee AB. Parapharyngeal Abscess:
Diagnosis, Complications and Management
in Adults. Eur Arch Oto-Rhino-Laryngology.
2005;262(4):345–50.
2. Durand ML, Deschler DG. Infections of The
Ears, Nose, Throat, and Sinuses. Infections
of the Ears, Nose, Throat, and Sinuses. 2018.
1-393 p.
3. Dhingra PL, Dhingra S. Diseases of Ear,
Nose, and Throat & Head and Neck Surgery.
6th editio. Dutta S, editor. Elsevier. New
Delhi: Elsevier; 2014.

Anda mungkin juga menyukai