ACHALASIA ESOPHAGUS
Disusun Oleh:
Venska Lapalelo (2018-84-023)
Esti Y. S. Masbait (2018-84-025)
Hendy J. Khoe (2018-84-026)
Juchairah Faradillah Sangadji (2018-84-078)
Alexandro Hursepuny (2018-84-079)
Pembimbing Residen:
dr. Wa Ode Zerbarani
Dosen Pembimbing:
dr. Eny Sanre, Sp.Rad
Mengetahui,
Kepala Bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
BAB I KASUS
1.1.Identitas Pasien 1
1.2.Anamnesis 1
1.3.Pemeriksaan Fisis 2
1.4.Pemeriksaan Laboratorium 3
1.5.Pemeriksaan EKG 4
1.6.Pemeriksaan Radiologi 5
1.7.Diagnosis 6
1.8.Terapi 6
1.9.Resume Klinis 6
BAB II DISKUSI
2.2. Definisi 10
2.3. Epidemiologi 10
2.4. Etiologi 11
2.7. Patofisiologi 19
iii
2.8. Gejala Klinis 20
2.11. Penatalaksanaan 27
DAFTAR REFERENSI 32
iv
BAB I
LAPORAN KASUS
Nama : Ny Simbara
Umur : 62 tahun
1.2. Anamnesis
Pasien masuk dengan keluhan muntah setiap kali makan yang sudah dialami 1 bulan
ini, batuk sesekali & lendir warna putih, tidak ada darah, lemas sudah dialami pasien
1 bulan sebelum MRS, demam tidak ada, makan dan minum masih baik, BAK &
BAB baik.
Riwayat Penyakit Dahulu : Didiagnosis Achalasia esophagus 1 tahun yang lalu dan
di RSWS, TB
1
1.3.Pemeriksaan Fisis
Tanda vital
Suhu : 36,50C
Status general
Thorax
ada.
2
Abdomen
b) Palpasi : tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba.
1.4.Pemeriksaan Laboratorium
3
1.5. Pemeriksaan EKG
4
1.6. Pemeriksaan Radiologi
Foto Thorax PA
Kesan :
Usul :
5
1.7. Diagnosis
Achalasia Esofagus
1.8. Penatalaksanaan
Terapi medikamentosa:
6
regurel non kalsifikasi dengan densitas motlted bubble, tampak garis-garis
fibrotic pada kedua paru terutama paru kanan. Cor : kesan normal, aorta
normal, kedua sinus dan diagfragma baik, tulang-tulang intak, jaringan lemak
sekitar baik. Kesan : Dilatasi mediastinum kesan achalasia esophagus, TB
paru lama tenang, Cor dalam batas normal, Usul : Oesophagus Maag
Duodenography
7
BAB II
DISKUSI
“gagal untuk mengendur” dan merujuk pada ketidakmampuan dari lower esophageal
sphincter (cincin otot antara esofagus bagian bawah dan lambung) untuk membuka
esofagus tanpa adanya gerak peristaltik. Penderita akalasia merasa perlu mendorong
atau memaksa turunnya makanan dengan air atau minuman guna menyempurnakan
proses menelan. Gejala lain dapat berupa rasa penuh substernal dan umumnya terjadi
regurgitasi.1
rasio kejadian penyakit ini sama antara laki-laki dengan perempuan. Walaupun
penyakit ini jarang terjadi tetapi tetap harus bisa mengenali dan mengatasi penyakit
ini karena komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit ini sangat mengancam nyawa
penelitian, distribusi umur pada akalasia biasanya sering terjadi antara umur kelahiran
sampai dekade ke-9, tapi jarang terjadi pada 2 dekade pertama (kurang dari 5% kasus
8
didapatkan pada anak-anak).Umur rata-rata pada pasien orang dewasa adalah 25-60
tahun.1
Di Amerika Serikat ditemukan sekitar 2000 kasus akalasia setiap tahun. Suatu
biasanya sering terjadi antara umur kelahiran sampai dekade ke-9, tapi jarang terjadi
(kurang dari 5% kasus didapatkan pada anak-anak).Umur rata-rata pada pasien orang
dewasa adalah 25-60 tahun (3). Di Amerika Serikat ditemukan sekitar 2000 kasus
angka kematian standar 0 (nol). Angka ini diperoleh dari seluruh kasus akalasia baik
Walaupun penyakit ini jarang terjadi tapi kita harus bisa mengenali dan
mengatasi penyakit ini karena komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit ini sangat
dan pemeriksaan
manometrik. Sifat terapi pada akalasia hanyalah paliatif, karena fungsi peristaltic
esofagus tidak dapat dipulihkan kembali. Terapi dapat dilakukan dengan memberi
9
diet tinggi kalori, medikamentosa, tindakan dilatasi, psikoterapi, dan operasi
2.2.Definisi
makanan yang ditelan hanya sedikit yang dapat masuk ke dalam lambung. Angka
kejadian sekitar 1/100.000 per tahunnya dan termasuk kasus yang sangat jarang
terjadi. Sebanyak 0,5 - 1,6 % ditemukan di Eropa, Asia, dan Amerika.1 Jumlah kasus
pasien akalasia eso-phagus yang meliputi penegakan diagnosis, tindakan operasi yang
2.3.Epidemiologi
Di Amerika Serikat ditemukan sekitar 2000 kasus akalasia setiap tahun. Suatu
kematian tertinggi tercatat di Selandia Baru dengan angka kematian standar 239 dan
yang terendah dengan angka kematian standar 0 (nol). Angka ini diperoleh dari
10
Di Indonesia salah satunya di Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin
sendiri kasus akalasia merupakan kasus yang langka, menurut informasi yang didapat
dari ruang Penyakit Dalam Pria, kasus akalasia baru pertama kali ditemukan.1
2.4.Etiologi
primer, etiologi yang tepat adalah tidak diketahui, mungkin disebabkan oleh infeksi
virus neutropik mengakibatkan lesi nukleus vagal dorsal di batang otak dan ganglia
mesenterika di esophagus. Faktor keturunan juga memiliki peran dalam gangguan ini.
2.5. Anatomi
makanan dari rongga mulut ke lambung. Dalam perjalanannya dari faring menuju
gaster, esofagus melalui tiga kompartemen, yaitu leher, toraks dan abdomen.
Esofagus yang berada di leher adalah sepanjang lima sentimeter dan berjalan di
antara trakea dan kolumna vertebralis, serta selanjutnya memasuki rongga toraks
belakang lengkung aorta dan membelok ke kiri dari trakea di belakang bronkus
cabang utama kiri, kemudian agak membelok ke kanan beberapa sentimeter pada area
11
subcarinal dan kembali membelok ke kiri dan depan aorta torakalis, dan masuk ke
dalam rongga perut melalui hiatus esofagus dari diafragma dan berakhir di kardia
lambung. Panjang esofagus yang berada di rongga perut berkisar dua sampai empat
sentimeter. Diameter rata-rata esofagus pada orang dewasa sekitar 2,5 sentimeter.4,5
Otot esofagus sepertiga bagian atas adalah otot serat lintang yang
berhubungan erat dengan otot-otot faring, sedangkan dua pertiga bagian bawah
adalah otot polos yang terdiri atas otot sirkular dan otot longitudinal seperti
kondisi medis tertentu. Penyempitan klasik pertama adalah pada titik awal, dan
dibentuk oleh otot orofaring; bagian ini adalah titik tersempit kedua setelah lubang
pertama ini adalah sekitar 1,4-1,5 cm, dan terletak 15 cm dibawah gigi seri tengah
atas rahang atas. Secara topografis, titik pertama ini berhubungan dengan corpus
dinding esofagus menjadi lebih dekat pada hiperfleksi, dan terjadi penyempitan
parsial.6
12
Gambar 1. Anatomi Esofagus6
Penyempitan ketiga adalah salah satu penyempitan klasik yang dibuat oleh
lengkung aorta. Penyempitan ini terletak pada vertebra torakal 4 secara topografi
dengan lebar 1,5-1,6 cm. Penyempitan berada 22,5 cm dibawah gigi seri tengah atas
bronchus kiri. Titik ini terletak pada level vertebra thorakal ke-5, dan 27,5 cm
dibawah maksila gigi seri tengah dan 9 cm di bawah otot orofaringeal. Titik
penyempitan kelima terbentuk jika pasien memiliki dilatasi atrium yang disebabkan
oleh stenosis mitral. Titik ini terletak tepat di bawah penyempitan bronkia.
13
Penyempitan keenam, disebut "Laimer narrowing," terletak di persimpangan kedua
titik esofagus dan aorta. Titik ini terletak di bidang yang sesuai dengan tepi atas
Corpus vertebral thorakal 10. Penyempitan Laimer terjadi dalam situasi aterosklerosis
aorta. Tepat di atas penyempitan ini, dilatasi parsial yang disebut "ampula epifrenik"
klasik ke-4) dibentuk oleh hiatus esofagus yang berasal dari crus kanan diafragma,
dan terletak di level vertebra thorakal 11 dan 40 cm dibawah gigi insisivus sentral
maksila; panjangnya 1 1,5 cm dan lebar 1,5-1,8 cm. Penyempitan terakhir ini dinamai
sfingter yang dibuat oleh muscle fiber diafragma kanan; membuat mekanisme
antireflux. Ketika seseorang tidak makan, lumen esofagus tertutup di atas sfingter
Esofagus mendapat darahnya dari banyak arteri kecil. Bagian atas dari
esofagus yang berada di leher dan rongga dada mendapat darah dari arteri tiroidea
inferior, beberapa cabang arteri bronkialis dan beberapa arteri kecil dari aorta.
Esofagus di hiatus esofagus dan rongga perut mendapat darah dari arteri frenika
bagian atas dan tengah, aliran vena dari pleksus esofagus berjalan melalui vena
esofagus ke vena azygos dan vena hemiazygos untuk kemudian masuk ke vena cava
superior. Di esofagus bagian bawah, semua pembuluh vena masuk ke dalam vena
koronaria, yaitu cabang vena porta sehingga terjadi hubungan langsung antara
14
sirkulasi vena porta dan sirkulasi vena esofagus bagian bawah melalui vena lambung
tersebut. Hubungan ini yang menyebabkan timbulnya varises esofagus bila terjadi
lapisan otot, dan tunika adventisia. Di bagian sepertiga cranial, pembuluh ini berjalan
secara longitudinal bersama dengan pembuluh limfe dari laring ke kelenjar di leher,
sedangkan dari bagian dua pertiga kaudal dialirkan ke kelenjar seliakus, seperti
leher dan kelenjar limfe seliakus di perut, bergantung pada letaknya, stadium dan
sebelah kiri belakang esofagus untuk turun kembali dan masuk ke dalam vena
subklavia kiri.4
15
Gambar 2. Gambaran normal esofagus pada pemeriksaan barium swallow7
ketika suatu bolus secara sengaja didorong oleh lidah ke bagian belakang mulut
menuju faring. Tekanan bolus di faring merangsang reseptor tekanan di faring yang
kemudian secara refleks mengaktifkan serangkaian otot yang terlibat dalam proses
menelan. Menelan adalah suatu contoh refleks all-or-none yang terprogram secara
sekuensial dengan berbagai respons dipicu dalam suatu rangkaian waktu spesifik;
jadi, sejumlah aktivitas yang sangat terkoordinasi dipicu dalam pola teratur selama
secara volunter, tetapi setelah dimulai proses tersebut tidak dapat dihentikan.8
16
Menelan dibagi menjadi 2 tahap, yaitu tahap orofaring dan tahap esofagus.
Tahap orofaring berlangsung sekitar satu detik dan berupa perpindahan bolus dari
mulut melalui faring dan masuk ke esofagus. Saat masuk faring sewaktu menelan,
bolus masuk ke saluran lain yang berhubungan dengan faring. Dengan kata lain,
makanan harus dicegah untuk kembali ke mulut, masuk ke saluran hidung, dan masuk
ini:8
Makanan dicegah kembali ke mulut selama menelan oleh posisi lidah menekan
langit-langit
saluran hidung tertutup dari faring dan makanan tidak masuk hidung.
Makanan dicegah masuk ke trakea terutama oleh elevasi laring dan penutupan
erat pita suara melintasi lubang faring, atau glotis. Bagian awal trakea adalah
laring, tempat pita suara terentang di dalamnya. Selama menelan, pita suara
laring menyebabkan pita suara merapat erat satu sama lain, sehingga pintu masuk
glotis tertutup. Selain itu, bolus menyebabkan suatu lembaran kecil jaringan ikat,
17
Karena saluran pernapasan tertutup sementara saat menelan, pernapasan
Dengan laring dan trakea tertutup, otot-otot faring berkontraksi untuk mendorong
esofagus ke lambung, berotot berbentuk cincin yang jika tertutup mencegah lewatnya
benda melalui saluran yang dijaganya. Spinchter esofagus atas adalah spinchter
lambung. Peristaltik mengacu pada kontraksi berbentuk cincin otot polos sirkuler
bolus di depan kontraksi. Apabila bolus berukuran besar atau lengket tertelan, dan
tidak dapat terdorong ke lambung oleh gelombang peristaltik primer, bolus yang
tertahan tersebut akan meregangkan esofagus dan memicu reseptor tekanan di dalam
dinding esofagus, menimbulkan gelombang peristaltik kedua yang lebih kuat yang
melemas secara refleks saat gelombang peristaltik mencapai bagian bawah esofagus
sehingga bolus dapat masuk ke dalam lambung. Setelah bolus masuk ke lambung,
18
2.7. Patofisiologi
ganglion sel
penurunan fungsi pada motor neuron yang terletak pada pleksus mienterikus
19
2.8. Gejala Klinis
riwayat berupa disfagia yang bersifat intermitten, baik ketika menelan makanan padat
maupun makanan cair, yang diperburuk dengan stress emosional atau cara makan
klinis yang pertama terjadi. Regurgitasi makanan dapat terjadi karena terdapat retensi
sejumlah besar makanan pada esofagus yang berdilatasi. Regurgitasi ini sering terjadi
pada malam hari karena posisi pasien yang telentang ketika tidur, dan hal ini
tertinggal pada esofagus (sebelum bagian yang menyempit) dan biasanya pasien
mengatasi hal ini dengan minum air dalam jumlah yang besar agar meningkatkan
tekanan pada esofagus dan memaksa makanan untuk melaluinya dan masuk ke
lambung. Nyeri dada retrosternal yang berat dapat terjadi karena adanya tekanan yang
tinggi pada esofagus, dan para dokter sering mendiagnosis nyeri ini sebagai nyeri
yang berasal dari jantung. Gejala heartburn-like chest pain juga ditemukan pada
laktat yang terbentuk dari fermentasi sisa-sisa makanan pada lumen esofagus. Pada
penderita achalasia esofagus, kehilangan berat badan mungkin saja terjadi karena
perasaan nyeri di daerah retrosternal. Jika kehilangan berat badan terjadi dengan
20
2.9. Pemeriksaan Radiologi
Akalasia esofagus secara khas melibatkan segmen pendek (kurang dari 3,5
cm) dari esofagus distal. Temuan foto thorax meliputi:14
Tampak “convex opacity” yang tumpang tindih pada mediastinum kanan.
Kadang-kadang dapat muncul sebagai convex opacity kiri jika aorta toraks
berliku.
Adanya air fluid level karena stasis di esofagus akibat dari adanya sekresi dan
makanan yang tertahan.
Adanya gastric air bubble atau bahkan tidak ada.
Tampak terdorongnya trakea ke arah depan, jika dilihat dari lateral.
Biasanya dapat terlihat kekeruhan pada alveolar yang tidak merata dan biasanya
bilateral. Ini merupakan pneumonitis akut atau pneumonia aspirasi kronik yang
berhubungan dengan disfagia.
21
Gambar 4. Tampak pelebaran mediastinum. Terlihat gastric air bubble. Tidak tampak air fluid
level pada mediastinum yang melebar.
Sebuah studi dengan barium swallow dapat digunakan untuk mengkonfirmasi dilatasi
pada esofagus dan juga dapat menilai kelainan mukosa pada esofagus. Temuan
meliputi:
22
Ketika kolom barium cukup tinggi (dengan posisi pasien berdiri), tekanan
hidrostatik dapat mengatasi tekanan sfingter esofagus bagian bawah,
memungkinkan lewatnya isi pada esofagus.
Minuman panas atau berkarbonasi, dapat membantu memvisualisasikan relaksasi
sfingter dan pengosongan barium.
Gambar 6. Tampak bagian atas dan bagian tengah esofagus yang berdilatasi.
23
Gambar 7. Tampak esofagus yang berdilatasi dengan bagian distal memberikan gambaran bird beak
appearance paruh burung yang cukup khas untuk akalasia.
CT-Scan
24
2.10. Diagnosis Banding15,16,
25
Gambar 8. Gambaran radiologi skleroderma pada esophagus15
26
2.11. Penatalaksanaan
Sifat terapi pada achalasia hanyalah paliatif, karena fungsi peristaltik esofagus
tidak dapat dipulihkan kembali. Terapi dapat dilakukan dengan memberi diet tinggi
(operasi Heller).17
1) Terapi Non-Bedah
a. Medikamentosa
mg sublingual atau 10 mg per oral, dan juga methacholine, dapat membuat spinchter
esofagus distal dan suatu kontraksi spinchter esofagus bawah. Selain itu, dapat juga
mengurangi tekanan pada spinchter esofagus bawah. Namun demikian, hanya sekitar
10% pasien yang berhasil dengan terapi ini. Terapi ini sebaiknya digunakan untuk
pasien lanjut usia yang mempunyai kontraindikasi terhadap pneumatic dilation atau
tindakan pembedahan.18,19
27
skleroterapi yang dimasukkan ke dalam dinding esophagus dengan sudut kemiringan
squamocolumnar junction. Lokasi penyuntikan jarum ini terletak tepat di atas batas
proksimal dari spinchter esofagus bawah dan toksin tersebut diinjeksi secara kaudal
ke dalam spinchter. Dosis efektif yang digunakan, yaitu 80-100 unit/ml yang dibagi
dalam 20-25 unit/ml untuk diinjeksikan pada setiap kuadran dari spinchter esofagus
bawah. Injeksi diulang dengan dosis yang sama 1 bulan kemudian untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Namun demikian, terapi ini mempunyai penilaian
yang terbatas, di mana 60% pasien yang telah diterapi masih tidak merasakan disfagia
6 bulan setelah terapi; persentasi ini selanjutnya turun menjadi 30% walaupun setelah
beberapa kali penyuntikan dua setengah tahun kemudian. Sebagai tambahan, terapi
yang selanjutnya dapat membuat miotomi menjadi lebih sulit. Terapi ini sebaiknya
berhasil digunakan pada pasien dengan achalasia. Aman dan efektif pada kebanyakan
pasien, sangat efektif pada orang tua dan telah mendapatkan tempat dalam
penatalaksanaan pasien yang dianggap tidak sesuai untuk dilakukan terapi dilatasi
atau miotomi. Prosedur ini melibatkan suntikan pada spinchter esofagus bagian
bawah yang menyebabkan denervasi kimiawi dari sphincter. Dua puluh sampai dua
puluh lima unit toksin botulinum disuntikkan ke setiap kuadran dari sfingter esofagus
28
bagian bawah dengan jarum skleroterapi menggunakan teknik endoskopi. Meskipun
yang paling aman dari teknik yang tersedia, injeksi toksin botulinum memiliki durasi
efek terbatas, yang berlangsung rata-rata satu tahun. Pengobatan harus diulangi
diperlukan untuk menjaga efek relaksasi pada spinchter esophagus bagian bawah.
Beberapa pasien mungkin mengalami nyeri dada ringan dan terdapat ruam kulit
setelah perawatan.21
c. Pneumatic Dilation
untuk merupturkan serat otot dan membuat mukosa menjadi intak. Persentase
keberhasilan awal adalah antara 70% dan 80%, namun akan turun menjadi 50% pada
terjadinya perforasi sekitar 5%. Jika terjadi perforasi, pasien segera dibawa ke ruang
29
operasi untuk penutupan perforasi dan miotomi yang dilakukan dengan cara
thorakotomi kiri. Insidens dari refluks gastroesophageal yang abnormal adalah sekitar
25%. Pasien yang gagal dalam penanganan pneumatic dilation biasanya diterapi
2) Terapi Bedah
prosedur pilihan untuk achalasia esofagus. Operasi ini terdiri dari suatu pemisahan
serat otot (miotomi) dari spinchter esofagus bawah (5 cm) dan bagian proksimal
lambung (2 cm), yang diikuti oleh partial fundoplication untuk mencegah refluks.
Pasien dirawat di rumah sakit selama 24-48 jam, dan kembali beraktivitas sehari-hari
setelah kira-kira 2 minggu. Secara efektif, terapi pembedahan ini berhasil mengurangi
gejala sekitar 85-95% dari pasien, dan insidens refluks postoperatif adalah antara
10% dan 15%. Oleh karena keberhasilan yang sangat baik, perawatan rumah sakit
30
yang tidak lama, dan waktu pemulihan yang cepat, maka terapi ini dianggap sebagai
terapi utama dalam penanganan achalasia esofagus. Pasien yang gagal dalam
menjalani terapi ini, mungkin akan membutuhkan tindakan dilatasi, operasi kedua,
31
DAFTAR REFERENSI
2016.
4. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: Penerbit Buku
5. Drake RL, Vogl W, Mitchell AWM. Gray’s anatomy for students. USA:
http://www.intechopen.com/books/esophageal-abnormalities.
1996. h. 548-50.
32
9. Fauci AS, Braunwald E, Isselbacher KJ, Wilson JD, Martin JB, Kasper
10. Patti MG. Achalasia [online]. 2011 [cited 2019 December 6]. Available
11. Paterson WG, Goyal RK, Habib FI. Esophageal motility disorders
http://www.nature.com/gimo/contents/pt1/full/gimo20.html
13. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Rastuti RD. Buku ajar ilmu
14. Skalina T, Gailard F.. Achalasia. [Online]. Cited On 2019 December 05.
33
17. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Rastuti RD. Buku ajar ilmu
18. Fauci AS, Braunwald E, Isselbacher KJ, Wilson JD, Martin JB, Kasper
19. Patti MG. Achalasia [online]. 2011 [cited 2019 Desember 4]. Available
gi.org/GDL_Disease.aspx?CurrentUDV=31&GDL_Cat_ID=AF793A59-
B736-42CB-9E1F-E79D2B9FC358&GDL_Disease_ID=0E11DE8C-
7FB7-47AE-BC76-766AC830F7BA.
34