Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Manusia diciptakan dengan kemampuan melebihi makhluk hidup lainnya


di mana manusia memiliki kemampuan untuk mengembangkan dan menggunakan
simbol verbal sebagai landasan untuk menyampaikan ide pikiran dengan berbicara
dan menulis. Fungsi berbicara dan berbahasa sangat penting bagi manusia, baik
dalam interaksi sosial maupun dalam kehidupan pribadi.1
Dalam berbicara diperlukan integrasi kompleks dari mekanisme kontrol
motorik perifer dan sentral. Komponen berbicara untuk mengeluarkan suara
membutuhkan: (1) kontrol saraf otot laring intrinsik dan ekstrinsik untuk
membentuk glotis, dan (2) aliran udara yang stabil dari sistem pernapasan untuk
mendukung getaran yang teratur, simetris dan sikron dari pita suara.2
Produksi suara membutuhkan koordinasi dari fungsi laring dengan
artikulasi, bentuk faring serta posisi lidah, bibir dan rahang. Dengan demikian
sistim saraf pusat harus mengkoordinasikan mekanisme sistim pernapasan,
pengucapan dan sistim penghasil suara untuk menghasilkan suara yang normal
ketika berbicara.2
Gangguan saraf pengucapan dikenal sebagai motor speech disorders dan
dibagi menjadi 2 kategori besar: disartria dan apraksia. Ada beberapa jenis
disartria, namun masing-masing mencerminkan beberapa gangguan pada eksekusi
atau kontrol neuromuskular yang dapat dikaitkan dengan kelemahan,
ketidakteraturan, berbagai kelainan otot, atau berbagai gerakan yang tidak disadari
(involuntary movements).3
Epidemiologi dari gangguan berbicara ini berkaitan dengan penyakit-
penyakit yang berhubungan atau mendasari terjadinya gangguan saraf motorik
dalam pengucapan. Sebagian besar kasus disartria yang terjadi merupakan
komorbiditas yang terjadi pada usia lanjut, dapat berupa stroke dan penyakit
neurodegeneratif lainnya.2

Chindy Marselya [406162121] 1


Fakultas Kedokteran Universtitas Tarumanagara
Hingga 51% orang dewasa dengan gangguan komunikasi yang didapat
menunjukkan gangguan bicara motorik, disartria merupakan gangguan berbicara
yang paling sering terjadi. Disartria merupakan gangguan neuromuskular umum
yang mempengaruhi produksi ucapan. Gangguan neuromuskular umum yang
dimaksud adalah disfungsi sistim motorik untuk aktivitas tanpa pengucapan
(nonspeech) dan juga berbicara.4

Chindy Marselya [406162121] 2


Fakultas Kedokteran Universtitas Tarumanagara
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI

2.1 Anatomi Laring

2.1.1 Kartilago, Ligamen, dan Otot-otot laring


Tulang pembentuk laring terdiri dari tulang rawan hialin tiroid, krikoid,
dan aritenoid, serta tulang rawan fibroelastik epiglotis dan ujung-ujung tulang
rawan aksesoris yang terletak di atas aritenoid (the corniculate and cuneiform
cartilages). Pada pria, tulang rawan tiroid membentuk tonjolan yang dapat dilihat
dari luar dikenal dengan jakun (Adam’s apple). Tulang rawan laring mulai
mengalami osifikasi setelah berumur 20 tahun.5

Gambar 2.1 Tulang Rawan laring5


Gambar a: Gambaran anterior laring yang diproyeksikan ke leher; b dan c:
Anatomi tulang kerangka laring.

Tanduk-tanduk inferior dari tulang rawan tiroid bersambung dengan tulang


rawan krikoid, membentuk sendi krikotiroid sehingga bidang sagital dapat
melakukan gerakan berayun. Masing-masing dari tulang rawan aritenoid memiliki

Chindy Marselya [406162121] 3


Fakultas Kedokteran Universtitas Tarumanagara
proses vokal anterior yang menempel pada ujung posterior pita suara dan otot
posterolateral yang sesuai. Dasar dari tulang rawan aritenoid bersambungan
dengan tepi atas tulang rawan krikoid, membentuk berbagai bentuk sendi
krikoaritenoid yang memungkinkan gerakan rotasi pada suatu bidang datar. Otot-
otot yang melekat pada muscular process khususnya aktif dalam memutar tulang
rawan aritenoid pada sumbu longitudinalnya. Perubahan posisi dari pita suara
merubah bentuk dan ukuran terbukanya glotis antara kedua pita suara.5

Gambar 2.2 Gerakan sendi-sendi laring5

Sepasang pita suara meregang di antara proses vokal tulang rawan


aritenoid dan permukaan dalam dari tulang rawan tiroid pada persimpangan
bawah dan sepertiga tengah. Tangkai epiglotis melekat pada permukaan belakang
dari tulang rawan tiroid oleh ligamen tiroepiglotik yang juga terdapat serat-serat
otot kontraktil (thyroepiglottic muscle). Membran tirohioid memanjang dari
tulang hioid ke kartilago tiroid. Membran ini dilalui oleh arteri dan vena laring
superior serta cabang dari saraf laring superior.5
Otot-otot laring intrinsik dan satu otot laring ekstrinsik membuka dan
menutup glotis dan meregangkan pita suara. Otot-otot yang menutup bidang glotis
mendominasi satu-satunya otot yang membuka glotis (posterior cricoarytenoid
muscle) dengan ratio kekuatan 3:1. Laring adalah bagian tersempit dari saluran
pernapasan atas sehingga sangat rentan untuk mengalami obstruksi. Tulang rawan
krikoid mengelilingi epiglotis seperti cincin dan memberikan stabilitas mekanis
untuk mencegah runtuhnya kerangka laring.5

Chindy Marselya [406162121] 4


Fakultas Kedokteran Universtitas Tarumanagara
Gambar 2.3 Otot-otot laring5

Gambar 2.4 Fungsi otot-otot laring5


2.1.2 Persarafan Laring
Chindy Marselya [406162121] 5
Fakultas Kedokteran Universtitas Tarumanagara
Persarafan motorik dan sensorik laring dan trakea diperoleh dari nervus
laring superior dan nervus laring rekuren yang keduanya berasal dari nervus
vagus. Nervus laring superior menyuplai persarafan motorik ke otot laring
ekstrinsik dan percabangan eksternalnya, sementara cabang sensori internal
menyuplai mukosa dari laring bagian atas termasuk bidang glotis.5
Nervus laring rekuren menyuplai serabut-serabut sensorik ke mukosa
laring di bawah glotis dan mukosa trakea. Nervus ini juga menyuplai semua otot-
otot intrinsik laring. Jalannya nervus laring rekuren berbeda antara yang kanan
dan kiri. Nervus rekuren kiri yang lebih besar membelok ke sekitar lengkung aorta
sementara sisi yang kanan berjalan ke sekitar arteri subklavikula. Di sisi lain, saraf
tersebut berjalan di antara trakea dan esofagus dan memasuki laring di bagian
belakang tanduk inferior tulang rawan tiroid.5

Gambar 2.5 Persarafan laring5

2.1.3 Vaskularisasi Laring


Bidang glotis membagi suplai darah menjadi 2 bagian. Supraglotis dan
glotis diperdarahi oleh arteri laring superior yang berasal dari karotis eksterna,
sementara area subglotis diperdarahi oleh arteri laring inferior yang berasal dari
arteri subklavia dan thyrocervical trunk. Drainase vena laring berasal dari vena
tiroid superior yang mengalir ke vena jugular interna dan vena tiroid inferior yang
mengalir ke vena brakiosefalika.5

Chindy Marselya [406162121] 6


Fakultas Kedokteran Universtitas Tarumanagara
Pembuluh limfe di laring berjumlah lebih banyak di bagian atas glotis.
Jaringan limfatik yang sangat padat dari supraglotis mengalir ke rantai pembuluh
limfe servikal vertikal (deep cervical lymph nodes) dan terutama ke nodus limfatik
pada pertemuan vena jugular fasia dan interna (junctional nodes)5.

Gambar 2.7 Drainase limfe


pada laring5

Gambar 2.6 Vaskularisasi laring5

2.1.4 Histologi Pita Suara


Struktur histologik dari pita suara digambarkan sebagai Reinke’s space
yang merupakan suatu bidang subepitel dalam pita suara dan tidak mengandung
kelenjar maupun pembuluh limfe. Bagian atas laring dikelilingi oleh tepi bebas
dari epiglotis, lipatan ariepiglotis, dan tonjolan interaritenoid sementara bagian
bawahnya ditandai dengan pertemuan laring dan trakea oleh batas inferior tulang
rawan krikoid.5

Chindy Marselya [406162121] 7


Fakultas Kedokteran Universtitas Tarumanagara
Rongga laring terbagi menjaid 3 bagian berdasarkan hubungannya dengan
glotis: (1) supraglotis: jalan masuknya laring ke sinus Morgagni, (2) glotis: bidang
pita suara ditambah kira-kira 1 cm dari sisi subglotis, dan (3) subglotis:
perpanjangan dari batas bawah kartilago krikoid. Pita suara mengandung ligament
vokal, otot vokal dan selubung mukosa.5

Gambar 2.8 Mikroanatomi pita suara

Rima glotis adalah bukaan antara pita suara yang memiliki bagian
membran yang didukung oleh ligamen vokal dan bagian tulang rawan dibentuk
oleh proses vokal dari tulang rawan aritenoid.5

2.2 Fisiologi Laring

Laring berfungsi sebagai organ fonasi (pita suara tertutup = posisi fonasi)
dan sebagai jalan napas (pita suara terbuka = posisi respirasi). Hal tersebut
membuat jalur makanan dan jalan napas terpisah selama proses menelan
makanan.5

Gambar 2.10 Posisi fonasi

Chindy Marselya [406162121] 8


Fakultas Kedokteran Universtitas Tarumanagara
Gambar 2.11 Posisi respirasi

Mekanisme proteksi yang paling penting adalah penutupan langsung dan


sempurna dari pita suara sebagai respon dari fase faringeal selama mengunyah
makanan. Kontraksi yang simultan dari otot suprahioid dan infrahioid mengangkat
seluruh kerangka laring 2-3 cm, sementara pangkal lidah menonjol ke atas laring
dan menekan glotis ke bawah, sehingga mengarahkan bolus makanan melewati
bagian belakang dari laring ke saluran esofagus.5,6
Epiglotis tidak memiliki peran penting baik dalam menutup laring maupun
mencegah aspirasi. Jika material makanan melewati dasar glotis maka refleks
batuk akan mengaktivasi mekanisme penting lainnya untuk melindungi saluran
napas bawah. Setelah refleks inspirasi yang dalam, maka glotis akan menutup
dengan kuat dan menyebabkan tekanan intratorak meningkat. Glotis kemudian
terbuka lebar dan dengan cepat menghasilkan ekspulsi untuk mengeluarkan
material yang teraspirasi.5,6
BAB III
DYSARTHRIA

3.1 Definsi

Disartria adalah suatu gangguan neuromuskular yang meliputi gangguan


kekuatan, kecepatan, dan akurasi dari gerakan tonus otot. Atas dasar ini disartria
dibedakan secara diagnostik dari gangguan spesifik bicara lainnya, termasuk
apraksia, gagap, dan gangguan artikulasi fungsional maupun gangguan
perkembangan fonasi.3,4
Disartria merupakan masalah pada pelaksanaan ucapan karena
kelumpuhan, kelemahan, atau hilangnya koordinasi otot bicara. Disartria juga

Chindy Marselya [406162121] 9


Fakultas Kedokteran Universtitas Tarumanagara
harus dibedakan dari afasia, masalah bahasa neurogenik didapat lainnya, dan dari
gangguan muskuloskeletal perifer, seperti celah langit-langit (bibir sumbing) atau
makroglosia yang mungkin juga menghalangi ucapan.4
Disartria telah diperluas untuk mencakup gangguan neuromuskular dari
semua proses komponen produksi ucapan termasuk respirasi, fonasi, artikulasi,
resonansi, dan prosodi. Disartria adalah gangguan produksi ucapan yang terkait
dengan lesi pada sistem saraf pusat, sistem saraf perifer, atau keduanya, dan
umumnya disertai tanda-tanda kelemahan, kelumpuhan, atau inkoordinasi
motorik.2,3

3.2 Etiologi
Saat ini diketahui adanya lesi di neural merupakan penyebab terjadinya
disartria. Perlu diingat bahwa lesi neural pada disartria berbeda-beda, oleh karena
itu disartria diklasifikan berdasarkan asal lesinya dan tentu memberikan gejala
klinis yang berbeda pula. Sebagai contoh, sehubungan dengan disartria tipe
flaccid terkait dengan kerusakan sistem saraf perifer, kelainan ucapan bergantung
pada pola saraf kranial tertentu atau cedera saraf tulang belakang.2

3.3 Patogenesis

Produksi ucapan normal memerlukan penggunaan arus keluar pernapasan


sebagai energi penggerak untuk produksi suara, yang kemudian ditransduksikan
menjadi suara oleh katup otot dengan baik pada pita suara (untuk produksi suara)
atau pada berbagai titik penyempitan di faring, rongga mulut, dan velum (untuk
produksi vokal dan konsonan). Selain itu, sifat resonansi dari bicara yang
menghasilkan speech dan nonspeech dimodifikasi oleh pembentukan dan
penggabungan rongga faring, mulut, dan hidung.4
Produksi ucapan normal menggunakan struktur dan fungsi jalur
aerodigestif bagian atas, yang biasa digunakan untuk menelan dan bernapas.
Manusia membutuhkan cereberum untuk berbicara. Terdapat sistim filogetik baru
yang terdiri dari jalur kortikal motorik dan ganglia basal di mana sistim filogetik

Chindy Marselya [406162121] 10


Fakultas Kedokteran Universtitas Tarumanagara
ini akan berinteraksi dan mengatur sistim filogetik lama yaitu serebelum dan
tingkat lower motor neuron selama produksi suara.4
Koordinasi bilateral dari spinal dan kranial yang cepat dan tepat
diinervasikan ke otot-otot dada, laring, faring, dan rongga mulut yang
diperlihatkan selama pengucapan normal membuktikan adanya interaksi kompleks
antara struktur sistim saraf pusat tingkat bawah dan tingkat yang lebih tinggi serta
sistim saraf perifer. Sayangnya, hal tersebut juga dapat mengakibatkan proses
produksi ucapan yang secara khusus rentan terhadap berbagai gangguan
neuromotor pada berbagai tingkat sistem saraf, yang semuanya dapat
menyebabkan beberapa jenis disartria.4
Perubahan terkait usia terjadi pada beberapa struktur yang dibutuhkan
untuk berbicara normal. Perubahan yang spesifik terjadi pada otot lingual yang
mempengaruhi aktivitas pengucapan, menelan, dan pernapasan. Hal ini termasuk
sarkopenia atau hilangnya serat otot dengan peningkatan jaringan ikat dan lemak
serta endapan pembuluh darah amiloid di dalam lapisan subepitel dan otot.
Mobilitas dan kekuatan lidah juga berkurang, begitu pula tekanan isometrik di
lidah, dan ada penurunan ketebalan lidah secara keseluruhan.4
Keseimbangan serat otot terhadap perubahan neuron motorik dengan lebih
banyak serat otot per unit motor mengarahkan ke kekuatan lingual yang lebih
kecil. Namun, lidah tidak terisolasi karena sebagian besar otot kepala dan leher
mengalami sarkopenia dengan penuaan. Hal ini juga dapat mendasari kerentanan
yang lebih tinggi terhadap gangguan bicara motorik, serta apnea akibat obstruksi
ketika tidur di mana lidah dapat memainkan peran sentral.4

3.4 Klasifikasi dan Gejala Klinis

Disartria dapat dikelompokkan berdasarkan onset usia (misalnya,


perkembangan disartria yang berhubungan dengan cerebral palsy), oleh otot atau
saraf yang diinfeksi atau dengan etiologi spesifik. Namun, skema klasifikasi yang
paling banyak digunakan adalah klasifikasi disartria berdasarkan sifat gangguan

Chindy Marselya [406162121] 11


Fakultas Kedokteran Universtitas Tarumanagara
neuromuskular yang mendasarinya sebagai konsekuensi kerusakan atau disfungsi
subsistem neuromotor spesifik yang dibagi dalam beberapa subtipe, yaitu: tipe
flaccid, spastic, ataxia, hipokinetik, hiperkinetik, dan campuran.3,4
Perbedaan subtipe mencerminkan: (1) karakteristik pendengaran persepsi
pendengaran yang berbeda, (2) lokasi yang berbeda dari lesi sistem saraf pusat
atau perifer, dan (3) disfungsi neuromuskular yang berbeda. Kemampuan untuk
mengidentifikasi jenis disartria dapat sangat berguna untuk menentukan
patofisiologi yang mendasari dan lesi lokal dalam sistem saraf.3

3.4.1 Flaccid Dysarthria


Lesi yang berhubungan dengan disartria tipe flaccid terletak di badan sel,
akson, atau neuromuscular junction dari lower motor neuron yang menyuplai
otot-otot berbicara. Hal ini meliputi saraf kranial V (trigeminal), VII (facial), X
(vagus), atau XII (hypoglossal) atau saraf servikal dan toraks yang menginervasi
diafragma dan otot pernapasan lainnya.3
Karakteristik kemampuan bicara yang tidak normal dan berhubungan
dengan disartria tipe flaccid disebabkan dari kelemahan yang mendasarinya.
Contohnya, pada orang disartria yang dengan myasthenia gravis, mungkin akan
didapatkan pengucapan yang normal pada kata-kata yang singkat. Namun, jika
mereka diminta membaca keras selama beberapa menit tanpa istirahat, ucapan
mereka mungkin memburuk secara drastis dan karakteristik disartria yang
disebutkan di sini mungkin muncul. Ucapan kemudian bisa kembali normal
setelah istirahat sebentar. Penyakit neurologis dapat mempengaruhi saraf kranial
atau tulang belakang secara unilateral atau bilateral, secara tunggal atau
kombinasi, defisit ucapan spesifik bergantung pada bagian dari lower motor
neuron rusak.3,4
Lesi trigeminus unilateral umumnya tidak menghasilkan defisit ucapan
yang berarti. Kelemahan bilateral dapat secara signifikan mengurangi gerakan
rahang, terutama menutup, dan sangat mempengaruhi kontak artikulasi antara
lidah, bibir, dan gigi. Hal ini dapat menghasilkan artikulasi yang tidak tepat dari
banyak suara.3

Chindy Marselya [406162121] 12


Fakultas Kedokteran Universtitas Tarumanagara
Lesi pada saraf wajah dapat menyebabkan artikulasi suara yang tidak tepat
yang memerlukan gerakan wajah. Kelemahan saraf wajah dapat mempengaruhi
suara yang memerlukan gerakan atau kontak bibir atas dan bawah (p, b, m, w)
atau kontak antara bibir bawah dan gigi bagian atas (f, v). Parese unilateral atau
kelemahan bilateral ringan-sedang umumnya mengakibatkan distorsi suara ini,
sedangkan kelumpuhan bilateral berat mengakibatkan hilangnya produksi suara
yang nyata.3
Cabang saraf vagus menyuplai otot-otot laring dan velofaringeal untuk
berbicara. Lesi unilateral dari saraf laring rekuren dapat menghasilkan
kelumpuhan pita suara pada posisi paramedian dengan gejala berupa suara serak,
sesak napas, dan kadang-kadang diplophonia (mempresepsikan dua nada karena
dua pita suara bergetar pada tingkat yang berbeda). Lesi bilateral pada saraf laring
rekuren tidak secara signifikan mengubah fonasi, tetapi penempatan paramedian
bilateral dari pita suara dapat mengganggu jalan napas dan menyebabkan bunyi
dengkur ketika bernapas.3
Lesi unilateral atau bilateral pada nervus hipoglosus menghasilkan
kelemahan, atrofi, dan fasikulasi lidah. Hal ini menyebabkan ketidaktepatan
artikulasi dari semua konsonan yang memerlukan gerakan lidah (misalnya: do, to,
no, key, zoo, jump, chew, sing, them, shoe). Lesi hipoglosus unilateral biasanya
hanya menghasilkan ketidaktepatan ringan, sedangkan lesi bilateral dapat sangat
mempengaruhi presisi artikulasi, kadang termasuk huruf hidup.3

3.4.2 Spastic Dysarthria


Disartria spastik merupakan akibat dari adanya lesi pada sistem saraf pusat
yang mempengaruhi jalur neuron motorik atas secara bilateral. Lesi dapat terjadi
di mana saja di sepanjang jalur ini, dari asal mereka di belahan otak kanan dan kiri
ke tempat kortikobulbar atau kortikospinal di batang otak dan sumsum tulang
belakang.3
Lesi neuron motorik bagian atas biasanya menghasilkan kombinasi
kelemahan dan spastisitas. Beberapa tingkat kelemahan biasanya terlihat pada
otot-otot bicara orang dengan disartria spastik. Hal ini terjadi akibat adanya

Chindy Marselya [406162121] 13


Fakultas Kedokteran Universtitas Tarumanagara
tahanan terhadap gerakan dan hiperaduksi pita akibat spastisitas sehingga
memberikan gambaran disartria spastik yang khas.3,4
Spastisitas biasanya mempengaruhi semua komponen ucapan dan
menghasilkan kelainan multipel dalam pembicaraan, namun diagnosis disartria
spastik sering didasarkan pada kesan gestalt yang hanya dihasilkan oleh beberapa
karakteristik ucapan yang khas. Di antara yang paling khas adalah kualitas suara
yang tegang dan keras, sering disertai dengan variabilitas nada (monopitch) yang
berkurang dan kenyaringan (monoloudness).3

3.4.3 Ataxic Dysarthria


Disartria ataksis dikaitkan dengan kelainan serebelum atau rangkaian
fungsi kontrol serebelum yang mempengaruhi koordinasi gerakan. Fungsi
serebelum tidak dilokalisasi dengan baik, namun disartria yang menonjol dan
lama paling sering dikaitkan dengan penyakit serebelar bilateral atau generalisata.
Berkurangnya tonus otot dan inkoordinasi sering dikaitkan dengan disartria
ataksis. Mereka memiliki peran atas keterlambatan gerakan dan ketidaktepatan
dalam gaya, jangkauan, waktu, dan arah gerakan yang mendasari karakteristik
ucapan khas dari gangguan ini.3,4
Disartria ataksis merupakan gangguan artikulasi dan prosodi. Kelainan ini
ditandai dengan gangguan yang tidak beraturan dalam artikulasi (seperti orang
mabuk atau intoksikasi) dan terkadang terjadi distorsi huruf vokal dan pengucapan
dengan suara yang keras. Kecepatan berbicara cenderung lambat serta terdapat
penekanan lebih pada setiap suku kata yang dihasilkan.3

3.4.4 Disartria Hipokinetik


Disartria hipokinetik dikaitkan dengan penyakit pada lintasan kontrol
ganglia basal, terjadi bilateral pada kebanyakan kasus. Hal ini paling sering
dijumpai pada orang-orang dengan penyakit Parkinson atau kondisi parkinson
yang terkait. Kekakuan dan gerakan berulang yang lambat (terkadang cepat)
menyebabkan banyak karakteristik ucapan menyimpang yang terkait dengan

Chindy Marselya [406162121] 14


Fakultas Kedokteran Universtitas Tarumanagara
disartria hipokinetik. Efek ini dapat terlihat pada komponen pernapasan, laring,
velofaring, dan komponen artikulasi dari produksi ucapan.3
Kelainan ini memberikan gambaran wajah topeng atau tanpa ekspresi saat
istirahat dan kurangnya ekspresi selama interaksi sosial, kesulitan menelan, dan
air liur yang terus keluar (drooling). Tremor mungkin terlihat di rahang, wajah,
atau lidah saat istirahat dan mungkin cukup jelas saat lidah dikeluarkan.
Pemeriksaan laring dapat memperlihatkan pita suara yang terlipat.3
Karateristik pengucapan yang khas dapat berupa pengucapan yang datar,
tidak emosional, kadang cepat tapi lambat ketika memulai berbicara, dan lemah.
Kelainan fonator yang sangat sering terjadi meliputi napas yang kencang dengan
suara serak dan terkadang suara flutter (suara cepat dan bergetar) yang paling jelas
saat perpanjangan vokal.3,4

3.4.5 Disartria Hiperkinetik


Disartria hiperkinetik mencerminkan pengaruh gerakan involunter cepat
atau lambat, berirama atau aritmik yang mengganggu atau memperlambat gerakan
bicara yang diinginkan. Disartria hiperkinetik dibagi ke dalam subtipe sesuai
dengan gerakan spesifik tidak disadari yang mendasari mereka. Sebagian besar
hiperkinetik ini bisa terjadi di tempat lain di tubuh dan terkadang di otot bulbar
namun tanpa mempengaruhi ucapan.3
Hyperkinetic dysarthria of chorea, memberikan gejala gerakan masif yang
cepat dan tidak dapat diprediksi. Gejala tampak jelas saat sedang beristirahat.
Gangguan berbicara tergantung pada struktur yang terpengaruh. Gerakan abduktor
dan aduktor involunter pada pita suara menghasilkan suara yang terbata-bata atau
tersendat dan sesak napas sementara serta adanya fits-and-starts character di
mana seolah-olah pasien mencoba berbicara sebanyak mungkin sebelum gerakan
involunter berikutnya terjadi.3
Hyperkinetic dysarthria of dystonia, gerakan bicara relatif lambat dan
berkelanjutan tetapi gerakan cepat dapat terjadi tumpang tindih. Mirip dengan
korea, distonia dapat mempengaruhi salah satu atau semua bagian dari sistem
ucapan. Gerakan bibir, lidah, atau rahang yang lambat bisa terlihat saat istirahat,
selama postur tubuh dan gerakan volunter, dan saat berbicara. Bila distonia
Chindy Marselya [406162121] 15
Fakultas Kedokteran Universtitas Tarumanagara
mempengaruhi laring, ini dikenal sebagai disfonia spasmodik atau distonia laring.
Hal ini dikaitkan dengan distonia pada struktur kraniofasial atau leher lainnya.3
Distonia laring terjadi dalam dua bentuk, yang lebih umum adalah
adduktor spasmodic dysphonia, ditandai dengan kualitas suara hilang timbul,
waxing dan waning, atau konstan tegang-keras. Yang lebih jarang terjadi adalah
abductor spasmodic dysphonia, ditandai aphonic segment of speech.3
Hyperkinetic dysarthria of tremor, disartria ini diakibatkan oleh tremor,
biasanya tremor esensial yang mempengaruhi otot bicara. Laring adalah struktur
yang paling sering terkena. Tremor yang mempengaruhi ucapan juga bisa timbul
dari respirasi otot dan velofaring, lidah, dan rahang.3
Tremor kartilago aritenoid pada laring bisa terlihat saat pemeriksaan
laring, dan osilasi vertikal laring kadang dapat terlihat di leher luar selama
perpanjangan vokal. Demikian pula, tremor dapat terlihat di lidah, bibir, atau
langit-langit mulut selama perpanjangan vokal. Tremor rahang bisa terlihat saat
istirahat atau saat membuka mulut. Secara umum, tremor laring dan rahang
memiliki dampak paling signifikan pada produksi ucapan.3
3.4.6 Disartria Campuran
Kombinasi dua atau lebih jenis disartria lebih sering terjadi daripada jenis
tunggal seperti yang disebutkan di atas. Hal ini mencerminkan bahwa banyak
penyakit neurologis yang mempengaruhi lebih dari satu komponen sistem
motorik. Mengetahui dengan cepat adanya disartria campuran dapat membantu
mengkonfirmasi harapan untuk penyakit tertentu, mempertanyakan diagnosis
tertentu, atau mengajukan pertanyaan tentang adanya kondisi tambahan. Sebagai
contoh, amyotrophic lateral sclerosis dapat dikaitkan dengan disartria tipe
flaccid-spastic karena penyakit ini menyerang neuron motorik atas dan bawah
secara bilateral.3,4

Chindy Marselya [406162121] 16


Fakultas Kedokteran Universtitas Tarumanagara
Gambar 2.12 Klasifikasi dan gejala disartria5

3.5 Diagnosis dan Evaluasi Disartria

Penilaian diagnostik disartria melibatkan variasi uji klinis dan instrumental


formal dan informal. Karena diagnosis tersebut berkaitan dengan dampak defisit
fisik primer terhadap produksi ucapan, maka penting untuk dikonsultasikan
kepada ahli patologi bicara dan bahasa. Disartria sebagian besar merupakan
penilaian persepsi. Artinya, gangguan neuromuskular primer dapat dianggap
disartrogenik hanya jika ia memiliki efek yang jelas pada ucapan. Oleh karena itu,
telah ada penekanan khusus pada metodologi perseptual dalam evaluasi klinis
disartria.4
Pemeriksa menilai menggunakan lima skala ordinal yaitu: normal, ringan,
sedang, berat, dan kerusakan lebih dalam yang berkaitan dengan aspek respirasi,
fonasi (nada, kenyaringan), artikulasi, resonansi, dan prosodi. Aspek ini diperiksa
dalam konteks sampel ucapan yang terhubung, vokal yang dipertahankan, dan
pengulangan suku kata.4
Penilaian keseluruhan tingkat keparahan disartria biasanya didasarkan
pada penilaian atribut global kejelasan dan naturalitas pengucapan pasien yang
bersangkutan. Kejelasan mengacu pada sejauh mana pembicaraan pasien dapat
dipahami oleh pendengar normal, sedangkan naturalisitas tepat berkaitan dengan
bagaimana ucapan alami terdengar pada orang lain. Naturalisitas sebagian besar
Chindy Marselya [406162121] 17
Fakultas Kedokteran Universtitas Tarumanagara
ditentukan oleh prosodi, atau ritme dan melodi dari pembicaraan yang
berlangsung.4
Untuk melengkapi persepsi klinis ini, prosedur lainnya, termasuk
pengukuran laju gerak untuk produksi suku kata (diadochokinesis), waktu fonasi
maksimum, kuantifikasi persentase kejelasan yang tepat (kata-kata yang benar-
benar dipahami oleh pendengar), serta akustik, aerodinamika, fiberoptik, dan
analisis fluoroskopi, dapat digunakan baik untuk mendukung diagnosis awal dan
untuk memantau berbagai bentuk pengobatan.4
Evaluasi disartria mencakup pemeriksaan terperinci mekanisme
aerodigestif atas untuk menilai struktur dan fungsi otot saat istirahat dan selama
pelaksanaan aktivitas motorik nonspeech. Perhatian diberikan untuk
memperhatikan kesimetrisan wajah dan mengevaluasi nada, sensasi, dan kekuatan
bibir, lidah, pipi, rahang, dan velum.4
Elektropalatografi tiga dimensi (3D) cukup menarik perhatian karena
mampu mencatat kontak lidah ke palatum secara real-time selama berbicara, dan
elektromagnetik artikulasi 3D, yang mencatat dan mampu membantu mengukur
gerakan real-time lidah, bibir, dan rahang saat berbicara. Perangkat ini berpotensi
digunakan sebagai alat biofeedback untuk perawatan di masa depan.4

3.6 Tatalaksana Disartria

Manajemen disartria adalah berbagai usaha dan interdisipliner, di mana


berbagai pendekatan strategis digunakan untuk meningkatkan pemahaman
kelainan pengucapan. Alih-alih mencoba mengembalikan pola bicara premorbid
yang sulit dilakukan pada kebanyakan kelainan neuromuskular, tujuan utama
pengelolaan disartria adalah "compensated intelligibility," yang memungkinkan
pasien untuk memahami dirinya.4
Tujuan sekunder meliputi meningkatkan kemampuan bicara dan, bila
perlu, menyediakan sistem alternatif untuk komunikasi fungsional. Untuk
mencapai tujuan ini, beragam intervensi terapi non-behavioral (medis) dan
behavioral dapat dipertimbangkan. Yorkston dkk mengkonseptualisasikan
Chindy Marselya [406162121] 18
Fakultas Kedokteran Universtitas Tarumanagara
penerapan gabungan berbagai prosedur sebagai "bobot" yang dapat digunakan
secara kolektif untuk mengimbangi besarnya gangguan kejelasan berbicara.4

3.6.1 Managemen Medikamentosa


Banyak intervensi bersifat lebih umum, seperti pemberian obat oral (misal,
Physostigmine untuk Myasthenia gravis). Injeksi toksin botulinum (Botox) ke
dalam pita suara untuk pengobatan disfonia spasmodik atau ke dalam rahang,
wajah, atau otot leher untuk distonia orofasial dan tortikolis sering menghasilkan
perbaikan yang substansial dan dalam berbicara. Injeksi toksin botulinum sering
dilakukan untuk tujuan utama atau satu-satunya untuk memperbaiki pengucapan
pada orang-orang dengan disartria hiperkinetik.3,4

3.6.2 Managemen Pembedahan


Orang dengan flaccid dysarthria dan hipernasalitas signifikan dan emisi
nasal dapat mengambil manfaat dari prosedur bedah flap faring atau sfingter
faringoplasti. Demikian pula, prosedur tiroplasti atau injeksi kolagen pada pita
suara dapat secara signifikan memperbaiki suara lemah pada orang dengan pita
suara yang bengkok, mengalami kelemahan atau kelumpuhan.3,4

3.6.3 Managemen Prostetik


Sejumlah perangkat prostetik mekanik dan elektronik dapat membantu
memperbaiki ucapan saat berkomunikasi. Palatal lift prosthesis dapat mengurangi
hipernasalitas dan emisi nasal pada orang dengan disartria flaccid dan spastik.
Amplifier suara mungkin sangat berguna untuk pasien yang mengurangi frekuensi
suara saat berbicara, seperti pada disartria flaccid atau hipokinetik (parkinsonian).
Papan pacu, metronom, dan perangkat umpan balik pendengaran mungkin efektif
dalam memperlambat kecepatan bicara dan mengurangi disfluensi pada orang
dengan disartria hipokinetik.3

3.6.4 Manajemen Perilaku

Chindy Marselya [406162121] 19


Fakultas Kedokteran Universtitas Tarumanagara
Manajemen perilaku dapat mencakup upaya untuk memperbaiki dukungan
fisiologis untuk berbicara, mengembangkan strategi untuk komunikasi alternatif,
dan memodifikasi lingkungan dan interaksi dengan cara yang memfasilitasi
komunikasi. Program latihan vokal yang baik dapat meningkatkan frekuensi dan
kualitas suara vokal untuk pasien dengan suara lemah yang berhubungan dengan
disartria tipe flaccid atau hipokinetik. Latihan serupa untuk wajah atau lidah yang
lemah dapat menyebabkan peningkatan kekuatan untuk artikulasi.3,4
Penyesuaian postural dan strategi pernapasan yang dimodifikasi dapat
memperbaiki pernapasan untuk pengucapan dan menghasilkan peningkatan
frekuensi dan panjang frase per ucapan. Perlambatan bicara mungkin merupakan
strategi yang paling efektif untuk meningkatkan kejelasan ucapan pada pasien
disartria, terlepas dari jenis, dan sejumlah strategi perilaku, tanpa bantuan
prostetik, dapat membantu pasien mencapai hal ini. Demikian pula, menekankan
artikulasi setiap suara atau suku kata dapat membantu memperlambat laju dan
memperbaiki ketepatan artikulasi.3
Strategi perilaku sering berfokus pada peningkatan komunikasi daripada
memperbaiki motor speech. Misalnya, pembicara dapat menetapkan topik
pembicaraan secara eksplisit pada awal interaksi karena mempersempit kosa kata
yang memungkinan dan membantu prediksi tentang apa yang akan terjadi
selanjutnya. Bila tidak mengerti, pasien mungkin bisa belajar menunjuk kata
pertama setiap kata di papan tulis sebelum mengucapkannya. Pendengar dapat
belajar untuk mengkonfirmasi pemahaman mereka terhadap setiap kata atau frasa
sebelum melanjutkan percakapan, sehingga kerusakan dapat segera diperbaiki.3

Chindy Marselya [406162121] 20


Fakultas Kedokteran Universtitas Tarumanagara
BAB IV
RESUME

Saluran aerodigestif atas dan persarafannya bertanggung jawab untuk


produksi ucapan normal. Kerusakan pada mekanisme atau sistem saraf dapat
menyebabkan gangguan bicara atau gangguan menelan. Gangguan bicara
biasanya ditangani secara perilaku oleh seorang ahli patologi bahasa bicara. Ahli
telinga hidung dan tenggorok juga memainkan peran penting dalam diagnosis dan
penanganan medis dan bedah disartria.
Diagnosis disartria terutama merupakan usaha perseptual, dengan menilai
kejelasan ucapan dan kealamian berbicara. Meskipun aspek mekanik dari
disfungsi neuromuskular pada awalnya sudah ditangani (melalui operasi,
farmakologi, prostetik, atau latihan fisik), tetap ada disartria pada lapisan fonetik
yang ada di telinga pendengar. Gangguan bicara motorik dapat dikelola secara
efektif, kadang-kadang melebihi apa yang dicapai melalui perawatan medis
terhadap penyakit yang mendasarinya, terutama jika efektivitas didefinisikan
dalam hal meningkatkan atau mempertahankan kemampuan berkomunikasi.
Kejelasan ucapan dan peningkatan kealamian berbicara (komunikasi fungsional)
adalah tujuan akhir yang dicapai melalui terapi perilaku intensif.

Chindy Marselya [406162121] 21


Fakultas Kedokteran Universtitas Tarumanagara
DAFTAR PUSTAKA

1. Ropper AH, Samuels MA, Klein JP. Principle of Neurology. 10 th Ed. New
York: McGraw-Hill; 2014: 486.
2. Kent RD. Disorders of Speech and Language. In: Ballengers
Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. 17th Ed. United States: BC
Decker Inc; 2009: 868.
3. Duffy JR. Motor Speech Disorders: Clues to Neurologic Diagnosis. New
York: Springer; 2000: 35-50.
4. Malekzadeh S. Diagnosis and Management of Dysarthria. In: Otolaryngology
Lifelong Learning Manual. 3rd Ed. New York: Thieme; 2015: 364-8.
5. Probst R, Grevers G, Iro H. Larynx and Trachea. In: Basic
Otorhinolaryngology. 2nd Ed. New York: Thieme; 2004: 338-344.
6. Sherwood L. Introduction to Human Physiology. 8th Ed. United States:
Brooks/Cole-Cengage Learning. 2013: 500.

Chindy Marselya [406162121] 22


Fakultas Kedokteran Universtitas Tarumanagara

Anda mungkin juga menyukai