Pembimbing :
dr. Ilhamiyati., Sp.M
Penyusun :
Bara Pawana Satya Nagara 20190420064
BAGIAN MATA
RUMAH SAKIT UMUM HAJI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
2019
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh
dr.Ilhamiyati., Sp.M
i
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan limpahan rahmatNya
sehingga long case Ilmu Kesehatan Mata yang berjudul “Presbiopia dan Sindroma Mata
Kering” dapat terselesaikan dengan baik. Adapun pembuatan long case ini adalah untuk
memenuhi salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik dibagian Mata RSU Haji Surabaya.
Dalam menyusun long case ini penyusun telah banyak mendapatkan bantuan serta
dukungan baik langsung maupun tidak langsung dari semua pihak. Untuk itu penyusun
mengucapkan terima kasih kepada :
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa long case ini masih belum sempurna sehingga
masih terdapat kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan long case ini. Oleh karena itu
penyusun mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan dalam penulisan berikutnya.
Demikian long case ini disusun dengan sebaik – baiknya. Semoga dapat memberikan
manfaat yang besar bagi pembaca pada umumnya dan penyusun pada khususnya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
............................................................................................................................ 21
PEMBAHASAN KASUS ............................................................................................... 21
3.1 Pembahasan .................................................................................................................... 21
3.2 Rencana .......................................................................................................................... 22
iii
3.2.1 Diagnostik............................................................................................................................ 22
3.2.2 Terapi .................................................................................................................................. 22
3.2.3 Monitoring .......................................................................................................................... 22
iv
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
STATUS PASIEN
1. Nama : Ny. S
2. Umur : 43 tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Alamat : Surabaya
5. Agama : Islam
6. Pekerjaan : Asisten Rumah Tangga
7. Tanggal Pemeriksaan : 10 Juli 2019
1.2 Anamnesa
1
- DM dalam keluarga : disangkal
1. Tajam Penglihatan
VOD 1.0
VOS 1.0
Add : +1.50
2. Tekanan Intra Okuler
OD : Tidak dievaluasi
OS : Tidak dievaluasi
3. Pergerakan Bola Mata
OD OS
BSA BSA
2
4. Segmen Anterior
OD OS
5. Segmen Posterior
Tidak dievaluasi
6. Pemeriksaan Lainnya
Schirmer test :
- OD : 10 mm
- OS : 5 mm
3
Schirmer test :
- OD : 10 mm
- OS : 5 mm
Tajam Penglihatan :
Add : +1.50
1.6 Diagnosa/DD
1. ODS Presbiopia
2. Suspek Sindroma Mata Kering
1.7 Rencana
Edukasi :
4
6. Membatasi waktu untuk mononton televisi dan menggunakan
handphone.
7. olahraga teratur
11. Hindari paparan angin langsung seperti kipas angin atau saat
diluar ruangan dengan enggunakan kacamata.
5
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
6
Posisi lensa tepat dibelakang iris dan ditahan oleh zonular zinii dari
badan siliaris. Lensa terdiri dari kapsul, epitel, nukleus dan korteks. Kapsul
lensa adalah membran dasar yang mengelilingi substansi lensa. Sel epitel lensa
membelah sepanjang hidup dan terus berdiferensiasi menjadi serat lensa baru.
sehingga serat lensa yang lebih tua dikompresi menjadi inti, serat lensa yang
baru sekitar nukleus membentuk korteks. Karena lensa avaskular dan tidak
memiliki persarafan, lensa harus mendapatkan nutrisi dari aqueous humor
(Augsburger, 2018).
2.3 Presbiopi
2.3.1 Definisi
Lensa tersusun dari sekitar 1000 lapis sel yang menghancurkan nukleus
dan organelnya selama perkembangannya, sehingga sel-sel ini bersifat
transparan. Adanya situasi ini menjadikan sel ini kekurangan DNA dan
organel pembentuk protein, sehingga sel lensa dewasa tidak dapat melakukan
regenerasi atau memperbaiki diri. Pada proses penuaan, sel sentral yang lebih
awal tidak dapat memperbarui diri akan mati dan menjadi kaku. Lensa tidak
7
dapat lagi menjadi bentuk sferis yang dibutuhkan untuk akomodasi pada
penglihatan jarak dekat. Hal yang berkaitan dengan kemampuan akomodasi
ini, disebut presbiopi dan mempengaruhi sebagian besar orang pada usia
pertengahan (45-50) (Sherwoood, 2007).
Presbiopi merupakan gangguan penglihatan yang berkaitan dengan usia
(American Academy of Ophthalmology, 2010). Hilangnya daya akomodasi
yang terjadi bersamaan dengan proses penuaan pada semua orang disebut
presbiopi. Seseorang dengan mata emetrop (tanpa kesalahan refraksi) akan
mulai merasakan ketidakmampuan membaca huruf kecil atau membedakan
benda-benda kecil yang terletak berdekatan pada usia sekitar 44-46 tahun.
Gagal penglihatan dekat akibat usia, berhubungan dengan penurunan
amplitudo akomodasi atau peningkatan punctum proximum (Khurana, 2005)
2.3.2 Epidemiologi
Prevalensi presbiopi lebih tinggi pada populasi dengan usia harapan
hidup yang tinggi. Karena presbiopi berhubungan dengan usia, prevalensinya
berhubungan langsung dengan orang-orang lanjut usia dalam populasinya.
Estimasi jumlah orang dengan gangguan penglihatan di seluruh dunia
pada tahun 2010 adalah 285 juta orang atau 4,24% populasi, sebesar 0,58%
atau 39 juta orang menderita kebutaan dan 3,65% atau 246 juta orang
mengalami low vision. 65% orang dengan gangguan penglihatan dan 82%
dari penyandang kebutaan berusia 50 tahun atau lebih. (WHO, 2012)
Walaupun sulit untuk melakukan perkiraan insiden presbiopi karena
onsetnya yang lambat, namun dapat dilihat bahwa insiden tertinggi presbiopi
terjadi pada usia 42 hingga 44 tahun. Studi di Amerika pada tahun 2006
menunjukkan 112 juta orang di Amerika mempunyai kelainan presbiopi.
(American Academy of Ophthalmology, 2010)
2.3.3 Patofisiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya
refraksi mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas
matriks lensa dan kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan
8
bertambahnya usia maka lensa menjadi lebih keras (sklerosis) dan kehilangan
elastisitasnya untuk menjadi cembung. Dengan demikian kemampuan melihat
jarak dekat semakin berkurang. (Ganong, 2002).
Pada presbiopi, sifat fisiologik lensa yang berupa kelenturan berkurang,
mengakibatkan lensa tidak dapat mencembung sebagaimana fungsinya dalam
memfokuskan objek. Kelenturan lensa berkurang seiring meningkatnya usia.
Hal ini disebabkan oleh perubahan yang terjadi pada protein lensa seiring
bertambahnya usia, sehingga menyebabkan lensa menjadi keras dan kurang
elastis. Keadaan ini menimbulkan manifestasi berupa gangguan akomodasi.
Selain berkurangnya kelenturan lensa, gangguan akomodasi pada usia lanjut
juga disebabkan oleh kelemahan otot akomodasi. Kelenturan lensa dan
kelemahan otot akomodasi yang menurun menyebabkan semakin jauhnya
titik dekat penglihatan sehingga kemampuan akomodasi berkurang (Ganong,
2002).
Titik dekat penglihatan adalah titik terdekat ke mata yang masih dapat
memfokuskan suatu benda dengan jelas oleh akomodasi. Titik dekat akan
semakin jauh seiring dengan pertambahan usia, dari sekitar 9 cm pada usia 10
tahun menjadi 83 cm pada usia 60 tahun. Kelengkungan lensa dapat
ditingkatkan, namun sifatnya terbatas (batas akomodasi maksimum). Hal
tersebut menyebabkan berkas sinar dari suatu benda yang letaknya kurang
dari titik penglihatan yang dimiliki tidak dapat difokuskan di retina walaupun
telah dilakukan akomodasi maksimum (Ganong, 2002).
9
- Jenis kelamin, onset awal terjadi pada wanita
- Penyakit atau trauma pada mata, kerusakan pada lensa, zonula, atau otot
siliar
- Penyakit sistemik: diabetes mellitus, multipel sklerosis, kejadian
kardiovaskular, anemia, influenza, campak.
- Obat-obatan, penurunan akomodasi adalah efek samping dari obat non-
prescription dan prescription (contoh: alkohol, klorpromazin,
hidroklorotiazid, antidepresan, antipsikotik, antihistamin, diuretik).
- Lain-lain: Kurang gizi, penyakit dekompresi. (American Academy of
Ophthalmology, 2010)
2.3.5 Klasifikasi
2.3.5.1 Presbiopi Insipien
10
2.3.5.4 Presbiopi Prematur
2.3.7 Penatalaksanaan
2.3.7.1 Kacamata
12
2.3.7.2 Pembedahan
2.3.8 Prognosis
Hampir semua pasien presbiopi dapat berhasil dalam menggunakan salah
satu pilihan penatalaksanaan. Dalam beberapa kasus (misalnya, pasien presbiopi
yang baru menggunakan kacamata, pemakai lensa kontak, pasien yang memiliki
riwayat kesulitan beradaptasi dengan koreksi visual), tambahan kunjungan untuk
tindak lanjut mungkin diperlukan. Selama kunjungan tersebut, dokter mata dapat
memberikan anjuran kepada pasien, verifikasi resep lensa dan penyesuaian
bingkai. Kadang-kadang, perubahan dalam desain lensa diperlukan. (American
Academy of Opthalmology, 2010)
2.4.1 Definisi
Penyakit mata kering (juga dikenal sebagai sindrom mata kering)
mengacu pada sekelompok gangguan lapisan air mata yang disebabkan
oleh berkurangnya produksi air mata atau ketidakstabilan lapisan air mata,
yang terkait dengan ketidaknyamanan mata dan / atau gejala visual dan
13
penyakit radang pada permukaan mata (American Academy of
Ophthalmology, 2013).
2.4.3 Klasifikasi
Sindroma mata kering diklasifikasikan menjadi 2 berdasarkan
penyebab utamanya, yaitu (Kanski dan Bowling, 2016):
1. Defisiensi akuos
a. Sjogren Syndrome (primer atau sekunder)
b. Non Sjogren Syndrome
i. Defisiensi lakrimal: primer (contoh: mata kering terkait
usia, alakrima kongenital, familial dysautonomia) atau
sekunder (contoh: inflamasi atau neoplastic dari kelenjar
lakrimal, AIDS, ablasi kelenjar atau saraf lakrimal).
14
ii. Obstruksi duktus kelenjar lakrimal, seperti pada trakoma,
sikatrik pemfigoid, injuri zat kimia dan steven johnson
syndrome.
iii. Refleks hiposekresi: sensoris (contoh penggunaan lensa
kontak, diabetes, operasi refraksi, keratitis neurotropik) atau
blok motorik (luka pada nervus saraf ketujuh, obat-obatan
sistemik).
2. Evaporasi
a. Intrinsik
i. Defisiensi kelenjar meibom (blefaritis posterior, rosacea).
ii. Gangguan pada arpertura palpebra (lagopthalmos).
iii. Blink rate rendah (penyakit Parkinson, penggunaan
computer, membaca, menonton TV durasi lama).
iv. Aksi obat-obatan (antihistamin, beta-bloker, antispasmodik,
dan diuretik.
b. Ekstrinsik
i. Defisiensi vitamin A.
ii. Obat-obatan topikal (bahan pengawet).
iii. Penggunaan kontak lensa.
iv. Penyakit permukaan mata seperti konjungtivitis alergi.
15
Gambar 2. 2 Bagan klasifikasi sindroma mata kering (Foulks, 2007)
Derajat Mata 1 2 3 4*
Kering
Rasa tidak Ringan dan/ Episodik Berat, sering Berat dan/ atau
nyaman, atau sedang, terjadi terjadi atau menyebabkan
keparahan dan episodik; akibat adanya konstan disabilitas dan
frekuensi terjadi di stress maupun tanpa ada konstan
bawah stress tidak stress.
lingkungan
Gejala Tidak ada Mengganggu Mengganggu Konstan
penglihatan atau dan/atau kronik dan/atau dapat
kelelahan membatasi dan/atau menyebabkan
mata aktivitas konstan disabilitas
episodik dan secara dalam
ringan episodik membatasi
aktivitas
Injeksi Tidak ada Tidak ada +/- +/++
17
konjungtiva hingga hingga ringan
ringan
Pewarnaan Tidak ada Bervariasi Sedang Berat
konjungtiva hingga hingga berat
ringan
Pewarnaan Tidak ada Bervariasi Berat di Erosi punctata
kornea hingga sentral berat
(keparahan / ringan
lokasi)
Tanda kornea Tidak ada Debris ringan, Keratitis Keratitis
/ air mata hingga ↓ meniskus filamen, filamen,
ringan gumpalan gumpalan
mucus, ↑ mucus, ↑
debris air debris air mata,
mata ulserasi
Palpebra / Dapat Dapat disertai Sering Trikiasis,
kelenjar disertai MGD keratinisasi,
meibom MGD simblefaron
TFBUT Bervariasi ≤10 ≤5 Segera
(detik)
Skor schirmer Bervariasi ≤10 ≤5 ≤2
(mm/5 menit)
*Harus memiliki tanda dan gejala; fluorescein tear break up time; MGD:
Meibomian Gland Dysorder.
2.4.6 Diagnosis
Diagnosis dilakukan mulai dari didapatkannya gejala pasien hingga
dilakukan pembuktian dengan melakukan investigasi. Investigasi ini
dilakukan dengan beberapa tes yaitu (Bowling, 2016):
18
2. Produksi air mata (tes Schirmer, fluorescein clearance dan osmolaritas air
mata)
3. Penyakit permukaan mata (pewarnaan kornea dan impresi sitologi
(menghitung sel goblet)).
2.4.7 Penatalaksanaan
Terapi untuk sindroma mata kering disesuaikan dengan derajat
keparahan mata kering menjadi 4 tingkat terapi yaitu (Kanski dan
Bowling, 2016):
1. Derajat 1
Edukasi dan modifikasi lingkungan dan makanan.
Menilai gaya hidup dan menjelaskan pentingnya berkedip saat
membaca dan menonton TV atau menatap layar komputer, serta
menjelaskan penggunaan lensa kontak yang benar.
Penilaian terhadap lingkungan juga penting pada kondisi tertentu.
Memperingatkan pasien bahwa operasi laser untuk kasus refraksi
dapat memperburuk mata kering.
Menilai pengobatan sistemik untuk sebisa mungkin menyingkirkan
efek dari agen tertentu.
Air mata artifisia baik bentuk tetes maupun salep. Penggunaan tetes
mata artifisial dengan bahan pengawet hanya dianjurkan untuk
derajat keparahan 1 ke bawah.
Terapi palpebra, ditujukan untuk menjaga kebersihan palpebra dan
kompres hangat untuk kasus blefaritis. Lagopthalmos nocturnal
dapat diatasi dengan mengisolasi palpebra agar menutup selama
tidur.
2. Derajat 2
Air mata artifisial tanpa bahan pengawet.
Agen antiinflamasi seperti steroid topikal, asam lemak omega, dan
agen lain seperti siklosporin topikal.
Tetrasiklin untuk meibomanitis dan rosacea.
19
Sumbatan pada punctum lakrimalis.
Secretagogues, seperti pilokarpin, cevilemine, rebamipide
Kacamata chamber untuk menjaga kelembaban.
3. Derajat 3
Serum tetes mata. Serum autologous atau korda umbilikalis.
Lensa kontak.
Oklusi permanen pada punctum lakrimalis.
4. Derajat 4
Agen antiinflamasi sistemik
Operasi: operasi palpebra (tarsorrhaphy), autotrasnplantasi kelenjar
saliva, dan transplantasi membran mukosa atau amnion untuk
komplikasi kornea.
Seluruh terapi di atas bersifat saling ditambahkan. Sehingga terapi
untuk derajat 2 diberikan sebagai tambahan pada terapi derajat 1 jika terapi
tersebut inadekuat (Foulks, 2007).
20
PEMBAHASAN KASUS
3.1 Pembahasan
Pasien datang ke Poli Mata RSU Haji dengan keluhan kabur saat membaca
dekat. Tidak ada kabur saat melihat jauh. Pasien mengaku pernah memakai
kacamata saat SMP dan sudah lama tidak dipakai. Pasien juga mengaku sedikit
pusing dan kemeng saat membaca dekat. Selain itu pasien juga mengeluh adanya
kotoran mata dan sedikit ngeres pada kedua mata sejak 2 hari lalu. Pasien
menyangkal kesulitan membuka mata.
Pasien ini berusia 43 tahun dimana pada teori, yaitu wanita berusia lanjut
merupakan salah satu faktor resiko terjadinya SMK. Pasien juga mengeluh adanya
kotoran mata dan sedikit ngeres pada kedua mata sejak 2 hari lalu. Pasien
menyangkal kesulitan membuka mata.
21
3.2 Rencana
3.2.1 Diagnostik
Sensasi kornea : Berkurangnya sensasi kornea dapat terjadi pada sindroma
mata kering yang parah dan kronis. Diukur menggunakan aplikator ujung
kapas.
3.2.2 Terapi
Kacamata lensa positif untuk membantu akomodasi dari lensa. diberikan
penambahan lensa sferis positif sesuai pedoman umur (pada pasien ini
dengan umur 43 maka ditambahkan +1.50)
3.2.3 Monitoring
Pada pasien ini dilakukan monitoring terhadap keluhan yang
dirasakan oleh pasien apabila muncul gejala baru seperti silau jika terkena
cahaya atau sinar matahari dan gangguan penglihatan warna. Selain itu
juga dilakukan monitoring terhadap visus, serta monitoring segmen
anterior bila ada komplikasi dari kornea.
22
DAFTAR PUSTAKA
Borish I.M. (1975). Clinical Refraction. 3rd ed. The Professional Press,
Inc., Chicago, Illinois. 5-694
Foulks. 2007. Report of the International Dry Eye Workshop (DEWS). The
Ocular Surface.
23
Holden A.B. (2007). Uncorrected refractive error: The major and most
easily avoidable cause of vision loss. Community Eye Health J 20 (63):37-9
Whitcher JP, Paul RE. 2009. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum.
Jakarta: EGC.;20:392-393
24