Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN HASIL DISKUSI BBDM

MODUL 6.2 SKENARIO 1

BBDM KELOMPOK 16

TUTOR PEMBIMBING

dr. Donna Hermawati, M. Si.Med

DISUSUN OLEH

Savero Aufar Farrel F

22010117140104

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2020
SKENARIO KASUS
BBDM 4

Seorang anak laki-laki berusia 15 bulan datang ke Puskesmas dibawa oleh ibunya. Saat
dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan berat badan saat ini 5700 gram dan PB 70 cm, lingkar
kepala 41 cm dan lingkar lengan atas 9 cm. Berat badan usia 9 bulan saat terakhir kontrol untuk
imunisasi Campak adalah 5500 gram. Petugas di KIA mengatakan kalau anak tersebut
mengalami weight faltering. Anak sudah tidak diberikan ASI, saat ini makan dengan nasi dan
lauk sayur sop kadang sayur bening dengan tempe dan tahu. Susu UHT 2 x sehari yang kotak
kecil. Anak doyan minum air putih dan teh. Keluhan batuk lama disangkal, demam disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan umum sadar, tampak kurus. Iga gambang dan baggy
pants (+), edema (-), muscle wasting (+). Pemeriksaan antropometri didapatkan WAZ <-3 SD,
HAZ <-3 SD, WHZ <-3 SD. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan GDS 48 mg/dl.

I. TERMINOLOGI
1. KIA :
 KIA yaitu Kesehatan Ibu dan Anak, Salah satu program pokok dalam
puskesmas adalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), dimana program KIA
memiliki beberapa kegiatan pokok yang terdapat di Pemantauan Wilayah
Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA), yang terdiri dari
pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi
kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan
komplikasi, bayi, dan balita.
2. Weight Faltering :
 Weight flattering disebut juga failure to thrive atau gagal tumbuh. Suatu
keadaan terjadinya keterlambatan pertumbuhan fisik pada bayi dan anak,
dimana terjadi kegagalan penambahan berat badan yang sesuai dengan
grafik pertumbuhan normal, dibandingkan dengan tinggi badan. Failure to
thrive bukanlah suatu diagnosis tetapi merupakan gejala dari pelbagai
penyakit yang dikelompokkan sebagai gangguan asupan makanan,
gangguan absorbsi makan, serta penggunaan energi yang berlebihan.
 Kondisi kegagalan pertumbuhan yang ditandai dengan laju
pertumbuhan yang melambat karena ketidakseimbangan antara asupan
energi dengan kebutuhan biologis untuk pertumbuhan. Hal ini sering
terjadi pada usia 15 bulan pertama kehidupan dengan insidensi tertinggi
pada usia 3-12 bulan.
3. Muscle Wasting :
 Atrofi otot di mana terdapat penurunan massa otot (parsial dan komplit).
Banyak ditemukan pada pasien yang lama tidak bergerak atau pasien
rawat inap di rumah sakit terlalu lama.
4. Iga Gambang :
 Keadaan dimana tulang rusuk menonjol dimana hal ini merupakan salah
satu tanda dan gejala dari marasmus.
 Iga gambang dikarenakan otot mengecil sehinggga kontur tulang terlihat
jelas disebut juga “piano sign”.
5. Baggy Pants :
 Keadaan dimana otot paha mengendor, kulit keriput, lemak dibawah kulit
sangat sedikit sampai tidak ada sehingga terlihat seperti memakai celana
kendor, merupakan tanda marasmus.
6. Imunisasi campak :
 Imunisasi untuk mencegah penyakit campak, mulai diberikan pada anak
usia 9 bulan. Imunisasi ini merupakan imunisasi wajib yg masuk program
imunisasi rutin lengkap pemerintah Indonesia. Ada 3 macam vaksin yg
bisa digunakan:
a) Vaksin Campak (measles)
b) Vaksin Campak dan Rubella (MR/measles and rubella)
c) Vaksin Campak, Gondongan, dan Rubella (MMR/measles,
mumps, and rubella)
II. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah interpreteasi pemeriksaan fisik dan penunjang?
2. Apakah hubungan Riwayat Nutrisi anak dengan kondisi anak?
3. Apa hubungan batuk dan demam dengan skenario?
4. Mengapa bisa terjadi weight faltering?
5. Apa diagnosis sementara dari kasus diatas?

III. HIPOTESIS
1. Apakah interpreteasi pemeriksaan fisik dan penunjang?
 Pada pemeriksaan fisik : tanda gejala marasmus
 Keadaan umum sadar, tampak kurus.
 Iga gambang
 baggy pants (+)
 edema (-)
 muscle wasting (+)
 berat badan umur 15 bulan 5700 gram : underweight
 PB 70 : pendek
 lingkar kepala 41 cm : kurang dr normal (45,5-48,5) untuk bayi usia 15
bulan.Ada dua faktor yang memengaruhi ukuran lingkar kepala bayi, yaitu
faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik adalah faktor-
faktor yang tidak bisa Anda kendalikan, seperti faktor genetik, faktor
fungsi otot, dan faktor hormon. Faktor ekstrinsik merupakan faktor-faktor
yang bisa Anda kontrol, seperti nutrisi (prenatal dan post natal), tingkat
aktivitas fisik, dan derajat kesehatan ibu (saat hamil dan setelah
melahirkan).
 Lingkar lengan atas 9 cm : kecil (12,5-13 untuk balita)
 GDS 48 mg/dl. -> rendah Hipoglikemi Semua anak dengan gizi buruk
berisiko hipoglikemia (kadar gula darah < 3 mmol/L atau < 54 mg/dl).
 WAZ <-3 SD, HAZ <-3 SD, WHZ <-3 SD.
2. Apakah hubungan riwayat nutrisi anak dengan kondisi anak?
 Pada kasus disebutkan anak suka minum teh, Teh mengandung tanin dan
poliphenol yang mengganggu penyerapan zat tertentu dalam makanan
seperti zat besi. Zat besi dan protein diperlukan untuk imunitas tubuh,
menyediakan sumber energi, menghasilkan darah yang kaya oksigen.
Gangguan penyerapan zat besi menyebabkan anemia defisiensi besi pada
anak dan bermanifestasi klinik lesu. Protein digunakan untuk pertumbuhan
dari sel-sel, sehingga defisiensi protein menyebabkan anak tampak kurus.
Pada susu terdapat kandungan lemak, protein magnesium, phospor, zinc,
mineral lain yang esensial bagi pertumbuhan anak pada golden age (1000
hari kehidupan). Bila defisiensi zat-zat tersebut, anak akan mengalami
gangguan pertumbuhan.
 Mengkonsumsi teh dapat memicu gangguan proses penyerapan kalsium
pada anak. Anak yang sering minum teh berisiko mengalami defisiensi
kalsium. Asam tannat pada teh juga dapat menyebabkan gangguan
penyerapan vitamin B.
 Pada bayi udia 15 bulan, makanan yang diberikan harus mengandung gizi
seimbang untuk mendukung aktivitas dan tumbuh kembang anak. Oleh
karena itu, ibu sebaiknya memerhatikan asupan zat gizi anak dengan
rincian sebagai berikut:
a) Makanan sumber karbohidrat sebagai sumber energi diberikan 3-4
kali sehari. Anak usia 15 bulan membutuhkan 90-100 kalori per
kilogram berat badannya. Kebutuhan kalori ini bergantung pada
keaktifan anak.
b) Makanan sumber protein diberikan sebanyak 14,5gr sehari. Sekitar
6gr dari jumlah tersebut harus merupakan protein yang bermutu
tinggi. Makanan yang kurang lebih mengandung 6gr protein antara
lain adalah 1 butir telur, 25gr daging tanpa lemak, dan 100gr
kacang hijau. Makanan sumber protein hewani diberikan satu kali
sehari, sedangkan makanan sumber protein nabati diberikan dua
kali sehari.
c) Buah-buahan dan sayuran diberikan 3-4 kali sehari. Ibu bisa
memberikan anak potongan buah yang lembut, misalnya pepaya,
pisang, dan melon. Ibu juga bisa memberi sayuran rebus, misalnya
wortel, kembang kol, brokoli, dan buncis. -Zat besi (Fe)
merupakan mikronutrien yang penting untuk mendukung tumbuh
kembang anak. Zat besi dibutuhkan untuk pembentukan sel darah
merah. Maka dari itu, kekurangan zat besi bisa mengakibatkan
anemia. Ibu bisa memperkaya asupan zat besi anak dengan
makanan seperti hati, daging merah, kuning telur, kacang-
kacangan, dan sayuran hijau.
d) Seng (Zn) berguna untuk pertumbuhan, penyembuhan luka,
pembentukan protein, dan peningkatan kekebalan tubuh. Ibu bisa
memperkaya asupan seng anak dengan makanan seperti daging,
kerang, ikan, serealia, dan kacang-kacangan
3. Apa hubungan batuk dan demam dengan skenario?
 Hubungan batuk lama dan demam dengan skenario adalah Penyebab
langsung dari KEP adalah defisiensi kalori maupun protein, yang berarti
kurangnya konsumsi makanan yang mengandung kalori maupun protein,
hambatan utilisasi zat gizi. Adanya penyakit infeksi dan investasi cacing
dapat memberikan hambatan absorpsi dan hambatan utilisasi zat-zat gizi
yang menjadi dasar timbulnya KEP. Penyebab langsung KEP dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a) Penyakit infeksi Penyakit infeksi yang dapat menyebabkan KEP
yaitu cacar air, batuk rejang, TBC, malaria, diare, dan cacing,
misalnya cacing Ascaris lumbricoides dapat memberikan hambatan
absorbsi dan hambatan utilisasi zat-zat gizi yang dapat
menurunkan daya tahan tubuh yang semakin lama dan tidak
diperhatikan akan merupakan dasar timbulnya KEP.
b) Poltekkes Kemenkes Yogyakarta KEP sering dijumpai pada anak
usia 6 bulan hingga 5 tahun dimana pada usia tersebut tubuh
memerlukan zat gizi yang sangat tinggi, sehingga apabila
kebutuhan zat gizi tidak terpenuhi maka tubuh akan menggunakan
cadangan zat gizi yang ada di dalam tubuh, yang berakibat
semakin lama cadangan semakin habis dan akan menyebabkan
terjadinya kekurangan yang menimbulkan perubahan pada gejala
klinis.
4. Mengapa bisa terjadi weight faltering?
 Secara garis besar, weight faltering dapat disebabkan karena kurangnya
kalori yang masuk, faktor psikososial, gangguan penyerapan, penggunaan
kalori oleh tubuh yang berlebihan karena meningkatnya metabolisme dan
penyebab lainnya. Kurangnya kalori bisa disebabkan karena macam-
macam faktor. Misalnya memang ASInya atau makanannya yang kurang,
karena di skenario anak tersebut sudah tidak diberikan ASI maka bisa jadi
nutrisi yang masuk berkurang juga belum tebentuknya sistem imun yang
matang dalam tubuh anak tersebut.
5. Apa diagnosis sementara dari kasus diatas?
 Kemungkinan diagnosis : Marasmus

Ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran


antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila:

 BB/TB < -3 SD atau <70% dari median (marasmus)


 Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh
(kwashiorkor: BB/TB >-3SD atau marasmik-kwashiorkor: BB/TB
<-3SD

Gejala klinis gizi buruk yang dapat ditemukan pada marasmus yaitu
tampak sangat kurus, wajah seperti orang tua, cengeng, kulit keriput, perut
cekung, rambut tipis, jarang dan kusam, tulang iga tampak jelas (iga
gambang), pantat kendur dan keriput (baggy pants) serta tekanan darah,
detak jantung dan pernafasan berkurang.

Status gizi yang buruk dapat mempengaruhi tanggapan tubuh berupa


pembentukan antibody dan limfosit terhadap adanya kuman penyakit.
Pembentukan ini memerlukan bahan baku protein dan karbohidrat,
sehingga pada anak dengan gizi buruk produksi antibody dan limfosit
terhambat. Gizi buruk dapat menyebabkan gangguan imunologi dan
mempengaruhi proses penyembuhan penyakit.

IV. SKEMA

V. SASARAN BELAJAR
1. Etiologi dan faktor risiko gizi buruk
2. Patofisiologi gizi buruk
3. manifestasi klinis gizi buruk
4. pemeriksaan fisik dan penunjang gizi buruk
5. Diagnosis Banding gizi buruk
6. Komplikasi gizi buruk
7. Tatalaksana gizi buruk
8. Edukasi dan pencegahan gizi buruk

VI. BELAJAR MANDIRI


1. Etiologi dan factor resiko
Gizi buruk merupakan keadaan kekurangan gizi tingkat berat yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam
waktu yang cukup lama. Selain kekurangan energi dan zat gizi makro, terutama
protein penderita gizi buruk juga mengalami defisiensi zat gizi mikro (vitamin dan
mineral).
Gizi buruk dapat dikatakan merupakan kurang gizi kronis akibat kekurangan asupan
energy dan protein yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Anak disebut
mengalami gizi buruk apabila berat badan anak dibanding umur tidak sesuai (selama
3 bulan berturut-turut tidak naik) dan tidak disertai tanda-tanda bahaya.
Terbagi menjadi 2 jenis
 Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Dapat
terjadi pada segalaumur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang
tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau
sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai
penyakit lain, seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau
jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun, dan
juga pada gangguan saraf pusat. Perhatian ibu dan pengasuh yang
berlebihan hingga anak dipaksa mengahabiskan
makanan yang disediakan, walaupun jumlahnya jauh melampaui
kebutuhannya, dapat menyebabkan anak kehilangan nafsu makannya, atau
muntah begitu melihat makanan atau formula yang akan diberikannya
 Kwashiorkor
Kwashiorkor merupakan sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat
danmasukan kalori tidak cukup, sering juga diistilahkan sebagai busung
lapar ( Honger Oedema). Pada
kondisi kwashiorkor penampilan anak seperti anak yang gemuk
( sugarbaby) bilamana dietnya mengandung cukup energi (karbohid rat),
namun mengalami kekurangan protein.
Keadaan tersebut diperlihatkan adanya atrofi pada ekstremitas bawah
bagian atas. Pertumbuhan anak yang mengalami kwashiorkor menjadi
terganggu, dan berat badan di bawah 80% dari baku Havard persentil 50
walaupun terdapat edema, begitu pula tinggi badannya terutama jika KEP
sudah berlangsung lama
Faktor resiko
- Asupan makanan tidak adekuat
- Status social ekonomi
- Tingkat pendidikan ibu terutama tentang kebutuhan pangan dan kesehatan
- Penyakit peserta seperti diare persisten, tuberculosis, HIV AIDS
- BBLR
- Imunisasi tidak lengkap
- Kurang pemberian ASI

2. Patofisiologi
Marasmus

Marasmus merupakan compensated malnutrisi. Dalam keadaan kekurangan


makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memnuhi
kebutuhan energi. Kemampuan tubuh menggunakan karbohidrat, protein, dan lemak
merupakan hal yang penting untuk mempertahankan kehidupan. Karbohidrat
(glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai sumber energi, namun
kemampuan tubuh untuk menyimpan glukosa sangat sedikit sehingga setelah 25 jam
dapat terjadi kekurangan, akibatnya terjadi kataboleisme protein setelah beberapa
jam dengan menghasilkan asam amino yang akan diubah menjadi glukosa. Selain itu,
apabila cadangan protein mulai menipis setelah dipakai dalam proses
glukoneogenesis, kemudian tubuh akan menggunakan lemak sebagai sumber energi
terakhir dengan membentuk asam lemak, gliserol, dam keton bodies. Oleh karena itu,
pada penderita marasmus dapat kita temukan gejala seperti suhu tubuh rendah karena
lapisan penahan panas (lemak) hilang, dinding perut hipotonis, kulit longgar, iga
menonjol, serta kelemahan otot dan atrofi.
Kwashiorkor

Pada kwashiorkor yang klasik, terjadi edema dan perlemakan hati disebabkan
gangguan metabolik dan perubahan sel. Kelainan ini merupakan gejala yang
mencolok. Pada penderita defisiensi protein, tidak terjadi katabolisme jaringan yang
berlebihan, karena masih dapat diimbangi dengan intake glukosa dan kalori yang
cukup. Namun kekurangan protein dalamj dietnya akan menimbulkan kekurangan
asam amino esensial yang dibutuhkan. Berkurangnya asam amino dalam serum
merupakan penyebab kurangnya pembentukan albumin oleh hepar sehingga muncul
edema. Selain itu, dapat pula terjadi perlemakan hati yang disebabkan karena
gangguan pembentukan lipo protein yang menyebabkan gangguan transportasi lemak
dari hati ke jaringan yang mengakibatkan akumulasi lemak dalam hati. Selain itu,
akibat terjadinya akumulasi lemak dalam hati ini juga dapat menyebabkan
hepatomegali dan tergangguya fungsi fisiologis hati.
3. Manifestasi Klinis
Marasmus
- Kurus kering
- Kulit keriput
- Cengeng dan rewel meskipun setelah makan
- Perut cekung
- Rambut tipis dan kusam
- Tulang iga tampak jelas
- Pantat kendur dan keriput (baggy pant)
Kwashiorkor
- Rambut berubah warna,menipis dan mudah rontok
- Kulit tampak pucat dan biasanya disertai anemia
- Dispigmentasi karena habisnya cadangan energy atau protein (tampak pucat)
- Pembengkakan terutama pada kaki dan tungkai bawah
- Balita terlihat gemuk (akumulasi cairan yang berlebihan

4. Pemeriksaan fisik dan penunjang


Pemeriksaan fisik
- Apakah anak tampak kurus? Edema pada ekstremitas, apakah anak terlihat gendut?
- Status gizi menggunakan pengukuran antopometri
- Tanda dehidrasi? : mata cekung,turgor buruk
- Tanda syok? (tangan dingim.capillary refill time lambat,nadi lemah
- Demam atau hipotermi?
- Frekuensi napas?
- Pucat atau tidak?
- Pembesaran hati dan icterus
- Perut kembung?,bising usus bagaimana? Tanda asites?
- Tanda defisiensi vitamin A :konjungtiva atau kornea kering,ulkus
korna,keratomalasia
- Lesi kulit pada kwashiorkor : hipopigmentasi,deskuamasi,ulserasi
Status gizi anak < 2 tahun ditentukan dengan menggunakan tabel Berat Badan
menurut Panjang Badan (BB/PB); sedangkan anak umur ≥ 2 tahun ditentukan
dengan menggunakan tabel Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB).
Anak didiagnosis gizi buruk apabila secara klinis “Tampak sangat kurus dan atau
edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh” dan atau jika BB/PB atau
BB/TB < - 3 SD atau 70% median. Sedangkan anak didiagnosis gizi kurang jika
“BB/PB atau BB/TB < - 2 SD atau 80% median”

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk malnutrisi digunakan untuk menilai kondisi pasien
saat ini dan menentukan penyebab terjadinya malnutrisi tersebut. Di sisi lain,
pemeriksaan penunjang ini juga dapat bermanfaat untuk menyingkirkan atau
menegakkan penyakit lain yang mungkin terjadi bersamaan dengan malnutrisi.
Berikut ini pemeriksaan yang dapat dilakukan pada penyakit malnutrisi
- Pemeriksaan darah perifer lengkap dan apusan darah tepi
Melihat jenis anemia yang terjadi, mengetahui bila terjadi defisiensi zat besi
(ditemukan sel target) atau defisiensi vitamin B12 dan asam folat
- Pengukuran status protein darah
Pemeriksaan kadar albumin serum, retinol-binding protein, transferrin, kreatinin,
dan blood urea nitrogen (BUN). Kadar albumin serum dapat dimanfaatkan sebagai
salah satu indikator gizi buruk, baik pada saat awal kejadian malnutrisi maupun
saat perbaikan mulai terjadi. Meskipun demikian, faktor-faktor bukan gizi yang
dapat mempengaruhi kadar albumin seperti peningkatan cairan ekstra sel, trauma,
sepsis, pembedahan, penyakit hati dan ginjal tetap harus dieksklusi. Pemeriksaan
kreatinin dan ureum darah dapat membantu menilai fungsi ginjal pasien malnutrisi.
- Pemeriksaan laju endap darah (LED),elektroli,urine lengkap

- dilakukan bila dalam anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan indikasi,


misalnya pada pasien dengan riwayat diare akut

5. Diagnosis banding

Penyakit Gejala Pemeriksaan


Malnutrisi tanoa edema
Kekurangan Nutrisi dan
Pemeriksaan fisik
Kronik BB/U atau TB/U z-score
<-2
Riwayat penyakit jantung,
bising jantung, sianosis,
Gagal Jantung Kongestif clubbing,mungkin terdapat EKG
heaptomegali dan
hipoksemia
Hematuria, gagal ginjal,
dan Proteinuria pada urinalisis
Glomerulonefritis penurunan output urin Peningkatan BUN atau
dengan Kreatinin dalam serum
atau tanpa hipertensi.
Ascites, efusi pleura, Proteinuria pada urinalisis
Sindroma Nefrotik edema Peningkatan BUN atau
pada wajah dan tungkai Kreatinin dalam serum
Sirosis Hepar Jaundice, splenomegaly, Tes fungsi hepar,
ascites, angiomata peningkatan
multipel bilirubin, serum
pada kulit, varises transaminase, penurunan
esofagus. albumin dan koagulasi
memanjang.
Membrane mukosa pucat,
konjungtiva pucat, MCHC, reticulocyte count,
Anemia hemolitik mungkin pemeriksaan bilirubin
terdapat gejala gagal unconjugated.
jantung.
Protein-losing
Gejalanya bervariasi
Enteropathy Fecal alpha-1 antitrypsin
(PLE)
Non-pitting edema dengan
Lymphedema Lymphoscintigraphy.
Adenopathy

6. Komplikasi gizi buruk


Bahaya komplikasi pada pasien malnutrisi energi protein sangat mudah mendapat
infeksi karena daya tubuhnya rendah terutama sistem kekebalan tubuh. Infeksi yang
paling sering ialah bronkopneumonia dan tuberkulosis. Adanya atrofivili usus
menyebabkan penyerapan terganggu mengakibatkan pasien sering Diare. Melihat
komplikasi tersebut sukar untuk untuk di cegah yang pelu di perhatikan adalah
kebersihan mulut, kulit, diare dan hipotermia.
Pada anak gizi buruk bisa terjadi anemia. Anemia pada gizi buruk adalah keadaan
berkurangnya hemoglobin pada anak yang disebabkan karena kurangnya asupan Fe
atau asam folat. Gejala yang bisa terjadi adalah anak tampak pucat, sering sakit
kepala, mudah lelah. Pengaruh system hormonal yang terjadi adalah gangguan
hormone kortisol dan insulin.
7. Tatalaksana gizi buruk
Pemberian Makan Awal (Initial Refeeding)
Pada fase awal, pemberian makan (formula) harus diberikan secara hati-hati sebab
keadaan fisiologis anak masih rapuh.
 Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan rendah osmolaritas maupun
rendah laktosa
 Berikan secara oral atau melalui NGT, hindari penggunaan parenteral
 Energi: 100 kkal/kgBB/hari
 Protein: 1-1.5 g/kgBB/hari
 Cairan: 130 ml/kgBB/hari (bila ada edema berat b eri 100 ml/kgBB/hari)
Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa jumlah F-75 yang
ditentukan harus dipenuhi.

Pada anak dengan nafsu makan baik dan tanpa edema, jadwal di atas dapat
dipercepat menjadi 2-3 hari. Formula awal F-75 sesuai resep dan jadwal makan
dibuat untuk mencukupi kebutuhan zat gizi pada fase stabilisasi. Pada F-75 yang
berbahan serealia, sebagian gula diganti dengan tepung beras atau maizena sehingga
lebih menguntungkan karena mempunyai osmolaritas yang lebih rendah, tetapi perlu
dimasak dulu. Formula ini baik bagi anak gizi buruk dengan diare persisten. untuk
petunjuk pemberian F-75 pada gizi buruk tanpa edema dan dengan edema berat (++
+).
Jika jumlah petugas terbatas, beri prioritas untuk pemberian makan setiap 2 jam
hanya
pada kasus yang keadaan klinisnya paling berat, dan bila terpaksa upayakan paling
tidak tiap 3 jam pada fase permulaan. Libatkan dan ajari orang tua atau penunggu
pasien. Pemberian makan sepanjang malam hari sangat penting agar anak tidak
terlalu lama tanpa pemberian makan (puasa dapat meningkatkan risiko kematian).
Apabila pemberian makanan per oral pada fase awal tidak mencapai kebutuhan
minimal (80 kkal/kgBB/hari), berikan sisanya melalui NGT. Jangan melebihi 100
kkal/kgBB/hari pada fase awal ini. Pada cuaca yang sangat panas dan anak
berkeringat banyak maka anak perlu mendapat ekstra air/cairan.
Pemantauan
Pantau dan catat setiap hari:
 Jumlah makanan yang diberikan dan dihabiskan
 Muntah
 Frekuensi defekasi dan konsistensi feses
Berat badan.

Hipoglikemia
Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar gula darah < 3 mmol/L
atau < 54 mg/dl) sehingga setiap anak gizi buruk harus diberi makan atau larutan
glukosa/gula pasir 10% segera setelah masuk rumah sakit (lihat bawah). Pemberian
makan yang sering sangat penting dilakukan pada anak gizi buruk. Jika fasilitas
setempat tidak memungkinkan untuk memeriksa kadar gula darah, maka semua anak
gizi buruk harus dianggap menderita hipoglikemia dan segera ditangani sesuai
panduan.
Tatalaksana
 Segera beri F-75 pertama atau modifikasinya bila penyediaannya
memungkinkan.
 Bila F-75 pertama tidak dapat disediakan dengan cepat, berikan 50 ml larutan
glukosa atau gula 10% (1 sendok teh munjung gula dalam 50 ml air) secara
oral atau melalui NGT.
 Lanjutkan pemberian F-75 setiap 2 – 3 jam, siang dan malam selama minimal
dua hari.
 Bila masih mendapat ASI teruskan pemberian ASI di lua r jadwal pemberian
F-75.
 Jika anak tidak sadar (letargis), berikan larutan glukosa 10% secara intravena
(bolus) sebanyak 5 ml/kg BB, atau larutan glukosa/larutan gula pasir 50 ml
dengan NGT.
 Beri antibiotik.
Pemantauan
Jika kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula darah setelah 30
menit.
 Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi pemberian
larutan glukosa atau gula 10%.
 Jika suhu rektal < 35.5° C atau bila kesadaran memburuk, mungkin
hipoglikemia disebabkan oleh hipotermia, ulangi pengukuran kadar gula
darah dan tangani sesuai keadaan (hipotermia dan hipoglikemia).
Pencegahan
Beri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin atau jika perlu,
lakukan rehidrasi lebih dulu. Pemberian makan harus teratur setiap 2-3 jam siang
malam.
Defisiensi Zat Gizi Mikro
Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral. Meskipun sering
ditemukan anemia, jangan beri zat besi pada fase awal, tetapi tunggu sampai anak
mempunyai nafsu makan yang baik dan mulai bertambah berat badannya (biasanya
pada minggu kedua, mulai fase rehabilitasi), karena zat besi dapat memperparah
infeksi.
Tatalaksana
Berikan setiap hari paling sedikit dalam 2 minggu:
 Multivitamin
 Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari)
 Seng (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)
 Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari)
 Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (mulai fase rehabilitasi)
Vitamin A: diberikan secara oral pada hari ke 1 (kecuali bila telah diberikan sebelum
dirujuk), dengan dosis seperti di bawah ini
Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3 bulan
terakhir, beri vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1, 2, dan 15.

8. Edukasi dan pencegahan


Salah satu cara untuk menyadarkan masyarakat tentang gizi adalah melalui konseling
gizi, secara umum definisi konseling adalah suatu proses komunikasi interpersonal/
dua arah antara konselor dan klien untuk membantu klien mengatasi dan membuat
keputusan yang benar dalam mengatasi masalah gizi yang dihadapi. Tujuan konseling
adalah membantu klien dalam upaya mengubah perilaku yang berkaitan dengan gizi,
sehingga masalahnya dapat teratasi. Perilaku yang diubah meliputi ranah
pengetahuan, ranah sikap, dan ranah ketrampilan

Manfaat konseling gizi adalah sebagai berikut:

1. Membantu klien mengenali masalah kesehatan dan gizi yang dihadapi

2. Membantu klien memahami penyebab terjadinya masalah.

3. Membantuklien untuk mencari altertnatif pemecahan masalah.

4. Membantu klien untuk memilih cara pemecahan masalah yang paling sesuai baginya.

5. Membantu proses penyembuhan penyakit melalui perbaikan gizi klien.


 Memberikan ASI eksklusif (hanya ASI) sampai anak berumur 6 bulan. Setelah itu,
anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang
sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah berumur 2 tahun.

 Anak diberikan makanan yang bervariasi, seimbang antara kandunganprotein, lemak,


vitamin dan mineralnya. Perbandingan komposisinya: untuk lemak minimal 10% dari
total kalori yang dibutuhkan, sementara protein 12% dan sisanya karbohidrat.

 Rajin menimbang dan mengukur tinggi anak dengan mengikuti program Posyandu.
Cermati apakah pertumbuhan anak sesuai dengan standar di atas. Jika tidak sesuai,
segera konsultasikan hal itu ke dokter.

 Jika anak dirawat di rumah sakit karena gizinya buruk, bisa ditanyakan kepada petugas
pola dan jenis makanan yang harus diberikan setelah pulang dari rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

1. ICHRC. Gizi buruk. Diakses pada http://www.ichrc.org/bab-7-gizi-buruk


2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Indonesia.Buku Kuliah Ilmu
Kesehatan Anak.Jakarta:Infomedika;2007

3. Kusriadi. 2010. Analisis Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian Kurang Gizi pada
Anak Balita di Provisi Nusa Tenggara Barat (NTB). Karya Tulis Ilmiah. Bogor. Institut
Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai