Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN INDIVIDU BBDM MODUL 6.

2
SKENARIO 4
BBDM KELOMPOK 6

Tutor BBDM
dr. Rina Pratiwi, Sp.A(K)., M.Si.Med

Disusun oleh
Ayla Farah Kalila
22010117130143

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2020
SKENARIO 4
Seorang anak laki – laki berusia 15 bulan datang ke puskesmas dibawa oleh ibunya.
Saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan berat badan saat ini 5700 gram dan PB 70 cm,
lingkar kepala 41 cm dan lingkar lengan atas 9 cm. Berat badan usia 9 bulan saat terakhir
kontrol dan imunisasi Campak adalah 5500 gr. Petugas KIA mengatakan kalau anak tersebut
mengalami weight faltering. Anak sudah tidak diberkan ASI, saat ini akan dengan nasi
dengan tempe da tahu. Susu UHT 2 kali sehari yang kotak kecil. Anak doyan minum air putih
dan teh. Keluhan batuk lama disangkal, demam disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
Keadaan umum sadar, tampak kurus. Iga gambang dan baggy pants (+), edema (-), muscle
wasting (+). Pemeriksaan antopometri didapatkan WAZ <-3 SD. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan GDS 48 mg/dL

I. Terminologi
1. Weight Faltering : Gagal tumbuh, kegagalan penambahan berat badan
yang tidak sesuai dengan grafik pertumbuhan normal berupa pertumbuhan
dibawah garis persentil 3/5 atau perubahan yang melewati 2 kurva persentil
mayor. Bukan diagnosis tetapi gejala berbagai penyakit yang disebabkan
gangguan absorbsi/asupan makanan atau penggunaan tenaga berlebihan, atau
merupakan interpretasi dari kurva. Dibagi menjadi penyebab organic dan non
organic dimana persentase lebih banyak karena non organic.
2. Iga Gambang : Keadaan otot mengecil sehingga kontur tulang iga
terlihat jelas, terlihatnya piano sign merupakan salah satu tanda pada marasmus.
3. Baggy Pants : Keadaan dimana kulit pantat kendur dan keriput,
menjadi salah satu tanda marasmus

II. Rumusan Masalah


1. Interpretasi pemeriksaan antropometri, fisik, dan laboratorium?
2. Hubungan anak tidak diberi ASI dan konsumsi makanan dan minuman anak?
3. Mengapa ditanyakan riwayat batuk lama dan demam?
4. Mengapa dapat terjadi weight faltering?
5. Mengapa dapat terjadi iga gambang dan baggy pants?
6. Kenapa dibutuhkan data GDS?
III. Hipotesis
1. Antropometri WAZ (< -3 SD) gizi buruk, HAZ (< -3 SD) sangat pendek, WHZ (<
-3 SD) sangat kurus, deviasi (maksimal -2), jika dibawah itu kemungkinan
kekurangan gizi, thyroid, dll.
LILA < -3 SD dan lingkar kepala < -3 SD. Berat badan 5.700 gram, dimana
normalnya sekitar 10.600 gram, berat saat 9 bulan 5.500 gram idealnya 8.900
gram. PB 70 cm, idealnya 78 cm. Lingkar kepala 41 cm, idealnya 45.5 cm. LILA 9
cm, idealnya 16 cm.
Iga gambang dan baggy pants menandakan penurunan tonus dan atrofi otot yang
disebabkan kurangnya intake protein dan lemak.
Edema (-).
GDS 48 mg/dl hipoglikemi normalnya 70-80 mg/dl..
2. Kebutuhan idealnya 1100 kkal/hari, makanannya selama ini belum dapat
memenuhi kebutuhan gizi. Tidak diberikan ASI, optimalnya diberikan
berdampingan dengan makanan lain sampai 2 tahun. Gejala marasmus karena
kekurangan kalori berupa protein, lemak dan karbohidrat. Konsumsi teh
mengandung tannin yang mengganggu penyerapan zat besi oleh anak, sehingga
anak tampak lesu dan kemungkinan mengalami anemia. Bisa memberikan jeruk/vit
C karena jeruk/vit C meningkatkan absorbsi pada usus. Makanan yang diperlukan
terbanyak adalah karbohidrat dan lemak, sedangkan pada scenario asupan lemak
kurang dan perlu ditingkatkan. Lemak diperlukan 30% dari seluruh asupan kalori,
karbohidrat 50% dan sisanya protein. Protein anak hanya dari nabati, diperlukan
protein hewani karena mengandung 10 asam amino esensial yang sangat penting
untuk pertumbuhan. Protein juga diperlukan untuk daya tahan tubuh dalam
mencegah infeksi pada bayi yang kekurangan gizi. Susu UHT tinggi gula namun
bukan bentuk dari karbohidrat yang dibutuhkan, tingginya gula ini mempercepat
anak kenyang sehingga kurang nafsu makan untuk makan makanan lain.
3. Malnutrisi disebabkan kurangnya intake nutrisi atau banyaknya yang hilang,
riwayat demam dan batuk lama ditanyakan karena penyakit penyakit yang
menyerang anak dapat meningkatkan laju metabolic basal sehingga meningkatkan
kebutuhan nutrisi anak. Salah satu contoh penyakitnya adalah TB karena sering
ditandai penurunan berat badan.
4. Weight faltering bukan diagnosis tetapi interpretasi pemeriksaan antropometri, jika
terdapat pertumbuhan yang landai atau turun pada kurva yang berarti disebabkan
penurunan berat badan dan tinggi badan. Kemungkinan terjadi karena kurangnya
intake nutrisi, terganggunya absorbsi makanan, ataupun meningkatnya pengeluaran
kalori.
5. Baggy pants dan iga gambang karena atrofi otot intercostal (jarak antar tulang iga
jauh sehingga tampak prominent) dan penurunan lemak subcutan akibat turunnya
protein menyebabkan matrik berkurang sehingga kulit tampak kendur karena
kurang elastis.
6. Pada anak kekurangan energi komplikasi tersering adalah hipoglikemi sehingga
diperlukan data GDS, karena hipoglikemi dapat berakibat fatal.

IV. Peta Konsep


Tidak diberikan ASI
Makan nasi sayur sop/bening, tempe tahu, UHT 2x
Tidak ada batuk dan demam
Anamnesis Kebiasaan minum air putih dan teh

Berat badan 5700 gram Weight faltering


PB 70 cm WAZ < -3 SD
Lingkar kepala 41 cm HAZ < -3 SD
PF LILA 9 cm WHZ < -3 SD

Malnutrisi
Penyakit infeksi kronis
Malabsorpsi
DDx Hipotiroid kongenital

GDS
P. Darah lengkap
Penunjang

Mengarah ke KEP
Diagnosis
V. Sasaran Belajar
1. Definisi, etiologi dan klasifikasi dari KEP
2. Patofisiologi KEP Marasmus
3. Manifestasi klinis KEP Marasmus
4. Diagnosis banding dari KEP Marasmus
5. Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis KEP Marasmus
6. Tatalaksana KEP Marasmus (termasuk gizi pada anak)
7. Komplikasi KEP Marasmus

VI. Belajar mandiri


1. Definisi, etiologi, dan klasifikasi KEP
Kurang energy protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan
oleh rendahnya konsumsi energy dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga
tidak memenuhi angka kecukupan gizi.
KEP dapat diklasifikasikan menjadi derajat ringan-sedang (gizi kurang) dan
derajat berat (gizi buruk). Pada gizi kurang, gejala klinis khas belum nampak,
hanya dijumpai gangguan pertumbuhan dan tampak kurus. Pada gizi buruk terdapat
gejala klinis da kelainan biokimiawi. Secara klinik, KEP gizi buruk dibedakan
menjadi tiga bentuk yaitu kwashiorkor dan marasmus, serta marasmus-
kwarsiorkor.
Marasmus adalah malnutrisi nonedematous dengan wasting berat karena
kurangnya asupan energy atau gabungan kekurangan energy dan protein.
Kwarshiokor adalah keadaan malnutrisi edematous karena kurangnya asupan
protein. Jika gejala yang ditampilkan adalah edema dengan wasting maka kondisi
gizi buruk ini disebut marasmik-kwashiorkor
KEP terjadi karena pasokan gizi kurang, pemasukan yang tidak seimbang,
penyakit (penyakit jantung, TBC, HIV/AIDS, penyakit saluran pernapasan, dan
diare), malnutrisi makro maupun mikro nutrient, social-ekonomi rendah
ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak

2. Patofisiologi marasmus
Saat anak nutrisi anak tidak ter penuhi, meningkatnya pemakaian kalori
(emesis, diare, luka bakar), peningkatan pemakaian energy, atau kombinasi faktor-
faktor ini akan terjadi perubahan fisiologis dan metabolic untuk mempertahankan
energy yang ada. Proses ini disebut adaptasi reduktif. Lemak yang disimpan akan
digunakan untuk membuat energy. Pada tahap selanjutnya, protein di otot, kulit,
dan sistem gastrointestinal akan terpakai.
Ketersediaan energy diperoleh dengan mengurangi aktivitas fisik dan
pertumbuhan, penurunan metabolism basal, dan penurunan fungsi dari organ,
pengurangan proses inflamasi dan respon imun. Hal ini akan mengakibatkan: hati
tidak banyak membuat glukosa endogen sehingga rentan hipoglikemi,
berkurangnya produksi albumin, trasnferin dan protein tranporter lainnya;
berkurangnya produksi panas sehingga anak rentan hiptermi; ginjal akan
mengurangi ekskresi kelebihan cairan dan natrium serta cairan akan mudah
terakumulasi di sirkulasi sehingga meningkatkan resiko kelebihan cairan; jantung
akan lebih lemah dan mengalami penurunan output, jika terjadi retensi cairan maka
dapat menyebabkan kematian; natrium terakumulasi di sel yang dapat menyebakan
edema; potassium keluar dari sel dan tereksresi lewat ginjal, hal ini dapat
menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit, elektrolit, retensi cairan, edema, dan
anoreksia; kehilangan protein otot biasanya disertai dengan kehilangan potassium,
magnesium, zinc, dan copper; usus memproduksi sedikit asam lambung dan enzim,
motilitas berkurang, hal ini dapat mengakibatkan kolonisasi bakteri yang dapat
merusak mukosa dan dekonjugasi garam empedu sehingga digesti dan absorbs
terganggu; replikasi dan perbaikan sel berkurang, hal ini meningkatkan resiko
translokasi bakteri lewat mukosa usus; respon terhadap infeksi juga berkurang atau
tidak ada, hal ini membuat diagnosis infeksi sering terlewat; produksi sel darah
merah berkurang, dimana pelepasan besi membutuhkan glukosa dan asam amino
untuk dikonversi menjadi ferritin sehingga meningkatkan resiko hipoglikemi dan
ketidak seimbangan asam amino. Jika konversi ke ferritin tidak sempurna, maka
besi yang tidak terikat dapat menginduksi radikal bebas dan pertumbuhan tidak
normal; kekurangan mikronutrien menyebabkan kemampuan tubuh untuk
menyangkal radikal bebas berkurang dimana hal ini akan merusak sel. Tanda
kerusakan sel seperti perubahan rambut atau kulit1
Pada traktus digestif mukosanya tipis dan halus, penurunan produksi HCl,
melambatnya peristaltic yang dapat mengakibatkan pertumbuhan bakteri, namun
masih bisa melakukan proses absorbsi
Gambar 1. Adaptasi hormone terhadap kondisi malnutrisi

Pada marasmus dapat terjadi hipotiroidism yang menimbulkan gejala


psikomotor dan fungsi otak. Insulin level rendah. Otot jantung menjadi tipis,
kontraktilitas terganggu, CO menurun, gangguan elektrolit dapat merubah ECG.
Saat rehidrasi dan transfuse darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan
insufisiensi jantung. Perubahan metabolic, energy dan elektrolit yang cepat saat
renutrisi juga beresiko tinggi aritmia, maka dari itu diperlukan monitoring ketat
pada anak dengan circulatory compromise

3. Manifestasi klinis KEP Marasmus


Kulit keriput, penipisan lemak subkutan hingga turgor kulit berkurang, atrofi
otot sehingga kontur tulang terlihat jelas (makin tampak kurus), dan penampakan
lain karena defisiensi mikronutrien, wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus,
perubahan mental, cengeng, kulit kering, dingin, mengendor, keriput, bradikardi
(kadang-kadang), tekanan darah rendah
4. Diagnosis banding dari KEP Marasmus

a. Keganasan
b. HIV wasting syndrome
c. Tuberculosis dan penyakit kronik lainnya

5. Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis KEP Marasmus


a. Kriteria diagnosis: terlihat sangat kurus (severe wasting) dan tidak memiliki
jaringan lemak bawah kulit terutama pada bahu, lengan, pantat, dan pha, tulang
iga terlihat jelas tanpa edema, BB/TB <-3 SD atau <70% dari median, LLA
<11.5 cm
b. Anamnesis: Datang dengan keluhan berat badan tidak naik atau berat bdan
kurang, anak tidak mau makan, sering menderita sakit berulang
c. Pemeriksaan fisik: tampak sangat kurus, tanda dehidrasi (tampak haus, mata
ekung, turgor buruk), tanda syok (tanda dingin, capillary refill time lambat,
nadi lemah dan cepat, kesadaran menurun), demam (aksilar >37.5 C) atau
hipotemri (aksilar <35.5 C), menilai frekuensi dan tipe pernapasan (Adanya
pneumonia atau gagal jantung), pucat, pembesaran hati dan ikterus, perut
kembung, bising usus, tanda asites, abdominal splash, tanda defisiensi vitamin
A (konjungtiva atau kornea kering, bercak bitot, ulkus kornea, keratomalasia,
fotofobia), ulkus pada mulut, infeksi, tampilan tinja
d. Kadar gula darah
e. Pemeriksaan darah: normokromik atau sedikit hipokromik anemia dengan
ukuran RBC normal. Penyimpanan besi ada di hati, sehingga suplementasi besi
tidak hasrus segera diberikan
f. Urine lengkap j. Ferritin
g. Feses lengkap k. Tes mantoux
h. Elektrolit serum l. Rontgen dada AP dan lateral
i. Protein serum m. Pemeriksaan EKG

6. Tatalaksana KEP Marasmus (termasuk gizi pada anak)


a. Fase inisial (stabilisasi dan transisi)
Mengidentifikasi dan menatalaksana masalah yang mengancam nyawa
sehingga defisiensi spesifik dan abnormalitas metabolic dapat dikembalikan
dan pemberian makanan dimulai
b. Fase rehabilitasi
Pemberian makanan secara intensif untuk mengembalikan BB yang hilang dan
meningkatkan stimulasi emosional dan fisis
c. Fase pemantauan
Setelah keluar dari RS, untuk menghindari malnutrisi berulang dan memastikan
perkembangan fisik, mental, dan emosional pasien tetap baik
3 fase diatas dapat dicapai dengan 10 langkah berikut:

a. Atasi/cegah hipoglikemi (gula darah < 3 mmol/L atau < 54 mg/dl). Jika
tidak bisa memeriksa kadar gula darah, semua anak gizi buruk harus
dicurigai hipoglikemi. Segera beri F-75 pertama, jika tidak bisa tersedia
dengan cepat, berikan 50 ml larutan glukosa atau gula 10% (1 sendok the
munjung gula dalam 50 ml air) PO/NGT. Lalu lanjutkan F-75 setiap 2-3
jam, siang dan malam selama minimal 2 hari. Bila masih ASI, teruskan di
luar jadwal pemberian F-75. Jika anak letargis/tidak sadar, berikan larutan
glukosa 10% IV bolus 5 ml/kgBB atau larutan glukosa/larutan gula pasir 50
ml dengan NGT.
Jika kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula darah
setelah 30 menit. Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54 mg/dl),
ulangi pemberian larutan glukosa atau gula 10%. Jika suhu rektal < 35.5° C
atau bila kesadaran memburuk, mungkin hipoglikemia disebabkan oleh
hipotermia, ulangi pengukuran kadar gula darah dan tangani sesuai keadaan
(hipotermia dan hipoglikemia)
b. Atasi/cegah hipotermi (suhu aksilar < 35.5 C). Segera beri makan F-75
(jika perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu). Pastikan bahwa anak berpakaian
(termasuk kepalanya). Tutup dengan selimut hangat dan letakkan pemanas
(tidak mengarah langsung kepada anak) atau lampu di dekatnya, atau
letakkan anak langsung pada dada atau perut ibunya (dari kulit ke kulit:
metode kanguru). Bila menggunakan lampu listrik, letakkan lampu pijar 40
W dengan jarak 50 cm dari tubuh anak
Pemantauan dengan mengukur suhu aksilar anak setiap 2 jam sampai
suhu meningkat menjadi 36.5° C atau lebih. Jika digunakan pemanas, ukur
suhu tiap setengah jam. Hentikan pemanasan bila suhu mencapai 36.5° C.
Pastikan bahwa anak selalu tertutup pakaian atau selimut, terutama pada
malam hari. Periksa kadar gula darah bila ditemukan hipotermia
c. Diagnosis dehidrasi sulit. Anak gizi buruk dengan diare cair, bila gejala
dehidrasi tidak jelas, anggap deidrasi ringan. Rehidrasi parenteral hanya
untuk dehidrasi berat dengan syok. Beri ReSoMa (rehydration solution for
malnutrition)l, secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat
dibanding jika melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik.
- beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama
- setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5–10 ml/kgBB/jam berselang-
seling dengan F-75 dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10
jam. Jumlah yang pasti tergantung seberapa banyak anak mau,
volume tinja yang keluar dan apakah anak muntah.
- Catatan: Larutan oralit WHO (WHO-ORS) yang biasa digunakan
mempunyai kadar natrium tinggi dan kadar kalium rendah; cairan
yang lebih tepat adalah ReSoMal

Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam. Jika masih diare, beri
ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia < 1 th: 50-100 ml setiap buang air
besar, usia ≥ 1 th: 100-200 ml setiap buang air besar

ReSoMal mengandung 37.5 mmol Na, 40 mmol K, dan 3 mmol mg/L

Bahan Jumlah
Oralit WHO (2 ,6 g NaCl; 2,9 g 1 sachet (200 ml)
trisodium citrate dihydrate, 1,5 kg
KCl, 13,5 g glukosa dalam 1 L)
Gula pasir 10 g
Larutan mineral mix (atau bubuk 8 ml (0.8 g)
KCl)
Ditambah air sampai menjadi 400 ml
Pantau kemajuan proses rehidrasi dan perbaikan keadaan klinis setiap
setengah jam selama 2 jam pertama, kemudian tiap jam sampai 10 jam
berikutnya. Waspada terhadap gejala kelebihan cairan, yang sangat
berbahaya dan bisa mengakibatkan gagal jantung dan kematian.
Periksa frekuensi napas, nadi, miksi dan jumlah produksi urin,
frekuensi buang air besar dan muntah. Anak gizi buruk seringkali tidak
memperlihatkan tanda hidrasi baik walaupun rehidrasi penuh telah terjadi,
sehingga sangat penting untuk memantau
berat badan. Jika ditemukan tanda kelebihan cairan (frekuensi napas
meningkat 5x/menit dan frekuensi nadi 15x/menit), hentikan pemberian
cairan/ReSoMal segera dan lakukan penilaian ulang setelah 1 jam
d. Gangguan keseimbangan elektrolit.
Semua anak dengan gizi buruk mengalami defisiensi kalium dan
magnesium yang mungkin membutuhkan waktu 2 minggu atau lebih untuk
memperbaikinya. Terdapat kelebihan natrium total dalam tubuh, walaupun
kadar natrium serum mungkin rendah. Edema dapat diakibatkan oleh
keadaan ini. Jangan obati edema dengan diuretikum. Pemberian natrium
berlebihan dapat menyebabkan kematian
Untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan Kalium dan
Magnesium, yang sudah terkandung di dalam larutan Mineral-Mix yang
ditambahkan ke dalam F-75, F-100 atau ReSoMal. Gunakan larutan
ReSoMal untuk rehidrasi. Siapkan makanan tanpa menambahkan garam.
e. Infeksi
Tanda demam sering tidak ada. Anggaplah anak dengan gizi buruk
mengalami infeksi. Hipoglikemi dan hipotermi merupakan tanda infeksi
berat. Berikan antibiotic spectrum luas. Vaksin campak jika anak berumur
≥ 6 bulan dan belum pernah mendapatkannya, atau jika anak berumur > 9
bulan dan sudah pernah diberi vaksin sebelum berumur 9 bulan. Tunda
imunisasi jika anak syok.
Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada infeksi nyata, beri
Kotrimoksazol per oral (25 mg SMZ + 5 mg TMP/kgBB setiap 12 jam
selama 5 hari.
Jika ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat
letargis  atau tampak sakit berat), atau jelas ada infeksi, beri Ampisilin (50
mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari), dilanjutkan dengan
Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5 hari) ATAU, jika
tidak tersedia amoksisilin, beri Ampisilin per oral (50 mg/kgBB setiap 6
jam selama 5 hari) sehingga total selama 7 hari ditambah Gentamisin (7.5
mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7 hari (Jika anak anuria/oliguria,
tunda pemberian gentamisin dosis ke-2 sampai ada diuresis untuk
mencegah efek samping/toksik gentamisin).
Jika anak tidak membaik dalam waktu 48 jam, tambahkan
Kloramfenikol (25 mg/kgBB IM/IV setiap 8 jam) selama 5 hari
Jika diduga meningitis, lakukan pungsi lumbal untuk memastikan dan
obati dengan Kloramfenikol (25 mg/kg setiap 6 jam) selama 10 hari Jika
ditemukan infeksi spesifik lainnya (seperti pneumonia, tuberkulosis,
malaria, disentri, infeksi kulit atau jaringan lunak), beri antibiotik yang
sesuai. Beri obat antimalaria bila pada apusan darah tepi ditemukan parasit
malaria. Beri obat anti tuberkulosis bila anak terbukti atau sangat diduga
menderita tuberculosis. Jika terdapat bukti adanya infestasi cacing, beri
mebendazol (100 mg/kgBB) selama 3 hari atau albendazol (20 mg/kgBB
dosis tunggal). Beri mebendazol setelah 7 hari perawatan, walaupun belum
terbukti adanya infestasi cacing
Jika terdapat anoreksia setelah pemberian antibiotik di atas, lanjutkan
pengobatan sampai seluruhnya 10 hari penuh. Jika nafsu makan belum
membaik, lakukan penilaian ulang menyeluruh pada anak
f. Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral.
Berikan setiap hari paling sedikit dalam 2 minggu: Multivitamin, asam
folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari), seng (2 mg Zn
elemental/kgBB/hari), tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari), ferosulfat 3
mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (mulai fase rehabilitasi), vitamin A:
diberikan secara oral pada hari ke 1 (kecuali bila telah diberikan sebelum
dirujuk), dengan dosis usia <6 bulan: 50.000 SI, usia 6-12 bulan: 100.000
SI, usia >1 tahun: 200.000 SI pada awal perawatan (hari ke 1). Jika ada
gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3 bulan
terakhir, beri vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1, 2, dan 15.
Meskipun sering ditemukan anemia, jangan beri zat besi pada fase
awal, tetapi tunggu sampai anak mempunyai nafsu makan yang baik dan
mulai bertambah berat badannya (biasanya pada minggu kedua, mulai fase
rehabilitasi), karena zat besi dapat memperparah infeksi
g. Pemberian makan awal (initial refeeding)
Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan rendah osmolaritas
maupun rendah laktosa, secara oral atau melalui NGT, hindari penggunaan
parenteral, energi: 100 kkal/kgBB/hari, protein: 1-1.5 g/kgBB/hari, cairan:
130 ml/kgBB/hari (bila ada edema berat beri 100 ml/kgBB/hari). Jika anak
masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa jumlah F-75 yang
ditentukan harus dipenuhi. Bisa dijadikan sebagai patokan tabel di bawah
Hari ke Frekuensi V/kgBB/pemberian V/kgBB/hari
1-2 Setiap 2 jam 11 ml 130 ml
3-5 Setiap 3 jam 16 ml 130 ml
6 dst Setiap 4 jam 22 ml 130 ml
Pada anak dengan nafsu makan baik dan tanpa edema, jadwal di atas
dapat dipercepat menjadi 2-3 hari.
h. Tumbuh kejar
Tanda anak sudah mencapai tahap ini adalah kembalinya nafsu makan
serta edema minimal atau menghilang. Tatalaksnanaya adalah melakukan
transisi secara bertahap dari formula awal (F-75) ke formula tumbuh-kejar
(F-100) (fase transisi)
Ganti F 75 dengan F 100. Beri F-100 sejumlah yang sama dengan F-75
selama 2 hari berturutan. Selanjutnya naikkan jumlah F-100 sebanyak 10
ml setiap kali pemberian sampai anak tidak mampu menghabiskan atau
tersisa sedikit. Biasanya hal ini terjadi ketika pemberian formula mencapai
200 ml/kgBB/hari. Dapat pula digunakan bubur atau makanan pendamping
ASI yang dimodifikasi sehingga kandungan energi dan proteinnya
sebanding dengan F-100. Setelah transisi bertahap, beri anak: pemberian
makan yang sering dengan jumlah tidak terbatas (sesuai kemampuan anak),
energi: 150-220 kkal/kgBB/hari, protein: 4-6 g/kgBB/hari.
Makanan-terapeutik-siap-saji (ready to use therapeutic food = RUTF)
yang mengandung energi sebanyak 500 kkal/sachet 92 g dapat digunakan pada
fase rehabilitasi
Hindari terjadinya gagal jantung yang ditandai dengan nadi cepat dan
napas cepat (pernapasan naik 5x/menit dan nadi naik 25x/menit) dan kenaikan
ini menetap selama 2 kali pemeriksaan dengan jarak 4 jam berturut-turut,
maka hal ini merupakan tanda bahaya
Kemajuan terapi dinilai dari kecepatan kenaikan berat badan setelah
tahap transisi dan mendapat F-100: Timbang dan catat berat badan setiap pagi
sebelum diberi makan dan hitung dan catat kenaikan berat badan setiap 3 hari
dalam gram/kgBB/hari

Jika kenaikan berat badan


 kurang (< 5 g/kgBB/hari), anak membutuhkan penilaian ulang lengkap
 sedang (5-10 g/kgBB/hari), periksa apakah target asupan terpenuhi, atau
mungkin ada infeksi yang tidak terdeteksi.
 baik (> 10 g/kgBB/hari)
i. stimulasi sensorik dan emosional
- ungkapan kasih sayang
- lingkungan yang ceria
- terapi bermain terstruktur selama 15–30 menit per hari
- aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat

j. Persiapan pemulangan
Bila telah tercapai BB/TB > -2 SD (setara dengan >80%) dapat
dianggap anak telah sembuh. Anak mungkin masih mempunyai BB/U
rendah karena anak berperawakan pendek. Pola pemberian makan yang
baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah.
Mempersiapkan orang tua dalam hal perawatan di rumah yang
mencakup: pemberian makanan seimbang dengan bahan lokal yang
terjangkau, pemberian makanan minimal 5 kali sehari termasuk makanan
selingan (snacks) tinggi kalori di antara waktu makan (misalnya susu,
pisang, roti, biskuit). Bila ada, RUTF dapat diberikan pada anak di atas 6
bulan, bantu dan bujuk anak untuk menghabiskan makanannya, memberi
anak makanan tersendiri/terpisah, sehingga asupan makan anak dapat dicek,
memberi suplemen mikronutrien dan elektrolit, ASI diteruskan sebagai
tambahan.
Kriteria pemulangan:
a. Balita: Selera makan baik, makanan yang diberikan dihabiskan, ada
perbaikan kondisi mental, sudah tersenyum, duduk, merangkak,
berdiri, berjalan, sesuai umurnya, suhu tubuh berkisar antara 36,5 –
37,5 C, tidak ada muntah atau diare, tidak ada edema, kenaikan
berat badan > 5 g/kgBB/ hari, 3 hari berturutan atau kenaikan 50 g/
kgBB/ minggu, 2 minggu berturut-turut, sudah berada di kondisi gizi
kurang > - 3 SD (sudah tidak ada gizi buruk)
b. Pengasuh: Sudah dapat membuat makanan yang diperlukan untuk
tumbuh kejar dirumah, mampu merawat serta memberikan makan
dengan benar kepada anaknya

7. Komplikasi KEP Marasmus


- Anoreksia, poor apetite (anak tidak bisa minum, RUTF gagal)
- Intractable vomiting (muntah setelah oral intake)
- High fever (suhu aksila >38.5 C, suhu rektal >39 C)
- Hipotermi (suhu aksila < 35 C, suhu rektal 35.5 C)
- Infeksi saluran napas bawah (batuk dengan kesulitan napas, frekuensi napas
cepat (usia 2-12 bulan >50x/menit, 12 bulan-5 tahun >40x/menit), atau ada
chest indrawing
- Severe anemia (palmar pallor)
- Lesi kulit
- Tidak sadar, letargi (sulit dibangunkan, tidak respond dengan stimulasi
nyeri)
- Hipoglikemia (eyelid retraction, mata terbuka sedikit saat tidur)
- Convulsion
- Dehidrasi berat

VII. Daftar Pustaka


1. Hospital Care of Children.2016.Gizi Buruk. http://www.ichrc.org/ diakses 8
April 2020
2. Lenters L, Wazny K, Bhutta ZA. Management of Severe and Moderate Acute
Malnutrition in Children. In: Black RE, Laxminarayan R, Temmerman M, et
al., editors. Reproductive, Maternal, Newborn, and Child Health: Disease
Control Priorities, Third Edition (Volume 2). Washington (DC): The
International Bank for Reconstruction and Development / The World Bank;
2016 Apr 5. Table 11.3, Common Medical Complications in Severe Acute
Malnutrition. Availablefrom:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK36190
0/table/part2.ch11.sec4.table3/ doi: 10.1596/978-1-4648-0348-2_ch11
3. Chris Tanto, Frans Liwang, Sonia Hanifati, Pradipta, Eka Adip. Kapita Selekta
Kedokteran Essentials of Medicine Edisi VI Jilid I. Media Aesculapius.2014.
4. Kliegman RM, St.Geme JW, Blum NJ, Shah SS, Tasker RC, Wilson KM, et
al. Nelson Textbook of Pediatrics. 21st ed. Philadelphia: Elsevier Inc.; 2019.p.

Anda mungkin juga menyukai