Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN GIZI BURUK PADA ANAK

RUANG ALEXANDRIA RSUD DR.MOCH.ANSHARI SHALEH BANJARMASIN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Individu


Program Profesi Ners
Stase Keperawatan Anak

DI SUSUN OLEH

RIA.K.HUTAPEA,S.Kep

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)


CAHAYA BANGSA BANJARMASIN
2017
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN GIZI BURUK PADA ANAK
DI SUSUN OLEH :

NAMA : RIA.K.HUTAPEA, S.Kep

NIM :

Banjarmasin, Maret 2017

Mengetahui,

Pembimbing Akademik/Mentor Pembimbing Lahan/Perseptor


( Adisurya Saputra,S.Kep.,Ns ) ( Handoko,S.Kep.,Ns )
A. Pengertian
Kwashiorkor adalah MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi protein.
Penyakit kwashiorkor pada umumnya terjadi pada anak dari keluarga dengan status
sosial ekonomi yang rendah karena tidak mampu menyediakan makanan yang cukup
mengandung protein hewani seperti daging, telur, hati, susu dan sebagainya. Makanan
sumber protein sebenarnya dapat dipenuhi dari protein nabati dalam kacang-kacangan
tetapi karena kurangnya pengetahuan orang tua, anak dapat menderita defisiensi
protein.
Marasmus adalah MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi makanan sumber
energi (kalori), dapat terjadi bersama atau tanpa disertai defsiensi protein. Bila
kekurangan sumber kalori dan protein terjadi bersama dalam waktu yang cukup lama
maka anak dapat berlanjut ke dalam status marasmik kwashiorkor.

B. Patofisiologi
1. Marasmus
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori,
protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Dalam keadaan kekurangan
makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi
kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan
karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh
jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk
menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi
kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan
menghasilkan asam amino yang segera diubah menjadi karbohidrat di hepar dan
ginjal. Selama puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan
keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai
sumber energy. Jika kekurangan makanan ini berjalan menahun, tubuh akan
mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kirakira
kehilangan separuh dari tubuh.
2. Kwashiorkor
Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat
berlebih, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya.
Kelainan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang
menyebabkan edema dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam diet,
akan terjadi kekurangan berbagai asam amino esensial dalam serum yang
diperlukan untuk sintesis dan metabolisme. Selama diet mengandung cukup KH,
maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino dalam serum yang
jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke jaringan otot. Makin
berkurangnya asam amino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi
albumin hepar, yang berakibat timbulnya edema. Perlemakan hati terjadi karena
gangguan pembentukan beta-lipoprotein, sehingga transport lemak dari hati ke
depot terganggu, dengan akibat terjadinya penimbunan lemak di hati.

C. Klasifikasi
Untuk kepentingan praktis di klinik maupun di lapangan klasifikasi MEP
ditetapkan dengan patokan perbandingan berat badan terhadap umur anak sebagai
berikut:
1. Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan)
2. Berat badan 60-80% standar dengan edema : kwashiorkor (MEP berat)
3. Berat badan <60% style=""> : marasmus (MEP berat)
4. Berat badan <60% style=""> : marasmik kwashiorkor (MEP berat)

D. Etiologi / Faktor Predisposisi dan Presipitasi


1. Marasmus
Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi
karena: diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang
hubungan dengan orangtua-anak terganggu, karena kelainan metabolik, atau
malformasi kongenital (Nelson,1999).
Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai
pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya
atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit
lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi,
gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat.
2. Kwashiorkor
Kwashiorkor disebabkan karena penyerapan protein terganggu, seperti pada
diare kronik, kehilangan protein abnormal pada proteinuria (nefrosis), infeksi,
perdarahan atau luka bakar, dan gagal mensintesis protein, seperti pada penyakit
hati kronik.

E. Manifestasi Klinik / Tanda dan Gejala


Manifestasi klinik antara Marasmus dan Kwashiorkor sebenarnya berbeda walaupun
dapat terjadi bersama-sama.

Manifestasi Klinik Kwashiorkor


Pertumbuhan terganggu (berat badan dan tinggi badan kurang dari standar).
Perkiraan Berat Badan (Kg)
Lahir 3,25
 23-12 bulan (bln + 9)/2
 1-6 tahun (thn x 2) + 8
 6-12 tahun {(thn x 7) – 5}/2 (Soetjiningsih, 1995).
Perkiraan Tinggi Badan (Cm)
 1 tahun 1,5 x TB lahir
 4 tahun 2 x TB lahir
 6 tahun 1,5 x TB 1 thn
 13 tahun 3 x TB lahir
 Dewasa 3,5 x TB lahir = 2 x TB 2 thn
Perubahan mental (cengeng atau apatis)
Pada sebagian besar anak ditemukan edema ringan sampai berat
Gejala gastrointestinal (anoreksia, diare)
Gangguan pertumbuhan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan
mudah dicabut)
Kulit kering, bersisik, hiperpigmentasi dan sering ditemukan gambaran crazy
pavement dermatosis.
Pembesaran hati (kadang sampai batas setinggi pusat, teraba kenyal, licin dengan
batas yang tegas)
Anemia akibat gangguan eritropoesis.
Pada pemeriksaan kimia darah ditemukan hipoalbuminemia dengan kadar
globulin normal, kadar kolesterol serum rendah.
Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, sering disertai tanda fibrosis, nekrosis
dan infiltrasi sel mononukleus.
Hasil autopsi pasien kwashiorkor yang berat menunjukkan terjadinya
perubahan degeneratif pada semua organ (degenerasi otot jantung, atrofi fili
usus, osteoporosis dan sebagainya).
Manifestasi Klinik Marasmus:
Pertumbuhan berkurang atau terhenti, otot-otot atrofi
Perubahan mental (cengeng, sering terbangun tengah malam)
Sering diare, warna hijau tua, terdiri dari lendir dengan sedikit tinja.
Turgor kulit menurn, tampak keriput karena kehilangan jaringan lemak bawah
kulit
Pada keadaan marasmik yang berat, lemak pipi juga hilang sehingga wajah
tampak lebih tua, tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol
Vena superfisial tampak lebih jelas
Perut membuncit dengan gambaran usus yang jelas.
F. KOMPLIKASI
Komplikasi Gizi Buruk
1.
Hipotemi 2.
Hipoglikemi.
3. Infeksi
4. Diare dan Dehidrasi
5. Syok

G. Pemeriksaan Penunjang Antropometri


Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut
pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi (Supariasa, 2002). Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan
adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U),
dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). a) Indeks berat badan menurut umur
(BB/U)
Merupakan pengukuran antropometri yang sering digunakan sebagai indikator
dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan dan keseimbangan antara
intake dan kebutuhan gizi terjamin. Berat badan memberikan gambaran tentang
massa tubuh (otot dan lemak). Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan
keadaan yang mendadak, misalnya terserang infeksi, kurang nafsu makan dan
menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. BB/U lebih menggambarkan
status gizi sekarang. Berat badan yang bersifat labil, menyebabkan indeks ini
lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini

(Current Nutritional Status)

b) Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U)


Indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga lebih
erat kaitannya dengan status ekonomi (Beaton dan Bengoa (1973) dalam.
c) Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam
keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan
tinggi badan dengan kecepatan tertentu (Supariasa,dkk 2002).
d) Melakukan pemeriksaan darah untuk melihat ketidaknormalan Melakukan
pemeriksaan X-Ray untuk memeriksa apakah ada kelainan pada tulang dan organ
tubuh lain Memeriksa penyakit atau kondisi lain yang dapat menyebabkan
terjadinya gizi buruk.

H. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


1) Ibu memberikan aneka ragam makanan dalam porsi kecil dan sering kepada
anak sesuai kebutuhan dan petunjuk cara pemberian makanan dari rumah
sakit/dokter/puskesmas.
2) Bila balita dirawat, perhatikan makanan yang diberikan lalu, teruskan di rumah
3) Berikan hanya ASI, bila bayi berumur kurang dari 4 bulan.
4) Usahakan disapih setelah berumur 2 tahun
5) Berikan makanan pendamping ASI (bubur, buah-buahan, biskuit, dsb.) bagi
bayi di atas 4 bulan dan berikan bertahap sesuai umur.
6) Pengobatan awal (terutama: untuk mengatasi keadaan yang mengancam jiwa)
7) Pengobatan/pencegahan terhadap hipoglikemia, hipotermia, dehidrasi, dan
pemulihan ketidakseimbangan elektrolit
8) Pencegahan (jika ada) ancaman atau perkembangan renjatan septik
9) Pengobatan infeksi
10)Pemberian makanan
11) Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain seperti kekurangan vitamin,
anemia berat, dan payah jantung
12) Rehabilitasi (terutama: untuk memulihkan keadaan gizi.
I. Rencana Asuhan Keperawatan / Data yang perlu dikaji
1. Pengkajian
a. Riwayat Keluhan Utama
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan
pertumbuhan (berat badan semakin lama semakin turun), bengkak pada tungkai,
sering diare dan keluhan lain yang menunjukkan terjadinya gangguan
kekurangan gizi.
b. Riwayat Keperawatan Sekarang
Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan
pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang,
imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual,
interaksi dan lain-lain. Data fokus yang perlu dikaji dalam hal ini adalah riwayat
pemenuhan kebutuhan nutrisi anak (riwayat kekurangan protein dan kalori
dalam waktu relatif lama).
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan
komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan
angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi
kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.
d. Pemeriksaan Fisik
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan
komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan
angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi
kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.Pengkajian
secara umum dilakukan dengan metode head to too yang meliputi: keadaan
umum dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan wajah, dada,
abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria.
Fokus pengkajian pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah
pengukuran antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan atas dan
tebal lipatan kulit). Tanda dan gejala yang mungkin didapatkan adalah:
e. Penurunan ukuran antropometri
f. Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah
dicabut)
g. Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema palpebra
h. Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi, retraksi otot
intercostal)
i. Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat meningkat bila
terjadi diare.
j. Edema tungkai
k. Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement dermatosis
terutama pada bagian tubuh yang sering tertekan (bokong, fosa popliteal, lulut,
ruas jari kaki, paha dan lipat paha)
l. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis
normositik normokrom karenaadanya gangguan sistem eritropoesis akibat
hipoplasia kronis sum-sum tulang di samping karena asupan zat besi yang
kurang dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Selain itu dapat
ditemukan kadar albumin serum yang menurun. Pemeriksaan radiologis juga
perlu dilakukan untuk menemukan adanya kelainan pada paru.

J. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d Ketidakmampuan keluarga merawat anggota
keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Ketidakmampuan
keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
3. Tidak efektifnya termoregulasi b.d Ketidaktahuan keluarga mengenal masalah
kesehatan.
4. Resiko gangguan integritas kulit b.d Ketidaktahuan keluarga mengenal masalah
kesehatan
5. Cemas pada keluarga berhubungan dengan Ketidaktahuan keluarga mengenal
masalah kesehatan.
6. Resiko infeksi b/d Ketidaktahuan keluarga mengenal masalah kesehatan
K. Rencana Keperawatan

RENCANA KEPERAWATAN
NO DIANGOSA KEPERAWATAN DAN
TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC) DX KOLABORASI
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d mudah, tidak ada pursed lips) pasien untuk istirahat dan napas
Ketidakmampuan keluarga  Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak dalam setelah kateter dikeluarkan
merawat anggota keluarga yang merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dari nasotrakeal  Monitor status
mengalami dalam rentang normal, tidak ada suara nafas oksigen pasien  Ajarkan keluarga
gangguan kesehatan abnormal) bagaimana cara melakukan suksion
NOC :  Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor  Hentikan suksion dan
 Respiratory status : Ventilation yang dapat menghambat jalan nafas berikan oksigen
 Respiratory status : Airway patency  NIC : apabila pasien
Aspiration Control Airway suction  Auskultasi suara nafas sebelum dan menunjukkan bradikardi,
sesudah suctioning.  Informasikan pada klien dan peningkatan saturasi O2, dll.
Kriteria Hasil : keluarga tentang suctioning  Minta klien nafas dalam Airway Management
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara sebelum suction dilakukan.
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu  Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas memfasilitasi suksion nasotrakeal  Gunakan alat
dengan yang steril sitiap melakukan tindakan  Anjurkan
Buka jalan nafas, guanakan
teknik chin lift atau jaw thrust bila
perlu
Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
 Beratbadan ideal sesuai
dengan tinggi badan
 Mampumengidentifikasi  Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
kebutuhan nutrisi  Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
 Tidk ada tanda tanda nutrisi yang
malnutrisi  Menunjukkan dibutuhkan
peningkatan fungsi
pengecapan dari menelan Nutrition Monitoring
 Tidak terjadi penurunan berat  BB pasien dalam batas normal  Monitor adanya
badan yang berarti penurunan berat badan
 Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin  Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
C dilakukan  Monitor interaksi anak atau orangtua
 Berikan substansi gula  Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi selama makan  Monitor lingkungan selama makan 
serat untuk mencegah konstipasi  Berikan makanan yang terpilih ( sudah Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam
dikonsultasikan dengan makan
ahli gizi)
 Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.  Monitor
jumlah nutrisi dan kandungan kalori
 Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
 Monitor mual dan muntah
hilangnya kehangatan tubuh
 Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat panas
 Diskusikan tentang pentingnya
pengaturan suhu dan kemungkinan
efek negatif dari kedinginan
5 Cemas pada keluarga berhubungan dengan tegang  Jelaskan semua prosedur dan apa
Ketidaktahuan keluarga mengenal masalah  Mengungkapkan cemas berkurang yang dirasakan selama prosedur
kesehatan  TTV dbn  Temani pasien untuk
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x TD = 110-130/ 70-80 mmHg memberikan keamanan dan
24 jam, cemas pasien berkurang dengan kriteria RR = 14 – 24 x/ menit N mengurangi takut
hasil:  Anxiety Control = 60 -100 x/ menit  Berikan informasi faktual
 Coping  Vital Sign Status S = 365 – 375 0C mengenai diagnosis, tindakan
 Menunjukan teknik untuk mengontrol cemas Anxiety Reduction prognosis
teknik nafas dalam  Gunakan pendekatan yang menenangkan   Dorong keluarga untuk
 Postur tubuh pasien rileks dan ekspresi wajah Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien menemani anak  Lakukan back /
tidak neck rub
6 Resiko infeksi b/d Ketidakmampuan perhatian  Identifikasi tingkat  Instruksikan
keluarga mengenal masalah kesehatan kecemasan  Bantu pasien pasien
NOC : mengenal situasi yang menggunakan teknik relaksasi 
 Immune Status menimbulkan kecemasan Barikan obat untuk mengurangi
 Knowledge : Infection control  Dorong pasien untuk kecemasan NIC : Infection
 Risk control mengungkapkan Control (Kontrol infeksi)
 Dengarkan dengan penuh perasaan, Bersihkan lingkungan setelah
ketakutan, persepsi
Kriteria Hasil :dipakai pasien lain
 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi Pertahankan teknik isolasi
 Menunjukkan kemampuan untuk mencegah Batasi pengunjung bila perlu
timbulnya infeksi Instruksikan pada pengunjung  Jumlah leukosit dalam batas
normaluntuk mencuci tangan saat
 Menunjukkan perilaku hidup sehatberkunjung dan setelah berkunjung
meninggalkan pasien
• Gunakan sabun antimikrobia
untuk cuci tangan
• Cuci tangan setiap sebelum dan
sesudah tindakan kperawtan
• Gunakan baju, sarung tangan
sebagai alat pelindung
• Pertahankan lingkungan aseptik
selama pemasangan alat
• Ganti letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum
• Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
• Tingktkan intake nutrisi
• Berikan terapi antibiotik bila
perlu
Infection Protection (proteksi
terhadap infeksi)
• Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
• Monitor hitung granulosit,
WBC
Monitor kerentanan terhadap
infeksi
Batasi pengunjung
Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
Partahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
Pertahankan teknik isolasi k/p
Berikan perawatan kuliat pada
area epidema
Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
Ispeksi kondisi luka / insisi
bedah
Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai resep
Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
Ajarkan cara menghindari
infeksi
Laporkan kecurigaan infeksi
Laporkan kultur positif
Patofisiologi Marasmus
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Ciri-Ciri Kurang Gizi. Diakses 15 Desember 2008: Portal Kesehatan Online
Anonim. 2008. Kalori Tinggi Untuk Gizi Buruk. Diakses 15 Desember 2008: Republika
Online.
Nency, Y. 2005. Gizi Buruk, Ancaman Generasi Yang Hilang. Inpvasi Edisi Vol. 5/XVII/
November 2005: Inovasi Online
Notoatmojo, S. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cetakan Ke-2.
Jakarta: Rineka Cipta
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika

Anda mungkin juga menyukai