Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN GIZI BURUK PADA

ANAK
RUANG ALEXANDRIA RSUD DR.MOCH.ANSHARI SHALEH BANJARMASIN

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas


Individu Program Profesi Ners
Stase Keperawatan Anak

DI SUSUN OLEH

RIA.K.HUTAPEA,S.Kep

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) CAHAYA BANGSA
BANJARMASIN
2017
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN GIZI BURUK PADA
ANAK

DI SUSUN OLEH :

NAMA : RIA.K.HUTAPEA, S.Kep

NIM :

Banjarmasin, Maret 2017

Mengetahui,

Pembimbing Akademik/Mentor Pembimbing Lahan/Perseptor

( Adisurya Saputra,S.Kep.,Ns ) ( Handoko,S.Kep.,Ns )


A. Pengertian
Kwashiorkor adalah MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi protein.
Penyakit kwashiorkor pada umumnya terjadi pada anak dari keluarga dengan status
sosial ekonomi yang rendah karena tidak mampu menyediakan makanan yang cukup
mengandung protein hewani seperti daging, telur, hati, susu dan sebagainya. Makanan
sumber protein sebenarnya dapat dipenuhi dari protein nabati dalam kacang-kacangan
tetapi karena kurangnya pengetahuan orang tua, anak dapat menderita defisiensi
protein.
Marasmus adalah MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi makanan sumber
energi (kalori), dapat terjadi bersama atau tanpa disertai defsiensi protein. Bila
kekurangan sumber kalori dan protein terjadi bersama dalam waktu yang cukup lama
maka anak dapat berlanjut ke dalam status marasmik kwashiorkor.

B. Patofisiologi
1. Marasmus
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori,
protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Dalam keadaan kekurangan
makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi
kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan
karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh
jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk
menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat
terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam
dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah menjadi karbohidrat di
hepar dan ginjal. Selama puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak,
gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton
bodies sebagai sumber energy. Jika kekurangan makanan ini berjalan menahun,
tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-
kira kehilangan separuh dari tubuh.
2. Kwashiorkor
Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat
berlebih, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam
dietnya. Kelainan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel
yang menyebabkan edema dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam
diet, akan terjadi kekurangan berbagai asam amino esensial dalam serum yang
diperlukan untuk sintesis dan metabolisme. Selama diet mengandung cukup KH,
maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino dalam serum
yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke jaringan otot. Makin
berkurangnya asam amino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya
produksi albumin hepar, yang berakibat timbulnya edema. Perlemakan hati terjadi
karena gangguan pembentukan beta-lipoprotein, sehingga transport lemak dari
hati ke depot terganggu, dengan akibat terjadinya penimbunan lemak di hati.

C. Klasifikasi
Untuk kepentingan praktis di klinik maupun di lapangan klasifikasi MEP
ditetapkan dengan patokan perbandingan berat badan terhadap umur anak sebagai
berikut:
1. Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan)
2. Berat badan 60-80% standar dengan edema : kwashiorkor (MEP berat)
3. Berat badan <60% style=""> : marasmus (MEP berat)
4. Berat badan <60% style=""> : marasmik kwashiorkor (MEP berat)

D. Etiologi / Faktor Predisposisi dan Presipitasi


1. Marasmus
Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi
karena: diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang
hubungan dengan orangtua-anak terganggu, karena kelainan metabolik, atau
malformasi kongenital (Nelson,1999).
Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai
pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya
atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit
lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung,
malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan
pada saraf pusat.
2. Kwashiorkor
Kwashiorkor disebabkan karena penyerapan protein terganggu, seperti pada
diare kronik, kehilangan protein abnormal pada proteinuria (nefrosis), infeksi,
perdarahan atau luka bakar, dan gagal mensintesis protein, seperti pada penyakit
hati kronik.

E. Manifestasi Klinik / Tanda dan Gejala


Manifestasi klinik antara Marasmus dan Kwashiorkor sebenarnya berbeda walaupun
dapat terjadi bersama-sama.
 Manifestasi Klinik Kwashiorkor
Pertumbuhan terganggu (berat badan dan tinggi badan kurang dari standar).
Perkiraan Berat Badan (Kg)
 Lahir 3,25
 23-12 bulan (bln + 9)/2
 1-6 tahun (thn x 2) + 8
 6-12 tahun {(thn x 7) – 5}/2 (Soetjiningsih, 1995).
Perkiraan Tinggi Badan (Cm)
 1 tahun 1,5 x TB lahir
 4 tahun 2 x TB lahir
 6 tahun 1,5 x TB 1 thn
 13 tahun 3 x TB lahir
 Dewasa 3,5 x TB lahir = 2 x TB 2
thn Perubahan mental (cengeng atau
apatis)
Pada sebagian besar anak ditemukan edema ringan sampai berat
Gejala gastrointestinal (anoreksia, diare)
Gangguan pertumbuhan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang
dan mudah dicabut)
Kulit kering, bersisik, hiperpigmentasi dan sering ditemukan gambaran crazy
pavement dermatosis.
Pembesaran hati (kadang sampai batas setinggi pusat, teraba kenyal, licin
dengan batas yang tegas)
Anemia akibat gangguan eritropoesis.
Pada pemeriksaan kimia darah ditemukan hipoalbuminemia dengan kadar
globulin normal, kadar kolesterol serum rendah.
Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, sering disertai tanda fibrosis, nekrosis
dan infiltrasi sel mononukleus.
Hasil autopsi pasien kwashiorkor yang berat menunjukkan terjadinya
perubahan degeneratif pada semua organ (degenerasi otot jantung, atrofi fili
usus, osteoporosis dan sebagainya).
 Manifestasi Klinik Marasmus:
Pertumbuhan berkurang atau terhenti, otot-otot atrofi
Perubahan mental (cengeng, sering terbangun tengah malam)
Sering diare, warna hijau tua, terdiri dari lendir dengan sedikit tinja.
Turgor kulit menurn, tampak keriput karena kehilangan jaringan lemak bawah
kulit
Pada keadaan marasmik yang berat, lemak pipi juga hilang sehingga wajah
tampak lebih tua, tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol
Vena superfisial tampak lebih jelas
Perut membuncit dengan gambaran usus yang jelas.

F. KOMPLIKASI
Komplikasi Gizi Buruk
1. Hipotemi
2. Hipoglikemi.
3. Infeksi
4. Diare dan Dehidrasi
5. Syok

G. Pemeriksaan Penunjang
Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut
pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi (Supariasa, 2002). Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan
adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U),
dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).
a) Indeks berat badan menurut umur (BB/U)
Merupakan pengukuran antropometri yang sering digunakan sebagai indikator
dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan dan keseimbangan antara
intake dan kebutuhan gizi terjamin. Berat badan memberikan gambaran tentang
massa tubuh (otot dan lemak). Massa tubuh sangat sensitif terhadap
perubahan keadaan yang mendadak, misalnya terserang infeksi, kurang nafsu
makan dan menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. BB/U lebih
menggambarkan status gizi sekarang. Berat badan yang bersifat labil,
menyebabkan indeks ini lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini
(Current Nutritional Status)

b) Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U)


Indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga
lebih erat kaitannya dengan status ekonomi (Beaton dan Bengoa (1973) dalam.
c) Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam
keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan
tinggi badan dengan kecepatan tertentu (Supariasa,dkk 2002).
d) Melakukan pemeriksaan darah untuk melihat ketidaknormalan Melakukan
pemeriksaan X-Ray untuk memeriksa apakah ada kelainan pada tulang dan organ
tubuh lain Memeriksa penyakit atau kondisi lain yang dapat menyebabkan
terjadinya gizi buruk.

H. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


1) Ibu memberikan aneka ragam makanan dalam porsi kecil dan sering kepada
anak sesuai kebutuhan dan petunjuk cara pemberian makanan dari rumah
sakit/dokter/puskesmas.
2) Bila balita dirawat, perhatikan makanan yang diberikan lalu, teruskan di
rumah
3) Berikan hanya ASI, bila bayi berumur kurang dari 4 bulan.
4) Usahakan disapih setelah berumur 2 tahun
5) Berikan makanan pendamping ASI (bubur, buah-buahan, biskuit, dsb.) bagi
bayi di atas 4 bulan dan berikan bertahap sesuai umur.
6) Pengobatan awal (terutama: untuk mengatasi keadaan yang mengancam jiwa)
7) Pengobatan/pencegahan terhadap hipoglikemia, hipotermia, dehidrasi, dan
pemulihan ketidakseimbangan elektrolit
8) Pencegahan (jika ada) ancaman atau perkembangan renjatan septik
9) Pengobatan infeksi
10) Pemberian makanan
11) Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain seperti kekurangan vitamin,
anemia berat, dan payah jantung
12) Rehabilitasi (terutama: untuk memulihkan keadaan gizi.
I. Rencana Asuhan Keperawatan / Data yang perlu dikaji
1. Pengkajian
a. Riwayat Keluhan Utama
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan
pertumbuhan (berat badan semakin lama semakin turun), bengkak pada
tungkai, sering diare dan keluhan lain yang menunjukkan terjadinya gangguan
kekurangan gizi.
b. Riwayat Keperawatan Sekarang
Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan
pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang,
imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual,
interaksi dan lain-lain. Data fokus yang perlu dikaji dalam hal ini adalah
riwayat pemenuhan kebutuhan nutrisi anak (riwayat kekurangan protein dan
kalori dalam waktu relatif lama).
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan
komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan
angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi
kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.
d. Pemeriksaan Fisik
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan
komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan
angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi
kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.Pengkajian
secara umum dilakukan dengan metode head to too yang meliputi: keadaan
umum dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan wajah, dada,
abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria.
Fokus pengkajian pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah
pengukuran antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan atas dan
tebal lipatan kulit). Tanda dan gejala yang mungkin didapatkan adalah:
e. Penurunan ukuran antropometri
f. Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah
dicabut)
g. Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema palpebra
h. Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi, retraksi otot
intercostal)
i. Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat meningkat bila
terjadi diare.
j. Edema tungkai
k. Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement dermatosis
terutama pada bagian tubuh yang sering tertekan (bokong, fosa popliteal, lulut,
ruas jari kaki, paha dan lipat paha)
l. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis
normositik normokrom karenaadanya gangguan sistem eritropoesis akibat
hipoplasia kronis sum-sum tulang di samping karena asupan zat besi yang
kurang dalam makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Selain itu
dapat ditemukan kadar albumin serum yang menurun. Pemeriksaan radiologis
juga perlu dilakukan untuk menemukan adanya kelainan pada paru.

J. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d Ketidakmampuan keluarga merawat anggota
keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Ketidakmampuan
keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
3. Tidak efektifnya termoregulasi b.d Ketidaktahuan keluarga mengenal masalah
kesehatan.
4. Resiko gangguan integritas kulit b.d Ketidaktahuan keluarga mengenal masalah
kesehatan
5. Cemas pada keluarga berhubungan dengan Ketidaktahuan keluarga mengenal
masalah kesehatan.
6. Resiko infeksi b/d Ketidaktahuan keluarga mengenal masalah kesehatan
K. Rencana Keperawatan

RENCANA KEPERAWATAN
NO DIANGOSA KEPERAWATAN DAN
DX KOLABORASI TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d NOC : NIC :
Ketidakmampuan keluarga merawat  Respiratory status : Ventilation Airway suction
anggota keluarga yang mengalami  Respiratory status : Airway patency  Auskultasi suara nafas sebelum
gangguan kesehatan  Aspiration Control dan sesudah suctioning.
 Informasikan pada klien dan
Kriteria Hasil : keluarga tentang suctioning
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas  Minta klien nafas dalam sebelum
yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu suction dilakukan.
mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan  Berikan O2 dengan
mudah, tidak ada pursed lips) menggunakan nasal untuk
 Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak memfasilitasi suksion nasotrakeal
merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan  Gunakan alat yang steril sitiap
dalam rentang normal, tidak ada suara nafas melakukan tindakan
abnormal)  Anjurkan pasien untuk istirahat
 Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor dan napas dalam setelah kateter
yang dapat menghambat jalan nafas dikeluarkan dari nasotrakeal
 Monitor status oksigen pasien
 Ajarkan keluarga bagaimana cara
melakukan suksion
 Hentikan suksion dan berikan
oksigen apabila pasien
menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.
Airway Management
 Buka jalan nafas, guanakan
teknik chin lift atau jaw thrust bila
perlu
 Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
 Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan
 Pasang mayo bila perlu
 Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
 Keluarkan sekret dengan batuk
atau suction
 Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
 Lakukan suction pada mayo
 Kolaborasikan pemberian
bronkodilator bila perlu
 Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
 Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status
O2
2 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari NOC : NIC :
kebutuhan tubuh b/d Ketidakmampuan  Nutritional Status : Nutrition Management
keluarga merawat anggota keluarga yang  Nutritional Status : food and Fluid Intake  Kaji adanya alergi makanan
mengalami gangguan kesehatan  Nutritional Status : nutrient Intake  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
 Weight control menentukan jumlah kalori dan
Kriteria Hasil : nutrisi yang dibutuhkan pasien.
 Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan  Anjurkan pasien untuk
tujuan meningkatkan intake Fe
 Beratbadan ideal sesuai dengan tinggi badan  Anjurkan pasien untuk
 Mampumengidentifikasi kebutuhan nutrisi meningkatkan protein dan vitamin
 Tidk ada tanda tanda malnutrisi C
 Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari  Berikan substansi gula
menelan  Yakinkan diet yang dimakan
 Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
 Berikan makanan yang terpilih
( sudah dikonsultasikan dengan
ahli gizi)
 Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan harian.
 Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
 Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
 Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan

Nutrition Monitoring
 BB pasien dalam batas normal
 Monitor adanya penurunan berat
badan
 Monitor tipe dan jumlah aktivitas
yang biasa dilakukan
 Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
 Monitor lingkungan selama
makan
 Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam makan
 Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
 Monitor mual dan muntah
 Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
 Monitor makanan kesukaan
 Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
 Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
 Monitor kalori dan intake nuntrisi
 Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas
oral.
 Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
3 Tidak efektifnya termoregulasi b.d NOC : NIC :
Ketidaktahuan keluarga mengenal masalah  Hydration Temperature Regulation
kesehatan  Adherence Behavior (pengaturan suhu)
 Immune Status  Monitor suhu minimal tiap 2 jam
 Infection status  Rencanakan monitoring suhu
 Risk control secara kontinyu
Risk detection  Monitor TD, nadi, dan RR
 Monitor warna dan suhu kulit
 Monitor tanda-tanda hipertermi
dan hipotermi
 Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
 Selimuti pasien untuk mencegah
hilangnya kehangatan tubuh
 Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat panas
 Diskusikan tentang pentingnya
pengaturan suhu dan kemungkinan
efek negatif dari kedinginan
 Beritahukan tentang indikasi
terjadinya keletihan dan
penanganan emergency yang
diperlukan
 Ajarkan indikasi dari hipotermi
dan penanganan yang diperlukan
 Berikan anti piretik jika perlu
4 Resiko gangguan integritas kulit b.d NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous NIC : Pressure Management
Ketidaktahuan keluarga mengenal masalah Membranes  Anjurkan pasien untuk
kesehatan Kriteria Hasil : menggunakan pakaian yang
 Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan longgar
(sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)  Hindari kerutan padaa tempat
 Tidak ada luka/lesi pada kulit tidur
 Perfusi jaringan baik  Jaga kebersihan kulit agar tetap
 Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan bersih dan kering
kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang  Mobilisasi pasien (ubah posisi
 Mampu melindungi kulit dan mempertahankan pasien) setiap dua jam sekali
kelembaban kulit dan perawatan alami  Monitor kulit akan adanya
kemerahan
 Oleskan lotion atau minyak/baby
oil pada derah yang tertekan
 Monitor aktivitas dan mobilisasi
pasien
 Monitor status nutrisi pasien
 Memandikan pasien dengan
sabun dan air hangat
5 Cemas pada keluarga berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x Anxiety Reduction
Ketidaktahuan keluarga mengenal masalah 24 jam, cemas pasien berkurang dengan kriteria  Gunakan pendekatan yang
kesehatan hasil: menenangkan
 Anxiety Control  Nyatakan dengan jelas harapan
 Coping terhadap pelaku pasien
 Vital Sign Status  Jelaskan semua prosedur dan apa
 Menunjukan teknik untuk mengontrol cemas  yang dirasakan selama prosedur
teknik nafas dalam  Temani pasien untuk
 Postur tubuh pasien rileks dan ekspresi wajah tidak memberikan keamanan dan
tegang mengurangi takut
 Mengungkapkan cemas berkurang  Berikan informasi faktual
 TTV dbn mengenai diagnosis, tindakan
TD = 110-130/ 70-80 mmHg prognosis
RR = 14 – 24 x/ menit  Dorong keluarga untuk
N = 60 -100 x/ menit menemani anak
S = 365 – 375 0C  Lakukan back / neck rub
 Dengarkan dengan penuh
perhatian
 Identifikasi tingkat kecemasan
 Bantu pasien mengenal situasi
yang menimbulkan kecemasan
 Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
 Instruksikan pasien
menggunakan teknik relaksasi
 Barikan obat untuk mengurangi
kecemasan
6 Resiko infeksi b/d Ketidakmampuan NOC : NIC :
keluarga mengenal masalah kesehatan  Immune Status Infection Control (Kontrol
 Knowledge : Infection control infeksi)
 Risk control  Bersihkan lingkungan setelah
Kriteria Hasil : dipakai pasien lain
 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi  Pertahankan teknik isolasi
 Menunjukkan kemampuan untuk mencegah  Batasi pengunjung bila perlu
timbulnya infeksi  Instruksikan pada pengunjung
 Jumlah leukosit dalam batas normal untuk mencuci tangan saat
 Menunjukkan perilaku hidup sehat berkunjung dan setelah berkunjung
meninggalkan pasien
 Gunakan sabun antimikrobia
untuk cuci tangan
 Cuci tangan setiap sebelum
dan sesudah tindakan kperawtan
 Gunakan baju, sarung tangan
sebagai alat pelindung
 Pertahankan lingkungan
aseptik selama pemasangan alat
 Ganti letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai dengan
petunjuk umum
 Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi kandung
kencing
 Tingktkan intake nutrisi
 Berikan terapi antibiotik bila
perlu

Infection Protection (proteksi


terhadap infeksi)
 Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
 Monitor hitung granulosit,
WBC
 Monitor kerentanan terhadap
infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
 Partahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
 Pertahankan teknik isolasi k/p
 Berikan perawatan kuliat pada
area epidema
 Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Ispeksi kondisi luka / insisi
bedah
 Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai resep
 Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindari
infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur positif
Patofisiologi Marasmus

Faktor Psikologis, Perubahan Gangguan GI Faktor social ekonomi


respon Imun (Infeksi), (malabsorbsi),penyakit (kemiskinan, bencana)
neoplasma

Ketidakadekuatan
Kehilangan Nutrien meningkat (Kalori-Protein)
Peningkatan pemberian ASI

kebutuhan kalori-protein Intake nutrisi kurang

Intake kalori-protein kurang

Marasmus

Penurunan massa otot, Ketidakseimbangan nutrisi Asupan cairan tidak Resiko tinggi
cepat letih, kurang dari kebutuhan seimbang dengan infeksi
kebutuhan tubuh
Gangguan Pertumbuhan dan perkembangan
Intoleransi aktivitas Resiko ketidakseimbangan volume cairan
Diare

Kehilanganpenyimpanan
jaringan dan kapasitas Gangguancairantidak dapat di koreksi
fungsional

Kehilangan fungsi homeostasis


Resiko syok hipovolemik

Pemakaian jaringan lemak untuk homeostasis tubuh


Kematian

Jaringan lemak subkutan menipis

Resiko kerusakan integritas kulit


PATOFISIOLOGI KWARSHIOKOR Lingkungan Bersih <<

omi rendah, kurang pengetahuan, dukungan system social yang tidak memadai
Sering sakit

Nafsu makan menurun

Intake nutrisi tidak adekuat

Defisiensi Protein

Defisiensi Asam Amino Esensial

Defisiensi protein pada rambut


Protein Plasma HipoproteineGangguan
mia Pertumbuhan Fisik
Asam amino
Ganguan
otak Sintesis D
(Hipoalbumin emia)

Massa otot menurun

BB menurun Perubahan mentalHb menurun


Rambut Tekanan
merah, osmotic
kering, Tubuh kurus dan plasma
menipis, menurun Apatis Anemia Gizi
mudah rontok

Merembes Merembes ke rongga peritoneum


Merembes ke ruang interstisiel
ke rongga
usus

Feses cair
Ascites

Diare
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Ciri-Ciri Kurang Gizi. Diakses 15 Desember 2008: Portal Kesehatan Online
Anonim. 2008. Kalori Tinggi Untuk Gizi Buruk. Diakses 15 Desember 2008: Republika
Online.
Nency, Y. 2005. Gizi Buruk, Ancaman Generasi Yang Hilang. Inpvasi Edisi Vol. 5/XVII/
November 2005: Inovasi Online
Notoatmojo, S. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cetakan Ke-2.
Jakarta: Rineka Cipta
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika

Anda mungkin juga menyukai