Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN GANGGUAN

PEMENUHAN NUTRISI
“ MALNUTRISI ENERGI PROTEIN”

TINGKAT II A
KELOMPOK 2:
LISTA K. AHADIN
IGNES MONICA
KEYSA
HARTATI BAGUNA
SITI RAMLA
SARIFA

AKADEMIK KEPERAWATAN JUSTITIA PALU


DIII KEPERAWATAN
2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini “ ANAK DENGAN GANGGUAN
PEMENUHAN NUTRISI DAN MEP” Dalam penyusunan makalah ini, kami mendapatkan banyak
ilmu dan pengetahuan baru. Pengetahuan ini akan sangat berguna bagi saya sebagai
mahasiswa dan juga bagi pembaca yang ingin memperluas pengetahuan mengenai sratifikasi
sosial Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan dan kesalahan, oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan di masa
depan. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah
ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat menjadi sumbangan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan ( keperawatan).

Pengertian
Hal penting yang perlu dipertanyakan ada apakah yang dimaksud dengan gizi
ugal kurang, ringan, atau sedang, apabila sifat dari segi konsumsi energi dan alusinya
Agar lebih mudah dipahami, harus mengerti dua pengertian men or kebutuhan energi
fisiologis (KEF) dan lukupan energi yang dianjurkan (KED) Maurul Viteri (1982),
KEF adalah jumlah eergi yang dianggap cukup untuk me muhi kebutuhan energi
minimal sesuai a dan jenis kelamin agar individu yang kesangkutan dapat melakukan
kegiatan engan Kebutuhan energi tergantung pada ukuran dan komposisi badan, serta
lim dan faktor ekologi lainnya Konsumsi bawah standar KEF. berarti berat badan stal
dapat dipertahankan dan penurunan egional akan tampak Golongan ini dapat
diidentifikasi sebagai gizi buruk Sementara itu. KED berarti banyaknya KEF
ditambah sejumlah energi ekstra yang diperlukan untuk melakukan kegiatan di tas
aktivitas ringan dan untuk menutup defisit energi yang mungkin terjadi akibat
gangguan tertentu. MEP merupakan keadaan ketidak
campan asupan protein dan kalori yang dibutuhkan oleh tubuh dikenal juga dengan
marasmus dan kwashiorkot MEP terjadi jika kebutuhan tubuh tethadap kalon, protein,
atau keduanya tidak lencukupi oleh diet.

1. Penyebab
Paling sedikit ada empat faktor vang melatarbelakangi MEP yaitu masalah
sosial, ekonomi, biologi, dan lingkungan Kemiskanan merupakan salah satu dari
banyak determinan sosial-ekonomi Kemis kinan merupakan sumber masalah
paling dasar sebagai penyebab ketidak tersediaan pangan, tempat tinggal yang
padat kumuh dan tidak sehat, serta ketidakmampuan mengakses fasilitas
kesehatan.
2. Klasifikasi
MEP dijumpai dalam bentuk kwashiorkor marasmus, dan bentuk campuran
(marasmik-kwashiorkor), Bentuk maramus terjadi akibat kekurangan gizi,
terutama energi atau kalori.
3. Maramus
Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyalat klinis yang menekankan
satu atau lebih tanda defisiensi protein dan kalert. Marasmus, satu bentuk maigizi
protein energiakibat kelaparan, ketika semua unsur diet kurang (Catzel & Roberts
1992) dapat terjadi pada semua usia, tetapi lebih banyak terjadi pada awal masa
bayi Marasmus berhubungan dengan kegagalan pemberian ASI dan perkembangan
saluran cerna Faktor psikologis ikut berperan seperti adanya penolakan ibu dan
penolakan yang berhubungan dengan anoreksia muntah dan ruminasi Marasmus
dapat disebabkan oleh dan disertai komplikasi berbagai penyakit, seperti untekst,
anomali saluran cema malabsorpsi, penyakit ginjal kronis, dan gangguan susunan
saraf pusat Malnutrial beral pada bayi sering ditemukan di daerah dengan makanan
tidak cukup informati teknik pemberian makanan yang tidak cukup, atan akibat
higiene yang buruk
4. Etiologi
Marasmus disebabkan oleh asupan kalori yang tidak memadai akibat diet
yang tidak cukup, kebiasaan makan tidak te pat (misalnya, hubungan antara orang
tua dengan anak terganggu atau tidak har- monis), kelainan metabolik, atau
malformas kongenital Gangguan berat setiap sistem tubuh dapat mengakibatkan
malnutrisi.
Malnutrisi protein disebabkan oleh asupan protein tidak cukup bernilai
biologis; penyerapan tidak cukup, terganggu oleh diare kronik; kehilangan protein
abnormal pada proteinuria (nefrosis), infeksi, per- darahan, atau luka bakar; dan
kegagalan sintesis protein (penyakit hati kronik)

6. Gambaran Klinis
Marasmus dimanifestasikan dengan ema- siasi, dan tinggi serta berat badan
kurang sehingga anak tampak kerdil Penderita juga tidak memiliki lemak subkutan
se- hingga kulit (khususnya sisi dalam paha) tergantung berlipat-lipat. Gelombang pe-
ristaltik mudah terlihat melalui dinding abdomen yang tipis. Protein serum sangat
kurang Biasanya penderita juga mengalami konstipasi Pada marasmus murni tidak
terdapat perubahan kulit, rambut, membran mukosa, dan tidak ada edema (Sacharin,
1996).
Gejala yang paling penting adalah pertum- buhan yang terganggu, dan berat
badan serta tinggi badan kurang bila dibandingkan dengan anak sehat (Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1985). Arisaman (2007)
menegas- kan tinggi badan dapat normal, dapat juga tidak karena bergantung pada
lamanya penyakit berlangsung dan riwayat gizi di masa lalu. Rambut kering, rapuh,
tidak mengilap, dan mudah dicabut dengan tidak menim- bulkan rasa sakit. Rambut
yang sebelumnya berombak berubah menjadi lurus, semen- tara pigmen rambut
berubah menjadi cokelat, merah, atau bahkan putih keku- ningan.

7. Manajemen
Pencegahan terhadap marasmus dapat dilakukan dengan baik bila penyebab
diketahui. Usaha-usaha tersebut memer- lukan sarana dan prasarana kesehatan yang
baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi. Menurut Lubis & Marsida
(2002), usaha yang dimaksud adalah:

1. Pemberian ASI sampai usia 2 tahun merupakan sumber energi yang paling baik
untuk bayi

2. Pemberian makanan tambahan yang bergizi pada usia 6 bulan ke atas

3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan


higiene personal

4. Pemberian imunisasi

5. Program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap

6. Penyuluhan atau pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat


merupakan usaha pencegahan jangka panjang
7. Surveilans yang teratur pada anak balita di daerah endemis kurang gizi dengan
penimbangan berat badan se tiap bulan.

Manejemen penderita marasmus yang dirawat di rumah sakit dilakukan


dengan beberapa tahap (Lubis & Marsida, 2002). Tahap awal, yaitu 24-48 jam
pertama me- rupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamatkan jiwa, antara
lain mengorek- si keadaan dehidrası atau asidosis dengan pemberian cairan intravena.
Cairan yang diberikan adalah larutan Darrow-Glucosa atau Ringer Lactat Dextrose
5%, Cairan diberikan sebanyak 200 ml/kgBB/han Mula-mula diberikan 60 ml/kgBB
pada 4-8 jam pertama. Kemudian, 140 ml susanya diberikan dalam 16-20 jam
berikutnya. Tahap kedua, yaitu penyesuaian.

Sebagian besar penderita tidak memerlukan koreksi cairan dan elektrolit,


sehingga da pat langsung dimulai dengan penyesuaian terhadap pemberian makanan.
Pada hari hari pertama, jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/kg
BB/hari atau rata rata 50 kalori/kg BB/hari, dengan protein 1-1,5 g/kg BB/hari,
Jumlah ini perlu di naikkan secara bertahap setiap 1-2 hari sehingga mencapai 150-
175 kalori/kgBB/ hari dengan protein 3-5g/kg BB/hari. Waktu yang diperlukan untuk
mencapai diet tinggi-kalori tinggi-protein ini lebih kurang 7-10 hari. Cairan diberikan
sebanyak 150 ml/kgBB/hari. Pemberian vitamin dan mi neral, yaitu vitamin A
sebanyak 200.000, iu per oral atau 100.000 iu IM pada hari pertama, kemudian pada
hari kedua diberikan 200.000 iu per oral. Vitamin A diberikan tanpa melihat ada
tidaknya gejala defisiensi vitamin A Mineral yang perlu ditambahkan adalah kalium,
sebanyak 1-2 Meq/kg BB/hari/IV atau dalam bentuk pre- parat oral 75-100 mg/kg
BB/hari dan magnesium, berupa MgSO, 50% 0,25 ml/ kgBB/hari atau magnesium
oral 30 mg/kg BB/hari Jenis makanan yang memenuhi syarat untuk penderita
malnutrisi berat adalah susu. Pada saat memilih jenis makanan, perlu diperhatikan
berat badan penderita, dengan rekomendasi pedoman berat badan kurang dari 7 kg
diberikan makanan untuk bayi dengan makanan utama adalah susu formula atau susu
yang dimodifikasi, secara bertahap ditambahkan makanan lumat dan makanan lunak
Sementara itu, untuk penderita dengan berat badan di atas 7 kg diberikan makanan
untuk anak di atas 1 tahun, dalam bentuk makanan cair, ke- mudian makanan lunak
dan makanan padat.
Penderita marasmus sering mengidap leksi sehingga perlu mendapat antibiotik
Obat pilihan yang dipakai adalah prokain penisilin atau gabungan penisilin dan
streptomisin. Kemungkinan hipoglikemi juga harus dipantau sehingga anak dila
kukan pemeriksaan dengan destruatis Bila kadar gula darah kurang dan 40%,
diberikan terapi 1-2 ml glukosa 49%/kgBB/ IV. Sementara itu, hipotermi dapat
diatasi dengan penggunaan selimut atau tidur dengan ibunya Penderita juga dapat
diberikan botol panas atau makanan secara sering, setiap dua jam.
Untuk memantau penderita, dapat dila kukan dengan menimbang berat badan,
dan mengukur tinggi badan serta tebal lemak subkutan Pada minggu pertama, sering
belum dijumpai kenaikan berat badan Setelah tercapai penyesuaian, ke naikan berat
badan baru tampak. Penderita boleh dipulangkan bila terjadi kenaikan berat badan
sampai kira-kira 90% ва normal menurut usia, bila nafsu makannya telah kembali,
dan infeksi telah teratasi.
Bila nafsu makan penderita telah kembali, biasakan untuk memberi makan
biasa seperti yang biasa dikonsumsi sehari- hari. Kebutuhan kalori anak menjadi nor
mal kembali karena tubuhnya telah menyesuaikan diri kembali. Orang tua perlu
diberi pendidikan kesehatan tentang pemberian makan, terutama mengenai pemilihan
bahan makanan dan pengolahannya, yang sesuai dengan kemampuan daya beli.

8. Kwashiokor
Kwashiorkor merupakan bentuk parah malgizi protein-energi, yang ditandai
dengan defisiensi asam amino esensial dan asupan kalori yang adekuat yang terutama
diberikan oleh pati (Catzel & Roberts, 1992). Kwashiorkor terutama disebabkan oleh
kekurangan zat protein. Kondisi ini digambarkan dengan gagal tumbuh, edema,
apatis, anoreksia, muntah dan diare, dan perubahan pada kulit rambut serta membran
mukosa.
Kwashiorkor hampir tidak ditemukan pada bayi yang mendapat ASI, tetapi
lazim terjadi pada bayi yang telah disapih dengan makanan tinggi karbohidrat rendah
protein. Kwashiorkor terutama terjadi antara usia 4 bulan dan 2 tahun, kadang-kadang
lebih lambat.

PRINSIP PENGOBATAN DAN MANAJEMEN PERAWATAN


MEP tampak berperan pada siklus diare yang sulit diatasi pada masa bayi,
melalui gangguan kapasitas fungsional usus, gang- guan fungsi imun, atau
perkembangan bakteri di usus halus yang berlebihan. Oleh sebab itu, prinsip terapi
adalah dengan pemberian larutan rehidrasi oral untuk menggantikan elektrolit yang
hilang, pemberian antibiotik dan antidiare, dan pemberian ASI atau pemberian nutrisi
yang adekuat bagi anak yang sudah disapih. Menurut Wong (1997), pemenuhan
kebutuhan fisik, seperti isti- rahat, pemenuhan kebutuhan aktivitas perseorangan, dan
pencegahan terhadap infeksi adalah hal terpenting. Manajeman perawatan umum
terdiri atas perawatan bokong, higiene oral, perawatan kulit, dan penanganan secara
lembut bila terdapat edema (Sacharin, 1996). Orang memerhatikan keberadaan
makanan dan biaya makanan.
Intake makanan inadekuat, penyediaan makanan kurang, gangguan penyerpan
makanan tidak cukup, faktor emosi, dan kelainan metabolisme tertentu.

MEP

Marasmus Kwashiorkor

Energi dibutuhkan
Defisiensi kalori tubuh berkurang Sintesis asam
amino esensial
berkurang
Gangguan pertumbuhan
Pembentukan
albumin di hati
berkurang

Edema

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK YANG MENGALAMI MEP

A. Pengkajian Keperawatan

Pada anak penderita kwashiorkor, dapat ditemukan gejala, seperti, muka sembap;
letargi; edema; rambut tipis, pirang, mudah dicabut; tampak anemia (ringan); dan
berat badan rendah. Sementara itu, anak penderita marasmus dapat ditemukan
tampak seperti orang tua, letargi, berat badan sangat rendah, tidak ada lemak di
bawah kulit, ubun-ubun cekung pada bayı, malaise, apatis, dan kelaparan.

Kaji kemungkinan asupan protein dan kalori di bawah kebutuhan anak.


Lakukan pemeriksaan antropometri (Gambar 11-5) pada penderita kwashiorkor
untuk menge- tahui berat badan dan tinggi badan karena biasanya anak
mengalami keterlambatan pertumbuhan, dengan jaringan otot mengecil, jaringan
subkutan tipis dan lembut, kulit bersisik, dan anemis. Hasil pemeriksaan
antropometri pada anak marasmus menunjukkan status gizi kurang, turgor kulit
buruk, kulit keriput, dan jaringan subkutan tidak ada. Kadar albumin juga rendah.

B. Diagnosa

1. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan


dengan nafsu makan yang menurun, gangguan pada saluran cerna, kurangnya
enzim yang diperlukan dalam pencernaan makanan, atrofi vili usus.

2. kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan penurunan kemampuan


proses penyerapan,berkembangbiaknya flora usus yang menimbulkan diare.

3. kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan tubuh kekurangan zat gizi(
kalori dan protein)

4. resiko inveksi yang berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh


( khususnya kekebalan seluler.

5. devisiensi pengetahuan yang berhubungan dengan kekurangan informasi


tentang penyediaan dan cara pemberian makanan bergizi seimbang kepada anak.

Sasaran: a. nutrisi seimbang, proses metabolisme dalam tubuh kembali normal.

b. Kekurangan volume cairan dapat diatasi ( hidarsi baik)

c. Kerusakan integritas kulit dapat d atasi.

d. Anak tidak mengalami infeksi

e. Pengetahuan pasien dan keluarga meningkat

C. Intervensi:
a. Lakukan pengaturan makanan dengan berbagai taha, salah satunya adalah
tahap penyesuaian yang diawali dengan pemberian kalori sebanyak 50
kal/kgBB/hari dalam cairan 200 ml/kgB/han (kwashiorio) dan 250
ml/kgBB/hari (marasmus).
b. Berikan makanan tinggi kalori (3-4 g/kgBB/hari) dan tinggi protein (160-
175 g/kgBB/hair) pada kasus kurang energi dan protein berat, dan berikan
mineral serta vitamin.
c. Bayi dengan berat badan kurang dari 7 kg, berikan susu rendah laktosa.
d. Bila berat badan lebih dari 7kg, pemberian makanan di mulai dengan
makanan bentuk cairan selama 1-2 hari, lanjutkan bentuk lunak, tim, dan
seterusnya, dan lakukan pemberian kalori mulai dari 50 ka/kgBB/hari.
e. Evaluasi terhadap pola makan, berat badan, tanda perubahan kebutuhan
nutrisi (turgor kulit, nafsu makan, kemampuan absorpsi, dan tanda-tanda
vital).
f. Berikan cairan tubuh yang adekuat melalui hidrasi, bila terjadi dehidrasi.
g. Pantau keseimbangan cairan tubuh dengan mengukur asupan dan haluaran
dengan mengukur berat jenis urine.
h.Pantau adanya kelebihan cairan dan perubahan status hidrasi.
i. Berikan penyuluhan kesehatan tentang makanan yang dianjurkan untuk
membantu proses penyerapan (tinggi kalori, tinggi protein, kandungan
vitamin dan mineral baik).
j. Bila disertai diare, rujuk pada manajemen anak yang mengalami diare
k. Pertahankan kulit tetap bersih dan kering, mandikan dua kali sehari dengan
air hangat, dan ganti pakaian yang kotor atau basah. b. Ubah posisi tidur
setiap 2-3 jam, bersihkan area yang mendapat penekanan dengan air hangat,
bila perlu gunakan matras lembut.
l. Beri suplemen vitamin. Beri penyuluhan agar tidak menggunakan sabun
mandi yang mengiritasi kulit.
m. Pantau integritas kulit setiap 6-8 jam sekali.
n. Terapkan kewaspadaan universal dalam setiap tindakan dengan mencuci
tangan, menjaga kebersihan, memerhatikan cara kontak dengan pasien, dan
menghindarkan pasien dan pengidap penyakit intekst b. Benkan imunisasi
lengkap pada anak yang belum mendapat imunisasi sesuai jadwal imunisas

o. Pantau tanda lanjut infeksi, seperti suhu, nadi, hitung leukosit, dan tanda
infeksi lain.
p. Berikan informasi kepada keluarga tentang cara pemenuhan kebutuhan
nutrisi bergizi seimbang.
q. Demonstrasikan atau beri contoh bahan makanan, cara memilih dan
memasak, berikan alternatif makanan pengganti dari protein hewani bila
dirasa mahal dengan protein nabati, seperti tempe ata makanan yang terbuat
dari kacang-kacangan.
r. Sarankan agar berperan aktif dalam kegiatan posyandu, agar status gizi anak
selalu terpantau, dan untuk memperoleh pemberian makanan tambahan di
posyandu.
D. IMLEMENTASI

1. Penilaian Status Gizi

-Melakukan pengukuran antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkar


lengan atas, dan tebal lemak tubuh) untuk mengetahui status gizi saat ini.

- Membandingkan pengukuran tersebut dengan standar pertumbuhan anak


sesuai usia dan jenis kelamin.

2. Identifikasi Masalah Gizi

- Wawancara diet total untuk mengetahui riwayat asupan makanan dan faktor
yang mempengaruhi.

- Pemeriksaan fisik untuk mengetahui tanda-tanda klinis defisiensi zat gizi.

- Pemeriksaan laboratorium (darah, urin, feses) bila diperlukan.

3. Diagnosa Gizi

- Menetapkan diagnosa berdasarkan data yang diperoleh, apakah gizi kurang,


gizi buruk, defisiensi vitamin/mineral tertentu, kelebihan gizi, dan lainnya.

4. Intervensi Gizi

- Memberikan edukasi gizi pada anak dan orangtua tentang gizi seimbang.

- Merencanakan terapi gizi medis nutrisi enteral/parenteral bila diperlukan.

- Memantau dan mengevaluasi efek intervensi serta melakukan penyesuaian


jika perlu.

5. Konseling dan Edukasi

- Melibatkan orangtua/pengasuh dalam perencanaan menu sehari-hari.

- Memberikan contoh menu sesuai kebutuhan gizi anak.

- Melakukan konseling rutin terkait pola makan dan minum sehat.

E. Evaluasi
kemajuan anak dengan gangguan pemenuhan nutrisi harus dilakukan secara teratur
oleh dokter atau ahli gizi untuk memantau perkembangan kesehatannya.Pertama-
tama, dokter atau ahli gizi akan mengevaluasi riwayat kesehatan anak, termasuk
makanan yang biasa dikonsumsi dan apakah ada kondisi medis yang mungkin
memengaruhi penyerapan nutrisi. Selain itu, dokter
juga akan melakukan pemeriksaan fisik untuk mengetahui apakah adanya tanda-tanda
kekurangan nutrisi seperti kulit kering, rambut rapuh, gigi berlubang, dan lambung
buncit.Selanjutnya, dokter atau ahli gizi juga dapat melakukan tes darah untuk
mengukur kadar nutrisi tertentu dalam tubuh anak, seperti zat besi, vitamin D, dan
vitamin B12. Setelah evaluasi
dilakukan dan hasil diperoleh, dokter atau ahli gizi dapat memberikan saran diet yang
tepat dan mungkin juga akan merekomendasikan suplemen atau terapi lainnya untuk
membantu anak mencapai kecukupan nutrisi yang dibutuhkan. Selain itu, orang tua
juga dapat memantau pola makan anak dan memastikan mereka mendapatkan
makanan yang seimbang dan bergizi setiap hari.

Daftar Pustaka

Sodikin M.KES.( 2009). Keperawatan Anak Gangguan Pencernaan.


Yogyakarta;Kesehatan Ibu Dan Anak-Kesehatan.

Bent, S., Bertoglio, K., Ashwood, P., Bostrom, A., & Hendren, R. L. (2011). A
Pilot Randomized Controlled Trial of Omega-3 Fatty Acids for Autism
Spectrum Disorder. Journal of autism and developmental disorders.

Pusponegoro, A. D. (2020). The Importance of Nutrition in Children with Special


Needs. Sari Pediatri, 21(3), 123-127.

Williams, K. E., Field, D. G., & Seiverling, L. (2010). Food refusal in children: a
review of the literature. Research in developmental disabilities, 31(3), 625-633.

Anda mungkin juga menyukai