Anda di halaman 1dari 63

LAPORAN PENDOKUMENTASIAN PRAKTIK KLINIK STASE KEPERAWATAN ANAK DENGAN

DIAGNOSA MEDIS DEMAM THYPOID DI RUANGAN

PINUS RSUD TORABELO PROVINSI SULAWESI TENGAH

15 Mei 2023 s/d 20 Mei 2023

DISUSUN OLEH

KELOMPOK I

MAHASISWA NERS

1. I WY WIDIARTA, S. Kep (2022032016)


2. NI MADE SUMIARTINI, S. Kep (2022032027)
3. NURYANI RAUF, S. Kep (2022032037)
4. NI LUH AYU SRIANI, S. Kep (2022032026)
5. SRI DEVY, S. Kep (2022032056)
6. ROBERT TANGKE, S. Kep (2022032044)
7. NOVLIN MALOMPA,S. Kep (2022031029)

PROGRAM STUDI NERS

UNIVERSITAS WIDYA NUSANTARA PALU

TA. 2023/2024
Di Persiapkan Dan Di Setujui Oleh Tim Penyusun Program Studi Ners

Profesi Ners Universitas Widya Nusantara Palu

STASE

KEPERAWATAN DASAR ANAK

Mengetahui :

CI Institusi Penanggung Jawab Stase

Ns. Ni Nyoman Elfiyunai S.Kep.,M.Kes Ns. Katrina Feby Lestari. S.Kep.,M.P.H


NIK : 20210901130 NIK : 20120901027

Koordinator Profesi Ners Ketua Program Studi Ners

i
Ns. Elin Hidayat, S.Kep.,M.Kep Ns. Yulta Kadang, S.Kep.,M.Kep
NIK.20230901156 NIK.20220901145
LEMBAR PENGESAHAN

Di Persiapkan Dan Di Setujui Oleh Tim Penyusun Program Studi Ners

Profesi Ners Universitas Widya Nusantara Palu

KEPERAWATAN DASAR ANAK

CI Lahan CI Institusi

Marwana Said, S.Kep.,Ns Ns. Ni Nyoman Elfiyunai S.Kep.,M.Kes


NIP : 199407202019082001 NIK : 20210901130

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah Nya sehingga

kami dapat menyelesaikan laporan seminar kasus yang berjudul ” DEMAM THYPOID

Diruangan Pinus RSUD TORABELO Provinsi Sulawesi Tengah”. Terimakasih atas

bimbingan dan arahan dari Pembimbing Institusi dan kepada Pembimbing lahan

sehingga kami dapat menyelesaikan laporan seminar kasus ini. Tentunya juga berkat

Kerjasama dari teman-teman kelompok di praktik stase Keperawatan Dasar Anak.

Kami menyadari bahwa laporan seminar kasus ini masih ada kekurangan dan

jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu kami mengharapkan saran dan masukan demi

penyempurnaan laporan ini. Semoga laporan seminar kasus ini dapat digunakan sebagai

bahan pembelajaran secara khusus dalam pemberian asuhan keperawatan pada klien

dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya profesi keperawatan.

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................................ii

KATA PENGANTAR………………………………………………………iii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………iv...........................................i

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1

1. Latar Belakang.....................................................................................1
2. Identifikasi Masalah.............................................................................2
3. Tujuan Penulisan.................................................................................2
4. Manfaat Penulisan..............................................................................2
5. Metode Penulisan...............................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI……………………………………………….. 3

1. Konsep Medis…………………………………………………… 3
a. Definisi ………....………………………………………….. 3
b. Anatomi Fisiologi………………………………………….. 4
c. Etiologi……………………………………………………… 7
d. Patofisiologi………………………………………………… 9
e. Pathway…………………………………………………….. 11
f. Manifestasi Klinis…………………………………………. 11
g. Komplikasi…………………………………………………. 12
h. Pemeriksaan Diagnostik…………………………………… 12
i. Penatalaksanaan…………………………………………… 16
j. Pencegahan…………………………………………………. 20

2. Konsep Asuhan Keperawatan...................................................................14


a. Pengkajian.........................................................................................21
b.Diagnosa Keperawatan......................................................................27
c. Intervensi Keperawatan....................................................................28

BAB III TINJAUAN KASUS............................................................................................33

A. Pengkajian...............................................................................................35
B. Pathway Keperawatan…………………………………………. 50............................
C. Diagnosa Keperawatan............................................................................51
D. Intervensi Keperawatan..........................................................................53
E. Implementasi Keperawatan.....................................................................54
F. Evaluasi....................................................................................................63
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................................79

A. Hasil.........................................................................................................79
B. Pembahasan ...........................................................................................79
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................................82
A. Kesimpulan ............................................................................................................82
B. Saran .....................................................................................................................82
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................83

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Demam tifoid merupakan suatu penyakit akut yang ditimbulkan oleh infeksi

bakteri salmonelle enterica serotype thypi. Penularan penyakit demam tifoid dapat

masuk dari mulut melalui minuman dan makanan yang sudah terkontaminasi.

Menurut World Health Organization memprediksi 11 hiingga 20 juta orang

sakit disebabkan demam tifoid dengan angka kematian sekitar 128.000 sampai denga

161.000 orang dalam setahun. Ancaman serius demam tifoid cenderung lebih rendah

pada komunitas yang tidak mempunyai akses air bersih dan hygine yang layak,tataran

masyarakat miskin serta kelompok usia dini lebih beresiko tinggi. Presentasi

morbiditas dan mortalitas penyakit demam tifoid di kawasan Asia mencapai lebih

dari 90%. Pertama kali selamam 16 tahun wabah tifoid di jepang dilaporkan sebanyak

3/7 pasien dari pengunjung restoran dan 4/7pasien adalah pekerja restoran. Resiko
penyakit demam tifoid paling tinggi terjadi di daerah dengan kebersihan yang cukup

rendah.

Demam tifoid masih umum terjadi di negara berkembang sebab

mempengaruhi sekitar 21,5 juta dalam setahun.penyakit demam tifoid di Indonesia

telah sampai pada tingkat prevalensi 358 hingga 810/100.000. kejadian kasus demam

tifoid di Jakarta tercatat sebanyak 182,5 kasus setiap harinya, dengan presntase 64%

infeksi demam tifoid dialami penderit berusia 3-19 tahun, di rawat inapmencapai 32%

lebih sering terjadi pada orang dewasa yang berusia ≥ 25 tahun, sedangkan kasus

kematian akibat infeksi demam tifoid sekitar 10,4% atau 5-19 kematian dalam sehari.

Penularan yang disebabkan oleh salmonella thypi di Indonesia belum

dilaporkan secara terperinci. Sementara di indonesia kasus demam thypoid setiap

tahunnya rata-rata mencapai 900.000 dan tidak kurang dari 200.000 yang mengalami

kematian.

2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas mka masalah dalam penulisan ini dapat di

rumuskan apa tinjauan teori dan tinjauan kasus dengan diagnose Demam Thypoid.

3. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui tinjauan teori dengan kasus diagnose Demam Thypoid.

4. Manfaat Penulisan

Hasil penulisan ini di harapkan dapat mermanfaat sebagai bahan masukan bagi

RSUD Torabelo Sigi Sulawesi Tengah, untuk dapat mengevaluasi penerapan Asuhan

Keperawatan pada pasien dengan diagnose Demam Thypoid.

5. Metode Penulisan

Dalam penulisan laporan seminar kasus ini, penulis menggunakan tehnik

pengumpulan data yaitu dengan wawancara langsung tehadap pasien dengan tehnik
anamneses baik pada pasien, keluarga, serta teman sejawat. Observasi dengan

melakukan pengamatan kepada pasien, studi kepustakaan dengan mempelajari buku-

buku yang berhubungan dengan asuhan keperawatan dengan diagnosis Demam

Thypoid.
BAB II
TINJAUAN TEORI
I. Konsep Medis
A. Defenisi

Demam typhoid dan demam paratifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus.

Demam paratifoid biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi klinis yang

sama atau menyebabkan enteritis akut. Sinonim demam tifoid dan demam paratifoid

adalah typhoid dan paratyphoid fever, enteric fever, thyphus dan paratyphus

abdominalis (Nursalam, 2019).

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus. Sinonim dari demam tifoid

adalah typhoid fever, enteric fever. Tifoid berasal dari bahasa Yunani yang berarti

smoke, karena terjadinya penguapan panas tubuh serta gangguan kesadaran

disebabkan demam yang tinggi (sodikin, 2019).

Demam tifoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah,

cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi

pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Sumber penularan penyakit

demam tifoid adalah penderita yang aktif, penderita dalam fase konvalesen, dan

kronik karier. Demam Tifoid juga dikenali dengan nama lain yaitu Typhus

Abdominalis. Demam tifoid adalah penyakit sistemik yang akut yang mempunyai

karakteritik demam, sakit kepala dan ketidakenakan abdomen berlangsung lebih

kurang 3 minggu yang juga disertai gejala-gejala perut pembesaran limpa dan erupsi

kulit. Demam tifoid (termasuk paratifoid) disebabkan oleh kuman salmonella typhi,

salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B dan salmonella paratyphi C. Jika

penyebabnya adalah salmonella paratyphi, gejalanya lebih ringan dibanding dengan

yang disebabkan oleh salmonella typhi (sodikin, 2019).


B. Anatomi Fisiologi

1. Fungsi Pencernaan

Fungsi pencernaan menurut Syaifuddin, Fungsi utama sistem pencernaan

adalah memindahkan zat nutrien (zat yang sudah dicerna), air dan garam berasal

dari zat makanan untuk didistribusikan ke sel-sel melalui sistem sirkulasi. Zat

makanan merupakan sumber energi bagi tubuh seperti ATP yang dibutuhkan sel-

sel untuk melaksanakan tugasnya. Agar makanan dapat dicerna secara optimal

dalam saluran pencernaan, maka saluran pencernaan harus mempunyai persediaan

air, elektrolit dan zat makanan yang terus menerus. Untuk ini dibutuhkan:

a. Pergerakkan makanan melalui saluran pencernaan

b. Sekresi getah pencernaan

c. Absorbsi hasil pencernaan, air dan elektrolit

d. Sirkulasi darah melalui organ gastrointestinal yang membawa zat yang

diabsorbsi.

e. Pengaturan semua fungsi oleh sistem saraf dan hormon.

2. Sistem Saluran Pencernaan

Saluran pencernaan makanan merupakan saluran yang menerima makanan

dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses

pencernaan (penguyahan, penelanan, dan pencampuran) dengan enzim dan zat

cair yang terbentang mulai dari mulut (oris) sampai anus. Susunan saluran

pencernaan terdiri dari:

a. Oris (mulut)

1) Mulut atau oris adalah pemulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2

bagian yaitu :
Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang antara gusi, gigi, bibir,

dan pipi.

2) Bagian rongga mulut bagian dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi

sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandibularis, di sebelah

belakang bersambung dengan faring. Selaput lendir mulut ditutupi,

epitelium yang berlapis-lapis, dibawahnya terletak kelenjar kelenjar halus

yang mengeluarkan lendir. Selaput ini kaya akan pembuluh darah dan juga

memuat banyak ujung akhir syaraf sensoris.

b. Di sebelah luar mulur ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh

selaput lendir (mukosa). Otot orbikularis oris menutupi bibir, levator anguli

oris mengangkat dan depresor anguli oris menekan ujung mulut. b. Palatum

terdiri atas 2 bagian yaitu :

1) Palatum durum (palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dan

sebelah depan tulang maksilaris dan lebih kebelakang terdiri dari 2 tulang

palatum.

2) Palatummole (palatum lunak) terletak dibelakang yang merupakan lipatan

menggantung yang bergerak, terdiri atas jaringan fibrosa dan selaput

lendir.

Gerakannya dikendalikan oleh mukosa yang mengandung papila,

otot yang terdapat pada pipi adalah otot buksinator. Didalam rongga mulut

terdapat geligi kelenjar ludah dan lidah.

c. Geligi ada dua macam yaitu :

1) Gigi sulung, mulai tumbuh pada anak-anak umur 6-7 bulan, lengkap pada

umur 2½ tahun jumlahnya adalah 20 buah tersebut juga gigi susu, terdiri
dari: 8 buah gigi seri (dens insivusi), 4 buah gigi taring (dens karinus) dan

8 buah gigi geraham (molare).

2) Gigi tetap (gigi permanen) tumbuh pada umur 6 12 tahun, jumlahnya 32

buah terdiri dari: 8 buah gigi seri (dens insisivus) 4 buah gigi taring (dens

karinus) 18 buah gigi geraham (molare, dan 12 buah gigi geraham

peremolare). Fungsi gigi terdiri dari: gigi seri untuk memotong makanan,

gigi taring gunanya untuk memutuskan makanan yang keras dan liat, dan

gigi geraham gunanya untuk mengunyah makanan yang sudah dipotong-

potong.

d. Lidah

Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir, kerja

otot ini dapat digerakkan ke seluruh arah. Lidah dibagi atas tiga bagian, radiks

lingua (pangkal lidah), dorsum lingua (punggung lidah), dan apeks lingua

(ujung lidah). Pada pangkal lidah yang belakang tedapat terdapat epiglotis,

yang berfungsi untuk menutup jalan nafas pada waktu kita menelan makanan,

supaya makanan jangan masuk ke jalan nafas.

Fungsi lidah yaitu mengaduk makanan, membentuk suara, sebagai alat

pengecap dan menelan, serta merasakan makanan. Kelenjar ludah merupakan

kelenjar yang mempunyai duktus yang bernama duktus wartoni dan duktus

stensoni. Kelenjar ludah ini ada yakni yaitu:

1) Kelenjar ludah yang bawah rahang (kelenjar submaksilaris), yang terdapat

di bawah tulang rahang atas pada bagian tengah.

2) Kelenjar ludah bawah lidah (kelenjar sublingualis) yang terdapat di

sebelah depan di bawah lidah.


e. Faring (tekak)

Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan

kerongkongan (esofagus). Didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel)

yaitu kumpulan kelenjar limpe yang banyak mengandung limfosit dan

merupakan pertahanan terhadap infeksi.

f. Esofagus (kerongkongan)

Esofagus merupakan saluran yang menghubungkan tekak lambung,

panjangnya 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak di bawah

lambung. Lapisan dari dalam ke luar: lapisan selaput lendir (mukosa), lapisan

submukosa, lapisan otot melingkar sirkuler, dan lapisan otot memanjang

longitudinal. Esofagus terletak di belakang trakea dan didepan tilang

punggung, setelah melalui toraks menembus diafragma masuk ke dalam

abdomen menyambung dengan lambung.

g. Ventrikulus (lambung)

Lambung atau gaster merupakan bagian dari saluran yang dapat

mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster. Lambung terdiri

dari bagian atas fundus uteri berhubungan dengan esofagus melalui orifisium

pilorik, terletak di bawah diafragma di depan pankreas dan limpa, menempel

di sebelah kiri fundus uteri. Bagian lambung terdiri dari:

1) Fundus ventrikuli, bagian yang menonjol ke atas terletak disebelah kiri

osteum kardium dan biasanya penuh berisi gas.

2) Korpus ventrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian

bawah kurvatura minor

3) Antrum pilorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot yang

tebal membentuk sfingter pilorus.


4) Kurvatura minor, tedapat di sebelah kanan lambung, terbentang dari

osteum kardiak sampai ke pilorus.

5) Kurvatura mayor, lebih panjang dari kurvatura minor, terbentang dari sisi

kiri osteum kardiak melalui fundus ventrikuli menuju ke kanan sampai ke

pilorus inferior. Ligamentum gastrolienalis terbentang dari bagian atas

kurvatura mayor sampai ke limpa.

6) Osteum kardiak, merupakan tempat esofagus bagian abdomen masuk ke

lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium pilorik. Fungsi lambung

meliputi: Menampung makanan, menghancurkan dan mengahaluskan

makanan oleh peristaltik lambung dan getah lambung. Getah cerna

lambung dihasilkan: Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam

amino (albumin dan pepton). Agar garam (HCL), fungsinya mengasamkan

makanan sebagai antiseptik dan disenfektan, dan membuat suasana asam

pada pepsinogen sehingga menjadi pepsin. Renin fungsinya, sebagai ragi

yang membekukan susu dan membentuk kasein dari karsinogen

(karsinogen dan protein susu). Lapisan lambung jumlahnya sedikit

memecah lemak menjadi asam lemak yang merangsang sekresi getah

lambung.

h. Usus Halus

Usus halus atau intestinum minor adalah bagian dari sistem pencernaan

makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada pada sekum

panjangnya 6 m, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan

dan absorbsi hasil pencernaan yang terdiri dari lapisan usus halus (lapisan

mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (M. Sirkuler), lapisan otot
memanjang (M. Longitudinal), lapisan serosa (sebelah luar) dan usus halus

terbagi menjadi 3 bagian yaitu:

1. Duodenum

Duodenum disebut juga usus 1 jari, panjangnya ±25 cm, berbentuk

sepatu kuda melengkung ke kiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas.

Pada bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lendir, yang berbukit

disebut papila vateri. Pada bagian papila vateri ini bermuara saluran

empedu (duktus koledokus) dan saluran pankreas pankreatikus). (duktus

wirsung/duktus Emepedu dibuat di hati untuk dikeluarkan ke duodenum

melalui duktus koledokus yang fungsinya mengemulsikan lemak, dengan

bantuan lipase. Pankreas juga menghasilkan amilase yang berfungsi

mencerna hidrat arang menjadi di sakarida, dan tripsin yang berfungsi

mencerna protein menjadi asam amino atau albumin dan polipeptida.

Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung

kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar kelenjar brunner, berfungsi untuk

memproduksi getah intestinum.

2. Jejenum dan ileum

Jejenum dan ilium mempunyai panjang sekitar 6 meter.Dua perlima

bagian atas adalah (jejenum) dengan panjang ±23 meter dan ilium panjang

4-5 m. Lekukan jejenum dan ilium melekat pada dindingabdomen

posterior dengan perantaraan lipatan peritonium yang berbentuk kipas

kenal sebagai mesenterium. Akar mesentrium memungkinkan keluar dan

masuknya cabang-cabang arteri dan vena mesentrika superior, pembuluh

limfe dan saraf ke ruang antara 2 lapisan peritonium yang membentuk

mesentrium. Sambungan antara jejenum dan ileum tidak mempunyai batas


yang tegas. Ujung bawah ileum berhubungan dengan sekum dengan

perantaraan lubang yang bernama orifisium ileosekalis. Fungsi usus adalah

menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui

kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe, menyerap protein dalam

bentuk asam amino, karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida.

i. Intestinum mayor (usus besar)

Usus besar adalah intestinum mayor panjangnya ±11/2 m, lebarnya

adalah 5-6 cm, lapisan-lapisan usus besar dari dalam ke luar: selaput lendir,

lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang, jaringan ikat. Fungsi usus

besar adalah menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri koli, tempat

feses. Sekum Usus besar terbagi dari beberapa bagian yaitu:

1. sekum mendapat apendiks vermiformis yang berbentuk seperti cacing

sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya 6 cm. Seluruhnya ditutupi

oleh peritoneum mudah bergerak walaupun tidak mempunyai mesentrium

dan dapat diraba melalui dinding abdomen pada orang yang masih hidup.

2. Kolon asendens Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah

kanan, membujur ke atas dari ileum di bawah hati. Di bawah hati

melengkung ke kiri, lengkungan ini disebut fleksura hepatika, dilanjutkan

sebagai kolon tranversum.

3. Kolon transversum Panjangnya ±38 cm, membujur dari ujung kolon

asendens sampai ke kolon desendens berada di bawah abdomen, sebelah

kanan terdapat fleksura hepatika dan sebelah kiri terdapat fleksura lienalis.

4. Kolon desendens Panjangnya ±25 cm, terletak di bawah abdomen bagian

kiri membujur dari atas ke bawah dan fleksura lenalis sampai ke depan

ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid.


5. Kolon sigmoid Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desendens,

terletak miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai

hurup S, ujung bawahnya berhubungan dengan rektum.

j. Rektum

Rektum terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan

intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os

sakrum dan os koksigis.

k. Anus

Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan

rektum dengan dunia luar (udara luar). Terletak di dasar pelvis, dindingnya

diperkuat oleh 3 sfingter.

1. Sfingter ani internus (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak.

2. Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak.

3. Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendak.

C. Etiologi

Etiologi demam tifoid dan demam paratifoid adalah salmonella typhi, salmonella
paratyphi A, salmonella paratyphi B dan salmonella paratyphi C.
D. Patofisiologi

Kuman salmonella typhi masuk ketubuh manusia melalui mulut dengan

makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung.

Sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque Peyeri di

ileum terminalis yang mengalami hipertropi. Ditempat ini komplikasi perdarahan dan

perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman salmonella typhi kemudian menembus ke

lamina propina, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe messenterial yang

juga mengalami hipertropi. Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini salmonella

typhi masuk kealiran darah melalui duktus thoracicus. Kuman-kuman salmonella


typhi lain mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. Salmonella typhi bersarang

di plaque Peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian lain system retikuloendotia.

Semula disangka demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid

disebabkan oleh endotoksemia. Tapi kemudian berdasarkan penelitian-eksperimental

disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam dan

gejala-gejala toksemia pada demam tifoid. Endotoksin Salmonella typhi berperan

pada patogenesis demam tifoid, karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal

pada jaringan setempat Salmonella typhi berkembang biak. Demam pada tifoid

disebabkan karena Salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan

pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang (Admin, 2018).
E. Pathway

Makanan, Minuman, Air Tercemae

Mengandung Salmonella Thypi

Masuk ke dalam tubuh melalui saluran cerna


Proses penyakit
Thypus Abdominalis
MK: Kurang pengetahuan
Masuk ke lambung Toksemia Usus halus
MK: Cemas
Salmonella dimusnakan Ductus Thoracicus Salmonella bersarang
oleh asam lambung di jaringan limfoid
Masuk kehati plaque payeri

Produksi asam lambung Salmonella Thypii Mukosa membran


meningkat berkembang biak payeri cedera/luka
Berkembag biak
Mual dan muntah dihati/limfa Hipertrofi Tukak pada mukosa
payeri
Anorexia Pembesaran Penekanan pada saraf
limfa di hati Perdarahan perforasi
MK: Nutrisi Kurang intestinal
Dari Kebutuhan Tubuh Nyeri ulu hati
MK: Resiko Kekurangan Proses Infeksi
VolmeCairan Splenomegali MK: Gangguan Rasa
Nyaman Nyeri MK: Hypertermi
Penurunan /peningkatan
Mobilitas usus

Penurunan /peningkatan
Peristaltik usus

MK: Konstipasi/Diare
F. Manifestasi Klinis

Masa tunas demam tifoid berlangsung 10-14 hari. Gejala-gejala yang timbul

sangat bervariasi. Perbedaan ini tidak saja antara berbagai bagian dunia, tetapi juga di

daerah yang sama dari waktu ke waktu. Selain itu gambaran penyakit bervariasi dari

penyakit ringan yang tidak terdiagnosis, sampai gambaran penyakit yang khas dengan

komplikasi dan kematian. Hal ini menyebabkan bahwa seorang ahli yang sudah

berpengalaman pun mengalami kesulitan untuk membuat diagnosis klinis demam

tifoid (Dinda, 2018).

Dalam minggu pertama penyakit, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit

akut pada umumnya. Yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual,

muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk dan epistaksis. Pada

pemeriksaan fisik hanya dijumpai suhu badan meningkat. Dalam minggu kedua

gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relatif, lidah yang khas

(kotor ditengah, tepi dan ujung merah dan tremor), hepatomegali, splenomegali,

meteorismus, gangguan mental berupa samnolen, stupor, koma, delirium atau

psikosis, roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia (Widodo, 2019).

G. Komplikasi

Komplikasi demam tifoid dapat dibagi dalam :

1. Komplikasi intestinal :

a) Perdarahan usus

b) Perforasi usus

c) Ileus paralitik

2. Komplikasi ekstra-intestinal :

a) Komplikasi kardiovaskular :
Kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis dan

tromboflebitis.

b) Komplikasi darah :

Anemia hemolitik, trombositopenia dan sindrom uremia hemolitik.

c) Komplikasi paru :Pneumonia, empiema dan pleuritis.

d) Komplikasi hepar dan kandung empedu: Hepatitis dan kolesistisis.

e) Komplikasi ginjal:Glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.

f) Komplikasi tulang :Osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artitis.

g) Komplikasi neuropsikatrik: Delirium, meningismus, meningitis, polineuritis

perifer, SGB, psikosis dan sindrom katatonia.Pada anak-anak dengan

demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi sering

terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum terutama bila

perawatan pasien kurang sempurna (Ramadoni, 2018).

H. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan darah tepi

Didapatkan adanya anemi oleh karena intake makanan yang terbatas, terjadi

gangguan absorbsi, hambatan pembentukan darah dalam sumsum dan

penghancuran sel darah merah dalam peredaran darah. Leukopenia dengan jumlah

lekosit antara 3000 – 4000 /mm3 ditemukan pada fase demam. Hal ini diakibatkan

oleh penghancuran lekosit oleh endotoksin. Aneosinofilia yaitu hilangnya

eosinofil dari darah tepi. Trombositopenia terjadi pada stadium panas yaitu pada

minggu pertama. Limfositosis umumnya jumlah limfosit meningkat akibat

rangsangan endotoksin. Laju endap darah meningkat.


2. Pemeriksaan urine

Didapatkan proteinuria ringan (< 2 gr/liter) juga didapatkan peningkatan lekosit

dalam urine.

3. Pemeriksaan tinja

Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya perdarahan usus dan

perforasi.

4. Pemeriksaan bakteriologis

Diagnosa pasti ditegakkan apabila ditemukan kuman salmonella typhi dan biakan

darah tinja, urine, cairan empedu atau sumsum tulang.

5. Pemeriksaan serologis

Yaitu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin ). Adapun antibodi

yang dihasilkan tubuh akibat infeksi kuman salmonella adalah antobodi O dan H.

Apabila titer antibodi O adalah 1 : 20 atau lebih pada minggu pertama atau terjadi

peningkatan titer antibodi yang progresif (lebih dari 4 kali). Pada pemeriksaan

ulangan 1 atau 2 minggu kemudian menunjukkan diagnosa positif dari infeksi

salmonella typhi.

6. Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi akibat

demam tifoid.

I. Penatalaksanaan

Pengobatan demam tifoid terdiri atas tiga bagian yaitu perawatan, diet dan obat-

obatan.

1. Perawatan

Pasien dengan demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi

dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas
demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi pasien harus dilakukan secara

bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.

Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada

waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan

dekubitus.Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang

terjadi obstipasi dan retensi air kemih.

2. Diet

Dimasa lampau, pasien dengan demam tifoid diberi bubur saring, kemudian bubur

kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Karena usus

perlu diistirahatkan.

Beberapa peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini dapat

diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.

3. Obat

Obat-obat antimikroba yang sering dipergunakan ialah:

a) Kloramfenikol

b) Thiamfenikol

c) Ko-trimoksazol

d) Ampisillin dan Amoksisilin

e) Sefalosporin generasi ketiga

f) Fluorokinolon.

Obat-obat simptomatik:

a) Antipiretika (tidak perlu diberikan secara rutin).

b) Kortikosteroid (tapering off Selama 5 hari).

c) Vitamin B komp. Dan C sangat diperlukan untuk menjaga kesegaran dan

kekuatan badan serta berperan dalam kestabilan pembuluh darah kapiler.


II. Konsep Keperawatan
A. Pengkajian
Dasar data atau data fokus pengkajian klien dengan demam thypoid antara lain:

1. Pengumpulan Data

a. Wawancara

1) Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama,

status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa

medik.

2) Keluhan utama

Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-

turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta

penurunan kesadaran.

3) Riwayat penyakit sekarang

Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam

tubuh.

4) Riwayat penyakit dahulu

Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.

5) Riwayat penyakit keluarga

Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.

6) Riwayat psikososial dan spiritual

Biasanya klien cemas, bagaimana koping mekanisme yang digunakan.

Gangguan dalam beribadat karena klien tirah baring total dan lemah.
7) Pola-pola fungsi kesehatan

a) Pola nutrisi dan metabolisme

Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan

muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan

sama sekali, penurunan berat badan, tidak toleran terhadap diet/sensitive

misalnya buah segar/sayur, produk susu, makanan berlemak. Penurunan

lemak subkutan/massa otot, kelemahan, tonus otot dan turgor kulit buruk.

Membran mukosa pucat, luka, inflamasi rongga mulut.

b) Pola eliminasi

Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah

baring lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya

warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam tifoid terjadi

peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa

haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.

c) Pola aktivitas dan latihan

Aktivitas klien terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak

terjadi komplikasi maka segala kebutuhan dibantu. Pembatasan aktivitas

kerja sampai dengan efek proses penyakit.

d) Pola kenyamanan (nyeri)

Nyeri/nyeri tekan pada kuadran kanan bawah (mungkin hilang dengan

defakasi). Titik nyeri berpindah, nyeri tekan, nyeri mata, foofobia.

e) Pola aktifitas, tidur dan istirahat


Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu

tubuh, kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah. Insomnia, tidak tidur

semalaman karena diare, merasa gelisah dan ansietas.

f) Pola persepsi dan konsep diri

Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya dan

ketakutan merupakan dampak psikologi klien.

g) Pola sensori dan kognitif

Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan

umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pad

klien.

h) Pola hubungan dan peran

Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di

rumah sakit dan klien harus bed rest total.

i) Pola reproduksi dan seksual

Gangguan pola ini terjadi pada klien yang sudah menikah karena

harus dirawat di rumah sakit sedangkan yang belum menikah tidak

mengalami gangguan.

j) Pola penanggulangan stress

Biasanya klien sering melamun dan merasa sedih karena keadaan

sakitnya.

k) Pola tata nilai dan kepercayaan

Dalam hal beribadah biasanya terganggu karena bedrest total dan

tidak boleh melakukan aktivitas karena penyakit yang dideritanya saat ini.
b. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum

Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38-41 0 C, muka

kemerahan.

2) Tingkat kesadaran

Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).

3) Sistem respirasi

Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran

seperti bronchitis.

4) Sistem kardiovaskuler

Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah,

takhikardi (respon terhadap demam, dehidrasi, proses imflamasi dan nyeri).

Kemerahan, area ekimosis (kekurangan vitamin K). Hipotensi termasuk

postural.

5) Sistem integumen

Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam.

Kulit dan membran mukosa seperti turgor buruk, kering, lidah pecah-pecah

(dehidrasi/malnutrisi).

6) Sistem muskuloskeletal

Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.

7) Sistem gastrointestinal

Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual,

muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak,

peristaltik usus meningkat.


8) Sistem abdomen

Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak

serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta

pada auskultasi peristaltik usus meningkat.

c. Pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan darah tepi

Didapatkan adanya anemi oleh karena intake makanan yang terbatas, terjadi

gangguan absorbsi, hambatan pembentukan darah dalam sumsum dan

penghancuran sel darah merah dalam peredaran darah. Leukopenia dengan

jumlah lekosit antara 3000-4000 /mm3 ditemukan pada fase demam. Hal ini

diakibatkan oleh penghancuran lekosit oleh endotoksin. Aneosinofilia yaitu

hilangnya eosinofil dari darah tepi. Trombositopenia terjadi pada stadium

panas yaitu pada minggu pertama. Limfositosis umumnya jumlah limfosit

meningkat akibat rangsangan endotoksin. Laju endap darah meningkat.

2) Pemeriksaan urine

Didaparkan proteinuria ringan (< 2 gr/liter) juga didapatkan peningkatan

lekosit dalam urine.

3) Pemeriksaan tinja

Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya perdarahan usus

dan perforasi.

4) Pemeriksaan bakteriologis

Diagnosa pasti ditegakkan apabila ditemukan kuman salmonella dan biakan

darah tinja, urine, cairan empedu atau sumsum tulang.


5) Pemeriksaan serologis

Yaitu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin ). Adapun

antibodi yang dihasilkan tubuh akibat infeksi kuman salmonella adalah

antobodi O dan H. Apabila titer antibodi O adalah 1 : 20 atau lebih pada

minggu pertama atau terjadi peningkatan titer antibodi yang progresif (lebih

dari 4 kali). Pada pemeriksaan ulangan 1 atau 2 minggu kemudian

menunjukkan diagnosa positif dari infeksi Salmonella typhi.

6) Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi akibat

demam tifoid.

B. Diagnose Keperawatan
1. Hypertermi bernubungan dengan infeksi kuman salmonella thypi

2. Resiko hipovolemia

3. Perubahan pola eliminasi BAB; Diare berhubungan dengan inflamasi iritasi dan

malabsorpsi usus, adanya toksin dan penyempitan segemental usus

4. Perubahan pola eliminasi BAB; Konstipasi berhubungan dengan masukan cairan

buruk, diet rendah serat dan kurang latihan, inflamasi, iritasi.

5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan absorbsi

nutrien, status hipermetabolik, secara medik masukan dibatasi.

6. Nyeri berhubungan dengan Hiperperistaltik, diare lama, iritasi kulit/jaringan,

ekskoriasi fisura perirektal

7. Cemas berhubungan dengan Faktor psikologi/rangsang simpatis (proses inflamasi),

ancaman konsep diri, ancaman terhadap perubahan/perubahan status kesehatan dan

status sosial ekonomi.


8. Kurang pengetahun (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kesalahan interpretasi informasi,


C. Intervensi dan Rasional
No Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi Keperwatan Rasional

(SDKI) (SLKI) (SIKI)

1 1. Hypertermi berhubungan Manajemen hipertermi 1. Untuk mengetahuai yang

dengan infeksi kuman menyebabkan terjadinya


Setelah di lakukan Observasi:
salmonella thypi peningkatan suhu tubuh
Tindakan keperawatan
1. Identifikasi penyebab hipertermia
…x24 jam di harapkan 2. Untuk mencegah terjadinya
2. Monitor suhu tubuh
suhu tubuh pada pemburukan kondisi
3. Monitor kadar elektrolit
rentang normal 3. Untuk mengatur keseimbangan
4. Monitor komplikasi akibat
dengan kriteria hasil: cairan
hipertermia
4. Memantau perubahan suhu
1. Menggigil Traputik
tubuh pasien
menurun
5. Sediakan lingkungan yang dingin 5. Dengan lingkungan yang dingin
2. Suhu tubuh
6. Beri kompres hangat pada daerah dapat membantu mempermudah
membaik
dahi dan aksilla menurunkan suhu tubuh
3. Suhu kulit
7. Berikan cairan oral 6. Membantu membuka pori-pori
membaik
tubuh yang menjadi tempat
Edukasi keluarnya panas

7. Cairan oral yang cukup dapat


8. Anjurkan tirah baring
mencegah dhidrasi
Kolaborasi
8. Istirahat yang lebih dan
9. Kolaborasi pemberian cairan dan
mengurangi aktifitas dapat
elektrolit intarvena jika perlu
memulihkan energi Kembali

9. Pemberian cairan intravena

dapat menyeimbangkan cairan

dan elektrolit

2. Resiko hipovolemia Setelah di lakukan Manajemen cairan: 1.

Tindakan keperawatan 1. pengeluaran haluaran urin pekat


Observasi:
…x24 jam di harapkan dengan peningkatan berat
1. Awasi masukan dan
di keseimbangan diduga dhidrasi atau kebutuhan
haluaran urine,
elektrolit meningkat peningkatan cairan
karakter dan jumlah
dengan kriteria hasil: 2. untuk mengetahui tingkat
feces, perkirakan
1. Asupan dhidrasi klien
IWL dan hitung
cairan SWL. 3. untuk memberikan informasi

meningkat 2. Observasi adanya status keseimbangan cairan

2. Keluaran urin kulit kering untuk menetapkan kebutuhan

menurun berlebihan dan cairan

3. Asites membran mukosa, 4. Cairan oral yang cukup dapat

menurun penurunan turgor mencegah dehidrasi

kulit, pengisian

kapiler lambat
5. Cairan oral yang cukup dapat
Trapeutik:
mencegah dehidrasi

4. Hitung kebutuhan 6. Meminimalkan atrofi otot,

cairan meningkatkan sirkulasi,

5. Berikan asupan cairan membantu mencegah konraktur

oral 7. Untuk menambah asupan cairan

Edukasi: pasien yang telah hilang

6. Anjurkan 8. Menaikan tingkat cairan yang

memperbanyak menurun
asupan cairan oral

7. Anjurkan menghindari

perubahan posisi

mendadak

Kolaborasi:

8. Kolaborasi pemberian

cairan IV Isotonis

( Nacl, RL)

9. Kolaborasi

pemeberian cairan IV

hipotonis misalnya

glukosa 2,5%, Nacl

0,4%

3. Perubahan pola eliminasi Setelah di lakukan Manajemen diare

BAB; Diare berhubungan Tindakan keperawatan


1. untuk mengetahui hal yang
dengan inflamasi iritasi …x24 jam di harapkan Observasi: menyebabkan diare

dan malabsorpsi usus, eliminasi fekal


1. indentifikasi penyebab diare 2. untuk mengetahui perubahan kondisi
adanya toksin dan membaik dengan
2. indentifikasi Riwayat pemberian klien
penyempitan segemental kriteria hasil:
makanan
3. untuk menetukan intervensi
usus. 1. kontrol 3. monitor warna, volume, frekuensi keperawatan lebih lanjut

pengeluaran dan konsistensi tinja


4. untuk mengetahui keseimbangan cairan
feses 4. monitor tanda dan gejala
dan elektrolit dalam tubuh
meningkat hypovolemia
5. Cairan oral yang cukup dapat mencegah
2. konsistensi trapeutik
dehidrasi
feses
5. berikan asupan cairan oral
membaik 6. untuk mengganti cairan yang hilang
6. berikan cairan intravena
3. frekuensi
7. ambil sampel darah untuk 7. untuk mengukur kadar elektrolit dalam
defekasi
pemeriksaan darah lengkap dan tubuh
membaik
elektrolit 8. untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
4. pristaltik
edukasi: yang hilang
usus
8. anjurkan makan porsi kecil dan
membaik sering secara bertahap 9. untuk mencegah terjadinya

9. anjurkan menghindari makanan pemburukan kondisi diare

pembentuk gas, pedas, dan


10. untuk mengatasi terjadinya diare akut
mengandung laktosa
11. untuk mengurangi diare yang berlebih
kolaborasi:

10. pemberian obat pengeras veses

11. kolaborasi pemebrian obat

antimotilitas

4. Konstipasi berhubungan Setelah di lakukan Manajemen konstipasi 1. untuk mengetahui tanda-tanda

dengand masukan cairan Tindakan keperawatan konstipasi


Observasi:
buruk, diet rendah serat …x24 jam di harapkan 2. untuk membedakan penyakit
1. periksa tanda dan gejala
dan kurang latihan, eliminasi fekal individu dan mengkaji beratnya
konstipasi
inflamasi, iritasi. membaik dengan setiap defkasi
2. priksa pergerakan usus,
kriteria hasil: 3. untuk mengurangi konstipasi
krakteristik feses
1. keluhan 4. untuk mengurangi nyeri
defekasi lama trapeutik: abdomen

dan sulit 5. untuk mengurangi mengedan


3. anjurkan diet tinggi serat
menurun saatb klien BAB
4. lakukan meses abdomen jika
2. distensi 6. anjurkan klien rajin
perlu
abdomen mengkonsumsi buah dan syur
edukasi:
menurun 7. penatalaksanaan pemberian
5. anjurkan peningkatan asupan
3. konsistensi supositoria
cairan jika tidak ada kontra
feses
indikasi
membaik
6. ajarkan cara mengatasi
4. frekuensi
konstipasi/impaksi
defekasi
kolaborasi:
membaik
7. kolaborasi pemberian obat

pencahar, jika perlu

5. Nutrisi kurang dari Setelah di lakukan Manajemen nutrisi 1. Untuk mengetahui kebutuhan

kebutuhan tubuh b/d Tindakan nutrisi yang diperlukan

gangguan absorbsi nutrien keperawatan …x24 2. Agar dapat mengetahui


jam di harapkan Observasi: makanan apa saja yang boleh di

nutrisi terpenuhi konsumsi


1. Identifikasi status nutrisi
dengan kriteria hasil: 3. Untuk mengetahui jumlah
2. Identifikasi elergi dan intoleransi
nutrisi yang dalam tubuh
1. porsi makan makanan
4. Untuk mengetahui penurunan
yang 3. monitor asupan makanan
berat badan
dihabiskan 4. monitor berat badan
5. Agar nafsu makan klien
2. berat badan trapeutik:
membaik
atau IMT
5. lakukan oral hygiene sebelum
6. Untuk menambah minat makan
membaik
makan jika perlu
klien
3. frekuensi
6. sajikan makanan secara menarik
7. Untuk memberikan rasa
makan
dan suhu yang sesuai
nyaman saat makan
meningkat
edukasi:
8. Agar nutrisi dapat terpenuhi
4. nafsu makan
7. anjurkan posisi duduk jika 9. Untuk meningkatan nustrisi
meningkat
mampu atau mengurangi rasa lelah
5. perasaan
8. anjurkan diet yang diprogramkan
cepat
kenyang kolaborasi:

menurun
9. kolaborasi dengan ahli gizi untuk

menentukan jumlah kalori dan

jenis nutrien yang dibutuhkan

6. Nyeri berhubungan Setelah di lakukan Manjemen nyeri 1. Untuk mengetahui karakteristik

dengan Hiperperistaltik Tindakan lokasi frekuensi dan kualitas


Observasi:
keperawatan …x24 nyeri yang di rasakan
1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
jam di harapkan 2. Untuk mengetahui skala nyeri
durasi, frekuensi, kualitas, dan
tingkat nyri menurun yang dirasakan
intensitas nyeri
dengan kriteria hasil: 3. Mengetahui pencetus nyeri
2. Identifikasi skla nyeri
yang di rasakan klien
1. frekuensi
3. Identifikasi factor yang
4. Untuk menghilangkan rasa
nadi
memperberat dan memperingan
nyeri tanpa menggunakan obat
membaik
nyeri
5. Untuk meminimalisir rasa nyeri
2. pola nafas
Trapeutik:
6. Untuk memenuhi kebutuhan
membaik
4. Berika tehnik nonfarmakologi istirahat tidur klien
3. keluhan nyeri
menurun untuk mengurangi rasa nyeri 7. Agar klien mengetahui apa saja

4. meringis 5. Kontrol lingkungan yang yang menyebabkan nyeri

menurun memperberat rasa nyeri 8. Untuk menghilangkan rasa

5. gelisah 6. Pasilitasi istirahat dan tidur nyeri yang di rasakan klien

menurun Edukasi: 9. Agar klien dapat meredakan

6. kesulitan rasa nyerinya sendiri


7. Jelaskan penyebab, priode dan
tidur 10. Untuk meredakan rasa nyeri di
pemicu nyeri
menurun bantu dengan obat-obatan
8. Jelaskan strategi meredakan nyeri

9. Ajarkan tehnik nonfarmakologi

untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi:

10. Kolaborasi pemberian analgetik

jika perlu

7. Cemas berhubungan Setelah di lakukan Reduksi ansietas 1. Untuk mengetahui tingkat

dengan Faktor Tindakan keperawatan kecemasan pasien


Observasi:
psikologi/rangsang …x24 jam di harapkan 2. Rasa cemas yang di rasakan
simpatis (proses tingkat ansietas 1. Mengidentifikasi saat tingkat pasien dapat terlihat dalam

inflamasi) menurun dengan ansietas berubah ekspresi wajah dan tingkah laku

kriteria hasil: 2. Monitor tanda-tanda ansietas 3. Lingkungan yang tenang dan

1. Perilaku
Trapeutik: nyaman dapat mengurangi

gelisah stress pasien terhadap


3. Ciptakan suasana trapeutik untuk

menurun penyakitnya
menimbulkan kepercayaan

2. Pola tidur 4. Dengan mengetahui tentang


4. Pahami situasi yang membuat

sedang penyakitnya klien merasa


ansietas

3. Prilaku sedikit tenang


5. Dengarkan dengan penuh

tegang 5. Dengan mengukapkan


perhatian

menurun kecemasan akan mengurangi


6. Gunakan pendekatan yang tenang
rasa takut atau cemas pasien
dan meyakinkan
6. Agar pasien dapat timbul rasa
7. Temani pasien untuk mengurangi
percaya diri
kecemasan, jika memungkinkan
7. Support system dapat
Edukasi:
mengurangi rasa cemas dan
8. Latihan tehnik relaksasi menguatkan pasien dalam

9. Latihan kegiatan pengalihan menerima keadaannya

untuk mengurangi ketegangan 8. Untuk mengurangi cemas

10. Anjurkan keluarga untuk tetap 9. Latihan distraksi agar dapat

Bersama pasien mengalihkan kecemasan klien

10. Agar pasien aman dan tenang


BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. BIODATA
a. Identitas Klien
Nama : An. D
Tempat Tanggal Lahir/Usia : 3 November 2022 / 1 Tahun 8 Bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Pendidikan : Belum Sekolah
Alamat : Desa Umalino
Tanggal Masuk : 16 Mei 2023 Jam 12.00
Tanggal Pengkajian : 16 Mei 2023
Diagnosa Medis : Demam Thypoid
b. Identitas orangtua/Wali
Ayah
Nama : Alm Tn. P
Usia : 46 Tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan :-
Agama : Kristen
Alamat : Desa Umalino
Ibu
Nama : Ny. D
Usia : 34 Tahun
Pendidikan : Sarjana ( S1 )
Pekerjaan : Honorer
Agama : Kristen
Alamat : Desa Umalino
c. Identitas Saudara kandung

NO NAMA USIA HUBUNGAN STATUS


KESEHATAN
1. An. N 12 Tahun Kakak Baik
Kandung

2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Keluhan Utama
Klien masuk dengan keluhan Demam
2) Riwayat Keluhan Utama
Klien masuk rumah sakit hari selasa tanggal 16 mei 2023 dengan keluhan
demam naik turun kurang lebih 1 minggu dan sempat kejang, BAB Cair 5x
sebelum dibawa ke RS
3) Riwayat Saat Pengkajian
Pada saat dilakukan pengakajian tanggal 16 mei 2023 ibu mengatakan
anaknya demam naik turun, klien nampak lemas, turgor kulit klien kering,
kulit nampak kemerahan, kulit klien teraba hangat, bibir klien nampak
kering.
b. Riwayat Kesehatan Lalu
1) Prenatal care
a) Keluhan selama hamil yang dirasakan oleh ibu klien mengatakan
selama hamil merasakan mual dan muntah
b) Imuniasai TT : ibu mengatakan Lupa
2) Natal
a) Jenis persalinan : Sectio Caesar ( Sc )
b) Penolong persalinan : Dokter
c) Komplikasi yang dialami pada saat melahirkan dan setelah
melahirkan : Ibu mengatakan tidak ada
3) Post natal
a) Kondisi bayi : Sehat
b) Anak pada saat lahir mengalami penyakit : Tidak ada
c) Riwayat kecelakaan : Tidak ada
c. Riwayat Kesehatan Keluarga

A B

Keterangan :

: Laki-Laki

: Perempuan

: Klien

: Meninggal

: Garis Perkawinan
: Garis Keturunan

A : Orangtua Dari Ayah

B : Orangtua Dari Ibu

C : Ayah Klien

D : Ibu Klien

3. RIWAYAT IMUNISASI LENGKAP

No Jenis Imunisasi Waktu frekuensi Reaksi Setelaj


Pemberian Pemberian
1. BCG Umur 1 1x
Bulan
2. DPT ( I, II, III ) Umur 2-5 3x
Bulan
3. POLIO ( I, II, III, Umur 1-5 4x
IV ) Bulan
4. CAMPAK Belum Dapat -
5. HEPATITIS Umur 0-5 4x
Bulan

4. RIWAYAT TUMBUH KEMBANG


a. Pertumbuhan Fisik
1) Berat badan : 9 Kg
2) Tinggi badan :
3) Waktu tumbuh gigi : 9 Bulan
4) Jumlah gigi : 2 gigi
b. Perkembangan Tiap tahap usia saat anak :
1) Berguling : 7 bulan
2) Duduk : 9 bulan
3) Merangkak : 10 bulan
4) Berdiri : 11 bulan
5) Berjalan : 11 bulan
6) Bicara pertama kali : 4 bulan
dengan menyebutkan : Mama dan papa
7) Berpakaian tanpa bantuan : Belum mampu berpakaian sendiri

5. RIWAYAT NUTRISI
a. Pemberian ASI
Bayi mendapatkan ASI selama 6 Bulan

6. RIWAYAT PSIKOSOSIAL
a. Anak tinggal bersama orangtuanya
b. Lingkungan berada ditempat yang aman
c. Rumah dekat dengan tetangga
d. Kamar klian bersama orangtua
e. Hubungan antara anggota keluarga baik
f. Pengasuh anak tidak ada

7. RIWAYAT SPIRITUAL
a. Suport sistem dalam keluarga
Ibu klien dan saudara klien sangat sayang pada klien dan selalu menemani
klien saat dirawart
b. Kegiataan keagamaan
Belum dijalankan karena klien masih bayi
8. AKTIVITAS SEHARI-HARI
a. Nutrisi

No Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit


1. Selera Makan 3x porsi di habiskan 3x Porsi tidak di habiskan
b. Cairan

No Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit


1. Jenis Minuman Air Putih dan ASI Air Putih dan Asi
2. Frekuensi Minum 5-6 Gelas/Hari 4 Gelas/Hari
3. Kebutuhan Cairan 1.400 cc 2 liter/2.000cc
4. Cara Pemenuhan Minum Air putih Minum air putih, ASI dan
dan Asi IFVD Asering
c. Eleminasi

No Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit


1. Tempat Pembuangan Di Wc Di Pempers
2. Frekuensi (Waktu) BAB: 1x Sehari BAB: 5x sehari
BAK: 5x Sehari BAK : 6x Sehari
3. Konsistensi BAB : Padat BAB: Cair
BAK : Cair BAK : Cair
4. Kesulitan Tidak Ada Tidak Ada
5. Obat Pencahar Tidak Ada Tidak Ada
d. Istirahat tidur

No Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit


1. Jam Tidur
Siang: Teratur : 2 jam Tidak teratur ½ jam
Malam : Teratur : 7-8 Jam Tidak Teratur 4-5 jam

2. Pola Tidur Teratur Tidak Teratur


3. Kebiasan sebelum Minum Asi dan Minum ASI
tidur Nonton
4. Kesulitan Tidak Ada Kurang nyaman karena bising
dan gangguan kesehatan
e. Olahraga

No Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit


1. Program Olahraga Tidak Ada Tidak Ada

2. Jenis dan Frekuensi Tidak Ada Tidak Ada


3. Kondisi Setelah Tidak ada Tidak Ada
Olahara
f. Personal Hygine

No Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit


1. Mandi:
Cara Di Mandikan Di mandikan
Frekuensi 2x sehari 1x sehari
Alat Mandi Sabun Waslap dan Tissue basah
2. Cuci Rambut: Selama di rawat belum
Frekuensi 1x sehari pernah mencuci rambut.
Cara Di Sampo
3. Gunting Kuku:
Frekuensi 5 hari sekali Selama di rawat belum
Cara Menggunakan pernah menggunting kuku
gunting kuku
4. Gosok Gigi: Selama di rawat belum
Frekuensi 1x sehari pernah menggosok gisi
Cara Menggunakan
gosok gigi
g. Aktivitas atau Mobilitas Fisik

No Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit


1. Kegiatan sehari-hari Bermain Istirahat

2. Pengaturan jadwal Tidak ada Tidak Ada


harian
3. Penggunaan bantu Tidak Ada Tidak Ada
aktivitas
4. Kesulitan pergerakan Tidak Ada Klien Nampak lemas
tubuh
h. Reaksi

No Kondisi Sebelum Sakit Saat Sakit


1. Perasaan saat sekolah Klien belum sekolah Tidak Ada
2. Waktu Luanng Bermain Istirahat Cukup
3. Perasaan Setelah Senang Tidak Ada
Rekreasi
4. Waktu senggang Bermain Tidak Ada
keluarga
5. Kegiatan Hari Libur Bermain Tidak Ada
9. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum : Sedang
b. Lesadaran : Composmentis
c. Tanda-tanda vital :
Tekanan dara :-
Denyut Nadi : 135 x/Menit
Suhu : 38,5 o c
Pernapasan : 40x/menit
d. Berat badan : 9 Kg
e. Tinggi badan :-
f. Kepala
Inspeksi : keadaan rambut bersih, warna rambut hitam kekuningan,
penyebaran rambut merata, tidak ada luka di kepala
Palpasi : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, tekstur rambut halus
g. Muka
Inspeksi : bentuk wajah lonjong, wajah nampak pucat
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada wajah
h. Mata
Inspeksi : palpebra tidak edema, mata simetris, penglihatan baik,
konjuktiva tidak anemis Sclera tidak ikterus
Palpasi : tidsk ada nyeri tekan
i. Hidung dan sinus
Inspeksi : bentuk telinga simetris, lubang telinga nampak kotor, tidak
memakai alat bantu pendengaran, tidak ada lesi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
j. Mulut
Inspeksi : gigi sudah tumbuh banyak, gusi tidak bengkak atau luka, lidah
nampak kotor, bibir nampak kering.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
k. Tenggorokan
Inspeksi : tidak ada nyeri menelan, dan nyeri tekan
l. Leher
Inspeksi : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, tidak ada luka
Palpasi : kelenjar tiroid tidak teraba, tidak ada pembesaran
m. Thorax dan pernapasan
Inspeksi : bentuk dada simetris kiri dan kanan, irama pernapasan reguler
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Auskultasi : suara nafas vesikuler, terdapat suara nafas tambahan ronci
pada paru kiri dan kanan
n. Jantung
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Auskultasi : bunyi jantung 1 reguler, bunyi jantung II murni reguler tidak
ada bunyi jantung tambahan
o. Abdomen
Inspeksi : perut datar, tidak ada luka
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : timpani -, redup –
Auskultasi : Frekuensi peristaltic usus 35x/menit, bising usus hiperaktif
p. Ekstremitas
Ekstremitas atas
b) Motorik
Pergerakan kanan kiri baik, tidak pergerakan abnormal, kekuatan otot
kana dan kiri 5, pergerakan baik
c) Sensori
Tidak ada nyeri tekan
Ekstremitas bawah
a) Motorik
Pergerakan kanan kiri baik, tidak ada pergerakan abnormal, kekuatan otot
5
b) Refleks baik
c) Sensori tidak ada nyeri tekan
10. PEMERIKSAAN TINGKAT PERKEMBANGAN ( 0-6 TAHUN )
a. Motorik kasar : klien sudah mampu melangkah pelan-pelan dan memanjat
sambil dipegang
b. Motorik halus : klien mampu memegang barang
c. Bahasa : klien sudah mampu mengucapkan mama dan papa
d. Personal social : anak belum mampu berinteraksi dengan anak lainnya
11. TES DIAGNOSTIK

Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan


WBC 7.1 103 /µL 4.0-9.0
RBC 5.2 106 /µL 3.76-5.70
HGB 11.8 g/dL 12.0-18.0
HCT 36.2 % 33.5-52.0
MCV 80.1 fL 80.0-100
MCH 26.1 Pg 28.0-32.0
PLT 175 103 /µL 150-350
PCT 0.13 % 0.16-0.33
GDS 87 Mg/dl 65-110 mg/dl
Widal 1/200

12. TERAPI SAAT INI

No Nama Obat Dosis Kegunaan


1. IFVD asering 14 tpm Untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh
2. Paracetamol 100 mg/8 Jam/Iv Untuk menurunkan demam
3. Zink 1 dd 20 Meningkatkan system kekebalan tubuh
4. Ampicilin 250 mg/6 jam/IV Antibiotik untuk mengatasi infeksi bakteri
5. L Bio 1 dd 1 Sumpelemen untuk membantu menjaga
kesehatan system pencernaan.
6. Dexametason 1 mg/8 jam/IV Untuk meredakan peradangan untuk
beberapa kondisi.
B. PATHWAY
Makanan atau minuman yang terkontaminasi salmonella thypi

Masuk kedalam tubuh melalui saluran cerna

Thypus abdominalis

Usus halus
Taksomia
Salmonella bersarang di jaringan limfoid
Salmonella thypi
berkembang biak di hati
Mukosa membrane payeri cedera atau luka
Pembesaran Limfa
Tukak pada mukosa payeri
Splenomegali
Perdarahan perforasi intestinal
Peningkatan metabolisme usus
Proses Infeksi

Peningkatan Peristaltik usus


Hipertermi
Diare

Resiko Hipovolemia
PENUMPULAN DATA

1. klien nampak lemas


2. Ibu klien mengatakan demam naik turun
3. Ibu klien mengatakan BAB encer sebanyak 5x
4. Kulit klien nampak kemerahan
5. Kulit klien teraba hangat
6. Bising usus klien hiperaktif
7. Frekuensi peristaltic meningkat 35x/menit
8. Lidah klien nampak kotor
9. Bibir klien nampak kering
10. Widal 1/200
11. Tanda-tanda Vital
Tekan Darah :-
Nadi : 110x/menit
Respirasi : 30x/menit
Suhu : 38,5 0c
BB : 9 kg
C. KLASIFIKASI DATA

Data Subjek Data Objek


1. Ibu klien mengatakan BAB encer 5x 1. klien nampak lemas
2. Ibu klien mengatakan demam naik 2. Kulit klien nampak kemerahan
turun
3. Kulit klien teraba hangat
4. Bising usus klien hiperaktif
5. Frekuensi peristaltic meningkat
35x/menit
6. Lidah klien nampak kotor
7. Bibir klien nampak kering
8. Widal 1/200
9. Tanda- tanda Vital
Tekan Darah :-
Nadi : 110x/menit
Respirasi : 30x/menit
Suhu : 38,5 0c
BB : 9 kg
D. ANALISA DATA

No Data Fokus Etiologi Masalah Keperawatan


1. Ds. Makanan atau minuman yang Hipertermi
- Ibu klien mengatakan terkontaminasi salmonella thypi
demam naik turun.
Do. Masuk kedalam tubuh melalui
- Kulit klien nampak saluran cerna
kemerahan.
- Kulit klien teraba Thypus abdominalis

hangat.
- Lidah klien nampak Usus halus

kotor
Salmonella bersarang di jaringan
- Widal 1/200
limfoid
- Tanda-tanda vital
Nadi : 110x/m
Mukosa membrane payeri
RR : 30x/m
cedera atau luka
Suhu : 38,5 0c

Tukak pada mukosa payeri

Perdarahan perforasi intestinal

Proses Infeksi

2. Ds. Makanan atau minuman yang Diare


- Ibu klien mengatakan terkontaminasi salmonella thypi
BAB Encer 5x
Do. Masuk kedalam tubuh melalui
- Frekuensi peristaltic saluran cerna
meningkat 35x/menit
- Bising usus hiperaktif Thypus abdominalis

- Klien nampak lemas


- Bibir klien nampak Taksomia
Duktus thoraciucedera atau luka
kering.
Masuk ke hati

Salmonella Thypi berkembang


bisk dihati

Pembesaran limfa

Splenomegali

Peningkatan mobilitas usus

Peningkatan peristaltic usus

3. Ds. Makanan atau minuman yang Resiko Hipovolemia


- Ibu klien mengatakan terkontaminasi salmonella thypi
BAB Encer 5x
Do. Masuk kedalam tubuh melalui
- Klien nampak lemas saluran cerna
- Bibir klien nampak
kering Thypus abdominalis

Taksomia
Duktus thoraciucedera atau luka

Masuk ke hati

Salmonella Thypi berkembang


bisk dihati

Pembesaran limfa

Splenomegali
Peningkatan mobilitas usus

Peningkatan peristaltic usus

Diare

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermi berhubngan dengan infeksi kuman salmonella thypi
2. Diare berhubungan dengan inflamasi gastrointestinal
3. Resiko hypovolemia berhubungan dengan diare
F. INTERVENSI DAN RASIONAL
G. IMPLEMENTASI
H. EVALUASI

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penerapan asuhan keperawatan anak pada An. D dengan kasus
DEMAM THYPOID diruangan Pinus RSUD Torabelo Sigi .
Kelompok dapat mengambil kesimpulan :
a. Pengkajian
Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 16 mei 2023 pada An. D dengan keluhan
demam naik turun, klien Nampak lemas, turgor kulit klien kering, kulit Nampak
kemerahan, kulit klien teraba hangat, dan bibir klien Nampak kering.
b. Diagnosis Keperawatan
Pada kasus An. D dengan diagnosa Demam Thypoid kelompok menemukan 3
diagnosa keperawatan yang dapat muncul yaitu Hipertermi berhubungan dengan
infeksi kuman salmonella thypi, Diare berhubungan dengan inflamasi gastrointestinal
dan Gangguan pola tidur
c. Perencanaan
Kelompok menyususn rencana asuhan keperawatan menggunakan Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia (SDKI) dari Tim Pokja SIKI DPP PPNI.
d. Pelaksanaan
Kelompok melakukan tindakan asuhan keperawatan pada pasien yang telah dilakukan
penyusunan rencana asuhan keperawatan. Kelompok melakukan tindakan sesuai
dengan intervensi yang telah dibuat.
e. Evaluasi
Kelompok melakukan evaluasi pada pasien sesuai dengan kriteria hasil yang telah
dibuat oleh peneliti untuk target yang akan dicapai pada pasien.
B. SARAN
a. Untuk pasien/keluarga
1. Diharapkan pasien/kluarga pasien dapat memeriksakan keadaan pasien secara
berkala panca perawatan di RS.
2. Diharapkan kluarga dapat mengambil keputusan atau tindakan untuk mengatasi
masalah serta dapat melanjutkan perawatan terhadap pasien.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil asuhan keperawatan diharapkan dapat menjadi bahan referensi mengajar
serta pengembangan ilmu pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan topik
asuhan keperawatan pada klien dengan Demam Thypoid bagi dosen dan
mahasiswa dilingkungan Universitas Widya Nusantara Palu.
c. Bagi Rumah Sakit Torabelo
Bagi pihak Rumah Sakit hendaknya penanganan pasien dengan Demam Thypoid
bisa ditingkatkan lagi sehingga kriteria hasil yang di inginkan dalam hal ini
“Asuhan Keperawatan dapat tercapai dengan maksimal”.
DAFTAR PUSTAKA

Afifah, N. R., & Pawenang, E. T. (2019). Higeia Journal Of Public Health. 3(2), 263–
273. 3(2), 263–273.

Cita, Y. P. (2017). Bakteri salmonella typhi dan demam tifoid. Vi, 42–46.

Depkes. (2018). Laporan kinerja kementerian kesehatan tahun 2018.

Hasyul, S. F. P., Puspitan, T., Nuari, D. A., Muntaqin, E. P., Wartini, E., & Eka,
M. Y. (2019). Evaluasi Penggunaan Obat Antibiotik Pada Pasien Demam
Tifoid Di Kabupaten Garut Pada Januari-Desember 2017., 10(2), 160.
https://doi.org/10.52434/jfb.v10i2.657

Idrus, H. H. (2020). Buku Demam Tifoid Hasta 2020. 1(July), 4–105.

Melarosa, P. R., Ernawati, D. K., & Mahendra, A. N. (2019). Pola Penggunaan


Antibiotika Pada Pasien Dewasa Dengan Demam Tifoid .
8(1), 12. https://doi.org/10.24922/eum.v8i1.45224

Menkes. (2020). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun


2020 Standar Antropometri Anak. 3, 151–156.

Nofitasari, F., & Wahyuningsih. (2019). Penerapan Kompres Hangat Untuk


Menurunkan Hipertermia Pada Anak Dengan Demam Typoid. 3(2), 44–50.

Nurarif A.H, K. H. (2019). Demam Tifoid Dengan Masalah Hipertermia.

Ramdhan, M. (2021). Buku Metode Penelitian. cipta media nusantara.


SAFII, L. I. (2012). Demam Typhoid Di Bangsal Sofa Program Studi
Keperawatan.

SDKI, Tim. Pokja. DPP. PPPNI. (2016). Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Indonesia.

SLKI, Tim. Pokja. DPP. PPPNI. (2016). Standart Luaran Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Indonesia

SIKI, Tim. Pokja. DPP. PPPNI. (2016). Standart Intervensi Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai