Anda di halaman 1dari 30

USULAN PENELITIAN

JUDUL PENELITIAN

PRAKTIK TRADISIONAL PEMOTONGAN DAN PERAWATAN TALI


PUSAT OLEH DUKUN: STUDI KASUS PERSPEKTIF KESEHATAN DAN
BUDAYA MASYARAKAT SUNDA

TIM PENGUSUL
KETUA : Dr. DEWI PURNAMAWATI, MKM 0404058003

ANGGOTA : 1. RR. ARUM ARIASIH, SKM, MKM 0330107902

2. EUIS SUSILAWATI, MKM

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS MUHAMADIYAH JAKARTA
JAKARTA
2019

i
HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL PENELITIAN UNGGULAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

Judul Penelitian : Praktik Tradisional Pemotongan dan Perawatan


Tali Pusat: Studi Kasus Perspektif Kesehatan dan
Budaya Masyarakat Sunda

Nama Bidang Unggulan : Kesehatan Masyarakat


Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap : Dr. Dewi Purnamawati, MKM
b. NIDN : 0404058003
c. Jabatan Fungsional : Lektor
d. Jabatan Struktural : Ketua Prodi Magister Kesmas
e. Program Studi : Magister Kesehatan Masyarakat
f. Alamat Institusi : Jl. KH. Ahmad Dahlan Cirendeu Ciputat –
Tangerang Selatan
g. Telepon/Faks/E-mail : 081319400463/purnamawatidewi0@gmail.com
Anggota Peneliti (1)
a. Nama Lengkap : Rr. Arum Ariasih, SKM, MKM
b. NIDN : 0330107902
c. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli

Biaya yang diusulkan : Rp. 7.500.000,-


Luaran tambahan : Rp. 2.500.000,-

Tangerang Selatan, Desember 2019


Mengetahui,
Ketua Program Studi Ketua Peneliti,

(Dr. Dewi Purnamawati, MKM) (Dr. Dewi Purnamawati, MKM)


NIDN. 0404058003 NIDN. 0404058003

Menyetujui, Menyetujui,
Dekan FKM UMJ, Ka. UPT PPM FKM

(Dr. Andriyani) (Triana Srisantyorini, SKM, MKM)


NIDN. 0307036001 NIDN. 0326047102

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... ii
DAFTAR ISI ………………………………………………...................... iii
RINGKASAN………................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………. 1
A. Latar Belakang ……………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah ……………..…………………………... 3
C Tujuan Penelitian ……………………………………………. 4
D Manfaat Penelitian …………………………………………. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………… 5
A. Konsep Tradisional………….…..………………………........ 5
B. Konsep Tali Pusat dan Perawatannya………………………… 10
C. Dukun Bayi…………………………………………………… 15
D. Kerangka Teori……………………………………………… 15
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................ 16
A. Kerangka Konsep .............................................................. 16
B. Definisi Istilah...................................................................... 16
C. Rancangan Penelitian ……………………………………...... 17
D. Waktu dan Tempat penelitian…………………….………… 17
E. Informan penelitian …………………………...……………. 17
F. Instrumen Penelitian ..…………….………...………..……… 18
G. Pengolahan dan Analisis Data.......................................... 18
BAB IV BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN..................................... 19
A. Anggaran Dana .............................................................. 19
B. Jadwal Penelitian .......................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 21

iii
RINGKASAN

Masih tingginya angka kematian ibu dan bayi di berbagai daerah di Indonesia.
Angka kematia bayi di Jawa Barat mencapai 25 kematian per 1000 penduduk,
dimana angka ini masih di atas dari angka kematian nasional. Hal ini berkaitan
erat antara faktor medis dan non medis, seperti pertolongan dukun bayi dan
paramedis yang kurang professional, faktor kemiskinan dan lingkungan yang
keseluruhannya itu merupakan mata rantai yang berhubungan satu dengan
lainnya. Tetanus Neonatorum merupakan penyebab umum kematian neonatal, di
mana kurangnya kebersihan pada saat lahir dan perawatan tali pusat yang tidak
bersih dan steril, selain itu banyak wanita tidak diimunisasi tetanus sehingga tidak
dapat melindungi bayi saat lahir. Mayoritas kematian dari tetanus pada neonatal
terjadi antara hari ketujuh dan kesepuluh setelah bayi lahir. Hasil studi
pendahuluan yang penulis lakukan pada pasien dan dukun bayi dengan
wawancara mendalam didapatkan bahwa pemotongan tali pusat pada bayi baru
lahir menggunakan alat yang tidak bersih dan tidak steril, sehingga hal ini dapat
mengakibatkan peningkatan infeksi pada tali pusat dan bisa menyebabkan
tingginya Angka kematian pada bayi baru lahir. Berdasarkan fakta ini maka
perlu dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi dan menganalisis Praktik
Tradisional dalam pemotongan dan perawatan tali pusat bayi oleh dukun bayi di
daerah Sunda, Jawa Barat.

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka kematian ibu dan bayi di berbagai daerah di Indonesia masih tinggi.
Hal ini berkaitan erat antara faktor medis dan non medis, seperti pertolongan
dukun bayi dan paramedis yang kurang professional, faktor kemiskinan dan
lingkungan yang keseluruhannya itu merupakan mata rantai yang berhubungan
satu dengan lainnya (Martaadisoebrata, 2010).
Menurut WHO (2016) lebih dari 7.500.000 kematian bayi di dunia terjadi
pada empat minggu pertama setelah lahir, 28% dari kematian neonatal ini terjadi
di negara berkembang, Secara keseluruhan ada 42 per 1000 kematian neonatal di
negara berkembang. Risiko kematian neonatal tertinggi di negara Afrika, terutama
di daerah sub-Sahara Barat, Afrika Tengah dan Timur yang memiliki antara 42
dan 49 kematian neonatal per 1000 kelahiran hidup, sedangkan Afrika Selatan dan
Utara memiliki angka kematian neonatal yang lebih rendah, dan kematian
neonatal yang diakibatkan oleh neonatus neonatorum berdasarkan data WHO
tahun 2015 untuk negara bagian Asia Tenggara sebanyak 581 bayi.
Di Indonesia angka kematian bayi (AKB) pada tahun 2017 mengalami
penurunan sebesar 24 per 1000 kelahiran hidup dibandingkan pada tahun 2012
sebesar 32 per 1000 kelahiran hidup (SDKI, 2017), untuk kasus Tetanus
Neonatorum di Indonesia tahun 2017 dilaporkan terdapat 25 kasus dari 7 provinsi
dengan jumlah meninggal 14 bayi atau Case Fatality Rate (CFR) sebesar 56%.
Jumlah kasus tetanus neonatorum pada tahun 2017 mengalami penurunan dari
tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 33 kasus pada tahun 2016. Jumlah kasus
tetanus neonatorum terbanyak tersebar sama rata di tiga provinsi, yaitu Provinsi
Riau, Banten dan Kalimantan Barat. Provinsi dengan CFR 100% yaitu Provinsi
Aceh, Kalimantan Tengah dan Papua.
Laporan Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jawa Barat, menyatakan bahwa
Angka Kematian Bayi sebesar 25,13 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2017.
Adapun penyebab kematian bayi menurut WHO (2016), yaitu BBLR (17,9%),

1
Pneumonia (15,6%), Asfiksia dan trauma saat lahir (12%), Infeksi lain (9,6%),
Kelainan kongenital (8,7%), Diare (8,4%), Sepsis (7%), Cedera (6,1%), Malaria
(5,1%), NCDs (4,7%), Meningitis (1,7%), Campak (1,3%), HIV (1,2%) dan
Tetanus (0,7%). Tetanus Neonatorum merupakan penyebab umum kematian
neonatal, di mana kurangnya kebersihan pada saat lahir dan perawatan tali pusat
yang tidak bersih dan steril, selain itu banyak wanita tidak diimunisasi tetanus
sehingga tidak dapat melindungi bayi saat lahir. Mayoritas kematian dari tetanus
pada neonatal terjadi antara hari ketujuh dan kesepuluh setelah bayi lahir (WHO,
2016).
Gambaran kasus tetanus neonatorum menurut faktor risiko penolong
persalinan, yaitu sebanyak 13 kasus ditolong oleh penolong persalinan tradisional,
misalnya dukun (dukun bayi). Menurut cara perawatan tali pusat terdapat 11 bayi
yang dirawat menggunakan cara tradisional yang terkena penyakit ini. Menurut
alat yang digunakan untuk pemotongan tali pusat, terdapat 11 kasus menggunakan
gunting dan 6 kasus menggunakan bambu, dan sisanya menggunakan alat lain
atau tidak diketahui (Profil Kesehatan RI, 2017).
Pertolongan persalinan yang aman dan bersih dapat tercapai apabila ibu
bersalin mendapatkan pelayanan dari petugas kesehatan terlatih seperti bidan.
Namun yang terjadi sekarang adalah banyak ibu bersalin di Indonesia yang masih
menggunakan tenaga tidak terlatih yaitu dukun bayi. Beberapa kendala masih
ditemui didalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan
kesehatan reproduksi antara lain adanya realita tentang kurangnya pengertian
tentang kesehatan reproduksi, kurang ketersediaan infrastruktur di setiap
kabupaten/kota, letak geografis, aspek sosial budaya serta tingkat sosial ekonomi
yang relatif terbatas (Saifuddin, 2010).
Pengaruh budaya terhadap status kesehatan masyarakat tidak bisa
diabaikan begitu saja, kesehatan merupakan bagian integral dari kebudayaan.
Hasil riset etnografi kesehatan tahun 2012 di 12 etnis di Indonesia
menunjukkan masalah kesehatan ibu dan anak terkait budaya kesehatan sangat
memprihatinkan. Keharusan untuk tetap bekerja keras sampai mendekati
persalinan bagi ibu hamil juga sangat membahayakan baik bagi ibu maupun
janinnya. Pemotongan tali pusat dengan menggunakan bambu yang ditipiskan

2
dan berfungsi seperti pisau masih banyak digunakan untuk memotong tali
pusat bayi yang baru dilahirkan (Angkasawati, 2012).
Pengalaman ditolong oleh dukun bayi dapat berpengaruh besar bagi
seorang ibu hamil. Selain itu pengaruh budaya terhadap status kesehatan
masyarakat tidak bisa diabaikan begitu saja, salah satunya adalah praktik
pemotongan dan perawatan tali pusat. Pemotongan dan perawatan tali pusat
yang tidak steril akan mengakibatkan kesakiatan pada bayi bari lahir dan salah
satunya menyebabkan kejadian tetanus neonaturum. Hasil studi pendahuluan
pada bayi dengan tetanus neonaturum di kabupaten bogor menunjukkan bahwa,
dukun menggunakan peralatan dan metode tradisional yang tidak dapat
dipastikan dalam kondisi yang bersih dan steril. Praktik tradisional ini berkembang
sesuai budaya dan kepercayaan masyarakat setempat dan bervariasi antar daerah di
Jawa Barat.

B. Rumusan Masalah
Angka Kematian Bayi di Jawa Barat sebesar 25,13 per 1000 kelahiran hidup
pada tahun 2017. Angka ini masih di atas angka kematian bayi di Indonesia. Salah
satu penyebab kematian bayi adalah tetanus neonatorum yang bisa disebabkan
dari praktik pemotongan tali pusat yang tidak aman yang dilakukan oleh dukun
bayi. Pengetahuan, kepercayaan, pengalaman, dan kebudayaan setempat sangat
mempengaruhi praktik seorang dukun bayi dalam melakukan pemotongan dan
perawatan tali pusat. Walaupun demikian beberapa praktik tradisional juga
memberikan dampak yang baik terhadap kesehatan, karena bahan yang
digunakan berasal dari alam dan secara empiris memiliki kandungan yang
bermanfaat. Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin mengetahui bagaimana
praktik tradisional pemotongan dan perawatan tali pusat dukun bayi: studi kasus
perspektif kesehatan dan budaya masyarakat sunda.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini dilakukan untuk mendalami cara tradisional pemotongan dan
perawatan tali pusat bayi oleh dukun di daerah Sunda

3
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi cara tradisional pemotongan dan perawatan
tali pusat bayi oleh dukun bayi di daerah Sunda.
b. Untuk mengidentifikasi cara tradisional pemotongan dan perawatan
tali pusat bayi oleh dukun bayi di daerah Sunda berdasarkan
kepercayaan.
c. Untuk mengidentifikasi cara tradisional pemotongan dan perawatan
tali pusat bayi oleh dukun bayi di daerah Sunda berdasarkan
pengalaman.
d. Untuk mengidentifikasi cara tradisional pemotongan dan perawatan
tali pusat bayi oleh dukun bayi di daerah Sunda berdasarkan
kebudayaan.

D. Manfaat
1. Bagi Institusi
Sebagai bahan referensi dalam bidang akademik dan sebagai rujukan dalam
penelitian selanjutnya yang sejenis.
2. Manfaat Bagi Panti
Sebagai bahan evaluasi dalam menentukan kebijakan atau intervensi
kesehatan berdasarkan pendekatan budaya

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Tradisional
Tradisional erat kaitannya dengan kata “tradisi”. Tradisi merupakan suatu
tindakan dan kelakuan sekelompok orang dengan wujud suatu benda atau tindak
laku sebagai unsur kebudayaan yang dituangkan melalui fikiran dan imaginasi
serta diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya yang didalamnya
memuat suatu norma, nilai, harapan dan cita-cita tanpa ada batas waktu yang
membatasi (KKBI, 2010).
Penggunaan sembilu untuk memotong tali pusat sampai kini masih
dilakukan oleh bebeberapa dukun bayi (dukun bayi) terutama dipedesaan. Pada
masyarakat Sunda alat pemootng (sembilu) ini dikenal dengan hinis. Penelitian di
pedesaan Lombok juga memperlihatkan keadaan yang sama. Tali pusat bayi yang
baru lahir dipotong dengan cara menggunakan hinis yang terbuat dari irisan kulit
bambu yang diambil dari rangka atap rumah bagian depan. Soedarno (1998)
dalam Resa Ana (2009).
Pemotongan dan perawatan tali pusat dipengaruhi oleh kebiasaan
masyarakat (kebudayaan lokal) yang beberapa memiliki dampak merugikan
Sebagian besar dari para ibu bersalin untuk pemotongan dan perawatan tali
pusarnya menggunakan sembilu dan abu, hal ini menunjukkan bahwa mereka
telah terpapar oleh faktor resiko, yaitu alat pemotong dan bahan perawat tali pusar
tidak steril. Menurut hasil penelitian Dewi Rokhmah (2018) Alat pemotong tali
pusar yang tidak steril memberikan resiko 3,14 kali lebih besar untuk kejadian
Tetanus Neonatorum dibandingkan dengan alat pemotong tali pusar yang steril.
Tetanus Neonatorum terjadi karena Clostridium Titani masuk melalui tali pusar
sewaktu proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses
persalinan yang tidak steril, baik dengan penggunaan alat pemotong maupun
bahan perawat tali pusar yang telah terkontaminasi.

5
Kebiasaan menggunakan alat dan obat tradisional yang tidak steril
merupakan faktor utama terjadinya Tetanus Neonatorum. Sementara itu, alasan
dukun menggunakan sembilu dan abu sebagai alat pemotong dan bahan perawat
tali pusar karena sudah menjadi kebiasaan (tradisi) menunjukkan bahwa mereka
masih memegang kuat tradisi yang telah terwariskan secara turun temurun itu
sehingga sulit bagi mereka untuk meninggalkannya. Hal ini sesuai yang telah
disebutkan oleh Notoatmodjo (2010) bahwa tradisi merupakan salah satu aspek
budaya yang dapat mempengaruhi status dan perilaku seseorang. Ditambah lagi,
adanya keyakinan dari dukun bahwa hidup matinya seseorang ialah karena “sudah
waktunya”, bukan salah dukun. Mereka memberikan contoh bahwa selama ini
banyak juga yang selamat persalinannya meskipun ditolong oleh dukun.
Keyakinan ini juga menjadikan dukun semakin bertambah kuat dalam memegang
tradisi tersebut. Keyakinan merupakan salah satu faktor yang dapat
mempermudah terjadinya perilaku pada diri seseorang.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku terkait praktik
tradisional pemotongan tali pusat menurut teori L.Green (1980), yaitu:
a. Faktor yang mempengaruhi (Predisposing factor)
b. Faktor pemungkin (Enabling factor)
c. Faktor penguat (Reinforcing factor)
Ketiga faktor diatas merupakan suatu faktor yang dibutuhkan dalam suatu
kombinasi untuk memotivasi, memfasilitasi, dan menjaga perubahan pada
lingkungan, tetapi perubahan lingkungan dapat didukung dan dijaga melalui
faktor yang memfasilitasi secara langsung yang berhubungan dengan lingkungan.
a. Faktor yang mempengaruhi (Predisposing factors)
Faktor predisposisi merupakan suatu faktor yang melatarbelakangi
perubahan perilaku yang memberikan pemikiran rasional atau motivasi terhadap
suatu kegiatan, juga sebagai faktor yang mempermudah terjadinya perilaku
seseorang. Adapun dalam menghadapi suatu perubahan, seseorang atau
masyarakat tentunya memiliki frekuensi yang berbeda-beda, ada yang lambat
maupun cepat. Pada konsep tradisonal itu sendiri, seseorang ataupun masyarakat
cenderung sulit untuk menerima adanya perubahan-perubahan. Praktik tradisional
pemotongan tali pusat yang dilakukan oleh dukun dukun bayi bisa membahayakan

6
bayi yang berakibat kematian. Tehnik pemotongan tali pusat yang benar adalah
tidak langsung menggunakan instrument yang sudah disterilkan dan tali pusat
tidak langsung di potong, tetapi ditunggu 1 menit sampai tidak berdenyut,
fungsinya agar darah mengalir ketubuh bayi dan bayi tidak mengalami anemia.
Setelah itu tali pusat tidak di bubuhi apapun dan tidak dibungkus (Kemenkes RI,
2010).
Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan pikir dalam menumbuhkan
kepercayaan diri maupun dorongan sikap dan perilaku. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain ataupun stimulus yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2010)
Kepercayaan adalah keyakinan dalam diri individu dalam kondisi yang
rentan bahwa orang yang dipercayai (trustee) akan menunjukkan perilaku yang
konsisten, jujur, bisa dipercaya, perhatian terhadap kepentingan orang yang
mempercayai (truster), mengupayakan yang terbaik bagi truster melalui sikap
menerima, mendukung, sharing, dan bekerja sama. (Mayer dkk, 1995 dalam Sitti
Nurhidayanti (2018)). Dukun bayi dianggap mampu menentramkan ibu hamil
yang akan melahirkan beserta keluarganya.
Rendahnya tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap pengetahuan
sikap dan perilaku masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan kehamilan dan
persalinan (Notoatmodjo, 2010). Merujuk pada teori sosial kognitif, pengetahuan
serta pengalaman seseorang menjadikan orang tersebut dapat belajar dari
lingkungan sosial, sehingga perilaku yang akan dilakukannya sangat bergantung
pada sikap yang dibentuk dari pengetahuan dan pengalamannya.
Menurut Mubarak (2007) dalam Nurul Mukhlisah (2015), selain pendidikan
dan informasi, pengetahuan juga dipengaruhi oleh pengalaman dimana
pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang kurang
baik seseorang akan berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap
objek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang
sangat mendalam dan membekas dalam emosi dan kejiwaannya dan akhirnya
dapat pula membentuk sikap positif dalam kehidupannya. Sependapat dengan
Notoadmodjo (2010), pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh

7
kebenaran pengetahuan, baik dari pengalaman diri sendiri maupun orang lain. Hal
tersebut dilakukan dengan cara pengulangan kembali pengalaman yang diperoleh
dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi. Bila berhasil maka orang akan
menggunakan cara tersebut dan apabila gagal tidak akan mengulangi cara itu.
Kondisi inilah terkadang dukun beranak menolong persalinan tanpa
memperhatikan keamanan, kebersihan dan mekanisme sebagaimana mestinya.
Sebagai akibatnya terjadi berbagai bentuk komplikasi dan dapat terjadi kematian
(Prawirohardjo, 2010).
b. Faktor Pemungkin (Enabling factors)
Faktor pemungkin merupakan suatu faktor yang memfasilitasi penampilan
dari suatu aksi atau tindakan individu atau organisasi. Faktor ini hakikatnya
mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku sehat, maka faktor ini
disebut faktor pemungkin. Faktor ini meliputi ketersediaan sumber daya,
keterjangkauan pelayanan kesehatan. Sebagian besar ibu yang terjangkau
aksesnya menuju sarana kesehatan memilih bidan untuk menolong persalinan.
Sebagian besar ibu yang tidak terjangkau aksesnya memilih dukun beranak untuk
menolong persalinannya.
c. Faktor Penguat (Reinforcing factors)
Faktor penguat merupakan suatu faktor yang mengikuti suatu perilaku yang
memberikan pemasukan secara berkala untuk pengulangan perilaku faktor ini
meliputi: keluarga, guru, petugas kesehatan, tokoh masyarakat, para pembuat
keputusan/undang-undang dan peraturan.
Pada kasus persalinan, dukun tidak hanya berperan saat proses tersebut
berlangsung, namun juga pada saat upacara-upacara adat yang dipercaya
membawa keselamatan bagi ibu dan anaknya seperti upacara tujuh-bulanan
kehamilan, tatobik (mandi dengan air panas) dan hatukahai (pendiangan di atas
bara api).
Upacara adat ini tentunya tidak sejalan dengan aktivitas medis dan
tidak dapat dilakukan oleh seorang bidan. Hal inilah yang menyebabkan dukun
memiliki tempat yang terhormat dan memperoleh kepercayaan lokal yang jauh
lebih tinggi dari pada bidan. Dukun dipercayai memiliki kemampuan yang
diwariskan turun-temurun untuk memediasi pertolongan medis dalam masyarakat.

8
Sebagian dari mereka juga memperoleh citra sebagai “orang tua” yang telah
“berpengalaman”. Profil sosial inilah yang berperan dalam pembentukan status
sosial dukun yang karismatik dalam pelayanan medis tradisional (Setyawati,
2010).
Secara medis penyebab klasik kematian bayi adalah infeksi, sepsis,
pneumonia dan diare. Kondisi-kondisi tersebut bila tidak ditangani secara tepat
dan profesional dapat berakibat fatal bagi bayi. Namun, kefatalan ini sering
terjadi tidak hanya karena penanganan yang kurang baik tepat tetapi juga karena
ada faktor keterlambatan pengambilan keputusan dalam keluarga. Terutama di
daerah pedesaan, keputusan terhadap perawatan medis apa yang akan dipilih
harus dengan persetujuan kerabat yang lebih tua atau keputusan berada di tangan
suami yang sering kali menjadi panik melihat keadaan krisis yang terjadi.
Kepanikan dan ketidaktahuan akan gejala-gejala tertentu saat persalinan dapat
menghambat tindakan yang seharusnya dilakukan dengan cepat (Imran, 2011).
Kebiasaan dan Adat Istiadat. Ada beberapa kebiasaan adat istiadat yang
merugikan kesehatan ibu hamil. Tenaga kesehatan harus dapat menyikapi hal ini
dengan bijaksana jangan sampai menyinggung “kearifan lokal” yang sudah
berlaku di daerah tersebut. Penyampaian mengenai pengaruh adat dapat melalui
berbagai teknik, misalnya melalui media masa, pendekatan tokoh
masyarakat pada penyuluhan yang menggunakan media efektif. Namun, tenaga
kesehatan juga tidak boleh mengesampingkan adanya kebiasaan yang sebenarnya
menguntungkan bagi kesehatan. Jika menemukan adanya adat yang sama
sekali tidak berpengaruh buruk terhadap kesehatan, tidak ada salahnya
memberikan respon yang positif dalam rangka menjalin hubungan yang sinergis
dengan masyarakat (Rukiah dan Yulianti, 2014).
Faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi-konsepsi
mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab akibat dan kondisi sehat sakit,
kebiasaan dan ketidaktahuan seringkali membawa dampak positif maupun negatif.
Rofi’i (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Kepercayaan Wanita Jawa
tentang Perilaku atau Kebiasaan yang dianjurkan dan dilarang selama Hamil di
Semarang menyatakan bahwa ibu hamil menyakini dampak apabila melakukan
perilaku atau kebiasaan yang dianjurkan selama hamil seperti makan dicobek

9
yang besar, ngepel saat hamil tua, minum jamu ditaruh daun lambu, diberi
minyak kelapa, acara mitoni anak pertama akan memberikan kesehatan dan
keselamatan kepada bayi yang dikandung dan ibu akan mudah melahirkan.
Fasilitas kesehatan ini sangat menentukan atau berpengaruh terhadap upaya
penurunan angka kesehatan ibu (AKI). Untuk mencapai suatu kondisi yang
sehat diperlukan adanya sarana dan prasarana (fasilitas kesehatan) yang memadai
(Rukiah dan Yulianti, 2014). Di daerah pedesaan, orang Jawa kebanyakan masih
mempercayai dukun beranak untuk menolong persalinan yang biasanya
dilakukan di rumah.
Faktor ekonomi juga merupakan faktor yang memegang peranan penting
dalam kehidupan keluarga, terutama kehamilan, karena di mana-mana, kapan dan
siapa saja memerlukan kesiapan ekonomi, disamping kesiapan fisik, mental pada
ibu hamil dan kesiapan persalinan serta kepentingan bayinya. Sosial ekonomi
terbukti sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan fisik dan psikologis ibu
hamil (Rukiah dan Yulianti, 2014).

B. Konsep Tali Pusat dan Perawatannya


1. Pengertian
Tali pusat atau funiculus umbilicalis adalah bagian dari plasenta yang
menghubungkan umbilicus janin dengan permukaaan fetal plasenta. Melalui
tali pusat ini darah kotor dari janin dialirkan ke plasenta dari janin dan darah
yang kaya oksigen dialirkan dari ibu ke janin (Saifuddin, 2010).
Tali pusat merupakan jalan masuk infeksi yang dapat dengan cepat
menyebabkan sepsis. Teknik perawatan yang bersih pada saat mengklem,
memotong dan mengikat tali pusat serta perawatan tali pusat selanjutnya
merupakan prinsip utama yang sangat penting untuk mencegah terjadinya
sepsis karena infeksi tali pusat memperlama waktu pelepasan tali pusat
(Bobbak, 2010).
2. Tehnik Perawatan Tali Pusat
a. Menurut Standar Kesehatan
Menurut standart Asuhan Persalinan Normal (APN) pada saat segera
bayi lahir akan dilakukan pemotongan tali pusat, sesuai JNPKR, Depkes

10
RI, 2018, bahwa segera bayi lahir harus dikeringkan dan membungkus
kepala serta badan kecuali tali pusat. Menjepit tali pusat harus
menggunakan klem disinfeksi tingkat tinggi atau steril dengan jarak kira-
kira 3cm dari umbilicus bayi. Setelah jepitan pertama dilakukan pengurutan
tali pusat bayi kearah ibu dengan memasang klem kedua dengan jarak 2cm
dari klem pertama. Dengan menggunakan tangan kiri di antara sela jari
tengah tali pusat dipotong diantara kedua klem.
Pada saat tali pusat terpotong maka suplai darah dari ibu terhenti. Tali
pusat yang masih menempel pada pusat bayi lama kelamaan akan kering
dan terlepas. Pengeringan dan pemisahan tali pusat sangat dipengaruhi oleh
Jelly Wharton atau aliran udara yang mengenainya. Jaringan pada sisa tali
pusat dapat dijadikan tempat koloni oleh bakteri terutama jika dibiarkan
lembab dan kotor. Sisa potongan tali pusat pada bayi inilah yang harus
dirawat, karena jika tidak dirawat maka dapat menyebabkan terjadinya
infeksi. Pengenalan dan pengobatan secara dini infeksi tali pusat sangat
penting untuk mencegah sepsis. Tali pusat yang terinfeksi umumnya merah
dan bengkak mengeluarkan nanah, atau berbau busuk. Jika pembengkakan
terbatas pada daerah <1 cm disekitar pangkal tali pusat, obati sebagai
infeksi tali pusat lokal atau terbatas. Bila disekitar tali pusat merah dan
mengeras atau bayi mengalami distensi abdomen, obati sebagai infeksi tali
pusat berat atau meluas (Sastrawinata, 2010).
b. Menurut Praktik Pemotongan Tali Pusat secara Tradisional
Zaman dahulu di daerah Jawa, setelah bayi lahir yang ditolong oleh
dukun bayi (Bayi), kalau memotong tali pusat (pusar) menggunakan sebilah
bambu tipis yang dibuat tajam (hinis/welat). Welat/Hinis ini menurut adat
harus dibuat baru atau diambil oleh bapak si bayi itu. Awalnya menurut
ilmu kedokteran, tindakan ini banyak menyebabkan bayi-bayi meninggal
karena infeksi tetanus, akhirnya dukun bayi mulai diarahkan untuk
menggunakan gunting dan atau pisau logam untuk memotong tali pusat
bayi. Akan tetapi masih saja terdapat lagi yang meninggal karena infeksi
tetanus. Setelah diselidiki, ternyata pisau bambu (welat/hinis) yang menurut
adat itu lebih baik digunakan untuk memotong tali pusat bayi yang

11
cenderung bebas dari kuman penyakit tetanus, karena pisau bambu dibuat
baru setiap kali akan digunakan. Juga didapatkan bahwa bambu
mengandung enzim yang kenyataannya berguna untuk memperlambat
infeksi, lain hlnya dengan pisau logam, silet atau gunting yang digunakan
berkali-kali dan tidak dibersihkan. Beberapa diantaranya berkarat
(Oxorn,Harry, 2010).
c. Metode Lotus Birth
Lotus birth adalah sebuah metode melahirkan yang membiarkan tali
pusat dan plasenta tersambung terus sampai puput (terputus sendiri) secara
alami, tanpa di potong dan di jepit.
Pemotongan plasenta dipercaya akan menimbulkan rasa tidak nyaman
pada bayi dan menghilangkan kesempatan bayi untuk mendapatkan nutrisi
yang dan zat mineral yang masih terkandung dalam plasenta (ari-ari).
metode ini juga mempunyai gagasan yang sama yaitu back to nature.
Lotus birth sendiri adalah sebuah metode melahirkan yang
membiarkan tali pusat dan plasenta tersambung terus sampai puput (terputus
sendiri) secara alami, tanpa di potong dan di jepit. Pemotongan plasenta
dipercaya akan menimbulkan rasa tidak nyaman pada bayi dan
menghilangkan kesempatan bayi untuk mendapatkan nutrisi yang dan zat
mineral yang masih terkandung dalam plasenta (ari-ari).Manfaat menurut
para pelaku lotus birth, plasenta yang masih tersambung dengan bayi
dipercaya masih mensuplai bayi dengan nutrisi, mineral, oksigen yang
dibutuhkan oleh bayi.
Secara psikologis, lepasnya plasenta secara alami  akan mempunyai
dampak positif yaitu meminimalkan trauma bayi saat berpisah dari rahim
yang ditempati selama 9 bulan bersama plasenta. Merawat placenta supaya
tidak menimbulkan bau Plasenta tetap dibersihkan selama masih
tersambung dengan bayi, setelah itu dikeringkan dengan handuk dengan
cara di tepuk-tepuk. lalu plasenta disimpan dalam baskom yang ditaburi
garam laut dan minyak aroma terapi. Pemberian garam laut dan aroma
terapi diharapkan akan mengurangi bau tidak sedap yang dikeluarkan oleh
plasenta.

12
Secara medis, metode persalinan ini didukung dengan adanya
penelitian yang menyebutkan bahwa delayed clamping (pemotongan tali
pusat yang ditunda) selama 1-2 menit akan memberikan manfaat klinis yang
lebih baik untuk bayi dibandingkan dengan early clamping (30 detik sampai
1 menit).
Tetapi beberapa ahli medis berpendapat plasenta yang terhubung
dengan bayi di luar rahim dalam jangka waktu lama akan menyebabkan
infeksi dan berpotensi membawa dampak yang “mematikan”. Plasenta lebih
rentan terinfeksi karena berisi darah yang merupakan sumber makanan
mikroba. Dalam waktu singkat setelah melahirkan, setelah tali pusat
berhenti berdenyut plasenta tidak memiliki sirkulasi dan pada dasarnya
jaringan yang mati”.
Memang sampai saat ini belum terbukti secara klinis bahwa lotus birth
berbahaya terhadap ibu maupun bayi, tapi mengingat tidak ada ‘benefit’
yang timbul dari metode ini, dan adanya potensi bahaya, lotus birth tidak
disarankan.
d. Burning Cord
Burning Cord adalah Penundaan pemotongan tali pusat beberapa
menit/jam lalu dipotong dengan menggunakan api, pada prinsipnya
perawatan tali pusat semuanya sama yaitu menjaga tetap kering dan bersih
(Monika, dkk 2014). Tujuannya adalah untuk mencegah infeksi dalam
lingkungan persalinan yang kurang steril. Selain itu filosofinya adalah
mengurangi trauma pada bayi dan menghindari pengenalan kekerasan pada
bayi baru lahir dan membantu memasukan unsur chi kedalam tubuh si
bayi.selain itu pemanasan yang dihasilkan oleh lilin akan mengurangi risiko
perdarahan dan masuknya infeksi kedalam tubuh bayi melalui tali pusat dan
ini yang akan mengurangi kecenderungan untuk menderita penyakit kuning,
selain menciptakan bayi yang kuat.
Cara Burning Cord adalah sebagai berikut :
1) Bungkus bayi dalam selimut biarkan tali pusat diluar dan gunakan
sepotong atau aluminium foil ini tujuannya untuk melindungi bayi
sehingga mereka tidak merasa panas.

13
2) Pastikan mengambil jarak sekitar sekitar 5 inci dari tubuh bayi. Dan
ketika Anda membakarnya, talipusat akan terasa panas sebentar,
pastikan bara api tidak menyentuh kulit bayi (nah itu gunanya kardus
atau alumunium foil).
3) Bakar talipusat dengan menggunakan lilin
4) Pastikan talipusat terputus. Pegang dulu bekas talipusat yang terbakar
dan biarkan dingin
5) Butuh sekitar 10 menit untuk memotong tali pusat

C. Dukun Bayi
Dukun adalah seorang wanita yang telah berumur ± 40 tahun ke atas,
pekerjaan ini bersifat turun temurun dalam keluarga atau karena ia merasa
mendapat panggilan tugas ini (Wiknjosastro, 2010). Dukun bayi adalah seorang
yang ada pada umumnya wanita yang mendapat kepercayaan serta memiliki
keterampilan menolong persalinan secara tradisional. Dukun bayi merupakan
sosol yang sangat dipercaya dikalangan masyarakat, memberikan pelayanan
khususnya bagi ibu hamil sampai dengan nifas secara sabar (Meilani dkk, 2009).
Pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun bayi masih
menggunakan cara-cara tradisional yang dapat merugikan dan membahayakan
keselamatan ibu dan bayi baru lahir (Depkes RI, 2008). Dukun sebagai penolong
persalinan memiliki pengetahuan tentang fisiologis dan patologis dalam
kehamilan, persalinan, serta nifas yang sangat terbatas, oleh karena atau apabila
timbul komplikasi ia tidak mampu untuk mengatasinya, bahkan tidak menyadari
akibatnya, dukun tersebut menolong hanya berdasarkan pengalaman dan kurang
professional. Berbagai kasus sering menimpa seorang ibu dan bayi sampai pada
kematian ibu saat bersalin (Wiknjosastro, 2010).

D. Kerangka Teori
Penelitian ini menggunakan pendekatan teoritis, yaitu menurut teori dari
Lawrence Green (1980), Lawrence Green menggambarkan bahwa perilaku
seseorang atau masyarakat berkaitan dengan kesehatan individu/masyarakat
ditentukan oleh 3 faktor, yaitu Faktor Pendukung (Pengetahuan, Sikap,
Keyakinan, Nilai-nilai, Tradisi, dan faktor demografi); Faktor Pemungkin (Sarana

14
dan Prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan); Faktor Penguat
(Sikap dan Perilaku Petugas Kesehatan atau Petugas lainnya, Dukungan keluarga,
Teman Sebaya, Guru, Tokoh Masyarakat dan Pemimpin atau Pengambil
Keputusan).

Gambar 1. Kerangka Teori

Faktor Pendukung:

1. Pengetahuan
2. Kepercayaan
3. Sikap
4. Faktor demogafi ( Umur,
Pendidikan, Pekerjaan,
Paritas, Jarak kehamilan)
Faktor Pemungkin:
1. Jarak ke fasilitas kesehatan Cara Tradisional
2. Pendapatan keluarga Pemotongan Tali Pusat
3. Biaya
4. Ketersediaan sarana dan
prasarana
5. Ketersediaan transportasi
Faktor Penguat:
1. Dukungan Suami/Keluarga
2. Dukungan Kader
3. Dukungan Petugas Kesehatan
4. Keterpaparan Informasi
5. Tokoh Masyarakat

Sumber : Lawrence Green (1980)

15
BAB 4
METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep
Peneliti dalam hal ini ingin menggali secara mendalam fenomena praktik
tradisional pemotongan tali pusat oleh dukun bayi dalam budaya masyarakat
Sunda. Berdasarkan teori yang telah dikemukakan L Green (1980), terdapat
beberapa faktor yang melatarbelakangi praktik tradisional tersebut yang menurut
peneliti paling dominan dan diadopsi sesuai dengan kebutuhan penelitian, yaitu
faktor pendidikan, pengetahuan, pengalaman dan kepercayaan, maka peneliti
berharap dapat menemukannya pada saat pengambilan data dengan metode
wawancara mendalam.
Gambar 2. Kerangka Konsep

1. Pengetahuan
2. Kepercayaan CaraTradisional
3. Pengalaman Pemotongan Tali
4. Kebudayaan Pusat

B. Definisi Istilah
1. Dukun bayi adalah seorang wanita yang dipercaya masyarakat untuk
membantu melahirkan bayi karena keterampilan yang didapat secara turun-
temurun.
2. Perilaku adalah respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar.
3. Tradisi pemotongan tali pusat adalah kebiasaan / cara yang digunakan untuk
memotong tali pusat bayi setelah lahir
4. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang dikteahui oleh responden tentang
praktik tradisional pemotongan tali pusat

16
6. Pengalaman adalah peristiwa yang benar-benar pernah dialami oleh
responden.
7. Kepercayaan adalah sikap atau keyakinan responden pada orang lain
8. Kebudayaan adalah tradisi atau adat responden yang diyakini berasal dari
daerah tersebut

C. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah kuantitatif pendekatan
kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk
mengungkap gejala secara holistik-kontekstual (secara menyeluruh dan sesuai
dengan konteks/apa adanya) melalui pengumpulan data dari latar alami sebagai
sumber langsung dengan instrumen kunci penelitian itu sendiri (Sugiyono, 2010).

D. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan di daerah Sunda Jawa Barat yang meliputi beberapa
kabupaten di Jawa Barat. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Januari-
Maret 2020.

E. Informan Penelitian
Dalam penelitian kualitatif sampel dilakukan dengan memilih beberapa
informan. Informan adalah orang-orang dalam latar penelitian yang di manfaatkan
untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Informan
yang menjadi sumber informasi dalam penelitian kualitatif ini di ambil dengan
cara purposive sampling. Terutama terkait masalah praktik tradisional
pemotongan tali pusat oleh dukun bayi, informan untuk wawancara mendalam
adalah 6 orang dukun bayi (sebagai informan kunci) dan 3 orang ibu bersalin
(sebagai informan) dan penanggung jawab desa seorang Bidan Desa (sebagai
informan pendukung). Selain itu, terhadap informan yang telah di wawancara
dilakukan pula observasi.
Informan kunci yaitu seseorang yang secara lengkap dan mendalam
mengetahui informasi yang akan menjadi permasalahan dalam penelitian.
Informan kunci ini, peneliti mengambil dukun yang mengetahui cara tradisional
pemotongan tali pusat oleh dukun bayi di beberapa kabupaten di Jawa Barat.

17
F. Instrumen Penelitian
Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan alat bantu berupa
pedoman wawancara, pedoman observasi, buku catatan dan alat perekam untuk
memudahkan peneliti dalam melakukan pengumpulan data tentang praktik
tradisional pemotongan tali pusat oleh dukun bayi.

G. Pengolahan dan Analisis Data


Analisa data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang
dapat dikelola, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan
apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang
lain (Moleong, 2007).
Tehnik analisa data pada penelitian ini, mengguanakan Analisis Content/
Analisis isi yaitu penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi
suatu informasi yang didapatkan dari informan dan membandingkan hasil
penelitian dengan teori-teori yang ada

18
BAB 4
BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN

A. Anggaran Dana

Tabel 5.1 Anggaran Dana Penelitian


No. Jenis Pengeluaran Biaya
1 Perijinan Rp. 500.000
2 Pembuatan Instrumen Penelitian Rp. 500.000
3 Bahan Kontak Responden Rp. 750.000
4 Bahan Komunikasi Rp. 250.000
5 Dokumentasi Rp. 500.000
6 ATK Rp. 200.000
7 Penggandaan Rp. 300.000
8 Honorarium peneliti utama Rp. 600.000
9 Honorarium peneliti kedua Rp. 400.000
10 Analisis Data Rp. 500.000
11 Pembuatan Laporan Akhir Rp. 500.000
12 Pembuatan Manuskrip Rp. 500.000
13 Deseminasi Jurnal Rp. 2.000.000
Total Rp. 7.500.000

19
B. Jadwal Rencana Kegiatan

Tabel 5.2 Jadwal Rencana Kegiatan


Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4
No Uraian Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
A. Pengurusan Perizinan
1 Izin daerah (kepala dinas
setempat)
2 Izin penelitian di Puskesmas
kecamatan & Desa
B. Uji Instrumen dan Revisi
C. Identifikasi Sampel sesuai
kriteria inklusi
D. Pengumpulan Data
(Pelaksanaan Penelitian)
E Pengolahan dan Analisa Data
F. Penyusunan & Penggandaan
Laporan Penelitian
G. Publikasi

20
DAFTAR PUSTAKA

Angkasawati Tri Juni, et al. Laporan Penelitian Riset Etnografi


Budaya.Surabaya: Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat, Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI;
2012.
Bobbak Lowdermilk, 2010. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta:EGC
Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Kemitraan Bidan dengan Dukun.
Jakarta: Depkes.
Departemen Kesehatan RI. 2009. Petunjuk Teknis Terpadu Eliminasi Tetanus
Neonatarum. Jakarta: Depkes.
Dep. Dik. Bud, 2010. KKBI. Balai Pustaka. Edisi V. Jakarta.
Dewi Rokhmah, dkk.2018. Dukun Bayi dan Kejadian Tetanus. Jurnal Perilaku
dan Promosi Kesehatan. Vol. 1, No. 1, April 2018: 54-62
Farrer Helen. 2010. Perawatan Maternitas. Jakarta : EGC
Green, L. 1989. Health Promoting Planning, and Educational and
Environmental Approach, Mayfield Publishing Company 1991
Girija Sankar, 2014. Birth Attendants in Haiti Provide Life-Saving Services to
Young Mothers. Mother and Child article

Julie M. Herlihy (2014). Local Perceptions, Cultural Beliefs and Practices That
Shape Umbilical Cord Care: A Qualitative Study in Southern Province,
Zambia. Article  in  PLoS ONE · November 2013

Kemenkes RI. 2010. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta
: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Kemenkes RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta : Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Kemenkes RI. 2017. Profil Kesehatan Indonesia 2017. Jakarta : Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Lawrence, Arunibebi Lamawal (2015). Umbilical Cord Care Practices by
Traditional Birth Attendants in Yenagoa, Nigeria. IOSR Journal of Nursing
and Health Science (IOSR-JNHS) e-ISSN: 2320–1959.p- ISSN: 2320–1940
Volume 4, Issue 2 Ver. I (Mar.-Apr. 2015), PP 92-96
Lopez, C dan P, Shanley. 2004. Riches of the Forest: Food, Spices, Crafts and
Resins of Asia. Cifor. Bogor. Indonesia
Manuaba, 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta:EGC

21
Martaadisoebrata. 2010. Bunga Rampai: Obstetri Dan Ginekologi Sosial.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Mara Ipa, dkk. 2016. Praktik Budaya Perawatan Dalam Kehamilan
Persalinan Dan Nifas Pada Etnik Baduy Dalam. Jurnal Kespro Vol.1
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Muchtar Rustam, 2010. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC

Notoatmodjo, Soekidjo. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta. 2010


Oxorn, Harry. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi ... Jakarta : Yayasan Bina. Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Pandiangan, F,J (2011). Perawatan Bayi Baru Lahir Menurut Perspektif Budaya
Suku Batak Toba di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir. Jurnal
Universitas Sumatera Utara.

Resa Ana Dina (2009). Gambaran Epidemiologi Kasus dan Kematian Tetanus
Neonatorum di Kabupaten Serang Tahun 2005 – 2008. Skripsi FKM UI
Saiffudin A.B, 2010,. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal Ed I, Cet 5. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prowirohardjo.
Salmah, 2008. Asuhan Kebidanan. Jakarta:EGC
Sajogyo & Pudjiwati, S. 2010. Sosiologi Pedesaan, Gajah Mada University press,
Yogyakarta.
Sastrawinata, Sulaiman, 2010, Obstetri Fisiologi, Bandung : EGC
Setiawati, Gita. 2010. Modal Sosial Dan Pemilihan Dukun Dalam Proses
Persalinan: Apakah Relevan?. Makara, kesehatan vol 14, no.1 Juni 2010
: 11-16.
Sri Eny Setiowati, 2016. Pengasingan Wanita Melahirkan Suku Naulu di Dusun
Rohua Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah. Jurnal Riset
Kesehatan,5(1),2016,14-20
Sri Rahayu Yusnita Situmorang (2019). The Uniqueness of Newborn Health Care
in The Batak Toba Community. Volume 1, Issue 2, August 2019, pp.79-88
International Journal of Advances in Social and Economics
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Suprabowo. 2006.Praktik Budaya dalam Kehamilan, Persalinan dan Nifas pada
Suku Dayak Sanggau. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional,1(3),112-121.
Varney, Helen. 2010. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC

22
Wiknjosastro, H, Abdul Bari Saifuddin, Trijatmo Rachimhadhi, 2010. Ilmu
Kebidanan, Ed 5, Cet 10. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

WHO, 2016. Maternal Mortality in 2000: Esti mates Developed by WHO


UNICEF and UNFPA Geneva: WHO, 2016

23
PEDOMAN WAWANCARA
PENELITIAN TENTANG PRAKTIK TRADISIONAL
PEMOTONGAN DAN PERAWATAN TALI PUSAT
OLEH DUKUN: STUDI KASUS PERSPEKTIF
KESEHATAN DAN BUDAYA MASYARAKAT SUNDA

A. Identitas Informan
Nama :
Umur :
Pendidikan :
Lama menjadi dukun:

B. Pertanyaan wawancara kepada informan kunci (Dukun)


1. Dapatkan ibu ceritakan bagiamana ibu bisa menjadi dukun?
Probing: Sejak kapan? Adakah ilmu khusus/turun temurun? Pernah ikut
pelatihan atau tidak
2. Bagimana persaan ibu menjadi seorang dukun bersalin?
3. Bisa Ibu ceritakan budaya di Sunda tentang perawatan tali pusat?
4. Bisa Ibu ceritakan apa saja alat yang dibutuhkan untuk membantu
persalinan terutama pada saat memotong tali pusat?
Probing: asal muasal, adakah budaya/kepercayaan? Bgm cara
mendapatkan? ada aturan khusus? Bgm dampaknya dengan kesehatan?
5. Bisakan ibu ceritakan tentang perawatan tali pusat?
Probing: asal muasal, adakah budaya/kepercayaan? Bgm cara
mendapatkan? ada aturan khusus? Bgm dampaknya dengan kesehatan?
6. Bisakah Ibu ceritakan bagaimana pengalaman Ibu dalam menolong
persalinan terutama pada saat memotong dan merawat plasenta?
7. Apakah pernah mendengar tentang Tetanus? Bisakah Ibu
menceritakannya?
8. Selama membantu persalinan apakah ada kejadian yang tidak diinginkan?

24
C. Pertanyaan wawancara kepada informan (ibu bersalin)
1. Bisaah Ibu ceritakan bagaiman pandangan ibu tentang persalinan yang
ditolong oleh dukun bayi?
2. Bagaimana perasaan yang Ibu rasakan ketika melahirkan ditolong oleh
dukun bayi?
3. Dari pengalam Ibu tindakan yang seperti apa yang dukun lakukan ketika
memotong dan merawat tali pusat?
4. Bisakah Ibu ceritakan kelebihan dan kekurangan yang dirasakan ketika
ditolong bersalin oleh dukun bayi?

25
SUSUNAN ORGANISASI TIM PENELITI DAN PEMBAGIAN TUGAS

Nama Jabatan Tugas


Dr. Dewi Purnamawati, Ketua Peneliti Bertanggung jawab terhadap
MKM keseluruhan pelaksanaan penelitian dari
penyusunan proposal, protokol,
instrumen, kegiatan lapangan, serta
penyampaian laporan hasil penelitian
Rr. Arum Ariasih, Anggota 1 Bertanggung jawab terhadap
SKM., MKM penyusunan instrumen penelitian,
pelaksanaan pengumpulan data dan
penyusunan pelaporan

26

Anda mungkin juga menyukai