Anda di halaman 1dari 69

USULAN PENELITIAN

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL


MENGENAI PENYAKIT HEPATITIS B TERHADAP
SIKAP IBU DALAM MENCEGAH TERJADINYA
PENYAKIT HEPATITIS B MELALUI
PENULARAN SECARA VERTIKAL
DI WILAYAH UPT.PUSKESMAS
KUTA UTARA

PUTU WULANDARI DEWISEPITRI

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
DENPASAR
2019
USULAN PENELITIAN
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL
MENGENAI PENYAKIT HEPATITIS B TERHADAP
SIKAP IBU DALAM MENCEGAH TERJADINYA
PENYAKIT HEPATITIS B MELALUI
PENULARAN SECARA VERTIKAL
DI WILAYAH UPT.PUSKESMAS
KUTA UTARA

PUTU WULANDARI DEWISEPITRI


NIM : 18C10249

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
DENPASAR
2019

ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Proposal penelitian dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil


mengenai Penyakit Hepatitis B Terhadap Sikap Ibu dalam Mencegah Terjadinya
Penyakit Hepatitis B melalui Penularan Secara Vertikal di wilayah
UPT.Puskesmas Kuta Utara”, telah mendapatkan persetujuan pembimbing untuk
diajukan dalam ujian proposal penelitian.

Denpasar, 1 Nopember 2019


Pembimbing I Pembimbing II

Ns. IGA Rai Rahayuni, S.Kep., MNS Ns. Made Rismawan, S.Kep., MNS
NIDN. 0806048001 NIDN. 0820018101

iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PELAKSANAAN PENELITIAN

Proposal penelitian dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil


mengenai Penyakit Hepatitis B Terhadap Sikap Ibu dalam Mencegah Terjadinya
Penyakit Hepatitis B melalui Penularan Secara Vertikal di wilayah
UPT.Puskesmas Kuta Utara”, telah mendapat persetujuan pembimbing dan Rektor
Institut Teknologi dan Kesehatan (ITEKES) Bali untuk dilaksanakan sesuai
dengan rencana penelitian tertuang dalam proposal penelitian.

Denpasar, 1 Nopember 2019


Pembimbing I Pembimbing II

IGA Rai Rahayuni, S.Kep., Ns., MNS Made Rismawan, S.Kep., Ns., MNS
NIDN. 0806048001 NIDN. 0820018101

Menyetujui
Institut Teknologi dan Kesehatan (ITEKES) Bali
Rektor

I Gede Putu Darma Suyasa, S.Kp., M.Ng., Ph.D


NIDN. 0823067802

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
rahmat-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan proposal yang berjudul
“Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil mengenai Penyakit Hepatitis B
Terhadap Sikap Ibu dalam Mencegah Terjadinya Penyakit Hepatitis B melalui
Penularan Secara Vertikal di wilayah UPT.Puskesmas Kuta Utara”.
Dalam penyusunan proposal ini, penulis banyak mendapat bimbingan,
pengarahan dan bantuan dari semua pihak sehingga proposal ini bisa diselesaikan
tepat pada waktunya. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak I Gede Putu Darma Suyasa, S.Kp., MNg., Ph.D selaku Rektor Institut
Teknologi dan Kesehatan (ITEKES) Bali yang telah memberikan ijin dan
kesempatan kepada penulis menyelesaikan proposal ini.
2. dr. Ni Putu Purlimaningsih ,S.Ked,M.Kes selaku Kepala Puskesmas Kuta Utara
yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk
melaksanakan studi pendahuluan.
3. Ibu Ns. A.A.A Yuliati Darmini, S.Kep.,MNS selaku Ketua Program Studi
Sarjana Keperawatan yang memberikan dukungan moral dan perhatian kepada
penulis.
4. Ibu Ns. IGA Rai Rahayuni, S.Kep.,MNS selaku pembimbing I yang telah
banyak memberikan bimbingan dalam menyelesaikan proposal ini.
5. Bapak Ns. Made Rismawan, S.Kep., MNS selaku pembimbing II yang telah
banyak memberikan bimbingan dalam menyelesaikan proposal ini.
6. Seluruh keluarga terutama Ibu dan Bapak dan Adik yang banyak memberikan
dukungan serta dorongan moral dan materiil hingga selesainya proposal ini.
7. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu penyusunan proposal ini.

v
Penulis menyadari dalam penyusunan proposal ini masih belum sempurna,
untuk itu dengan hati terbuka, penulis menerima kritik dan saran yang sifatnya
konstruktif untuk kesempurnaan proposal ini.

Denpasar, 1 Nopember 2019

Penulis

vi
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL DEPAN …………………………………………… i
HALAMAN SAMPUL DALAM …………………………………………... ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………… iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PELAKSANAAN PENELITIAN ….. iv
KATA PENGANTAR ……………………………………………………… vi
DAFTAR ISI ………………………………………………………………... vii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………….. ix
DAFTAR TABEL …………………………………………………………... x
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….. xi
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………….. 1
A. Latar Belakang ……………………………………………... 1
B. Rumusan Masalah ………………………………………….. 5
C. Tujuan Penelitian …………………………………………… 5
D. Manfaat Penelitian …………………………………………. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………… 8
A. Konsep Pengetahuan ……………………………………….. 8
B. Konsep Sikap ….…………………………………………… 12
C. Konsep Penyakit Hepatitis B dan Proses Penularannya …… 16
D. Penelitian Terkait ………………………………………….. 37
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN VARIABEL …. 38
A. Kerangka Konsep …………………………………………... 38
B. Hipotesis ……………………………………………………. 39
C. Variabel Penelitian …………………………………………. 39
BAB IV METODE PENELITIAN …………………………………….. 42
A. Desain Penelitian …………………………………………… 42
B. Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………… 42

vii
C. Populasi, Sampel, Sampling ………………………………... 43
D. Pengumpulan Data …………………………………………. 46
E. Analisa Data ………………………………………………... 50
F. Etika Penelitian ……………………………………………... 52
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

viii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Anatomi Hepar …………………………………….................... 20
Gambar 2.2 Perjalanan penyakit Hepatitis B Kronis…………………………. 26
Gambar 2.3 Tatalaksana Hepatitis B ….……………………………………… 33
Gambar 3.1 Kerangka Konsep ………………………………………………... 38

ix
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 3.2 Definisi Operasional ……………………………………………….. 40

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Penelitian


Lampiran 2. Instrumen Penelitian
Lampiran 3. Lembar Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 3. Lembar Persetujuan Menjadi Responden

xi
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyakit hepatitis adalah suatu peradangan hati yang bisa berkembang


menjadi fibrosis (jaringan parut), sirosis atau kanker hati. Hepatitis
disebabkan oleh berbagai factor seperti infeksi virus, zat beracun (misalnya
alcohol, obat-obatan tertentu) dan penyakit autoimun. Penyebab paling umum
hepatitis adalah disebabkan oleh Virus Hepatitis B dan C (Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2017). Infeksi virus Hepatitis B merupakan
masalah global yang serius pada dunia kesehatan saat ini (World Health
Organization, 2016). Penularan Hepatitis B Virus (HBV) dapat terjadi melalui
pola vertical dan horizontal, pada pola vertical terjadi pada ibu hamil dengan
HBsAg positif terhadap bayinya melalui proses persalinan (penularan
perinatal). Selain itu, penularan infeksi HBV dengan pola horizontal dapat
melalui luka di kulit atau selaput lendir, misalnya melalui suntikan, tranfusi
darah, alat operasi, kejadian tertusuk jarum, pembuatan tattoo dan tindik,
serta luka pada selaput lender, mulut, hidung dan saat melakukan hubungan
intim (Handojo, 2014).

WHO menyatakan bahwa mother to child transmission (MTCT) adalah


cara utama dari penularan HBV di seluruh dunia. Meskipun adanya
peningkatan pemberian vaksin HBV pada bayi di seluruh dunia, MTCT
masih menyumbang sekitar 50% dari jumlah yang penderita baru yang
mengalami infeksi HBV. (Thio Cl, 2014). Di negara endemis termasuk
Indonesia, penularan virus Hepatitis B secara vertical masih memegang
peranan penting dalam penyebaran virus Hepatitis B. Data menunjukan
sebanyak 90% anak yang lahir dari ibu hamil dengan Hepatitis B positive
akan tertular melalui pola vertical yang nantinya akan berkembang
mengalami Hepatitis B kronis bila tidak ditangani segera (Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2012).

1
2

Martha, Ali, Frank, George dan Seth (2016) menyatakan kepedulian


dari ibu hamil tentang Hepatitis B dan pengetahuan yang cukup akan mampu
mencegah terinfeksinya penyakit Hepatitis B. Komponen wajib berbagai test
medis yang dibutuhkan setiap calon wanita yang mengunjungi fasilitas
kesehatan untuk layanan antenatal termasuk test klinis untuk infeksi HVB.
Dengan demikian, diharapkan semua wanita hamil akan diskrining HBV dan
juga memiliki beberapa pengetahuan tentang penyakit HBV terutama rute
penularan perinatal (Chan OK, Lao TT, Suen dan Lueng, 2012). Akan tetapi
hal itu dibantah oleh penelitian yang dilakukan di daerah Nigeria yang
mengkaji pengetahuan dari 643 ibu hamil tentang Hepatitis ditemukan bahwa
sejumlah 76% dari ibu hamil tesebut memiliki pengetahuan yang tidak
adekuat mengenai infeksi HBV (Adeyemi, Enabor, Ugwu, Bello dan
Olayemi, 2013).

Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI), mengatakan bahwa


masalah Hepatitis yang paling rawan ada pada wanita hamil. Hepatitis B ada
pada anak karena ia masuk melalui jalan lahir ibunya. Sekitar 3,9% ibu hamil
merupakan pengidap hepatitis dengan risiko transmisi martenal kurang lebih
sebesar 90% anak yang tertular secara vertical dari ibu dengan HBsAg
positive selama tahun pertama kehidupan. Anak-anak yang terinfeksi sebelum
usia 6 tahun sejumlah 30-50%, dan sejumlah 25% anak tersebut akan
mengalami penyakit hati kronis atau kanker hati. Maka pencegahan penularan
secara vertical merupakan salah satu aspek yang paling penting dalam
memutus rantai penularan Hepatitis B (WHO, 2016).

Provinsi daerah Bali menduduki posisi ke-10 dari 34 provinsi di


Indonesia yang memiliki jumlah HBsAg positive yakni sebesar 1,47% dari
32.489 ibu hamil yang dilakukan pemeriksaan HbsAg (Profil Kesehatan
Indonesia, 2018). Sedangkan pada wilayah Kabupaten Badung khususnya di
UPT. Puskesmas Kuta Utara jumlah ibu hamil dengan HbsAg yang reaktif
selalu ada disetiap bulannya. Pada bulan Mei 2019 dari 188 jumlah ibu hamil
yang diperiksa HBsAg terdapat 5 orang ibu hamil yang reaktif, pada bulan
3

Juni 2019 dari 117 jumlah ibu hamil yang diperiksa terdapat 5 orang ibu
hamil yang reaktif, sedangkan pada bulan Juli 2019 dari 161 jumlah ibu hamil
yang diperiksa terdapat 5 orang ibu hamil yang reaktif (Sistem Informasi
Hepatitis dan Penyakit Infeksi Saluran Pencernaan Kabupaten Badung, 2019).

Wilayah Puskesmas Kuta Utara merupakan wilayah dengan kepadatan


penduduk terbesar kedua setelah wilayah Kuta dengan jumlah 78.744 jiwa
(UPT Puskesmas Kuta Utara, 2018). Kepadatan penduduk ini di dominasi
oleh masyarakat – masyatakat pendatang, masyarakat pendatang ini
merupakan penduduk pendatang dari luar wilayah Bali yakni daerah Nusa
Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Jawa. Data
menunjukan wilayah Puskesmas Kuta Utara merupakan wilayah puskesmas
dengan jumlah ibu hamil dengan hasil pemeriksaan HBsAg positive
terbanyak di wilayah Kabupaten Badung yakni dari bulan Januari hingga
September tahun 2019 terdapat sebanyak 63 orang. Tercatat jumlah ibu hamil
yang reaktif tersebut sebanyak 90% di dominasi oleh ibu hamil yang
merupakan masyarakat pendatang, sedangkan masyarakat atau penduduk asli
daerah Kuta Utara hanya terdapat sekitar 10% yang reaktif HbsAg.

Sejalan dengan hal tersebut dilihat dari sisi pendidikan dan kemudahan
pemanfaatan informasi dan teknologi yang berbeda-beda pada setiap wilayah
di Indonesia, pemaparan atau sosialisasi dari tenaga kesehatan mengenai
penyakit Hepatitis B yang masih kurang, serta mengacu pada jumlah
pravalensi penyakit Hepatitis B pada ibu hamil yang berisiko untuk ditularkan
pada bayinya di daerah Kuta Utara, dimana pada wilayah tersebut memiliki
jumlah ibu hamil dengan HbsAg positive pada setiap bulannya. Selain itu
masih belum adanya penelitian tentang pengetahuan dan sikap ibu hamil yang
kurang dalam mencegah penyakit hepatitis B menular dari ibu hamil ke
bayinya di wilayah Puskesmas Kuta Utara. oleh karena itu rencana penelitian
ini akan dilakukan di wilayah UPT. Puskemas Kuta Utara.
4

Berdasarkan penjelasan diatas, kurangnya pengetahuan dan sikap yang


kurang terhadap advokasi kesehatan ibu hamil terhadap anaknya dan
didukung dengan penelitian-penelitian terkait mengenai pengetahuan serta
sikap ibu hamil terhadap penularan penyakit hepatitis oleh ibu hamil yang
positive HBsAg terhadap anaknya (mother to child transmission) belum
pernah dilakukan sebelumnya pada wilayah Kuta Utara. Oleh karena itu,
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini dengan tujuan untuk
mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan sikap ibu hamil terhadap
penularan hepatitis B dari ibu ke bayinya di UPT. Puskesmas Kuta Utara.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang pada penyusunan Proposal Penelitian
diatas maka rumusan masalah yang muncul yakni: “Apakah Ada Hubungan
Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil mengenai Penyakit Hepatitis B Terhadap
Sikap Ibu dalam Mencegah Terjadinya Penyakit Hepatitis B melalui Penularan
Secara Vertikal di wilayah UPT.Puskesmas Kuta Utara”.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, penulis
merumuskan tujuan penulisan pada penyusunan Proposal Penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil
mengenai Penyakit Hepatitis B Terhadap Sikap Ibu dalam Mencegah
Terjadinya Penyakit Hepatitis B melalui Penularan Secara Vertikal di
wilayah UPT.Puskesmas Kuta Utara.

2. Tujuan Khusus
Dengan menganalisa dua variabel, maka diharapkan penulis mampu:
a. Untuk mengidentifikasi Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil terhadap
penyakit Hepatitis B di wilayah UPT. Puskesmas Kuta Utara.
5

b. Untuk mengidentifikasi Sikap Ibu dalam Mencegah Terjadinya


Penyakit Hepatitis B melalui Penularan Secara Vertikal di wilayah
UPT. Puskesmas Kuta Utara.
c. Untuk mengidentifikasi Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil
mengenai Penyakit Hepatitis B Terhadap Sikap Ibu dalam Mencegah
Penularan Hepatitis B dari Ibu Hamil ke Bayinya (Mother To Child
Transmission) di wilayah UPT.Puskesmas Kuta Utara.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah serta tujuan tersebut,
penulis merumuskan manfaat penulisan pada penyusunan Proposal Penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai sumber informasi mengenai
Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil mengenai Penyakit Hepatitis B
Terhadap Sikap Ibu dalam Mencegah Terjadinya Penyakit Hepatitis B
melalui Penularan Secara Vertikal di wilayah UPT.Puskesmas Kuta
Utara.Manfaat Praktis
a. Bagi Masyarakat
Meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga mengenai penyakit
Hepatitis khususnya penyakit Hepatitis B pada Ibu Hamil.
b. Bagi Tempat Penelitian
Sebagai bahan masukan dalam upaya mengembangkan ilmu
keperawatan dan sebagai suatu pendekatan pelayanan program Hepatitis
khususnya dalam tindakan screening triple eleminasi yang merupakan
pencegahan awal terhadap penyakit hepatitis B yang dilakukan pada ibu
hamil pada masa kehamilan.

c. Bagi Institusi.
Dapat digunakan sebagai bahan acuan, gambaran, masukan untuk
kegiatan penelitian selanjutnya, sehingga kekurangan dari peneliti
sebelumnya tentang hubungan tingkat pengetahuan ibu mengenai
6

penyakit Hepatitis B terhadap sikap ibu dalam mencegah terjadinya


penyakit hepatitis B melalui penularan secara vertikal di wilayah UPT.
Puskesmas Kuta Utara. agar dapat diperbaiki atau lebih disempurnakan
sesuai perkembangan ilmu dan teknologi.
d. Bagi Mahasiswa
Dapat dijadikan sebagai referensi dan juga untuk meningkatkan
pengetahuan mahasiswa tentang hubungan tingkat pengetahuan ibu
mengenai penyakit Hepatitis B terhadap sikap ibu dalam mencegah
terjadinya penyakit hepatitis B melalui penularan secara vertikal di
wilayah UPT. Puskesmas Kuta Utara.
e. Bagi Perawat/ Penulis
Penelitian ini untuk menambah wawasan dan pengetahuan
mengenai penelitian dan prosesnya. Penelitian ini juga merupakan media
untuk menerapkan ilmu tentang kesehatan kehamilan ibu terkait dengan
penyakit Hepatitis B. Salain itu hasil penelitian juga dapat dijadikan
sebagai dasar pertimbangan dalam melaksanakan fungsi perawat sebagai
educator.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Pengetahuan
1. Definisi
Pengetahuan adalah suatu hasil dari rasa keingintahuan melalui
proses sensoris, terutama pada mata dan telinga terhadap objek tertentu.
Pengetahuan merupakan domain yang penting dalam terbentuknya
perilaku terbuka atau open behavior (Donsu, 2017). Pengetahuan atau
knowledge adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang
terhadap suatu objek melalui panca indra yang dimilikinya. Panca indra
manusia guna penginderaan terhadap objek yakni penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan perabaan. Pada waktu penginderaan
untuk menghasilkan pengetahuan tersebut dipengaruhi oleh intensitas
perhatian dan persepsi terhadap objek. Pengetahuan seseorang sebagian
besar diperoleh melalui indra pendengaran dan indra penglihatan
(Notoatmodjo, 2014).
Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal dan sangat
erat hubungannya. Diharapkan dengan pendidikan yang tinggi maka akan
semakin luas pengetahuannya. Tetapi orang yang berpendidikan rendah
tidak mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak
mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, tetapi juga dapat diperoleh
dari pendidikan non formal. Pengetahuan akan suatu objek mengandung
dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif.
Kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang. Semakin
banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan
sikap semakin positif terhadap objek tertentu (Notoatmojo, 2014).

2. Tingkatan Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (dalam Wawan dan Dewi, 2010)

8
9

pengetahuan seseorang terhadap suatu objek mempunyai intensitas atau


tingkatan yang berbeda. Secara garis besar dibagi menjadi 6 tingkat
pengetahuan, yaitu :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai recall atau memanggil memori yang telah
ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu yang spesifik dan seluruh
bahan yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tahu
disini merupakan tingkatan yang paling rendah. Kata kerja yang
digunakan untuk mengukur orang yang tahu tentang apa yang
dipelajari yaitu dapat menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi,
menyatakan dan sebagainya.
b. Memahami (Comprehention)
Memahami suatu objek bukan hanya sekedar tahu terhadap objek
tersebut, dan juga tidak sekedar menyebutkan, tetapi orang tersebut
dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang
diketahuinya. Orang yang telah memahami objek dan materi harus
dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menarik kesimpulan,
meramalkan terhadap suatu objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang
dimaksud dapat menggunakan ataupun mengaplikasikan prinsip yang
diketahui tersebut pada situasi atau kondisi yang lain. Aplikasi juga
diartikan aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip,
rencana program dalam situasi yang lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang dalam menjabarkan atau
memisahkan, lalu kemudian mencari hubungan antara komponen-
komponen dalam suatu objek atau masalah yang diketahui. Indikasi
bahwa pengetahuan seseorang telah sampai pada tingkatan ini adalah
jika orang tersebut dapat membedakan, memisahkan,
mengelompokkan, membuat bagan (diagram) terhadap pengetahuan
10

objek tersebut.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam merangkum atau
meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen
pengetahuan yang sudah dimilikinya. Dengan kata lain suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang
sudah ada sebelumnya.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian berdasarkan suatu
kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku
dimasyarakat.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan


Menurut Notoatmodjo (dalam Wawan dan Dewi, 2010) faktor-
faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah sebagai berikut :

a. Faktor Internal

1) Pendidikan
Pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan
seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju impian
atau cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat
dan mengisi kehidupan agar tercapai keselamatan dan
kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan
informasi berupa hal- hal yang menunjang kesehatan sehingga
dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut Mantra yang
dikutip oleh Notoatmodjo, pendidikan dapat mempengaruhi
seseorang termasuk juga perilaku akan pola hidup terutama
dalam memotivasi untuk sikap berpesan serta dalam
pembangunan pada umumnya makin tinggi pendidikan
seseorang maka semakin mudah menerima informasi.
11

2) Pekerjaan
Menurut Thomas yang kutip oleh Nursalam, pekerjaan
adalah suatu keburukan yang harus dilakukan demi menunjang
kehidupannya dan kehidupan keluarganya. Pekerjaan tidak
diartikan sebagai sumber kesenangan, akan tetapi merupakan
cara mencari nafkah yang membosankan, berulang, dan
memiliki banyak tantangan. Sedangkan bekerja merupakan
kagiatan yang menyita waktu.

3) Umur
Menurut Elisabeth BH yang dikutip dari Nursalam (2003),
usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan
sampai berulang tahun. Sedangkan menurut Huclok (1998)
semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari
segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa
dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya.
4) Faktor Lingkungan
Lingkungan ialah seluruh kondisi yang ada sekitar manusia
dan pengaruhnya dapat mempengaruhi perkembangan dan
perilaku individu atau kelompok.
5) Sosial Budaya
Sistem sosial budaya pada masyarakat dapat memberikan
pengaruh dari sikap dalam menerima informasi

4. Kriteria Tingkat Pengetahuan


Menurut Nursalam (2016) pengetahuan seseorang dapat
diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :
1. Pengetahuan Baik : 76 - 100.
2. Pengetahuan Cukup : 56 - 75.
3. Pengetahuan Kurang : < 56.
12

B. Konsep Sikap
1. Definisi
Sikap (Attitude) adalah evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap
seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau
memihak maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak pada
objek tersebut (Berkowitz dalam Azwar, 2013). Ambivalen individu
terhadap objek, peristiwa, orang, atau ide tertentu. Sikap merupakan
perasaan, keyakinan, dan kecenderungan perilaku yang relatif menetap.

Menurut Sarwono (2000), sikap dapat didefinisikan kesiapan


pada seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu.
Sikap ini dapat bersifat positif, dan dapat pula bersifat negatif. Dalam
sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,
mengharapkan obyek tertentu. Sedangkan dalam sikap membenci, tidak
menyukai obyek tertentu.

Menurut Thurstone dalam Rejaningsih (2004), sikap sebagai


total kecenderungan, perasaan, prasangka (prejudice atau bias), ide,
perasaan takut, ancaman dan keyakinan seseorang tentang topik
tertentu. Sedangkan definisi yang dikemukakan Allport bahwa sikap
adalah semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan
cara-cara tertentu (dalam Azwar, 2013). Menurut Thursione Dalam
bukunya, Ahmadi(2009), menjelaskan bahwa sikap sebagai tingkatan
kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan
dengan objek psikolgi, sikap positif apabila ia suka sebaliknya orang
yang di katakan memiliki sikap yang negatif terhadap objek psikologi
bila ia tidak suka.

Thurston mendifinisikan sikap sebagai derajat afek positif atau


afek negatif terhadap suatu objek psikologis (Edwards dalam Azwar,
2013). Menurut Lapierre mendifinisikan sikap sebagai suatu pola
perilaku, tendensi, atau kesepian antisipatif, predisposisi untuk
13

menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana sikap


adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan (Azwar
2013). Definisi Petty & Cacioppo secara lengkap mengatakan sikap
adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri,
orang lain, objek atau isu – isu (Azwar, 2013).

2. Karakteristik Sikap

Sikap dapat didefinisikan sebagai kecenderungan afektif suka


tidak suka pada suatu objek sosial tertentu (Hakim, 2012). Definisi sikap
yang di kembangkan oleh Mohadjir (1992: 95) bahwa: Sikap merupakan
ekspresi afek seseorang pada Obyek sosial tertentu yang mempunyai
kemungkinan rentangan dari suka sampai tak suka (Hakim, 2012).
Menurut Muhadjir (1992: 80) sikap di tinjau dari unsur-unsur
pembentuknya dapat di bedakan menjadi tiga hal yaitu sikap yang
transformatif, transaktif dan transinternal. Sikap yang transformatif
merupakan sikap yang lebih bersifat psikomotorik atau kurang di sadari.
Sikap yang transaksional merupakan sikap yang lebih mendasar pada
kenyataan obyektif, sedang sikap yang transinternal merupakan sikap
yang lebih di pedomani oleh nilai-nilai hidup (Hakim, 2012). Adapun
karakteristik sikap adalah :

1. Sikap seseorang tidak dibawa sejak lahir, tetapi harus dipelajari


selama perkembangan hidupnya, jadi sikap itu berubah-ubah.
2. Sikap itu tidak berdiri sendiri, melaikan selalu berhubungan
dengan suatu objek. Dan sikap terhadap suatu objek selalu ada
yang menyertainya, baik itu positif dan negatif.
3. Sikap pada umumnya memiliki segi-segi motivasi dan emosi.
4. Sikap itu dapat berlangsung lama dan sebentar.
5. Sikap itu mengandung factor perasaan dan motif.
6. Sikap tidak hilang meski kebutuhan sudah terpenuhi.
14

Yang dimaksud dengan sikap positif dan sikap negative adalah :


1. Sikap positif adalah sikap yang menunjukkan dan memperlihatkan
menerima, menyetujui, menyukai, serta melaksanakan norma-
norma yang berlaku di mana individu berada.
2. Sikap negatife adalah sikap yang menunjukkan atau
memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma
yang berlaku dimana individu berada.

3. Skala Sikap
Menurut Sugiono, 2008 menyatakan bahwa bentuk-bentuk skala
sikap yang perlu diketahui dalam melakukan penelitian, diantaranya
yang sering digunakan adalah :

1. Skala Guttman
Skala Guttman adalah pengukuran dengan tipe ini, akan
mendapatkan jawaban yang tegas, yaitu ya-tidak, pernah-tidak
pernah, positif-negatif dan lain-lain.
2. Skala Likert
Skala Likert dalah skala yang digunakan untuk mengukur
sikap, pendapat, persepsi seseorang atau kelompok tentang suatu
kejadian atau gejala social.dalam menggunakan skala likert, maka
variable yang akan di ukur dijabarkan menjadi indicator-indikator
yang akan diukur. Artinya indicator-indikartor ini dapat dijadikan
titik tolak item instrument yang berupa pertanyaan dan peryataan.
Jawaban setiap item instrument yang menggunakan skala
likert mempunyai gradasi dari sangat positif ke sangat negatif,
dari sangat setuju ke sangat tidak setuju, dari selalu ke tidak
pernah, dari sangat baik ke sangat tidak baik.
15

3. Skala Diferensian semantic

Skala diferensian simantic adalah pengukuran yang


berbentuk semantic defferensial di kembangkan oleh
Osgood.Skala ini juga digunakan untuk mengukur sikap, hanya
saja bentuknya tidak pilkihan ganda atau checklis, tetapi tersusun
dalam satu garis kontinum yang jawaban sangat positif terletap
pada bagian kanan garis dan sangat negetif terletak pada kiri garis
atau sebaliknya. Data yang diperoleh adalah data interval, dan
biasanya skala ini digunakan untuk mengukur sikap tertentu yang
dimiliki oleh seseorang. Adapun indikator sikap positif sebagai
berikut :
a. Seseorang melakukan sesuatu hal yang baik dengan senang
hati.
b. Seseorang menyukai hal-hal yang baik.
c. Seseorang selalu melaksanakan norma-norma yang berlaku.
d. Seseorang menyetujui hal-hal yang baik.
e. Seseorang suka berpartisipasi dalam kebaikan.
f. Seseorang gemar melakukan kebaikan.
g. Seseorang menghormati aturan yang berlaku.
h. Seseorang patuh dan taat terhadap peraturan yang berlaku.
i. Melaksanakan tugas dengan tanggung jawab.
j. Seseorang selalu memenuhi kewajibannya.
16

C. Konsep Penyakit Hepatitis B dan Proses Penularannya


1. Definisi
Hepatitits B merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus yakni
hepatitis B virus (HBV). Virus hepatitis B ini bekerja untuk menganggu
fungsi hati dan bereplikasi di dalam sel hepatosit. Sistem kekebalan
tubuh kemudian mengaktifan diri untuk menghasilkan reaksi spesifik
untuk memerangi dan membasmi agen infeksi yang terjadi. Sebagai
konsekuensi dari kerusakan patologis yang terjadi, hal itu menyebabkan
hati mengalami radang atau inflamasi (World Health Organisasion,
2002).
Hepatitis adalah peradangan pada organ hati yang disebabkan oleh
infkesi bakteri, virus, proses autoimun, obat-obatan, perlemakan, alcohol
dan zat bebahaya lainnya. Hepatitis B adalah penyakit yag disebabkan
oleh virus hepatitis B yang merusak hati dengan masa inkubasi 14-160
hari. Penyebaran penyakit ini melalui darah, suntikan yang tidak aman,
tranfusi darah, proses persalinan dan hubungan seksual (Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
Hepatitis B juga disebut sebafai hepatitis serum atau icterus serum
homolog. Hepatitis B adalah penyakit menular yang serius. Konsekuensi
patologis yang berat dari infeksi HBV peresisten antara lain terjadi
insufisiensi hati kronis, sirosis, dan karsinoma hepatoseluler (HCC)
(Rudy Joegijantoro, 2019).
Dari beberapa pernyataan mengenai pengertian penyakit hepatitis B
tersebut dapat disimpulkan bahwa hepatitis B merupakan penyakit yang
disebabkan oleh virus, yakni Hepatitis B Virus (HBV). Penyakit hepatitis
B ini dapat ditularkan melalui darah, suntikan yang tidak aman, tranfusi
darah, proses persalinan dan hubungan seksual. Masa inkubasi dari
penyakit ini yakni 14-160 hari.
17

2. Klasifikasi
Menurut Kementrian Kesehatan (KemenKes) Republik Indonesia tahun
2014 membagi Hepatitis B menjadi dua, yakni ;
a. Hepatitis B Akut
Hepatitis B Akut merupakan hepatitis B dari golongan virus
DNA yang penularannya terbagi atas du acara yakni vertical dan
horizontal. Penularan vertical 95% terjadi saat masa perinatal (saat
persalinan) dan 5% intrauterine. Penularan horizontal melalui
tranfusi darah, jarum suntik tercemar, pisau cukur, tattoo dan
transplantasi organ.
Tanda dan gejala yang dialami pada tahap ini tidak khas
seperti rasa lesu, nafsu makan berkurang, demam ringan, nyeri
abdomen sebelah kanan, dapat timbul icterus, dan air kencing
(urine) berwarna seperti warna teh. Pada penyakit ini diagnosis
dapat ditegakkan dengan test fungsi hati serum transaminase (ALT
meningkat), serologi HbsAg dan IgM serta anti HBC dalam serum.
Pengobatan yang antiviral tidak diperlukan, pengobatan
umum yang dapat diberikan hanya sesuai dengan simtomatis.
Penyakit ini dpaat dicegah dengan cara :
a. Telah dilakukan penapisan darah sejak tahun 1992 terhadap
Bank Darah melalui PMI.
b. Imunisasi yang sudah masuk dalam program imunisasi
Nasional, yakni : HBo (kurang dari 12 jam setelah lahir),
DPT/HB1 (usia 2 bulan), DPT/HB2 (usia 3 bulan), DPT/HB3
(usia 4 bulan).
c. Menghindari factor risiko yang menyebabkan terjadinya
penularan.
b. Hepatitis B Kronis

Hepatitis B kronik berkembang dari hepatitis B akut.


Hepatitis B kronik di tandai dengan HBsAg positive. Selain
18

HBsAg , perlu diperiksa HbeAg (Hepatitis B E-Antigen), anti-HBe


dalam serum, kadar ALT (Alanin Amino Transferase), HBV DNA
(Hepatitis B Virus – Deoxyribunukleic Acid) serta biopsy hati.
Pada kondisi ini biasanya tidak ada gejala. Sedangkan untuk
pengobatan pada masa ini telah tersedia 7 macam obat untuk
Hepatitis (Interferon alfa-2a, Pengiterferon alfa-2a, Lamivudin,
Adefovir, Entecavir, Telbivudin dan Tenofovir).

Pendapat yang sama dinyatakan oleh H. Murchils dan Dito


Anurogo (2018) yakni Hepatitis B kronis adalah menetapnya virus
hepatitis B di dalam tubuh lebih dari enam bulan. Dahulu memang
ada istilah Hepatitis B karier sehat, yaitu bagi penyandang
hepatitis B yang sudah berlangsung lama tetapi tidak ada keluhan
sakit. Namun istilah tersebut sekarang tidak dianjurkan lagi. Sebab,
sering kali karena merasa sehat lantas tidak ada upaya untuk
mengobati penyakit hepatitis B yang dideritanya. Sebagian besar
dari mereka mendapat infeksi virus tersebut pada masa perinatal
(sesaat setelah lahir). Kebanyakan pasien hepatitis B tidak
mempunyai keluhan maupun gejala apapun sampai akhirnya
diketahui bahwa penyakit tersebut telah menjadi penyakit hati
kronis yang bersifat menahun. Sembilan puluh persen individu
yang mendapat penyakit hepatitis sejak lahir akan tetap memiliki
HBsAg positive (tanda terinfeksi hepatitis B yang diketahui dengan
pemeriksaan darah) sepanjang hidupnya dan menderita hepatitis B
kronis. Sedangkan yang lima persen dari individu yang dewasa
yang mendapat infeksi hepatitis B akan mengalami persistensi
infeksi. Artinya, akan mengami kelainan atau kerusakan sel hati
tergantung derajat kenaikan virus hepatitis B dalam tubuh dan
respon imun tubuh orang tersebut.
19

3. Anatomi dan Fisiologi Organ Hati


a. Anatomi Hepar
Hepar dan vesica biliaris terletak di intraperitoneal pada
epigastrium kanan. Lobus hepatis sinister terletak pada epigastrium
kiri (sampai linea medioclavicularis sinistra) di anterior gaster. Posisi
hepar bervariasi, sesuai respirasi (lebih rendah saat inspirasi, lebih
tinggi saat ekspirasi) karena area nudanya menempel pada diafragma.
Oleh sebab itu, posisinya bergantung pasa posisi paru, karena
diafragma berbentuk kubah, sisi anterior dan posterior hepar sebagian
ditutupi oleh cavitas pleuralis. Pada linea medioclavicularis, tepi
anterior hepar biasanya terletak sama seperti arcus costalis kanan
sehingga hepar tidak dapat diraba. Pada pembesaran paru, pada
emfisema paru pada seorang perokok, hepar dapat diraba tanpa
terjadinya pembesaran (Paulsen & Waschke, 2012).
Hepar merupakan kelenjar paling besar (1200-1800 gram) dan
organ metabolic utama pada tubuh. Facies diaphragmatica
berdekatan dengan diafragma dan facies visceralis dengan tepi
bawah anterior (margo anterior) mengarah ke organ-organ dalam
abdomen. Facies diaphragmatica menempel pada sebagian
diafragmaa dan tidak memiliki lapisan peritoneal di area tersebut
(Paulsen & Waschke, 2012).
Hepar dibagi menjadi lobus kanan yang lebih besar dan kiri
yang lebih kecil (lobus dexter dan lobus sinister) yang dipisahkan
oleh ligamentum falciforme di sebelah ventral. ligamentum
falciforme berlanjut sebagai ligamentum coranarium yang
kemudian menjadi liga mentum triangular dextrum dan sinistrum
yang menghubungkan diafragmaa. Hepar tidak ditutupi peritoneum
di empat area yang lebih besar yaitu : area nuda, porta hepatis,
bantalan vesica biliaris, dan sulcus venae cava inferior (Paulsen &
Waschke, 2012).
20

Gambar 2.1. Anatomi hepar (Paulsen & Waschke, 2012)

Hepar didarahi oleh arteri hepatica propia yang berasal dari


arteri hepatica communis, suatu cabang arterial langsung dari truncus
coeliacus. Hepar juga memiliki sistem vena masuk dan keluar. Vena
portae hepatis mengumpulkan darah yang kaya nutrisi dari organ-
organ abdomen yang tidak berpasangan (gaster, usus, pancreas,
limpa/spleen) dan mengalirkan bersama dengan darah arterial dari
arteri hepatica communis, ke dalam sinusoid lobulus hepaticus. Pada
hepar terdapat dua sistem pembuluh limfe yaitu sistem subperitoneal
pada permukaan hepar dan sistem intraparenkim di sepanjang struktur
pada trias porta ke hilum hepatis (Paulsen & Waschke, 2012).
b. Fisiologi Hepar
Menurut Kemenkes RI (2016) Fungsi hati dalam sistem
pencernaan adalah menghasilkan empedu yang kemudian dibawah ke
usus kecil untuk mengemulsikan lema. Emulsifikasi adalah
pemecahan gumpalan lemak menjadi tetesan lemak yang lebih kecil,
yang menambah daerah permukaan dimana enzim pencernaan lemak
(lipase) dapat bekerja. Karena empedu secara kimiawi tidak mengubah
21

apa – apa , emepdu bukan merupakab enzim. Empedu juga bersifat


basa dan berfungsi menetralkan HCl di dalam kimus.
Emepdu terdiri atas garam empedu, pigmen empedu, fosfolipida
(termasuk lesitin), kolesteroldan berbagai ion. Pigmen utama empedu,
bilirubin adalah hasil akhir dari pemecahan hemoglobin dari sel darah
merah yang sudah tua. Walaupun sebagian emepedu tersebut hilang
dalam feses (bilirubin membuat feses berwarna cokelat), kebanyakan
empedu diserap kembali oleh usus kecil dan dikembalikan ke hati
lewat vena porta hepatic.
Hati melaksanakan berbagai fungsi metabolisme. Beberapa
fungsi yang penting adalah sebagai berikut:
1) Sekresi, hati menghasilkan dan mensekresikan empedu
2) Sintesis garam empedu, garam empedu adalah derivat
kolesterol yang dihasilkan di hati dan membantu pencernaan
dan absorpsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak.
3) Sintesis protein plasma, hati mensintesis albumin, globulin
(kecuali imunoglobin), fibrinogen dan faktor pembekuan.
4) Penyipanan, hati menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen
dan juga menyimpan besi dan vitamin A, B12, D, E dan K.
5) Ekskresi, hormon , obat dan pigmen empedu dari pemecahan
hemoglobin di ekskresikan di empedu.
6) Metabolisme karbohidrat, hati memilliki peran besar dalam
mempertahankan kadar glukosa darah dan mengubahnya
menjadi glikogen untuk disimpan. Dia memecah glikogen
menjadi glukosa ketika dibutuhkan, megubah molekul
nonkarbohidrat menjadi glukosa.
7) Metabolisme lipid, fungsi hati dalam pemecahan asam lemak,
dalam sintetis kolesterol dan fosfolipid, dan dalam konversi
kelebihan karbohidrat dan protein menjadi lemak.

8) Metabolisme protein, hati mengubah asam amino menjadi


22

asam amino lain yang diperlukan untuk sintetis protein, juga


amonia yang dihasilkan dari pemecahan protein menjadi urea
yang kurang toksik dan dapat diekskresi di empedu.

9) Penyaring, sel kuffer hepatosit yang melapisi sinusoid


melepaskan bakteri, sel darah merah yang rusak dan partikel
lainnya dari tubuh.
10) Detoksifikasi, sebagian besar zat-zat yang ditelan adalah
berbahaya bagi sel tubuh kita. Selain itu, tubuh sendiri
menghasilkan banyak produk dari hasil metabolisme, yang
jika terakumulasi akan menjadi toksik. Hati membentuk
pertahanan utama dengan merubah struktur dari kebanyakan
zat-zat yang berbahaya ini dengan membuatnya menjadi
kurang toksik atau membuatnya lebih mudah untuk
dieliminasi. Sebagai contoh produk hasil dari metabolisme
asam amino, adalah toksik dan tidak secara cepat dilepaskan
dari sirkulasi oleh ginjal. Hepatosit melepaskan amonia dari
sirkulasi dan mengubahnya menjadi urea, yang kurang toksik
dari pada ammonia. Urea kemudian disekresikan ke dalam
sirkulasi dan dieliminasi oleh ginjal di urin. Hepatosit hati
juga melepaskan zat-zat lainnya dari sirkulasi dan
mengsekresikannya ke dalam empedu.
Hati terdiri atas banyak unit fungsional yang disebut lobula. Di
dalam setiap lobula, sel epitelium yang disebut hepatosit disusun
dalam lapisan – lapisan yang menyebar keluar dari vena sentral.
Sinusoid hati adalah ruang yang terdapat diantara kelompok lapisan
ini, sedangkan saluran yang lebih kecil yang disebut kanalikulus
empedu memisahkan lapisan yang lain. Masing – masing dari
(biasanya) enam sudut lobula ditempati oleh tiga pembuluh: satu
duktus empedu dan dua pembuluh darah (triad portal). Pembuluh
darah ini merupakan cabang dari arteri hepatik (yang membawa darah
teroksigen) dan dari vena porta hepatik (yang membawa darah tak
23

teroksigen tetapi kaya nutrisi dari usus kecil).


Darah masuk ke hati lewat arteri hepatik dan vena porta hepatik
dan kemudian didistribusikan ke lobula. Darah mengalir ke setiap
lobula dengan melewati sinusoid hati dan berkumpul di vena senyral.
Vena sentral dari semua lobula bersatu dan keluar dari hati lewat vena
hepatik (bukan vena porta hepatik)
Di dalam sinusoid, fagosit yang disebut sel kupffer (sel
retikuloendoteluim berbentuk bintang) menghancurkan bakteri dan
memecah sel darah merah dan putih yang tua serta sisa – sisa yang
lain. Hepatosit yang membatasi sinusoid juga menyaring darah yang
masuk. Hepatosit menghilangkan berbagai zat dari darah termasuk
oksigen, nutrisi, toksin dan material buangan. Dari zat ini, hepatosit
menghasilkan empedu yang disekresi ke dalam kanalikulus empedu,
yang masuk ke duktus empedu. Duktus empedu dari berbagai lobula
bersatu dan keluar dari hati lewat duktus hepatik umum tunggal.
Duktus hepatik umum ini bersatu dengan duktus sisitikus dari kantung
empedu membentuk ampula hepatopankreas (hepatopankreatic
ampulla). Saluran terakhir ini membawa empedu ke usus kecil.
Kantung empedu menyimpan kelebihan empedu. Ketika
makanana mencapai usus kecil, empedu mengalir secara terus –
menerus dari hati dan kantung empedu ke usus kecil. Ketika usus kecil
kosong, otot lingkar (otot lingkar Oddi) menutup ampula
hepatopankreas, dan empedu kembali dan mengisi kantung empedu.

4. Patofisiologi
a. Etiologi
Penyebab penyakit Hepatitis B menurut Susan Smeltzer (dalam
Brunner and Suddarth, 2015), yaitu :
1) Penularan secara Vertikal
Penularan secara vertikal merupakan penularan HBV dari
ibu yang menderita Hepatitis B akut atau pengidap Hepatitis B
24

kronis kepada bayinya pada masa kehamilan atau sewaktu


persalinan. Penularan dari ibu pengidap Hepatitis B kronis
kepada bayinya merupakan salah satu penyebab tingginya
jumlah penderita infeksi Hepatitis B. Sekitar 90 bayi terinfeksi
HBV dari ibu yang mengidap Hepatitis B kronis. Bayi yang
terinfeksi tersebut mungkin menderita Hepatitis akut atau terjadi
infeksi yang menetap dan menjadi kronik. Angka penularan dari
ibu yang postif HbsAg dengan HBeAg positif adalah lebih dari
70, sedangkan angka penularan untuk ibu yang positif HBsAg
dengan HBeAg negatif adalah kurang dari 10.

2) Penularan secara Horizontal


Penularan horizontal adalah penularan infeksi virus
Hepatitis B dari penderita kepada orang lain disekitarnya.
Penularan secara horizontal dapat terjadi melalui :
a) Penularan melalui cairan tubuh
Hepatitis B dapat ditularkan melalui cairan tubuh
yang terinfeksi virus hepatitis B. Cairan tubuh yang dapat
menjadi sarana penularan hepatitis B adalah darah, cairan
vagina, dan air mani. Karena itu, berbagi pakai jarum suntik
serta berhubungan seksual tanpa kondom dengan penderita
hepatitis B dapat menyebabkan seseorang tertular penyakit
ini.
b) Konsumsi alkohol
Kerusakan pada hati oleh senyawa kimia, terutama
alkohol. Konsumsi alkohol berlebihan akan merusak sel-sel
hati secara permanen dan dapat berkembang menjadi gagal
hati atau sirosis.
c) Penggunaan obat-obatan melebihi dosis atau paparan racun
juga dapat menyebabkan hepatitis.
25

d) Autoimun
Pada Hepatitis terutama Hepatitis B, sistem imun
tubuh justru menyerang dan merusak sel dan jaringan tubuh
sendiri, dalam hal ini adalah sel-sel hati, sehingga
menyebabkan peradangan. Peradangan yang terjadi dapat
bervariasi mulai dari yang ringan hingga berat. Hepatitis
autoimun lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria.

b. Proses Terjadi
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat
disebabkan pada oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap
obat-obatan dan bahan-bahan kimia. Unit fungsional dasar dari hepar
disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai darah sendiri
seiring dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal
pada hepar terganggu gangguan terhadap suplai darah normal pada
sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel hepar.
Setelah lewat masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari
tubuh oleh respon sistem imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru
yang sehat oleh karenanya, sebagian besar pasien yang mengalami
hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal.
Inflamsi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan
peningkatan suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu
timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal
ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati.
Timbulnya ikterus karena kerusakan selo parenkim hati. Walaupun
jumlah bilirubin yang belum mengalami konjungasi masuk kedalam
hati tetap normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli
empedu intra hepatik, maka terjadi kesukaran pengangkuta bilirubin
tersebbut dalam hati.
Selain itu juga terjadi kesulitan dalam hati konjungasi
akibatnya bilirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus
26

hepatikus. Karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi ) dan


resusitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjungasi
(bilirubin direk). Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan
karena kerusakan dalam pengangkutan, konjungasi dan eksresi
bilirubin.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh kerena itu tinja
tanpak pucat (abolis). Karena bilirubin konjungasi larut dalam air,
maka bilirubin dapat dieksresi kedalm kemih, sehingga menimbulkan
bilirubin urine dan kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin
terkunjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam empedu dalam
darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada icterus (Andra Saferi
Wijaya dan Yessie M.Putri, 2013).
Pada masa kanak-kanak atau dewasa muda, system kekebalan
tubuh akan toleran (membiarkan saja) terhadap virus hepatitis B yang
sudah ada. Akibatnya, virus leluasa berkembang biak dan jumlah virus
di dalam darah bisa banyak sekali. Meskipun demikian, tidak
menimbulkan peradangan dalams sel hati. Jika dilakukan pemeriksaan
pada saat itu, maka kadar HbsAg sangat tinggi, kadar HbeAg positive
dan kadar HBV DNA (Hepatitis B Virus Deoksiribo Nukleic Acid)
juga tinggi. Namun anti Hbe akan negative dan pemeriksaan fungsi
hati (SGOT, SGPT) relative normal. Jika di dalam tubuh pasien, virus
hepatitis B sedang aktif beranak pinak, maka bisa dilihat dari
pemeriksaan HBV DNA menjadi negative atau kadarnya sangat
rendah.
27

Gambar 2.2. Perjalanan penyakit Hepatitis B Kronis (H. Murchils


dan Dito Anurogo, 2018)

Jenis virus hepatitis adalah virus DNA. Seandainya daya


tahan tubuh seorang kurang baik tubuh akan kehilangan toleransi
terhadap serangan virus hepatitis B. Sel-sel hati yang diserang
mulai mengalami kerusakan. Hal ini bisa dilihat dari pemeriksaan
fungsi hati (SGOT, SGPT) yang mulai meningkat. Meskipun
demikian, tubuh berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan
pecahnya sel-sel hati yang terinfeksi virus hepatitis B. Selanjutnya,
sel hati akan mengalami pengerutan dalam bentuk fibrosis (sel
mengecil) dan nekrosis (kematian sel). Pada kondisi tersebut, organ
hati mengalami sirosis hepatis.
c. Manifestasi Klinis
Menurut Kementrian Kesehatan (KemenKes) Republik
Indonesia tahun 2014 manifestasi klinis dari Hepatitis B , yakni :
28

1) Hepatitis B Akut
Tanda dan gejala yang dialami pada tahap ini tidak khas
seperti rasa lesu, nafsu makan berkurang, demam ringan, nyeri
abdomen sebelah kanan, dapat timbul icterus, dan air kencing
(urine) berwarna seperti warna teh. Pada penyakit ini diagnosis
dapat ditegakkan dengan test fungsi hati serum transaminase (ALT
meningkat), serologi HbsAg dan IgM serta anti HBC dalam serum.
Menurut Juffure, 2010 gejala hepatitis akut terbagi dalam 4
tahap yakni :
a) Fase Inkubasi
Merupakan waktu antara masuknya virus dan
timbulnya gejala atau ikterus. Fase inkubasi Hepatitis B
berkisar antara 15-180 hari dengan rata- rata 60-90 hari.
b) Fase prodromal (pra ikterik)
Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan
timbulnya gejala ikterus. Awitannya singkat atau insidous
ditandai dengan malaise umum, mialgia, artalgia, mudah
lelah, gejala saluran napas atas dan anoreksia. Diare atau
konstipasi dapat terjadi. Nyeri abdomen biasanya ringan dan
menetap di kuadran kanan atas atau epigastrum, kadang
diperberat dengan aktivitas akan tetapi jarang menimbulkan
kolestitis.
c) Fase ikterus
Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga
muncul bersamaan dengan munculnya gejala. Banyak kasus
pada fase ikterus tidak terdeteksi. Setelah timbul ikterus
jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi justru akan
terjadi perbaikan klinis yang nyata.
d) Fase konvalesen (penyembuhan)
Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan
lain, tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap
29

ada. Muncul perasaan sudah lebih sehat dan kembalinya


nafsu makan. Sekitar 5-10% kasus perjalanan klinisnya
mungkin lebih sulit ditangani, hanya <1% yang menjadi
fulminan (Sudoyo et al, 2009).

2) Hepatitis B Kronis
Pendapat yang sama dinyatakan oleh H. Murchils dan Dito
Anurogo (2018) yakni Hepatitis B kronis adalah menetapnya virus
hepatitis B di dalam tubuh lebih dari enam bulan. Sebagian besar
dari mereka mendapat infeksi virus tersebut pada masa perinatal
(sesaat setelah lahir). Kebanyakan pasien hepatitis B tidak
mempunyai keluhan maupun gejala apapun sampai akhirnya
diketahui bahwa penyakit tersebut telah menjadi penyakit hati
kronis yang bersifat menahun.
a) Fase Imunotoleransi
Sistem imun tubuh toleren terhadap VHB sehingga
konsentrasi virus tinggi dalam darah, tetapi tidak terjadi
peradangan hati yang berarti. Virus Hepatitis B berada dalam
fase replikatif dengan titer HBsAg yang sangat tinggi.
b) Fase Imunoaktif (Clearance)
Sekitar 30% individu persisten dengan VHB akibat
terjadinya replikasi virus yang berkepanjangan, terjadi proses
nekroinflamasi yang tampak dari kenaikan konsentrasi ALT.
Fase clearance menandakan pasien sudah mulai kehilangan
toleransi imun terhadap VHB.
c) Fase Residual
Tubuh berusaha menghancurkan virus dan
menimbulkan pecahnya sel-sel hati yang terinfeksi VHB.
Sekitar 70% dari individu tersebut akhirnya dapat
menghilangkan sebagian besar partikel virus tanpa ada
kerusakan sel hati yang berarti. Fase residual ditandai
30

dengan titer HBsAg rendah, HBeAg yang menjadi negatif


dan anti-HBe yang menjadi positif, serta konsentrasi ALT
normal.

d. Komplikasi
Menurut Wening Sari dan Lili Indrawati, 2008 menyatakan
bahwa komplikasi hepatitis yang paling sering adalah sirosis. Dalam
keadaan normal (sehat), sel hati yang mengalami kerusakan akan
diganti dengan sel-sel sehat atau baru. Pada sirosis, kerusakan sel hati
diganti oleh jaringan parut (sikiatrik). Semakin parah kerusakan,
semakin besar jaringan parut yang terbentuk dan semaking berkurang
jumlah sel hati yang sehat. Pengurangan ini akan berdampak pada
penurunan sejumlah fungsi hati sehingga menimbulkan sejumlah
gangguan pada fungsi tubuh secara keseluruhan.
1) Gejala sirosis
Pada penderita sirosis akan menimbulkan gejala-gejala
yang nampak antara lain :
a) Kelelahan
Gejala ini sering nampak dan merupakan satu-
satunya gejala yang dirasakan pada awal menderita
penyakit sirosis.
b) Gangguan makan
Gangguan makan yang terjadi di antaranya nafsu
makan sangat menurun, mual dan muntah. Gejala ini
biasanya diikuti dengan penurunan berat badan.
c) Pembesaran hati
d) Gatal
Gatal-gatal di seluruh kulit tubuh disebabkan
produksi empedu meningkat dan tertimbun di kulit.
e) Bagian tubuh tertentu berwarna kuning seperti
misalnya, kulit, kuku, dan bagian putih bola mata
31

berwarna kuning. Hal ini disebabkan oleh karena kadar


bilirubin meningkat.
f) Asites
Asites merupakan penumpukan cairan di rongga
abdomen sehingga perut terlihat membuncit.
g) Edema
Gejala ini menyebabkan penumpukan cairan pada
kaki sehingga terlihat bengkak.
2) Perkembangan sirosis
Serangan virus hepatitis yang terus-menerus dapat
memperparah sirosis. Hal ini menyebabkan fungsi hati
dalam menetralkan racun (detosifikasi) menurun dan
berakibat pada menetapnya toksin dalam aliran darah.
Toksin ini dapat mengenai otak dan menyebabkan
gangguan mental yang sering disebut ensefolopati.
Ensefalopati adalah penurunan kemampuan mental
penderita bahkan terkadang mengakibatkan perubahan
kepribadian. Selain itu, kemampuan detosifikasi hati yang
menurun juga berefek pada metabolism obat. Kecepatan
hati untuk mengeliminasi obat berkurang. Akibatnya,
jumlah obat yang seharusnya dikeluarkan tubuh juga
berkurang sehingga obat dengan kadar tinggi bertahan lama
di dalam aliran darah. Dengan demikian, untuk
mengatasinya perlu dilakukan penyesuaian dalam dosis
obat. Penderita harus melaporkan setiap obat yang
dikosumsi dan reaksi obat yang dialami.
Salah satu komplikasi sirosis yang serius adalah
hipertensi portal. Normalnya, darah dari usus akan dipompa
melalui pembuluh darah vena porta yang terdapat di hati.
Pada sirosis, aliran darah melambat dan menyebabkan
terjadinya bendungan aliran darah di pembuluh darah vena
32

porta dan juga pembuluh darah balik (vena) lainnya di


system pencernaan. Bendungan ini mengakibatkan
pembuluh darah vena melebar dana pa yang disebut varises
do kerongkongan (esophagus) dan lambung. Semaking
banyak darah yang terbendung, akan semakin besar tekanan
pada dinding vena dan mengakibatkan dinding vena
menjadi tipis. Dinding vena yang tipis mudah oecah dan
penderita mengalami pendarahan lambung. Gejala yang
tampak pada kejadian ini adalah penderita mengalami
muntah darah.

5. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Putut Bayu, 2012 menyatakan penegakan diagnosis pada
hepatitis kronik dikaitkan dengan penentuan apakah seseorang penderita
sudah memerlukan terapi antiviral atau belum. Apabila pasien diketahui
mengidap HbsAg baik simptomatik maupun asimptomatik, apalagi bila
telah diketahui diidap lebih dari 6 bulan, maka untuk menegakkan
kemungkinan hepatitis kronik sebagai awal pemeriksaan perlu dilakukan
pemeriksaan darah rutin dan fungsi hati, meliputi ALT, AST, albumi,
globulin, cholinesterase.
Ditemukannya trombositopenia dari pemeriksaam darah rutin
pada penderita HBsAg positive akan menuntun diagnosis kita pada
kecurigaan adanya sirosis hati atau tidak, apalagi bila diperkuat dengan
kadar cholinesterase yang rendah dan peningkatan globulin. Kadar ALT
mayoritas diproduksi di hati untuk menilai indicator biokimiawi utama
untuk menilai ada tidaknya inflamasi parenkim hati (hepatitis),
sedangkan AST juga banyak diproduksi di otot jantung, dan skeletal
disamping di hati sehingga tidak menjadi indicator hepatitis, tetapi dalam
hal-hal tertentu mempunyai nilai dalam bentuk rasio AST dengan ALT
untuk membedakan apakah hepatitis akut atau kronik, yang dikenal
sebagai rasio de Ritis.
33

Pada kasus diatas apabila dari hasil pemeriksaan hanya dijumpai


HBsAg dengan peningkatan ALT (AST biasanya ikut meningkat dan
terlebih lagi bila AST lebih tinggi dari ALT) maka salah satu diagnosis
badingnya adalah hepatitis kronik. Langkah selanjutnya adalah
melakukan pemeriksaan USG abdomen untuk menilai keadaan hati
pasien meskipun pemeriksaan ini tidak sensitive dan spesifik untuk
mendiagnosis hepatitis kronik. Dengan demikian apabila hasil
pemeriksaan USG hati meninjukkan normal belum dapat menyingkirkan
adanya kekronisan hati. Standar emas untuk menegakkan diagnosis
adalah dengan melakukan biopsy hati minimal dengan jarum Menghini.

Gambar 2.3. Tatalaksana Hepatitis B (Putut Bayupurnama, 2012)


34

Untuk menentukan adanya indikasi terapi maka dilakukan


pemeriksaan status HBeAg. Hasilnya negative pada kasus HBeAg Positif
dan dapat positif pada HBeAg negative, yang merupakan akibat dari
substitusi nucleotide pada precore dana tau region promoter core basal
yang tak mampu mengekspresikan HBeAg. Apabila ALT meningkat,
HBsAg positif, HBeAg positif atau negatifm Anti HBe (+) pada pasien
dengan HBeAg negative, disertai kecurigaan hepatitis kronik pada
pemeriksaan USG abdomen, maka ada indikasi melakukan biopsy atau
memeriksa kadar HBV DNA PCR kuantitatif terlebih dahulu.

6. Penatalaksanaan Medis
Menurut Putut Bayu, 2012 dan Direktorat Jendral PP & PL
KemenKes RI, 2012 menyatakan bahwa penatalaksanaan medis yang
dapat dilakukan untuk penyakit hepatitis B yakni :
a. Imunisasi
Prinsip pencegahan lebih baik dari pada mengobati berlaku juga
pada penatalaksanaan infeksi virus hepatitis B. pemberian imunisasi
menjadi menjadi pilihan yang penting di daerah endemic seperti
Indonesia. Imunisasi hepatitis B dapat diberikan pada bayi baru lahir
(HBo), saat anak-anak (1-10 tahun), remaja (11-19 tahun), maupun
dewasa (lebih dari 20 tahun). Imunisasi pasif dengan HBIg dapat
diberikan pada bayi baru lahir maksimal 12 jam post partum pada bayi
dengan ibu HBsAg positive. Imunisasi dengan HBIg atau kombinasi
dengan vaksin kasus needle stick injury dilakukan kurang dari 48 jam
pasca paparan sedangkan pada kasus kontak seksual dengan orang
HBsAg positif imunisasi dilakukan kurang dari 14 hari pasca pajanan.
b. Penanganan kasus sesuai standar
Tatalaksana khususnya Hepatitis B memerlukan serangkaian
pemeriksaan untuk memutuskan apakah penderita tersebut perlu
diobati atau tidak (hanya dipantau secara berkala).
35

1) Puskemas
a) Petugas mampu mendiagnosis hepatitis klinis.
b) Puskemas mampu melakukan test serologi Hepatitis
2) Rumah Sakit
a) Petugas mampu mendiagnosa (Hepatitis A, B, C, D ataupun
E).
b) Sarana laboratorium untuk tes serologi Hepatitis A, B, C, D
ataupun E
c. Penanganan penderita, kontak dengan lingkungan sekitar
1) Pengobatan : tidak spesifik, utamanya meningkatkan daya tahan
tubuh (istirahat dan makan makanan yang bergizi), rawat inap
hanya diperlukan bila penderita tidak dapat makan dan minum
serta terjadi dehidrasi berat.
2) Disinfeksi serentak terhadap bekas cairan tubuh dari penderita
3) Isolasi tidak diperlukan
4) Imunisasi pasif pada orang yang terpajan cairan tubuh penderita.
5) Pencatatan dan pelaporan sesuai peraturan yang berlaku.

7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penularan Penyakit Hepatitis B dari


Ibu Hamil terhadap Anaknya.
a. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmojo dan Rahmawati (2016), pengetahuan yang
dimiliki seseorang dipengaruhi oleh factor-faktor sebagai berikut :
1) Umur
Menurut Notoatmojo (2007) menyebutkan bahwa umur
merupakan ciri dari kedewasaan fisik dan kematangan kepribadian
yang erat hubungannya dengan pengambilan keputusan.
2) Paritas
Penelitian yang dilakukan Sandra Maria (2013) menunjukan
bahwa ibu yang belum memiliki pengalaman dari kehamilan
sebelumnya dapat mempengaruhi pengetahuan ibu hamil tersebut.
36

Reseponden yang belum pernah hamil belum mengetahui resiko


tinggi dalam kehamilan.
3) Pendidikan
Penelitian yang dilakukan oleh Sandra Maria dan Fredrika
(2013) menyatakan bahwa pendidikan berhubungan dengan tingkat
pengetahuan ibu hamil mengenai resiko tinggi.
4) Sumber Informasi
Kemudahan dalam mendapatkan informasi dapat membantu
mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan baru.
5) Sosial Ekonomi
Lingkungan social akan mendukung tingginya pengahuan
seseorang, sedangkan ekonomi dikaitkan dengan pendidikan yaitu
ekonomi baik tingkat pendidikan akan tinggi sehingga pengetahuan
akan tinggi pula.
b. Pekerjaan
Penderita Hepatitis B yang memiliki risiko tinggi penularan adalah
mereka yang pekerjaannya kontak langsung dengan darah atau bekerja
sebagai tenaga kesehatan (WHO, 2012).
c. Keluarga
Green (2005) mengungkapkan bahwa perempuan hamil dengan
he[atitis B juga dapat menularkan virusnya pada bayi, kemungkinan
besar saat melahirkan dikarenakan jumlah virus hepatitis B dalam
darah jauh lebih tinggi daripada HIV atau virus hepatitis C, jadi
hepatitis B jauh lebih mudah menular dalam keadaan tertentu,
misalnya dari ibu ke bayi saat melahirkan.
d. Vaksinasi
Pemberian vaksin hepatitis B menjadi factor preventif karena
adanya sifat vaksin yang mampu mencegah hepatitis B yang berkerja
dengan mentralkan virus yang terinfeksius dengan
menggumpalkannya. Penelitian yang sama ditemukan oleh Sormiharjo
(2008) bahwa jika vaksin hepatitis B yang diberikan bayi yang baru
37

dilahirkan oleh ibu HBsAg positif dan HBeAg positif segera setelah
dilahirkan penularan infeksi dapat dicegah sebesar 75%. WHO (2012)
menyatakan bahwa vaksin hepatitis B 95% efektif mencegah hepatitis
B. Talaat et al (2010) yang melakukan penelitian pada pasien di
rumah sakit Mesir, 62% dari pasien positif hepatitis B tidak pernah
menerima vaksin hepatitis B.
D. Penelitian Terkait
Penelitian yang dilakukan oleh Martha, Ali, Frank, George dan Seth
(2016) menyatakan kepedulian dari ibu hamil tentang Hepatitis B dan
pengetahuan yang cukup akan mampu mencegah terinfeksinya penyakit
Hepatitis B. Komponen wajib berbagai test medis yang dibutuhkan setiap
calon wanita yang mengunjungi fasilitas kesehatan untuk layanan antenatal
termasuk test klinis untuk infeksi HVB. Dengan demikian, diharapkan semua
wanita hamil akan diskrining HBV dan juga memiliki beberapa pengetahuan
tentang penyakit HBV terutama rute penularan perinatal (Chan OK, Lao TT,
Suen dan Lueng, 2012). Akan tetapi hal itu dibantah oleh penelitian yang
dilakukan di daerah Nigeria yang mengkaji pengetahuan dari 643 ibu hamil
tentang Hepatitis ditemukan bahwa sejumlah 76% dari ibu hamil tesebut
memiliki pengetahuan yang tidak adekuat mengenai infeksi HBV (Adeyemi,
Enabor, Ugwu, Bello dan Olayemi, 2013).
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Thi T. Hang Pham dkk
(2018) menyatakan bahwa MTCT sebagai transmisi perinatal yang utama di
dunia, maka sangat penting untuk memulai suatu sikap dan strategi dalam
meningkatkan dan mempertahankan ibu untuk aktif dalam menjaga kesehatan
mereka sendiri serta sikap advokasi untuk kesehatan anak-anak mereka.
Akan tetapi strategi tersebut tidak di dukung oleh adanya bentuk sikap dan
data-data yang menunjang mengenai sikap ibu hamil sebagai advokasi
kesehatan bagi anak-anaknya, sehingga kesalahpahaman terhadap sikap untuk
pencegahan dan perawatan HBV pada ibu hamil masih terjadi. Sikap mereka
dapat mempengaruhi kesediaan ibu untuk melakukan skrining prenatal dan
untuk mengikuti pedoman imunoprofilaksis oleh WHO yang meliputi vaksin
38

dosis kelahiran, Imunoglobulin Hepatitis B untuk bayi yang dilahirkan oleh


ibu hamil dengan HbsAg reaktif sebelumnya dan menyelesaikan vaksin
Hepatitis B Virus (Hb0, HbIg, Pentabio I,II dan III) sebelum usia 1 tahun
(WHO, 2015).
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN VARIABEL PENELITIAN

A. KERANGKA KONSEP
Kerangka konsep (conceptual framework) adalah model
pendahuluan dari sebuah masalah penelitian dan merupakan freleksi dari
hubungan variable-variabel yang diteliti. Kerangka konsep dibuat
berdasarkan literature dan teori yang sudah ada. Tujuan dari kerangka
konsep adalah untuk mensitesa dan mebimbing atau mengarahkan
penelitian, serta panduan untuk menganalisis dan intervensi (Swarjana,
2013).
Kerangka konsep dalam penelitian ini menjelaskan tingkat
pengetahuan ibu mengenai penyakit Hepatitis B terhadap sikap ibu dalam
mencegah terjadinya penyakit Hepatitis B melalui penularan secara
vertical di wilayah UPT. Puskesmas Kuta Utara.

Variabel Independent Variabel Independet

Sikap Ibu dalam Mencegah


1. Tingkat Pengetahuan Terjadinya Penyakit Hepatitis B

2. Pekerjaan melalui Penularan Secara


3. Keluarga Vertikal
4. Vaksinasi
1. Positif
2. Negatif
Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

: Alur pikir penelitian


Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Hubungan tingkat pengetahuan ibu
mengenai penyakit Hepatitis B terhadap sikap ibu dalam mencegah
terjadinya penyakit Hepatitis B melalui penularan secara vertical di
Penjelasan :
wilayah UPT. Puskesmas Kuta Utara.

38
39

Keterangan Gambar :
Berdasarkan kerangka konsep diatas, tingkat pengetahuan,
pekerjaan, keluarga dan vaksinasi merupakan merupakan salah satu faktor-
faktor yang mempengarui sikap ibu dalam mencegah terjadinya penyakit
Hepatitis B melalui penularan secara vertical (variabel dependent). Dari
keempat hal yang mempengaruhi sikap ibu dalam mencegah penyakit
hepatitis B ini tertular yakni dengan adanya tingkat pengetahuan ibu
mengenai penyakit hepatitis B itu sendiri (variabel independent).

B. HIPOTESIS
Hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah
Alternative Hypothesis (Ha) yaitu ada hubungan antara tingkat
pengetahuan ibu tentang penyakit hepatitis B terhadap sikap ibu dalam
mencegah terjadinya penyakit Hepatitis B melalui penularan secara
vertical.

C. VARIABEL PENELITIAN
1. Variabel Penelitian
Variabel adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek
atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2017).
Variabel independent dari penelitian ini adalah tingkat pengetahuan
ibu mengenai penyakit hepatitis B. Sedangkan variabel dependent dari
penelitian ini yakni sikap ibu dalam mencegah terjadinya penyakit
Hepatitis B melalui penularan secara vertical.

2. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi terhadap variabel berdasarkan
konsep teori namum bersifat operasional, agar variabel tersebut dapat
diukur atau bahkan dapat diuji baik oleh peneliti maupun peneliti lain.
Pada umumnya definisi dibuat secara naratif, namun ada juga yang
40

membuatnya dalam bentuk tabel yang terdiri dari beberapa kolom


(Nursalam, 2014).

Tabel 3.1 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Penyakit Hepatitis
B Terhadap Sikap Ibu dalam Mencegah Terjadinya Penyakit Hepatitis
B Melalui Penularan Secara Vertical.

Definisi Cara dan Alat Skala


Variabel Hasil Pengukuran
Operasional Pengumpulan Data Ukur
Tingkat Derajat atau a. Kuisioner tingkat Tingkat Interval
Pengetahuan tingkatan pengetahuan terdiri pengetahuan
Ibu Tentang pemahaman ibu dari pertanyaan terhadap penularan
Penyakit mengenai penyakit tahu, memahami, hepatitis B dari ibu
Hepatitis B hepatitis B yang aplikasi. hamil ke bayinya
didapatkan secara b. Menggunakan (mother to child
formal maupun skala Gutman transmission).
informal mengenai dengan tiga jawban Kategori :
pengertian, alternative jawaban a. Baik : Hasil
penyebab, tanda ya atau tidak dan persentase 76-
dan gejala, tidak tahu 100.
komplikasi, c. Menetapkan bobot b. Cukup : Hasil
pencegahan dan untuk setiap pilihan persentase 56-
penanganannya. pertanyaan positif 75.
jawabannya benar c. Kurang : Hasil
skor (1) dan salah persentase <56.
dengan skor (0).
Untuk pertanyaan
negative benar
dengan skor (0),
dan salah dengan
skor (1).
d. Menjumlahkan
scoring dan
membandingkan
skor maksimal
dikalikan 100%
Sikap Ibu Tanggapan atau a. Kuisioner sikap a. Skor tertingi Ordinal
dalam respon ibu dalam terdiri atas atas 5 yang didapat
Mencegah bentuk sikap pertanyaan yang reseponden
Penularan negative dan positif disajikan oleh adalah 18.
Hepatitis B terhadap cara peneliti. b. Skor terendah
dari Ibu mencegah Pengukurannya yakni 1.
Hamil Ke penularan penyakit dengan c. Tingkat sikap di
Bayinya hepatitis B dari ibu menggunakan Skala bagi atas 2
41

(Mother To hamil ke anaknya Likert, dengan kategori yakni


Child (mother to child kriteria pemberian Negatif dan
Transmission) transmission). skor yaitu : Positif
. 1) SS : Sangat 1) Negatif :
Setuju: skor 4 Kurang dari
2) S : Setuju : skor nilai mean
3 (< 34)
3) TS : Tidak 2) Positif :
Setuju : skor 2 Lebih dari
4) STS : Sangat nilai mean
Tidak Setuju 1 (> 34)
BAB IV

METODELOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah
penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain penelitian korelasional
dengan pendekatan cross sectional. Penelitian korelasional adalah
mengkaji hubungan antara variabel peneliti dapat mencari, menjelaskan
suatu hubungan, memperkirakan, dan menguji berdasakan teori yang ada.
Pendekatan cross sectional adalah jenis penelitian yang menekankan
waktu pengukuran/observasi data variabel independen dan dependen
hanya satu kali pada satu saat (Nursalam,2013). Peneliti ingin
mendeskripsikan Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Mengenai Penyakit
Hepatitis B Terhadap Sikap Ibu dalam Mencegah Terjadinya Penyakit
Hepatitis B Melalui Penularan Secara Vertical di wilayah UPT.Puskesmas
Kuta Utara. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan cross-
sectional, yaitu penelitian yang mendesain pengumpulan datanya
dilakukan pada atau titik waktu (at one in time) dimana fenomena yang
diteliti adalah selama satu periode pengumpulan data (Swarjana, 2014).

B. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di UPT. Puskemas Kuta Utara. Penelitian


ini dilakukan karena mengacu pada jumlah angka penyakit Hepatitis B
pada ibu hamil yang berisiko untuk ditularkan pada bayinya di daerah
Bali khususnya pada daerah Kuta Utara, dimana pada wilayah tersebut
memiliki jumlah ibu hamil dengan HbsAg positive pada setiap
bulannya serta belum adanya penelitian tentang pengetahuan dan
sikap ibu hamil yang kurang dalam melakukan triple eleminasi di

42
43

wilayah Puskesmas Kuta Utara, oleh karena itu rencana penelitian ini
akan dilakukan di wilayah UPT. Puskemas Kuta Utara.

2. Waktu Penelitian
Pengumpulan data akan dilaksanakan pada bulan November
sampai Desember 2019, dimana waktu penelitian secara keseluruhan
terdapat pada POA terlampir

C. Populasi, Sample dan Sampling Penelitian


1. Populasi
Populasi adalah kesimpulan dari individu atau obyek atau
fenomena yang secara potensial dapat diukur sebagai bagian dari
penelitian (Mazhindo dan Scott, dalam Swarjana, 2015). Populasi
dalam penelitian ini adalah semua Ibu Hamil yang datang (rata-rata
ibu hamil yang datang sejumlah 150 orang setiap bulannya) di UPT.
Puskesmas Kuta Utara untuk melakukan pemeriksaan triple eleminasi
2. Sample
Sampel penelitian merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2018). Sample juga
merupakan bagian yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari
karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2014).
a. Kriteria Sample
Penentuan kriteria sampel sangat membantu peneliti untuk
mengurangi bias penelitian, jika variabel-variabel control ternyata
mempunyai pengatuh terhadap variabel yang kita telititi. Kriteria
sample dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
1) Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian
dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti
(Nursalam, 2012). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
a) Ibu yang dalam kondisi sedang hamil.
44

b) Ibu yang akan melakukan pemeriksaan triple eleminasi


, khususnya pemeriksaan Hepatitis B.
c) Ibu yang bersedia menjadi responden yang sudah
menandatangani informed concent.
2) Kriteria ekslusi
Kriteria ekslusi yaitu menghilangkan atau mengeluarkan
subyek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena
berbagai sebab (Nursalam, 2012). Kriteria ekslusi dalam
penelitian ini adalah :
a) Ibu hamil yang melakukan pemeriksaan ante natal care
yang akan melakukan triple eleminasi yang menolak
dan tidak bersedoa menjadi reseponden.
b) Ibu hamil yang berhalangan hadir saat pengambilan
data dilakukan.

b. Besar Sample
Sampel adalah bagian dari elemen populasi yang dihasilkan
dari strategi sampling. Sampling adalah sebuah strategi yang
digunakan untuk memilih elemen atau bagian dari populasi atau
proses untuk memilih elemen populasi untuk diteliti (Swarjana,
2015).
Besar sample dapat ditentikan berdasarkan rumus sampel
(Nursalam, 2013) menyatakan perhitingan yang digunakan adalah
perhitungan dengan menggunakan rumus :

( )

( )
45

Ket:
N = Besar Sampel
N = Perkiraan Besar Populasi
Z = Nilai Standar Normal Untuk q= 0,05(1,96)
P = Perkiraan Proporsi, Jika Tidak Diketahui Dianggap 50%
q = 1-P (100%-P) (100%-50)= 50%(0,5)
d = Tingkat Kesalahan Yang Dipilih (d= 0,05)
3. Sampling
Menurut (Babbie 2006 & Henry dalam Swarjana 2015) sampling
adalah proses menyeleksi unit yang diobservasi dari keseluruhan
populasi yang telah diteliti, sehingga kelompok yang diobservasi
dapat digunakan untuk kesimpulan atau membuat inferensi tentang
populasi tersebut. Tujuan dari sampling adalah untuk melakukan
generalisir terhadap keseluruhan populasi penelitian. Sampling desain
adalah metode yang digunakan untuk memilih sampling unit yang
diklasifikasikan menjadi probability sampling dan non probability
sampling (Shi, 2008 dalam Swarjana, 2015).
Cara pengambilan sample dalam penelitian ini telah
menggunakan non probability sampling. Sampel pada penelitian ini
adalah menggunakan metode pengambilan consecutive sampling.
Dengan menggunakan teknik ini, maka populasi memiliki kesempatan
yang sama untuk dilakukan penelitian yang memenuhi kriteria inklusi
dijadikan sampel penelitian.
46

D. Pengumpulan Data
1. Metode Pengumpulan Data
Banyak metode pengumpulan data yang dikenal dalam dunia
penelitian. Beberapa di antaranya : questionnaire, interview, focus
group, tests, observation, secondary data (Swarjana, 2015). Dalam
penelitian ini metode pengumpulan data yang dipakai adalah
instrument dengan metode questionnaire atau angket yaitu cara
pengumpulan data yang dipakai adalah kuesioner dengan beberapa
pertanyaan. Responden diberikan informasi mengenai tujuan dari
penelitian yang dilakukan. Responden yang telah memahami
informasi dari peneliti, selanjutnya responden diberikan lembar
persetujuan (informed consent form) untuk ditandatangani sebagai
bentuk kesediaan responden yang terlibat langsung dalam penelitian
ini. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan lembar kuesioner. Kuesioner ialah sebuah form yang
berisikan pertanyaan-pertanyaan yang telah ditentukan yang dapat
digunakan untuk mengumpulkan informasi (data) dari dan tentang
orang – orang sebagai bagian dari sebuah survey (Swarjana, 2015).
Kuesioner atau angket yang dipakai adalah jenis checklist atau
daftar cek yang bersisi pertanyaan atau pernyataan, kuesioner dalam
penelitian ini digunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan ibu
hamil mengenai penyakit hepatitis B terhadap sikap ibu mencegah
penularan Hepatitis B dari ibu hamil ke bayinya (Mother To Child
Transmission) di wilayah UPT.Puskesmas Kuta Utara.
2. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang akan digunakan pada penelitian ini
menggunakan kuisioner yang digunakan baku dari World Health
Organization tahun 2014 mengenai (Protocol for assessing Hepatitis
B infection in antenatal patient, mother to child transmission of
Hepatitis B) kuesioner ini merupaka kuesioner yang telah teruji
validasi dan reabilitasnya berdasarkan penelitian (Hongying Hou dkk,
47

2014) dengan menunjukan hasil uji reabilitas menggunakan


Cronbach’s Alpha (α = 0.78), sedangkan untuk uji validasi dari
kuesioner ini p values (<0.05). Regresi liner dan korelasi Spearman’s
rank digunakan untuk menganalisis hubungan anatara skor
pengetahuan dan sikap, nilai p value (<0,01) dianggap signifikan.
a. Kuesioner mengenai Pengetahuan
Pertanyaan mengenai pengetahuan meliputi beberapa
pertanyaan mengenai pengetahuan tentang 3 ranah
pengetahuan yakni tahu, memahami dan aplikasi mengenai
pengetahuan yang berhubungan dengan penularan Hepatitis
B terhadap ibu hamil ke Bayinya (mother to child
transmission).
Kuisioner pengetahuan terdiri atas 11 pertanyaan dengan
Skala Gutman yang jenis data dikumpulkan dengan data
berskala interval dengan memberikan jawaban ya atau tidak,
dan tidak tahu dimana bila responden menjawab dengan benar
pada pertanyaan positif, maka diberi skor (1), tetapi jika
jawaban salah maka diberikan salah dengan skor (0).
Sebaliknya untuk pertanyaan negatif reseponden menjawab
dengan benar dengan skor (0) dan jawaban salah dengan skor
(1). Skor yang diperoleh akan dibandingan dengan skor
maksimal dan dikalikan 100%.
b. Kuesioner mengenai Sikap
Pertanyaan mengenai sikap meliputi sikap negative dan
positif yang akan di aplikasikan menggunakan Skala Gutman.
Kuisioner yang digunakan berisikan 17 pertanyaan yang
terdiri atas 11 pertanyaan mengenai pengetahuan dan 6
mengenai sikap yang berhubungan dengan penularan
Hepatitis B terhadap ibu hamil ke Bayinya (mother to child
transmission).
48

Pertanyaan mengenai sikap yang terdiri atas 6 pertanyaan


dengan Skala Likert yang jenis data dikumpulkan dengan data
berskala ordinal dengan memberikan jawaban sangat setuju
hingga tidak setuju. Apabila reseponden mejawab sangat
setuju akan mendapatkan skor (3), bila reseponden menjawab
kurang setuju akan mendapatkan skor (2), serta bila
reseponden menjawab tidak setuju akan mendapatkan skor
(1). Selanjutnya hasil dari jawaban responden akan di
interprtasikan dalam bentuk presentase.

3. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling
startegis dalam suatu penelitian dalam mendapatkan data (Sugiono,
2016). Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner di tujukan pada
ibu hamil yang melakukan pemeriksaan triple eleminasi di UPT.
Puskemas Kuta Utara.
a. Tahap Persiapan
Hal-hal yang perlu dipersiapkan dalam tahap ini antarra lain :
1) Peneliti mempersiapkan materi dan segala hal yang digunakan
selama proses penelitian.
2) Peneliti menyusun proposal dan telah disetujui oleh
pembimbing I dan II.
3) Peneliti mengajukan surat yang ditandatangani oleh ketua
ITEKES Bali untuk memohon ijin dilakukan penelitian,
kemudian surat pengantar tersebut diajukan kepada Badan
Penanaman Modal dan Pelayan Terpadu Satu Pintu Provinsi
Bali.
4) Peneliti mendapatkan ijin dari Badan Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Bali, selanjutnya
peneliti meminta ijin kepada Badan Kesatuan Bangsa Politik
dan Perlindungan Masyarakat (Kesbangpol) Provinsi Bali.
49

5) Kemudian surat rekomendasi penelitian tersebut ditujukan


kepada Kepala Puskesmas UPT. Puskesmas Kuta Utara.
6) Peneliti akan mengajukan ijin penelitian di UPT. Puskesmas
Kuta Utara untuk proses pengambilan data.
7) Peneliti menentukan calon responden dengan teknik
nonprobability sampling dengan purposive sampling.
Responden yang dijadikan sampel dipilih oleh peneliti
berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi
8) Peneliti sudah mempersiapkan lembar permohonan menjadi
responden
9) Peneliti sudah mempersiapkan lembar persetujuan menjadi
responden
b. Tahap Pelaksanaan
Setelah ijin penelitian diperoleh dilanjutkan ke tahap pelaksanaan
antara lain :
1) Sebelum melakukan penelitian, peneliti sebelumnya sudah
mendapatkan ijin dari UPT. Puskesmas Kuta Utara.
2) Pada saat penelitian, peneliti telah menentukan sample ibu
hamil yang akan melakukan triple eleminasi terkait
pengetahuan ibu mengenai penyakit hepatitis B terhadap sikap
ibu hamil dalam mencegah penularan Hepatitis B melalui
Penularan Secara Vertikal. Peneliti menghadap Kepala
Puskesmas, Pemegang Program Ibu dan Pemegang Program
Hepatitis di UPT. Puskemas Kuta Utara untuk memohon ijin
melaksanakan penelitian di wilayah Puskesmas tersebut.
3) Calon reseponden yang telah berada di ruangan kelas masing-
masing akan diberikan penjelasan mengenai tujuan dan
maksud penelitian.
4) Peneliti melakukan pengambilan data
5) Peneliti mengucapkan salam dan perkenalan ,kemudian
Pendekatan secara informal kepada calon responden dengan
50

menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada calon


responden. Kemudian peneliti memberikan informed consent
pada calon responden untuk ditandatangani sebagai bukti
persetujuan menjadi responden penelitian.
6) Peneliti melakukan proses pengolahan data.
E. Analisis Data
1. Teknik Pengolahan Data
Langkah-langkah proses pengolahan data dapat di rangkai sebagai
berikut (Hidayat, 2014).
a. Editing
Tahap editing adalah tahap pertama dalam pengolahan data
penelitian atau data statistic. Editing merupakan upaya untuk
memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau
dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan
data atau setelah data terkumpul (Hidayat, 2010). Pada tahap ini
peneliti memeriksa semua data yang terkumpul.
b. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik
(angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori.
Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan data analisis
data menggunakan computer. Biasanya dalam pemberian kode
dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku (code book)
untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode
dari suati variabel. Dalam penelitian ini yang menggunakan kode
berupa angka yaitu tingkat pengetahuan dan sikap.
1) Pada Karakteristik responden :
a) Karakteristik responden berdasarkan usia,
pengkodean terbagi menjadi 5 yakni (1) untuk usia
18-25 tahun, (2) 26-35 tahun, (3) 36-45 tahun (4) 46-
55 tahun dan (5) 58-65 tahun.
51

b) Karakteristik responden berdasarkan riwayat penyakit


Hepatitis B sebelumnya (1) untuk “ya”, (2) untuk
“tidak” dan (3) untuk tidak tahu.
c) Karakteristik responden berdasarkan jumlah anak
yang dimiliki, (1) untuk belum memiliki anak
sebelumnya, (2) memiliki satu orang anak, (3) untuk
memiliki anak lebih dari satu.
d) Karakteristik responden berdasarkan pendidikan
yakni (1) untuk tidak pernah bersekolah, (2) SD, (3)
SMP, (4) SMA, (5) S1 (Sarjana) dan (6) untuk S2
(Master).
2) Pengetahuan mengenai penularan Hepatitis B dari Ibu
Hamil ke Bayinya (Mother to Child Transmission)
dikategorikan :
a) Baik : Hasil persentase 76-100 skor (3)
b) Cukup : Hasil persentase 56-75 skor (2)
c) Kurang : Hasil persentase <56 skor (1)
3) Sikap mengenai penularan Hepatitis B dari Ibu Hamil ke
Bayinya (Mother to Child Transmission) dikategorikan :
a) Sangat Setuju : skor (3)
b) Kurang Setuju : skor (2)
c) Tidak Setuju : skor (1)
c. Data Enty
Entry data adalah proses pemindahan dari data fisik
menjadi data digital yang dapat diolah menggunakan software.
Peneliti akan memasukkan data responden ke dalam tabel dengan
bantuan Microsoft excel 2010 sehingga data dapat dianalisis
dengan bantuan program SPSS version 20 for windows.
d. Tabulating
Tabulating adalah kegiatan menyusun dan menghitung data
hasil pengkodean untuk kemudian disajikan dalam bentuk tabel.
52

Peneliti akan membuat tabel induk yang memuat susunan data


penelitian sehingga lebih mudah untuk dianalisis.
e. Cleaning
Cleaning adalah proses pengecekan kembali kode-kode yang
dibuat apakah sudah benar atau masih ada yang salah. Peneliti akan
memeriksa kembali apakah kode yang dimasukkan sudah benar
dan melihat adakah missing data, lalu dilanjutkan dengan analisa
data.
2. Teknik Analisa

Penelitian ini menggunakan dua analisis, yaitu analisis univariat dan


analisis bivariat.

a. Analisis univariat
Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan karakteristik
masing-masing variabel yang diteliti. Variabel dalam penelitian ini
adalah tingkat pengetahuan dan sikap. Analisa data tingkat
pengetahuan dan sikap. Kuesioner terbagi atas 21 pertanyaan, terbagi
atas 3 bagian yakni : informasi data demografi, pengetahuan mengenai
penyakit hepatitis B, dan sikap tentang pencegahan penyakit hepatitis
B.

Pada bagian informasi data demografi terdiri atas data yang


menanyakan mengenai usia, riwayat penyakit hepatitis B pada ibu
hamil sebelumnya, jumlah anak yang dilahirkan dan tingkat
pendidikan. Pada pengolahan data yang berdistribusi normal
mencantumkan nilai mean, modus, nilai maksimum, nilai minimum
dan standar deviasi. Pada pengolahan data yang berdistribusi tidak
normal mencantumkan nilai median, nilai maksimum, nilai minimum
dan standar deviasi.
53

b. Analisis bivariat
1) Analisis bivariat digunakan untuk mengidentifikasi hubungan
antara dua variabel, yaitu satu variabel bebas dan satu variabel
terikat. Analisis bivariat pada penelitian ini dilakukan untuk
menganalisa tingkat pengetahuan dengan sikap. Pada penelitian ini
hasil pengukuran berupa numerik, sehingga perlu dilakukan uji
normalitas untuk mengetahui data berdistribusi normal atau tidak.
Uji normalitas data menggunakan uji Kolomogorov Smirnov (besar
sampel >50). Data berdistribusi normal jika ρ-value > 0,05.
Apabila data dikatakan tidak berdistribusi normal maka uji yang
dilakukan adalah uji non parametrik yaitu statistik Spearmans
Ranks. Namun jika data dikatakan berdistribusi normal maka uji
yang dilakukan adalah parametrik yaitu uji Person. Tingkat
signifikan yang peneliti tetapkan adalah Alpa (α) 0,05, yang artinya
Ho ditolak dan Ha diterima apabila ρ hitung lebih kecil dari tingkat
signifikan yang telah ditentukan.
2) Sifat Korelasi
Menurut Sugiyono (2017) sifat korelasi dapat dibedakan menjadi :
a) Sifat hubungan positif (+) berarti jika X mengalami kenaikan
maka variabel Y juga akan mengalami kenaikan atau
sebaliknya jika variabel X mengalami penurunan maka variabel
Y juga akan mengalami penurunan.
b) Sifat hubungan negatif (-) berarti jika variabel X mengalami
kenaikan maka variabel Y mengalami penurunan atau
sebaliknya jika variabel X mengalami penurunan maka variabel
Y mengalami kenaikan.
54

3) Kekuatan Korelasi (r)


Tabel 4.1 untuk menentukan kuat lemahnya hubungan kedua
variabel yang peneliti gunakan sebagai berikut :
Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 - 0,199 Sangat Rendah

0,20 – 0,399 Rendah

0,40 – 0,599 Sedang

0,60 – 0,799 Kuat

0,80 – 1,000 Sangat Kuat

F. Etika Penelitian

Menurut Hidayat (2014) etika penelitian keperawatan merupaka


masalah yang sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian
keperawatan berhubungan langsung dengan manusia, maka dari segi etika
penelitian harus diperhatikan. Sebelum mengadakan penelitian, terlebih
dahulu peneliti perlu mengajukan ijin yang telah di tanda tangani oleh
Ketua Itekkes Bali, kemudian dibuat tebusan kepada UPT. Puskesmas
Kuta Utara khususnya Pemegang Program Hepatitis dan Program Ibu agar
bersedia menjadi reseponden dalam penelitian ini.

Masalah etika penelitian yang harus diperhatikan menurut Hidayat


(2014) antara lain :

1. Informend Consent (Lembar Persetujuan)

Dalam penelitian ini peneliti meminta persetujuan untuk


menjadi responden dengan memberikan lembar persetujuan. Inform
consent diberikan sebelum penelitian dengan tujuan agar subjek
mengerti maksud dan tujuan serta mengetahui dampak dari penelitian.
55

Apabila subjek bersedia maka harus menandatangani lembar


persetujuan. Tetapi apabila subjek tidak bersedia maka peneliti harus
menghormati hak responden

2. Anonimity (Tanpa Nama)

Dalam penelitian ini peneliti memberikan jaminan dalam


penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau
mencantumkan nama responden dan hanya menuliskan nama inisial
pada lembar pengumpulan dan atau hasil penelitian yang disajikan

3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Dalam penelitian ini peneliti menjelaskan kepada responden
bahwa peneliti tidak membocorkan data yang didapat dari responden
dan memberikan jaminan kerahasian hasil penelitian, baik informasi
maupun masalah-masalah lainnya. Data disimpan dalam waktu
beberapa bulan dan dimusnahkan
4. Protection From Discomfort (Perlindungan dari tidaknyamanan)
Melindungi responden dari tidaknyamanan, baik fisik maupun
psikologi. Peneliti dalam penelitian ini sudah mendapatkan izin untuk
melakukan penelitian seperti yang dijelaskan pada tahap persiapan
dalam penelitian ini total pertanyaan yang diberikan berjumlah 26
soal, rata-rata responden menjawab dalam waktu kurang lebih 25
menit, maka peneliti melakukan pengumpulan data dalam satu kali
pertemuan untuk masing – masing responden. Sehingga peneliti
menekankan bahwa apabila responden merasa tidak nyaman selama
proses penelitian ini, responden dapat menghentikan partisipasinya
5. Beneficence
Merupakan sebuah prinsip untuk member manfaat pada orang
lain, bukan untuk membahayakan orang lain. Dalam proses penelitian,
sebelum pengisian kuesioner peneliti telah memberikan penjelasan
56

tentang manfaat penelitian serta keuntungannya bagi responden dan


peneliti melalui lembar informasi.
56

DAFTAR PUSTAKA

Abdulai, Martha Ali, Baiden, Frank, Adjei, George, Agyei, Seth Owusu (2016).
Loe level of Hepatitis B Knowledge and Awareness Among Pregnant
Women in the Kintampo North Municipality : Implication for Effective
Disease Control. 50(3). Diakses pada tanggal 18 Agustus 2019 dari
http://www.ncbi.nih.gov>pubmed

Bayupurnama, Putut, (2012). Tatalaksana Hepatitis B dan C Khronik. Yogyakarta


: Nuha Medika.

Besong Frambo, Andreas A, Atashili, Julius, Fon, Peter Nde dan Ndumle, Peter
Martins (2014). Prevalence of HBsAg and Knowledge about Hepatitis
B in Pregnancy in The Buea Health District, Cameroon: A Cross-
Sectional Study. Diakses pada tanggal 06 Agustus 2019 dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov

Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (2012).


Pedoman Pegendalian Hepatitis Virus. Jakarta : Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.

Dinas Kesehatan Kabupaten Badung, (2017). Profil Kesehatan Badung. Badung :


Dinas Kesehatan Kabupaten Badung.

Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, (2017). Pedoman


Eleminasi Penularan HIV, Sifilis dan Hepatitis B dari Ibu ke Anak.
Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Joegijantoro, Rudy
(2019). Penyakit Infeksi. Malang: Intimedika.

Han, Zhenyan, Yin, Yuxhu, Zhang, Yuan, Erhardt, Stephan, L,Chole, Nelson,
Kenrad E, Bai, Xiaoyi, Hou, Hongying (2017). Knowledge of and
Attitude Towards Hepatitis B and it’s Transmission from Mother To
Child Among Pregnant Women in Guangdong Province China.
Diperoleh pada tanggal 6 Agustus 2019, dari
http://www.ncbi.nih.gov>pubmed

Hang Pham, Thi T, Le, Thuy X, Nguyen, Dong T, Luu, Chau M, Truong, Bac D,
Tran, Phu D, Toy, Mehlika, So, Samuel (2019). Knowledge, Attitudes
and Practices of Hepatitis B Prevention an Immunization of Pregnant
Women and Mothers in Northern Vietnam. Diperoleh tanggal 6 Agustus
2019 dari http://www.ncbi.nih.gov>pubmed
57

Haq, Noman Ul, Hassali, Mohamed Azmi, Shafie, Asrul Akmal, Saleem, Fahad,
Farooqui, Maryam, Haseeb, Abdul dan Aljadhey, Hisham (2013). A
Cross-Sectional Assessment of Knowledge, Attitude and Practice
Among Hepatitis B Patients in Quetta, Pakistan. Diakses pada tanggal
11 November 2019 dari http://www.ncbi.nih.gov>pubmed

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, (2018). Data dan Informasi Profil


Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.

Kementrian Kesehatan Reublik Indonesia, (2016). Sistem Informasi Hepatitis dan


ISP. Jakarta : Subdit Hepatitis dan Penyakit ISP.

Nakaino, Larissa Akeme, Katayose, Jessica, Toshie, Abreu, Rodrigo Martins,


Mendes, Luis Claudio Alfaia, Martins, Maria Cluesa, Pinto, Vanusa
Barbosa, Carrilho, Flair Jose, dan Ono, Suzane Kioko (2018).
Assesment of the Prevalence of Vertical Hepatitis B Transmission In
Two Concecutive Generations. 64(2). Diakses pada tanggal 09
September 2019 dari www.scielo.br>scielo

Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, (2017).


Situasi Penyakit Hepatitis B di Indonesia Tahun 2017. Jakarta :
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

World Health Organization (2017). Global Hepatitis Report. Prancis : World


Health Organization.

Anda mungkin juga menyukai