Anda di halaman 1dari 81

GAMBARAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN HIPERTENSI DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS PURWOKERTO SELATAN

PROPOSAL
SKRIPSI

Diajukan guna memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan pendidikan


Sarjana Keperawatan di Universitas Harapan Bangsa

Disusun Oleh :
RIZQIANA DWI AMBARWATI
NIM : 16142014323089

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
2021
HALAMAN PERSETUJUAN
PROPOSAL SKRIPSI

GAMBARAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN HIPERTENSI DI WILAYAH


KERJA PUSKESMAS PURWOKERTO SELATAN

Proposal Skripsi
Disusun oleh :

RIZQIANA DWI AMBARWATI


NIM : 16142014323089

Telah disetujui untuk dilakukan seminar proposal skripsi


Pada tanggal, April 2021

Purwokerto, April 2021


Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Rahmaya Nova H, S.Kep., Ns., M.Sc., Tophan Heri W, S.Kep., Ns., MAN
NIK. 105201061179 NIK. 108406111187

ii
LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL SKRIPSI

GAMBARAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN HIPERTENSI DI WILAYAH


KERJA PUSKESMAS PURWOKERTO SELATAN

Disusun oleh :

RIZQIANA DWI AMBARWATI


NIM : 16142014323089

Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Proposal Skripsi pada Program


Studi Keperawatan Program Sarjana Fakultas Kesehatan Universitas Harapan
Bangsa dan Telah dinyatakan layak untuk dilakukan Penelitian
Pada Hari :
Tanggal :

Dewan Penguji:

1. Penguji I : Arlyana Hikmanti, SST., M.Keb ...........................

2. Penguji II : Dr. Rahmaya Nova H, S.Kep., Ns., M.Sc ..........................

3. Penguji III : Tophan Heri W, S.Kep., Ns., MAN ..........................

Mengesahkan
Ketua Program Studi Keperawatan Program Sarjana
Fakultas Kesehatan
Universitas Harapan Bangsa

iii
Tri Sumarni, S.Kep., Ns., M.Kep
NIK. 106711090683

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah selalu tercurah hanya kepada Allah Subhanahu wa

ta’ala, karena dengan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan proposal skripsi yang merupakan salah satu syarat kelulusan dari

Program Studi Keperawatan Program Sarjana Fakultas Kesehatan yang

diselenggarakan oleh Universitas Harapan Bangsa dengan judul ”Gambaran Faktor

Risiko Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Purwokerto Selatan”.

Selama proses pelaksanaan penyusunan proposal skripsi ini penulis

mengalami banyak kendala dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan

pengalaman penulis, namun berkat usaha dan bimbingan dari berbagai pihak,

proposal skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu penulis

mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Iis Setiawan M.N., S.Kom., MTI., selaku Ketua Yayasan Pendidikan Dwi

Puspita.

2. dr. Pramesti Dewi., M.Kes., selaku Rektor Universitas Harapan Bangsa.

3. dr. Meta Saraswati selaku Kepala Puskesmas Purwokerto Selatan yang

telah memberikan ijin dilakukannya penelitian.

4. Dwi Novitasari., S.Kep., Ners., M.Sc., selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Universitas Harapan Bangsa.

iv
5. Tri Sumarni, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku Ketua P Program Studi

Keperawatan Program Sarjana Fakultas Kesehatan Universitas Harapan

Bangsa.

6. Dr. Rahmaya Nova H, S.Kep., Ns., M.Sc., selaku pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan, arahan dan masukan sehingga proposal skripsi ini

dapat terselesaikan.

7. Tophan Heri W, S.Kep., Ns., MAN selaku pembimbing II yang telah

memberikan masukan dalam penulisan proposal skripsi ini.

8. Serta semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan baik

fisik maupun moril, sehingga terselesaikan proposal skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa proposal skripsi ini masih jauh dari sempurna dan

banyak sekali kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran

yang membangun demi kearah yang lebih baik.

Purwokerto, April 2021

Penulis

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN.................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... iii

KATA PENGANTAR.................................................................................. iv

DAFTAR ISI................................................................................................. vi

DAFTAR TABEL........................................................................................ viii

DAFTAR GAMBAR.................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang …………………….……………………. 1

B. Rumusan Masalah …………………………………….... 5

C. Tujuan Penelitian ……………………………………..... 5

D. Manfaat Penelitian ……………………………………... 5

E. Keaslian Penelitian………………………….................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori.……....…………………………………. 9

vi
B. Kerangka Teori…………………………………............. 44

C. Kerangka Konsep………………………………………. 45

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Dan Rancangan Penelitian ……………………… 46

B. Waktu Dan Lokasi Penelitian……………….................. 46

C. Populasi Dan Sampel Penelitian……..………………… 47

D. Variabel Penelitian……………………………................ 49

E. Definisi Operasional ………............................................. 49

F. Instrumen Penelitian……………………………………. 51

G. Jenis Dan Teknik Pengumpulan Data…………………. 53

H. Pengolahan Dan Analisis Data…..…............................... 56

I. Etika Penelitian …………………………………............. 60

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 : Keaslian Penelitian................................................................. 8

Tabel 2.1 : Klasifikasi Hipertensi JNC VIII............................................. 19

Tabel 2.2 : Klasifikasi Hipertensi WHO.................................................. 19

Tabel 3.1 : Definisi Operasional.............................................................. 50

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Kerangka Teori……………………….......….....……….. 44

Gambar 2.2 : Kerangka Konsep……………………….......…. ……….. 45

ix
LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Izin Pra Survei dari Universitas Harapan Bangsa

Lampiran 2 : Surat Balasan Pra Survei dari Puskesmas Purwokerto Selatan

Lampiran 3 : Surat Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 4 : Informed Consent

Lampiran 5 : Lembar Kuesioner

Lampiran 7 : Lembar Konsultasi Pembimbing 1

Lampiran 8 : Lembar Konsultasi Pembimbing 2

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) merupakan

masalah kesehatan utama di negara maju maupun negara berkembang.

Hipertensi menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia setiap tahunnya

(Kemenkes RI, 2019). Kejadian hipertensi terjadi apabila hasil pengukuran

tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg

(The Joint National Commite VIII, 2014). Centers for Disease Control (CDC)

(2020) menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi meningkat pada orang yang

berusia 60 tahun keatas mencapai 63,1% (CDC, 2020). Berdasarkan Data

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) tahun 2019

prevalensi hipertensi pada semua usia di Indonesia tahun 2018 adalah 34,11%

dengan kejadian hipertensi pada lansia sebesar 63,2% pada usia 65-74 tahun

dan sebesar 69,5% pada usia > 75 tahun. Provinsi Jawa Tengah merupakan

peringkat ke empat dengan persentase sebesar 37,57% (Kemenkes RI, 2019).

Kejadian hipertensi dapat mengakibatkan permasalahan fisik seperti

mudah lelah, selain permasalahan fisik adanya penurunan pada dimensi mental

seperti gelisah akibat susah tidur juga dapat terjadi akibat hipertensi

(Anggraieni & Subandi, 2014). Hipertensi juga dapat mengakibatkan

kerusakan pembuluh darah serta kerusakan organ tubuh yang dapat

menyebabkan terjadinya komplikasi seperti stroke, penyakit jantung koroner,

diabetes, gagal ginjal dan kebutaan (Kementrian Kesehatan RI, 2020).


2

Penyakit hipertensi dianggap sebagai the silent killer dimana baru

dirasakan jika seseorang sudah mengalami komplikasi (Tarigan et al., 2018).

Penelitian yang dilakukan Salsabila (2020) menunjukkan bahwa peningkatan

kejadian hipertensi tidak dapat terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi

terjadinya hipertensi, terdapat berbagai faktor yang dapat memicu risiko atau

kecenderungan seseorang menderita penyakit hipertensi, diantaranya faktor

yang tidak dapat dikontrol seperti usia, jenis kelamin, suku atau ras, faktor

genetik serta faktor yang dapat dikontrol seperti obesitas, stres, konsumsi

garam, merokok, konsumsi alkohol dan sebagainya.

Usia merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi yang tidak

dapat diubah (Indah, 2017). Penelitian Azhari (2017) menunjukkan bahwa

seseorang yang mempunyai usia > 35 tahun mempunyai peluang 3 kali untuk

terkena hipertensi dibandingkan dengan seseorang yang berusia < 35 tahun.

Berdasarkan data Kemenkes RI (2019) diketahui bahwa kejadian hipertensi

lebih banyak pada jenis kelamin perempuan (36,85%) dibandingkan dengan

laki-laki (31,34%), hal ini dapat terjadi karena kejadian hipertensi lebih banyak

terjadi pada usia lansia (63,2%), dan tidak bekerja (39,73%). Penelitian Hasan

(2017) menunjukkan hasil responden yang mempunyai riwayat keluarga

hipertensi mempunyai peluang sebanyak 3,6 kali untuk terkena hipertensi

dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki riwayat keluarga.

Kejadian hipertensi selain di pengaruhi faktor yang tidak dapat diubah,

hipertensi juga dipengaruhi oleh faktor yang dapat di ubah. Kemenkes RI

(2019) menyatakan bahwa perilaku berisiko yang menyebabkan terjadinya


3

hipertensi adalah kurang mengonsumsi sayur (95,4%), kurang aktivitas fisik

(33,5%), terlalu banyak mengonsumsi makanan asin (29,7%) dan perilaku

merokok (24,3%). Merokok menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya

hipertensi. Penelitian Putra & Ulfah (2016) tentang faktor risiko hipertensi

yang ada di Puskesmas Kelayan Timur Kota Banjarmasin menunjukkan bahwa

kebiasaan merokok (berisiko 1,368 kali), kebiasaan makan-makanan asin

(berisiko 2,898 kali), obesitas (berisiko 1,147 kali), konsumsi makanan lemak

jenuh (berisiko 1,505 kali). Adriaansz et al., (2016) menyatakan bahwa asupan

garam atau natrium yang dikonsumsi melebihi takaran normal perhari dapat

menyebabkan kondisi yang merusak ginjal, arteri, jantung dan otak.

Hipertensi yang berlangsung dalam waktu yang lama dan dibiarkan saja

dapat menimbulkan kerusakan pada organ-organ penting tubuh atau

komplikasi, selain itu juga angka hipertensi yang tidak terkontrol akan terus

bertambah maka pencegahan menjadi langkah penting yang harus dilakukan

(Nuraeni et al., 2018). Salah satu tatalaksana hipertensi adalah dengan

menerapkan gaya hidup sehat. Gaya hidup sehat yang dilakukan untuk

menekan dan menurunkan angka kejadian hipertensi salah satunya

memodifikasi gaya hidup (Dalimartha et al., 2018).

Penelitian yang dilakukan Mutmainah et al., (2016) penderita hipertensi

dapat melakukan upaya untuk mencegah komplikasi hipertensi dengan

modifikasi perilaku misalnya, rutin melakukan konsultasi kesehatan dengan

dokter terkait penyakit hipertensi, berhenti merokok karena perilaku merokok

tidak baik untuk penderita hipertensi, mengatur pola makan dan makan
4

makanan yang baik dan sehat, serta melakukan aktivitas fisik baik ringan,

sedang, maupun berat.

Kabupaten Banyumas menempati urutan kedua kejadian hipertensi di

wilayah eks Karesidenan Banyumas. Berdasarkan data Dinas Kesehatan

Kabupaten (DKK) Banyumas didapatkan data jumlah penderita hipertensi pada

tahun 2019 sebanyak 396.657 kasus dengan persentase yang mendapat

pelayanan kesehatan sebesar 26%, mengalami peningkatan dibandingkan tahun

2018 dengan jumlah kasus sebanyak 204.829 kasus. Kejadian hipertensi pada

tahun 2019 tertinggi di Wilayah Kerja Puskesmas Purwokerto Selatan

sebanyak 9295 kasus.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 10 Januari 2021 di

Puskesmas Purwokerto Selatan didapatkan data jumlah penderita hipertensi

pada tahun 2019 sebanyak 178 pasien. Berdasarkan studi pendahuluan dengan

wawancara dan observasi dengan penderita hipertensi sebanyak 10 orang, laki-

laki sebanyak 4 orang dan perempuan sebanyak 6 orang. Hasil wawancara

diketahui bahwa sebanyak 6 orang penderita hipertensi mengatakan tidak

mengetahui faktor yang menyebabkan hipertensi dan cara mengontrol

hipertensi. Penderita hanya melakukan kunjungan ke puskesmas pada saat

penderita merasa tidak enak badan dan ketika mengganggu aktivitas sehari-

hari. Dua orang mengatakan faktor yang menyebabkan mengalami hipertensi

adalah faktor keturunan dari orangtuanya, dua orang mengatakan bahwa

penyebab mengalami hipertensi karena kurangnya melakukan aktivitas fisik

seperti olahraga yang disebabkan sibuk bekerja.


5

Berdasarkan uraian latar belakang peneliti tertarik mengangkat masalah

dengan judul “Gambaran Faktor Risiko Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja

Puskesmas Purwokerto Selatan”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut maka penulis merumuskan masalah

penelitian sebagai berikut “Bagaimanakah faktor risiko kejadian hipertensi di

Wilayah Kerja Puskesmas Purwokerto Selatan?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor risiko kejadian hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas

Purwokerto Selatan.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi tekanan darah pada penderita hipertensi di Wilayah

Kerja Puskesmas Purwokerto Selatan.

b. Mengidentifikasi faktor risiko kejadian hipertensi berdasarkan usia, jenis

kelamin, riwayat keluarga, aktivitas fisik, obesitas, konsumsi kopi dan

tingkat stres di Wilayah Kerja Puskesmas Purwokerto Selatan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang akan digunakan diharapkan dapat memberikan manfaat

sebagai berikut :
6

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan

pengetahuan pada dunia kesehatan untuk lebih mengetahui tentang kejadian

hipertensi berdasarkan faktor risiko penyebabnya sehingga dapat dilakukan

tindakan pencegahan secara dini agar kejadian hipertensi tidak semakin

meningkat.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Tempat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan

masukan secara obyektif mengenai kejadian hipertensi serta faktor risiko

penyebabnya sehingga dapat meningkatkan peran tenaga kesehatan untuk

melakukan penyuluhan kesehatan mengenai gaya hidup sehat.

b. Bagi Responden

Penelitian ini diharapkan dapat membantu penderita dengan

memberikan informasi tentang faktor risiko hipertensi yang dapat diubah

sehingga responden dapat melakukan tindakan pencegahan dengan

memodifikasi gaya hidup yang sehat.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan dapat dijadikan referensi bagi penelitian yang hendak

meneliti lebih lanjut mengenai kejadian hipertensi dengan

mengembangkan desain dan tidak hanya meneliti faktor penyebab tetapi

juga komplikasi yang timbul akibat hipertensi.


7

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

Nama Judul Metode Penelitian Hasil Penelitian Persamaan dan


(Tahun) Perbedaan
Swatan et al Risk Factor of Desain penelitian Hasil penelitian Persamaan terletak
(2020) Hypertension in cross sectional. menunjukkan pada sampel yaitu
Rural Indonesia Sampel sebanyak bahwa IMT penderita hipertensi
103 pasien berpengaruh dan variabel faktor
hipertensi. signifikan terhadap risiko hipertensi.
Instrumen kejadian hipertensi,
penelitian sedangkan umur, Perbedaan terletak
menggunakan jenis kelamin, pada desain,
STEPS. Analisis tingkat pendidikan, instrumen dan
data menggunakan pekerjaan, aktivitas analisis data
regresi logistik fisik dan perilaku
merokok tidak
berhubungan
dengan hipertensi

Badego Prevalence and Desain penelitian Hasil penelitian Persamaan terletak


(2020) Risk Factors of cross sectional. menunjukkan pada sampel yaitu
Hypertension Sampel sebanyak bahwa usia, jenis penderita hipertensi
among Civil 402 pasien kelamin, konsumsi dan variabel faktor
Servants in hipertensi. alkohol, dan risiko hipertensi.
Sidama Zone Instrumen kejadian obesitas
Ethiopia penelitian memengaruhi Perbedaan terletak
menggunakan kejadian hipertensi pada desain,
STEPS. Analisis instrumen dan
data menggunakan analisis data
regresi logistik

Ahammed et Prevalence and Desain penelitian Hasil penelitian Persamaan terletak


al (2020) Risk Factors of analitik. Sampel menunjukkan pada sampel yaitu
Hypertension sebanyak 15.003 bahwa usia, jenis penderita hipertensi
among Young pasien hipertensi kelamin, konsumsi dan variabel faktor
Adults in dengan teknik alkohol, dan risiko hipertensi.
Albania cluster sampling. perilaku merokok
Instrumen memengaruhi Perbedaan terletak
penelitian kejadian hipertensi pada desain,
menggunakan instrumen dan
kuesioner. Analisis analisis data
data menggunakan
regresi logistik

Fitriyani Faktor yang Desain penelitian Hasil penelitian Persamaan terletak


(2020) Berhubungan case control. menunjukkan ada pada sampel yaitu
dengan Kejadian Sampel sebanyak hubungan obesitas penderita
Hipertensi 120 penderita dengan kejadian hipertensi, teknik
Esensial di Desa hipertensi dengan hipertensi, tidak ada sampling dan
Kemingking teknik purposive hubungan perilaku variabel faktor
Jambi sampling. Analisis merokok, konsumsi risiko hipertensi.
data menggunakan kopi, stres,
8

Nama Judul Metode Penelitian Hasil Penelitian Persamaan dan


(Tahun) Perbedaan
chi-square. konsumsi garam Perbedaan terletak
dan penggunaan pada desain,
minyak jelantah instrumen dan
terhadap kejadian analisis data
hipertensi.
9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Tekanan Darah

a. Definisi

Tekanan darah adalah kekuatan lateral pada dinding arteri oleh

darah yang didorong dengan tekanan dari jantung (Potter & Perry, 2015).

Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri.

Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut tekanan

sistolik. Tekanan diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi saat

jantung beristirahat. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio

tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik, dengan nilai dewasa

normalnya berkisar dari 100/60 sampai 140/90. Rata-rata tekanan darah

normal biasanya 120/80 (Smeltzer & Barre, 2017).

b. Faktor yang Menentukan Tekanan Darah

Guyton & Hall (2014) mengungkapkan bahwa untuk mendapatkan

tekanan darah maka harus ada curah jantung dan tahanan terhadap aliran

darah sirkulasi sistemik. Tahanan ini disebut tahanan perifer total.

TD = CO x TPR

Keterangan

TD : Tekanan Darah

CO : Cardiac Output (curah jantung)

TPR : Total Perifer Resistence


10

Faktor-faktor yang mempengaruhi curah jantung seperti frekuensi

jantung dan isi sekuncup. Tahanan terhadap aliran darah terutama

terletak di arteri kecil tubuh, yang disebut arteriole. Pembuluh darah

berdiameter kecil inilah yang memberikan tahanan terbesar pada aliran

darah (Guyton & Hall, 2014).

1) Curah Jantung

Potter dan Perry (2015) menyatakan bahwa curah jantung

seseorang adalah volume darah yang dipompa jantung (volume

sekuncup) selama 1 menit (frekuensi jantung).

Curah jantung = frekuensi jantung x volume sekuncup

2) Visikositas Darah & Tahanan

Kekentalan atau visikositas darah mempengaruhi kemudahan

aliran darah melewati pembuluh yang kecil, dan visikositas darah

ditentukan oleh hematokrit, apabila hematokrit meningkat, aliran

darah lambat, tekanan darah arteri naik (Potter & Perry, 2015).

Hematokrit normal untuk laki-laki ± 42% sedangkan perempuan ±

38%. Tahanan terhadap aliran darah ditentukan tidak hanya oleh

radius pembuluh darah (halangan vascular) tetapi juga visikositas

darah (Ganong, 2009). Semakin kecil lumen pembuluh, semakin besar

tahanan vaskuler terhadap aliran darah, dengan naiknya tahanan

tekanan darah arteri juga naik. Tekanan darah juga turun pada saat

dilatasi pembuluh darah dan tahanan turun (Potter & Perry, 2015).
11

3) Elastisitas dan Volume Darah

Normalnya dinding darah arteri elastis dan mudah berdistensi,

kemampuan distensi mencegah pelebaran fluktuasi tekanan darah, dan

pada penyakit tertentu seperti arteriosklerosis, dinding pembuluh

darah kehilangan elastisitasnya. Volume sirkulasi darah pada orang

dewasa 5000 ml, normalnya volum darah tetap konstan, volum

sirkulasi darah dalam sistem vaskuler mempengaruhi tekanan darah.

Tekanan terhadap dinding arteri menjadi lebih besar jika volume

meningkat (Potter & Perry, 2015)

c. Pengukuran Tekanan Darah

Mengukur tekanan darah arterial menggunakan alat yang disebut

spigmomanometer (Pearce, 2009). Tekanan darah akan meningkat

dengan 10 mmHg setiap 12 cm di bawah jantung karena pengaruh

gravitasi, di atas jantung, tekanan darah akan menurun dengan jumlah

yang sama (Guyton & Hall, 2014). Biasanya, bila kita berdiri dari posisi

duduk dan tidur, terjadi peningkatan tonus arteri. Bila tonus tersebut telah

maksimal karena volume vascular berkurang, posisi berdiri akan

memperkuat gaya gravitasi yang tidak tertahan dan tekanan darah turun

kadang-kadang sampai tak teratur. Karena terjadi peningkatan tekanan

yang disebabkan oleh efek gravitasi, terjadi penimbunan darah di vena-

vena yang melebar, sehingga aliran balik vena berkurang. Filtrasi

menembus dinding kapiler juga meningkat yang menyebabkan

pergelangan kaki dan kaki membengkak, kecuali apabila tindakan-


12

tindakan kompensasi mampu melawan efek gravitasi tersebut (Sherwood,

2014).

2. Hipertensi

a. Pengertian

Hipertensi juga sering sering diartikan sebagai suatu keadaan di

mana tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan tekanan diastolik

lebih dari 80 mmHg (Ardiansyah, 2013). Hipertensi merupakan suatu

keadaan dimana tekanan darah meningkat secara abnormal dan terus-

menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan darah yang disebabkan

oleh beberapa faktor risiko yang tidak berjalan semestinya dalam

mempertahankan tekanan darah normal (Wijaya & Putri, 2013).

Penyakit darah tinggi atau hipertensi adalah suatu keadaan dimana

seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal (Wahdah,

2011). Hipertensi disebut sebagai suatu keadaan dimana tekanan darah

seseorang adalah > 140 mmHg untuk tekanan sistolik dan > 90 mmHg

untuk tekanan diastolik (The Joint National Commite VIII, 2014).

b. Etiologi

Penyebab hipertensi menurut Nurarif & Kusuma (2015) adalah

terjadinya perubahan-perubahan pada:

1) Elastisitas dinding aorta menurun

Ketebalan dinding ventrikel cenderung meningkat akibat adanya

peningkatan densitas kolagen dan hilangnya fungsi serat elastis.

Sehingga dapat berdampak pada kurangnya kemampuan jantung


13

untuk berdistensi. Permukaan di dalam jantung seperti pada katup

mitral dan katup aorta akan mengalami penebalan dan penonjolan di

sepanjang garis katup. Obstruksi parsial terhadap aliran darah selama

denyut sistole dapat terjadi ketika pangkal aorta mengalami kekakuan

sehingga akan menghalangi pembukaan katup secara sempurna

(Stanley & Beare, 2013).

2) Katub jantung menebal dan menjadi kaku

Perubahan struktural dapat mempengaruhi konduksi sistem

jantung melalui peningkatan jumlah jaringan fibrosa dan jaringan ikat.

Bertambahnya usia, sistem aorta dan arteri perifer menjadi kaku.

Kekakuan ini terjadi akibat meningkatnya serat kolagen dan hilangnya

serat elastis dalam lapisan medial arteri. Proses perubahan akibat

penuaan ini akan menyebabkan terjadinya arteriosklerosis yaitu

terjadinya peningkatan kekakuan dan ketebalan pada katup jantung

(Aspirani, 2014).

3) Kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan

menurunnya kontraksi dan volumenya

Proses bertambahnya usia dapay mengalami perubahan

fungsional dari sudut pandang sistem kardiovaskuler. Perubahan

utama yang terjadi adalah menurunnya kemampuan untuk

meningkatkan keluaran sebagai respon terhadap peningkatan

kebutuhan tubuh. Seiring bertambahnya usia denyut dan curah jantung

pun mengalami penurunan, hal itu terjadi karena miokardium pada


14

jantung mengalami penebalan dan sulit untuk diregangkan. Katup-

katup yang sulit diregangkan inilah yang dapat menimbulkan

peningkatan waktu pengisian dan peningkatan tekanan diastolik yang

diperlukan untuk mempertahankan preload yang adekuat (Stanley &

Beare, 2013)

4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena

kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.

5) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

Bertambahnya usai dapat menyebabkan organ tubuh juga

mengalami penuaan yang berakibat pada disfungsi endotel sehingga

menyebabkan kekakuan pembuluh darah yang menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah dan dapat terjadi hipertensi. Terjadi

disfungsi endotel yang mengakibatkan terjadinya penurunan elastisitas

pembuluh darah sehingga mengakibatkan peningkatan resistensi

pembuluh darah perifer (Aspirani, 2014).

c. Jenis Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibedakan menjadi 2 jenis

klasifikasi, yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Jenis

hipertensi menurut Nurarif dan Kusuma (2015) antara lain:

1) Hipertensi Primer (Esensial)

Hipertensi esensial biasanya dimulai secara berangsur-angsur

tanpa keluhan dan gejala sebagai penyakit benigna yang secara

perlahan-lahan menjadi malignan, jika tidak diobati kasus-kasus yang


15

ringan sekalipun dapat menimbulkan komplikasi berat dan kematian.

Penanganan hipertensi yang dikelola dengan cermat, yang meliputi

modifikasi gaya hidup serta pemakaian obat-obatan akan memperbaiki

prognosis. Apabila tidak ditangani hipertensi memiliki angka

mortalitas yang tinggi, kenaikan tekanan darah yang berat (krisis

hipertensi) dapat berakibat kematian (Kowalak, 2011).

Hipertensi primer juga disebut juga sebagai hipertensi idiopatik

karena hipertensi ini memilki penyebab yang belum jelas atau belum

diketahui tersebut sering dihubungkan dengan faktor gaya hidup yang

kurang sehat. Hipertensi primer merupakan paling banyak terjadi yaitu

sekitar 90% dari kejadian hipertensi (Indah, 2017).

2) Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder adalah suatu kondisi dimana terjadinya

peningkatan tekanan darah tinggi sebagai akibat seseorang mengalami

atau menderita penyakit lainnya seperti gagal jantung, gagal ginjal,

atau kerusakan sistem hormon tubuh (Wahdah, 2011). Hipertensi

sekunder disebabkan oleh penggunaan estrogen, penyakit ginjal,

sindrom cushing dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan

(Nurarif & Kusuma, 2015).

Hipertensi pada usia lanjut menurut Nurarif dan Kusuma (2015)

dibedakan atas:
16

1) Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 150

mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90

mmHg (JNC VIII, 2014).

2) Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari

160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg (Nurarif

& Kusuma, 2015).

d. Gambaran Klinis Hipertensi

Sebagian maifestasi klinis timbul setelah penderita mengalami

hipertensi selama bertahun – tahun. Gejalanya berupa :

1) Nyeri kepala saat terjaga, terkadang disertai mual dan muntah akibat

peningkatan tekanan darah intrakranium (Ardiansyah, 2013).

Terdapat dua sistem yang mendominasi pengaturan tekanan

darah pada tubuh manusia, yaitu renin-angiotensin-aldosterone

system (RAAS) dan sympathetic nervous system (SNS). Hiperaktivitas

dari SNS merupakan penyebab umum dari hipertensi. Peningkatan

aktivitas SNS menyebabkan vasokonstriksi sistemik, menstimulasi

tubulus renal melalui saraf simpatis eferen untuk meningkatkan

sodium dan reabsorpsi air, lalu merangsang pengeluaran renin, yang

kemudian mengaktivasi RAAS untuk menaikkan tekanan darah. Saat

terjadi vasokonstriksi sistemik seluruh pembuluh darah dalam tubuh

menyempit termasuk pembuluh darah di kepala, sehingga

menyebabkan aliran darah berkurang diikuti dengan suplai oksigen


17

yang menurun, dan kemudian menyebabkan nyeri kepala (Prosser et

al., 2017).

2) Penglihatan kabur karena terjadi kerusakan pada retina sebagai

dampak pada hipertensi (Ardiansyah, 2013).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi memberikan kelainan pada

retina berupa retinopati hipertensi, dengan arteri yang besarnya tidak

beraturan, eksudat pada retina, edema retina dan perdarahan retina

(Geriatri, 2012). Retinopati hipertensi merupakan suatu keadaan yang

ditandai dengan kelainan pada vaskuler retina pada penderita tekanan

darah tinggi. Perubahan patofisiologi pembuluh darah retina pada

hipertensi, akan mengalami beberapa tingkat perubahan sebagai

respon terhadap peningkatan tekanan darah. Terdapat teori bahwa

akan terjadi spasme arterioles dan kerusakan endotelial pada tahap

akut sementara pada tahap kronis terjadi hialinisasi pembuluh darah

yang menyebabkan berkurangnya elastisitas pembuluh darah.

Kelainan pembuluh darah juga dapat berupa penyempitan umum atau

setempat, percabangan pembuluh darah yang tajam, fenomena

crossing atau sklerosis pembuluh darah. Retinopati hipertensi dapat

berupa perdarahan atau eksudat retina yang pada daerah makula dapat

memberikan gambaran seperti bintang (star figure) (Wong &

Mitchell, 2014)

3) Ayunan langkah yang tidak mantap karena terjadi kerusakan susunan

saraf pusat (Ardiansyah, 2013).


18

4) Nokturia

Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai

nokturia dan azetoma. Nokturia adalah peningkatan urinasi pada

malam hari dan azetoma adalah peningkatan nitrogen urea darah

(BUN) dan kreatinin (Endang, 2014). Tekanan tinggi kapiler

glomerulus ginjal akan mengakibatkan kerusakan progresif sehingga

gagal ginjal. Kerusakan pada glomerulus menyebabkan aliran darah

ke unit fungsional juga ikut terganggu sehingga tekanan osmotik

menurun kemudian hilangnya kemampuan pemekatan urin yang

menimbulkan nokturia (Corwin, 2011).

5) Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan

kapiler (Ardiansyah, 2013).

e. Klasifikasi Hipertensi

World Health Organization (WHO) (2013), batas normal tekanan

darah adalah tekanan darah sistolik kurang dari 120 mmHg dan tekanan

darah diastolik kurang dari 80 mmHg. Seseorang yang dikatakan

hipertensi bila tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan

diastolik lebih dari 90 mmHg. Berdasarkan The Joint National Commite

VIII (2014) tekanan darah dapat diklasifikasikan berdasarkan usia dan

penyakit tertentu. Diantaranya adalah


19

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan JNC VIII


Batasan Tekanan
Kategori
Darah (mmHg)
Usia ≥ 60 tahun tanpa penyakit diabetes dan CKD ≥ 150/90
Usia 19-59 tahun tanpa penyakit penyerta ≥ 140/90
Usia ≥ 18 tahun dengan penyakit ginjal ≥ 140/90
Usia ≥ 18 tahun dengan penyakit diabetes ≥ 140/90
Sumber : The Joint National Commite VIII (2014)

World Health Organization (WHO) dan International Society of

Hypertension (ISH) mengklasifikasikan hipertensi sebagai berikut :

Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi


ACC/AHA Sistole Diastole
Normal <120 <80
Peningkatan tekanan darah 120-129 <80
Stadium 1 Hipertensi 130-139 80-89
Stadium 2 Hipertensi 140-159 90-99
Stadium 3 Hipertensi ≥160 ≥100
Sumber : (Whelton et al., 2017)

f. Patofisiologi Hipertensi

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh

darah terletak di pusat vasomotor medulla otak. Rangsangan pusat

vasomotor yang dihantarkan dalam bentuk impuls bergerak menuju

ganglia simpatis melalui saraf simpatis. Saraf simpatis bergerak

melanjutkan ke neuron preganglion untuk melepaskan asetilkolin

sehingga merangsang saraf pascaganglion bergerak ke pembuluh darah

untuk melepaskan norepineprin yang mengakibatkan kontriksi pembuluh

darah. Mekanisme hormonal sama halnya dengan mekanisme saraf yang

juga ikut bekerja mengatur tekanan pembuluh darah (Smeltzer & Bare,

2017). Mekanisme ini antara lain:


20

1) Mekanisme vasokonstriktor norepineprin-epineprin

Perangsangan susunan saraf simpatis selain menyebabkan

eksitasi pembuluh darah juga menyebabkan pelepasan norepineprin

dan epineprin oleh medulla adrenal ke dalam darah. Hormon

norepineprin dan epineprin yang berada di dalam sirkulasi darah akan

merangsang pembuluh darah untuk vasokonstriksi. Faktor seperti

kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh

darah terhadap rangsang vasokonstriktor (Wijaya & Putri, 2013).

2) Mekanisme vasokonstriktor renin-angiotensin

Renin yang dilepaskan oleh ginjal akan memecah plasma

menjadi substrat renin untuk melepaskan angiotensin I, kemudian

diubah menjadi angiotensin II yang merupakan vasokonstriktor kuat.

Peningkatan tekanan darah dapat terjadi selama hormon ini masih

menetap di dalam darah (Guyton & Hall, 2014).

Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah

perifer memiliki pengaruh pada perubahan tekanan darah yang terjadi

seiring bertambahnya usia(Smeltzer & Bare, 2017). Perubahan struktural

dan fungsional meliputi arteriosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan

ikat dan penurunan kemampuan relaksasi otot polos pembuluh darah

akan menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah,

sehingga menurunkan kemampuan aorta dan arteri besar dalam

mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume


21

sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan

tahanan perifer (Wijaya & Putri, 2013).

Penebalan dinding aorta dan pembuluh darah besar meningkat dan

elastisitas pembuluh darah menurun sesuai usia. Perubahan ini

menyebabkan penurunan kelenturan aorta dan pembuluh darah besar dan

mengakibatkan peningkatan TDS. Penurunan elastisitas pembuluh darah

menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler perifer. Sensitivitas

baroreseptor juga berubah usia. Perubahan mekanisme refleks

baroreseptor mungkin dapat menerangkan adanya variabilitas tekanan

darah yang terlihat pada pemantauan terus menerus (Felicya, 2014).

Penurunan sensitivitas baroreseptor juga menyebabkan kegagalan refleks

postural, yang mengakibatkan hipertensi pada lanjut usia sering terjadi

hipotensi ortostatik. Perubahan keseimbangan antara vasodilatasi

adrenergik-α dan vasokonstriksi adrenergik-α akan menyebabkan

kecenderungan vasokontriksi dan selanjutnya mengakibatkan

peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan tekanan darah.

Resistensi Na akibat peningkatan asupan dan penurunan sekresi juga ber-

peran dalam terjadinya hipertensi (Pestana, 2014).

g. Komplikasi

Hipertensi dapat dikendalikan sebab semakin lama terkenan yang

berlebihan pada dinding arteri dapat merusak banyak organ vital dalam

tubuh. Hipertensi tidak hanya berisiko tinggi menderita penyakit jantung,

tetapi juga menderita penyakit lain seperti penyakit saraf, ginjal, dan
22

pembuluh darah dan makin tinggi tekanan darah, makin besar risikonya

(Nurarif & Kusuma, 2015). Komplikasi hipertensi merupakan penyakit

yang timbul sebagai akibat dari penyakit hipertensi atau tekanan darah

yang meningkat secara terus menerus. Peningkatan tekanan darah yang

persisten (berlangsung dalam jangka waktu lama) dapat menimbulkan

kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner),

dan otak (stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapatkan

pengobatan yang optimal (Kemenkes RI, 2019).

Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung, stroke,

gagal ginjal, kebutaan, dan gangguan kognitif (WHO, 2013). Beberapa

penyakit yang dapat muncul sebagai komplikasi hipertensi adalah

1) Penyakit Jantung

Tekanan darah tinggi menyebabkan arteriosklerosis yang

mengurangi pasokan darah dan oksigen ke jantung (Bell et al., 2015).

Hipertensi dapat menimbulkan payah jantung, yaitu kondisi jantung

yang tidak mampu lagi memompa darah yang dibutuhkan tubuh akibat

rusaknya otot jantung atau sistem listrik jantung. Tekanan darah yang

meningkat dalam pembuluh darah menyebabkan jantung bekerja lebih

keras untuk memompa darah. Jika tekanan darah dibiarkan tidak

terkendali, maka hal tersebut dapat menyebabkan serangan jantung,

pembesaran jantung, hingga gagal jantung (WHO, 2013).


23

2) Stroke

Tekanan darah yang tinggi mengakibatkan terjadinya

penonjolan atau pelebaran (aneurysms) di daerah yang lemah pada

dinding pembuluh darah. Hal ini memungkinkan terjadinya

penyumbatan dan pecahnya pembuluh darah, khususnya di otak yang

menyebabkan stroke (WHO, 2013). Hipertensi dapat memicu

pendarahan di otak yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah

(stroke hemoragik) atau akibat thrombosis (pembekuan darah pada

pembuluh darah) dan emboli yang menyumbat bagian distal pembuluh

(stroke iskemik) (Sawicka et al., 2011).

3) Penyakit Ginjal

Kelainan fungsi ginjal dapat meningkatkan tekanan darah yang

disebabkan karena bertambahnya cairan dalam sistem sirkulasi yang

tidak mampu dibuang dari dalam tubuh. Hal ini mengakibatkan

volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga

meningkat (Anies, 2016). Hipertensi dapat mengakibatkan aliran

darah ke ginjal terganggu. Jika disertai dengan gangguan atau

kerusakan salah satu faktor pendukung kerja ginjal, maka fungsi ginjal

dapat mengalami kerusakan hingga terjadi gagal ginjal (Ridwan,

2013).

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hidayati &

Kushadiwijaya (2012) menemukan bahwa lama menderita hipertensi

1-5 tahun berisiko untuk mengalami penyakit ginjal kronis 13 kali


24

lebih besar dibanding yang tidak mengalami hipertensi. Lama

menderita hipertensi 6-10 tahun berisiko mengalami penyakit ginjal

kronis sebesar 24 kali dibanding yang tidak mengalami hipertensi.

Sedangkan yang menderita hipertensi ≥10 tahun berisiko mengalami

penyakit ginjal kronis sebesar 34 kali dibanding yang tidak mengalami

hipertensi.

4) Gangguan Penglihatan

Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada organ

target, termasuk mata. Hipertensi dapat mengakibatkan gangguan

penglihatan atau menyebabkan penglihatan menjadi kabur atau buta

sebagai akibat dari pecahnya pembuluh darah di mata. Hipertensi juga

dapat menimbulkan efek terhadap struktur dan fungsi mata yang

kemudian mengalami perubahan patofisiologis sebagai respon

terhadap kenaikan tekanan darah dan menimbulkan retinopati

hipertensif maupun neuropati optik hipertensif (Antika, 2013).

5) Diabetes Mellitus (DM)

Hipertensi dapat menyebabkan terjadinya resistensi insulin

sehingga terjadi hiperinsulinemia hingga kerusakan sel beta. Rusaknya

sel beta akan berdampak pada kurangnya insulin yang dihasilkan.

Akibatnya, kadar hormon insulin tidak mencukupi untuk memenuhi

kebutuhan tubuh dalam menormalkan kadar gula darah (Marewa,

2015).
25

h. Penatalaksanaan

Terapi pada pasien usia lanjut meliputi terapi norfamakologis dan

farmakologis. Terapi non farmakologis harus dilaksanakan oleh semua

pasien hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan

mengendalikan faktor-faktor risiko serta penyakit penyerta lainnya.

Terapi non farmakologis terdiri dari: menghentikan merokok,

menurunkan berat badan, menurunkan konsumsi alkohol berlebih, latihan

fisik, menurunkan asupan garam, meningkatkan konsumsi buah dan

sayur serta menurunkan asupan lemak (Yogiantoro, 2016).

Diet merupakan salah satu faktor penting dalam penatalaksanaan

non farmakologi. Asupan natrium yang tinggi dapat meningkatkan

tekanan darah sedangkan asupan kalium berhubungan dengan penurunan

tekanan sistolik dan diastolik dan magnesium tidak terbukti berkaitan

dengan perubahan tekanan darah (Wong & Mitchell, 2014). Jenis-jenis

obat anti hipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan

oleh JNC 8 adalah: diuretika, terutama jenis thiazide atau agonis

aldosteron, beta blocker (BB), calcium chanel blocker, angiotensin

converting enzyme inhibitor (ACEI) dan angiotensin ii receptor blocker

(ARB) (JNC VIII, 2014).

JNC VIII merekomendasikan untuk pasien yang mengalami gagal

jantung menggunakan obat golongan diuretik, beta blocker, ACEI. Untuk

pasien dengan infark miokard direkomendasikan penggunaan beta

blocker, ACEI dan antagonis aldosteron. Pada Pasien hipertensi disertai


26

diabetes mellitus direkomendasikan semua golongan obat kecuali ARB.

Pasien dengan gagal ginjal kronis dianjurkan penggunaan golongan

ACEI dan ARB dan untuk pasien dengan stroke direkomendasikan

penggunaan diuretik dan ACEI (Maddens et al., 2014).

i. Faktor-Risiko Terjadi Hipertensi

Faktor-faktor yang memengaruhi hipertensi antara lain:

1) Faktor yang dapat dikontrol

Faktor penyebab hipertensi yang dapat dikontrol pada umumnya

berkaitan dengan gaya hidup dan pola makan. Faktor-faktor tersebut

antara lain:

a) Obesitas (kegemukan)

Dari hasil penelitian, diungkapkan bahwa orang yang

kegemukan mudah terkena hipertensi. Perempuan yang sangat

gemuk pada usia 30 tahun mempunyai risiko terserang hipertensi 7

kali lipat dibandingkan dengan perempuan langsing pada usia yang

sama (Suiraiko, 2012).

Curah jantung dan sirkulasi volume darah penderita yang

obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak mengalami

obesitas, meskipun belum diketahui secara pasti hubungan antara

hipertensi dengan obesitas, namun buktinya bahwa daya pompa

jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan

hipertensi lebih tinggi dibanding penderita hipertensi dengan berat

badan normal (Sutanto, 2010).


27

Arifin et al., (2016) menyatakan obesitas mempengaruhi

terjadinya peningkatan kolesterol di dalam tubuh, dan akan memicu

terjadinya aterosklerosis. Aterosklerosis menyebabkan pembuluh

darah menyempit sehingga meningkatkan tahanan perifer dalam

pembuluh darah. Penderita hipertensi dengan obesitas memiliki

curah jantung dan sirkulasi volume darah lebih tinggi dibanding

dengan penderita hipertensi yang memiliki berat badan normal.

Obesitas merupakan masalah malnutrisi yang paling sering

ditemui di negara berkembang. Beberapa penelitian telah

membuktikan bahwa obesitas berhubungan dengan peningkatan

tekanan darah (Dua et al., 2014). Obesitas menyebabkan beberapa

mekanisme dalam tubuh yang berkontribusi dalam peningkatan

tekanan darah. Mekanisme tersebut adalah dislipidemia dan

aterosklerosis (Jiang et al., 2016). Kelebihan berat badan atau

obesitas akan memberikan beban ekstra pada jantung dan sistem

sirkulasi darah yang dapat menyebabkan masalah kesehatan serius.

Hal ini juga meningkatkan risiko terjadinya hipertensi (AHA,

2014).

Status obesitas pada orang dewasa menurut Depkes (2013)

dapat dilihat berdasarkan pengukuran berat badan dan tinggi badan

untuk selanjutnya dihitung indeks masa tubuh (IMT), batas ambang

IMT (Kg/m2)adalah sebagai berikut:

(1) Kategori sangat kurus jika IMT < 17


28

(2) Kategori kurus jika IMT 17,1-18,5

(3) Kategori normal jika IMT 18,6-25

(4) Kategori overweight jika IMT 25,1-27

(5) Kategori obesitas jika IMT ≥ 27,1 (Depkes, 2013).

b) Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan

oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Kurangnya

aktivitas fisik merupakan faktor risiko independen untuk penyakit

kronis dan secara keseluruhan diperkirakan dapat menyebabkan

kematian secara global (Iswahyuni, 2017). Orang kurang aktif

melakukan olahraga pada umumnya cenderung mengalami

kegemukan dan akan menaikan tekanan darah. Dengan olahraga

kita dapat meningkatkan kerja jantung sehingga darah bisa

dipompa dengan baik ke seluruh tubuh (Suiraiko, 2012).

Tidak melakukan aktivitas fisik yang cukup sebagai bagian

dari gaya hidup akan meningkatkan risiko tekanan darah tinggi.

Aktivitas fisik yang tepat sangat baik untuk kesehatan jantung dan

sistem peredaran darah (Whelton et al., 2017). Rendahnya tingkat

aktivitas fisik berhubungan langsung dengan peningkatan berat

badan (WHO, 2013). Peningkatan berat badan tersebut terjadi

karena adanya penimbunan zat gizi terutama karbohidrat, protein

dan lemak (Nurcahyo, 2011).


29

Penelitian menunjukkan bahwa menurunkan tekanan darah

sistolik sebesar 5 mmHg, kematian akibat stroke dapat diturunkan

14% dan kematian akibat penyakit jantung koroner dapat

diturunkan 9%. Aktivitas fisik rutin merupakan langkah paling

penting untuk mencegah dan merawat hipertensi (WHO, 2013).

Secara umum, pembagian aktivitas fisik terdiri dari 3 jenis yakni

aktivitas fisik sehari-hari, aktivitas fisik latihan dan olahraga.

Aktivitas fisik harian merujuk kepada kegiatan sehari-hari dalam

rumah tangga seperti menyapu, mengepel, mencuci baju, berkebun,

menyetrika dan sebagainya. Latihan fisik diartikan sebagai aktivitas

yang dilakukan secara terencana dan terstruktur seperti jogging,

jalan kaki, push up, peregangan, aerobik, dan sebagainya. Olahraga

memiliki arti berupa aktivitas fisik yang terstruktur dan terencana

mengikuti regulasi yang berlaku. Hal ini tidak hanya ditujukan

untuk alasan kebugaran namun juga untuk memperoleh prestasi.

Contohnya adalah sepak bola, bulu tangkis, basket, berenang dan

sebagainya (Kemenkes RI, 2019). Aktivitas fisik menurut

Nurmalina (2011) dikelompokkan menjadi 3 tingkatan yaitu :

(1) Aktivitas rendah: hanya memerlukan sedikit tenaga dan

biasanya tidak menyebabkan perubahan dalam pernapasan atau

ketahanan (endurance). Contohnya: berjalan kaki, menyapu

lantai, mencuci piring, mencuci kendaraan, berdandan, duduk,

menonton TV, dll.


30

(2) Aktivitas sedang: membutuhkan tenaga intens atau terus

menerus, gerakan otot yang berirama atau kelenturan.

Contohnya: berlari kecil, tenis meja, berenang, bersepeda,

jalan cepat, mencuci baju.

(3) Aktivitas berat: biasanya berhubungan dengan olahraga dan

membutuhkan kekuatan dan membuat berkeringat. Contohnya:

berlari, bermain sepak bola, aerobik, karate, berenang, bermain

voli.

Pengukuran aktivitas fisik seseorang dengan menggunakan

jenis kuesioner Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ).

Berdasarkan hasil penelitian Bull, Maslin, & Amstrong (2009)

instrumen Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ)

memiliki nilai reliabilitas kuat (Kappa 0,67 sampai 0,73).

Sementara itu, berdasarkan penelitian Cleland et al (2014) nilai

aktivitas fisik dari Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ)

memiliki tingkat validitas sedang dikorelasikan dengan data dari

accelerometer (r=0.48). Penggolongannya yaitu rendah (<600

MET menit/minggu), sedang (600-2999 MET menit/minggu), dan

tinggi (>3000 MET menit/minggu) (Marcelia, 2014).

c) Konsumsi Kopi

Kopi seringkali dikaitkan dengan penyakit jantung koroner,

termasuk peningkatan tekanan darah dan kadar kolesterol darah

karena kopi mempunyai kandungan polifenol, kalium, dan kafein.


31

Salah satu zat yang dikatakan meningkatkan tekanan darah adalah

kafein. Kafein di dalam tubuh manusia bekerja dengan cara

memicu produksi hormon adrenalin yang berasal dari reseptor

adinosa di dalam sel saraf yang mengakibatkan peningkatan

tekanan darah, pengaruh dari konsumsi kafein dapat dirasakan

dalam 5-30 menit dan bertahan hingga 12 jam (Bistara & Kartini,

2018).

Purdiani (2014) menyatakan bahwa orang yang

mengkonsumsi kafein (kopi) secara teratur sepanjang hari

mempunyai tekanan darah rata-rata lebih tinggi dibandingkan

dengan didalam 2-3 gelas kopi (200-250 mg) terbukti

meningkatkan tekanan sistolik sebesar 3-14 mmHg dan tekanan

diastolik sebesar sebesar 4-13 mmHg pada orang yang tidak

mempunyai hipertensi.

Kopi mengandung kafein yang meningkatkan debar jantung

dan naiknya tekanan darah. Pemberian kafein 150 mg atau 2-3

cangkir kopi akan meningkatkan tekanan darah 5-15 mmHg dalam

waktu 15 menit. Peningkatan tekanan darah ini bertahan sampai 2

jam, diduga kafein mempunyai efek langsung pada medulla adrenal

untuk mengeluarkan epinefrin. Konsumsi kopi menyebabkan curah

jantung meningkat dan terjadi peningkatan sistole yang lebih besar

dari tekanan diastole, untuk itu batasi asupan minum kopi minimal

1 cangkir = 100 ml (Sianturi, 2014).


32

Peningkatan tekanan darah sistolik pada individu yang

mengkonsumsi kopi dihubungakan dengan kandungan kafein

dalam kopi itu sendiri. Mekanisme ini terjadi melalui aktifasi saraf

simpatis yang yang berakibat vasokonstriksi pembuluh darah dan

peningkatan resistensi perifer (Kurniawati & Insan, 2016). Hasil

penelitian Nuryanti (2020) menyatakan bahwa terdapat hubungan

antara minum kopi dengan kejadian hipertensi pada pasien di

Puskesmas Negeri Baru, dimana sebanyak 83,1% penderita

hipertensi mempunyai perilaku minum kopi (p-value: 0,000).

Kebiasaan minum kopi menurut Ismalita (2018) diklasifikasikan

menjadi:

(1) Minum kopi ringan, bila konsumi kopi kurang dari 200 mg

perhari (1-2 gelas sehari) atau kurang dari 4 sdm perhari

(2) Minum kopi sedang, bila konsumi kopi kurang dari 200-400

mg perhari (3-4 gelas sehari) atau konsumsi dari 4-8 sdm

perhari

(3) Minum kopi berat, bila konsumsi lebih dari 400 mg perhari (≥ 5

gelas sehari) atau konsumsi lebih dari 8 sdm perhari.

d) Konsumsi garam berlebihan

Sebagian masyarakat kita sering menghubungkan antara

konsumsi garam berlebihan dengan kemungkinan mengkidap

hipertensi. Garam merupakan hal yang sangat penting pada

mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap


33

hipertensi adalah molekul peningkatan volume plasma atau cairan

dan tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan

ekskresi (pengeluaran) kelebihan garam sehingga kembali pada

kondisi keadaan sistem hemodinamik (pendarahan) yang normal.

pada hipertensi primer (esensial) mekanisme terganggu,

kemungkinan adanya faktor lain yang berpengaruh (Sutanto, 2010).

Garam dapur mengandung natrium sekitar 40 % natrium

sehingga dapat menaikkan tekanan darah. Natrium bersama klorida

dalam garam dapur sebenarnya membantu tubuh mempertahankan

keseimbangan cairan tubuh dan mengatur tekanan darah. Namun,

natrium dalam jumlah berlebih dapat menahan air (retensi),

sehingga meningkatkan jumlah volume darah. Dunia kedokteran

juga telah membuktikan bahwa pembatasan konsumsi garam dapat

menurunkan tekanan darah, dan pengeluaran garam (natrium) oleh

obat diuretik (pelancar kencing) akan menurunkan tekanan darah

lebih lanjut (Gunawan, 2015).

Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh,

karena menarik cairan diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan

meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada manusia yang

mengonsumsi garam 3 gram atau kurang ditemukan tekanan darah

rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan

darahnya rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan

tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan 110 mmol natrium atau
34

2400 mg/hari (Kaplan, 2010; Price, 2012). Penelitian Hull (2016),

menunjukkan adanya kaitan antara asupan natrium dengan

hipertensi pada beberapa individu. Asupan natrium akan meningkat

menyebabkan tubuh meretensi cairan yang meningkatkan volume

darah.

e) Merokok

Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan katekolamin.

Peningkatan katekolamin mengakibatkan iritabilitas miokardial,

peningkatan denyut jantung serta menyebabkan vasokortison yang

kemudian menyebabkan kenaikan tekanan darah (Sari, 2017).

Merokok merupakan salah satu faktor penyebab hipertensi karena

dalam rokok terdapat kandungan nikotin. Nikotin terserap oleh

pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan diedarkan ke otak. Di

dalam otak, nikotin memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk

melepas epinefrin atau adrenalin yang akan menyempitkan

pembuluh darah dan memaksa jantung bekerja lebih berat karena

tekanan darah yang lebih tinggi (Andrea et al., 2013).

Merokok dan menggunakan tembakau dapat menyebabkan

tekanan darah meningkat untuk sementara dan dapat berkontribusi

pada arteri yang rusak (AHA, 2014). Sebuah studi epidemiologi

melaporkan bahwa lebih dari >1 dari 10 kematian akibat penyakit

kardiovaskular yang menyumbang 54% kematian dunia

berhubungan dengan merokok (Talukder et al., 2011). Merokok


35

dapat merusak pembuluh darah dan membuatnya menebal serta

tumbuh lebih sempit. Hal ini membuat jantung berdetak lebih cepat

dan meningkatkan tekanan darah (CDC, 2020).

Terdapat lebih dari 5000 komponen bahan kimia yang

terdapat pada rokok. Ratusan di antaranya sangat berbahaya

terhadap kesehatan manusia. Misalnya karbon monoksida dan

nikotin pada rokok. Karbon monoksida adalah gas berbahaya yang

dihirup ketika merokok. Gas tersebut masuk ke paru-paru dan

ditransfer menuju aliran darah. Karbon monoksida menurunkan

kadar oksigen dalam sel darah merah. Hal ini juga meningkatkan

jumlah kolesterol yang disimpan di lapisan arteri. Semakin lama,

arteri akan semakin mengeras dan menyebabkan tekanan darah

tinggi (AHA, 2014).

Nikotin adalah bahan kimia yang sangat berbahaya dan

adiktif. Nikotin dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah,

detak jantung, menghambat aliran darah ke jantung dan

mempersempit arteri (pembuluh darah). Nikotin juga dapat

menyebabkan penebalan dindin arteri yang mengakibatkan

serangan jantung. Zat kimia ini dapat tinggal di dalam tubuh

selama 6 – 8 jam (AHA, 2017). Untuk setiap 8 perokok yang

meninggal karena penyakit yang berhubungan dengan merokok, 1

non-perokok meninggal karena paparan asap rokok. Non-perokok

yang terpapar asap rokok di rumah atau lingkungan kerja memiliki


36

risiko 25% hingga 30% lebih besar terkena penyakit kardiovaskular

(CDC, 2020). Kebiasaan merokok menurut Ismalita (2018)

diklasifikasikan menjadi :

(1) Perokok ringan bila menghisap rokok 1-9 batang perhari

(2) Perokok sedang bila menghisap rokok 10-20 batang perhari

(3) Perokok berat bila menghisap rokok > 20 batang perhari.

f) Konsumsi alkohol

Alkohol juga diketahui menjadi salah satu faktor risiko

terjadinya hipertensi, hal tersebut diduga akibat adanya

peningkatan kadar kortisol, peningkatan volume sel darah merah

dan kekentalan darah yang mengakibatkan peningkatan tekanan

darah (Sari, 2017). Alkohol memiliki efek yang hampir sama

dengan karbon monoksida, yaitu dapat meningkatkan keasaman

darah. Darah menjadi lebih kental dan jantung dipaksa memompa

darah lebih kuat lagi agar darah sampai ke jaringan mencukupi

(Komaling et al., 2013).

Konsumsi alkohol secara berlebih dapat meningkatkan

tekanan darah secara drastis (AHA, 2017). Alkohol menyebabkan

efek yang sama dengan karbondioksida dimana keduanya dapat

meningkatkan keasaman darah menjadi kental dan jantung dipaksa

untuk memompa. Selain itu, konsumsi alkohol akan berpengaruh

pada peningkatan produksi hormon kortisol dalam darah sehingga


37

aktivitas rennin-angiotensin aldosteron system (RAAS) meningkat

dan menyebabkan tekanan darah meningkat (Jayanti et al., 2017).

Beberapa mekanisme dalam tubuh yang menyebabkan

hipertensi akibat alkohol adalah ketidakseimbangan sistem saraf

pusat, gangguan baroreseptor, peningkatan aktivitas simpatis,

stimulasi sistem renin- angiotensin-aldosteron, peningkatan kadar

kortisol, peningkatan reaktivitas vaskular karena peningkatan

intraseluler. Selain itu hilangnya relaksasi karena peradangan dan

cedera oksidatif endotelium oleh angiotensin II yang mengarah ke

penghambatan endotelium yang bergantung pada produksi nitrat

adalah kontributor utama hipertensi akibat alkohol (Husain et al.,

2014).

g) Stres

Hubungan antara stres dengan hipertensi melalui saraf

simpatis, dengan adanya peningkatan aktivitas saraf simpatis akan

meningkatkan tekanan darah secara intermitten (Endang, 2014).

Jika ketakutan, tegang atau dikejar masalah maka tekanan darah

kita dapat meningkat, tetapi pada umumnya, begitu kita sudah

kembali rileks maka tekanan darah akan turun kembali, dalam

keadaan stres maka terjadi respon sel-sel yang mengakibatkan

kelainan pengeluaran atau pengangkutan natrium (Sutanto, 2010).

Penelitian Lewa (2010) menunjukkan lansia yang mengalami stres

psikososial akan meningkatkan risiko terjadinya Hipertensi Sistolik


38

Terisolasi (HST) sebesar 2,54 kali lebih besar dibandingkan dengan

lansia yang tidak mengalami stres psikososial, dan secara statistik

bermakna (p-value=0,001).

Stres merupakan hal yang umum dialami oleh setiap orang.

Tetapi terlalu banyak stres juga dapat berkontribusi pada

peningkatan tekanan darah. Situasi stres membuat tubuh akan

merasakan ketidaknyamanan emosional. Tubuh bereaksi dengan

melepaskan hormon kortisol dan adrenalin ke dalam darah.

Hormon-hormon ini mempersiapkan tubuh untuk merespon

“melawan atau lari”. Hal ini membuat jantung berdetak lebih cepat

dan pembuluh darah menyempit sehingga tekanan darah meningkat

(AHA, 2017).

2) Faktor yang tidak dapat dikontrol

a) Usia

Hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan usia.

Semakin tua usia seseorang maka pengaturan metabolisme kalsium

akan terganggu. Hal ini disebabkan oleh banyaknya kalsium yang

beredar bersama aliran darah. Akibatnya darah menjadi lebih padat

dan tekanan darah meningkat (Dina et al., 2013).

Semakin tua usia, semakin besar kemungkinan untuk

menderita hipertensi. Seiring bertambahnya usia, pembuluh darah

secara bertahap kehilangan elastisitasnya sehingga dapat

berkontribusi pada peningkatan tekanan darah (AHA, 2017).


39

Terdapat perubahan khas pada tekanan darah seiring bertambahnya

usia, di mana risiko hipertensi menjadi lebih besar. Oleh karena itu,

kebutuhan perawatan hipertensi pada orang yang lebih tua juga

berbeda (Weber, 2019). Sebuah penelitian menunjukkan prevalensi

hipertensi pada orang dewasa di Afrika sekitar 2 hingga 4 kali lebih

banyak dibandingkan pada remaja (Bosu et al., 2019).

Struktur dan fungsi jantung manusia serta perubahan

pembuluh darah terjadi seiring bertambahnya usia. Perubahan

struktural pada pembuluh darah meningkatkan kekakuan arteri

sehingga mengurangi kapasitas kerja arteri. Hal tersebut yang

menyebabkan terjadinya hipertensi. Rata-rata tekanan darah sistolik

meningkat seiring bertambahnya usia, sementara tekanan darah

diastolik meningkat hingga sekitar usia 50 tahun kemudian

menurun (Rockwood & Howlett, 2011).

Usia menurut Depkes (2009) dalam Santika (2015)

dikategorikan sebagai berikut:

(1) Masa Balita: Usia 0-5 tahun

(2) Masa Kanak-Kanak: 6-11 tahun

(3) Remaja Awal: 12-16 tahun

(4) Remaja Akhir: 17-25 tahun

(5) Dewasa Awal: 26-35 tahun

(6) Dewasa Akhir: 36-45 tahun

(7) Lansia Awal: 46-55 tahun


40

(8) Lansia Akhir: 56-65 tahun

(9) Manula: > 65 tahun

b) Jenis kelamin

Jenis kelamin merupakan salah satu faktor risiko terjadinya

hipertensi yang tidak dapat diubah, laki-laki lebih banyak

menderita hipertensi dibandingkan dengan perempuan. Laki-laki

sering mengalami tanda-tanda hipertensi pada usia akhir tiga

puluhan, karena laki-laki memiliki gaya hidup yang dapat

meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan perempuan.

Akan tetapi setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi

pada perempuan meningkat, karena produksi hormon estrogen

menurun saat menopause sehingga tekanan darah meningkat

(Benson, 2012).

Singalingging (2011) menyatakan bahwa rata-rata perempuan

akan mengalami peningkatan risiko tekanan darah tinggi

(hipertensi) setelah menopouse yaitu usia diatas 45 tahun.

Perempuan yang belum menopouse dilindungi oleh hormon

estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density

Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL rendah dan tingginya

kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) mempengaruhi

terjadinya proses arteriosklerosis.

Penelitian yang dilakukan oleh Louisa et al., (2018)

menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi pada laki-laki lebih


41

banyak lebih besar jika dibandingkan dengan perempuan yaitu

sebesar 60%. Setyanda, Sulastri, & Lestari (2015) menyatakan

bahwa ditemukan kebiasaan merokok dan kejadian hipertensi yang

banyak ditemukan pada laki-laki yang memiliki usia 35-65 tahun.

Secara umum pria lebih berisiko mengalami penyakit

kardiovaskular dibandingkan wanita. Insiden hipertensi tidak

terkontrol juga lebih tinggi pada kelompok pria dibandingkan

wanita. Namun setelah menopause, tekanan darah meningkat pada

wanita. Meskipun mekanisme peningkatan tekanan darah

berdasarkan jenis kelamin masih belum terbukti secara pasti,

namun terdapat bukti yang signifikan bahwa hormon androgen

seperti testosteron memegang peranan penting dalam mekanisme

peningkatan tekanan darah yang dikaitkan dengan jenis kelamin

(Reckelhoff, 2014).

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pada usia 13 – 15

tahun, tekanan darah sistolik pria lebih tinggi sekitar 4 mmHg

dibandingkan wanita. Sementara itu, pada usia 16 – 18 tahun,

tekanan darah sistolik pria lebih tinggi sekitar 10 – 14 mmHg

dibandingkan wanita. Data ini memperlihatkan secara jelas bahwa

ketika masa remaja dan pubertas, di mana peningkatan produksi

androgen terjadi, tekanan darah pada pria lebih tinggi daripada

wanita (Reckelhoff, 2014). Sampai usia 64 tahun, pria lebih

mungkin untuk mengalami hipertensi daripada wanita. Sementara


42

pada usia 65 tahun atau lebih, wanita lebih mungkin mengalami

hipertensi (AHA, 2014).

Bukti terbaru dari sebuah riset telah mengidentifikasi

beberapa kemungkinan mekanisme peningkatan tekanan darah

yang berhubungan dengan jenis kelamin. Hal ini berkaitan dengan

dampak dari peran yang berbeda pada sistem imun pria dan wanita.

Profil imun anti-inflamasi yang kuat pada wanita dapat berperan

untuk membatasi kenaikan tekanan darah. Sedangkan pada pria,

profil imun tersebut cenderung lebih lemah sehingga menjadi celah

untuk terjadinya mekanisme peningkatan tekanan darah (Gillis &

Sullivan, 2016).

c) Keturunan (genetik)

Keturunan atau genetik juga merupakan salah satu faktor

risiko terjadinya hipertensi yang tidak dapat dikontrol, risiko

terkena hipertensi akan lebih tinggi pada orang dengan keluarga

dekat yang memiliki riwayat hipertensi. Selain itu faktor keturunan

juga dapat berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam (NaCl)

dan renin membran sel (Sari, 2017).

Jika orang tua atau kerabat dekat memiliki tekanan darah

tinggi, risiko menderita hipertensi semakin meningkat (AHA,

2017). Sebuah penelitian di wilayah Miyun, China menunjukkan

bahwa seseorang dengan riwayat keluarga hipertensi 4 kali lebih

berisiko mengalami hipertensi (Liu et al., 2015). Riwayat


43

kesehatan keluarga merupakan catatan penyakit dan kondisi

kesehatan keluarga. Riwayat kesehatan keluarga juga menyediakan

informasi mengenai risiko kondisi langka yang disebabkan adanya

mutasi gen (NIH, 2020).

Setiap anggota dalam keluarga akan memiliki kesamaan gen,

lingkungan, dan gaya hidup (CDC, 2020). Faktor-faktor tersebut

secara bersama-sama memberikan petunjuk terhadap permasalahan

kesehatan yang mungkin terjadi di dalam sebuah keluarga. Dengan

melihat pola penyakit di antara keluarga, pihak medis profesional

dapat memperkirakan apakah individu, anggota keluarga lain atau

generasi selanjutnya kemungkinan memiliki faktor risiko lebih

tinggi terhadap penyakit tersebut. Penyakit yang dimaksud salah

satunya adalah tekanan darah tinggi (hipertensi). Penyakit tersebut

dapat dipengaruhi oleh kombinasi dari beberapa faktor seperti

genetik, kondisi lingkungan dan gaya hidup (NIH, 2020).


44

B. Kerangka Teori

Tekanan Darah

Normal Tinggi

Klasifikasi Hipertensi:
a. Stadium I Hipertensi
b. Stadium II
c. Stadium III

Faktor yang Memengaruhi

Tidak Dapat Diubah: Dapat Diubah:


a. Usia a. Obesitas
b. Jenis Kelamin b. Aktivitas Fisik
c. Keturunan c. Konsumsi Kopi
d. Konsumsi Garam
e. Merokok
f. Konsumsi Alkohol
g. Stres

Komplikasi:
a. Penyakit Jantung
b. Stroke
c. Penyakit Ginjal
d. Gangguan Penglihatan
e. DM

Gambar 2.1 Kerangka Teori


Sumber: Nurarif & Kusuma (2015), Salsabila (2020), Smeltzer & Bare (2017),
American College of Cardiology (ACC) (2017), WHO (2013).
45

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep atau kerangka berfikir merupakan dasar pemikiran

pada penelitian yang dirumuskan dari fakta-fakta, observasi dan tinjauan

pustaka. Kerangka konsep menurut teori, dalil atau konsep-konsep yang akan

dijadikan dasar untuk melakukan penelitian (Saryono & Anggraeni, 2010).

Adapun kerangka konsep yang peneliti buat adalah sebagai berikut:

Faktor Risiko Hipertensi:


a. Usia
b. Jenis Kelamin
c. Keturunan
d. Obesitas Kejadian Hipertensi
e. Aktivitas Fisik
f. Konsumsi Kopi
g. Stres

h. Merokok
i. Konsumsi Garam
j. Konsumsi Alkohol

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Keterangan:

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

: Arah penelitian
46

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Suatu strategi untuk dapat mencapai tujuan dalam sebuah penelitian

diperlukan adanya desain penelitian. Penelitian ini merupakan jenis penelitian

kuantitatif dengan metode deskriptif yaitu penelitian ini bertujuan untuk

membuat gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan yang kemudian hasil

penelitian ditampilkan dalam bentuk nominal atau angka. Proses pengumpulan

data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional dimana

peneliti dalam mendapatkan data-data yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan

penelitian diperoleh dalam satu kali melaksanakan penelitian pada saat ini

(Notoatmodjo, 2018). Penelitian ini bertujuan untuk membuat gambaran faktor

risiko kejadian hipertensi yang datanya disajikan dengan menggunakan angka-

angka dan pengumpulan data sekaligus pada satu kali penelitian.

B. Waktu Dan Lokasi Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini akan dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas

Purwokerto Selatan.

2. Waktu Penelitian

Penelitian in akan dilakukan pada bulan Oktober 2020 sampai Juni 2021.

3. Waktu Pengambilan Data

Pengambilan data akan dilakukan pada bulan April 2021.


47

C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi merupakan sumber data yang diperlukan dalam suatu

penelitian (Saryono & Anggraeni, 2010). Populasi pada penelitian ini adalah

semua penderita hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Purwokerto Selatan

sebanyak 178 responden.

2. Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan

objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo,

2018). Sampel dalam penelitian ini adalah penderita hipertensi di Wilayah

Kerja Puskesmas Purwokerto Selatan sebanyak 64 responden. Pengambilan

sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus sampel penelitian cross

sectional, menggunakan rumus Issac dan Michael (Arikunto, 2012), sebagai

berikut:

Keterangan:

n = Jumlah sampel minimal

d = Derajat yang ketepatan yang digunakan yaitu 90% atau 0,1

Z = Standar deviasi normal untuk CI 95% adalah 1,96 (Sugiyono, 2016)

P = Proporsi target yaitu 80% atau 0,8 (Cohen, 2013)

N= Ukuran populasi (178)


48

Berdasarkan rumus diatas dapat dihitung jumlah sampel penelitian ini

sebagai berikut:

n= 1,962.0,8 (1 - 0,8).178
0,12.(178-1) + 1,962.0,8(1-0,8)

S= 3,84.0,8 (1 - 0,8).178
0,01.(178-1) + 3,84.0,8(1-0,8)

S= 99,1104
2,3844

S= 41,56

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 42 responden

yang seusai dengan kriteria penelitian sebagai berikut :

a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi

oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel

(Notoatmodjo, 2018). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

1) Penderita hipertensi yang merupakan anggota prolanis

2) Berusia lebih dari 18 tahun

3) Bersedia menjadi responden

b. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi merupakan ciri-ciri anggota populasi yang tidak

dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2018). Kriteria eksklusi

dalam penelitian ini adalah


49

1) Penderita hipertensi yang mengalami komplikasi lain seperti stroke,

DM dll

2) Penderita hipertensi yang mengalami gangguan aktivitas seperti

mengalami fraktur

3. Teknik pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah consecutive sampling yaitu pemilihan sampel dengan menetapkan

subjek yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian

sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah responden dapat terpenuhi

(Notoatmodjo, 2018).

D. Variabel Penelitian

Variabel merupakan gejala yang menjadi fokus peneliti untuk diamati.

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda

terhadap sesuatu (Nursalam, 2012). Variabel yang terlibat dalam penelitian ini

adalah kejadian hipertensi dan faktor risiko hipertensi.

E. Definisi Operasional

Definisi operasional dibuat untuk memudahkan pengumpulan data dan

menghindarkan perbedaan interpretasi serta membatasi ruang lingkup variabel

(Saryono & Anggraeni, 2010). Definisi operasional dalam penelitian ini

adalah:
50

Tabel 3.1 Definisi Operasional


No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Parameter Skala
1 Tekanan Darah Hasil pengukuran Spignomano 1. Normal (< 120/80 Ordinal
tekanan darah meter dan mmHg)
responden Stetoskop 2. TD meningkat
menggunakan (<130/80 mmHg)
spignomanometer dan 3. Hipertensi Stadium
stetoskop I (< 140/90 mmHg)
4. Hipertensi Stadium
II (< 160/100
mmHg)
5. Hipertensi Stadium
III (≥ 160/100
mmHg)
(Whelton et al., 2017)

2 Usia Lamanya kehidupan Kuesioner 1. Remaja Akhir: 17- Ordinal


responden dihitung 25 tahun
sejak tahun lahir 2. Dewasa Awal: 26-
sampai tahun saat 35 tahun
dilakukan penelitian 3. Dewasa Akhir: 36-
45 tahun
4. Lansia Awal: 46-55
tahun
5. Lansia Akhir: 56-
65 tahun
6. Manula: > 65 tahun
(Depkes, 2009)

3 Jenis Kelamin Status sex yang Kuesioner 1. Perempuan Nominal


melekat sejak lahir 2. Laki-laki

4 Riwayat Kondisi dimana Kuesioner 1. Ya ada yang Nominal


Keluarga terdapat anggota menderita
keluarga yang hipertensi
menderita penyakit 3. Tidak ada yang
sama seperti dengan menderita hipertens
responden

5 Aktivitas Fisik Aktivitas yang Kuesioner 1. Tinggi (> 3000 Ordinal


melibatkan kegiatan GPAQ MET)
fisik dan dilakukan 2. Sedang (600-3000
responden secara rutin MET)
3. Rendah (< 600
MET)
(Marcelia, 2014)

6 Obesitas Kondisi dimana terjadi Timbangan 1. Tidak Obesitas Ordinal


penimbunan lemak di dan (IMT ≤ 27)
dalam tubuh yang Pengukur 2. Obesitas (IMT ≥
dihitung berdasarkan TB 27,1)
berat badan dan tinggi (Depkes, 2013)
badan (IMT)

7 Konsumsi Kebiasaan responden Kuesioner 1. Tidak Ordinal


51

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Parameter Skala


Kopi dalam hal minum kopi Mengkonsumsi
setiap hari Kopi
2. Ringan (1-2
gelas/hari)
3. Sedang (3-4
gelas/hari)
4. Berat (≥ 5
gelas/hari)
(Ismalita, 2018)

8 Tingkat Stres Suatu keadaan non Kuesioner 1. Stres (skor ≥ 17) Ordinal
spesifik yang dialami PSS-10 2. Tidak Stres (Skor <
oleh responden akibat 17)
adanya tuntutan yang (Pin, 2011)
melebihi kemampuan
responden

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat atau fasilitas yang digunakan oleh

peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan

hasilnya lebih baik (cermat, lengkap dan sistematis) sehingga lebih mudah

diolah (Saryono & Anggraeni, 2010). Peneliti menggunakan alat pengumpulan

data berdasarkan data atau tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Pengukuran Tekanan Darah

Pengukuran tekanan darah dalam penelitian ini menggunakan tensimeter

dan stetoskop. Tensimeter dalam penelitian ini menggunakan tensimeter air

raksa yang telah dilakukan uji kalibrasi sebelumnya.

2. Pengukuran usia, jenis kelamin, faktor riwayat keluarga, dan konsumsi kopi,

dalam penelitian ini menggunakan instrumen kuesioner yang berisi tentang

daftar pertanyaan terkait data-data tersebut.

3. Pengukuran Obesitas
52

Pengukuran obesitas dalam penelitian ini dilakukan dengan mengukur

indeks massa tubuh (IMT) menggunakan alat ukur timbangan berat badan

dan pengukur berat badan. Timbangan berat badan dalam penelitian ini

merupakan timbangan yang telah dilakukan uji kalibrasi. Pengukur tinggi

badang menggunakan microtoice kapasitas 200 cm dengan tingkat ketelitian

0,1 cm.

4. Pengukuran Aktivitas Fisik

Pengukuran tingkat aktivitas fisik menggunakan Global Physical

Activity Questionnaire (GPAQ). Berdasarkan hasil penelitian Bull, Maslin,

& Amstrong (2009) instrumen Global Physical Activity Questionnaire

(GPAQ) yang digunakan dalam penelitian ini memiliki nilai reliabilitas kuat

(Kappa 0,67 sampai 0,73). Sementara itu, berdasarkan penelitian Cleland et

al (2014) nilai aktivitas fisik dari Global Physical Activity Questionnaire

(GPAQ) memiliki tingkat validitas sedang dikorelasikan dengan data dari

accelerometer (r=0.48).

5. Pengukuran Tingkat Stres

Pengukuran tingkat stres dalam penelitian ini menggunakan The

Perceived Stress Scale (PSS-10). The Perceived Stress Scale (PSS-10) yang

dirancang oleh Cohen (1994) dirancang untuk mengukur sejauh mana

situasi dalam kehidupan individu yang dinilai sebagai stres. Skala ini terdiri

dari 10 item yang disusun berdasarkan pengalaman dan persepsi individu

tentang apa yang dirasakan dalam kehidupan mereka, yaitu perasaan tidak

terprediksi (feeling of unpredictability), perasaan tidak terkontrol (feeling of


53

uncontrollability) dan perasaan tertekan (feeling of overloaded). Skala ini

menggunakan alternatif yaitu Tidak Pernah, Jarang, Kadang-Kadang, Sering

dan Selalu. Kuesioner ini terdiri dari 2 jenis pernyataan yaitu pernyataan

positif (soal no 1, 2, 3, 6, 9, & 10) dan pernyataan negatif (soal no 4, 5, 7, &

8).

Instrumen The Perceived Stress Scale (PSS-10) telah dinyatakan valid

dan reliabel berdasarkan hasil penelitian Andreou et al., (2011) nilai

koefisien Chronbach Alpha sebesar 0,82. Zhen Wang, et al., (2011) dengan

hasil nilai koefisien Chronbach Alpha sebesar 0,86. Smith (2014) dengan

hasil koefisien Alpha 0,848 dan koefisien reliability 0,861. PSS-10 dalam

bahasa Indonesia telah digunakan dalam penelitian Pin (2011) dengan nilai

koefisien Chronbach Alpha sebesar 0,96.

G. Jenis Dan Teknik Pengumpulan Data

Menurut Nursalam (2012), pengumpulan data merupakan suatu prosess

pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik subyek yang

diperlukan dalam suatu penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder.

a. Data primer
54

Data primer disebut juga data tangan pertama. Data primer

diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan alat

pengukuran atau alat pengambilan data, langsung pada subjek sebagai

sumber informasi yang dicari (Saryono & Anggraeni, 2010). Data primer

dalam penelitian ini diperoleh dari responden secara langsung saat

penelitian yaitu melalui lembar kuesioner dan pengukuran tekanan darah

b. Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh lewat pihak lain,

tidak langsung diperoleh peneliti dari subjek penelitiannya (Saryono &

Anggraeni, 2010). Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari

dokumen dan catatan statistik jumlah penderita hipertensi di Wilayah

Kerja Puskesmas Purwokerto Selatan.

2. Teknik Pengumpulan Data

Ada beberapa tahap yang dilakukan dalam pengambilan data dalam

penelitian ini, yaitu :

a. Tahap pertama, peneliti menentukan permasalahan, subjek penelitian,

tempat penelitian, tujuan dan manfaat penelitian serta menentukan judul

penelitian. Peneliti mengajukan surat izin dari pihak kampus untuk

diberikan kepada tempat penelitian.

b. Setelah perizinan penelitian disetujui oleh tempat penelitian, peneliti

terlebih dahulu melakukan studi pendahuluan terkait penelitian yang

akan dilakukan.
55

c. Studi pendahuluan dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas

dan Puskesmas Purwokerto Selatan untuk mengetahui data jumlah

penderita hipertensi.

d. Setelah melakukan studi pendahuluan, selanjutnya peneliti menyusun

proposal skripsi dan melakukan ujian seminar proposal skripsi.

e. Proses pengambilan data dilakukan dengan cara

1) Permohonan ijin dari Universitas Harapan Bangsa ke Dinas Kesehatan

dan puskesmas yang akan dijadikan tempat penelitian.

2) Setelah mendapat ijin peneliti melakukan koordinasi dengan kepala

puskesmas tentang maksud dan tujuan penelitian, kriteria sampel yang

akan diambil dan proses penelitian.

3) Peneliti meminta data penderita hipertensi yang sesuai kriteria,

meminta alamat dan no WA.

f. Setelah peneliti mendapatkan calon responden sesuai dengan kriteria dan

kuesioner sudah disiapkan, peneliti melakukan door to door dengan

memperhatikan protokol pencegahan covid-19.

g. Peneliti melakukan pemberian informed consent terhadap calon

responden sebagai bukti persetujuan sebagai responden penelitian.

Responden diberikan penjelasan mengenai cara pengisian kuesioner dan

bertanya apabila ada pernyataan yang kurang jelas. Responden

diharapkan menjawab seluruh pertanyaan di dalam kuesioner.

h. Kuesioner yang telah diisi selanjutnya diolah dan dianalisis oleh peneliti
56

H. Pengolahan Dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Notoatmodjo (2018) menyatakan bahwa metode pengolahan data

dalam penelitian ini menggunakan perhitungan statistik dengan cara

pengolahan dan analisis data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Editing

Editing adalah memeriksa kembali kebenaran data yang telah

dikumpulkan berupa hasil dari pembagian kuesioner. Peneliti melakukan

pemeriksaan ulang kuesioner di tempat pengumpulan data, meneliti

kembali jawaban yang ada serta kelengkapan pengisian data kuesioner

yang diisi oleh responden, bila terjadi kekurangan atau ketidaksesuian

dapat segera dilengkapi atau disesuaikan, kemudian menghitung jumlah

kuesioner dan melakukan koreksi.

b. Scoring

Scoring dalam penelitian ini adalah kegiatan pemberian skor pada

kuesioner jawaban responden yang terdapat dalam kuesioner. Adapun

scoring dalam penelitian ini sebagai berikut:

1) Kuesioner Tingkat Stres

a) Pernyataan Positif

(1) Jika responden menjawab Tidak Pernah diberi skor 1

(2) Jika responden menjawab Jarang diberi skor 2

(3) Jika responden menjawab Kadang-Kadang diberi skor 3

(4) Jika responden menjawab Sering diberi skor 4


57

(5) Jika responden menjawab Selalu diberi skor 5

b) Pernyataan Negatif

(1) Jika responden menjawab Tidak Pernah diberi skor 5

(2) Jika responden menjawab Jarang diberi skor 4

(3) Jika responden menjawab Kadang-Kadang diberi skor 3

(4) Jika responden menjawab Sering diberi skor 2

(5) Jika responden menjawab Selalu diberi skor 1

2) Kuesioner Aktivitas Fisik

Sedangkan untuk menghitung aktivitas fisik dalam penelitian ini

menggunakan rumus MET sebagai berikut:

Total Aktivitas Fisik menit/minggu = [(P2 x P3 x 8) + (P5 x P6 x 4) +

(P8 x P9 x 4) + (P11 x P12 x 8) + (P14 x P15 x 4)]

c. Coding

Coding dalam penelitian ini adalah memberikan kode pada semua

hasil jawaban kuesioner yang sudah terkumpul sebagai berikut:

1) Tekanan Darah

a) Normal : Kode 1

b) TD Meningkat : Kode 2

c) Hipertensi Stadium I : Kode 3

d) Hipertensi Stadium II : Kode 4

e) Hipertensi Stadium III : Kode 5

2) Usia

a) Remaja Akhir : Kode 1


58

b) Dewasa Awal : Kode 2

c) Dewasa Akhir : Kode 3

d) Lansia Awal : Kode 4

e) Lansia Akhir : Kode 5

f) Manula : Kode 6

3) Jenis Kelamin

a) Perempuan : Kode 1

b) Laki-Laki : Kode 2

4) Riwayat Keluarga

a) Tidak Ada : Kode 1

b) Ada : Kode 2

5) Konsumsi Kopi

a) Tidak Mengkonsumsi Kopi : Kode 1

b) Ringan : Kode 2

c) Sedang : Kode 3

d) Berat : Kode 4

6) Aktivitas Fisik

a) Tinggi : Kode 1

b) Sedang : Kode 2

c) Rendah : Kode 3

7) Obesitas

a) Tidak Obesitas : Kode 1

b) Obesitas : Kode 2
59

8) Tingkat Stres

a) Tidak Stres : Kode 1

b) Stres : Kode 2

d. Entry Data

Entry data adalah kegiatan memasukkan data yang telah

dikumpulkan ke dalam master tabel atau database komputer, kemudian

membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa juga dengan membuat

tabel. Entry data dalam penelitian ini adalah memasukkan hasil jawaban

kuesioner responden ke dalam master tabel untuk kemudian dilakukan

penghitungan.

e. Tabulating

Tabulating adalah tahap meringkas jawaban kuesioner dalam satu

tabel yang memuat semua jawaban responden sesuai dengan kode-kode

yang telah ditentukan. Data yang mentah dilakukan penataan data,

kemudian menyusun dalam bentuk tabel distribusi.

f. Cleaning

Cleaning adalah pengecekan kembali data yang sudah dimasukan

apakah ada kesalahan atau tidak. Peneliti mengecek data yang sudah jadi

dalam komputer dan sewaktu ada kekeliruan dapat diperbaiki segera.

2. Analisis Data

Setelah data diperoleh selanjutnya dilakukan pengolahan data secara

komputerisasi. Adapun analisis yang digunakan adalah analisis univariat.

Analisa univariat adalah analisa dengan menggunakan distribusi frekuensi.


60

Analisi univariat dalam penelitian ini digunakan untuk melihat distribusi

frekuensi setiap variabel. Setelah data didapatkan maka dilakukan

perhitungan persentase dengan rumus:

F
P= x100%
N

Keterangan:
P = Persentase
F = Frekuensi
N = Jumlah sampel

I. Etika Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini memperhatikan prinsip-prinsip etika penelitian

dan masalah etika penelitian sebagai berikut : (Hidayat, 2017).

1. Prinsip-prinsip etika penelitian

a. Prinsip manfaat (Beneficience)

Prinsip manfaat dalam penelitian ini yaitu penelitian ini dapat

memberikan informasi tentang hipertensi dan faktor risiko sehingga

diharapkan masyarakat dapat melakukan tindakan deteksi dini untuk

mencegah terjadinya hipertensi.

b. Prinsip menghormati manusia (Respect for human dignitiy)

Prinsip menghormati manusia dalam penelitian ini yaitu peneliti

tidak melakukan pemaksaan kepada lansia untuk menjadi responden

penelitian apabila lansia menolak menjadi responden.


61

c. Prinsip keadilan (Right to justice)

Prinsip keadilan dalam penelitian ini yaitu peneliti memberikan

perlakuan secara adil dan sama terhadap kepada semua responden yaitu

dengan memberikan kuesioner yang sama terhadap semua responden.

2. Masalah Etika Penelitian

a. Informed consent

Peneliti memberikan informed consent sebelum penelitian

dilakukan sebagai bentuk persetujuan untuk menjadi responden. Jika

subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan.

Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak

pasien.

b. Anonimity (tanpa nama)

Peneliti tidak memberikan atau mencantumkan nama responden

pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar

pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

c. Confidentiality (kerahasiaan)

Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh

peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil

penelitian
DAFTAR PUSTAKA

Adriaansz, P., Rottie, J., & Lolong, J. (2016). Hubungan Konsumsi Makanan
Dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia Di Puskesmasranomuut Kota
Manado. Jurnal Keperawatan UNSRAT.

AHA. (2017). Know Your Risk Factors for High Blood Pressure. Dic. 2017.

Andrea, G., Chasani, S., & Ismail, A. (2013). Korelasi Derajat Hipertensi Dengan
Stadium Penyakit Ginjal Kronik Di Rsup Dr. Kariadi Semarang Periode
2008-2012. Jurnal Kedokteran Diponegoro.

Anggraieni, W. N., & Subandi, S. (2014). Pengaruh Terapi Relaksasi Zikir Untuk
Menurunkan Stres Pada Penderita Hipertensi Esensial. Jurnal Intervensi
Psikologi (JIP).
https://doi.org/10.20885/intervensipsikologi.vol6.iss1.art6

Ardiansyah, M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah untuk Mahasiswa. In


International Journal of Soil Science.

Arifin, M. H. B. M., Weta, I. W., & Ratnawati, N. L. K. A. (2016). Factors


Related to the Occurrence of Hypertension in the Elderly Group in the
Work Area of the UPT Puskesmas Petang I Bandung Regency in 2016.
Medika, E-Jurnal.

Arikunto, S. (2012). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik (Edisi


Revisi). In Rineka Cipta.

Aspirani, R. Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan


KardiovaskularAplikasi Nanda Nic Noc. EGC.

Azhari, M. H. (2017). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian


Hipertensi di Puskesmas Makrayu Kecamatan Ilir Barat II Palembang.
Jurnal Aisyah : Jurnal Ilmu Kesehatan.
https://doi.org/10.30604/jika.v2i1.29

Bell, Twiggs, & Olin. (2015). Hypertension : The Silent Killer : Updated JNC-8
Guideline. Albama Pharmacy Association.

Bistara, D. N., & Kartini, Y. (2018). Hubungan Kebiasaan Mengkonsumsi Kopi


dengan Tekanan Darah Pada Dewasa Muda. Jurnal Kesehatan
Vokasional. https://doi.org/10.22146/jkesvo.34079

Bosu, W. K., Reilly, S. T., Aheto, J. M. K., & Zucchelli, E. (2019). Hypertension
in older adults in Africa: A systematic review and meta-analysis. PLoS
ONE. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0214934

CDC. (2020). Facts About Hypertension. In Centers for Disease Control and
Prevention.

Cohen, J. (2013). Statistical Power Analysis for the Behavioral Sciences. In


Statistical Power Analysis for the Behavioral Sciences.
https://doi.org/10.4324/9780203771587

Corwin. (2011). Buku Saku Patofisiologi. EGC.

Dalimartha, S., Purnama, B. ., Sutarian, N., Mahendra, B., & Darmawan, R.


(2018). Care Your self Hipertensi. Penebar Plus.

Endang, T. (2014). Pelayanan keperawatan bagi penderita hipertensi secara


terpadu. In Yogyakarta: Graha Ilmu.

Felicya, R. (2014). Diagnosis And Management Of Hypertension In The Elderly


Patient | Hs | Jurnal Majority. Medical Journal Of Lampung University,
3(7).
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/476

Geriatri, K. . (2012). Hipertensi dan Stroke pada Lansia di Panti Werdha Kristen.
Universitas Tarumanegara.

Gunawan, L. (2015). Hipertensi Tekanan Darah Tinggi. In Yogyakarta: Kanisius.

Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2014). Guyton dan Hall Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi 12. In Elsevier Jakarta : EGC,.

Hidayat, A. A. (2017). Metodologi Penelitian Keperawatan dan Kesehatan. In


Salemba Medika.

Hidayati, T., & Kushadiwijaya, H. (2012). Hubungan Antara Hipertensi, Merokok


Dan Minuman Suplemen Energi Dan Kejadian Penyakit Ginjal Kronik.
Berita Kedokteran Masyarakat.

Husain, K., Ansari, R. A., & Ferder, L. (2014). Alcohol-induced hypertension:


Mechanism and prevention. World Journal of Cardiology.
https://doi.org/10.4330/wjc.v6.i5.245

Indah, S. Y. (2017). Berdamai dengan Hipertensi. Bumi Medika.

Iswahyuni, S. (2017). Hubungan Antara Aktifitas Fisik Dan Hipertensi Pada


Lansia. Profesi (Profesional Islam) : Media Publikasi Penelitian.
https://doi.org/10.26576/profesi.155

Jayanti, I. G. A. N., Wiradnyani, N. K., & Ariyasa, I. G. (2017). Hubungan pola


konsumsi minuman beralkohol terhadap kejadian hipertensi pada tenaga
kerja pariwisata di Kelurahan Legian. Jurnal Gizi Indonesia (The
Indonesian Journal of Nutrition). https://doi.org/10.14710/jgi.6.1.65-70
Kemenkes RI. (2019). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019. In Kementrian
Kesehatan Repoblik Indonesia.

Kementrian Kesehatan RI. (2020). Profil Kesehatan Indonesia 2020 Kemenkes


RI. In Journal of Chemical Information and Modeling.

Komaling, J., Suba, B., & Wongkar, D. (2013). Hubungan Mengonsumsi Alkohol
Dengan Kejadian Hipertensi Pada Laki-Laki Di Desa Tompasobaru Ii
Kecamatan Tompasobaru Kabupaten Minahasa Selatan. Jurnal
Keperawatan UNSRAT.

Kowalak, W. M. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. EGC.

Lewa. (2010). Faktor-Faktor Risiko Hipertensi Sistolik Terisolasi pada lanjut usia.
Berita Kedokteran Masyarakat.

Louisa, M., Sulistiyani, & Joko, T. (2018). Hubungan Penggunaan Pestisida


Dengan Kejadian Hipertensi Pada Petani Padi Di Desa Gringsing
Kecamatan Gringsing Kabupaten Batang. Jurnal Kesehatan Masyarakat
(e-Journal), 6(1), 654–661.

Maddens, M., Imam, K., & Ashkar, A. (2014). Hypertension in the elderly. In
Primary Care - Clinics in Office Practice.
https://doi.org/10.1016/j.pop.2005.06.002

Marewa, L. W. (2015). Kencing Manis (Diabetes Mellitus) Di Sulawesi Selatan -


Lukman Waris Marewa - Google Buku. In Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.

Mutmainah, B., Suryo, P. Y., & Yulita, H. (2016). Gaya Hidup Terkait Hipertensi
dan Partisipasi dalam Program Layanan Penyakit Kronis di Kabupaten
Batang. BKM Journal of Comminity Medicine and Publik Health.

Notoatmodjo, S. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.

Nuraeni, A., Mirwanti, R., & Anna, A. (2018). Upaya Pencegahan dan Perawatan
Hipertensi di Rumah Melalui Media Pembelajaran Bagi Masyarakat di
Kabupaten Pangandaran. Jurnal Bagimu Negeri.
https://doi.org/10.26638/jbn.554.8651

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & Nanda NIC- NOC. In Medication Jogja.

Nurmalina. (2011). Cara Aman dan Efektif Menurunkan Berat Badan.


PT.Gramedia Pustaka Utama.

Nursalam. (2012). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. In Jakarta: Salemba


Merdeka.
Pestana, M. (2014). Hypertension in the elderly. In International Urology and
Nephrology. https://doi.org/10.1023/A:1019552602793

Potter, P. A., & Perry, A. G. (2015). Fundamental Keperawatan Buku 1 Ed. 7. In


Jakarta: Salemba Medika.

Prosser, H. C., Gregory, C., Hering, D., Hillis, G. S., Perry, G., Rosman, J.,
Schultz, C., Thomas, M., Watts, G. F., & Schlaich, M. P. (2017).
Preferred Fourth-Line Pharmacotherapy for Resistant Hypertension: Are
We There Yet? In Current Hypertension Reports.
https://doi.org/10.1007/s11906-017-0728-z

Purdiani, M. (2014). Hubungan Pengunaan Minuman Berkafein Terhadap Pola


Tidur dan Pengaruhnya Pada Tingkah Laku Mahasiswa. Calyptra:
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya.

Putra, A. M. P., & Ulfah, A. (2016). Analisis Faktor Risiko hipertensi di


Puskesmas Kelayan Timur Kota Banjarmasin. Jurnal Ilmiah Ibnu Sina.

Ridwan, M. (2013). Mengenal, Mencegah, Mengatasi Silent Killer Hipertensi.


Pustaka Widyamara.

Salsabila, Ri. (2020). Analisis Faktor Risiko Kejadian Hipertensi Di Wilayah


Kerja Puskesmas Sabokingking Tahun 2020 Skripsi. Universitas
Sriwijaya.

Saryono, & Anggraeni, M. D. (2010). Metodologi penelitian kualitatif dalam


bidang kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Sawicka, K. M., Szczyrek, M., Jastrzębska, I., Prasał, M., Zwolak, A., & Daniluk,
J. (2011). Hypertension – The Silent Killer. Journal of Pre-Clinical and
Clinical Research, 5(2), 43–46. http://www.jpccr.eu/Hypertension-The-
Silent-Killer,71386,0,2.html

Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem (Introduction to


Human Physiologi). Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Smeltzer, S. C & Barre, B. G. (2017). Buku ajar keperawatan medikal-bedah


Brunner & Suddarth. Journal of Chemical Information and Modeling.

Stanley, M., & Beare, P. G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Gerontik


(Gerontological Nursing : A Health Promotion/Protection Approach). In
Jakarta: EGC.

Sugiyono. (2016). Research Methods Quantitative, Qualitative, and R&D. In


Bandung: Alfabeta.

Sutanto. (2010). Cekal (Cegah & Tangkal) Penyakit Modern. Public Health
Perspective Journal.

Talukder, M. A. H., Johnson, W. M., Varadharaj, S., Lian, J., Kearns, P. N., El-
Mahdy, M. A., Liu, X., & Zweier, J. L. (2011). Chronic cigarette
smoking causes hypertension, increased oxidative stress, impaired NO
bioavailability, endothelial dysfunction, and cardiac remodeling in mice.
American Journal of Physiology - Heart and Circulatory Physiology.
https://doi.org/10.1152/ajpheart.00868.2010

Tarigan, A. R., Lubis, Z., & Syarifah, S. (2018). Pengaruh Pengetahuan, Sikap
Dan Dukungan Keluarga Terhadap Diet Hipertensi Di Desa Hulu
Kecamatan Pancur Batu Tahun 2016. Jurnal Kesehatan, 1(2), 73–80.
https://doi.org/10.24252/kesehatan.v11i1.5107

The Joint National Commite VIII. (2014). Treatment of Hypertension: JNC 8 and
More. Research Center.

Wahdah, N. (2011). Menaklukan Hipertensi dan Diabetes. In Yogyakarta:


Multipress.

Weber, C. . (2019). What Happens to Blood Pressure as We Age. Verywellhealth.

Whelton, P. K., Carey, R. M., Aronow, W. S., Ovbiagele, B., Casey, D. E., Smith,
S. C., Collins, K. J., Spencer, C. C., Himmelfarb, C. D., Stafford, R. S.,
Depalma, S. M., Taler, S. J., Gidding, S., Thomas, R. J., Jamerson, K. A.,
Williams, K. A., Jones, D. W., Williamson, J. D., Maclaughlin, E. J., …
Mauri, L. (2017). 2017 Guideline for the Prevention, Detection,
Evaluation, and Management of High Blood Pressure in Adults A Report
of the American College of Cardiology / American Heart Association T.
In Journal of American College of Cardiology.

WHO. (2013). The world health report 2013. World Health Organization Press.

Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). KMB2 Keperawatan Medikal Bedah. In


KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah.

Wong, T., & Mitchell, P. (2014). The eye in hypertension. In Lancet.


https://doi.org/10.1016/S0140-6736(07)60198-6
KUESIONER PENELITIAN

A. Karakteristik Responden

No. Responden : (diisi oleh peneliti)

1. Nama (inisial) :

2. Usia : tahun

3. Jenis Kelamin :

4. Pendidikan Terakhir :

5. Pekerjaan :

6. BB : Kg

7. TB : cm

8. TD Sistole : mmHg

9. TD Diastole : mmHg

10. Apakah didalam keluarga anda ada yang menderita hipertensi?

a. Ada, Sebutkan.....................................

b. Tidak Ada

11. Apakah anda mengkonsumsi kopi?

a. Ya, (Lanjut Pertanyaan no 11)

b. Tidak

12. Berapa gelas anda mengkonsumsi kopi dalam sehari?

a. 1 gelas/hari

b. > 1 gelas/hari, sebutkan...................


B. Kuesioner Tingkat Stres

1. Bacalah pernyataan di bawah ini dengan teliti sebelum menjawabnya.

2. Jawablah pernyataan di bawah ini dengan sebenar-benarnya.

3. Jawaban diisi sendiri dan tidak boleh diwakilkan.

4. Mohon dikerjakan semua tanpa ada yang terlewatkan

5. Berilah tanda √ pada kolom jawaban yang anda anggap sesuai dengan

kondisi anda

a. Jika anda merasa pernyataan tersebut Tidak Pernah maka jawab TP

b. Jika anda merasa pernyataan tersebut Jarang maka jawab J

c. Jika anda merasa pernyataan tersebut Kadang-Kadang maka jawab KD

d. Jika anda merasa pernyataan tersebut Sering maka jawab SR

e. Jika anda merasa pernyataan tersebut Selalu maka jawab SL

No Pernyataan Stres SL SR KD J TP
1 Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda
marah karena sesuatu yang tidak terduga
2 Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda
merasa tidak mampu mengontrol hal-hal yang
penting dalam kehidupan anda
3 Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda
merasa gelisah dan tertekan
4 Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda
merasa yakin terhadap kemampuan diri untuk
mengatasi masalah pribadi
5 Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda
merasa segala sesuatu yang terjadi sesuai
dengan harapan anda
6 Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda
merasa tidak mampu menyelesaikan hal-hal
yang harus dikerjakan
No Pernyataan Stres SL SR KD J TP
7 Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda
mampu mengontrol rasa mudah tersinggung
dalam kehidupan anda
8 Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda
merasa lebih mampu mengatasi masalah jika
dibandingkan dengan orang lain
9 Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda
marah karena adanya masalah yang tidak
dapat anda kendalikan
10 Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda
merasakan kesulitan yang menumpuk
sehingga anda tidak mampu untuk
mengatasinya

C. Kuesioner Aktivitas Fisik


1. Apakah pekerjaan sehari-hari anda memerlukan kerja berat seperti
(membawa atau mengangkat beban berat, penggalian atau pekerjaan
konstruksi) setidaknya 10 menit/hari secara terus menerus?
a. Ya
b. Tidak (langsung No. 4)
2. Berapa hari dalam seminggu anda melakukan aktivitas berat?
Jumlah hari:
3. Berapa lama dalam 1 hari biasanya anda melakukan kerja berat?
Jam/menit :
4. Apakah pekerjaan sehari-hari anda termasuk aktivitas sedang seperti
(membawa atau mengangkat beban yang ringan) setidaknya 10 menit/hari
secara terus menerus?
a. Ya
b. Tidak (langsung No. 7)
5. Berapa hari dalam seminggu anda melakukan aktivitas sedang?
Jumlah hari :
6. Berapa lama dalam 1 hari biasanya anda melakukan kerja sedang?
Jam/menit :
7. Apakah anda berjalan kaki atau bersepeda minimal 10 menit secara terus
menerus untuk pergi ke suatu tempat?
a. Ya
b. Tidak (langsung No. 10)
8. Dalam seminggu berapa hari anda berjalan kaki atau bersepeda minimal 10
menit untuk pergi ke suatu tempat?
Jumlah hari :
9. Berapa lama dalam 1 hari biasanya anda berjalan kaki atau bersepeda untuk
pergi ke suatu tempat?
Jam/menit :
10. Apakah anda melakukan olahraga, kebugaran, atau rekreasi yang
merupakan aktivitas berat (seperti lari pagi) minimal 10 menit per hari
secara terus menerus?
a. Ya
b. Tidak (langsung No. 13)
11. Berapa hari dalam seminggu anda melakukan aktivitas berat tersebut?
Jumlah hari :
12. Berapa lama anda melakukan olahraga/rekreasi yang merupakan aktivitas
berat dalam 1 hari?
Jam/menit :
13. Apakah anda melakukan olahraga, kebugaran, atau rekreasi yang
merupakan aktivitas sedang (seperti jalan cepat) minimal 10 menit per hari
secara terus menerus?
a. Ya
b. Tidak (langsung No. 16)
14. Berapa hari dalam seminggu anda melakukan aktivitas sedang tersebut?
Jumlah hari :
15. Berapa lama anda melakukan olahraga/rekreasi yang merupakan aktivitas
sedang dalam 1 hari?
Jam/menit :
16. Berapa lama anda duduk atau berbaring (kecuali tidur) dalam sehari?
Jam/menit :

Anda mungkin juga menyukai