Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

WOC Penyakit Jantung Bawaan

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak Sakit


Dosen Pengampu : Sri Wulandari N.,M.Kep.,Ns.,S.Kep.An

DISUSUN OLEH
Kansia Anastasia Terok, S.Kep.,Ns 215120032

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI - BANDUNG
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana atas
berkat, rahmat, dan karunia-Nya Penulis dapat menyusun makalah yang berjudul
“WOC Congenital Heart Disease”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Keperawatan Anak Sakit.
Dalam penyusunan makalah ini, Penulis tidak lepas dari hambatan yang,
namun Penulis menyadari kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain
berkat dorongan, bantuan, dan bimbingan semua pihak, sehingga kendala-kendala
yang kelompok hadapi dapat diatasi. Oleh karena itu kelompok mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Sri Wulandari N.,M.Kep.,Ns.,S.Kep.An selaku dosen mata kuliah
Keperawatan Anak Sakit
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini tentunya masih banyak
kekurangan, mengingat akan keterbatasan kemampuan yang Penulis miliki. Untuk
itu kritik dan saran sangat Penulis harapkan untuk kesempurnaan  penyusunan
makalah yang akan datang.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................1

DAFTAR ISI.................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................3
A. Latar Belakang...................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................5


A. Konsep Dasar Kasus Penyakit Jantung Bawaan................................5
1. Pengertian...........................................................................................5
2. Penyebab..........................................................................................10
3. Patofisiologi.....................................................................................10
4. Tanda dan gejala...............................................................................12
5. Respon tubuh terhadap perubahan fisiologis...................................12
6. Penatalaksanaan...............................................................................14
B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Kasus Penyakit Jantung Bawaan
17
1. Pengkajian........................................................................................17
2. Diagnosis keperawatan.....................................................................20
3. Intervensi keperawatan.....................................................................21
4. Implementasi Keperawatan..............................................................26
5. Evaluasi Keperawatan......................................................................27

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................28

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peristiwa penyakit kongenital terus menjadi bertambah,
baik di negeri maju ataupun di negeri berkembang. Penyakit
kongenital ialah kelainan semenjak lahir yang bisa diakibatkan oleh
aspek genetik ataupun non genetik. Salah satu penyakit kongenital
yang jumlah pasiennya kian besar ialah penyakit jantung
bawaan( Kirana, 2013).
Penyakit jantung bawaan (PJB) ialah defek lahir yang kerap
ditemui serta pemicu kematian paling banyak dari seluruh tipe
kelainan bawaan. Riset menampilkan kalau ada 1, 2 insidens
penyakit jantung bawaan di bermacam tempat segala dunia. Tetapi
angka tersebut masih lumayan besar ialah berkisar 8- 10 balita per
1000 kelahiran hidup serta 30% antara lain menampilkan gejala
pada minggu awal kehidupan( Kirana, 2013).
PJB digolongkan jadi 2, ialah penyakit jantung bawaan
asianotik serta sianotik yang umumnya diisyarati dengan sesak
nafas dikala pemberian ASI serta senantiasa berkeringat pada dahi
paling utama dalam kondisi sehabis melaksanakan kegiatan
Primasari, dkk, 2012). Tidak hanya itu, bagi Lyn Betz (2009)
berkata PJB pula diisyarati dengan tubuh nampak lemah, tidak
ingin makan, terdapatnya kenaikan frekuensi respirasi/ sesak nafas,
posisi lutut ataupun kepala ke dada sepanjang serbuan ataupun
sehabis latihan, kebiruan pada badan anak.
PJB pada anak paling utama yang hadapi sianotik bisa
menyebabkan kegawatan apabila tidak ditangani secara benar,
semacam terbentuknya perdarahan, hemotoraks, kandas jantung
kongestif apalagi bisa menimbulkan kematian. Balita dengan
sianosis diiringi hipoksemia bisa menyebabkan kejang- kejang
serta sebab sianosis yang berat tersebut bisa menimbulkan hipoksia
otak. Anak dengan penyakit jantung bawaan yang berat hendak

3
hadapi perkembangan yang sangat lelet sehingga berkembang
kembang anak tersendat (Hidayat, 2008).
Wong( 2009) berkata penatalaksanaan terapeutik pada anak
dengan penyakit jantung bawaan antara lain membetulkan guna
jantung dengan pemberian glikosida digitalis, melenyapkan
penumpukan cairan serta natrium dengan pemberian diuretik serta
mungkin pembatasan cairan serta natrium. Kurangi tuntutan
kebutuhan jantung bisa dicapai dengan menghalangi kegiatan raga(
tirah baring), melindungi temperatur badan, menanggulangi tiap
peradangan, kurangi upaya keras dalam bernapas( posisi semi-
fowler) serta membagikan obat buat membuat anak yang rewel
supaya mengantuk.
Perawat selaku pemberi asuhan keperawatan untuk
memenuhi kebutuhan dasar penderita, edukator, perawat pula butuh
membagikan sokongan moral kepada penderita agar semangat
dalam menempuh proses penyembuhan sampai akhir tidak hanya
itu perawat pula berfungsi dalam hal kuratif, bekerja sama dengan
tim kedokteran yang lain dalam penyembuhan serta pemulihan
penderita penyakit jantung bawaan.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Kasus Penyakit Jantung Bawaan


1. Pengertian
Penyakit jantung kongenital merupakan penyakit jantung yang terjadi
akibat kelainan dalam perkembangan jantung dan pembuluh darah, sehingga
dapat mengganggu dalam fungsi jantung atau yang dapat mengakibatkan
sianosis dan asianosis (Alimul, 2008). Penyakit jantung bawaan (PJB)
merupakan kelainan yang disebabkan oleh gangguan perkembangan sistem
kardiovaskular pada embrio yang diduga karena adanya faktor endogen dan
eksogen (Ngastyah, 2012).
Nursalam, dkk (2012) mengatakan bahwa PJB digolongkan menjadi dua, yaitu :
a. Penyakit Jantung Bawaan Asianotik
PJB asianotik adalah penyakit jantung bawaan yang tidak disertai dengan warna
kebiruan pada mukosa tubuh. PJB asianotik dibagi menjadi 5 diantaranya :
1) Ventrikel Septal Defect (VSD), yaitu adanya defect atau celah antara
ventrikel kiri dan kanan. Pirau kiri ke kanan disebabkan oleh pengaliran
darah dari ventrikel kiri yang bertekanan tinggi ke ventrikel kanan yang
bertekanan rendah, karena tekanan yang lebih tinggi dalam ventrikel kiri
dan sirkulasi sitemik darah arteri memberikan tahanan yang lebih tinggi
daripada sirkulasi sirkulasi pulmonal, maka darah mengalir melewati
lubang defek kedalam arteri pulmonalis. Peningkatan volume darah akan
dipompa kedalam paru dan keadaan ini akhirnya dapat mengakibatkan
peningkatan tahan vaskular pulmonalis (Wong, 2009).
2) Atrial Septal Defect (ASD) disebabkan adanya defect atau celah antara
atrium kiri dan kanan, sehingga terjadi pengaliran darah dari atrium kiri
yang bertekanan tinggi ke dalam atrium yang bertekanan rendah.
3) Patent Ductus Arteriosus (PDA), yaitu adanya defect atau celah pada
ductus arteriosus yang seharusnya telah menutup pada usia 3 hari setelah
lahir. Patensi berkelanjutan (pembukaan) pembuluh darah ini
menyebabkan darah mengalir dari aorta yang bertekanan tinggi ke arteri
pulmonalis yang bertekanan rendah sehingga terjadi pirau kiri ke kanan

5
(Wong, 2009).
4) Stenosis Aorta (SA), yaitu adanya penyempitan pada katup aorta yang
dapat diakibatkan oleh penebalan katup sehingga timbul tahanan yang
menghalangi akiran darah dalam ventrikel kiri, penurunan curah jantung,
hipertrofi ventrikel kiri dan kongesti pembuluh darah paru (Wong, 2009).
5) Stenosis Pulmonal (SP), yaitu adanya penyempitan pada katup pulmonal.
Tahanan yang merintangi aliran darah menyebabkan hipertrofi ventrikel
kanan dan penurunan aliran darah paru (Wong, 2009).
Adanya defect attau celah dapat menyebabkan adanya piran (kebocoran)
darah dari jantung sebelah kiri ke kanan, karena jantung sebelah kiri mempunyai
tekanan yang lebih besar. Besarnya piran bergantung pada besarnya celah atau
defect.

b. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik


PJB sianotik adalah penyakit jantung bawaan yang disertai dengan
warna kebiruan pada mukosa tubuh. Sianosis adalah warna
kebiruan yang timbul pada kulit karena Hb tak jenuh dalam darah
adalah rendah dan sering sukar untuk ditentukan kuantitasnya
secara klinis. Warna sianotik pada mukosa tubuh tersebut
hendaknya dibedakan dengan warna kepucatan pada tubuh anak
yang mungkin disebabkan karena beberapa faktor, seperti
pigmentasi dan sumber cahaya. PJB sianotik terdapat beberapa
macam diantaranya :
1) Tetralogi Of Fallot (TF) yaitu kelainan jantung yang timbul sejak bayi
dengan gejala sianosis karena terdapat kelainan, yaitu VSD, stenosis
pulmonal, hipertrofi ventrikel kanan, dan overriding aorta.
2) Transposisi Aorta Besar (TAB) atau Transposition of the Great
Arteries (TGA), yaitu kelainan yang terjadi karena pemindahan letak
aorta dan arteri pulmonalis, sehingga aorta keluar dari ventrikel
kanan dan arteri keluar ventrikel kanan dan arteri pulmonalis dari
ventrikel kiri.
Penyakit jantung bawaan pada anak terutama sianotik, jika

6
tidak ditangani secara benar dapat mengakibatkan kegawatan
apabila tidak ditangani secara benar seperti gagal jantung dan
serangan sianosis (sianotic spell).

2. Penyebab
Menurut Nursalam (2008), PJB merupakan gangguan
perkembangan jantung yang diduga terjadi pada masa embrio yang
dapat disebabkan Toxoplasmosis, Rybella, Cytomegalovirus,
Herpes (TORCH) yang diderita oleh ibu, pemakaian obat-obatan
dan terkena sinar radiasi.
Penyebab PJB tidak diketahui secara pasti namun diduga
karena adanya faktor pranatal dan faktor genentik antara lain
adanya kemungkinan infeksi campak jerman (rubella) selama
kehamilan, mengkonsumsi alkohol selama kehamilan, usia ibu
yang lebih dari 40 tahun, penyakit diabetes tipe I selama kehamilan
sedangkan faktor genetik disebabkan karena adanya multifaktor
seperti mempunyai abrasi kromosom, memiliki keluarga yang
menderita penyakit jantung kongenital, dan anak yang dilahirkan
dengan anomali kongenital lain selain jantung (Wong, 2009).
Hidayat (2008) mengatakan bahwa faktor resiko penyakit
jantung kongenital disebabkan karena adanya ibu yang mengidap
penyakit lupus eriteatosus sistemik, sehingga dapat menimbulkan
terjadinya blokade jantung total pada bayinya, mengonsumsi obat-
obatan maupun jamu tradisional serta kebiasaan merokok dan
minum alkohol selama hamil.

3. Patofisiologi
PJB diklasifikasikan menjadi 2 yaitu asianotik dan sianotik,
PJB asianotik terdapat patent duktus arteriousus (PDA) yang
terjadi akibat kegagalan penutupan duktus arteriosus pada bayi
berusia beberapa minggu pertama. Konsekuensi hemodinamika
pada PDA bergantung pada ukuran duktus dan tahanan vaskular
pulmonalis, pada saat lahir tahanan dalam sirkulasi pulmonal dan

7
sistemik hampir sama besarnya sehingga menyamakan tahanan
dalam aorta dan arteri pulmonalis. Setelah tekanan sistemik
melampaui tekanan pulmonalis, darah mulai memintas dari aorta
melewati duktus menuju arteri pulmonalis (terjadi pirau kiri ke
kanan). Darah tambahan akan mengalami sirkulasi ulang lewat
paru-paru dan kemudian kembali ke atrium kiri serta ventrikel kiri.
Efek yang ditimbulkan dari perubahan sirkulasi ini adalah
peningkatan beban kerja pada sisi kiri jantung dan peningkatan
kongesti dan kemungkinan peningkatan tekanan ventrikel kanan
dan hipertrofi (Wong, 2009).
Selain PDA juga terdapat defek septum atrium (ASD)
merupakan lubang abnormal pada sekat yang memisahkan kedua
belah atrium, hal ini terjadi karena tekanan atrium kiri agak
melebihi atrium kanan maka darah mengalir dari atrium kiri ke
kanan sehingga terjadi peningkatan aliran darah yang kaya oksigen
ke dalam sisi kanan jantung. Kendati perbedaan tekanan rendah,
kecepatan aliran darah yang tinggi, tetap dapat terjadi karena
rendahnya tahanan vaskular paru dan semakin besarnya daya
kembang atrium kanan yang selanjutnya akan mengurangi resisten
aliran. Meskipun terjadi pembesaran atrium dan ventrikel kanan,
gagal jantung jarang terjadi pada ASD yang tidak mengalami
komplikasi. Biasanya perubahan pada pembuluh darah paru hanya
terjadi sesudah beberapa puluh tahun kemudian jika defeknya
tidak diperbaiki (Wong, 2009).
PJB yang disertai dengan sianotik, salah satunya adalah
tetralogi of fallot (ToF). Pada ToF terdapat 4 kelainan pada jantung
yakni defek septum ventrikel, stenosis pulmonalis, hipertrofi
ventrikel kanan dan overriding aorta. Pada awalnya ToF diawali
dengan dengan adanya defek septum ventrikel (VSD), hal tersebut
terjadi bila sekat ventrikel tidak terbentuk sempurna.
Perubahan hemodinamikanya sangat bervariasi dan
terutama bergantung pada derajat stenosis pulmonalis kendati juga

8
ditentukan oleh ukuran defek septum ventrikel (VSD) dan tahanan
pulmonal serta sistemik terhadap aliran darah. Akibatnya darah dari
bilik kiri mengalir ke bilik kanan pada saat sistole. Besarnya defek
bervariasi dari hanya beberapa mm sampai beberapa cm. Defek
yang besar dengan resistensi vaskular paru meninggi tekanan bilik
kanan akan sama dengan bilik kiri sehingga pirau kiri ke kanan
hanya sedikit. Bila makin besar defek dan makin tinggi tekanan
bilik kanan akan terjadi pirau kanan ke kiri (Ngastyah, 2012).
Berkurangnya darah yang beredar ke dalam tubuh
menyebabkan pertumbuhan anak terhambat. Aliran darah ke paru
juga bertambah yang menyebabkan anak sering menderita infeksi
saluran pernapasan. Pada VSD kecil pertumbuhan anak tidak
terganggu, sedangkan pada VSD besar dapat terjadi gagal jantung
dini yang memerlukan pengobatan medis (Ngastyah, 2012).
Stenosis pulmonalis menurunkan aliran darah ke dalam
paru dan sebagai konsekuensinya, terjadi penurunan jumlah darah
kaya oksigen yang kembali ke sisi kiri jantung. Bergantung pada
posisi aorta, darah dari kedua belah ventrikel dapat didistribusikan
ke dalam sirkulasi sistemik (Wong,2009). Stenosis pulmonal
sedang atau berat dalam keadaan istirahat dan stres terjadi pirau
kanan ke kiri. Penderita ToF yang berat dapat terjadi serangan
sianotik berupa sianosis yang makin hebat disertai takipnea dan
hiperventilasi dan jika berlangsung lama disertai penurunan
kesadaran (Ngastyah, 2012).

4. Tanda dan gejala


Menurut Lynn Betz (2009), tanda dan gejala pada PJB sebagai berikut :
a. Adanya sianosis yang muncul setelah periode neonatal.
b. Peningkatan frekuensi dan kedalaman pernafasan
c. Dispnea awitan mendadak
d. Perubahan kesadaran, iritabilitas sitem saraf pusat yang dapat
berkembang sampai letargi dan sinkop serta menimbulkan
kejang, dan kematian.

9
e. Adanya jari tabuh (Clubbing finger)
f. Adanya peningkatan tekanan darah setelah beberapa tahun
mengalami sianosis dan polisitemia berat.
g. Anak melakukan gerakan posisi jongkok yang dilakukan anak
untuk mengurangi aliran balik vena dari ekstremitas bawah dan
meningkatkan aliran darah pulmonal dan oksigenisasi arterial
sitemik.
h. Anak mengalami gagal dalam tumbuh kembang.
i. Anak tampak pucat.
j. Mengalami penurunan toleransi terhadap latihan / beraktivitas.
k. Adanya asidosis (darah mengandung banyak asam).
l. Terdengar mur-mur saat dilakukan auskultasi pada jantung
terutama pada garis sternal kiri atas.
m. Adanya posisi lutut / kepala ke dada selama serangan atau
setelah latihan / beraktivitas.

5. Respon tubuh terhadap perubahan fisiologis


a. Sistem Kardiovaskular
Terdengarnya bising yang keras (murmur) pada garis sternal kiri
atas sejak lahir, akibat terjadinya stenosis pulmonal atau aorta
(Hidayat,2008). Beban yang terdapat di ventrikel maupun
atrium kanan cukup besar pada VSD karena penambahan
volume dari atrium kiri, maka jika beban itu tidak mampu
dikompensasi lagi oleh kemampuan atrium dan ventrikel
kanan maka akan terjadi kegagalan jantung kanan dalam
memompa atau menampung darah balik (Riyadi, 2009)
b. Sistem Pernafasan
Anak yang menderita PJB sianotik terdapat
defek septum ventrikel (VSD) dan overriding aorta
maka darah yang beredar keseluruh tubuh dalam
keadaan campuran, oleh karena itu anak selalu terlihat
sianosis dan akan berat jika anak menangis, minum dan
stres. Keadaan tersebut menyebabkan anak menderita

10
anoksia. Serangan hipersianotik selama masa bayi,
dikenal dengan “Tet spells” yaitu terjadi peningkatan
frekuensi dan kedalaman pernapasan, dispnea awitan
mendadak (Nursalam, 2008).
VSD dapat menimbulkan resiko terjadinya
infeksi saluran pernapasan, karena darah yang
tercampur didalam paru-paru lebih banyak sehingga
pertukaran oksigen /tidak adekuat. Gejala infeksi yang
biasanya timbul ialah demam, batuk dan napas pendek-
pendek, bayi sukar jika diberi minum (Nursalam,
2008).
c. Sistem Persyarafan
Perubahan kesadaran dan iritabilitas sistem
saraf pusat yang dapat berkembang sampai letargi dan
sinkop, pada bayi dengan sianosis berat menyebabkan
hipoksemia otak serta akhirnya menimbulkan kejang,
stroke dan kematian. Trombus yang terinfeksi terjadi di
otak maka akan menimbulkan keluhan neurologis
berat sampai pada terjadinya abses otak (Hidayat,
2008).
d. Sistem Hematologi
Polisitemia (peningkatan jumlah sel darah
merah dalam darah) terjadi apabila sianosisnya berat
sehingga mempermudah timbulnya embolus atau
tombus. Terjadinya polisetimia berat dan terdapat
hipoksia maka anak akan mengalami anemia (Hidayat,
2008).
e. Sistem Intagumen
Bibir, lidah dan selaput lendir mulut serta
ujung-ujung jari terlihat sianosis sebagai akibat adanya
sianosis sentral (sianosis yang terjadi sejak darah keluar
dari ventrikel kiri), jika sianosis terus menerus selama

11
6 bulan akan terjadi jari-jari tabuh/ clubbing finger
f. Sistem Muskuloskeletal
Anak yang menderita penyakit jantung bawaan
sianotik mengalami gangguan tumbuh kembang, karena
kelemahan tubuh dan penurunan toleransi latihan yang
ditandai dengan kesukaran dalam makan/minum. Selain
itu, anak juga mengalami kelainan ortopedri berupa
skoliosis. Anak yang sudah dapat berjalan sering tiba-
tiba jongkok (squatting), hal tersebut merupakan usaha
tubuh untuk mengatasi kekurangan darah yang
mengalir ke otak yaitu berkurangnya alir balik vena-
vena ekstremitas bawah yang saturasinya sangat rendah
dan meningkatnya resistensi sistemik yang mengurangi
pirau kanan ke kiri serta bertambahnya aliran darah ke
otak (Ngastyah, 2012).

6. Penatalaksanaan
Menurut Wong (2009), penatalaksanaan PJB sebagai berikut :
1) Terapi non bedah
a) Meningkatkan fungsi jantung, pengurangan afterload dan
menurunkan tuntutan kebutuhan jantung
Memberikan digitalis (digoxin) berguna untuk
meningkatkan kekuatan kontraksi jantung agar tekanan
vena jantung menurun dan juga pemberian propanolol
(inderal) untuk menurunkan denyut jantung sehingga
dapat mencegah serangan hipersianosis.
b) Mengurangi gawat nafas
Pemberian oksigen dengan menggunakan kanula nasal atau masker
untuk melebarkan vaskularisasi pulmonal, frekuensi pernafasan
dihitung selama 1 menit penuh dalam keadaan istirahat. Posisi bayi
harus diatur untuk mendorong pengembangan dada yang maksimal
dengan bagian kepala tempat tidur ditinggikan atau digendong dengan
posisi tubuh berada pada sudut 45 derajat. Anak-anak mungkin lebih

12
suka tidur diatas beberapa tumpukan bantal dan tetap berada dalam
posisi semi fowler. Pemberian morfin juga perlu karena dapat
meningkatkan ambang rasa sakit dan untuk mengobati serangan
hipersianosis dengan menghambat pusat penafasan dan refleks batuk.
c) Mempertahankan status gizi
Bayi harus diistirahatkan dengan baik sebelum menyusu dan segera
disusui begitu bayi terjaga sehingga energinya tidak habis untuk
menangis. Bayi harus digendong dengan baik dan disusui dalam posisi
setengah tegak. Bayi dengan kesulitan menyusu kerap kali
memerlukan pemberian nutrisi enteral lewat slang nasogatrik untuk
menambah asupan oralnya dan menjamin asupan kalori yang adekuat
dan juga dengan pemberian suplemen Fe untuk mengatasi anemia.
d) Memonitor balance cairan
Pemberian diuretik (furosemid/lasix) untuk meningkatkan diuresis
dan mengurangi kelebihan cairan namun perawat harus mencatat
asupan dan haluaran cairan, memantau berat badan pasien pada waktu
yang sama jika pasien diberikan diuretik, karena diuresis yang
berlebihan dapat menyebabkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan
elektrolit. Pemberian natrium bikarbonat, morfin untuk mengobati
asidosis dan untuk meningkatkan ambang sakit (Lynn, 2009).
2) Terapi pembedahan dengan melakukan operasi pirau (shunt)
Blalock- Taussig atau modified Blalock-Taussig yang
menghantarkan aliran darah kedalam arteri pulmonalis dari
arteri subklavia kiri atau kanan dan dilakukan perbaikan total
pada usia satu tahun pertama indikasi operasi pebaikan
meliputi peningkatan gejala sianosis dan terjadinya serangan
hipersianosis. Perbaikan total mencangkup penutupan VSD
dan reaksi stenosis infundibular dengan melakukan
pengikatan arteri pulmonalis dengan pemasangan pita (band)
yang mengelilingi pembuluh arteri pulmonalis utama untuk
mengurangi alian darah paru dan perbaikan total dengan
tekhnik purse-string. Biasanya lubang defek yang lebar

13
memerlukan penjahitan tenunan dacron-patch perikardium
untuk memperlebar saluran keluar ventrikel kanan. pada
lubang tersebut. Kedua prosedur ini dilakukan via pintas
kardiopulmonalis.

14
B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Kasus Penyakit Jantung Bawaan
1. Pengkajian
Pengkajian pada pasien dengan kasus PJB meliputi :
a. Identitas, seperti : nama, tempat tanggal lahir/umur, berat
badan lahir, serta apakah bayi lahir cukup bulan atau tidak,
jenis kelamin, anak keberapa, jumlah saudara dan identitas
orang tua.
b. Keluhan utama
1) Riwayat kesehatan sekarang
Orang tua biasanya mengeluhkan nafas anaknya sesak, lemas, ujung
jari tangan dan kaki teraba dingin, anak cepat berhenti saat menetek,
anak tiba-tiba jongkok saat berjalan dan tidak aktif selama bermain.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan dahulu pada neonatus juga mencakup riwayat
kesehatan keluarga atau riwayat kesehatan serangan sianotik, faktor
genetik, riwayat keluarga yang mempunyai penyakit jantung bawaan
dan riwayat tumbuh kembang anak yang terganggu, adanya riwayat
gerakan jongkok bila anak telah berjalan beberapa menit.
3) Riwayat kehamilan dan kelahiran
Riwayat kesehatan ibu saat hamil trimester 1 dengan penyakit rubella
(sindrom rubella), ibu atau keluarga memiliki riwayat penyakit lupus
eritematosus sistemik sehingga dapat menimbulkan blokade jantung
total pada bayinya dan adanya riwayat penyakit kencing manis pada
ibu hamil dapat menyebabkan tejadinya kardiomiopati pada bayi yang
dikandungnya. Adanya riwayat obat-obatan maupun jamu tradisional
yang diminum serta kebiasaan merokok dan minum alkohol selama
hamil dan riwayat keluarga dengan sindrom down (Hidayat, 2008).
4) Riwayat pertumbuhan
Sebagian anak yang menderita PJB dapat tumbuh dan berkembang
secara normal. Beberapa kasus yang spesifik seperti VSD, ASD, dan
ToF pertumbuhan fisik anak terganggu terutama berat badannya
karena keletihan selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori
sebagai akibat dari kondisi penyakit. Anak kelihatan kurus dan mudah

15
sakit, terutama karena infeksi saluran nafas. Bagi perkembangannya,
anak yang sering mengalami gangguan adalah aspek motoriknya. Hal
ini disebabkan oleh adanya ketidakadekuatan oksigen dan nutrien pada
tingkat jaringan, sehingga anak perlu mendapatkan stimulasi
pertumbuhan dan perkembangan yang cukup. (Hidayat, 2008).
5) Riwayat aktivitas
Anak-anak yang menderita PJB terutama Tof sering tidak dapat
melakukan aktivitas sehari-hari secara normal. Apabila melakukan
aktivitas yang membutuhkan banyak energi seperti berlari, bergerak,
berjalan-jalan cukup jauh, makan/minum tergesa-gesa, menangis maka
anak dapat mengalami serangan sianosis (Nursalam, 2008).
c. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala-leher
Umumnya tidak ada kelainan pada kepala, kadang ditemukan
pembesaran kelenjer getah bening.
2) Mata
3) Anak mengalami anemis konjungtiva, sklera ikterik.
4) Hidung
Pemeriksaan hidung secara umum tidak tampak kelainan, namun anak
akan mengalami nafas pendek dan dalam serta nafas cupping hidung.
5) Mulut
Biasanya pada wajah anak terlihat sianosis terutama pada
bibir, lidah, dan mukosa mulut, dan biasanya ditemukan
gigi geligi pada anak khususnya yang mengalami Tof
karena perkembangan emailnya buruk (Ngastyah, 2012).
6) Thorax
Biasanya pada anak dengan Tof, hasil inspeksi tampak adanya
retraksi dinding dada akibat pernafasan yang pendek dan dalam dan
tampak menonjol akibat pelebaran ventrikel kanan. Palpasi mungkin
teraba desakan dinding paru yang meningkat terhadap dinding dada,
pada perkusi mungkin terdengar suara redup karena peningkatan
volume darah paru dan untuk auskultasi akan terdengar ronkhi basah

16
atau krekels sebagai tanda adanya edema paru pada komplikasi
kegagalan jantung. Bayi yang baru lahir saat di auskultasi akan
terdengar suara nafas mendengkur yang lemah bahkan takipneu.
7) Jantung
Biasanya pada inspeksi mungkin dada masih terlihat simetris
sehingga tidak tampak jelas, namun pada usia dewasa akan ditemukan
tonjolan atau pembengkakan pada dada sebelah kiri karena
pembesaran ventrikel kanan. Perkusi biasanya didapatkan batas
jantung melebihi 4-10 cm ke arah kiri dari garis midsternal pada
intercostae ke 4, 5, dan 8. Palpasi teraba pulsasi pada ventrikel kanan
akibat peningkatan desakan, iktus kordis masih teraba jelas pada
interkosta 5-6.Pada auskultasi terdengar bunyi jantung tambahan
(machinery mur-mur) pada batas kiri sternum tengah sampai bawah,
biasanya bunyi jantung I normal sedangkan bunyi jantung II terdengar
tunggal dan keras (Riyadi, 2009).
8) Abdomen
Biasanya hasil inspeksi tampak membesar dan membuncit, pada
auskultasi biasanya terdengar bunyi gesekan akibat adanya
pembesaran hepar. pada perkusi adanya suara redup pada daerah
hepar dan saat di palpasi biasanya ada nyeri tekan.
9) Kulit
Biasanya pada klien yang kekurangan oksigen, kulit akan tampak
pucat dan adanya keringat berlebihan.
10) Ekstremitas
Biasanya pada ekstremitas teraba dingin bahkan dapat terjadi
clubbing finger akibat kurangnya suplai oksigen ke perifer.
d. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium darah dapat dijumpai peningkatan jumlah
eritrosit dan hematokrit (polisitemia vera) yang sesuai dengan
desaturasi dan stenosis, sedangkan hemoglobin dan trombosit
mengalami penurunan. Oksimetri dan analisis gas darah arteri

17
mencerminkan aliran darah pulmonal, didapatkan adanya peningkatan
tekanan PCO2 sedangkan PO2 dan pH mengalami penurunan.
Oksimetri berguna pada pasien kulit hitam atau pasien anemia yang
tingkat sianotiknya tidak jelas. Sianosis tidak akan tampak kecuali bila
hemoglobin tereduksi mencapai 5 mg/dL. Penurunan resistensi
vaskular sistemik selama aktivitas, mandi, maupun demam akan
mencetuskan pirau kanan ke kiri dan menyebabkan hipoksemia.
2) Pemeriksaan Elektrokardiogram
Pemeriksaan elektrokardiogram dapat ditemukan deviasi aksis ke
kanan (+120° -+150°), hipertrofi ventrikel kanan atau kedua
ventrikel, maupun hipertrofi atrium kanan. Kekuatan ventrikel kanan
yang menonjol terlihat dengan gelombang R besar di sadapan
prekordial anterior dan gelombang S besar disadapan prekordial
lateralis.
3) Pemeriksaan foto rontgen thorax dan USG
Pemeriksaan foto rontgen thorax dapat ditemukan gambaran jantung
berbentuk sepatu (boot-shaped heart/ couer-en-sabot), sedangkan
USG dilakukan untuk menentukan besar jantung dan penurunan
vaskularisasi paru karena berkurangnya aliran darah yang menuju
keparu akibat penyempitan katup pulmonal paru (stenosis pulmonal)
(Nursalam,2008).

2. Diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan berdasarkan SDKI 2017:
a. Penurunan curah Jantung (D.0008) Hal. 34
Definisi: ketidakadekuatan Jantung memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh.
b. Gangguan pertukaran gas (D.0008) Hal. 22
Definisi: kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau eliminasi
karbondioksida pada membran alveolus kapiler
c. Pola napas tidak efektif (D.0005) Hal.26
Definisi: inspirasi dan/ atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat.

18
d. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009) Hal. 37
Definisi: penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat
mengganggu metabolisme tubuh
e. Defisit nutrisi (D.0019) Hal. 56
Definisi: asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme
f. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan (D.0106) Hal. 232
Definisi: kondisi individu mengalami gangguan kemampuan bertumbuh
dan berkembang sesuai dengan kelompok usia
g. Intoleransi aktifitas (D.0056) Hal. 128
Definisi: ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari
h. Ansietas (D.0080) Hal. 180
Definisi: kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek
yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan
individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.

3. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala bentuk treatment yang dikerjakan oleh
perawat didasarrkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai
tujuan luaran yang diharapkan (SLKI – SIKI 2017)
Diagnosis keperawatan Tujuan dan kriteria Intervensi
hasil
1. Penurunan curah Tujuan: Perawatan jantung
Jantung berhubungan Setelah dilakukan (I.02075) Hal. 317
dengan perubahan tindakan keperawatan Observasi:
frekuensi diharapkan curah - Identifikasi
jantung/irama jantung meningkat tanda/gejala
jantung/ Kriteria hasil: primer penurunan
kontraktilitas/ Curah jantung curah jantung
preload/ afterload (L.02008) Hal 20 (dispnea,
1. Edema menurun kelelahan, edema)
(5)
- Identifikasi
2. Dispnea
menurun (5) tanda/gejala
3. Sianosis

19
menurun (5) sekunder
4. Murmur
penurunan curah
menurun (5)
jantung (BB
meningkat,
hepatomegali,
distensi vena
jugularis, kulit
pucat)
- Monitor intake
dan output cairan
- Monitor BB
- Monitor saturasi
oksigen
Terapeutik
- Berikan oksigen
untuk
mempertahankan
saturasi oksigen
Edukasi: -
Kolaborasi:
- Rujuk ke program
rehabilitasi
jantung
2. Gangguan Tujuan: Pemantauan respirasi
pertukaran gas Setelah dilakukan (I.01014) Hal. 247
berhubungan tindakan keperawatan Observasi:
dengan perubahan diharapkan - Monitor
membran alveolus pertukaran gas frekuensi, irama,
kapiler meningkat kedalaman dan
Kriteria hasil: upaya nafas
Pertukaran gas - Monitor pola
(L.01003) Hal 94 napas
- Tingkat - Auskultasi bunyi

20
kesadaran napas
meningkat (5) - Monitor saturasi
- Dispnea menurun oksigen
(5) Terapeutik
- Bunyi napas - Atur interval
tambahan pemantauan
menurun (5) respirasi sesuai
- Sianosis kondisi pasien
membaik (5) - Dokumentasikan
- Warna kulit hasil pemantauan
membaik (5) Edukasi:
- Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan
- Informasikan
hasil pemantauan
3. Pola napas tidak Setelah dilakukan Manajemen jalan napas
efektif berhubungan tindakan keperawatan (I.01011) Hal. 186
dengan hambatan diharapkan pola Observasi:
upaya nafas nafas membaik - Monitor pola
Kriteria hasil: napas (frekuensi,
Pola napas (L.01004) kedalaman, dan
Hal 95 usaha napas)
- Dispnea - Monitor bunyi
menurun (5) napas tambahan
- Penggunaan (Mis. Gurgling,
otot bantu mengi, wheezing,
napas (5) ronkhi kering)
- Frekuensi - Terapeutik
napas - Berikan oksigen
membaik (5)
- Kedalaman
napas

21
membaik (5)
4. Perfusi perifer tidak Tujuan: Perawatan sirkulasi
efektif berhubungan Setelah dilakukan (I.02079) Hal. 345
dengan penurunan tindakan keperawatan Observasi:
konstrasi diharapkan perfusi - Periksa sirkulasi
hemoglobin perifer meningkat perifer (nadi
Kriteria hasil: perifer, edema,
Perfusi perifer pengisian kapiler,
(L.02011) Hal 84 warna, suhu)
- Denyut nadi - Identifikasi faktor
perifer resiko gangguan
meningkat (5) sirkulasi
- Sianosis Terapeutik
menurun (5) - Lakukan
- Pengisian pencegahan
kapiler cukup infeksi
membaik (5)
- Turgor kulit
cukup
membaik (5)
5. Defisit nutrisi Tujuan: Manajemen energi
berhubungan Setelah dilakukan (I.051 78) Hal. 176
dengan tindakan keperawatan Observasi:
ketidakmampuan diharapkan status - Identifikasi
mencerna makanan nutrisi membaik gangguan fungsi
Kriteria hasil: tubuh yang
Nafsu makan mengakibatkan
(L.03024) Hal 68 kelelahan
- Keinginan Terapeutik
makan - Sediakan
meningkat (5) lingkungan
- Energi untuk nyaman dan
makan rendah stimulus

22
meningkat (5) (mis. Cahaya,
suara, dan
kunjungan)
Kolaborasi
- Kolaborasi
dengan ahli gizi
tentang cara
meningkatkan
asupan makanan
6. Intoleransi aktifitas Tujuan: Manajemen energi
berhubungan Setelah dilakukan (I.051 78) Hal. 176
dengan tindakan keperawatan Observasi:
ketidakseimbangan diharapkan toleransi - Identifikasi
suplai dan aktifitas meningkat. gangguan fungsi
kebutuhan oksigen Kriteria hasil: tubuh yang
Toleransi aktifitas mengakibatkan
(L.05047) Hal 149 kelelahan
- Frekuensi Terapeutik
nadi - Sediakan
meningkat (5) lingkungan
- Saturasi nyaman dan
oksigen rendah stimulus
meningkat (5) (mis. Cahaya,
- Warna kulit suara, dan
membaik (5) kunjungan)
- Frekuensi Kolaborasi
napas - Kolaborasi
membaik (5) dengan ahli gizi
tentang cara
meningkatkan
asupan makanan

23
7. Ansietas Tujuan: Reduksi ansietas
berhubungan Setelah dilakukan (I.09314) Hal. 387
dengan krisis tindakan keperawatan Observasi:
situasional diharapkan tingkat - Identifikasi saat
ansietas orang tua ansietas berubah
menurun. - Identifikasi
Kriteria hasil: kemampuan
Tingkat ansietas mengambil
(L.09093) Hal 132 keputusan
- Verbalisasi - Monitor tanda
kebingungan ansietas
menurun Terapeutik
- Verbalisasi - Pahami situasi
khawatir yang membuat
menurun ansietas
- Perilaku Edukasi
gelisah - Informasikan
menurun secara faktual
- Perilaku mengenai
tegang diagnosis,
menurun pengobatan dan
- Orientasi prognosis.
membaik
Sumber: Standar Intervensi Keperawatan Indonesia dalam PPNI 2017

4. Implementasi Keperawatan
Menurut perry & Potter (2009) Implementasi merupakan tahap keempat dari
proses keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun rencana
keperawatan. Rencana keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosiss yang
tepat, intervensi diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan
untuk mendukung dan menningkatkan status kesehatan klien.

24
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan proses kontinu yang terjadi saat anda melakukan kontak
dengan pasien. Setelah melaksanakan intervensi, kumpulkan data subjektif dan
objektif dari klien, keluarga. Selain itu juga meninjau ulang pengetahuan tentang
status terbaru dari kondisi, terapi, sumber daya, pemulihan, dan hasil yang
diharapkan. Hasil telah terpenuhi, berarti tujuan untuk klien juga telah terpenuhi.
Bandingkan perilaku dan respon klien sebelum dan setelah dilakukan asuhan
keperawatan (Perry & Potter, 2009).

25
DAFTAR PUSTAKA

Gloria,et.al. 2008. Nursing Interventions Classification (NIC).


Mosby Elseiver: USA

Hidayat, Aziz Alimul. 2008. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan.


Edisi 2.Jakarta: Salemba Medika.

Hidayat, Aziz Alimul. 2012. Pengantar ilmu keperawatan anak. Jakarta: Salemba
Medika.

Ilyas, Jumiarni, dkk. 2012. Asuhan Keperawatan Perinatal. Jakarta : EGC Kirana
Sadono,Ratya.

Lynn Betz, Cecily & Sowden, Linda A . 2009. Buku saku


keperawatan pediatrik. Jakarta : EGC

Moorhead, Sue, dkk. (2016). Nursing Outcomes Clasification (NOC).


Singapore : Elsevier Inc.

Ngastyah. 2012. Perawatan anak sakit ed.2. Jakarta :EGC.

Nursalam, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan bayi dan


anak. Jakarta : Salemba Medika.

Riyadi, Sujono & Sukarmin. 2009. Asuhan Keperawatan pada Anak.


Yogyakarta : Graha Ilmu.

Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta :


EGC WHO. 2013. World Health Statistics 2013.
Switzerland : World Health Organizatio

26
27

Anda mungkin juga menyukai