Anda di halaman 1dari 21

PEDOMAN PELAYANAN MALNUTRISI

DI RS RAHMAN RAHIM KOTA SIDOARJO

PEMERINTAH KOTA SIDOARJO

RUMAH SAKIT RAHMAN RAHIM

TAHUN 2022

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Malnutrisi pada balita terbesar di Indonesia adalah tingginya angka


perawakan pendek (stunted) dan sangat pendek (severe stunted) dan perawakan
pendek karena kekurangan gizi disebut stunting. Pada pasien yang mengalami
perawakan pendek nampak adanya retardasi pertumbuhan linier yang
berhubungan dengan defisiensi energi, protein dan mikronutrien seperti seng,
kalium, natrium, tiamin dan lain-lain. Berdasarkan data dari 54 negara
berkembang, malnutrisi pada anak diawali dengan weight faltering yang
umumnya terjadi pada usia 3-4 bulan. Jika growth faltering tidak ditatalaksana
segera, homeostasis tubuh akan memperlambat laju pertumbuhan linier untuk
mempertahankan status gizi cukup. Jika perlambatan laju pertumbuhan linier tidak
dapat mengkompensasi laju penurunan berat badan, maka akan terjadi gizi kurang
yang berlanjut menjadi gizi buruk. Gizi buruk akan mengganggu pertumbuhan
otak (atrofi) yang masih bisa diperbaiki dengan suplementasi nutrisi dalam waktu
6 minggu jika terjadi pada usia di bawah 1 tahun. sayangnya perbaikan otak tidak
diikuti secara langsung dengan perbaikan funsgi kognitif. Perlambatan
pertumbuhan liner dapat berlanjut menjadi perawakan pendek atau sangat pendek.
Hal ini terjadi karena kekurangan asupan nutrisi jangka panjang (malnutrisi
kronik) akan menurunkan perbandingan kortisol terhadap insulin dan menurunkan
IGF-1 (insulin growth factor-1). Hal yang sama juga berdampak menurunkan
kemampuan mengoksidasi lemak yang akan berakhir dengan obesitas.
Indonesia adalah penyumbang balita stunting nomer 5 di dunia setelah
India, Nigeria, Pakistan, dan Cina sehingga diperkirakan 36% balita stunting di
Indonesia akan mengalami sindrom stunting jangka pendek di kemudian hari,
terdiri dari hambatan perkembangan, depresi fungsi imunitas dan kognitif serta
gangguan metabolisme lemak yang jangka panjang akan berakhir dengan obesitas,
gangguan toleransi glukosa, penyakit jantung koroner, hipertensi, dan
osteoporosis. Suplementasi nutrisi pada bayi setelah usia puncak adipositas (nilai
BMI tertinggi pada grafik BMZ) akan berisiko early adiposity rebound, dimana
52,7% akan berisiko obseitas dengan semua komorbidnya. Oleh karena itu
malnutrisi pada usia 2 tahun pertama kehidupan bersifat menetap meskipun telah
dikoreksi. Hal ini mendukung pencegahan malnutrisi pada 1000 hari pertama
kehidupan sebagai program utama dalam menghasilkan generasi muda yang
berkualitas.

2
Buku pedoman ini dibuat sebagai acuan dalam pelaksanaan pelayanan
pasien malnutrisi khususnya stunting dan wasting di lingkungan RS Rahman
Rahim.

B. TUJUAN PEDOMAN
1. Tujuan Umum
Buku pedoman malnutrisi ini bertujuan sebagai acuan dalam pelaksanaan
pelayanan pada kasus stunting dan wasting di RS Rahman Rahim Kota Sidoarjo.
2. Tujuan Khusus
a) Pemberian pelayanan penurunan prevalensi stunting dan wasting di rawat
inap dan rawat jalan secara komprehensif dapat terpenuhi dengan baik.
b) Sumber daya manusia yang profesional cukup tersedia untuk pelayanan
penurunan prevalensi stunting dan wasting rawat inap dan rawat jalan.
c) Fasilitas Instalasi Rawat Inap dan rawat jalan cukup tersedia dan siap pakai.

C. RUANG LINGKUP PELAYANAN


Ruang lingkup pelayanan malnutrisi meliputi :
1. Diagnosa dan penjaringan kasus malnutrisi yang terdiri dari :
a. Gizi kurang
b. Gizi buruk
c. Wasting
d. Severe wasting
e. Stunted
f. Severe stunted
g. Mikrosefali
h. Makrosefali

3
2. Perawatan pasien stunting dan wasting
3. Konseling gizi pada ibu hamil, ibu meyusui, dan ibu bayi atau balita.
4. Pemberian PKMK atau formula khusus
5. Pemberian imunisasi
6. Pemberian vitamin A
7. Pemberian zat besi dan atau asam folat
8. Manajemen Laktasi

D. PENGERTIAN
Berikut ini beberapa istilah/terminologi yang digunakan dalam buku pedoman
ini.
1. Malnutrisi
Malnutrisi terdiri dari dua kata yaitu mal berarti buruk dan nutrisi berarti
gizi. Malnutrisi memiliki dua bentuk yaitu gizi berlebih dan gizi kurang.
Pengertian malnutrisi adalah ketidakseimbangan antara suplai nutrisi dan
kebutuhan energi tubuh untuk mendukung pertumbuhan, pemeliharaan dan kerja
fungsi spesifik tubuh yang sehat. Pengaruh malnutrisi pada kesehatan antara lain
meningkatkan risiko terjadinya infeksi, penurunan kekebalan tubuh, menurunkan
kemampuan tubuh untuk penyembuhan luka, sarkopenia (hilangnya massa otot),
frailty syndrome. Tanda dan gejala malnutrisi antara lain sarkopenia,
berkurangnya lemak di bawah kulit, penurunan berat badan (5% berat awal
tubuh), tulang yang terlihat menonjol, bibir pecah-pecah, cekung di bawah mata,
rambut kusam dan mudah rontok, memar di kulit, kulit kering bersisik, dan bisa
terjadi penumpukan cairan di bawah kulit.

2. Status antropometri anak


Antropometri adalah suatu metode yang digunakan untuk menilai ukuran,
proporsi, dan komposisi tubuh manusia. Standar antropometri anak adalah
kumpulan data tentang ukuran, proporsi, komposisi tubuh sebagai rujukan untuk
menilai status gizi dan tren pertumbuhan anak.

3. Status gizi
Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan
antara asupan zat gizi dari makanan dengan kebutuhan zat gizi yang
diperlukan untuk metabolisme tubuh. Setiap individu membutuhkan
asupan zat gizi yang berbeda antarindividu, hal ini tergantung pada usiaorang
tersebut, jenis kelamin, aktivitas tubuh dalam sehari, dan berat badan.
4
4. Early adiposity rebound
Early adiposity rebound, yaitu indeks massa tubuh (IMT) terendah yang
terjadi lebih dini dan cepat (<5 tahun).

5. Grafik Pertumbuhan
Alat utama untuk mengevaluasi pertumbuhan adalah grafik pertumbuhan.
Berat Badan menurut Umur (BB/U), tabel kenaikan berat badan (weight
increment), grafik Panjang/Tinggi Badan menurut Umur (PB/U atau TB/U), tabel
pertambahan panjang badan atau tinggi badan (length/height increment), dan
grafik Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) dengan mempertimbangkan
umur, jenis kelamin, dan hasil pengukuran berat badan dan panjang/tinggi badan
yang dilakukan secara akurat.

6. PKMK (Pangan olahan untuk Keperluan Medis Khusus)


Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus yang
selanjutnya disingkat PKMK adalah pangan olahan yang diproses atau
diformulasi secara khusus untuk manajemen medis yang dapat sekaligus sebagai
manajemen diet bagi Anak dengan penyakit tertentu.

7. PMBA
Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA) yaitu :
a. Melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD), memberikan ASI Eksklusif,
meberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) mulai usia 6 bulan dan
melanjutkan pemberian ASI hingga bayi berusia 2 tahun;
b. Memelihara kesehatan bayi dan anak

8. MP-ASI
Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) adalah makanan
atau minuman yang mengandung zat gizi yang diberikan pada bayi
atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain ASI

9. ASI Eksklusif
Air Susu Ibu Eksklusif yang selanjutnya disebut ASI
Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada Bayisejak dilahirkan selama 6
(enam) bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan
atau minuman lain.

5
10. Manajemen laktasi
Manajemen laktasi merupakan usaha atau cara yang dilakukan
untuk mencapai keberhasilan menyusui. Menguasai manajemen laktasi
merupakan hak dan kewajiban ibu dan calon ibu. Calon ibu dapat mempelajari
manajemen laktasi sebagai bagian dari usaha mempersiapkan persalinan dan
menyusui sehingga komplikasi dan hal-hal yang menghambat proses menyusui
dapat dicegah. Usaha ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu pada masa kehamilan
(antenatal), sewaktu ibu dalam persalinan sampai keluar rumah sakit (perinatal),
dan masa menyusui selanjutnya sampai anak berumur 2 tahun (postnatal).

11. Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak


Deteksi dini tumbuh kembang anak adalah kegiatan/pemeriksaan
untuk menemukan secara dini adanya penyimpangan tumbuh kembang pada
balita dan anak prasekolah. Dengan ditemukan secara dini
penyimpangan/masalah tumbuh kembang anak, maka intervensi akan lebih
mudah dilakukan, tenaga kesehatan juga mempunyai ”waktu” dalam membuat
rencana tindakan/intervensi yang tepat, terutama ketika harus melibatkan
ibu/keluarga. Bila penyimpangan terlambat diketahui, maka intervensinya akan
lebih sulit dan hal iniakan berpengaruh pada tumbuh kembang anak.

E. BATASAN OPERASIONAL
Batasan operasional penurunan prevalensi stunting dan wasting di RS
Rahman Rahim Kota Sidoarjo adalah pemberian pelayanan pada kasus stunting
dan wasting beserta pencegahannya sesuai standar kepada pasien di instalasi rawat
inap dan rawat jalan.

6
F. LANDASAN HUKUM
Adapun landasan hukum yang digunakan yaitu :
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 4 ayat
(1); Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
tentang kesehatan;
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan;
6. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan
Penurunan Stunting;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 29 Tahun 2019 tentang
Penanggulangan Masalah Gizi Bagi Anak Akibat Penyakit;

7
BAB II
STANDART SUMBER DAYA MANUSIA

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA


Dalam upaya mempersiapkan tim penurunan prevalensi stunting dan
wasting yang handal, perlu kiranya melakukan kegiatan menyediakan,
mempertahankan sumber daya manusia yang tepat bagi organisasi. Atas dasar
tersebut perlu adanya perencanaan SDM, yaitu proses mengantisipasi dan
menyiapkan perputaran orang ke dalam, di dalam dan ke luar organisasi.
Tujuannya adalah mendayagunakan sumber-sumber tersebut secara efektif
sehingga pada waktu yang tepat dapat disediakan sejumlah orang yang sesuai
dengan persyaratan jabatan.
Perencanaan bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan
kemampuan oganisasi dalam mencapai sasarannya melalui strategi
pengembangan kontribusi. Organisasi pelaksana program terdiri dari tenaga
kesehatan yang kompeten dari unsur :
1. Staf Medis
2. Staf Keperawatan
3. Staf Instalasi Farmasi
4. Staf Instalasi Gizi
5. Tim Tumbuh Kembang
6. Tim Humas Rumah Sakit
Adapun pola ketenagaan dan kualifikasi sumber daya manusia pada tim
penurunan prevalensi stunting dan wasting yaitu :
Tabel 2.1 Pola ketenagaan dan kualifikasi sumber daya manusia pada tim
penurunan prevalensi stunting dan wasting di RS Rahman Rahim.

No Nama Jabatan Pendidikan Sertifikasi Jumlah


1 Ketua tim Dokter Spesialis 1. 1
Anak

8
2 Sekretaris Dokter umum; - 1
Perawat
3 Anggota Dokter Spesialis - 1
tim Kedokteran Fisik
dan Rehabilitasi
Dokter Spesialis - 1
Mata
Dokter Spesialis - 1
Jantung

Dokter Spesialis - 1
Kandungan

Dokter Spesialis - 1
THT

Nutrisionis 1

Fisioterapis - 1

Perawat - 1

Apoteker - 1

Bidan - 1

Epidemiolog - 1
Kesehatan

9
BAB III
STANDART FASILITIAS
A. STANDAR MINIMAL PERALATAN
Kegiatan pelayanan penurunan prevalensi stunting dan wasting di rumah
sakit dapat berjalan dengan optimal bila didukung dengan standar fasilitas berupa
sarana dan prasarana yang memadai untuk melaksanakan pelayanan gizi rawat
jalan dan rawat inap. Dalam merencanakan sarana dan prasarana maka diperlukan
kesatuan pemikiran antara perencanaan dan pihak manajemen yang terkait.
Tabel 3.1 Sarana kerja di ruang rawat inap dan rawat jalan
NO SARANA KERJA KETERANGAN
1 Timbangan berat A
.
badan Metlin d
2
Infantomete a
.
r A
3
. Microtoise d
4 CPU a
.
Mouse A
5
Keyboard d
.
Monitor a
6
. Kalkulator A
7 Kipas d
.
angin a
8
APAR (Alat Pemadam Api A
.
Rendah ) Pesawat Telephone d
9
. File catatan a
1 Buku folio A
0
Lemari d
.
/cabinet Kursi a
1
1 kerja Meja A
.
Komputer d
1
Wastafel a
2
. Peralatan tulis A
1 d
3
a
.
A
1
4 d
.
a
10
A
1
5 d
.
a
1
A
6
. d
1 a
7
A
.
d
1
8 a
.
A
1
d
9
. a
A
d
a
A
d
a
A
d
a
A
d
a
A
d
a
A
d
a

11
BAB IV
KEMAMPUAN PELAYANAN

A. KRITERIA KATEGORI STUNTING DAN WASTING


Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi
kronis terutama pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Anak tergolong stunting
apabila panjang atau tinggi badan menurut umurnya (TB/U) lebih rendah dari standar
nasional yang berlaku (<-2 SD). Standar dimaksud terdapat pada buku Kesehatan Ibu
dan Anak (KIA) dan beberapa dokumen lainnya.
Wasting merupakan gabungan dari istilah kurus (wasted) dan sangat kurus
(severe wasted) yang didasarkan pada indeks Berat Badan menurut Panjang
Badan(BB/PB) atau Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) dengan ambang
batas (Z-score) <-2 SD.

B. PENENTUAN PASIEN RAWAT INAP DAN RAWAT JALAN


Pasien rujukan dari Puskesmas atau Faskes Tingkat Pertama di Poli Anak
akan dilakukan Assesment oleh Dokter Spesialis Anak. Penentuan pasien harus rawat
inap atau rawat jalan didasarkan pada advice Dokter Spesialis Anak.

C. PROSEDUR PELAYANAN PENURUNAN PREVALENSI STUNTING


DAN WASTING
Prosedur pelayanan penurunan prevalensi stunting dan wasting terlampir pada
SPO dengan judul :
1. Sop pemantuan pertumbuhan bayi dan balita dalam rangka penurunan
stunting dan wasting.

12
BAB V
TATA LAKSANA

A. PELAYANAN MALNUTRISI PADA RAWAT JALAN


1. Rumah Sakit sebagai pusat rujukan kasus stunting dan wasting
Salah satu kunci keberhasilan penurunan prevalensi stunting dan wasting yaitu
dengan melakukan diterapkannya sistem rujukan berjenjang dengan melibatkan kerja
sama antar fasilitas kesehatan. Penguatan sistem rujukan berjenjang, diawali dari
posyandu, puskesmas, hingga rumah sakit. Rujukan berjenjang dibarengi dengan aksi
penapisan (screening) dini dan tatalaksana yang tepat pada anak dengan kondisi yang
menjurus ke stunting, yaitu 'faltering growth,' gizi kurang dan buruk.
2. Intervensi Spesifik di Rumah Sakit
Kasus stunting dan wasting yang dirujuk di Poli Anak akan dilakukan
pengukuran BB, TB, dan lingkar kepala. Kemudian Dokter Spesialis Anak akan
melakukan assesmen dan menentukan apakah pasien perlu rawat inap atau rawat
jalan. Jika pasien memerlukan PKMK maka dokter spesialis anak akan membuat
resep PKMK. Pasien yang membutuhkan konsultasi dengan dokter spesialis lain akan
rujuk ke dokter spesialis tersebut. Pasien dengan stunting dan wasting di rawat jalan
diperlukan asuhan gizi dan konseling gizi terkait ASI Eksklusif dan atau Pemberian
Makan Bayi dan Anak (PMBA) yang lakukan oleh ahli gizi/dietisien.
a. Asuhan gizi rawat jalan adalah serangkaian proses kegiatan asuhan gizi yang
berkesinambungan dimulai dari assesmen/pengkajian, menetapkan diagnosis gizi,
melakukan intervensi gizi. Implementasi dari Intervensi Gizi pasien rawat jalan
adalah kegiatan konseling gizi/dietetik atau edukasi/penyuluhan gizi
b. Konseling gizi adalah serangkaian kegiatan sebagai proses komunikasi 2 (dua)
arah yang dilaksanakan oleh ahli gizi/dietisien untuk menanamkan dan
meningkatkan pengertian, sikap, dan perilaku klien/ pasien dalam mengenali dan
mengatasi masalah gizi melalui pengaturan makanan dan minuman.
Adapun tujuan dari konsultasi gizi yaitu :
a. Memberikan informasi mengenai pesan-pesan gizi dan informasi terkait pemberian
makan bayi dan anak (PMBA) kepada ibu/keluarga pasien sesuai dengan kondisi
dan kebiasan makan pasien.
b. Menanamkan dan meningkatkan pengetahuan, sikap serta perilaku sehat pada ibu/
keluarga pasien melalui nasihat gizi mengenai tujuan pengaturan makan, jumlah
asupan makanan yang sesuai, jenis diet yang tepat, jadwal makan, makanan yang
boleh dan dilarang serta cara makan yang sesuai dengan kondisi kesehatan.

13
Pelayanan konseling gizi dan dietetik di unit rawat jalan pada pasien adalah
sebagai berikut :
a. Perkenalkan identitas diri kepada pasien dengan menyebutkan nama dan
profesi.
b. Lakukan pencatatan data pasien dalam buku registrasi.
c. Lakukan assesmen gizi mulai dari pengukuran antropometri pada pasien,
anamnesa riwayat makan, membaca pemeriksaan laboratoriun dan fisik klinis
(bila ada), dari riwayat personal kemudian analisa semua data assesmen gizi.
d. Tetapkan diagnosis gizi.
e. Lakukan intervensi gizi berupa edukasi dan konseling gizi dengan langkah
menyiapkan dan mengisi leaflet sesuai penyakit dan kebutuhan gizi pasien.
f. Jelaskan tujuan diet, jadwal, jenis, jumlah bahan makanan sehari
menggunakan alat peraga food model dan leaflet.
g. Jelaskan tentang makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan, cara
pemasakan yang disesuaikan dengan pola makan dan keinginan serta
kemampuan pasien.
h. Tanyakan kepada pasien tentang hal hal yang belum jelas mengenai dietnya
dan apabila ada yang ditanyakan maka petugas gizi akan menerangkan
sampai pasien mengerti.
i. Lakukan evaluasi kepada pasien untuk mengetahui apakah pasien sudah
memahami dietnya.
j. Tutup konsultasi dengan ucapan terima kasih telah berkunjung ke poli
konsultasi rawat jalan dan ingatkan pasien untuk berkunjung ulang pada bulan
depan.
k. Lakukan pencatatan hasil konseling gizi dan dimasukkan ke dalam rekam
medik pasien atau diarsipkan di ruang konseling
3. Tatalaksana Gizi Buruk pada Rawat Jalan
Tindakan pengobatan dan perawatan anak gizi buruk dikenal dengan 10
(sepuluh) langkah Tata Laksana Anak Gizi Buruk, namun dalam penerapannya sesuai
dengan fase dan langkah seperti Bagan 5.1. di bawah ini, tetapi beberapa langkah
dapat dilakukan dalam waktu yang bersamaan, tergantung dari kondisi klinis yang
ditemukan.

14
Bagan 5.1. Sepuluh Langkah Tata Laksana Gizi Buruk di Layanan Rawat Jalan
1. Langkah 1: Mencegah dan mengatasi hipoglikemia
Semua balita gizi buruk berisiko mengalami hipoglikemia (kadar gula darah <
3 mmol/L atau < 54 mg/dL). Jika fasilitas setempat tidak memungkinkan untuk
memeriksa kadar gula darah, maka semua anak gizi buruk dianggap menderita
hipoglikemia dan segera ditangani dengan memberikan 50 ml larutan glukosa 10%
(1 sendok teh munjung gula pasir dalam 50 ml air) secara oral.
2. Langkah 2: Mencegah dan mengatasi hipotermia
Hipotermia (suhu aksilar kurang dari 36°C) sering ditemukan pada balita gizi
buruk dan jika ditemukan bersama hipoglikemia menandakan adanya infeksi berat.
Cadangan energi anak gizi buruk sangat terbatas, sehingga tidak mampu
memproduksi panas untuk mempertahankan suhu tubuh. Cara mencegah dan
mengatasi hipotermia dengan menghangatkan tubuh balita dengan menutup
seluruh tubuh, termasuk kepala, dengan pakaian dan selimut.
3. Langkah 3: Mencegah dan mengatasi dehidrasi
Diagnosis dan derajat dehidrasi pada balita gizi buruk sulit ditegakkan secara
akurat dengan tanda/ gejala klinis saja. Semua balita gizi buruk dengan diare/
penurunan jumlah urine dianggap mengalami dehidrasi. Pada dehidrasi ringan/
sedang, tetap upayakan memberikan terapi rehidrasi oral. Apabila tidak mungkin
secara oral, cairan diberikan melalui pipa nasogastrik sampai anak bisa minum.
Gunakan larutan oralit standar yang telah dimodifikasi dengan mengurangi

15
Natrium dan menambah Kalium yang lebih dikenal dengan Rehydration Solution
for Malnutrition (ReSoMal).
Cara mencegah dan mengatasi dehidrasi:
Beri ReSoMal yang terbuat dari oralit yang diencerkan, gula pasir, larutan
elektrolit/ mineral mix dan air.
a. Oralit
Pemberian oralit pada anak gizi buruk harus diencerkan 2 (dua) kali agar
kadar Natrium menjadi lebih rendah untuk menghindari terjadi retensi air, edema
dan gagal jantung.
b. Gula
Gula diberikan untuk menambah energi dan mencegah hipoglikemia.
c. Larutan elektrolit/ mineral mix
Diberikan untuk mengatasi gangguan keseimbangan elektrolit dan mineral
seperti Kalium, Magnesium, Cuprum dan Zinc. Apabila anak diare, berikan
ReSoMal setiap kali diare.
a. Untuk anak usia < 2 tahun: 50-100 ml setiap kali diare.
b. Untuk ≥ 2 tahun: 100-200 ml setiap kali buang air
besar. Tabel 5.1. Cara Pembatan ReSoMal

4. Langkah 4: Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit


Pada anak gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan
mineral. Untuk mengatasi gangguan keseimbangan elektrolit tersebut, diberikan
mineral mix yang ditambahkan kedalam formula WHO (Formula 75, Formula 100)
dan ReSoMal. Tubuh anak gizi buruk relatif mengandung kadar Natrium lebih tinggi
dan Kalium lebih rendah dibandingkan anak normal. Karena itu, pemberian cairan
tidak boleh yang mengandung kadar Natrium tinggi dan anak harus mendapat
tambahan Kalium
Tata laksana:
a. Untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan Kalium, yang sudah terkandung di
dalam larutan mineral mix yang ditambahkan ke dalam F75, F100 atau ReSoMal
b. Gunakan larutan ReSoMal untuk rehidrasi

16
5. Langkah 5: Mengobati infeksi
Balita gizi buruk seringkali menderita berbagai jenis infeksi, namun sering
tidak ditemukan tanda/ gejala infeksi bakteri, seperti demam. Karena itu, semua balita
gizi buruk dianggap menderita infeksi pada saat datang ke fasilitas kesehatan dan
segera diberi antibiotik. Hipoglikemia dan hipotermia seringkali merupakan tanda
infeksi berat.
Tata laksana:
a. Berikan kepada semua balita gizi buruk antibiotika dengan spektrum luas. Bila
balita sebelumnya di rawat inap, maka pemberian antibiotika merupakan lanjutan dari
pengobatan sebelumnya di rawat inap.
b. Imunisasi campak jika balita berusia ≥ 6 bulan dan belum pernah diimunisasi atau
mendapatkan imunisasi campak sebelum usia 9 bulan. Imunisasi ditunda bila balita
dalam keadaan syok. Imunisasi termasuk imunisasi campak pada balita gizi buruk
diberikan sebelum anak pulang dari tempat perawatan (fase rehabilitasi).
Pilihan antibiotika berspektrum luas
a. Beri Amoksisilin (15 mg/kgBB per oral setiap 8 jam) selama 5 hari. Untuk bayi
dengan berat badan < 3 kg, dosis Amoksisilin 15 mg/kgBB per oral setiap 12 jam
selama 5 hari.
b. Berikan terapi untuk penyakit infeksi sesuai dengan standar terapi yang
berlaku, seperti TB, HIV
6. Langkah 6: Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro
Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral. Meskipun
sering ditemukan anemia, zat besi tidak boleh diberikan pada fase awal (fase
stabilisasi dan transisi), zat besi baru diberikan setelah anak mempunyai nafsu makan
yang baik dan mulai bertambah berat badannya (biasanya pada minggu kedua, mulai
fase rehabilitasi). Zat besi dapat memperberat infeksi bila diberikan terlalu dini.
Pemberian zat gizi mikro sama dengan penjelasan sebelumnya. Bila balita gizi buruk
mendapat RUTF (dengan komposisi sesuai dengan rekomendasi WHO), maka tidak
perlu diberikan suplementasi zat gizi mikro lagi, kecuali ditemukan tanda klinis
kekurangan vitamin A pada mata dan/ atau ada riwayat menderita campak dalam 3
bulan terakhir, maka balita diberi suplementasi vitamin A dosis tinggi sesuai umur.
7. Langkah 7: Memberikan makanan untuk fase stabilisasi dan
transisi Diberikan untuk anak gizi buruk di layanan rawat
inap.
8. Langkah 8: Memberikan makanan untuk tumbuh kejar
Pada fase rehabilitasi terjadi replesi (pemulihan) jaringan tubuh sehingga
diperlukan energi dan protein yang cukup, diberikan energi 150-220 kkal/kgBB/hari,
17
protein 4-6 g/kgBB/hari. Terapi gizi yang diberikan dapat berupa F100 atau RUTF

18
yang secara bertahap ditambah makanan padat gizi.
9. Langkah 9: Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang
Pada anak gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental dan
perilaku. Keterlibatan keluarga terutama ibu sangat diperlukan dalam memberikan
stimulasi untuk tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, perlu diberikan petunjuk
kepada orang tua dan keluarga untuk memberikan stimulasi perkembangan anak
dengan penuh kasih sayang, sambil bermain, bernyanyi dan menciptakan suasana
yang menyenangkan. Stimulasi diberikan secara bertahap dan berkelanjutan sesuai
umur anak terhadap empat aspek kemampuan dasar anak yaitu kemampuan gerak
kasar, kemampuan gerak halus, kemampuan bicara dan bahasa serta kemampuan
sosialisasi dan kemandirian. Stimulasi terstruktur dilakukan secara intensif
setiap hari selama 15-30 menit.
10. Langkah 10: Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah
Persiapan untuk tindak lanjut di rumah dapat dilakukan sejak anak dirawat
inap, misalnya melibatkan ibu dalam kegiatan merawat anaknya. Kriteria sembuh dari
gizi buruk apabila BB/TB atau BB/PB > -2 SD dan/ atau LiLA ≥ 12,5 cm dan tidak
ada pitting edema bilateral. Bila balita keluar dari layanan rawat inap setelah sembuh
(sesuai kriteria diatas) maka anjurkan untuk kontrol teratur setelah pulang,
1x/minggu pada bulan pertama, 1x/2 minggu pada bulan kedua, selanjutnya 1x/bulan
sampai 6 bulan atau lebih. Selain itu, dianjurkan juga untuk melengkapi imunisasi
dasar ataupun ulangan sesuai program PPI (Program Pengembangan Imunisasi).

19
BAB VI
PENUTUP

Pedoman pelayanan malnutrisi ini di susun dalam rangka memberikan acuan


bagi kegiatan penurunan prevalensi stunting dan wasting di RS Rahman Rahim Kota
Sidoarjo dalam menyelenggarakan pelayanan yang bermutu, aman, efekrtif dan
efesien dengan mengutamakan keselamatan pasien.
Buku ini mempunyai peranan yang penting sebagai pedoman, sehingga
bermutu pelayanan yang di berikan kepada pasien terus meningkat.
Penyusunan pedoman pelayanan malnutrisi adalah suatu langkah awal
kesuatu proses yang panjang, sehingga memerlukan dukungan dan kerjasama dari
berbagi pihak dalam penerapannya untuk mencapai tujuan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI. 2020. Buku Saku : Pencegahan dan Tatalaksana Gizi Buruk pada
Balita di Layanan Rawat Jalan bagi Tenaga Kesehatan

Par’i, Holil.M. 2017. Penilaian Status Gizi : Dilengkapi Proses


Asuhan Gizi Terstandar. Jakarta : EGC

21

Anda mungkin juga menyukai