Anda di halaman 1dari 6

SKENARIO 1 : NYERI SELURUH LAPANG PERUT

Nyonya S, 65 tahun datang ke IGD dengan keluhan nyeri seluruh lapang perut sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit, nyeri semakin bertambah. Perut semakin membesar seperti
kembung dan terasa panas sehingga mempengaruhi saat bernafas seperti sesak. BAB dan BAK
sedikit.

Awal mulanya nyeri muncul di ulu hati sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri tidak
dipengaruhi oleh aktivitas, pasien mengaku jika makan maka nyeri bertambah semakin seperti
ditusuk-tusuk, ulu hati terasa sebah disertai mual, sehingga kadang muncul keringat dingin
hingga basah.

Sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengaku jatuh di kamar mandi, terasa nyeri
dan tidak bisa berjalan karena kaki kiri bengkak. Pasien meminum obat yang dibeli sendiri
diwarung untuk menghilangkan rasa sakit selama satu minggu, namun tidak sembuh, kemudian
berobat ke puskesmas diberi anti nyeri.

Pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi dan kadar kolesterol tinggi, DM (+) namun minum
obat tak teratur. Keadaan saat datang gelisah, TD:100/50 mmhg, HR:120x/mnt irreguler;
RR:35x/mnt tampak napas; t:37.9C axiler dan 38.5 derajat C rectal. Kepala dalam batas normal.
Conjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-). Thorax statis dinamis simetris. Pemeriksaan
jantung ictus cordis teraba di SIC VI Linea axillaris anterior, bunyi jantung I dan II abnormal,
murmur (+), gallop (-), friction rub (-). Pemeriksaan paru, wheezing kedua lapangan paru ronkhi
paru kanan tengah bawah. Pemeriksaan abdomen didapatkan defans muskular(+) punctum
maximum epigastrium. Extremitas bawah edema tungkai kiri.

STEP 1 – TERMINOLOGI

1. Ulu hati: bagian dari regio abdomen, tepatnya di epigastrium. Epigastrium dibatasi oleh
proc. Xiphoideus, arcus costae, linea midclavicularis dextra dan sinistra, dan linea
subcostalis. Di epigastrium, terdapat beberapa viscera abdomen seperti hepar, gaster, dan
duodenum pars superior.
2. Ictus cordis: area dinding dada anterior di mana terlihat atau teraba impuls jantung yang
paling jelas. Iktus kordis merupakan proyeksi denyut ventrikel kiri di dinding dada
anterior, terletak di SIC V kiri, 7-9 cm di lateral linea midsternalis, dengan diameter
kurang lebih 1-2,5 cm.
3. Linea axillaris anterior: garis khayal longitudinal yang bersinggungan dengan tepi lateral
dari m. pectoralis major.
4. Murmur: atau bising jantung adalah munculnya suara lain (bising) pada jantung, dapat
berupa suara tiupan, dengungan, maupun parau ketika jantung berdetak. Suara ini
disebabkan oleh turbulensi aliran darah. Bising jantung terbagi menjadi 2 jenis, yakni
bising jantung normal (innocent) dan bising jantung abnormal. Bising jantung normal
pada umumnya terjadi pada bayi atau anak-anak. Namun bising jantung jenis ini tidak
berbahaya karena fisiologi jantung manusia pada usia tersebut belum sempurna sehingga
dimungkinkan terdeteksinya suara lain selain suara detak normal. Bising jantung
abnormal merupakan kelainan pada jantung dan dapat terjadi pada berbagai rentang usia.
Bising jantung pada umumnya disebabkan oleh fungsi katup jantung yang tidak
sempurna. Pada katup yang mengalami stenosis akan terjadi penyempitan mulut katup
sehingga mengganggu aliran darah dan menimbulkan bunyi bising yang khas sewaktu
dilewati darah. Demikian juga pada katup yang tidak dapat menutup sepenuhnya, akan
terjadi regurgitasi (aliran balik) darah dan menimbulkan bising regurgitasi.
5. Gallop: bunyi jantung abnormal yang menyerupai derap langkah kuda
6. Defans muskular: refleks dari otot-otot abdomen untuk berkontraksi terhadap tekanan
mekanik pada abdomen yang berfungsi sebagai mekanisme perlindungan.

STEP 2 – RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik?


2. Apa hubungan obat anti nyeri yang dikonsumsi pasien dengan gejala yang muncul?
3. Mengapa nyeri yang awalnya muncul di ulu hati berubah menjadi nyeri di seluruh
lapangan perut?
4. Mengapa perut membesar seperti kembung dan terasa panas?
5. Mengapa pasien terasa sesak dan mengalami peningkatan laju napas (RR)?
6. Apa hubungan tekanan darah tinggi, kadar kolesterol tinggi, dan DM dengan kondisi
pasien saat ini?
7. Pada skenario pasien memiliki tekanan darah tinggi. Namun pada pemeriksaan TTV,
tekanan darah pasien rendah. Mengapa hal ini bisa terjadi?
8. Mengapa pasien mengalami BAB dan BAK sedikit?
9. Mengapa bisa terjadi defans muskular?

STEP 3 – BRAINSTORMING

1. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik?

- TD 100/50 mmHg  Hipotensi (diastolik < 60)


- HR 120/menit irreguler  Takikardia (lansia N 60-70)
- RR 35/menit tampak sesak  Takipnea (N 20, lansia 14-16)
- T 37,9 °C aksiler = subfebris (37 – 38 °C); T 38,5 °C rektal = febris (>38,1 °C) 
Ketidakseimbangan hemodinamik, tidak menutup kemungkinan adanya sepsis
- Ictus cordis jantung teraba di SIC VI linea aksilaris anterior  Kardiomegali (N
SIC V linea midclavicularis sinistra)
- Bunyi jantung 1 dan 2 abnormal
- Murmur  Adanya kelainan pada katup jantung
- Wheezing kedua lapang paru  Penyempitan saluran napas distal
- Ronkhi paru kanan  Pemyumbatan jalan napas oleh cairan
- Defans muskular  Peritonitis
- Edema tungkai kiri  Kelainan pembuluh darah perifer
2. Apa hubungan obat anti nyeri yang dikonsumsi pasien dengan gejala yang muncul?
 Obat anti nyeri seperti NSAID, khususnya yang non-selektif dalam menghambat
enzim cyclooxygenase (COX)-2, dapat menurunkan kadar prostaglandin mukosa
lambung sehingga meningkatkan risiko iritasi oleh asam lambung. Jika tidak
segera ditangani, ia dapat berlanjut menjadi peptic ulcer disease.
 Prostaglandin menghambat sekresi asam lambung, menstimulasi pembentukan
mukus (yang merupakan lapisan protektif mukosa lambung terhadap asam
lambung) dan ion bikarbonat.
3. Mengapa nyeri yang awalnya muncul di ulu hati berubah menjadi nyeri di seluruh
lapangan perut?
 Nyeri ulu hati kemungkinan disebabkan oleh ulkus peptikum yang berhubungan
dengan konsumsi obat anti nyeri oleh pasien sebelumnya. Ulkus peptikum terjadi
akibat rusaknya mukosa gaster. Kerusakan jaringan ini merupakan stimulus utama
nyeri visceral. Nyeri visceral dihantarkan oleh serabut afferen visceral umum
melalui saraf simpatis. Gaster merupakan salah satu bagian dari preenteron
(foregut), yang diinervasi oleh saraf simpatis yang berasal dari T6-T9. Tubuh kita
tidak dapat melokalisasi nyeri yang terjadi pada organ viscera secara tepat. Tetapi,
tubuh kita mempersepsikan nyeri tersebut pada dermatom medulla spinalis yang
menginnervasi organ tersebut. Oleh karena itu, nyeri dirasakan di ulu hati.
 Ulkus peptikum yang tidak ditangani dapat berkembang menjadi perforasi gaster.
Jika perforasi gaster terjadi, maka asam lambung akan keluar dari rongga gaster
dan mengiritasi peritoneum parietale. Peritoneum parietale diinnervasi oleh saraf
afferen somatik umum yang kaya akan free nerve ending. Sehingga nyeri bersifat
tajam dan dirasakan di tempat yang patologis. Apabila iritasi terjadi di seluruh
bagian dari peritoneum parietale, maka nyeri akan dirasakan di seluruh bagian
dari perut.
4. Mengapa perut membesar seperti kembung dan terasa panas?
 Perut yang membesar disebabkan oleh pneumoperitoneum, yaitu masuknya udara
ke rongga peritoneum akibat perforasi saluran cerna. Di kasus ini, pasien
mengalami perforasi gaster. Sehingga menyebab pneumoperitoneum yang masif
karena gaster merupakan salah satu organ holoviscus yang selalu terisi udara.
 Perut terasa panas karena terjadi iritasi peritoneum yang menyebabkan inflamasi.
Inflamasi menyebabkan vasodilatasi sehingga darah terkumpul pada kapiler
peritoneum. Hal ini menyebabkan perut yang terasa panas.
5. Mengapa pasien terasa sesak dan mengalami peningkatan laju napas (RR)?
 Normalnya, manusia bernapas dengan pola napas thoracoabdominal. Pada pasien,
terjadinya pneumoperitoneum menghambat gerakan diaphragma. Selain itu, nyeri
yang disebabkan oleh peritonitis membuat dinding abdomen nyeri ketika
digerakkan. Sehingga mengurangi gerakan abdomen. Hal ini mengakibatkan
pasien beralih bernapas dengan pola napas thoracal. Pola napas ini menyebabkan
ekspansi paru yang berkurang sehingga laju napas harus ditingkatkan untuk
memenuhi kebutuhan oksigen.
 Selain itu, nyeri merangsang saraf simpatis sehingga terjadi peningkatan RR.
6. Apa hubungan tekanan darah tinggi, kadar kolesterol tinggi, dan DM dengan kondisi
pasien saat ini?
 Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah.
Selain itu, kadar kolesterol yang tinggi meningkatkan risiko terbentuknya
atherosklerosis yang dapat menghambat aliran darah. Selain itu, kadar insulin
yang tinggi pada pasien DM dapat merangsang penebalan pembuluh darah besar
maupun kecil (angiopati) yang dapat menghambat aliran darah. Kombinasi dari
kondisi-kondisi tersebut mempengaruhi perfusi darah ke jaringan. Hal ini
menghambat regenerasi jaringan jika terjadi jejas.
 Dalam kasus ini, ulkus peptikum yang dialami pasien sulit sembuh. Sehingga
dapat berpotensi menjadi perforasi.
7. Pada skenario pasien memiliki tekanan darah tinggi. Namun pada pemeriksaan TTV,
tekanan darah pasien rendah. Mengapa hal ini bisa terjadi?
 Salah satu manifestasi sistemik dari peritonitis generalisata adalah sepsis yang
dapat diduga dari pemenuhan setidaknya 2 dari kriteria quick sequential organ
failure assessment (qSOFA) pada pasien ini: penurunan kesadaran, takipnea (laju
pernapasan ≥22x/menit), dan tekanan sistolik ≤100 mmHg. Selain itu, usia tua
pada pasien ini merupakan faktor risiko terjadinya sepsis. Pelepasan mediator pro-
inflamatorik secara sistemik menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan
permeabilitas kapiler di seluruh tubuh pasien. Hal ini mengakibatkan
berkurangnya volume darah dan penurunan resistensi vaskuler, sehingga
terjadilah hipotensi.
8. Mengapa pasien mengalami BAB dan BAK sedikit?
 BAK dapat berkurang akibat pasien mengalami sepsis. Pada sepsis, terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler di seluruh tubuh pasien. Hal ini mengakibatkan
berkurangnya volume darah dan mengurangi perfusi darah ke ginjal.
 Peritonitis generalisata dapat menyebabkan ileus paralitik, yaitu paralisis saluran
pencernaan akibat pelepasan mediator antiperistaltik dalam kondisi inflamasi.
Paralisis menghambat pengeluaran BAB.
9. Mengapa bisa terjadi defans muskular?
 Defans muskular merupakan salah satu tanda-tanda dari peritonitis. Salah satu
tanda inflamasi adalah munculnya nyeri. Palpasi yang dilakukan oleh pemeriksa
pada bagian perut akan meningkatkan sensasi nyeri tersebut. Sebagai mekanisme
untuk menghindari sensasi nyeri, maka tubuh merespon dengan
mengkontraksikan otot dinding abdomen.

STEP 5 – SASARAN BELAJAR

1. Mampu menjelaskan aspek anamnesis pada pasien dengan nyeri perut, sesak, dan
gangguan kesadaran pada usia lanjut.
2. Mampu menjelaskan dan menganalisis hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan.
3. Mampu mengusulkan pemeriksaan penunjang yang rasional untuk pasien tersebut dan
tujuan pemeriksaan serta interpretasinya (X-foto toraks, X-foto abdomen 3 posisi, USG
Doppler tungkai, EKG, laboratorium darah rutin, enzim jantung, gula darah I/II, HbA 1c,
profil lipid, fungsi hati, studi koagulasi, BGA).
4. Mampu menegakkan diagnosis diferensial pada pasien tersebut.
5. Mampu menegakkan diagnosis sementara pada kasus tersebut.
6. Mampu merencanakan penatalaksaan awal kegawatan bedah dan medikamentosa.
7. Mampu melakukan edukasi.

Anda mungkin juga menyukai