Anda di halaman 1dari 37

Skenario A

Tn. Parto, 29 tahun, datang ke IGD Rumah sakit dengan keluhan nyeri perut sebelah kiri yang
semakin hebat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat perjalanan penyakit: sejak ± 3 hari sebelum masuk rumah sakit, Tn. Paarto
mengeluh nyeri pinggang kiri yang hilang timbul tapi masih bisa beraktivitas seperti biasa.
Sejak 1 hari ini nyeri pinggang bertambah lebar menjalar ke perut sehingga mengganggu
aktivitas. Tn.Parto juga mengalami demam, menggigil, mual, dan muntah. BAK seperti biasa.

Pemeriksaan Fisik:
Status generalis: tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis
Tanda vital: TD: 120/70 mmHg, RR: 20x/menit, Nadi: 84x/menit, suhu:39oC
Pemeriksaan spesifik:
Abdomen: hati dan limpa tidak teraba, nyeri ketok costovertebra

Pemeriksaan penunjang:
Darah rutin: Hb: 12,7 mg/dl, leukosit: 15.000/mm3
Urin rutin: sel epitel: (++), leukosit: 8-10/LPB, eritrosit: 4-5, protein: (+), nitrit (+)

I. Klarifikasi Istilah

1 Nyeri ketok costovertebra = nyeri ketok pada bagian iga dan


. vertebra (mengindikasikan
pielonefritis)
2 Nitrit = Tiap garam atau ester asam
. nitrat; tes nitrit positif biasanya
mengindikasikan ISK
3 Demam = peningkatan temperature tubuh
. di atas normal
4 Menggigil = mekanisme kompensasi tubuh
. terhadap panas

II. Identifikasi Masalah

1
1. Tn. Parto, 29 tahun, datang ke IGD Rumah sakit dengan keluhan nyeri perut
sebelah kiri yang semakin hebat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. (Chief
complain)
2. Riwayat perjalanan penyakit: sejak ± 3 hari sebelum masuk rumah sakit, Tn.
Parto mengeluh nyeri pinggang kiri yang hilang timbul tapi masih bisa
beraktivitas seperti biasa.
3. Sejak 1 hari ini nyeri pinggang bertambah lebar menjalar ke perut sehingga
mengganggu aktivitas. Tn.Parto juga mengalami demam, menggigil, mual, dan
muntah. BAK seperti biasa.
4. Pemeriksaan Fisik (MainProblem):
Status generalis: tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis
Tanda vital: TD: 120/70 mmHg, RR: 20x/menit, Nadi: 84x/menit, suhu:39oC
Pemeriksaan spesifik:
Abdomen: hati dan limpa tidak teraba, nyeri ketok costovertebra
5. Pemeriksaan penunjang:
Darah rutin: Hb: 12,7 mg/dl, leukosit: 15.000/mm3
Urin rutin: sel epitel: (++), leukosit: 8-10/LPB, eritrosit: 4-5, protein: (+), nitrit (+)

III. Analisis Masalah


1. Tn. Parto, 29 tahun, datang ke IGD Rumah sakit dengan keluhan nyeri perut
sebelah kiri yang semakin hebat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. (chief
complain)
a. Apa saja faktor risiko dari kasus ini?
 Panjang urethra
 Faktor usia
 Wanita hamil
 Faktor hormonal seperti menopause
 Gangguan pada anatomi dan fisiologis urin
 Penderita diabetes, orang yng menderita cedera korda
spinalis/menggunakan kateterdapat mengalami pningkatan resiko infeksi

b. Apa saja faktor predisposisi kasus ini?


 Bendungan aliran urin
2
- anomali kongenital
- Batu saluran kemih
- Oklusi ureter (sebagian atau total)
 Refluks vesikoureter
 Urin sisa dalam buli-buli karena
- Neurogenic bladder
- Striktur uretra
- Hipertrofi prostat
 Gangguan metabolik
- Hiperkalsemia
- Hipokalemia
- Agamaglobulinemia
 Instrumentasi
- Kateter
- Dilatasi uretra
- Sistokopi
 Kehamilan
- Faktor stasis dan bendungan
- PH
 Hubungan seksual

c. Apa penyebab nyeri perut dan pinggang sebelah kiri pada kasus? (etiologi)
Beberapa penyakit berikut adalah kemungkinan gangguan yang ditandai oleh
nyeri atau sakit perut di bagian kiri atas, antara lain:
1. Jantung: Angina, infark miokard, pericarditis (radang di lapiasan otot
terluar atau ‘pembungkus’ jantung).
2. Lambung: Esophagitis, gastritis, peptic ulcer (tukak lambung).
3. Pankreas: Massa, pankreatitis (radang pankreas)
4. Ginjal: Nephrolitiasis, pyelonephritis
5. Pembuluh darah: Aortic dissection (pemisahan lapisan di dalam pembuluh
aorta), mesenteric ischemia (kumpulan gejala atau sindrom dimana terjadi
kekurangan aliran darah melalui pembuluh darah mesenteric menyebabkan
terjadinya iskemia dan gangren pada dinding usus).

3
Kiri bagian atas bisa karena Kolik renal atau gangguan nyeri disebabkan
gangguan ginjal: nyeri kolik pada sudut tertentu bagian ginjal, yang nyeri bila
ditekan, menjalar ke panggul. Khasnya  pasien tidak dapat menemukan posisi
yang dapat mengurangi nyeri. Namun pada kolik ginjal dapat juga terjadi di
bagian sebelah kiri. Nyeri ulkus peptic nyeri bersifat tumpul, nyeri terbakar
(burning) di epigastrium. Khasnya episode malam, membangunkan pasien
dari tidur. Diperparah oleh makan dan kadang kadanga dikurangi dengan
minum susu atau antasida.

d. Organ apa saja yang terdapat pada regio perut sebelah kiri?

Ada beberapa cara untuk menentukan permukaan dinding perut dalam


beberapa regional

1.  Dalam bentuk kuadran

Dalam bentuk kuadran merupakan bentuk garis besar dan sederhana.


Penentuan kuadran ini dengan menarik garis (horizontal dan vertikal) melalui
umbilikus. Dengan cara ini dinding abdomen terbagi atas 4 daerah yang
sering disebut :
1. Kuadran kanan atas
2. Kuadran kiri atas
3. Kuadran kanan bawah
4. Kuadran kiri bawah

4
gambar 2. Kuadran Abdominalis

Kepentingan pembagian ini yaitu untuk menyederhakan penulisan laporan,


misalnya untuk kepentingan konsultasi atau pemeriksaan kelainan yang
mencakup daerah yang cukup jelas.

Berikut gambaran secara besar tentang organ yang terdapat pada kuadran-kuadran.
Kuadran Kanan Atas Kuadran Kiri Atas
Hati, kantung empedu, paru, esofagus Hati, jantung, esofagus, paru, pankreas,
limfa, lambung
Kuadran Kanan Bawah Kuadran Kiri Bawah
Usus 12 jari (duo denum), usus besar, usus Anus, rektum, testis, ginjal, usus kecil,
kecil, kandung kemih, rektum, testis, anus usus besar
tabel 1. Gambaran Organ dalam Kuadran

2. Dalam bentuk regio

Regio digunakan untuk pemeriksaan yang lebih rinci atau lebih spesifik,
yaitu dengan menarik dua garis sejajar dengan garis median dan garis
transversal yang menghubungkan dua titik paling bawah dari arkus kosta dan
satu lagi yang menghubungkan kedua spina iliaka anterior superior (SIAS).

Bedasarkan pembagian yang lebih rinci tersebut permukaan depan abdomen


terbagi menjadi 9 regio:

5
Kepentingan pembagian ini, yaitu bila kita meminta pasien untuk
menunjukan dengan tepat lokasi rasa nyeri serta melakukan deskripsi
perjalanan rasa nyeri tersebut. Dalam hal ini sangat penting untuk membuat
peta lokasi rasa nyeri beserta perjalanannya, sebab sudah diketahui
karakteristik dan lokasi nyeri akibat kelainan masing-masing organ intra
abdominal berdasarkan hubungan persarafan viseral dan somatik.

e. Bagaimana mekanisme nyeri perut sebelah kiri?

Infeksi  akumulasi sel-sel radang  perenggangan lumen dan spasme otot


 meningkatkan kadar prostaglandin  menuju ke ujung-ujung serabut
saraf aferen  menuju ke saraf pusat  nyeri visera dialihkan ke dermatom
yang dipersyarafi oleh saraf spinalis yaitu, T10-12

f. Bagaimana progresivitas nyeri perut sebelah kiri yang semakin hebat?

 Serabut saraf yang berasal dari visceral dan dermatom naik dalam susunan
saraf pusat sepanjang jaras yang umum digunakan bersama dan cortex
cerebri tidak mampu membedakan lokasi asal serabut tersebut.
 Viscera tidak dapat menimbulkan stimulus nyeri, sedangkan daerah kulit
secara berulang menerima stimulus nyeri dalam normal. Oleh karena

6
kedua serabut aferen masuk ke medulla spinalis melalui segmen yang
sama, otak menginterpretasikan informasi tersebut sebagai stimulus yang
datang dari kulit dibandingkan dari visceral.

2. Riwayat perjalanan penyakit: sejak ± 3 hari sebelum masuk rumah sakit, Tn.
Parto mengeluh nyeri pinggang kiri yang hilang timbul tapi masih bisa
beraktivitas seperti biasa.
a. Mengapa nyeri pinggang kiri hilang timbul?
Nyeri kolik renal biasanya disebabkan oleh pelebaran, peregangan, dan
spasme yang disebabkan oleh obstruksi ureter. Obstruksi dapat menyebabkan
terjadinya stasis urin yang merupakan medium bagi bakteri untuk
berkembang biak dan menggangu aliran darah intarenal. Obstruksi ini dapat
ekstrinsik maupun intriksik. Obstruksi ekstrinsik dapat berupa konstipasi
kronik (biasanya pada anak), pembengkakan prostat (hipertrofi, infeksi,
kanker), dan masaa retroperitoneal. Obstruksi intrinsic dapat berupa obstruksi
kandung kemih, sitokel, fungus ball, nekrosis papiler, striktur, dan batu
saluran kemih.
Ketika bakteri mencapai ureter, invasi bakteri dapat menyebabkan iritasi
mukosa yang menyebabkan terjadinya proses peradangan sehingga timbulah
rasa nyeri. Nyeri ini dipengaruhi oleh aktivasi kemoreseptor dan peregangan
ujung saraf bebas pada bagian submukosa yang ditimbulkan oleh spasme otot,
meningkatnya peristaltic proksimal, inflamasi, iritasi, dan edema pada bagian
ini sehingga nyeri yang dirasakan Tn. Parto tiga hari sebelum masuk rumah
sakit bersifat hilang timbul.

Satu hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri yang dirasakan semakin hebat
dimungkinkan karena invasi bakteri sudah mencapai parenkim ginjal. Ginjal
Tn. Parto membesar karena adanya kumpulan infiltrate leukosit sehingga
terjadi peregangan kapsul ginjal atau spasme otot polos pada bagian pelvis
ginjal dan pada akhirnya menimbulkan nyeri. Nyeri ini biasanya menyebar
sampai ke bagian bawah abdomen. Serabut saraf aferen melewati plexus renal
sekitar arteri renalis dan naik ke korda spinalis melalui nervus splanchnicus
terendah pada toraks dan trunkus simpatikus. Serabut-serabut saraf ini

7
kemudian masuk ke korda spinalis pada T12. Nyeri ini biasanya menyebar di
sepanjang distribusi saraf subkostal T12, yaitu di bagian flank dan bagian
depan dinding abdomen.

3. Sejak 1 hari ini nyeri pinggang bertambah lebar menjalar ke perut sehingga
mengganggu aktivitas. Tn.Parto juga mengalami demam, menggigil, mual, dan
muntah. BAK seperti biasa.
a. Mengapa nyeri pinggang dapat menjalar ke perut dan jelaskan
mekanismenya?

Ginjal diinervasi oleh plexus sympathicus renalis. Serabut-serabut aferen


yang berjalan melalui plexus renalis masuk medula spinalis melalui nervus
T10, T11, dan T12. Ureter dipersarafi oleh plexus rebalis, testicularis, dan
plexus hypogastricus. Serabut aferen masuk medula spenalis melalui nervus
L1 dan L2.

8
b. Bagaimana mekanisme demam terkait kasus?

Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama
pirogen. Pirogen terbagi dua yaitu pirogen eksogen adalah pirogen yang
berasal dari luar tubuh pasien. Contoh dari pirogen eksogen adalah produk
mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme seutuhnya.
Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit,
limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator
inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan
zat kimiayang dikenal dengan pirogen endogen(IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN).
Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium
hipotalamus untuk membentuk prostaglandin (Dinarello & Gelfand, 2005).
Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan
termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap
suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini memicu
mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil,
vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti memakai selimut.
Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas dan penurunan
pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik
ke patokan yang baru tersebut (Sherwood, 2001).

c. Bagaimana mekanisme mual terkait kasus?

Nausea (mual) sering mendahului atau menyertai vomitus (muntah).


Nausea biasanya menyertai penurunan aktivitas fungsional lambung (seperti
9
hipotonisitas, hipoperistalsis, dan hiposekresi) dan berubahnya motilitas usus
kecil (seperti hipertonisitas dan peristaltis duodenum terbalik). Kerapkali
nausea hebat yang menyertai merupakan gejala yang membuktikan adanya
perubahan aktivitas autonom (khusunya parasimpatik), seperti kulit yang
pucat, hipersalivasi, defekasi dan kadang hipotensi serta bradikardia
(sindroma vasovagal); anoreksia biasanya juga terdapat pada keadaan ini.
Nausea, retching, dan hipersalivasi sering mendahului vomitus yang
merupakan urutan kejadian viseral involunteeryang sangat terintegrasi dan
motor somatik. Lambung memainkan peranan yang relatif pasif dalam proses
vomitus dan kekuatan ejeksi yang utama dihasilkan oleh muskulatur
abdomen. Dengan relaksasi fundus lambung dan sfingter gastroesofagus,
peningkatan tajam tekanan intraabdomen ditimbulkan oleh kontraksi kuat
diafragma serta otot-otot dinding abdomen. Keadaan ini bersama dengan
kontraksi anuler pilorus lambung menghasilkan ekspulsi isi lambung ke
dalam esofagus. Peningkatan tekanan intratorakal mengakibatkan gerakan
lebih lanjut isi lambung ke dalam mulut. Pembalikan arah normal peristaltis
esofagus mempunyai peranan pada proses ini. Peningkatan refleks palatum
durum selama kerja muntah mencegah masuknya bahan yang dimuntahkan
ke dalam nasofaring, sedangkan refleks penutupan glotis dan inhibisi
respirasi membantu mencegah aspirasi paru.
Emesis yang berulang-ulang dapat memberikan efek yang merugikan
melalui berbagai cara. Proses vomitus, jika terjadi dengan kuat, dapat
menimbulkan ruptur esofagus akibat tekanan (sindroma Boerhaave) atau
robekan linier mukosa (Mallory-Weiss) di daerah sambungan kardioesofagus
dengan hematemesis yang ditimbulkan. Vomitus yang lama dapat
menyebabkan dehidrasi, kehilangan sekret lambung (khususnya asam
hidroklorida) yang mengakibatkan alkalosis metabolik dengan hipokalemia,
malnutrisi dengan berbagai keadaan defisiensi dan karies dentis. Pada
keadaan depresi sistem saraf pusat (misalnya koma), isi lambung dapat
diaspirasi ke dalam paru-paru dengan pneumonitis aspirasi yang ditimbulkan.
Gerakan vomitus dikendalikan oleh dua pusat medularis yang fungsional
berbeda: pusat vomitusdi bagian dorsal retikulum lateralis dan kemoreseptor
trigger zone di daerah postrema dasar ventrikularis keempat. Setiap orang

10
memiliki ambang yang sangat berbeda terhadap berbagai stimulus pada pusat
vomitusnya. Pusat muntah ini menerima rangsangan aferen dari traktus
gastrointestinal dan bagian lain dari tubuh, dari batang otak, yang lebih tinggi
dan pusat korteks, terutama aparatus labirintin, dan dari zona pencetus
kemoreseptor. Lintasan eferen yang penting pada vomitus adalah nervus
frenikus (pada diafragma), nervus spinalis (pada muskulatur interkostalis dan
abdominalis), dan serabut-serabut saraf eferen viseral dalam nervus vagus
(pada laring, faring, esofagus dan lambung). Pusat muntah berlokasi dekat
pusat medula lain yang mengatus fungsi respirasi, vasomotor, dan autonomik
yang dapat terkena pada proses muntah.
Chemoreceptor trigger zonedengan sendirinya tidak mampu menimbulkan
gerakan vomitus; aktivasi zona ini lebih memberikan impuls eferen pada
pusat vomitus medularis yang selanjutnya akan memulai emesis.
Chemoreceptor trigger zonemerupakan kemoseptor emetik yang dapat
diaktivasi oleh berbagai stimulus atau obat, termasuk apomorfin dan jenis
opiat lainnya, levodopa setelah terjadi dekarboksilasi menjadi dopamin),
digitalis, toksin bakteri, radiasi, dan abnormalitas metabolik sebagaimana
terjadi pada keadaan uremia serta hipoksia.
Mekanisme untuk infeksi yang terdapat pada ginjal menyebabkan adanya
keterkaitan hubungan dengan rangsangan zona pencetus kemoreseptor
medula oleh toksin atau metabolit abnormal. Selain itu, terkait kasus,
didapati bahwa mekanisme mual pada kasus ini didapati karena adanya
peningkatan ureum di darah oleh karena terjadinya gangguan fungsi ginjal
karena infeksi sehingga kadar ureum yang tinggi di dalam darah dapat
mempengaruhi CTZ (Chemoreceptor Trigger Zone) di postrema dasar
ventrikel keempat sehingga menyebabkan mekanisme mual sentralis.

d. Bagaimana mekanisme menggigil terkait kasus?

11
Ada beberapa teori mengapa seseorang bisa menggigil ketika demam. Yang
pertama adalah melalui TRP (transient receptor potential) channel
thermosensation. Ketika zat-zat tertentu masuk melewati TRP ini, misalnya agen
inflamasi, TRP akan mentransfer informasi pada otak bahwa tubuh membutuhkan
lebih banyak panas dan lebih banyak hasil metabolisme. Dengan demikian sel
otot akan di rangsang untuk bergerak cepat agar menghasilkan lebih banyak
panas.
Teori kedua adalah bahwa menggigil adalah manuver termoregulator di otak
ketika set point dinaikkan karena dikacaukan oleh mikroorganisme. Sehingga
tubuh mengira bahwa suhunya sedang turun, padahal sesungguhnya termostat lah
yang naik. Tujuan termostat membuat tubuh lebih panas adalah karena banyak
sistem imun yang berkerja dengan baik pada suhu tinggi.

4. Pemeriksaan Fisik (MainProblem):


Status generalis: tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis
Tanda vital: TD: 120/70 mmHg, RR: 20x/menit, Nadi: 84x/menit, suhu:39oC
Pemeriksaan spesifik:
Abdomen: hati dan limpa tidak teraba, nyeri ketok costovertebra
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal?

12
Untuk tanda vital dan pemeriksaan abdomen; hati dan limpa normal.
Nyeri ketok costovertebral (disebut juga CVAT), terjadi karena terdapat
jaringan ginjal yang rusak karena pyelonephritis. Selain rusak, pada
pyelonephritis, terjadi penumpukan agen imunologi di ginjal sehingga ginjal
menjadi lebih besar dan merapat ke dinding punggung, hal ini lah yang
menyebabkan CVAT. Penyakit lain yang menyebabkan CVAT adalah:

 Acute glomerulonephritis
 Acute pyelonephritis Calculi
 Fracture
 Muscle sprain

 Musculo-skeletal inflammation

 Perirenal abscess

 Pyelonephritis (acute)

 Renal artery occlusion

 Renal vein occlusion

 Trauma

b. Bagaimana cara pemeriksaan perkusi costovertebra(nyeri ketok)? Apa saja


indikasi pemeriksaan perkusi costovertebra?
Costovertebral adalah sudut lancip yang terbentuk pada kedua sisi antara
tulang rusuk keduabelas dan kolom vertebral. Pemeriksaan perkusi
costovertebra dikenal juga dengan nama costovertebral angle tenderness
merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan rasa sakit dan
nyeri di daerah punggung bawah yang berdekatan dengan tulang belakang.
Pemeriksaan ini mengharuskan pasien dalam posisi duduk. Pemeriksa
mengepalkan tinjunya dan dengan lembut memukul daerah di atas sudut
kostovertebral di kedua sisi. Tangan yang dominnan digunakan untuk
meninju. Biasanya rasa nyeri hebat (bahkan pada perkusi ringan di daerah
ini) dialami oleh pasien pielonefritis.

13
5. Pemeriksaan penunjang:
Darah rutin: Hb: 12,7 mg/dl, leukosit: 15.000/mm3
Urin rutin: sel epitel: (++), leukosit: 8-10/LPB, eritrosit: 4-5, protein: (+), nitrit (+)
a. Bagaimana interpretasi dan meknisme abnormal hasil pemeriksaan
penunjang?

No Jenis Pemeriksaan Rentang normal Hasil Lab Interpretasi


1 Sel epitel 1-2 Sel (++)
epitel/LPB
2 Nitrat (-) nitrat (+) Bakteri batang penghasil-
pereduksi nitrit/nitrat.
Dasar tes ini adalah bakteri yang dapat mengubah nitrat menjadi nitrit melalui enzim
reduktase nitrat. Enzim ini banyak pada bakteri gram negative dan tidak ada pada bakteri
jenis pseudomonas, staphylococcus albus dan enterococcus.
3 Protein (-) protein (+) (+) Kekeruhan minimal 10-
50 mg%
(++) Keruh nyata, butiran
halus 50-200 mg%
(+++) Gumpalan nyata
>200-500 mg%
(++++) Gumpalan besar,
14
mengendap >500 mg%
Proteinuria adalah adanya protein di dalam urin yang melebihi nilai normal yaitu lebih dari
150 mg/24 jam atau pada anak-anak lebih dari 140 mg/m.
Proteinuria dapat meningkat melalui salah satu cara seperti dibawah ini:
1. Perubahan permeabilitas glomerulus yang mengikuti peningkatan filtrasi dari protein
plasma normal teruratama albumin
2. Kegagalan tubulus mereabsobsi sejumlah kecil protein yang normal difiltrasi
3. Filtrasi glomerulus dari sirkulasi abnormal, low molecular Weight Protein (LMWP)
dalam jumlah melebihi kapasisitas reabsorbsi tubulus
4. Sekresi yang meningkat dari makuloprotein uroepitel dan sekresi IgA (Imunoglobulin
A) dalam respons untuk inflamasi
Proteinuria merupakan manifestasi besar penyakit ginjal dan merupakan indikator perburukan
fungsi ginjal.
4 Hemoglobin Laki-laki 12,7 mg/dl Normal
dewasa: 12,5-
18,5 gr%

5 Leukosit 4000- 15.000/mm3 Meningkat


11.000/mm3

leukosit meningkat dikarenakan adnya infeksi  sehing leukosit d keluarkan banyak untuk
mempertahan kan tubuh dengan memfagosit fagosit bakteri yang ad d dalam tubuh
leukosit meningkat menandakan adanya infeksi virus atau bakteri.
6 Sedimen eritrosit  1-3 sel /LPB 4-5 Meningkat
(2500/ ml urin)
7 Sedimen leukosait Laki-laki : < 5 8-10/LPB Meningkat
sel/ LPB (3000
ml)
Wanita: < 15 /
LPB

b. Bagaimana indikasi pemeriksaan nitrit pada urin rutin?


Syarat sampel :
o   Urine pagi ( karena di asumsikan urin telah berada dalam buli-buli
( kandung kemih ) minimal 4 jam, sehingga telah terjadi perubahan nitrat

15
menjadi nitrit oleh bakteri. Urin yang terkumpul dalam buli-buli kurang dari
4 jam akan memberikan Hasil positif pada 40% kasus.)
Ø  Hasil positive palsu :
o   Sampel urine lama ( adanya kontaminasi bakteri dari luar dan mereduksi
nitrat menjadi nitrit )
o   Obat- obatan seperti phenazopyridine
Ø  Hasil negative Palsu
o   vitamin C melebihi 25 mg/dl
o   konsentrasi ion nitrat dalam urin kurang dari 0,03 mg/dl.
o   Polakisuria
o   Urine encer
o   Ph kurang dari 6
IV. Hipotesis
Tn. Parto 29 tahun mengalami pielonefritis akut

V. Learning Issue
a. Anatomi traktus urinarius
b. Fisiologi traktus urinarius
c. Pielonefritis akut

VI. Sintesis Masalah


A. Anatomi Traktus Urinarius
1. System urinarius
Sistem urinarius adalah salah satu sistem ekskretorius tubuh yang berperan penting
dalam memelihara homeostasis air dan konsentrasi elektrolit tubuh. Struktur sistem
urinarius adalah dua ginjal yang berfungsi menghasilkan urin, dua ureter yang
membawa urin dari ginjal ke vesica urinaria, dan satu vesica urinaria yang merupakan
tempat urin dikumpulkan, dan satu uretra yang merupakan saluran pengeluaran urin.

a. Ginjal

16
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum pada
kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal
seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena
adanya lobus hepatis dexter yang besar.

Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat
cortex renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, dan medulla renalis di
bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian
medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi
menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.

Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya
pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.. Pelvis renalis berbentuk
corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga
calices renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau
tiga calices renalis minores.

17
Pendarahan

Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan


arteria renalis, arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteri renalis bercabang
menjadi arteria interlobularis kemudian menjadi arteri akuarta. Arteri
interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi arteriolae aferen
glomerulus yang masuk ke gromerulus. Kapiler darah yang meninggalkan
gromerulus disebut arteriolae eferen gromerulus yang kemudian menjadi vena
renalis masuk ke vena cava inferior.

Persarafan Ginjal

Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis(vasomotor). Saraf ini


berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini
berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal.

b. Ureter

Merupakan saluran sepanjang 25-30 cm dan berdiameter 4-6 mm yang


membawa hasil penyaringan ginjal (filtrasi, sekresi) dari pelvis renalis menuju
Vesica Urinaria. Terdapat sepasang ureter yang terletak retroperitoneal, masing-
masing 1 ginjal. Saluran ini menyempit di 3 tempat : titik asal ureter pada pelvis
ginjal, dititik saat melewati pinggiran pelvis, dan di titik pertemuannya dengan
kandung kemih. Di tempat-tempat seperti itu sering terbentuk batu/ kalkulus.

Ureter setelah keluar dari pelvis ginjal akan turun di sepan M. Poas Mayor,
lalu menyilangi pintu atas panggul dengan A. Iliaka Communis. Ureter berjalan
secara postero-inferior di dinding lateral pelvis, lalau melengkung secara ventral-
medial untuk mencapai Vesica Urinaria. Adanya katup uretero-vesical mencegah
aliran balik urin setelah memasuki kandung kemih.

c. Vesica Urinaria

Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti buah
pir (kendi). letaknya d belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul. Vesika
urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet.

18
Dinding kandung kemih terdiri dari:
1. Lapisan sebelah luar (peritoneum).
2. Tunika muskularis (lapisan berotot).
3. Tunika submukosa.
4. Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).
Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri atas tiga
bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta mempunyai tiga permukaan
(superior dan inferolateral dextra dan sinistra) serta empat tepi (anterior,
posterior, dan lateral dextra dan sinistra). Dinding vesica urinaria terdiri dari otot
m.detrusor (otot spiral, longitudinal, sirkular). Terdapat trigonum vesicae pada
bagian posteroinferior dan collum vesicae. Trigonum vesicae merupakan suatu
bagian berbentuk mirip-segitiga yang terdiri dari orifisium kedua ureter dan
collum vesicae, bagian ini berwarna lebih pucat dan tidak memiliki rugae
walaupun dalam keadaan kosong.
Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior. Namun pada
perempuan, a.vesicalis inferior digantikan oleh a.vaginalis.
Sedangkan persarafan pada vesica urinaria terdiri atas persarafan simpatis dan
parasimpatis. Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus minor, n.splanchnicus
imus, dan n.splanchnicus lumbalis L1-L2. Adapun persarafan parasimpatis
melalui n.splanchnicus pelvicus S2-S4, yang berperan sebagai sensorik dan
motorik.

d. Uretra
19
Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria
menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan
wanita. Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi
sebagai organ seksual (berhubungan dengan kelenjar prostat), sedangkan uretra
pada wanita panjangnya sekitar 3.5 cm. selain itu, Pria memiliki dua otot
sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos terusan dari m.detrusor dan bersifat
involunter) dan m.sphincter externa (di uretra pars membranosa, bersifat
volunter), sedangkan pada wanita hanya memiliki m.sphincter externa (distal
inferior dari kandung kemih dan bersifat volunter).

Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika, pars
membranosa dan pars spongiosa.
 Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae dan aspek
superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot m. sphincter urethrae
internal yang berlanjut dengan kapsul kelenjar prostat. Bagian ini disuplai oleh
persarafan simpatis.
 Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus kelenjar
prostat. Bagian ini dapat lebih dapat berdilatasi/melebar dibanding bagian
lainnya.
 Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan tersempit.
Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis melintasi diafragma
urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh m.sphincter urethrae eksternal
yang berada di bawah kendali volunter (somatis).
 Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang, membentang
dari pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar penis. Bagian ini
dilapisi oleh korpus spongiosum di bagian luarnya.

20
Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding uretra
pada pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan bermuara pada
orifisiumnya di antara klitoris dan vagina (vagina opening). Terdapat m. spchinter
urethrae yang bersifat volunter di bawah kendali somatis, namun tidak seperti
uretra pria, uretra pada wanita tidak memiliki fungsi reproduktif.

21
B. Fisiologi Traktus Urinarius

Fungsi Ginjal :
1. Menyaring dan membersihkan darah dari zat-zat sisa metabolisme tubuh
2. Mengeksresikan zat yang jumlahnya berlebihan
3. Reabsorbsi (penyerapan kembali) elektrolit tertentu yang dilakukan oleh bagian
tubulus ginjal
4. Menjaga keseimbanganan asam basa dalam tubuh
5. Menghasilkan zat hormon yang berperan membentuk dan mematangkan sel-sel
darah merah (SDM) di sumsum tulang
6. Homeostasis Ginjal, mengatur pH, konsentrasi ion mineral, dan komposisi air
dalam darah (Guyton,1996)

A. Pembentukan urin
1. Proses Filtrasi di Glomerulus
Filtrasi Glomerulus
Darah yang masuk ke dalam nefron melalui arteriol aferen dan selanjutnya
menuju glomerulus akan mengalami filtrasi, tekanan darah pada arteriol aferen
relatif cukup tinggi sedangkan pada arteriol eferen relatif lebih rendah, sehingga
keadaan ini menimbulkan filtrasi pada glomerulus. Cairan filtrasi dari glomerulus
akan masuk menuju tubulus, dari tubulus masuk kedalam ansa henle, tubulus
distal, duktus koligentes, pelvis ginjal, ureter, vesica urinaria, dan akhirnya keluar
berupa urine. Membran glomerulus mempunyai ciri khas yang berbeda dengan
lapisan pembuluh darah lain, yaitu terdiri dari: lapisan endotel kapiler, membrane
basalis, lapisan epitel yang melapisi permukaan capsula bowman. Permiabilitas
membarana glomerulus 100-1000 kali lebih permiabel dibandingkan dengan
permiabilitas kapiler pada jaringan lain.
Laju filtrasi glomerulus (GFR= Glomerulus Filtration Rate) dapat diukur
dengan menggunakan zat-zat yang dapat difiltrasi glomerulus, akan tetapi tidak
disekresi maupu direabsorpsi oleh tubulus. Kemudian jumlah zat yang terdapat
dalam urin diukur persatuan waktu dan dibandingkan dengan jumlah zat yang
terdapat dalam cairan plasma.1.2.1Pengaturan GFR (Glomerulus Filtration

22
Rate)Rata-rata GFR normal pada laki-laki sekitar 125 ml/menit. GFR pada wnita
lebih rendah dibandingkan pada pria. Factor-faktor yang mempengaruhi besarnya
GFR antara lain ukuran anyaman kapiler, permiabilitas kapiler, tekanan
hidrostatik, dan tekanan osmotik yang terdapat di dalam atau diluar lumen
kapiler. Proses terjadinya filtrasi tersebut dipengaruhi oleh adanya berbagai
tekanan sebagai berikut:
a.Tekanan kapiler pada glomerulus 50 mm HG
b.Tekanan pada capsula bowman 10 mmHG
c.Tekanan osmotic koloid plasma 25 mmHG
Ketiga factor diatas berperan penting dalam laju peningkatan filtrasi.
Semakin tinggi tekanan kapiler pada glomerulus semakin meningkat filtrasi dan
sebaliknya semakin tinggi tekanan pada capsula bowman. serta tekanan osmotic
koloid plasma akan menyebabkan semakin rendahnya filtrasi yang terjadi pada
glomerulus. Komposisi Filtrat GlomerulusDalam cairan filtrate tidak ditemukan
erytrocit, sedikit mengandung protein (1/200 protein plasma). Jumlah elektrolit
dan zat-zat terlarut lainya sama dengan yang terdapat dalam cairan interstitisl
pada umunya. Dengan demikian komposisi cairan filtrate glomerulus hampir
sama dengan plasma kecuali jumlah protein yang terlarut. Sekitar 99% cairan
filtrate tersebut direabsorpsi kembali ke dalam tubulus ginjal.1.2.3Faktor-faktor
yang mempengaruhi laju filtrasi glomerulusFaktor-faktor yang mempengaruhi
laju filtrasi glomerulus sebagai berikut:
a. Tekanan glomerulus: semakin tinggi tekanan glomerulus semakin tinggi laju
filtrasi, semakin tinggi tekanan osmotic koloid plasmasemakin menurun laju
filtrasi, dan semakin tinggi tekanan capsula bowman semakin menurun laju
filtrasi.
b. Aliran dara ginjal: semakin cepat aliran daran ke glomerulussemakin
meningkat laju filtrasi.
c. Perubahan arteriol aferen: apabial terjadi vasokontriksi arteriol aferen akan
menyebabakan aliran darah ke glomerulus menurun. Keadaan ini akan
menyebabakan laju filtrasi glomerulus menurun begitupun sebaliknya.
d. Perubahan arteriol efferent: pada kedaan vasokontriksi arteriol eferen akan
terjadi peningkatan laju filtrasi glomerulus begitupun sebaliknya.

23
e. Pengaruh perangsangan simpatis, rangsangan simpatis ringan dan sedang akan
menyebabkan vasokontriksi arteriol aferen sehingga menyebabkan penurunan
laju filtrasi glomerulus.
f. Perubahan tekanan arteri, peningkatan tekanan arteri melalui autoregulasi akan
menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah arteriol aferen sehinnga
menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus.

2. Reabsorpsi Dan Sekresi Dalam Tubulus


Hampir 99% dari cairan filtrate direabsorpsi kembali bersama zat-zat yang
terlarut didalam cairan filtrate tersebut. Akan tetapi tidak semua zat-zat yang
terlarut dapat direabsorpsi dengan sempurna, antara lain glukosa dan asam amino.
Mekanisme terjadinya reabsorpsi pada tubulus melalui dua cara yaitu: a.Transfort
aktifZat-zat yang mengalami transfort aktif pada tubulus proksimal yaitu ion Na+,
K+, PO4-,NO3-, glukosa dan asam amino. Terjadinya difusi ion-ion khususnya
ion Na+, melalui sel tubulus kedalam pembuluh kapiler peritubuler disebabkan
perbedaan ptensial listrik didalam ep-itel tubulus (-70mvolt) dan diluar sel (-3m
volt). Perbedaan electrochemical gradient ini membentu terjadinya proses difusi.
Selain itu perbedaan konsentrasi ion Na+ didalam dan diluar sel tubulus
membantu meningkatkan proses difusi tersebut. Meningkatnya difusi natrium
diesbabkan permiabilitas sel tubuler terhadap ion natrium relative tinggi. Keadaan
ini dimungkinkan karena terdapat banyak mikrovilli yang memperluas permukaan
tubulus. Proses ini memerlukan energi dan dapat berlangsung terus-menerus.b.
Transfor pasifTerjadinya transport pasif ditentukan oleh jumlah konsentrasi air
yang ada pada lumen tubulus, permiabilitas membrane tubulus terhadap zat yang
terlarut dalam cairan filtrate dan perbedaan muatan listrikpada dinding sel
tubulus. Zat yang mengalami transfor pasif, misalnya ureum, sedangkan air
keluar dari lumen tubulusmelalui prosese osmosis. Perbedan potensial listrik
didalam lumen tubulus dibandingkan diluar lumen tubulus menyebabkan
terjadinya proses dipusi ion Na+ dari lumen tubulus kedalam sel epitel tubulus
dan selanjutnya menuju kedalam sel peritubulus. Bersamaan dengan perpindahan
ion Na+ diikuti pula terbawanya ion Cl-, HCO3- kedalam kapiler peritubuler.
Kecepatan reabsorsi ini ditentukan pula oleh perbedaan potensial listrik yang
terdapat didalam dan diluar lumen tubulus.

24
Sedangkan sekresi tubulus melalui proses: sekresi aktif dan sekresi pasif.
Sekresi aktif merupakan kebalikan dari transpor aktif. Dalam proses ini terjadi
sekresi dari kapiler peritubuler kelumen tubulus. Sedangkan sekresi pasif melalui
proses difusi. Ion NH3- yang disintesa dalam sel tubulus selanjutnya masuk
kedalam lumen tubulus melalui proses difusi. Dengan masuknya ion NH3-
kedalam lumen tubulus akan membantu mengatur tingkat keasaman cairan
tubulus. Kemampuan reabsorpsi dan sekresi zat-zat dalam berbagai segmen
tubulus berbeda-beda.

3. Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai
terjadi di tubulus kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter
adalah 96% air, 1,5% garam, 2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen
empedu yang berfungsi memberi warm dan bau pada urin. Zat sisa metabolisme
adalah hasil pembongkaran zat makanan yang bermolekul kompleks. Zat sisa ini
sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme antara lain, CO2, H20,
NHS, zat warna empedu, dan asam urat (Cuningham, 2002).
Karbon dioksida dan air merupakan sisa oksidasi atau sisa pembakaran zat
makanan yang berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Kedua senyawa
tersebut tidak berbahaya bila kadarnya tidak berlebihan. Walaupun CO2 berupa
zat sisa namun sebagian masih dapat dipakai sebagai dapar (penjaga kestabilan
PH) dalam darah. Demikian juga H2O dapat digunakan untuk berbagai
kebutuhan, misalnya sebagai pelarut (Sherwood.2001).
Amonia (NH3), hasil pembongkaran/pemecahan protein, merupakan zat
yang beracun bagi sel. Oleh karena itu, zat ini harus dikeluarkan dari tubuh.
Namun demikian, jika untuk sementara disimpan dalam tubuh zat tersebut akan
dirombak menjadi zat yang kurang beracun, yaitu dalam bentuk urea. Zat warna
empedu adalah sisa hasil perombakan sel darah merah yang dilaksanakan oleh
hati dan disimpan pada kantong empedu. Zat inilah yang akan dioksidasi jadi
urobilinogen yang berguna memberi warna pada tinja dan urin.Asam urat
merupakan sisa metabolisme yang mengandung nitrogen (sama dengan amonia)
dan mempunyai daya racun lebih rendah dibandingkan amonia, karena daya
larutnya di dalam air rendah (Sherwood.2001).

25
Refleks Berkemih
Selam kandung kemih terisi, banyak yang menyertai kontraksi berkemih
mulai tampak seperti yang diperlihatkan oleh gelombang tajan dengan garis
putus-putus. Keadaan ini disebabkan oleh reflek peregangan yang dimulai oleh
resertor regang sensorik pada dinding kandung kemih. Khususnya oleh reseptor
pada uretra posterior, ketika daerah ini terisi urine pada tekanan kandung kemih
yang lebih tinggi. Sinyal sensori dari reseptor regangan kandung kemih
dihantarkan ke segment sakral medula spinalis melalui nervus pelvikus ddan
kemudian secara reflek kembali kandung kemih melalui sistem saraf parasimpatis
melalui saraf yang sama.
Ketika kadung kemih hanya terisi sebagian, kontraksi berkemih ini biasanya
secara spontan berelaksasi setelah beberapa detik, otot detruson berhenti
berkontraksi dan tekanan turun kembali ke garis basal karena kandung kemih
menjadi bertambah sering dan menyebabkan kontraksi otot detrusos lebih kuat.
Sekali refleks berkemih mulai timbul, reflek ini akan “menghilang
sendiri”. Artinya kontraksi awal kandung kemih selanjutnya akan mengaktifkan
reseptor regangan untuk menyebabkan peningkatan selanjutnya pada impuls
sensorik ke kandung kemih dan uretra posterior, yang menimbulkan peningkatan
reflek kontraksi kandung kemih lebih lanjut; jadi, siklus ini berulang dan berulang
lagi sampai kandung kemih mencapai kontraksi yang kuat. Kemudian, setelah
beberapa detik sampai lebih dari semenit, reflek yang menghilang sendiri ini
mulai melemah dan siklus regeneratif dari refleks miksi itu berhenti,
menyebabkan kandung kemih berelaksasi.
Jadi, rekleks berkemih adalah suatu siklus tunggal lengkap dari (1)
peningkatan tekanan yang cepat dan progresif, (2) periode tekanan
dipertahankan, dan (3) kembalinya tekanan ke tonus basal kandung kemih.
Sekali refleks berkemih terjadi tetapi tidak berhasil mengosongkan kandung
kemih, elemen saraf dari reflek ini biasanya tetap dalam keadaan terinhibisi
selama beberapa menit sampai satu jam atau lebih sebelum refleks berkemih
lainnya terjadi. Karena kandung kemih menjadi semakin terisi, refleks berkemih
menjadi semakin sering dan semakin kuat.

26
Sekali refleks berkemih menjadi cukup kuat, hal ini juga menimbulkan
refleks lain, yang berjalan melalui nervus pudendalke sfingter eksternus untuk
menghambatnya. Jika inhibisi ini lebih kuat dalam otak dari pada sinyal
konstriktor volunter ke sfingter eksterna, berkemihpun akan terjadi. Jika tidak,
bekemih tidak akan terjadi sampai kandung kemuh menjadi kuat.

Perangsangan atau penghambatan bekemih oleh otak


Refleks berkemih adalah refleks medula spinalis yang seluruhnya bersifat
autonomi, tetapi dapat dihambat atau dirangsang oleh pusat dalam otak. Pusat-
pusat ini antara lain (1) pusat perangsang dan penghamabt kuat dalam batang
otak, terutama terletak di pons, dan (2) beberapa pusat yang terletak di korteks
serebral yang terutama bekerja sebagai penghambat tetapidpt menjadi
perangsang.
Refleks berkemih merupakan dasar penyakit penyebab terjadinya
berkemih, tetapi pusat yang lebih tinggi normalnya memegang peranan sebagai
pengendali akhir dari berkemih sebagai berikut :
1. Pusat yang lebih tinggi menjaga secara parsial pengamatan refleks berkemih
kecuali jika peristiwa berkemih yang dikehendaki.
2. Pusat yang lebih tinggi dapat mencegah berkemih, bahkan jika refleks
berkemih timbul, dengan membuat kontraksi tonik terus menurus pada sfingter
eksternus kandung kemih sampai mendapatkan waktu yang tepat untuk berkemih.
3. Jika tiba waktu untuk berkemih, pusat kortikal dapat merangsang pucat bermih
sakral untuk membantu mencetuskan refleks berkemih dan dalam waktu
bersamaan menghambat sfingter eksternus kandung kemih sehingga peristiwa
berkemih dapat terjadi.
Berkemih di bawah keinginan biasanya tercetus dengan cara derikut:
Pertama, seseorang secara sadar mengkontraksikan otot-otot abdomennya, yang
meningkatkan tekanan dalam kandung kemih dan mengakibatkan urine ekstra
memasuki leher kandung kemih dan uretra posterior di bawah tekanan, sehingga
meregangkan dindingnya. Hal ini menstimulasi reseptor regang, yang
merangsang refleks berkemih dan menghambat sfingter eksternus uretra secara
simultan. Biasanya, seluruh urine akan keluar, terkadang lebih dari 5 sampai 10
mililiter urine tertinggal di kandung kemih.

27
Bagan Refleks Berkemih
Kandung kemih terisi  Terjadi rangsangan pada reseptor  regang sensoris
pada dinding kandung kemih  terutama pada reseptor uretra poaterior 
Rangsangan diteruskan oleh nervus pelvikus  Segmen sakral medula spinalis
 Serat saraf parasimpatis  Rangsangan kembali ke kandung kemih 
Kontraksi berkemih  Refleks berkemih  Menimbulkan refleks lain melalui
nervus pudendal  ke sfingter eksternus  Jika inhibisi jauh lebih kuat dalam
otak  dari pada sinyal konstriktor volunter ke sfingter eksternus Berkemih
pun terjadi

Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Urine


Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Urine adalah :
Hormon
ADH
Hormon ini memiliki peran dalam meningkatkan reabsorpsi air sehingga dapat
mengendalikan keseimbangan air dalam tubuh. Hormon ini dibentuk oleh
hipotalamus yang ada di hipofisis posterior yang mensekresi ADH dengan
meningkatkan osmolaritas dan menurunkan cairan ekstrasel ( Frandson,2003 )
Aldosteron
Hormon ini berfungsi pada absorbsi natrium yang disekresi oleh kelenjar adrenal
di tubulus ginjal. Proses pengeluaran aldosteron ini diatur oleh adanya perubahan
konsentrasi kalium, natrium, dan sistem angiotensin rennin ( Frandson, 2003)
Prostaglandin
Prostagladin merupakan asam lemak yang ada pada jaringan yang berlungsi
merespons radang, pengendalian tekanan darah, kontraksi uterus, dan pengaturan
pergerakan gastrointestinal. Pada ginjal, asam lemak ini berperan dalam mengatur
sirkulasi ginjal ( Frandson, 2003)
Gukokortikoid
Hormon ini berfungsi mengatur peningkatan reabsorpsi natrium dan air yang
menyebabkan volume darah meningkat sehingga terjadi retensi natrium
( Frandson, 2003)
Renin

28
Selain itu ginjal menghasilkan Renin; yang dihasilkan oleh sel-sel apparatus
jukstaglomerularis pada :
1. Konstriksi arteria renalis ( iskhemia ginjal )
2. Terdapat perdarahan ( iskhemia ginjal )
3. Uncapsulated ren (ginjal dibungkus dengan karet atau sutra )
4. Innervasi ginjal dihilangkan
5. Transplantasi ginjal ( iskhemia ginjal )
Sel aparatus juxtaglomerularis merupakan regangan yang apabila regangannya
turun akan mengeluarkan renin. Renin mengakibatkan hipertensi ginjal, sebab
renin mengakibatkan aktifnya angiotensinogen menjadi angiotensin I, yg oleh
enzim lain diubah menjadi angiotensin II; dan ini efeknya menaikkan tekanan
darah (sherwood, 2001).
Zat - zat diuretik
Banyak terdapat pada kopi, teh, alkohol. Akibatnya jika banyak mengkonsumsi
zat diuretik ini maka akan menghambat proses reabsorpsi, sehingga volume urin
bertambah.
Suhu internal atau eksternal
Jika suhu naik di atas normal, maka kecepatan respirasi meningkat dan
mengurangi volume urin.
Konsentrasi Darah
Jika kita tidak minum air seharian, maka konsentrasi air dalam darah
rendah.Reabsorpsi air di ginjal mengingkat, volume urin menurun.
Emosi
Emosi tertentu dapat merangsang peningkatan dan penurunan volume urin.

Kandungan Urin Normal


Urin mengandung sekitar 95% air. Komposisi lain dalam urin normal adalah
bagian padaat yang terkandung didalam air. Ini dapat dibedakan beradasarkan
ukuran ataupun kelektrolitanya, diantaranya adalah :
Molekul Organik : Memiliki sifat non elektrolit dimana memiliki ukaran
yang reativ besar, didalam urin terkandung : Urea CON2H4 atau (NH2)2CO,
Kreatin, Asam Urat C5H4N4O3, Dan subtansi lainya seperti hormon (Guyton,
1996)

29
Ion : Sodium (Na+), Potassium (K+), Chloride (Cl-), Magnesium (Mg2+,
Calcium (Ca2+). Dalam Jumlah Kecil : Ammonium (NH4+), Sulphates (SO42-),
Phosphates (H2PO4-, HPO42-, PO43-), (Guyton, 1996)
Warna : Normal urine berwarna kekuning-kuningan. Obat-obatan dapat
mengubah warna urine seperti orange gelap. Warna urine merah, kuning, coklat
merupakan indikasi adanya penyakit ( Anonim, 2008 ).
Bau : Normal urine berbau aromatik yang memusingkan. Bau yang merupakan
indikasi adanya masalah seperti infeksi atau mencerna obat-obatan tertentu
( Anonim, 2008 ).
Berat jenis : Adalah berat atau derajat konsentrasi bahan (zat) dibandingkan
dengan suatu volume yang sama dari yang lain seperti air yang disuling sebagai
standar. Berat jenis air suling adalah 1, 009 ml. Normal berat jenis : 1010 - 1025 (
Anonim, 2008 ).
Kejernihan : Normal urine terang dan transparan. Urine dapat menjadi keruh
karena ada mukus atau pus ( Anonim, 2008 ).
pH : Normal pH urine sedikit asam (4,5 - 7,5). Urine yang telah melewati
temperatur ruangan untuk beberapa jam dapat menjadi alkali karena aktifitas
bakteri. Vegetarian urinennya sedikit alkali ( Anonim, 2008 ).
C. Pielonefritis Akut
a. Definisi;
Pielonefritis adalah reaksi inflamasi akibat infeksi yang terjadi pada pielum dan
parenkim ginjail. Pada umumnya kuman yang menyebabkan infeksi ini berasal
dari saluran kemih bagian bawah yang naik ke ginjal melalui ureter. Kuman-
kuman itu adalah E. Coli, Proteus Spp, dan Kokus Gram Positif yaitu:
Streptokokus faecalis dan enterokokus. Kuman Stafilokokus aureus dapat
menyebabkan pielonefritis melalui penularan secara hematogen, meskipun
sekarang jarang dijumpai.
b. DD;
 Acute Abdomen and Pregnancy
 Acute Bacterial Prostatitis
 Appendicitis
 Cervicitis
 Chronic Bacterial Prostatitis
30
 Chronic Pyelonephritis
 Cystitis in Females
 Endometritis
 Pelvic Inflammatory Disease
 Urethritis
 Urolithiasis
c. WD;
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya yang khas. Pemeriksaan yang
dilakukan untuk memperkuat diagnosis pielonefritis adalah:
 Pemeriksaan air kemih dengan mikroskop
 Pembiakan bakteri dalam contoh air kemih untuk adanya bakteri
USG dan rontgen bisa membantu menemukan adanya batu ginjal, kelainan
struktural atau penyebab penyumbatan air kemih lainnya. Foto polos abdomen
dapat memperlihatkan beberapa kelainan seperti obliterasi bayangan ginjal karena
sembab jaringan pada pielonefritis akut, perinephritic fat  dan perkapuran
pada pielonefritis kronis

d. Etiologi;
Pielonefritis akut adalah reaksi inflamasi akibat infeksi yang terjadi pada pielium
dan parenkim ginjal. Pada umumnya kuman menyebabkan infeksi ini berasal dari
dari saluran kemih bagian bawah yang naik ke ginjal melalui ureter. Kuman –
kuman itu adalah Escherichia coli, Proterus, Klebsiella spp, dan kokus gram
positif, yaitu: Strepkokus faecalis dan enterokokus.
e. Epidemiologi;
Pielonefritis adalah sangat umum, dengan 12-13 kasus per tahun per 10.000
penduduk pada wanita dan 3-4 kasus per 10.000 pada pria.wanita muda paling
mungkin akan terpengaruh, tradisional mencerminkan aktivitas seksual dalam
kelompok umur. Bayi dan orang tua juga berisiko tinggi, yang mencerminkan
perubahan anatomi dan status hormonal.
Di AS, kasus Pielonefritis 15-17 kasus per 10.000 wanita dan 3-4 kasus per
10.000 pria per tahun. Mengenai pasien pada umur 5-65 tahun,usia <1 tahun lebih
sering terjadi pada laki-laki dan sering juga terjadi pada wanita hamil.

31
f. Faktor risiko;
 Wanita yang mempunyai uretra yang lebih pendek dibandingkan pria
sehingga lebih mudah terinfeksi
 Orang tua lebih mudah terinfeksi dibandingkan dengan usia yang lebih muda
 Wanita hamil lebih mudah terkena penyakit ini karena pengaruh hormonal
ketika kehamilan
 Wanita pada masa menopause lebih rentan terinfeksi karena selaput mukosa
yang tergantung pada esterogen yang dapat berfungsi sebagai pelindung
g. Patofisiologi;

Pyelonefritis akut merupakan invasi bakteri dari parenkim renalis. Biasanya


bakteri dapat mencapai ginjal melalui ascending dari saluran kemih bawah.
Selain itu, bakteri dapat pula mencapai ginjal melalui pembuluh darah, seperti
Staphylococcus, efek samping obat intravena (infeksi) dan endokarditis. Namun,
dari beberapa penelitian didapatkan bahwa penyebaran secara hematogen
(melalui pembuluh darah) jarang ditemukan adanya organisme gram negatif
kecuali sudah didapatkan masalah utama sebelumnya, seperti adanya obstruksi.
Bakteri yang paling sering menyebabkan ISK adalah E. coli atau yang dapat
juga disebut bagiannya seperti uropathogenic E. coli (UPEC) atau dikenal juga
dengan nama lain ExPEC (Extraintestinal pathogenic E. coli). UPEC merupakan
turunan dari filogenetik grup B2 dan D, yang mengekspresikan secara khusus
antigen O, K, dan H. Gen UPEC mengkode berbagai postulasi faktor virulensi
(VFs [Virulence Factors]), termasuk adhesins, siderophores, protectins, dan
toksin.
Adhesins memiliki daerah spesifik yang dapat berikatan dengan reseptor sel
epitope (determinan antigen [bagian dari antigen yang dapat dikenali oleh sistem
imun]) dalam metode kunci-dan-gembok. Mannose-sensitive adhesins (biasanya
fimbriae tipe 1) dapat ditemukan pada seluruh strain E. coli. Bakteri-bakteri ini
berkontribusi pada terjadinya kolonisasi (contoh: kandung kemih, usus, mulut,
dan vagina) dan dapat berikatan dengan Polymorphonuclear Neutrophils (PMNs),
mengarah pada klirens bakteri sehingga bakteri yang memiliki Mannose-sensitive
adhesins (biasanya fimbriae tipe 1) tidak menimbulkan gejala.

32
Mannose-resistant adhesins secara epidemiologis dapat ditemukan bersamaan
dengan prostatitis, pyelonefritis (70-90% strain), dan sepsis. Kelompok adhesin
ini tentunya lebih dari 80% dapat menimbulkan gejala.
Siderophores berhubungan dengan pengambilan zat besi, komponen penting
bagi bakteri dan juga pelekatan. Protectins dan kontribusinya dengan virulensi
termasuk dalam kondisi seperti sebagai berikut:
 Lipopolisakarida (LPS) coatings: mencegah fagositosis.
 Tra T dan Iss: mencegah aksi komplemen.
 Omp T: Memecah protein pertahanan pejamu (immunoglobulins)
Toxins, memengaruhi fungsi sel pejamu, seperti sebagai berikut:
 Alpha-hemolysin
 Cytotoxic Necrotizing Factor-1
 Cytolethal Distending Toxin
 Secreted Autotransporter Toxin
Tidak ada faktor virulensi yang sendirian tanpa bantuan faktor virulensi lain
sudah menyebabkan proses patogen. Faktanya, gabungan dari faktor-faktor
virulensi (adhesins, siderophores, protectins, dan toxins) lah yang dapat
menyebabkan proses patogen, meskipun adhesins merupakan faktor virulensi
utama yang sangat berpengaruh terhadap patogenesis.

Mekanisme perlekatan epitelial dan respons inflamasi


Patogenesis dari pyelonefritis mengambil dua langkah utama. Pertama, UPEC
berikatan dengan epithelium dan memicu respons inflmasi yang melibatkan dua
reseptor, yaitu glycosphingolipid (GSL) dan Toll-like receptor 4 (TLR4).
Kedua, sebagai hasil dari respons inflamasi, kemokin (contohnya: IL-8
(interleukin-8, yang merupakan kemotaktik untuk PMNs) dilepaskan dan
berikatan pada neutrophil-activating chemokine receptor 1 (CXCR1),
menyebabkan PMNs (Polymorphonuclears) menembus barier epithelium menuju
urine. Pada anak-anak yang mengalami pyelonefritis, ekspresi neutrophil-
activating chemokine receptor 1 (CXCR1) terbukti lebih rendah daripada orang
dewasa.
Fagositosis bakteri pada urin bekerja maksimal pada pH 6,5-7,5 dan osmolalitas
485 mOsm; angka yang melenceng dari rentang ini secara signifikan menurunkan
33
atau bahkan meniadakan proses fagositosis. Faktor penting lainnya adalah
urinary flow in the ureter and bladder (miksi), hambatan pelekatan fimbrae E.
coli tipe 1 pada sel uroepithelial oleh sel tubular yang menyekresi Tamm-Horsfall
protein (THP) atau uromukoid, dan hambatan pelekatan permukaan
mukopolisakarida pada sel uroepithelial

h. Manifestasi klinis;

 Demam
 Muntah
 Nyeri pinggang dan perut kiri bawah
 Menggigil
 Nausea (Mual)
 Dysuria
Anak-anak kurang dari 2 tahun biasanya hanya menunjukkan gejala
demam tinggi tanpa gejala lain yang menyertai traktus urinarius. Selain itu, orang
yang lebih dewasa biasanya menunjukkan gejala selain dari traktus urinarius,
seperti: kebingungan, ketidakmampuan bicara, atau halusinasi. Presentasi klinis
PNA seperti panas tinggi (39,5-40,5 °C), disertai mengigil dan sekit pinggang.
Presentasi klinis PNA ini sering didahului gejala ISK bawah (sistitis).

i. Penatalaksanaan;

Tindakan preventif pielonefritis:


 Minum air putih yang banyak
 Menjaga hygene
 Berkemih setelah berhubungan seksual
Tatalaksana farmakologis untuk PNA dapat dideskripsikan sebagai berikut:
Terapi lini pertama
Obat Sediaan Dosis per hari (oral)
Ciprofloxacin (Cipro) Tablet 250, 500, dan 750 mg 2 kali 500 mg (diberikan selama 7
hari)
Levofloxacin (Levaquin) Tablet 250 dan 500 mg 750 mg per hari (diberikan selama
5 hari)
Bila didapati resistensi flouroquinolone >10%, berikan ceftriaxone (Rocephin) dosis tunggal 1 gram IV atau
dosis konsolidasi selama 24 jam dari aminoglikosida (gentamicin 7 mg/kgBB IV atau tobramycin 7 mg/kgBB IV
34
atau amikacin 20 mg/kgBB IV)

Terapi lini kedua


Obat Sediaan Dosis per hari (oral)
Sulfametoxazole/Trimetropim - Tablet 480 mg (400 2 kali 800mg/160mg diberikan
(Bactrim DS, Septra DS) mg SMZ dan 80 mg TMP), selama 14 hari
(harus dihindari pada pasien 960 mg (800 mg SMZ dan
geriatri karena resiko 160 mg TMP).
mempengaruhi fungsi ginjal) - Tablet pediatrik 120
mg (100 mg SMZ dan 20 mg
TMP)
- Suspensi oral 200 mg
SMZ dan 40 mgTMP/5ml
- Infus 400 mg SMZ
dan 80 mg TMP per 5 ml
Bila didapati resistensi flouroquinolone >10%, berikan ceftriaxone (Rocephin) dosis tunggal
1 gram IV atau dosis konsolidasi selama 24 jam dari aminoglikosida (gentamicin 7 mg/kgBB
IV atau tobramycin 7 mg/kgBB IV atau amikacin 20 mg/kgBB IV)

Terapi nonfarmakologis untuk pielonefritis akut ialah dengan cara meminum


banyak cairan dan cukup dengan istirahat tirah baring

j. Komplikasi;
 Acute renal disesase
 Chronic renal damage leading to hypertension and renal failure
 Sepsis syndrome
 Renal papillary necrosis
 Xantho granulomatous pielonefritis
k. Prognosis;
Pada uncomplicated UTI, progonosis terbilang baik (bonam). Sedangkan, pada
komplikasi emphysematous pyelonephritis (20-80% mortalitas), abses
perinephric (20-50% mortalitas), atau sepsis (>25% mortalitas).
l. SKDI;
SKDI Pyelonefritis akut adalah 4A

35
VII. Kerangka Konsep

Aktivasi sistem imun Peningkatan leukosit Rusaknya parenkim ginjal


Mekanisme pengeluaran bakteri di uretra

PGE2, IL1, IL6, TNFα Zat-zat lain lolos ke urin; eritrosit, leukosit, proteinSpasme

Sakit
Demam menggigil

T10 –T12 ke otak ataupun langsung

Nyeri alih abdomen

VIII. Kesimpulan

Tn. Parto, 29 tahun, mengalami pielonefritis akut et cauca infeksi bakteri.

IX. Daftar Pustaka


Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta:
EGC

Harrison Internal Medicine Edisi 17.

http://books.google.co.id/. Diakses hari Senin,19 Mei 2014 pukul 20.05 wib

http://howshealth.com diakses pada hari Senin, 19 Mei 2014 pukul 21.12 wib

36
http://sectiocadaveris.files.wordpress.com/ Diakses hari Senin,19 Mei 2014 pukul
21.40 wib

http://www.biomedicentre.com diakses pada hari Senin,19 Mei 2014 pukul 22.07 wib

http://www.wisegeek.org diakses hari Senin,19 Mei 2014 pukul 21.11 wib

Medscape.com. Diakses hari Selasa,20 Mei 2014 pukul 17.15 wib

Price, S & Wilson, L, 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit


Edisi 6. Jakarta: EGC

Purnomo,Basuki B.2012.Dasar-Dasar Urologi.Malang:Sagung Seto.

Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta: EGC

Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC

Swartz,Mark H.1995.Buku Ajar Diagnostik Fisik.Jakarta:EGC.

37

Anda mungkin juga menyukai