LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
a. Nama/Jenis Kelamin/Umur : Tn.SHS / Laki-laki / 32 tahun
b. Pekerjaan : Swasta (Toko)
c. Alamat : Dsn. Krajan RT 001/003 Tanggul,
Jember, Jatim
Pemeriksaan Organ
1. Kepala :
Normocephal (+)
Mata Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflex cahaya
(+/+), isokhor, pergerakan bola mata simetris
Telinga Dalam batas normal
Hidung Dalam batas normal
Tenggorokan Uvula di tengah, tonsil T1-T1 hiperemis (-) Mulut
Bibir sianosis (-), lidah kotor (-)
2. Leher : JVP 5 - 2 cmH2O, pembesaran kelenjar (-)
3. Thoraks
Pulmo
Pemeriksaan Kanan Kiri
Inspeksi Statis & dinamis: simetris Statis & dinamis : simetris
Palpasi Stem fremitus normal Stem fremitus normal
Perkusi Sonor Sonor
Batas paru-hepar :ICS VI kanan
Auskultasi Wheezing (-), rhonki (-) Wheezing (-), rhonki (-)
Jantung
Inspeksi Ictus cordis terlihat di ICS V linea midclavicula kiri
Palpasi Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicularis kiri
Perkusi Batas-batas jantung :
Atas : ICS II kiri
Kanan : linea sternalis kanan
Kiri : ICS VI 2 linea midclavicula kiri
Auskultasi BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)
4. Abdomen
Inspeksi Datar, skar (-), venektasi (-), spidernevi (-)
Palpasi Nyeri tekan regio epigastrium (-), defans musculer (-), ,
hepatomegali (-), splenomegali (-), nyeri ketok costovertebra (-/-)
Perkusi Timpani
Auskultasi Bising usus (+) normal
5. Ekstremitas Atas :
Edema (-), akral hangat
Ekstremitas bawah :
Edema (-), akral hangat
6. Rektal toucher : Pasien tidak mau dilakukan RT
X. Diagnosis Banding
a. Prolaps rekti
b. Fisura Anal
c. Ca colorektal
XI. Manajemen
a. Promotif :
Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit ini sulit
sembuh dengan hanya pengobatan konservatif
• PO Cefadroxil 2x1
• PO Paracetamol 3x1
• PO Ranitidine 2x1
• PO Ardium 1x1
• Rendam PK 2x1
d. Rehabilitatif
I. Anatomi
Kanalis analis pada dua pertiga bagian bawahnya, ini berlapiskan kulit tipis
yang sedikit bertanduk yang mengandung persarafan sensoris yang bergabung
dengan kulit bagian luar, kulit ini mencapai ke dalam bagian akhir kanalis analis
dan mempunyai epidermis berpigmen yang bertanduk rambut dengan kelenjar
sebacea dan kelenjar keringat.
Mukosa paruh bawah canalis ani berasal dari ektoderm proctodeum dengan
struktur sebagai berikut :
1. Dibatasi oleh epitel berlapis gepeng yang lambat laun bergabung pada anus
dengan epidermis perianal.
2. Tidak mempunyai collum analis
3. Persarafan berasal dari saraf somatis n. rectalis inferior sehingga peka terhadap
nyeri, suhu, raba, dan tekan.
4. Arteri yang memasok adalah a. rectalis inferior, suatu cabang a. pudenda interna.
Aliran vena oleh v. rectalis inferior, muara dari v. pudenda interna, yang
mengalirkan darah vena ke v. iliaca interna.
5. Aliran cairan limfe ke bawah menuju nodi lympatici inguinalis superficialis
medialis.
II. Klasifikasi
2. Hemoroid interna derajat II. Hemoroid berupa benjolan yang lebih besar,
yang tidak hanya menonjol ke dalam kanalis anal, tapi juga turun kearah
lubang anus. Benjolan ini muncul keluar ketika penderita mengejan, tapi
secara spontan masuk kembali kedalam kanalis anal bila proses defekasi telah
selesai.
3. Hemoroid interna derajat III. Benjolan hemoroid tidak dapat masuk kembali
secara spontan. Benjolan baru masuk kembali setelah dikembalikan dengan
tangan ke dalam anus.
4. Hemoroid interna derajat IV. Hemoroid yang telah berlangsung sangat lama
dengan bagian yang tertutup kulit cukup luas, sehingga tidak dapat
dikembalikan dengan baik ke dalam kanalis anal.
2. Hemoroid eksterna kronik. Disebut juga skin tag, berupa satu atau lebih lipatan
kulit anus yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah.
V. Patofisiologi
Kebiasaan mengedan lama dan berlangsung kronik merupakan salah satu
risiko untuk terjadinya hemorrhoid. Peninggian tekanan saluran anus sewaktu
beristirahat akan menurunkan venous return sehingga vena membesar dan
merusak jar. ikat penunjang Kejadian hemorrhoid diduga berhubungan
dengan faktor endokrin dan usia.
Hubungan terjadinya hemorrhoid dengan seringnya seseorang mengalami
konstipasi, feses yang keras, multipara, riwayat hipertensi dan kondisi yang
menyebabkan vena-vena dilatasi hubungannya dengan kejadian hemmorhoid
masih belum jelas hubungannya.
Hemorhoid interna yang merupakan pelebaran cabang-cabang v. rectalis
superior (v. hemoroidalis) dan diliputi oleh mukosa. Cabang vena yang
terletak pada colllum analis posisi jam 3,7, dan 11 bila dilihat saat pasien
dalam posisi litotomi mudah sekali menjadi varises. Penyebab hemoroid
interna diduga kelemahan kongenital dinding vena karena sering ditemukan
pada anggota keluarga yang sama. Vena rectalis superior merupakan bagian
paling bergantung pada sirkulasi portal dan tidak berkatup. Jadi berat kolom
darah vena paling besar pada vena yang terletak pada paruh atas canalis ani.
Disini jaringan ikat longgar submukosa sedikit memberi penyokong pada
dinding vena. Selanjutnya aliran balik darah vena dihambat oleh kontraksi
lapisan otot dinding rectum selama defekasi. Konstipasi kronik yang
dikaitkan dengan mengedan yang lama merupakan faktor predisposisi.
Hemoroid kehamilan sering terjadi akibat penekanan vena rectalis superior
oleh uterus gravid. Hipertensi portal akibat sirosis hati juga dapat
menyebabkan hemoroid. Kemungkinan kanker rectum juga menghambat
vena rectalis superior.
Hemoroid eksterna adalah pelebaran cabang-cabang vena rectalis
(hemorroidalis) inferior waktu vena ini berjalan ke lateral dari pinggir anus.
Hemorroid ini diliputi kulit dan sering dikaitkan dengan hemorroid interna
yang sudah ada. Keadaan klinik yang lebih penting adalah ruptura cabang-
cabang v. rectalis inferior sebagai akibat batuk atau mengedan, disertai
adanya bekuan darah kecil pada jaringan submukosa dekat anus.
Pembengkakan kecil berwarna biru ini dinamakan hematoma perianal.
Kedua pleksus hemoroid, internus dan eksternus, saling berhubungan
secara longgar dan merupakan awal dari aliran vena yang kembali bermula
dari rectum sebelah bawah dan anus. Pleksus hemoroid intern mengalirkan
darah ke v. hemoroid superior dan selanjutnya ke vena porta. Pleksus
hemoroid eksternus mengalirkan darah ke peredaran sistemik melalui daerah
perineum dan lipat paha ke daerah v. Iliaka. Benjolan atau prolaps terjadi
pada grade 2-4.
VI. Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi, defekasi
yang keras, yamg membutuhkan tekanan intra abdominal meninggi
(mengejan), pasien sering duduk berjam-jam di WC, dan dapat disertai
rasa nyeri bila terjadi peradangan. Pemeriksaan umum tidak boleh
diabaikan karena keadaan ini dapat disebabkan oleh penyakit lain
seperti sindrom hipertensi portal. Hemoroid eksterna dapat dilihat
dengan inspeksi apalagi bila terjadi trombosis. Bila hemoroid interna
mengalami prolaps, maka tonjolan yang ditutupi epitel penghasil
musin akan dapat dilihat apabila penderita diminta mengejan.
Pemeriksaan Fisik
A. Inspeksi
Dilihat kulit di sekitar perineum dan dilihat secara teliti adakah
jaringan / tonjolan yang muncul.
B. Palpasi
Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna stadium
awal tidak dapat diraba sebab tekanan vena di dalamnya
tidak terlalu tinggi dan biasanya tidak nyeri. Hemoroid
dapat diraba apabila sangat besar. Apabila hemoroid sering
prolaps, selaput lendir akan menebal. Trombosis dan
fibrosis pada perabaan terasa padat dengan dasar yang
lebar. Pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan
kemungkinan karsinoma rektum.
C. Anoskopi
Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak
menonjol keluar. Anoskop dimasukkan untuk mengamati
keempat kuadran. Penderita dalam posisi litotomi. Anoskop
dan penyumbatnya dimasukkan dalam anus sedalam
mungkin, penyumbat diangkat dan penderita disuruh
bernafas panjang. Hemoroid interna terlihat sebagai
struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lumen. Apabila
penderita diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid
akan membesar dan penonjolan atau prolaps akan lebih
nyata. Banyaknya benjolan, derajatnya, letak ,besarnya dan
keadaan lain dalam anus seperti polip, fissura ani dan tumor
ganas harus diperhatikan.
D. Proktosigmoidoskopi
Dilakukan untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan
oleh proses radang atau keganasan di tingkat yang lebih tinggi,
karena hemorrhoid merupakan keadaan yang fisiologis saja
ataukan ada tanda yang menyertai.
VII. Diagnosis Banding
Perdarahan rektum merupakan manifestasi utama hemoroid interna yang
juga terjadi pada :
1. Karsinoma kolorektum
2. Penyakit divertikel
3. Polip
4. Kolitis ulserosa
A. Skleroterapi
Hemoroid dapat pula dibekukan dengan suhu yang rendah sekali. Jika
digunakan dengan cermat, dan hanya diberikan ke bagian atas hemoroid
pada sambungan anus rektum, maka krioterapi mencapai hasil yang serupa
dengan yang terlihat pada ligasi dengan gelang karet dan tidak ada nyeri.
Dingin diinduksi melalui sonde dari mesin kecil yang dirancang bagi
proses ini. Tindakan ini cepat dan mudah dilakukan dalam tempat praktek
atau klinik. Terapi ini tidak dipakai secara luas karena mukosa yang
nekrotik sukar ditentukan luasnya. Krioterapi ini lebih cocok untuk terapi
paliatif pada karsinoma rektum yang ireponibel.
Dengan sinar infra merah yang dihasilkan oleh alat yang dinamakan
photocuagulation, tonjolan hemoroid dikauter sehingga terjadi nekrosis
pada jaringan dan akhirnya fibrosis. Sinar koagulator infra merah (IRC)
menembus jaringan ke submukosa dan dirubah menjadi panas, menimbulkan
inflamasi, destruksi jaringan di daerah tersebut. Cara ini baik digunakan pada
hemoroid yang sedang mengalami perdarahan. . Daerah yang akan
dikoagulasi diberi local anestesi terlebih dahulu. Komplikasi biasanya jarang
terjadi, umumnya berupa koagulasi pada daerah yang tidak tepat.
F. Generator galvanis
Jaringan hemoroid dirusak dengan arus listrik searah yang berasal dari
baterai kimia. Cara ini paling efektif digunakan pada hemoroid interna.
Terapi Bedah
Ada tiga tindakan bedah yang tersedia saat ini yaitu bedah konvensional
( menggunakan pisau dan gunting), bedah laser ( sinar laser sebagai alat
pemotong) dan bedah stapler ( menggunakan alat dengan prinsip kerja stapler).
Bedah konvensional
Teknik ini digunakan untuk tonjolan hemoroid di 3 tempat utama. Teknik ini
dikembangkan di Inggris oleh Milligan dan Morgan pada tahun 1973. Basis massa
hemoroid tepat diatas linea mukokutan dicekap dengan hemostat dan diretraksi
dari rektum. Kemudian dipasang jahitan transfiksi catgut proksimal terhadap
pleksus hemoroidalis. Penting untuk mencegah pemasangan jahitan melalui otot
sfingter internus.
Hemostat kedua ditempatkan distal terhadap hemoroid eksterna. Suatu incisi
elips dibuat dengan skalpel melalui kulit dan tunika mukosa sekitar pleksus
hemoroidalis internus dan eksternus, yang dibebaskan dari jaringan yang
mendasarinya. Hemoroid dieksisi secara keseluruhan. Bila diseksi mencapai
jahitan transfiksi cat gut maka hemoroid ekstena dibawah kulit dieksisi. Setelah
mengamankan hemostasis, maka mukosa dan kulit anus ditutup secara
longitudinal dengan jahitan jelujur sederhana.
Biasanya tidak lebih dari tiga kelompok hemoroid yang dibuang pada satu
waktu. Striktura rektum dapat merupakan komplikasi dari eksisi tunika mukosa
rektum yang terlalu banyak. Sehingga lebih baik mengambil terlalu sedikit
daripada mengambil terlalu banyak jaringan.
2. Teknik Whitehead
Teknik operasi yang digunakan untuk hemoroid yang sirkuler ini yaitu dengan
mengupas seluruh hemoroid dengan membebaskan mukosa dari submukosa dan
mengadakan reseksi sirkuler terhadap mukosa daerah itu. Lalu mengusahakan
kontinuitas mukosa kembali.
3. Teknik Langenbeck
A. Bedah Laser
Sedangkan pada bedah laser, serabut syaraf dan selubung syaraf menempel jadi
satu, seperti terpatri sehingga serabut syaraf tidak terbuka. Untuk
hemoroidektomi, dibutuhkan daya laser 12 – 14 watt. Setelah jaringan diangkat,
luka bekas operasi direndam cairan antiseptik. Dalam waktu 4 – 6 minggu, luka
akan mengering. Prosedur ini bisa dilakukan hanya dengan rawat jalan.
B. Bedah Stapler
Teknik ini juga dikenal dengan nama Procedure for Prolapse Hemorrhoids
(PPH) atau Hemoroid Circular Stapler. Teknik ini mulai diperkenalkan pada tahun
1993 oleh dokter berkebangsaan Italia yang bernama Longo sehingga teknik ini
juga sering disebut teknik Longo. Di Indonesia sendiri alat ini diperkenalkan pada
tahun 1999. Alat yang digunakan sesuai dengan prinsip kerja stapler. Bentuk alat
ini seperti senter, terdiri dari lingkaran di depan dan pendorong di belakangnya.
Gambar.2.2 Dilator
Terapi