Anda di halaman 1dari 25

STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS
A. IDENTITAS
Nama

: Tn. O

Umur

: 18 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Pelajar

Alamat

: Banyumanik

No. CM

: 45.23.15

Ruang

: Bangsal Anggrek

Tanggal Periksa

: 7 Juli 2014

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Nyeri pada perut kanan bawah

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluh nyeri pada perut kanan bawah sejak 3 hari yang lalu.
Awalnya nyeri dirasakan di bawah ulu hati, kemudian menjalar ke
sekitar pusar, dan beralih ke bagian kanan bawah. Nyeri dirasakan
terus menerus dan bertambah parah bila membungkuk atau duduk dan
berkurang saat berbaring. Pasien mengeluh mual, penurunan nafsu
makan dan tidak dapat BAB sejak 3 hari yang lalu. Saat ini pasien
mengeluh sedikit demam.

Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat sakit yang sama

: Disangkal

- Riwayat trauma

: Disangkal

- Riwayat operasi

: Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


- Di keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa

Riwayat Kebiasaan
- Riwayat konsumsi makanan berserat

: Jarang

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang pelajar SMA. Pasien tinggal bersama
orang tua. Saat ini, pasien berobat menggunakan BPJS.

II. PEMERIKSAAN FISIK


STATUS GENERALIS
Keadaan umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Tanda Vital

: Tek. Darah : 110/70 mmHg


Nadi

: 78x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

RR

: 17x/menit

Suhu

: 37,8 C ( axiller )

Kepala

: mesosefal

Mata

: conjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)

Hidung

: nafas cuping (-), sekret (-), septum deviasi (-)

Telinga

: discharge (-/-), hematom aurikula (+)

Mulut

: bibir sianosis (-)

Tenggorokan

: T1-T1, faring hiperemis (-).

Leher

: simetris, trakhea ditengah, pembesaran limfonodi (-)

Thorax
Cor

Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis kuat angkat di ICS V, 2 cm ke medial linea

midclavicularis sinistra.

Perkusi

: Batas jantung
kiri bawah

ICS

V,

cm

ke

medial

linea

midclavicularis sinistra
kiri atas

: ICS II linea sternalis sinistra


2

kanan atas

: ICS II linea sternalis dextra

pinggang

: SIC III linea parasternalis sinistra

Kesan

: konfigurasi jantung normal

Auskultasi : BJ I-II reguler, bising (-), gallop(-)

Pulmo
Depan

Inspeksi

: simetris statis dinamis, retraksi (-)

Palpasi

: simetris, ICS melebar (-), tidak ada yang tertinggal


Sterm fremitus kanan = kiri

Perkusi

Auskultasi: Suara dasar vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), ronki basah

: sonor seluruh lapang paru

kasar(-/-),
ronki basah halus (-/-)
Belakang:

Inspeksi

: simetris statis dinamis, retraksi (-)

Palpasi

: simetris, ICS melebar (-), tidak ada yang tertinggal


Sterm fremitus kanan = kiri

Perkusi

Auskultasi: Suara dasar vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), ronki basah

: sonor seluruh lapang paru

kasar(-/-), ronki basah halus (-/-)

Abdomen
Inspeksi

: distensi (-), luka bekas operasi (-), massa (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal


Palpasi

: nyeri tekan pada regio iliaka dekstra (+)

Perkusi

: timpani pada seluruh lapang abdomen

Pemeriksaan Khusus
Nyeri tekan McBurney (+), Nyeri ketok titik Mc.Burney (+)
Defance Muskular (+)
Rovsing Sign (+)
Blumberg Sign (+)
Psoas Sign (+)
Obturator Sign (+)
Kocher Sign (+)

Ekstremitas
Superior : akral hangat, edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik
Inferior : akral hangat, edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik
III. Diagnosis Sementara
Apendisitis Akut
IV. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan

Hasil

Nilai Rujukan

Hemoglobin

12,2

11,5 14,5 g/dl

Leukosit

20,1

4,0 10 ribu

Eritrosit

4,38

3,8 5,4 juta

Hematokrit

36,5

37 54 %

Trombosit

350

150 400 ribu

MCV

83,3

82-98 mikro m3

MCH

27,9

27 pg

MCHC

33,4

32 36 g/dl

RDW

13

10 16 %

Hematologi
darah rutin :

MPV

7 11 mikro m3

Limfosit

3,6

1,0 4,5 103/mikroL

Monosit

2,5

0,2 1,0 103/mikroL

Eosinofil

0,1

0,04-0,8 103/mikroL

Basofil

0,1

0-0,2 103/mikroL

Neutrofil

13,8

1,8-7,5 103/mikroL

Limfosit %

17,9

25 40 %

Monosit %

12,3

28%

Eosinofil %

0,5

24%

Basofil %

0,6

0-1%

Neutrofil %

58,7

50 70 %

PCT

0,292

0,2 0,5 %

PDW

11,3

10 18 %

Golongan Darah

Clotting Time

3 : 00

3-5 (menit:detik)

Bleeding Time

1: 00

1-3 (menit:detik)

GDS

100

70 110 mg/dl

Ureum

13,8

10-50 mg/dl

Kreatinin

0,67

0,45-0,75 mg/dl

SGOT

13

0-35 U/L

SGPT

20

0-35 IU/L

Serologi

Non Reaktif

Non Reaktif

Kimia Klinik

HbsAg

V. Diagnosis Kerja
Skor Alvarado

GEJALA

PARAMETER

SKOR

Migrasi nyeri ke fossa iliaka kanan

TANDA

Anoreksia

Mual/muntah

Nyeri abdomen kuadran kanan bawah

Nyeri lepas

Demam

Leukositosis

LABORATORIUM

TOTAL SKOR

Keterangan :
Skor 1-4 : kemungkinan bukan apendisitis
Skor 5-6 : kemungkinan apendisitis
Skor 7-9 : apendisitis akut
Berdasarkan hasil anamnesis,pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
dan skor alvarado, diagnosis kerja dari pasien ini adalah apendisitis akut

VI. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
Infus RL 20 tpm
Injeksi Antibiotik (Cefotaxim) 3x1 gr
Injeksi Analgetik (Ketorolac) 3x30 mg
b. Non Farmakologi
Tirah baring
c. Rujuk dokter bedah
VII. Prognosis

Ad vitam

: bonam

Ad functionam

: bonam

Ad sanationam

: bonam

TINJAUAN PUSTAKA
A. Apendisitis
1. Anatomi
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung yang menyerupai cacing
sehingga disebut juga umbai cacing. Panjangnya sekitar 10 cm (kisaran 3-15 cm)
dan berpangkal di sekum. Apendiks memiliki lumen yang sempit pada bagian
proksimal dan melebar pada bagian distal.1
Vaskularisasi apendiks berasal dari arteri apendikularis yang berasal dari
arteri ileokolik, cabang arteri iliaka, atau berasal dari arteri sekal yang berada pada
mesoapendiks yang merupakan lipatan serosa peritoneum yang melapisi seluruh
permukaan apendiks. Aliran balik vena berjalan melalui vena ileokolik dan vena
kolik dekstra menuju vena portal. Drainase limfatik terjadi melalui nodus
ileokolik disepanjang arteri mesenterik superior menuju nodus seliac.2 Persarafan
parasimpatis apendiks berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri
mesentrika superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis
berasal dari nervus thorakalis X.1

Gambar 1. Vakularisasi Apendiks Vermiformis


Taenia coli bertemu pada daerah posteromedial sekum yang merupakan
tempat basis apendiks. Posisi apendiks dalam abdomen bervariasi, posisi

terbanyak adalah retrosekal/retrokolik (58%) yang diikuti oleh pelvis (23%),


postileal (10%), subsekal (5%), parasekal (2%), dan preileal (2%).3

Gambar 2. Posisi Apendiks Vermiformis

2. Fisiologi
Apendiks awalnya dianggap sebagai organ tambahan yang tidak memiliki
fungsi. Namun, saat ini apendiks diketahui berfungsi dalam sistem kekebalan
tubuh. Jenis imunoglobin yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid
Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks adalah IgA.
IgA bermanfaat untuk mencegah terjadinya infeksi. Apendiks menghasilkan
lendir sebanyak 1-2 ml per hari yang akan dicurahkan ke dalam lumen dan
selanjutnya mengalir ke sekum.1
Selain itu, fungsi lainnya adalah menjaga flora usus. Hal ini merupakan
teori yang diajukan para ahli berdasarkan pemahaman baru bahwa sistem imun
mendukung pertumbuhan bakteri intestinal yang bermanfaat.5
3. Definisi
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis.
Apendisitis merupakan penyebab utama operasi darurat abdominal.6
4. Etiologi

Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Penyebab


tersering obstruksi lumen apendiks adalah fekalit. Penyebab obstruksi lainnya
adalah hipertrofi jaringan limfoid, tumor, sisa barium, dan cacing.7 Penyebab lain
yang diduga dapat menyebabkan apendisitis adalah erosi mukosa yang disebabkan
oleh parasit seperti E. histolytica. Kebiasaan diet rendah serat juga berpengaruh
terhadap timbulnya apendisitis. Diet rendah serat dapat menyebabkan konstipasi
yang dapat meningkatkan tekanan intrasekal. Akibatnya, terjadi sumbatan
fungsional pada apendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora kolon. Hal ini
akan mempermudah terjadinya apendisitis akut.1
5. Klasifikasi Apendisitis
Apendisitis terbagi menjadi beberapa jenis :
1. Apendiditis Akut
Merupakan peradangan pada apendiks dan merupakan penyebab
abdomen akut tersering. Terdapat beberapa stadium terjadinya
apendisitis akut :
a. Apendisitis akut fokal
Pada stadium awal ini, terjadi obstruksi pada lumen apendiks yang
menyebabkan peningkatan dan distensi apendiks yang ditandai
dengan nyeri pada daerah epigastrium.3
b. Apendisitis supuratif akut
Tekanan intralumen yang semakin meningkat akan menyebabkan
gangguan pada drainase limfatik dan vena. Hal ini memungkinkan
terjadi infeksi bakteri dan ditandai dengan nyeri pada kuadran
kanan bawah abdomen.3
c. Apendisitis gangrenosa
Terjadi thrombosis pada vena dam arteri intramural yang
mengakibatkan apendisitis gangrenosa.3
d. Apendisitis perforata

Gangren yang terjadi akan menyebabkan dinding apendiks rapuh


yang dapat menyebabkan apendisitis perforata.3
e. Apendisitis infiltrat
Apendiks yang meradang dapat ditutupi oleh omentum atau usus
kecil yang berdekatan. Hasilnya akan terbentuk apendisitis infiltrat
atau fokal abses.3
2. Apendisitis Rekuren
Apendisitis rekuren terjadi sekitar 10%. Diagnosis apendisitis rekuren
diterima bila terdapat riwayat serangan nyeri berulang pada kuadaran
kanan bawah abdomen yang mendorong dilakukannya apendektomi.
Pada hasil patologi menunjukkan adanya peradangan akut.3
3. Apendisitis Kronik
Diagnosis apendisitik kronik dapat ditegakkan bila memenuhi syarat
berikut yaitu terdapat riwayat nyeri abdomen kanan bawah paling tidak
selama 3 minggu, keluhan menghilang setelah apendektomi, dan
secara histopatologi terbukti adanya inflamasi kronkik pada dinding
apendiks atau fibrosis pada apendiks. Insiden apendisitis kronik adalah
sekitar 1%.3
6. Patofisiologi
Apendisitis paling sering terjadi akibat penyumbatan lumen apendiks yang
disebabkan oleh fekalit, hiperplasia jaringan limfoid, parasit, tumor ataupun benda
asing. Obstruksi lumen akan diikuti dengan peningkatan sekresi mukus apendiks.
Mukus yang dihasilkan semakin lama semakin banyak yang akan menyebabkan
peningkatan tekanan intralumen dan terjadi distensi.3
Tekanan intralumen yang meningkat akan menyebabkan oklusi pada saluran
limfe, sirkulasi vena, dan akhirnya mengenai sirkulasi arteri. Akibatnya, terjadi
iskemia, ulserasi mukosa dan infeksi bakteri. Infeksi bakteri akan menyebabkan
apendiks semakin membengkak akibat edema dan semakin iskemik akibat
trombosis vaskular intramular. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal

10

yang ditandai dengan nyeri pada daerah epigastrium akibat stimuli nervus T10
karena distensi apendiks.3
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan semakin
meningkat. Hal tersebut akan mengakibatkan obstruksi vena, edema bertambah,
dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan akan meluas dan mengenai
peritoneum setempat yang akan menimbulkan nyeri pada daerah perut kanan
bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian
arteri terganggu, akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan
gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding
apendiks yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila
proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak
ke arah apendiks yang akan membentuk massa lokal yang disebut infiltrat
apendiks. Infiltrat apendiks merupakan bentuk patologi apendisitis yang dimulai
dimukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam
waktu 24-48 jam pertama. Hal ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan
membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus,
atau adneksa yang akan terbentuk massa apendikuler. Didalamnya dapat terjadi
nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Bila tidak
terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa apendikuler akan menjdai
tenang dan akan mengurai diri secara lambat.1
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, namun akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan
bawah. Bila ketika apendiks meradang akut lagi, keadaan ini dinyatakan sebagai
eksaserbasi akut.1

11

Gambar 4. Patofisiologi Apendisitis


7. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis apendisitis adalah sebagai berikut :
1. Nyeri abdomen
Nyeri abdomen merupakan gejala klasik apendisitis. Awalnya nyeri
dirasakan samar-samar dan tumpul yang terjadi pada daerah epigastrium
disekitar umbilikus akibat stimuli nervus T10 karena distensi apendiks.
Setelah beberapa jam, nyeri berpindah dan menetap di abdomen kanan
bawah.1
2. Anoreksia
Umumnya nafsu makan menurun. Terjadi pada 74-78% kasus.8
3. Mual dan muntah

12

Mual dan muntah terjadi setelah nyeri abdomen. Bila muntah terjadi
sebelum nyeri abdomen, hal ini lebih mengarah pada diagnosis
gastroenteritis. Namun, pada pasien dengan apendiks retrosekal, terutama
yang mengenai permukaan posterior kolon kanan, inflamasi apendiks
akan mengiritasi duodenum disekitarnya. Akibatnya, mual dan muntah
akan terjadi sebelum nyeri abdomen kanan bawah.8
4. Demam
Demam biasanya ringan dengan rentang suhu sekitar 37,5-38,50 C. Bila
suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi.1
5. Diare atau konstipasi
Diare atau konstipasi terjadi pada 18% kasus. Pada apendiks yang
terletak pada rongga pelvis, inflamasi apendiks dapat memberikan
stimulasi iritatif pada rektum sehingga peristaltik meningkat dan
pengosongan rektum menjadi lebih cepat dan berulang. Pasien akan
mengeluh terjadinya diare.8

Bila apendiks menempel ke vesika urinaria, dapat terjadi peningkatan


frekuensi berkemih akibat rangsangan pada dindingnya. Gejala apendisitis akut
pada anak-anak tidak spesifik. Gejala awal hanya sering rewel dan tidak mau
makan. Anak sering tidak dapat menjelaskan rasa nyerinya. Karena gejala yang
tidak spesifik ini, diagnosis apendisitis diketahui setelah terjadi perforasi. Pada
orang berusia lanjut, gejalanya juga sering sama-samar sehingga sering terlambat
didiagnosis. Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri abdomen,
mual, dan muntah. Hal yang perlu diperhatikan adalah pada kehamilan trimester
pertama sering terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dengan
apendiks terdorong ke arah kraniolatereal sehingga keluhan tidak dirasakan di
perut kanan bawah namun lebih terasa pada regio lumbal kanan.1

13

8. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Umum
Amati gestur pasien saat melakukan pemeriksaan fisik. Pasien biasanya
cenderung berbaring diam ditempat pemeriksaan, memfleksikan
pinggang serta menekuk lututnya untuk mengurangi pergerakan dan
menghindari nyeri yang semakin berat.8
2. Pemeriksaan Abdomen
a. Inspeksi
Sering tidak ditemukan gambaran spesifik.
Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi
perforasi
Penonjolan abdomen kanan bawah dapat dilihat pada massa atau
abses periapendikuler.
b. Auskultasi
Peristaltik usus sering ditemukan dalam batas normal.
Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis
generalisata akibat apendisitis perforata.
c. Palpasi
Nyeri terbatas pada regio iliaka kanan, dapat disertai nyeri lepas.
Defans muskular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum
parietal.
Pada apendisitis restrosekal atau retroileal diperlukan palpasi
dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri.
d. Perkusi
Terdapat nyeri ketok.
3. Pemeriksaan Tanda Apendisitis
a. Rovsings Sign
Bila abdomen kiri bawah ditekan, maka akan terasa nyeri pada
abdomen kanan bawah.1

14

Gambar 5. Cara Pemeriksaan Rovsing Sign

b. Blumberg Sign
Disebut juga nyeri lepas kontralateral. Pemeriksa menekan pada
abdomen kiri bawah lalu melepaskannya. Pemeriksaan dikatakan
positif bila saat dilepaskan pasien merasa nyeri pada abdomen kanan
bawah.
c. Psoas Sign
Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat
hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul
kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang
menempel di m.psoas mayor, tindakan ini akan menimbulkan nyeri.1

Gambar 6. Cara Melakukan Psoas Sign


d. Obturator Sign
Posisi pasien telentang dengan sendi lutut dan sendi panggul fleksi.
Lalu, lakukan gerakan eksorotasi dan endorotasi pada sendi panggul.
Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang
meradang berkontak dengan m.obturator intrenus. Gerakan fleksi

15

dan

endorotasi

sendi

panggul

pada

posisi

menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika.

telentang akan

Gambar 7. Cara Melakukan Obturator Sign


e. Kocher (Koshers) Sign
Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium atau sekitar pusat, lalu
berpindah ke kuadran kanan bawah.
4. Pemeriksaan Rektal
Terdapat nyeri tekan pada daerah jam 9-12. Bila terdapat abses, teraba
massa yang menekan rektum. Pada apendisitis pelvika, tanda perut
sering meragukan. Maka, kunci diagnosis adalah nyeri terbatas saat
dilakukan pemeriksaan colok dubur.1

9. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah : jumlah total leukosit didapatkan meningkat pada kebanyakan
kasus apendisitis akut. Namun, jumlah leukosit dapat meningkat
pada keadaan akut abdomen lainnya. Peningkatan neutrofil atau
batang tanpa peningkatan jumlah total leukosit dapat mendukung
diagnosis apendisitis. Bila jumlah total leukosit lebih dari 15.000 sel/
L, cenderung terjadi perforasi.8
b. Urinalisis : dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit tanpa
bakteri bila apendiks berada dekat dengan ureter kanan atau vesika
urinaria.

Urinalisis

sangat

membantu

dalam

menyingkirkan

16

diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang
memiliki gejala klinis yang hampir sama dengan apendisitis.7
2. Rontgen Abdomen
Rontgen abdomen jarang bernilai kecuali terlihat fekalit opak pada 5%
pasien pada kuadran kanan bawah terutama pada anak-anak. Akibatnya,
rontgen abdomen tidak rutin digunakan kecuali terdapat kondisi lain
seperti obstruksi intestinal.7

3. USG Abdomen
Temuan positif apendisitis melalui USG adalah terdapat struktur tubular
yang tidak terkompresi 6 mm pada kuadran kanan bawah. Temuan
tambahan lainnya termasuk apendikolit, cairan di lumen apendiks, nyeri
fokal pada apendiks yang inflamasi (titik McBurney), dan diameter
transversal 6 mm. Pada pasien dengan apendisitis perforata,
ditemukan phlegmon periapendikal atau formasi abses. USG abdomen
telah terbukti bernilai dalam mendiagnosis apendisitis dengan
sensitivitas, spesifitas, dan akurasi paling tidak 90-95%. USG juga
berguna dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti kista ovarium,
kehamilan ektopik, abses tubo-ovarian, dan adenitis mesenterik.8
4. CT Scan
CT scan memiliki tingkat akurasi 97% dalam mendiagnosis apendisitis.
Hasil CT scan yang indikatif apendisitis adalah penebalan apendiks,
terdapat garis lemak disekitar apendiks, atau penebalan dinding sekal.
Hasil yang mengarah terjadi perforasi adalah terdapat udara
periapendikal/perisekal, abses, dan cairan bebas yang luas.8
5. Histopatologi
Walaupun modalitas teknologi berkembang, terdapat dilema dalam
diagnosis klinis apendisitis akut. Pemeriksaan histopatologi masih
menjadi metode standar emas untuk mengonfirmasi apendisitis. Tidak
hanya diagnosis patologi inflamasi akut, kadang dapat ditemukan tumor
insidental pada apendiks.9

17

10. Diagnosis
Pada anamnesa ditemukan gejala-gejala apendisitis, pada pemeriksaan
fisik didapatkan hasil positif untuk apendisitis. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang seksama akan dapat mengeksklusi diagnosis banding seperti gastroenteritis,
infeksi saluran kemih, kehamilan ektopik, kista ovarium, abses tubo-ovarian, dan
adenitis mesenterik. Selain itu, pemeriksaan penunjang yang dilakukan juga
menunjang ke arah apendisitis.
Pada

tahun

1986,

Alvarado

menjelaskan

sistem

skoring

untuk

mendiagnosis apendisitis yang disebut skor Alvarado. Parameter skor Alvarado


terdiri dari 3 gejala, 3 tanda klinis, dan 2 hasil pemeriksaan laboratorium dengan
nilai total berjumlah 10. Pada tahun 1994, Kalan menghilangkan salah 1
parameter hasil pemeriksaan laboratorium (shift to the left) sehingga
menghasilkan modifikasi skor Alvarado.10

GEJALA

TANDA

LABORATORIUM

PARAMETER

SKOR

Migrasi nyeri ke fossa iliaka kanan

Anoreksia

Mual/muntah

Nyeri abdomen kuadran kanan bawah

Nyeri lepas

Demam

Leukositosis

TOTAL SKOR

Tabel 1. Tabel Modofikasi Skor Alvarado


Keterangan :
Skor 1-4 : kemungkinan bukan apendisitis
Skor 5-6 : kemungkinan apendisitis
Skor 7-9 : apendisitis akut

18

Penggunaan modifikasi skor Alvarado dapat meningkatkan akurasi


apendisitis akut dan mengurangi apendektomi negatif dan komplikasi.
Berdasarkan hasil salah satu studi tentang modifikasi skor Alvarado, tingkat
sensitivitasnya mencapai 94,1% dan spesifisitasnya 90,4%.11
11. Diagnosis Diferensial
Diagnosis banding apendisitis antara lain :
1. Gastroenteritis
Gejala mual, muntah, dan diare pada gastroenteritis terjadi lebih dahulu
sebelum nyeri abdomen. Nyeri abdomen lebih ringan dan difus.
Hiperperistaltik sering ditemukan. Demam dan leukositosis kurang
menonjol dibandingkan apendisistis akut.1
2. Limfadenitis Mesenterika
Limfadenitis mesenterika biasanya didahului oleh enteritis atau
gastroenteritis yang ditandai dengan nyeri abdomen, terutama disebelah
kanan yang disertai mual, dan nyeri tekan abdomen yang samar.1
3. Kehamilan Ektopik
Hampir selalu ada riwayat terlambat menstruasi dengan keluhan yang
tidak menentu. Bila terdapat ruptur tuba atau abortus pada kehamilan
ektopik dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus
pada daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada
pemeriksaan vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan pada cavum
Douglas serta pada kuldosentesis didapatkan darah.1
4. Kelainan Ovulasi
Ruptur folikel de Graaf (mittelschmerz) terjadi pada pertengahan siklus
menstruasi dan akan menghasilkan nyeri yang lebih difus dan biasanya
tidak seberat apendisitis. Sedangkan, ruptur kista korpus luteum secara
klinis sama dengan rupturnya folikel de Graaf namun terjadi pada saat
menstruasi.7
5. Infeksi Panggul

19

Salpingitis akut sebelah kanan sering dikacaukan dengan apendisitis


akut. Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan, gejala
urinaria, serta riwayat infeksi panggul sebelumnya. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan nyeri abdomen bagian bawah yang lebih difus, nyeri
gerak servikal, sekret vagina, dan hasil urinalisa yang positif.8
6. Kista Ovarium Terpuntir
Timbul nyeri mendadak dengan intesnitas yang tinggi dan teraba massa
dalam rongga pelvis pada pemeriksaan abdomen, colok vaginal, atau
colok rektal. Tidak terdapat demam. Pemeriksaan dengan USG dapat
menentukan diagnosis.1
7. Endometriasis Eksterna
Endometriosis diluar rahim akan memberikan keluhan nyeri pada lokasi
endometriosis berada dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu
karena tidak ada jalan keluar.1
8. Urolitiasis Pielum/Ureter Kanan
Terdapat riwayat nyeri kolik dari pinggang ke abdomen yang menjalar
ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Foto abdomen
polos atau urografi intravena dapat meyakinkan penyakit tersebut. Pada
pielonefritis sering disertai dengan demam tinggi, menggigil, nyeri
kostovertebral kanan, dan piuria.1
9. Penyakit saluran cerna lainnya seperti divertikulum Meckel, perforasi
tukak lambung atau duodenum, kolesistisis akut, pankreatitis, obstruksi
usus bawah, perforasi kolon, demam tifoid abdominalis, mukokel
apendiks.1
12. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah :
1. Massa Periapendikular
Hal ini terjadi bila apendisitis gangrenosa/mikroperforasi dibungkus
oleh omentum atau usus halus. Massa yang masih bebas (mobile)

20

sebaiknya segera dioperasi untuk mencegah perforasi. Apendektomi


dilakukan pada infiltrat periapendikuler tanpa pus yang telah
ditenangkan. Sebelumnya, pasien diberikan antibiotik kombinasi yang
aktif terhadap kuman aerob dan anaerob.1
2. Perforasi
Adanya fekalit, faktor usia (anak kecil atau orang tua), dan
keterlambatan diagnosis merupakan faktor penting terjadinya perforasi.
Tingginya insiden perforasi pada orang tua disebabkan gejalanya yang
samar, keterlambatan berobat, penyempitan lumen apendiks, dan
arteriosklerosis. Sedangkan tingginya insiden perforasi pada anak
disebabkan oleh dinding apendiks yang masih tipis, anak kurang
komunikatif sehingga diagnosis terlambat, dan omentum anak belum
berkembang.1
3. Peritonitis
Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang
ditandai dengan demam tinggi, nyeri yang semakin hebat pada seluruh
lapang abdomen, abdomen menjadi tegang, dan kembung. Peristaltik
usus dapat berkurang bahkan sampai menghilang akibat ileus paralitik.1
4. Infertilitas
Terjadi peningkatan insidensi infertilitas pada wanita yang mengalami
perforasi apendiks yang mengakibatkan obstruksi tuba falopi dan
adhesi.
13. Tatalaksana
Terapi definitif untuk apendisitis adalah apendektomi. Terdapat beberapa
jenis apendektomi yang dapat digunakan :
1. Apendektomi Terbuka
Apendektomi terbuka dilakukan dengan menginsisi abdomen untuk
mengambil apendiks yang meradang. Terdapat beberapa jenis insisi
yang dapat digunakan pada apendektomi misalnya insisi McBurney,
Lanz, dan pararektus. Insisi McBurney paling banyak dipilih oleh ahli

21

bedah. Insisi ini dilakukan pada batas lateral otot rektus kanan pada titik
tengah antara umbilikus dan spina iliaka anterior superior.12

Gambar 8. Insisi McBurney


2. Apendektomi Laparoskopi
Apendektomi ini dilakukan dengan menggunakan menempatkan
laparoskopi pada 3 lokasi yaitu 10 mm camera port pada umbilikus dan
5 mm ports pada fossa iliaka kanan dan kuadran hipokondria kanan.12
Menurut Society of American Gastrointestinal and Endoscopic
Surgeons (SAGES), kondisi yang cocok untuk dilakukan apendektomi
laparoskopi adalah apendisitis tanpa komplikasi, apendisitis pada anak,
dan suspek apendisitis pada wanita hamil.3

Gambar 9. Lokasi Apendektomi Laparoskopi


Apedektomi harus dilengkapi dengan pemberian antibiotik. Antibiotik
yang digunakan harus dapat bekerja untuk bakteri Gram positif dan negatif. Jenis
antibiotik yang banyak digunakan adalah sefalosporin generasi ketiga. Durasi
pemberian bergantung pada stadium apendisitis saat diagnosis, temuan
intraoperatif atau evaluasi pasca operasi. Berdasarkan beberapa studi, antibiotik
profilaksis diberikan sebelum apendektomi.3

22

Berdasarkan pengalaman klinis terbaru, pada pasien apendisitis perforasi


dengan gejala minimal dan abses terlokalisasi segera diberikan antibiotik
intravena dan dipasang drainase perkutaneus dengan bantuan CT scan untuk
menunjukkan lokasi abses. Bila gejala berkurang, leukosit dan demam kembali ke
kisaran normal, terapi diubah dengan memberikan antibiotik oral dan pasien
dipulangkan. Apendektomi dilakukan 4-8 minggu kemudian. Hal ini disebut
interval apendektomi dan dilakukan untuk mencegah serangan apendisitis
berikutnya.3

14. Prognosis
Keterlambatan diagnosis dan terapi akan meningkatkan tingkat morbiditas
dan mortalitas. Serangan berulang dapat terjadi bila appendiks tidak diangkat.

23

DAFTAR PUSTAKA
1. De Jong,Wim dan Sjamsuhidajat, R.2010.Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3.
Jakarta : EGC
2. Skandalakis.2006. Appendicitis.Skandalakiss Surgical Anatomy. McGraw Hill
3. Craig, S., Incesu, L., and Taylor, Caroline, R. 2013. Appendicitis. Diakses
pada

tanggal

16

Juli

2014.

[Online]

Tersedia

pada

http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview#aw2aab6b2b5
4. Slomianka Lutz.2009.Blue Histology-Gatrointestinal Tract. Diakses pada
tanggal

16

Juli

2014.

[Online]

Tersedia

pada

http://www.lab.anhb.uwa.edu.au/mb140/CorePages/GIT/git.htm
5. Everett, Mary L., Palestrant, D., Miller, Sara E., Bollinger, R., and Parker,
William.2004. Immune Exclusion and Immune Inclusion : a New Model
of Host-Bacterial Interactions in the gut. Clinical and Applied Immunology
Review. (4),5, pp : 321-332.
6. Brodsky, Jason A. 2013.Appendicitis. Diakses pada tanggal 16 Juli 2014.
[Online]

Tersedia

pada

http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/appendicitis/
7. Gearhart, Susan L. and Silen, William. 2010. Acute Appendicitis and
Peritonitis in Harrisons Gastroenterology and Hepatology. New York :
McGraw-Hill
8. Minkes, Robert K., Alder, Adam C. 2013. Pediatric Appendicitis. Diakses
pada

tanggal

16

Juli

2014.

[Online]

Tersedia

pada

http://emedicine.medscape.com/article/926795-overview
9. Shresta, R., Ranabhat, SR., and Tiwari M. 2012. Histopathologic Analysis
of Appendectomy Specimens.Journal of Pathology of Nepal.(2), pp : 215219.
10. Shah, Syed W.A., Khan, Chaudhry A., Malik, Sikandar A., Waqas, A., and
Bhutta, Irtiza A.2011.Accuracy of Modified Alvarado Score in Diagnosis
of Acute Appendicitis in Adults. Pakistan Armed Forces Medical Journal.

24

Diakses

pada

tanggal

16

Juli

2014.

[Online]

Tersedia

pada

http://www.pafmj.org/showdetails.php?id=498&t=o
11. Kanumba, Emmanuel, S., Mabula, Joseph B., Rambau, P., and Chalya,
Phillipo L. 2011.Modified Alvarado Scoring System as a Diagnostic Tool
for Acute Appendicitis at Bugando Medical Centre, Mwanza, Tanzania.
BMC Surgery.11 (4), pp : 1-5.
12. Switzer, Noah J., Gill, Richdeep S., and Karmali, Shahzeer. 2012. The
Evolution of Appendectomy : From Open to Laparoscopic to Single
Incision. Diakses pada tanggal 16 Juli 2014. [Online] Tersedia pada
http://www.hindawi.com/journals/scientifica/2012/895469/
13. Brunton, Laurence L., Chabner, Bruce A., and Knollman, BC. 2011.
Goodman & Gilmans The Pharmacological Basis of Therapeutics.12th
edition. China : McGraw-Hill.

25

Anda mungkin juga menyukai