I. ANAMNESIS
A. IDENTITAS
Nama
: Tn. O
Umur
: 18 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pelajar
Alamat
: Banyumanik
No. CM
: 45.23.15
Ruang
: Bangsal Anggrek
Tanggal Periksa
: 7 Juli 2014
B. ANAMNESIS
: Disangkal
- Riwayat trauma
: Disangkal
- Riwayat operasi
: Disangkal
Riwayat Kebiasaan
- Riwayat konsumsi makanan berserat
: Jarang
Kesadaran
: compos mentis
Tanda Vital
RR
: 17x/menit
Suhu
: 37,8 C ( axiller )
Kepala
: mesosefal
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
Tenggorokan
Leher
Thorax
Cor
Inspeksi
Palpasi
midclavicularis sinistra.
Perkusi
: Batas jantung
kiri bawah
ICS
V,
cm
ke
medial
linea
midclavicularis sinistra
kiri atas
kanan atas
pinggang
Kesan
Pulmo
Depan
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
kasar(-/-),
ronki basah halus (-/-)
Belakang:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Abdomen
Inspeksi
Perkusi
Pemeriksaan Khusus
Nyeri tekan McBurney (+), Nyeri ketok titik Mc.Burney (+)
Defance Muskular (+)
Rovsing Sign (+)
Blumberg Sign (+)
Psoas Sign (+)
Obturator Sign (+)
Kocher Sign (+)
Ekstremitas
Superior : akral hangat, edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik
Inferior : akral hangat, edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik
III. Diagnosis Sementara
Apendisitis Akut
IV. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
Hemoglobin
12,2
Leukosit
20,1
4,0 10 ribu
Eritrosit
4,38
Hematokrit
36,5
37 54 %
Trombosit
350
MCV
83,3
82-98 mikro m3
MCH
27,9
27 pg
MCHC
33,4
32 36 g/dl
RDW
13
10 16 %
Hematologi
darah rutin :
MPV
7 11 mikro m3
Limfosit
3,6
Monosit
2,5
Eosinofil
0,1
0,04-0,8 103/mikroL
Basofil
0,1
0-0,2 103/mikroL
Neutrofil
13,8
1,8-7,5 103/mikroL
Limfosit %
17,9
25 40 %
Monosit %
12,3
28%
Eosinofil %
0,5
24%
Basofil %
0,6
0-1%
Neutrofil %
58,7
50 70 %
PCT
0,292
0,2 0,5 %
PDW
11,3
10 18 %
Golongan Darah
Clotting Time
3 : 00
3-5 (menit:detik)
Bleeding Time
1: 00
1-3 (menit:detik)
GDS
100
70 110 mg/dl
Ureum
13,8
10-50 mg/dl
Kreatinin
0,67
0,45-0,75 mg/dl
SGOT
13
0-35 U/L
SGPT
20
0-35 IU/L
Serologi
Non Reaktif
Non Reaktif
Kimia Klinik
HbsAg
V. Diagnosis Kerja
Skor Alvarado
GEJALA
PARAMETER
SKOR
TANDA
Anoreksia
Mual/muntah
Nyeri lepas
Demam
Leukositosis
LABORATORIUM
TOTAL SKOR
Keterangan :
Skor 1-4 : kemungkinan bukan apendisitis
Skor 5-6 : kemungkinan apendisitis
Skor 7-9 : apendisitis akut
Berdasarkan hasil anamnesis,pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
dan skor alvarado, diagnosis kerja dari pasien ini adalah apendisitis akut
VI. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
Infus RL 20 tpm
Injeksi Antibiotik (Cefotaxim) 3x1 gr
Injeksi Analgetik (Ketorolac) 3x30 mg
b. Non Farmakologi
Tirah baring
c. Rujuk dokter bedah
VII. Prognosis
Ad vitam
: bonam
Ad functionam
: bonam
Ad sanationam
: bonam
TINJAUAN PUSTAKA
A. Apendisitis
1. Anatomi
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung yang menyerupai cacing
sehingga disebut juga umbai cacing. Panjangnya sekitar 10 cm (kisaran 3-15 cm)
dan berpangkal di sekum. Apendiks memiliki lumen yang sempit pada bagian
proksimal dan melebar pada bagian distal.1
Vaskularisasi apendiks berasal dari arteri apendikularis yang berasal dari
arteri ileokolik, cabang arteri iliaka, atau berasal dari arteri sekal yang berada pada
mesoapendiks yang merupakan lipatan serosa peritoneum yang melapisi seluruh
permukaan apendiks. Aliran balik vena berjalan melalui vena ileokolik dan vena
kolik dekstra menuju vena portal. Drainase limfatik terjadi melalui nodus
ileokolik disepanjang arteri mesenterik superior menuju nodus seliac.2 Persarafan
parasimpatis apendiks berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri
mesentrika superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis
berasal dari nervus thorakalis X.1
2. Fisiologi
Apendiks awalnya dianggap sebagai organ tambahan yang tidak memiliki
fungsi. Namun, saat ini apendiks diketahui berfungsi dalam sistem kekebalan
tubuh. Jenis imunoglobin yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid
Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks adalah IgA.
IgA bermanfaat untuk mencegah terjadinya infeksi. Apendiks menghasilkan
lendir sebanyak 1-2 ml per hari yang akan dicurahkan ke dalam lumen dan
selanjutnya mengalir ke sekum.1
Selain itu, fungsi lainnya adalah menjaga flora usus. Hal ini merupakan
teori yang diajukan para ahli berdasarkan pemahaman baru bahwa sistem imun
mendukung pertumbuhan bakteri intestinal yang bermanfaat.5
3. Definisi
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis.
Apendisitis merupakan penyebab utama operasi darurat abdominal.6
4. Etiologi
10
yang ditandai dengan nyeri pada daerah epigastrium akibat stimuli nervus T10
karena distensi apendiks.3
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan semakin
meningkat. Hal tersebut akan mengakibatkan obstruksi vena, edema bertambah,
dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan akan meluas dan mengenai
peritoneum setempat yang akan menimbulkan nyeri pada daerah perut kanan
bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian
arteri terganggu, akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan
gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding
apendiks yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila
proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak
ke arah apendiks yang akan membentuk massa lokal yang disebut infiltrat
apendiks. Infiltrat apendiks merupakan bentuk patologi apendisitis yang dimulai
dimukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam
waktu 24-48 jam pertama. Hal ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan
membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus,
atau adneksa yang akan terbentuk massa apendikuler. Didalamnya dapat terjadi
nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Bila tidak
terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa apendikuler akan menjdai
tenang dan akan mengurai diri secara lambat.1
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, namun akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan
bawah. Bila ketika apendiks meradang akut lagi, keadaan ini dinyatakan sebagai
eksaserbasi akut.1
11
12
Mual dan muntah terjadi setelah nyeri abdomen. Bila muntah terjadi
sebelum nyeri abdomen, hal ini lebih mengarah pada diagnosis
gastroenteritis. Namun, pada pasien dengan apendiks retrosekal, terutama
yang mengenai permukaan posterior kolon kanan, inflamasi apendiks
akan mengiritasi duodenum disekitarnya. Akibatnya, mual dan muntah
akan terjadi sebelum nyeri abdomen kanan bawah.8
4. Demam
Demam biasanya ringan dengan rentang suhu sekitar 37,5-38,50 C. Bila
suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi.1
5. Diare atau konstipasi
Diare atau konstipasi terjadi pada 18% kasus. Pada apendiks yang
terletak pada rongga pelvis, inflamasi apendiks dapat memberikan
stimulasi iritatif pada rektum sehingga peristaltik meningkat dan
pengosongan rektum menjadi lebih cepat dan berulang. Pasien akan
mengeluh terjadinya diare.8
13
8. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Umum
Amati gestur pasien saat melakukan pemeriksaan fisik. Pasien biasanya
cenderung berbaring diam ditempat pemeriksaan, memfleksikan
pinggang serta menekuk lututnya untuk mengurangi pergerakan dan
menghindari nyeri yang semakin berat.8
2. Pemeriksaan Abdomen
a. Inspeksi
Sering tidak ditemukan gambaran spesifik.
Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi
perforasi
Penonjolan abdomen kanan bawah dapat dilihat pada massa atau
abses periapendikuler.
b. Auskultasi
Peristaltik usus sering ditemukan dalam batas normal.
Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis
generalisata akibat apendisitis perforata.
c. Palpasi
Nyeri terbatas pada regio iliaka kanan, dapat disertai nyeri lepas.
Defans muskular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum
parietal.
Pada apendisitis restrosekal atau retroileal diperlukan palpasi
dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri.
d. Perkusi
Terdapat nyeri ketok.
3. Pemeriksaan Tanda Apendisitis
a. Rovsings Sign
Bila abdomen kiri bawah ditekan, maka akan terasa nyeri pada
abdomen kanan bawah.1
14
b. Blumberg Sign
Disebut juga nyeri lepas kontralateral. Pemeriksa menekan pada
abdomen kiri bawah lalu melepaskannya. Pemeriksaan dikatakan
positif bila saat dilepaskan pasien merasa nyeri pada abdomen kanan
bawah.
c. Psoas Sign
Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat
hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul
kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang
menempel di m.psoas mayor, tindakan ini akan menimbulkan nyeri.1
15
dan
endorotasi
sendi
panggul
pada
posisi
telentang akan
9. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah : jumlah total leukosit didapatkan meningkat pada kebanyakan
kasus apendisitis akut. Namun, jumlah leukosit dapat meningkat
pada keadaan akut abdomen lainnya. Peningkatan neutrofil atau
batang tanpa peningkatan jumlah total leukosit dapat mendukung
diagnosis apendisitis. Bila jumlah total leukosit lebih dari 15.000 sel/
L, cenderung terjadi perforasi.8
b. Urinalisis : dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit tanpa
bakteri bila apendiks berada dekat dengan ureter kanan atau vesika
urinaria.
Urinalisis
sangat
membantu
dalam
menyingkirkan
16
diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang
memiliki gejala klinis yang hampir sama dengan apendisitis.7
2. Rontgen Abdomen
Rontgen abdomen jarang bernilai kecuali terlihat fekalit opak pada 5%
pasien pada kuadran kanan bawah terutama pada anak-anak. Akibatnya,
rontgen abdomen tidak rutin digunakan kecuali terdapat kondisi lain
seperti obstruksi intestinal.7
3. USG Abdomen
Temuan positif apendisitis melalui USG adalah terdapat struktur tubular
yang tidak terkompresi 6 mm pada kuadran kanan bawah. Temuan
tambahan lainnya termasuk apendikolit, cairan di lumen apendiks, nyeri
fokal pada apendiks yang inflamasi (titik McBurney), dan diameter
transversal 6 mm. Pada pasien dengan apendisitis perforata,
ditemukan phlegmon periapendikal atau formasi abses. USG abdomen
telah terbukti bernilai dalam mendiagnosis apendisitis dengan
sensitivitas, spesifitas, dan akurasi paling tidak 90-95%. USG juga
berguna dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti kista ovarium,
kehamilan ektopik, abses tubo-ovarian, dan adenitis mesenterik.8
4. CT Scan
CT scan memiliki tingkat akurasi 97% dalam mendiagnosis apendisitis.
Hasil CT scan yang indikatif apendisitis adalah penebalan apendiks,
terdapat garis lemak disekitar apendiks, atau penebalan dinding sekal.
Hasil yang mengarah terjadi perforasi adalah terdapat udara
periapendikal/perisekal, abses, dan cairan bebas yang luas.8
5. Histopatologi
Walaupun modalitas teknologi berkembang, terdapat dilema dalam
diagnosis klinis apendisitis akut. Pemeriksaan histopatologi masih
menjadi metode standar emas untuk mengonfirmasi apendisitis. Tidak
hanya diagnosis patologi inflamasi akut, kadang dapat ditemukan tumor
insidental pada apendiks.9
17
10. Diagnosis
Pada anamnesa ditemukan gejala-gejala apendisitis, pada pemeriksaan
fisik didapatkan hasil positif untuk apendisitis. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang seksama akan dapat mengeksklusi diagnosis banding seperti gastroenteritis,
infeksi saluran kemih, kehamilan ektopik, kista ovarium, abses tubo-ovarian, dan
adenitis mesenterik. Selain itu, pemeriksaan penunjang yang dilakukan juga
menunjang ke arah apendisitis.
Pada
tahun
1986,
Alvarado
menjelaskan
sistem
skoring
untuk
GEJALA
TANDA
LABORATORIUM
PARAMETER
SKOR
Anoreksia
Mual/muntah
Nyeri lepas
Demam
Leukositosis
TOTAL SKOR
18
19
20
21
bedah. Insisi ini dilakukan pada batas lateral otot rektus kanan pada titik
tengah antara umbilikus dan spina iliaka anterior superior.12
22
14. Prognosis
Keterlambatan diagnosis dan terapi akan meningkatkan tingkat morbiditas
dan mortalitas. Serangan berulang dapat terjadi bila appendiks tidak diangkat.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. De Jong,Wim dan Sjamsuhidajat, R.2010.Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3.
Jakarta : EGC
2. Skandalakis.2006. Appendicitis.Skandalakiss Surgical Anatomy. McGraw Hill
3. Craig, S., Incesu, L., and Taylor, Caroline, R. 2013. Appendicitis. Diakses
pada
tanggal
16
Juli
2014.
[Online]
Tersedia
pada
http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview#aw2aab6b2b5
4. Slomianka Lutz.2009.Blue Histology-Gatrointestinal Tract. Diakses pada
tanggal
16
Juli
2014.
[Online]
Tersedia
pada
http://www.lab.anhb.uwa.edu.au/mb140/CorePages/GIT/git.htm
5. Everett, Mary L., Palestrant, D., Miller, Sara E., Bollinger, R., and Parker,
William.2004. Immune Exclusion and Immune Inclusion : a New Model
of Host-Bacterial Interactions in the gut. Clinical and Applied Immunology
Review. (4),5, pp : 321-332.
6. Brodsky, Jason A. 2013.Appendicitis. Diakses pada tanggal 16 Juli 2014.
[Online]
Tersedia
pada
http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/appendicitis/
7. Gearhart, Susan L. and Silen, William. 2010. Acute Appendicitis and
Peritonitis in Harrisons Gastroenterology and Hepatology. New York :
McGraw-Hill
8. Minkes, Robert K., Alder, Adam C. 2013. Pediatric Appendicitis. Diakses
pada
tanggal
16
Juli
2014.
[Online]
Tersedia
pada
http://emedicine.medscape.com/article/926795-overview
9. Shresta, R., Ranabhat, SR., and Tiwari M. 2012. Histopathologic Analysis
of Appendectomy Specimens.Journal of Pathology of Nepal.(2), pp : 215219.
10. Shah, Syed W.A., Khan, Chaudhry A., Malik, Sikandar A., Waqas, A., and
Bhutta, Irtiza A.2011.Accuracy of Modified Alvarado Score in Diagnosis
of Acute Appendicitis in Adults. Pakistan Armed Forces Medical Journal.
24
Diakses
pada
tanggal
16
Juli
2014.
[Online]
Tersedia
pada
http://www.pafmj.org/showdetails.php?id=498&t=o
11. Kanumba, Emmanuel, S., Mabula, Joseph B., Rambau, P., and Chalya,
Phillipo L. 2011.Modified Alvarado Scoring System as a Diagnostic Tool
for Acute Appendicitis at Bugando Medical Centre, Mwanza, Tanzania.
BMC Surgery.11 (4), pp : 1-5.
12. Switzer, Noah J., Gill, Richdeep S., and Karmali, Shahzeer. 2012. The
Evolution of Appendectomy : From Open to Laparoscopic to Single
Incision. Diakses pada tanggal 16 Juli 2014. [Online] Tersedia pada
http://www.hindawi.com/journals/scientifica/2012/895469/
13. Brunton, Laurence L., Chabner, Bruce A., and Knollman, BC. 2011.
Goodman & Gilmans The Pharmacological Basis of Therapeutics.12th
edition. China : McGraw-Hill.
25