Anda di halaman 1dari 24

Identitas pasien Nama Umur Jenis kelamin Ruangan No.

RM/Reg Alamat Tanggal Masuk Diagnosis masuk Diagnosis Utama : Nn. A.R : 14 tahun : Perempuan : Elisabeth 8-2 : 00924425/10008537 : Bumi Asri RT 9/RW 12 kel.Mekarrahayu, Bandung. : 08 Mei 2010 : Peritonitis difus e.c appendicitis acuta perforata : Appendicitis acuta gangrenosa (peritonitis difusa) meckel + Lymphadenopathy mesenterial multiple Anamnesis Keluhan Utama : : nyeri seluruh perut

Diagnosis tambahan :Divertikel

Pasien perempuan berusia 10 tahun, keadaan umum baik, kesan sakit berat, kesadaran compos mentis, tidak anemis, tidak ikterik, datang ke RSI dengan keluhan nyeri seluruh perut. Pasien mengeluh nyeri seluruh perut yang dirasakan mendadak, terus-menerus, nyeri bertambah jika pasien beraktivitas sejak 3 hari SMRSI. Tujuh hari yang lalu nyeri dirasakan pada ulu hati, kemudian berpindah ke perut kanan bawah, dan akhirnya nyeri seluruh perut. Keluhan juga disertai mual, muntah sejak 3 hari SMRS, muntah dirasakan setiap diisi makanan, isi muntahan berupa sisa makanan dan obat. Pasien juga mengeluh panas badan yang dirasakan terus menerus, turun sementara dengan pemberian obat kemudian naik lagi. Nafsu makan pasien juga berkurang. Pasien tidak ada riwayat batuk lama, penurunan berat badan, keringat malam, minum obat TB selama 6 bulan. Di lingkungan sekitar rumah tidak ada yang sedang batuk-batuk lama. Riwayat obstetri dan ginekologi : pasien belum pernah menstruasi, tidak ada riwayat keputihan. BAB : konsistensi cair, frekuensi >5 kali/hari, ada lendir, tidak ada darah

BAK : tidak ada keluhan RPK : tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini UB : berobat ke dokter umum, dianjurkan untuk periksa lab, namun pasien menolak, diberi obat 3 macam, tablet, kapsul, sirup (yang harus habis). Sebelumnya pasien mengkonsumsi sendiri parasetamol. Riwayat kebiasaan : sering jajan makanan pedas Riwayat alergi dan kelainan darah : tidak ada Pemeriksaan fisik Keadaan umum Kesadaran Kesan sakit Tanda-tanda vital Kulit Kepala Mata Leher Thorax Pulmo Cor Abdomen Genitalia Extremitas : berat : Compos mentis : sakit berat : TD: mmHg N: x/menit R: x/menit S: 0 C : pucat (-) : B/U simetris : Konjungtiva anemis -/-, ikterik -/: KGB tidak teraba membesar : B/P simetris : VBS +/+, Rh -/-, Wh -/: S1-S2, reguler, murmur : datar, keras, defance musculer (+), BU menurun, NT (+) : t.a.k : acral dingin, CRT < 2

Status lokalis (+gambar) : a/r Abdomen : datar, keras seperti papan, defance muscular (+), Darm countur (-), Darm steifung (-), bising usus menurun, Nyeri tidak jelas, NT (+) a/r anus, rectum : RT : Inspeksi: t.a.k Palpasi: sphincter normotonus, ampulla kosong, mukosa licin, Sarung tangan: feses (+), darah (-)

Pemeriksaan penunjang: 17 April 2010 Hb Ht Lekosit Trombosit BT CT GDS Foto Thorax : 9.3 g/dL : 31 % : 21.400/mm3 : 321.000/mm3 : 1 15 : 7 45 : 131 mg/dl : Kesan = gambaran bronchitis Mungkin pernah KP aktivitas diragukan. Lab? Usul Pemeriksaan: Differensial diagnosis: Penatalaksaan: Pasang infus RL 1500 cc/24 jam Pasang kateter folley No. 16 Pasang NGT No. Puasa Operasi Laparotomy appendectomy Terapi medikamentosa : 08/05 Ceftriaxone 1 gram vial 1x2 gram i.v Metronidazole 500 mg fls 3x500 mg i.v Ketorolac tromethamine 30 mg amp 2x30 mg i.m Rantin 2x1 09/05 10/05 11/05

Telah dilakukan tindakan operatif tanggal 8 Mei 2010

Laporan operasi D/ pre op D/ post op Tindakan : Peritonitis difusa e.c.appendicitis perforata : sesuai + diverticle meckel + lymphadenopathy mesenterial e.t. omentum multipel : Laparotomy appendectomy + suture tabak sac + biopsi KGB Mesenterial pada tanggal 8 Mei 2010 Teknik operasi :

Terapi post op : Ceftriaxone 1 gr vial, 1x2 gr IV. Metronidazole 3x500mg IV Remopain 2 x 30 gr IV Rantin 2 x 1 amp IV Infus Post op : Tutofusin ops 500cc + RL infusa 1000cc 1500cc/mg : T =100/70 mmHg N = 84 kali/menit R = 20 kali/menit S = 36,6 C PA : dikirim jaringan appendix dan KGB Mesenterial Diagnosis Akhir :

Peritonitis difus e.c.appendicitis acuta Diagnosis Tambahan : Divertikel meckel + Lymphadenopathy mesenterial multiple Komplikasi : Prognosis Quo ad vitam : ad bonam Quo ada functionam : dubia ad bonam PEMBAHASAN Pada saat pasien ini datang, terdapat gejala-gejala yang mengarahkan diagnosis pada appendicitis. Gejala-gejala tersebut berupa: nyeri pada perut kanan atas yang pertama kali dirasakan di ulu hati yang kemudian dirasakan berpindah ke daerah perut kanan bawah, juga terjadi anoreksia, mual muntah, dan demam. Pada pemeriksaan penunjang yang kemudian dilakukan, juga ditemukan tandatanda infeksi berupa peningkatan jumlah leukosit (21.400/mm3). Pada pemeriksaan juga ditemukan gejala berupa peritonitis. Pada pasien dengan appendicitis, gejala-gejala tersebut sangat mungkin terjadi, dengan penjelasan sebagai berikut. Pada awal obstruksi appendiks, terjadi peningkatan tekanan intra appendix sehingga terjadi nyeri pada daerah perut kanan atas karena appendix pada dasarnya merupakan organ midgut, sehingga nyeri alih (refered pain) dirasakan pada daerah abdomen atas. Menurut literatur, dalam 12 jam (terutama dalam 4-6 jam) nyeri tersebut dapat dirasakan berpindah ke daerah perut kanan bawah karena sudah terjadi perangsangan lokal terhadap peritoneum visceralis oleh appendix yang meradang. Peningkatan tekanan pada appendix kemudian terjadi karena setelah obstruksi lumen appendix terjadi, terus terjadi produksi mukus oleh mukosa appendix. Peningkatan tekanan pada appendix ini kemudian akan merangsang peristaltik usus sehingga muncullah gejala-gejala seperti anoreksia dan mual muntah. Demam terjadi karena terjadi

reaksi peradangan pada appendix (yang juga diikuti dengan peningkatan jumlah leukosit). Namun saat pembedahan appendectomy dilakukan, pada pasien ini juga didapatkan temuan operasi lain berupa pembesaran kelenjar getah bening mesenterial dan divertikulum meckel. Diverticulum meckel kemudian dijahit secara tabak sak, limphadenitis kemudian dibiopsi dan kemudian hasilnya dikirimkan untuk pemeriksaan PA. Lymphadenitis mesenterium umumnya terjadi pada anak-anak dan remaja dan gejalanya dapat menyerupai appendicitis. Gejala lymphadenitis mesenterium salah satunya adalah nyeri di perut kanan bawah, dan juga demam. Disertai beberapa gejala lain yang, tergantung dari penyebab lymphadenopati mesenterium, berupa: malaise, mual dan muntah, dan diare. Ditambah lagi pasien ini memiliki riwayat pengobatan Tuberkulosis. Mycobacterium diketahui merupakan salah satu penyebab lymphadenitis mesenterium. Selain itu pasien juga diketahui menderita diare. Untuk membedakan antara gejala-gejala appendicitis akut dan lymphadenopati mesenterium, anamnesis mengenai perjalanan penyakitnya harus diperjelas. Pada appendicitis, seperti yang sudah dijelaskan di atas, urutan gejala yang timbul adalah nyeri yang kemudian diikuti oleh mual dan muntah (terjadi pada lebih dari 90% kasus appendix), sementara pada lymphadenopati mesenterium, gejala mual dan muntah mendahului adanya nyeri. Kemudian dapat pula ditanyakan mengenai adakah gejala infeksi saluran pernafasan atas karena terdapat teori yang mengatakan bahwa tertelannya sputum yang mengandung mikroorganisme (pathogen laden sputum) dapat menyebabkan keadaan tersebut. Lymphadenopathy perifer pada tmpat lain, terutama pada leher mungkin juga dapat ditemukan pada pasien dengan lymphadenitis mesenterium. Literatur mengatakan bahwa CT scan abdomen dapat membantu menegakkan diagnosis. Pada lymphadenopati mesenterium, terdapat KGB yang lebih besar, lebih banyak, dan lebih terdistribusi luas daripada pada appendicitis. Selain itu, CT scan akan menunjukkan hasil appendix yang normal apabila tidak terdapat appendicitis.

Karena pada pasien ini temuan operasi menunjukkan appendix yang gangrenous, maka gejala yang dirasakan oleh pasien ini lebih mungkin disebabkan oleh appendicitis dibandingkan oleh limphadenitis mesenterium. Limphadenitis pada pasien ini mungkin disebabkan oleh TBC, diperkuat dengan kenyataan bahwa pasien ini mempunyai riwayat pengobatan TBC dan hasil foto roentgen thorax yang menunjukkan bahwa terdapat bekas TB pada pasien ini.. Apabila hasil PA dari jaringan kelenjar limfa sudah keluar, dan ternyata terdapat kuman TBC pada jaringan limfe pada anak ini, maka pengobatan TBC harus dilanjutkan. Apabila hasilnya bukan TB, melainkan bakteri lain, seperti yersinia pestis ataupun mikroorganisme penyebab lain, mungkin saja terdapat dua proses penyakit pada pasien ini: appendicitis akut dan lymphadenitis mesenterium yang disebabkan oleh bakteri. Diverticulum Meckel, meskipun dapat pula menimbulkan gejala yang mirip appendicitis pada anak-anak sepertinya bukan merupakan penyebab gejala yang dialami oleh pasien ini, karena saat operasi dilakukan, Diverticulum meckel tidak dalam keadaan radang. Selain itu, divertikulum meckel sering tidak menimbulkan gejala apabila tidak mengalami gangguan, karena pada dasarnya diverticulum ini hanya merupakan suatu kelainan anatomis saja.

TINJAUAN PUSTAKA APPENDICITIS ACUTA Anatomi Appendix merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10cm (kisaran 3-15cm), dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendicitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya5. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang caecum, di belakang colon ascendens, atau di tepi lateral colon ascendens. Gejala klinis appendicitis ditentukan oleh letak apendiks5. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterica superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendicitis bermula di sekitar umbilicus5. Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi apendiks akan mengalami gangren5.

Gambar 1. Variasi lokasi Appendix

Insidensi Rata-rata appendectomy adalah 12 persen untuk laki-laki dan 25 persen untuk wanita, dengan kira-kira 7 persen dari seluruh orang yang menjalani appendectomy untuk appendicitis acuta. Bagaimanapun, rata-rata appendectomy untuk appendicitis tetap konstan pada 10 per 10.000 pasien per tahun. Appendicitis kebanyakan ditemukan pada dekade empat puluhan dari hidupnya, dengan umur rata-rata 31,3 tahun dan umur median 22 tahun. Perbandingan antara pria dan wanita 1.2-1.3:1. Meskipun bertambahnya penggunaan ultrasonography, CT scan, dan laparoscopy antara 1987 dan 1997, rata-rata dari misdiagnosis appendicitis tetap konstan (15,3 persen) sebagai rata-rata ruptur appendicitis. Persentasi misdiagnosis dari appendicitis lebih tinggi wanita daripada pria (22,2 : 9,3 persen). Insidensi appendicitis acuta di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari. Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidensi pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidensi lelaki lebih tinggi6

Gambar 2. Insidensi Risiko Terjadinya Appendicitis Berdasarkan Usia

Etiologi Appendicitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendix sehingga terjadi kongseti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi. Appendicitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab obstruksi yang paling sering adalah fecolith. Fecolith ditemukan pada sekitar 20% anak dengan appendicitis. Penyebab lain dari obstruksi appendix meliputi: 1. Hiperplasia folikel lymphoid 2. Carcinoid atau tumor lainnya 3. Benda asing (pin, biji-bijian) 4. Kadang parasit 1 Penyebab lain yang diduga menimbulkan Appendicitis adalah ulserasi mukosa appendix oleh parasit E. histolytica. Berbagai spesies bakteri yang dapat diisolasi pada pasien appendicitis yaitu7: Bakteri aerob fakultatif Escherichia coli Viridans streptococci Pseudomonas aeruginosa Enterococcus Bakteri anaerob Bacteroides fragilis Peptostreptococcus micros Bilophila species Lactobacillus species

Patogenesis Ada serangkaian peristiwa yang menyebabkan ruptur appendix. Obstruksi bagian proximal dari lumen appendix, dan berlanjutnya sekresi mukosa appendix menyebabkan distensi. Distensi dari appendix menstimulasi serabut saraf afferen visceral untuk melonggarkan serabut, dull, nyeri difus pada abdomen tengah atau epigastrium bawah. Peristaltik juga distimulasi oleh distensi mendadak, oleh karena itu kram dapat menutupi nyeri visceral pada awal appendicitis. Distensi berlanjut dari sekresi mukosa dan dari multiplikasi bakteri pada appendix. Distensi menyebabkan reflek nausea dan vomit, dan nyeri visceral difus menjadi lebih berat. Peningkatan tekanan organ, menyebabkan meningkatnya tekanan vena. Kapilare dan venula teroklusi, tetapi aliran arteriolar berlanjut,

menghasilkan kongesti vascular. Proses peradangan melibatkan serosa dari appendix dan giliran peritoneum parietal, menyebabkan karakteristik perpindahan nyeri ke kuadran kanan bawah. Mukosa dari appendix rentan pada perusakan suplai darah, oleh karena itu integritas terjadi pada awal proses, membiarkan invasi bakteri. Distensi progresif mengganggu pertama pada aliran vena balik dan sesudah itu aliran arteri, wilayah dengan suplai darah termiskin kebanyakan menderita. Distensi, invasi bakteri, aliran darah yang terhambat, dan perkembangan infark, timbul perforasi, biasanya melewati salah satu area infark. Gejala klinik Nyeri abdominal adalah gejala utama dari appendicitis acuta. Secara klasik, nyeri dimulai secara difus di tengah epigastrium atau area umbilical, agak berat, dan terus menerus. Kadang-kadang dengan kram intermiten. Setelah variasi periode 1-2 jam, nyeri terlokasi pada kuadran kanan bawah. Rangkaian nyeri klasik ini, walaupun biasa, bervariasi. Pada beberapa pasien nyeri appendicitis dimulai dari kuadran kanan bawah dan tetap di sana. Anorexia hampir selalu menyertai appendicitis. Hal ini sangat konstan sehingga diagnosis akan dipertanyakan bila pasien tidak anoreksia. Walaupun vomit muncul pada 75 persen pasien, tidak mencolok dan tidak lama. Kebanyakan pasien memiliki riwayat obstipasi dimulai mengawali nyeri abdominal dan merasa defekasi akan mengurangi nyeri abdominal. Bagaimanapun, diare terjadi pada beberapa pasien, terutama anak-anak, sehingga pola fungsi usus sedikit memberi nilai dalam diferensial diagnosis. Rangkaian gejala yang tampak mempunyai diferensial diagnosis yang signifikan. Lebih dari 95 persen pasien dengan appendicitis acuta, anoreksia adalah gejala pertamanya, diikuti nyeri abdominal, yang diikuti, bergantian dengan vomit. Jika vomit mendahului nyeri, diagnosis appendicitis harus dipertanyakan. Temuan fisik ditentukan secara prinsip oleh posisi anatomi dari appendix yang meradang, dan apakah organ sudah rupture ketika pertama kali diperiksa.

Tanda-tanda vital mengalami perubahan minimal pada appendicitis yang tidak berkomplikasi. Kenaikan temperatur jarang lebih dari 1 C (33,8 F) dan nadi normal atau sedikit meningkat. Perubahan besar biasanya mengindikasikan bahwa komplikasi sudah terjadi atau diagnosis lain harus dipertimbangkan. Pasien dengan appendicitis biasanya memilih untuk berbaring terlentang, dengan kedua paha ditekuk, karena pergerakan yang sedikit saja menambah nyeri. Tanda klasik pada kuadran kanan bawah tampak ketika appendix yang meradang terletak di posisi anterior. Nyeri tekan sering maksimal pada atau dekat titik McBurney. Nyeri lepas langsung biasanya ada. Sebagai tambahan, referred atau nyeri lepas tidak langsung ada. Nyeri referred ini dirasakan maksimal pada kuadran kanan bawah, mengindikasikan iritasi peritoneal lokal. Rovsing sign, nyeri pada kuadran kanan bawah ketika tekanan palpasi mendesak pada kuadran kiri bawah, juga mengindikasikan iritasi peritoneal. Hiperestesia kutaneus pada area yang disuplai persarafan spinal T10, T11, dan T12 menyertai appendicitis acuta. Defence muscular pada palpasi dinding abdomen berhubungan dengan beratnya proses peradangan. Variasi anatomi dalam posisi appendix yang meradang menyebabkan penyimpangan pada pemeriksaan fisik biasa. Psoas sign mengindikasikan iritasi terfokus di dekat otot. Tes ini dilakukan dengan membaringkan pasien miring ke sisi kiri, kemudian pemeriksa secara perlahan-lahan meluruskan paha kanan, lalu meregangkan otot iliopsoas. Tes ini positif bila ekstensi menimbulkan nyeri. Dengan cara yang sama, tanda positif obturator sign dari nyeri hipogastrik pada peregangan obturator internus mengindikasikan iritasi pada pelvis. Tes ini dilakukan dengan rotasi pasif internal dari paha kanan yang diflexikan dengan keadaan pasien berbaring terlentang.

Tabel 1. Gejala Appendicitis Akut8 Frekuensi (%) 100 100 90 75 50 50

Gejala Appendicitis Akut

Nyeri perut Anorexia Mual Muntah Nyeri berpindah Gejala sisa klasik (nyeri periumbilikal kemudian anorexia/mual/muntah kemudian nyeri berpindah ke RLQ kemudian demam yang tidak terlalu tinggi) *-- Onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam

Pada Apendicitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut9. Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik5: Rovsings sign: dikatakan posiif jika tekanan yang diberikan pada LLQ abdomen menghasilkan sakit di sebelah kanan (RLQ), menggambarkan iritasi peritoneum. Sering positif tapi tidak spesifik5. Psoas sign: dilakukan dengan posisi pasien berbaring pada sisi sebelah kiri sendi pangkal kanan diekstensikan. Nyeri pada cara ini menggambarkan iritasi pada otot psoas kanan dan indikasi iritasi retrocaecal dan retroperitoneal dari phlegmon atau abscess5.

Gambar 3 . Cara melakukan Psoas sign

Dasar anatomis terjadinya psoas sign adalah appendiks yang terinflamasi yang terletak retroperitoneal akan kontak dengan otot psoas pada saat dilakukan manuver ini8.

Gambar 4. Dasar anatomis terjadinya Psoas sign Obturator sign: dilakukan dengan posisi pasien terlentang, kemudian gerakan endorotasi tungkai kanan dari lateral ke medial. Nyeri pada cara ini menunjukkan peradangan pada M. obturatorius di rongga pelvis. Perlu diketahui bahwa masing-masing tanda ini untuk menegakkan lokasi Appendix yang telah mengalami radang atau perforasi5.

Gambar 5. Cara melakukan Obturator sign Dasar anatomis terjadinya psoas sign adalah appendiks yang terinflamasi yang terletak retroperitoneal akan kontak dengan otot obturator internus pada saat dilakukan manuver ini8.

Gambar 6. Dasar anatomis terjadinya Obturator sign Blumbergs sign: nyeri lepas kontralateral (tekan di LLQ kemudian lepas dan nyeri di RLQ) Wahls sign: nyeri perkusi di RLQ di segitiga Scherren menurun. Baldwin test: nyeri di flank bila tungkai kanan ditekuk. Defence musculare: bersifat lokal, lokasi bervariasi sesuai letak Appendix. Nyeri pada daerah cavum Douglas bila ada abscess di rongga abdomen atau Appendix letak pelvis. Nyeri pada pemeriksaan rectal tooucher.

Dunphy sign: nyeri ketika batuk10. Skor Alvarado Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: skor <6 dan skor >6. Selanjutnya dilakukan Appendectomy, setelah operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut dan bukan radang akut11. Tabel Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis Gejala Tanda Manifestasi Adanya migrasi nyeri Anoreksia Mual/muntah Nyeri RLQ Skor 1 1 1 2

Laboratorium Total poin Keterangan:

Nyeri lepas Febris Leukositosis Shift to the left

1 1 2 1 10

0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil 5-6 : bukan diagnosis Appendicitis 7-8 : kemungkinan besar Appendicitis 9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka tindakan bedah sebaiknya dilakukan11. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium Leukositosis sedang, antara 10.000 18.000 / mm3, biasanya terjadi pada pasien yang akut, appendicitis yang tidak berkomplikasi dan sering disertai dengan peningkatan sedang polymorphonuclear. Bagaimanapun, jumlah sel darah putih bervariasi. Tidak biasa pada peningkatan sel darah putih lebih dari 18.000 / mm3 pada appendicitis yang tidak berkomplikasi. Sel darah putih yang melebihi level ini mungkin adanya perforasi appendix. Urinalysis sangat berguna untuk memeriksa saluran kemih sebagai sumber infeksi. Walaupun beberapa sel darah putih atau merah dapat muncul dari ureteral atau iritasi kandung kemih sebagai hasil dari appendix yang meradang, bakteriuria pada spesimen urin yang dikateterisasi tidak terlihat appendicitis acuta. Pemeriksaan Imaging Ultrasonografi Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan spesifitasnya lebih dari 90%. Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis

appendicitis acuta adalah appendix dengan diameter anteroposterior 7 mm atau lebih, didapatkan suatu appendicolith, adanya cairan atau massa periappendix1. False positif dapat muncul dikarenakan infeksi sekunder appendix sebagai hasil dari salphingitis atau inflammatory bowel disease. False negatif juga dapat muncul karena letak appendix yang retrocaecal atau rongga usus yang terisi banyak udara yang menghalangi appendix1. CT-Scan CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis appendicitis akut jika diagnosisnya tidak jelas.sensitifitas dan spesifisitasnya kirakira 95-98%. Pasien-pasien yang obesitas, presentasi klinis tidak jelas, dan curiga adanya abscess, maka CT-scan dapat digunakan sebagai pilihan test diagnostik1. Diagnosis appendicitis dengan CT-scan ditegakkan jika appendix dilatasi lebih dari 5-7 mm pada diameternya. Dinding pada appendix yang terinfeksi akan mengecil sehingga memberi gambaran halo 10. KOMPLIKASI 1. Appendicular infiltrat: Infiltrat / massa yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus atau usus besar. 2. Appendicular abscess: Abses yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari Appendix yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus, atau usus besar. 3. Perforasi 4. Peritonitis 5. Syok septik 6. Mesenterial pyemia dengan Abscess Hepar 7. Gangguan peristaltik 8. Ileus 5,12

Teknik operasi Appendectomy 2,,2 A. Open Appendectomy 1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik. 2. Dibuat sayatan kulit: Horizontal Oblique

3. Dibuat sayatan otot, ada dua cara: a. Pararectal/ Paramedian Sayatan pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot disisihkan ke medial. Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M. rectus abdominis karena fascia ada 2 supaya jangan tertinggal pada waktu penjahitan karena bila terjahit hanya satu lapis bisa terjadi hernia cicatricalis.

sayatan M.rectus abd. 2 lapis

M.rectus abd. ditarik ke medial

b.

Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting Sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot.

Gambar 7. Lokasi insisi yang sering digunakan pada Appendectomy B. Laparoscopic Appendectomy Pertama kali dilakukan pada tahun 1983. Laparoscopic dapat dipakai sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien dengan nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopic kemungkinan sangat berguna untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah. Membedakan penyakit akut ginekologi dari Appendicitis acuta sangat mudah dengan menggunakan laparoskop2,,2

Diverticulum Meckel Diverticulum Meckel merupakan kelainan congenital yang paling sering terjadi pada usus halus. Hal ini disebabkan obliterasi tidak sempurna dari ductus vitelinus (ductus omphalomesentericus). Patofisiologi Pada masa awal kehidupan embrio, midgut janin menerima nutrisi dari yolk sac melalui ductus vitelinus. Ductus tersebut kemudian mengalami penyempitan progresif dan biasanya menghilang pada minggu ke tujuh kehamilan. Saat ductus tersebut gagal mengalami obliterasi sempurna, berbagai jenis anomali ductus vitelin dapat terjadi. Termasuk: 1. Ductus vitelin persisten (muncul sebagai fistula yang mengeluarkan cairan pada umbilikus). 2. Pita jaringan ikat yang menghubungkan ileum pada bagian dalam umbilicus. 3. Sinus vitelin paten di bawah umbilicus. 4. Sebagian usus yang mengalami obliterasi. 5. Kista ductus vitelinus, dan yang paling sering (97%) diverticulum Meckel, yang merupakan divertikulum yang mengandung semua lapisan normal yang ditemukan pada ileum. Ujung divertikulum bebas pada 75 % kasus dan melekat pada dinding anterior abdominal atau struktur lain pada sebagian sisanya. Gejala klinik Kebanyakan pasien asimptomatis. Diverticulum Meckel kebanyakan didiagnosis dari penemuan tidak sengaja ketika pemeriksaan barium atau laparotomy dilakukan. Divertikulum Meckel yang bergejala ditemukan bila sudah berkomplikasi. Diperkirakan terjadi pada 4-16% pasien. Komplikasinya di antaranya adalah obstruksi, jaringan ektopik, atau peradangan. Pada penelitian dari 830 pasien dari seluruh umur, komplikasinya termasuk obstruksi usus (35%), hemorrhage (32%), diverticulitis (22%), fistula umbilical (10%), dan lesi umbilical lain (1%). Pada anak-anak, hematochezia merupakan tanda utama yang muncul. Perdarahan pada orang dewasa umumnya jarang.

Walaupun kebanyakan pasien asimptomatis, dapat tampak variasi gejala klinik, termasuk peritonitis atau syok hipovolemik. 3 gejala utama adalah perdarahan gastrointestinal, obstruksi intestinal, dan inflamasi akut divertikulum. Kebanyakan, perdarahan rectal yang tidak nyeri (hematochezia) terjadi tiba-tiba dan cenderung menjadi masif pada pasien muda. Perdarahan terjadi tanpa ada peringatan dan biasanya secara spontan. Ketika perdarahan banyak terjadi, dapat terjadi hemorrhagic shock. Tachycardia merupakan tanda awal dari syok hemorrhagic, tetapi hipotensi orthostatic mungkin mendahuluinya. Kebanyakan pasien dengan obstruksi usus akan timbul nyeri abdominal, bilious vomiting, nyeri tekan abdomen, distensi, hiperaktif bising usus selama pemeriksaan. Dapat teraba massa abdominal. Adakalanya, ketika pasien salah didiagnosis, obstruksi dapat berkembang menjadi iskemia intestinal atau infark. Manifestasi lebih lanjut adalah tanda peritoneal akut dan perdarahan gastrointestinal bawah. Pemeriksaan Penunjang Foto polos abdomen, barium, angiography, CT scan, ultrasonography, dan scintigraphy. Kebanyakan divertikulum Meckel didiagnosis selama operasi atau otopsi. Teknik yang paling sensitif adalah scintigraphy, dengan berbagai modifikasi untuk meningkatkan sensitifitas. Ultrasonography dan CT scan meningkatkan dan membantu dalam membuat diagnosis anatomis.

Mesenteric lymphadenopathy

DAFTAR PUSTAKA
1

Brunicardi, F. Charles. 2006. Schwartz Principles of Surgeries, 8th ed. McGRAW-HILL. P784-796

Dunn J.C.Y. 2006.Appendicitis. In: Pediatrics Surgery. 6th Ed.Philadelphia: Elsevier. p1501-9 http://emedicine.medscape.com/article/410644-overview http://www.mayoclinic.com/health/mesenteric-lymphadenitis/DS00881 Kevin P. Lally. et al.2004. Appendix. in: Sabiston Textbook of Surgery17th edition. Philadephia: Alseviere Saunders. p1391-1391 Sjamsuhidjat dan Wim de Jong. 2000. Apendiks, dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC.. Jakarta. h.640-646. Mansjoer, A., Suprohaita., Wardani, W.I., Setiowulan, W., editor., Bedah Digestif, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, Cetakan Kelima. Media Aesculapius, Jakarta, 2005, hlm. 307-313.

3 4 5

8 Sadovsky,

Richard.

2001.

Diagnosis

of

Acute

Appendicitis

in

Children.American
9

Family

Physician.http://www.aafp.org/afp/AFP

printer/20010115/tips/8. html?print=yes Zeller, J.L., Burke, A.E., Glass, R.M., Acute Appendicitis in Children, JAMA, http://jama.ama-assn.org/cgi/reprint/298/4/482, 15 Juli 2007, 298(4): 482.
10

Simpson,

J.,

Humes,

D.

J.,

Acute

Appendicitis,

BMJ,

http://www.bmj.com/cgi/content/full/333/7567/530, 9 September 2006, 333: 530-536.


11

Owen TD, Williams H, Stiff G, Jenkinson LR, Rees BI. Evaluation of the Alvarado score in acute Appendicitis. Retrieved at June 25th 2007. From:http://www.pubmedcentral.nih.gov/picrender.fcgi? artid=129488&blobtype=pdf

Anda mungkin juga menyukai