Anda di halaman 1dari 9

DERMATITIS KONTAK IRITAN

I.

Pendahuluan

Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan non imunologik pada kulit yang disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen maupun endogen.(1) Faktor eksogen berupa bahan-bahan iritan (kimiawi, fisik, maupun biologik) dan faktor endogen memegang peranan penting pada penyakit ini.(1)

II.

Epidemiologi

Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin.(2) Data epidemiologi penderita dermatitis kontak iritan sulit didapat. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak, namun sulit untuk diketahui jumlahnya.(2) Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita yang tidak datang berobat dengan kelainan ringan.(2) Dari data yang didapatkan dariU.S. Bureau of Labour Statistic menunjukkan bahwa 249.000 kasus penyakit okupasional non fatal pada tahun 2004 untuk kedua jenis kelamin 15,6% (38.900 kasus) adalah penyakit kulit yang merupakan penyebab kedua terbesar untuk semua penyakit okupasional.(1,3)Juga berdasarkan survei tahunan dari institusi yang sama, bahwaincident rateuntuk penyakit okupasional pada populasi pekerja di Amerika, menunjukkan 9095%dari penyakit okupasional adalah dermatitis kontak, dan 80% dari penyakit didalamnya adalah dermatitis kontak iritan.(1, 3)

III.

Etiologi

Dermatitis kontak iritan adalah penyakit multifaktor dimana faktor eksogen (iritan dan lingkungan) dan faktor endogen sangat berperan, antara lain :(1) Faktor-faktor yang dimaksudkan termasuk : (1) Sifat kimia bahan iritan: pH, kondisi fisik, konsentrasi, ukuran molekul, jumlah, polarisasi, ionisasi, bahan dasar, kelarutan; (2) Sifat dari pajanan: jumlah, konsentrasi, lamanya pajanan dan jenis kontak, pajanan serentak dengan bahan iritan lain dan jaraknya setelah pajanan sebelumnya; (2) Faktor lingkungan: lokalisasi tubuh yang terpajan dan suhu, dan faktor mekanik seperti tekanan, gesekan atau goresan.
1

Kelembaban lingkungan yang rendah dan suhu dingin menurunkan kadar air pada stratum korneum yang menyebabkan kulit lebih rentan pada bahan iritan. (1)
a.

Faktor Endogen, antara lain : Faktor genetik Ada hipotesa yang mengungkapkan bahwa kemampuan individu untuk mengeluarkan radikal bebas, untuk mengubah level enzim antioksidan, dan kemampuan untuk membentuk perlindungan heat shock protein semuanya dibawah kontrol genetik.(1) Faktor tersebut juga menentukan keberagaman respon tubuh terhadap bahan-bahan iritan. Selain itu, predisposisi genetik terhadap kerentanan bahan iritan berbeda untuk setiap bahan iritan.(1) Pada penelitian, diduga bahwa faktor genetik mungkinmempengaruhi kerentanan terhadap bahan iritan. TNF- polimorfis telah dinyatakan sebagai marker untuk kerentanan terhadap kontak iritan.(4) Jenis Kelamin Gambaran klinik dermatitis kontak iritan paling banyak pada tangan, dan wanita dilaporkan paling banyak dari semua pasien.(1) Dari hubungan antara jenis kelamin dengan dengan kerentanan kulit, wanita lebih banyak terpajan oleh bahan iritan, kerja basah dan lebih suka perawatan daripada laki-laki.(5) Tidak ada pembedaan jenis kelamin untuk dermatitis kontak iritan yang ditetapkan berdasarkan penelitian. (4) Umur Anak-anak dibawah 8 tahun lebih muda menyerap reaksi-reaksi bahan-bahan kimia dan bahan iritan lewat kulit.(1) Banyak studi yang menunjukkan bahwa tidak ada kecurigaan pada peningkatan pertahanan kulit dengan meningkatnya umur.(1) Data pengaruh umur pada percobaan iritasi kulit sangat berlawanan. Iritasi kulit yang kelihatan (eritema) menurun pada orang tua sementara iritasi kulit yang tidak kelihatan (kerusakan pertahanan) meningkat pada orang muda.(1) Reaksi terhadap beberapa bahan iritan berkurang pada usia lanjut.(4) Terdapat penurunan respon inflamasi dan TEWL, dimana menunjukkan penurunan potensial penetrasi perkutaneus. (4) Suku Tidak ada penelitian yang mengatakan bahwa jenis kulit mempengaruhi berkembangnya dermatitis kontak iritan secara signifikan.(1) Karena eritema sulit diamati pada kulit gelap, penelitian terbaru menggunakan eritema sebagai satu-satunya parameter untuk
2

mengukur iritasi yang mungkin sudah sampai pada kesalahan interpretasi bahwa kulit hitam lebih resisten terhadap bahan iritan daripada kulit putih.(1) Lokasi Kulit Ada perbedaan sisi kulit yang signifikan dalam hal fungsi pertahanan, sehingga kulit wajah, leher, skrotum, dan bagian dorsal tangan lebih rentan terhadap dermatitis kontak iritan.(1) Telapak tangan dan kaki jika dibandingkan lebih resisten.(1, 4) Riwayat Atopi Adanya riwayat atopi diketahui sebagai faktor predisposisi pada dermatitis iritan pada tangan.(1) Riwayat dermatitis atopi kelihatannya berhubungan dengan peningkatan kerentanan terhadap dermatitis iritan karena rendahnya ambang iritasi kulit, lemahnya fungsi pertahanan, danlambatnya proses penyembuhan.(1) Pada pasien dengan dermatitis atopi misalnya, menunjukkan peningkatan reaktivitas ketika terpajan oleh bahan iritan.

IV.

Patogenesis

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis.(1,2) Ada empat mekanisme yang dihubungkan dengan dermatitis kontak iritan, yaitu: (1, 2) 1. Hilangnya substansi daya ikat air dan lemak permukaan 2. Jejas pada membran sel 3. Denaturasi keratin epidermis 4. Efek sitotoksik langsung

V.

Gambaran Klinis

Dermatitis kontak iritan dibagi tergantung sifat iritan. Iritan kuat memberikan gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis.(2) Selain itu juga banyak hal yang mempengaruhi sebagaimana yang disebutkan sebelumnya. (2) Berdasarkan penyebab tersebut dan pengaruh faktor tersebut, dermatitis kontak iritan dibagi menjadi sepuluh macam, yaitu: (2) 1. Dermatitis Kontak Iritan Akut Luka bakar oleh bahan kimia juga termasuk dermatitis kontak iritan akut. Penyebab DKI akut adalah iritan kuat, misalnya larutan asam sulfat dan asam hidroklorid atau basa kuat,misalnya natrium dan kalium hidroksida. Biasanya terjadi karena kecelakaan, dan
3

reaksi segera timbul.Intensitas dan lamanya akontak iritan, terbatas pada kontak kulit terasa pedih, panas, rasa terbakar, kelainan yang terlihat berupa eritema edema, bula, mungkinjuganekrosis.Pinggir kelainan kulit berbatas tegas, dan pada umumnya asimetris(2).

Gambar 2: DKI akut akibat penggunaan pelarut industri.(3)


2. Dermatitis Kontak Iritan Lambat (Delayed ICD)

Padadermatitis akut.

kontak iritan

akutlambat, gejala

obyektif tidak munculhingga 8-

24jam atau lebih setelah pajanan.(1,2,3)gambaran klinisnya mirip dengan dermatitis kontak iritan

3. Dermatitis Kontak Iritan Kronis (DKI Kumulatif) Disebabkan oleh iritanlemah (sepertiair, sabun, sampo, detergen, dll) dengan pajanan yang berulang-ulang, biasanyalebih seringterkena padatangan.(1, munculsetelah beberapa hari, minggu, bulan, bahkantahun. Gejala berupa kulit kering, eritema, skuama, dan lambat laun akan menjadi hiperkeratosis dan dapat terbentuk fisurajika kontak terus berlangsung.(1, 2)
2, 3).

Kelainan kulitbaru

Gambar3 : DKIKronisakibatefekkorosif darisemen.(3) 4. Reaksi Iritan Secara klinis menunjukkan reaksiakutmonomorfik yang dapatberupa skuama, eritema, vesikel, pustul, serta erosi, dan biasanya terlokalisasi di dorsum daritangan dan jari, biasanya haliniterjadi pada orang yangterpajan dengan pekerjaan basah, reaksiiritasidapatsembuh,menimbulkan penebalan kulitatau dapat menjadiDKI kumulatif. (1, 2, 3) 5. ReaksiTraumatik (DKITraumatik) Reaksi traumatik dapat terbentuk setelahtrauma akutpada kulit seperti panas ataulaserasi.(1,2) Biasanyaterjadi padatangan dan penyembuhan sekitar 6 minggu ataulebihlama.
(1,2)

Pada proses penyembuhan akanterjadieritema, skuama, papul dan vesikel.

6. Dermatitis Kontak Iritan Noneritematous Juga disebut reaksi suberitematous, pada tingkat awal dari iritasi kulit, kerusakan kulit terjadi tanpa adanya inflamasi, namun perubahan kulit terlihat secara histologi.(1)
7. Dermatitis Kontak Iritan Subyektif (Sensory ICD)

Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita mengeluh gatal, rasa tersengat, rasa terbakar, beberapa menit setelah terpajan dengan iritan, biasanya terjadi di daerah wajah, kepala dan leher, asam laktat biasanya menjadi iritan yang paling sering menyebabkan penyakit ini. (1,2)

8. Dermatitis Kontak Iritan Gesekan (Friction ICD) 5

Terjadi iritasi mekanis yang merupakan hasil dari mikrotrauma atau gesekan yang berulang.
(1, 2)

DKI Gesekan berkembang dari respon pada gesekan yang lemah, dimana secara

klinis dapat berupa eritema, skuama, fisura, dan gatal pada daerah yang terkena gesekan. (2) DKI Gesekan dapat hanya mengenai telapak tangan dan seringkali terlihat menyerupai psoriasis dengan plakat merah menebal dan bersisik, tetapi tidak gatal.(1)

Gambar 5 : DKI Gesekan.(5)

9. Dermatitis Kontak Iritan Akneiform Disebut juga reaksi pustular atau reaksi akneiform, biasanya dilihat setelah pajanan okupasional, seperti oli, metal, halogen, serta setelah penggunaan beberapa kosmetik, reaksi ini memiliki lesi pustular yang steril dan transien, dan dapat berkembang beberapa hari setelah pajanan, tipe ini dapat dilihat pada pasien dermatitis atopi maupun pasien dermatitis seboroik. (1)

Gambar 6 : DKI Akneiform.

10. Dermatitis Asteatotik


6

Biasanya terjadi pada pasien-pasien usia lanjut yang sering mandi tanpa menggunakan pelembab pada kulit. Gatal yang hebat, kulit kering, dan skuama ikhtiosiform merupakan gambaran klinik dari reaksi ini. (1, 2)

Gambar 7 : DKI Asteatotik.

VI.

Diagnosis

Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis yang akurat, DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita lebih mudah mengingat penyebab terjadinya, DKI kronis timbul lambat serta mempunyai gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan dengan DKA, selain anamnesis, juga perlu dilakukan beberapa pemeriksaan untuk lebih memastikan diagnosis DKI antara lain : (2) Pemeriksaan Penunjang : Patch test merupakan pemeriksaan gold standard dan digunakan untuk menentukan substansi yang menyebabkan kontak dermatitis dan digunakan untuk mendiagnosis DKA.(1,3) Patch test dilepas setelah 48 jam, hasilnya dilihat dan reaksi positif dicatat.Untuk pemeriksaan lebih lanjut, dan kembali dilakukan pemeriksaan pada 48 jam berikutnya.Jika hasilnya didapatkan ruam kulit yang membaik (negatif) , maka dapat didiagnosis sebagai DKI.
(1,3)

VII. Penatalaksanaan
Beberapa strategi pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita dermatitis kontak iritan adalah sebagai berikut:
1.

Dilakukan kompres dingin 3 kali sehari selama 20-30 menit dengan larutan Burrowi dan kalium permagnant. Hal penting dalam pengobatan dermatitis kontak iritan adalah menghindari pajanan bahan iritan baik bersifa tmekanis, fisik, dan kimiawi dan memakai alat pelindung diri bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan.

2.

3.

Glukokortikoid topikal Efek topikal dari glukokortikoid pada penderita DKI akut masih kontrofersional karena efek yang ditimbulkan, namun pada penggunaan yang lama dari kortikosteroid dapat menimbulkan kerusakan kulit pada stratum korneum. Pada pengobatan untuk DKI akut yang berat, mungkin dianjurkan pemberian prednison pada 2 minggu pertama, 60 mg dosis inisial, dan di tappering 10mg.(3,5)

2. Secara klinis, infeksi diobati dengan menggunakan antibiotik oral untuk mencegah perkembangan selulit dan untuk mempercepat penyembuhan. Secara bersamaan, glukokortikoid topikal, emolien, dan antiseptik juga digunakan. Sedangkan antihistamin mungkin dapat mengurangi pruritus yang disebabkan oleh dermatitis akibat iritan(4).

VIII. Prognosis
Prognosis untuk dermatitis iritan yang akut adalah baik jika iritan penyebab dapat diidentifikasi dan dieliminasi. Prognosis untuk dermatitis iritan kumulatif atau dermatitis iritan yang kronis ditangani seksama dan mungkin lebih buruk daripada dermatitis alergi. Dengan latar belakang atopi, kurangnya pengetahuan tentang penyakit, diagnosis, dan terapi yang terlambat merupakan faktor yang menyebabkan prognosis buruk. Dermatitis post-occupational persistent telah terlihat pada 11% dari individu.(3)

DAFTAR PUSAKA
1. Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL, editors. Fitzpatricks Dermatology in general medicine. 7th ed. New York: McGraw - Hill; 2008.p.396-401.
2. Sularsito, S.A dan Suria Djuanda, editors. Dermatitis. In: Djuanda A, Mochtar H, Aisah

S, editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.p.130-133. 3. Wolff C, Richard AJ, and Dick S, editors. Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis Of Clinical Dermatology 5th ed. New York: McGraw - Hill; 2005.
4. Wilkinson SM, and Beck MH. Rooks Textbook Of Dermatology 7th ed. Australia:

Blackwell Publishing. 2004.chapter 19.


5. Habif T. Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy. 4th ed. USA:

mosby; 2003. p.62-64

Anda mungkin juga menyukai