Anda di halaman 1dari 67

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan berkah-Nya penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Kota Cilegon
yang berjudul conghestive heart failure dan hepatitis A. Tujuan dari penyusunan laporan kasus
ini adalah untuk memenuhi tugas yang didapat saat kepaniteraan di RSUD Cilegon. Dari laporan
kasus ini saya mendapat banyak hal dan dapat lebih memahami terapi dan keadaan pasien.
Dalam menyusun

laporan kasus ini tentunya tidak lepas dari pihak-pihak yang

membantu saya. Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Didiet
Pratignyo, SpPD-FINASIM atas bimbingan, saran, kritik dan masukannya dalam menyusun
laporan kasus ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada orangtua yang selalu mendoakan
dan teman-teman serta pihak-pihak yang telah mendukung dan membantu dalam pembuatan
laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk membuat laporan kasus ini
lebih baik. Terima kasih.

Cilegon, 31 agustus 2016

Penulis

PRESENTASI KASUS
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILEGON
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
Topik

: conghestive heart failure dan hepatitis A

Penyusun

: M.Arief Rachman A.P

I. Identitas Pasien
Nama

: Tn. S

Usia

: 55 tahun

Pekerjaan

: petani

Agama

: Islam

Alamat

: Link. Ciora tengah

No. CM

: 799***

Pembiayaan

: BPJS

Tanggal Berobat

: 12 September 2016

Ruangan

: Nusa Indah RSUD Cilegon

II. Anamnesa
Dilakukan secara auto-anamnesa pada tanggal 12 september 2016 di IGD RSUD Cilegon

o Keluhan Utama:
Pasien mengeluhkan sesak sejak 1 minggu SMRS
o Keluhan Tambahan:
Kaki kanan bengkak, nyeri dada, mual
o Riwayat Penyakit Sekarang:
Dilakukan secara auto-anamnesa pada tanggal 12 september 2016 di IGD RSUD Cilegon
dengan keluhan sesak nafas, sesak nafas sudah dirasakan sejak 2 bulan yang lalu, sesak
awalnya dirasakan hilang timbul, 1 minggu sebelum masuk rumah sakit sesak yang di rasakan
makin memberat sehingga pasien datang ke IGD RSUD. Sesak yang dirasakan sekarang terus
menerus dan memberat saat pasien melakukan aktivitas seperti mengangkat cangkul dan
berjalan .sesak membaik bila pasien beristirahat.pasien juga mengeluhkan sesak pada malam
hari sehingga terbangun sesaknya membaik bila pasien tiduran menggunakan 2 bantal pada
saat tidur. Sesak yang dirasakan pasien tidak dipengaruhi cuaca dan debu.
Pasien juga mengeluhkan bengkak pada kaki kanannya, bengkak sudah di rasakan 1
minggu SMRS. Pasien mengatakan bengkak pada tungkainya muncul setelah pasien berobat
ke puskesmas.
Pasien mengeluhkan nyeri dada sebelah kiri, nyeri seperti tertekan,nyeri diraskan kadangkadang.nyeri dada yang dirasakan pasien tidak menjalar ke bahu dan punggung.
Pasien memiliki riwayat merokok sejak 30 tahun yang lalu, baru berhenti merokok 1
bulan SMRS, 1 hari pasien mampu menghabiskan 1 bungkus rokok. Saat sesak mulai timbul
pasien masih tetap merokok. Pasien memiliki alergi makanan yaitu, udang dan ikang
tongkol.pasien menyangkal tidak mengkonsumsi alkohol, BAK dalam batas normal BAB
dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Keluhan yang sama di sangkal pasien.
Riwayat pengobatan paru-paru sebelumnya disangkal.
Riwayat penyakit DM disangkal.
Riwayat penyakit hipertensi disangkal.
Riwayat asma dan alergi disangkal.
Riwayat hepatitis disangkal.
o Riwayat Penyakit Keluarga:
3

Tidak ada anggota keluarga yang mengeluh keluhan yang sama dengan pasien
Riwayat DM pada keluarga disangkal
Riwayat TB paru pada keluarga disangkal
Riwayat asma dan alergi pada keluarga disangkal
Riwayat penyakit hipertensi pada keluarga disangkal
Riwayat hepatitis disangkal.
o Anamnesis Sistem:
Tanda checklist (+) menandakan keluhan pada sistem tersebut. Tanda strip (-)
menandakan keluhan di sistem tersebut disangkal oleh pasien.
Kulit
(-)
(-)

Bisul
Kuku

(-)
(-)

Rambut
Ikterus

(-)
(-)
(-)

Keringat malam
Sianosis
Lain-lain

Kepala
(-)
(-)

Trauma
Sinkop

(+)
(-)

Nyeri kepala
Nyeri sinus

(-) Nyeri
(-) Radang
(-) Sklera Ikterus
(-) Congjungtiva Anemis
Telinga

(+)
(-)
(-)

Sekret purulen
Gangguan penglihatan
Penurunan ketajaman penglihatan

(-)
(-)

(-)
(-)
(-)

Tinitus
Gangguan pendengaran
Kehilangan pendengaran

(-)
(-)
(-)

Gejala penyumbatan
Gangguan penciuman
Pilek

(-)
(-)
(-)

Lidah
Gangguan pengecapan
Stomatitis

Mata

Nyeri
Sekret

Hidung
(-)
(-)
(-)
(-)

Trauma
Nyeri
Sekret
Epistaksis

Mulut
(-)
(-)
(-)

Bibir
Gusi
Selaput

Tenggorokan
(-)

Nyeri tenggorok

(-)

Perubahan suara

(-)

Nyeri leher

(+)
(-)
(-)

Sesak nafas
Batuk darah
Batuk

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Perut membesar
Wasir
Mencret
Melena
Tinja berwarna dempul
Benjolan

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Kencing nanah
Kolik
Oliguria
Anuria
Retensi urin
Kencing menetes
Kencing seperti air teh

(-)

Perdarahan

Leher
(-)

Benjolan/ massa

Jantung/ Paru
(+) Nyeri dada
(-) Berdebar-debar
(+) Ortopnoe
Abdomen (Lambung / Usus)
(-)
(+)
(-)
(-)
(-)
(+)

Rasa kembung
Mual
Muntah
Muntah darah
Sukar menelan
Nyeri perut

Saluran Kemih / Alat Kelamin


(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Disuria
Stranguri
Poliuria
Polakisuria
Hematuria
Batu ginjal
Ngompol

Katamenis
(-)
(-)

Leukore
Lain-lain

Haid(tidak ditanyakan)
()
()
()

Hari terakhir
Teratur
Gangguan menstruasi

()
()
()

Jumlah dan lamanya


Nyeri
Paska menopause

()
()

Menarche
Gejala Klimakterium

Otot dan Syaraf


(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Anestesi
Parestesi
Otot lemah
Kejang
Afasia
Amnesis
Lain-lain

(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)

Sukar menggigit
Ataksia
Hipo/hiper-estesi
Pingsan / syncope
Kedutan (tick)
Pusing (Vertigo)
Gangguan bicara (disartri)

(-)
(-)

Deformitas
Sianosis

Ekstremitas
(+) Bengkak (kaki kanan)
(-) Nyeri sendi

III. Pemeriksaan Fisik


Dilakukan pada tanggal 13 september 2016
VITAL SIGNS:
- Kesadaran
- Keadaan Umum
- Tekanan Darah
- Nadi
- Respirasi
- suhu
- BB/TB

: Compos mentis
: Sakit Sedang
: 100/80 mmHg
: 110 kali/menit ireguler
: 28x kali/menit
: 36,40C
: 55/165

STATUS GENERALIS:
- Kulit
: Berwarna coklat muda, suhu normal, dan turgor kulit baik.
- Kepala
: Bentuk oval, simetris, ekspresi wajah terlihat normal.
- Rambut
: Hitam, lebat, tidak rontok.
- Alis
: Hitam, tumbuh lebat, tidak mudah dicabut.
- Mata
: Tidak exophthalmus, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat dan
isokor, tidak terdapat benda asing, pergerakan bola mata baik, terdapat sekret
- Hidung

purulen tidak gatal,tidak nyeri.


: Tidak terdapat nafas cuping hidung, tidak deviasi septum, tidak ada sekret,

- Telinga

dan tidak hiperemis.


: Bentuk normal, liang telinga luas, tidak ada sekret, tidak ada darah, tidak ada
tanda radang, membran timpani intak.
6

- Mulut

: Bibir tidak sianosis, gigi geligilengkap, gusi tidak hipertropi, lidah tidak

- Leher

kotor, mukosa mulut basah, tonsil T1-T1 tidak hiperemis.


:Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening pada submentalis,
subklavikula, pre-aurikula, post-aurikula, oksipital, sternokleidomastoideus,
dan supraklavikula. Tidak terdapat pembesaran tiroid, trakea tidak deviasi,

- Thoraks

tekanan vena jugularis 5+2.


: Normal, Simetris kiri dan kanan, tidak terlihat pelebaran vena, tak terdapat
spider nevy.

Paru-paru
Inspeksi

: Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri pada saat statis dan
dinamis, perbandingan trasversal : antero posterior = 2:1, tidak terdapat

Palpasi

retraksi dan pelebaran sela iga.


: Tidak ada nyeri tekan dan nyeri lepas, tidak terdengar adanya krepitasi,

Perkusi

fremitus taktil dan vokal kiri simetri kanan dan kiri.


:Sonor pada seluruh lapangan paru dan terdapat peranjakan paru hati pada

sela iga V.
Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/Jantung
Inspeksi
Palpasi

: Iktus kordis tidak terlihat


: Iktus kordis teraba di ICS IV linea midklavikula sinistra, dan tidak terdapat
thrill

Perkusi

: Batas jantung kanan pada ICS IV linea para sternalis dextra, batas jantung
kiri pada ICS IV linea midklavikula sinistra, pinggang jantung pada ICS 3
parasternal sinistra.

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II irreguler, terdapat gallop ,tidak terdapat murmur
- Abdomen
Inspeksi

: Tampak simetris, tidak tegang, tidak terdapat kelainan kulit, tidak ditemukan
adanya spider nevy. tidak terlihat massa, tidak pelebaran vena, tidak terdapat

Auskultasi
Palpasi

caput medusa.
: Bising usus(+), bising aorta abdominalis tidak terdengar.
: Supel, turgor baik, terdapat nyeri tekan pada epigastik dan abdomen kanan.
Tidak terdapat nyeri lepas, tidak teraba massa, hepatomegaly (-)
splenomegaly (-), Ballotement (-), Undulasi (-).

Perkusi

: Suara timpani di semua lapang abdomen, terdapat nyeri ketuk pada

epigastrium, shifting dullness (-).


- Genitalia
: tidak dilakukan pemeriksaan
- Ekstremitas : Akral hangat, cappilary refill kurang dari 2 detik, kekuatan otot
Terdapat edema pada tungkai sebelah kanan, tidak terdapat palmar

5 5
5 5

eritem, tidak terdapat clubbing finger.


- Refleks fisiologis dan patologis : tidak dilakukan pemeriksaan.
IV. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
PEMERIKSAAN

:
12 september

13 september

14 september

NORMAL

13,1

14 18

Hematologi
Hemoglobin

12,5

Hematokrit

36,1

Leukosit

Trombosit

16.730

76000

gr/dl
39

40 48 %

18.800

5.000
10.000 /uL

66000

150.000
450.000/uL

Fungsi Hati
SGPT

604

285

0 37 U/l

SGOT

714

104

0 41 U/l

Albumin

3-6 g/dl

Globulin

1,5-3,5 g/dl

Protein Total

6-8 g/dl

Bilirubin total

2,6

<1

Bilirubin direct

1,2

0.1 0.3
mg/dl

Bilirubin indirect

1,4

0,1-0,7
8

Elektrolit
Natrium

127,7

127,7

Kalium

4,07

3,41

Klorida

94,0

92,2

133

135-155
mmol/l

3,49

3,6-5,5
mmol/l

94,3

97-107
mmol/l

Fungsi ginjal
Ureum

65

17-43 mg/dl

Creatinin

1,2

0,8 -1,3

GDS

155

<200 mg/dl

positive

negatif

Imuno Serologi
Anti HAV strip
Radiologi :
COR : CTR >50%
Pulmo : Tampak infiltrat di
duprahiler dan parakardial pari
kanan kiri
Hilus kanan kiri melebar
Kedua sinus diagfragma baik
Jaringan lunak baik

kesan: cardiomegali dengan edema pulmonal


EKG:

Irama : Sinus
Heart rate : 100 x/m irreguler
Axis : deviasi kanan
P : p wave normal
Pr interval : durasi : 0,16 sec (N:0,12 0,2 sec)
QRS : durasi : 0,08 sec
Morfologi : tampak PAC
Q : tampak q patologi di lead I,AVL
ST : normal
T : t inverted pada lead II,III,avl,v1-v4
Kesan : takikardia, axis deviasi ke kanan, right ventrikular hipertropi, old miokard infark
lateral, PAC
V. Diagnosis
Diagnosis Kerja: Congestive Heart Failure, insuf hepar e.c hepatitis A
Dasar diagnosis :
10

Anamnesis
Dilakukan secara auto-anamnesa pada tanggal 12 september 2016 di IGD RSUD Cilegon
dengan keluhan sesak nafas, sesak nafas sudah dirasakan sejak 2 bulan yang lalu, sesak awalnya
dirasakan hilang timbul, 1 minggu sebelum masuk rumah sakit sesak yang di rasakan makin
memberat sehingga pasien datang ke IGD RSUD. Sesak yang dirasakan sekarang terus menerus
dan memberat saat pasien melakukan aktivitas seperti mengangkat cangkul dan berjalan .sesak
membaik bila pasien beristirahat.pasien juga mengeluhkan sesak pada malam hari sehingga
terbangun sesaknya membaik bila pasien tiduran menggunakan 2 bantal pada saat tidur. Sesak
yang dirasakan pasien tidak dipengaruhi cuaca dan debu.
-

Riwayat Penyakit Sekarang


o Terdapat edema pada tungkai kanan

Pemeriksaan fisik :
- Didapatkan bunyi jantung irreguler dan terdengar suara tambahan gallop
- Didapatkan edema pada tungkai kanan.
Pemeriksaan lab :
PEMERIKSAAN

12 september

13 september

14 september

NORMAL

13,1

14 18

Hematologi
Hemoglobin

12,5

Hematokrit

36,1

Leukosit

Trombosit

16.730

76000

gr/dl
39

40 48 %

18.800

5.000
10.000 /uL

66000

150.000
450.000/uL

Fungsi Hati
SGPT

604

285

0 37 U/l

SGOT

714

104

0 41 U/l

Albumin

3-6 g/dl

11

Globulin

1,5-3,5 g/dl

Protein Total

6-8 g/dl

Bilirubin total

2,6

<1

Bilirubin direct

1,2

0.1 0.3
mg/dl

Bilirubin indirect

1,4

0,1-0,7

Elektrolit
Natrium

127,7

127,7

Kalium

4,07

3,41

Klorida

94,0

92,2

133

135-155
mmol/l

3,49

3,6-5,5
mmol/l

94,3

97-107
mmol/l

Fungsi ginjal
Ureum

65

17-43 mg/dl

Creatinin

1,2

0,8 -1,3

GDS

155

<200 mg/dl

HbsAg

Negatif

negatif

Anti HAV strip

positive

negatif

Imuno Serologi

Pemeriksaan penunjang :
-

Rontgen Thorax:
o Cardiomegali dengan edema pulmonal
Usg abdomen
o Cholecytitis
o Nefrolithiasis bilateral
o gastritis

VII. Pemeriksaan yang Dianjurkan


12

Ekokardiografi
Urin lengkap
Usg abdomen

VIII. Diagnosis Banding


-

Alcoholic hepatitis
Autoimun hepatitis
Heaptitis B,C,D,E
Drug-induced liver injury
PPOK
Asma

IX. Terapi yang diberikan


IGD

NUSA INDAH

02 3 lpm
IVFD RL
500 cc/hr
Co dr.siska sp,jp:
Furosemid 2x2 amp
Ramipril 1x2,5mg
Digoxin 1x1
Aspilet 1x1
Simvastatin 1x10mg
Co dr h.alan sp.pd

Curcuma 3x1
Urdahex 3x1
Ceftriaxon 1x2 gr

Furosemid 2x2 amp


Ramipril 1x2,5mg
Digoxin 1x1
Aspilet 1x1
Simvastatin 1x10mg

Co dr h.alan sp.pd

Curcuma 3x1
Urdahex 3x1
Ceftriaxon 1x2 gr

X. Prognosis
- Quo ad vitam

: Dubia ad bonam

13

- Quo ad functionam : Dubia ad bonam


- Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam

FOLLOW UP
FOLLOW UP
Nusa indah , 13/09/2016
TD: 100/60 mmHg

R: 28x/menit

N: 68x/menit irreguler

S: 36 ,0 C

S:

O:

A:

Os mengatakan lemas o KU: TSS


o KS: CM
dan sesak
o Kepala:
Normocephali
o Mata: CA (-/-) SI

P:
-

CHF

Insuf hepar

hiponatremia

Non farmakologis :
- Bed rest
- Koreksi Na 3%
200cc 6 jam
post

(-/-), mata kiri tidak


dapat melihat, mata
kanan hanya dapat
melihat cahaya.
o THT: dbn
o Cor:
BJI-BJII
iregular, Gallop(+),
M(-)
o Pulmo:

SNV,

rh

(-/-), wh (-/-)
o Abd:
buncit,
pelebaran vena (-),
BU

(+),

aorta

abdominalis

tidak

terdengar,
dullness

shifting
(-),

koreksi

periksa elektrolit
Pro
usg

(14/9/16)
Pro echo
Periksa
HAV,HAC

Farmakologis :
Oral :
-

Curcuma 3x1
Urdahex 3x1
Digoxin 1x1
Ramipril 1x 2,5
Simvastatin
1x20
Taps NaCL 2x1
Furosemid 1x1
Candesartan 1x8
14

splenomegaly

(-),

hepatomegaly

(-),

Injeksi :
- Inj. Ceftriaxone

undulasi (-), NT (+)


epigastrik.
o
Eks:

Edema

(+)tungkai

kanan,

1x2 gr
Inj. Furosemid

3x2
Inj. NaCL 3%
200 cc

akral hangat, ulkus


pedis sinistra dan
dextra yang tampak
o
o
o
o

sudah mongering.
Input : 1.200 cc
Output : 1900 cc
B : - 700 cc
Natrium : 127,7

Nusa indah , 14/09/2016


TD: 110/60 mmHg

R: 28x/menit

N: 82 x/menit irreguler

S: 36 ,0 C

S:

O:

A:

Os

mangatakan o KU: TSS


o KS: CM
lemas ,mual, sesak
o Kepala:
Normocephali
o Mata: CA (-/-) SI

P:
-

CHF

Insuf hepar e.c

Non farmakologis :
- Bed rest
- Koreksi Na 3%
200cc 6 jam

hepatitis A

post

(-/-), mata kiri tidak


dapat melihat, mata
kanan hanya dapat
melihat cahaya.
o THT: dbn
o Cor:BJI-BJII
iregular, Gallop(+),

koreksi

periksa elektrolit
Pro
usg

(15/9/16)
Pro echo

Farmakologis :
Oral :
- Curcuma 3x1
15

M(-)
o Pulmo: SNV, rh (-/-),
wh (-/-)
o Abd:

buncit,

pelebaran vena (-),


BU

(+),

aorta

abdominalis

tidak

terdengar,

shifting

dullness

(-),

splenomegaly

(-),

hepatomegaly

(-),

undulasi (-), NT (+)


o

epigastrik.
Eks:

Edema

(+)tungkai

kanan,

Urdahex 3x1
Digoxin 1x1
Ramipril 1x 2,5
Simvastatin

1x20
- Taps NaCL 2x1
- Furosemid 1x1
- Candesartan 1x8
Injeksi :
- Inj. Ceftriaxone
-

1x2 gr
Inj. Furosemid
3x2
Inj. NaCL 3%
200 cc

akral hangat, ulkus


pedis

sinistra

dan

dextra yang tampak


o
o
o
o

sudah mongering.
Input : 1.200 cc
Output : 1800 cc
B : - 600 cc
Anti hav : reactive

16

Nusa indah , 15/09/2016


TD: 110/60 mmHg

R: 28x/menit

N: 82 x/menit irreguler

S: 36 ,0 C

S:

O:

A:

Os

mangatakan o KU: TSS


o KS: CM
lemas ,mual, sesak
o Kepala:
Normocephali
o Mata: CA (-/-) SI

P:
-

CHF

Insuf hepar e.c

Non farmakologis :
- Bed rest
- Koreksi Na 3%
200cc 6 jam

hepatitis A

post

(-/-), mata kiri tidak


dapat melihat, mata
kanan hanya dapat
melihat cahaya.
o THT: dbn
o Cor:BJI-BJII
iregular, Gallop(+),
M(-)
o Pulmo: SNV, rh (-/-),
wh (-/-)
o Abd:

buncit,

pelebaran vena (-),


BU

(+),

aorta

abdominalis

tidak

terdengar,

shifting

koreksi

periksa elektrolit
Pro echo

Farmakologis :
Oral :
-

Curcuma 3x1
Urdahex 3x1
Digoxin 1x1
Ramipril 1x 2,5
Simvastatin

1x20
- Taps NaCL 2x1
- Furosemid 1x1
- Candesartan 1x8
Injeksi :
- Inj. Ceftriaxone
-

1x2 gr
Inj. Furosemid

dullness

(-),

splenomegaly

(-),

3x2
Inj. NaCL 3%

hepatomegaly

(-),

200 cc

undulasi (-), NT (+)


o

epigastrik.
Eks:

Edema

(+)tungkai

kanan,

akral hangat, ulkus


17

pedis

sinistra

dan

dextra yang tampak


o
o
o
o
o

sudah mongering.
Input : 1.200 cc
Output : 1800 cc
B : - 600 cc
Anti hav : reactive
USG : cholecytitis,
nefrolitiasi bilateral ,
gastritis

Nusa indah , 16/09/2016


TD: 110/60 mmHg

R: 28x/menit

N: 82 x/menit irreguler

S: 36 ,0 C

S:

O:

A:

Os

mangatakan o KU: TSS


lemas ,mual, sesak o KS: CM
o Kepala:
,muntah 2x
Normocephali
o Mata: CA (-/-) SI

P:
-

CHF

Insuf hepar e.c

Non farmakologis :
- Bed rest
- Koreksi Na 3%
200cc 6 jam

hepatitis A

post

(-/-), mata kiri tidak


dapat melihat, mata
kanan hanya dapat
melihat cahaya.
o THT: dbn
o Cor:BJI-BJII
iregular, Gallop(+),
M(-)
o Pulmo: SNV, rh (-/-),
wh (-/-)
o Abd:

buncit,

pelebaran vena (-),

koreksi

periksa elektrolit
Pro echo

Farmakologis :
Oral :
-

Curcuma 3x1
Urdahex 3x1
Digoxin 1x1
Ramipril 1x 2,5
Simvastatin
1x20
Taps NaCL 2x1
Furosemid 1x1
Candesartan 1x8
18

BU

(+),

aorta

abdominalis

tidak

terdengar,

Injeksi :
- Inj. Ceftriaxone

shifting

1x2 gr
Inj. Furosemid

dullness

(-),

splenomegaly

(-),

3x2
Inj. NaCL 3%

hepatomegaly

(-),

200 cc

undulasi (-), NT (+)


o

epigastrik.
Eks:

Edema

(+)tungkai

kanan,

akral hangat, ulkus


pedis

sinistra

dan

dextra yang tampak


o
o
o
o

sudah mongering.
Input : 1.200 cc
Output : 1800 cc
B : - 600 cc
Anti hav : reactive

Nusa indah , 17/09/2016


TD: 110/60 mmHg

R: 28x/menit

N: 82 x/menit irreguler

S: 36 ,0 C

19

S:

O:

A:

Os

mangatakan o KU: TSS


o KS: CM
lemas ,mual, sesak
o Kepala:
Normocephali
o Mata: CA (-/-) SI
(-/-), mata kiri tidak
dapat melihat, mata
kanan hanya dapat
melihat cahaya.
o THT: dbn
o Cor:BJI-BJII
iregular, Gallop(+),
M(-)
o Pulmo: SNV, rh (-/-),
wh (-/-)
o Abd:

buncit,

pelebaran vena (-),

P:
-

CHF

Insuf hepar e.c


hepatitis A

Non farmakologis :
- Bed rest
- Pro echo
Farmakologis :
Oral :
-

Curcuma 3x1
Urdahex 3x1
Digoxin 1x1
Ramipril 1x 2,5
Simvastatin

1x20
- Taps NaCL 2x1
- Furosemid 1x1
- Candesartan 1x8
Injeksi :
- Inj. Ceftriaxone
-

1x2 gr
Inj. Furosemid

(+),

aorta

3x2
Inj. NaCL 3%

abdominalis

tidak

200 cc

BU

terdengar,

shifting

dullness

(-),

splenomegaly

(-),

hepatomegaly

(-),

undulasi (-), NT (+)


epigastrik.
o
Eks:

Edema

(+)tungkai

kanan,

akral hangat, ulkus


pedis

sinistra

dan

dextra yang tampak


sudah mongering.
o Input : 1.200 cc
20

o Output : 1600 cc
o B : - 400 cc
o Anti hav : reactive

Nusa indah , 18/09/2016


TD: 110/60 mmHg

R: 28x/menit

N: 82 x/menit irreguler

S: 36 ,0 C

S:

O:

A:

Os

mangatakan o KU: TSS


o KS: CM
lemas ,mual, sesak
o Kepala:
Normocephali
o Mata: CA (-/-) SI
(-/-), mata kiri tidak
dapat melihat, mata
kanan hanya dapat
melihat cahaya.
o THT: dbn
o Cor:BJI-BJII
iregular, Gallop(+),
M(-)
o Pulmo: SNV, rh (-/-),
wh (-/-)
o Abd:

buncit,

pelebaran vena (-),

P:
-

CHF

Insuf hepar e.c


hepatitis A

Non farmakologis :
- Bed rest
- Pro echo
Farmakologis :
Oral :
-

Curcuma 3x1
Urdahex 3x1
Digoxin 1x1
Ramipril 1x 2,5
Simvastatin

1x20
- Taps NaCL 2x1
- Furosemid 1x1
- Candesartan 1x8
Injeksi :
- Inj. Ceftriaxone
-

1x2 gr
Inj. Furosemid

(+),

aorta

3x2
Inj. NaCL 3%

abdominalis

tidak

200 cc

BU

21

terdengar,

shifting

dullness

(-),

splenomegaly

(-),

hepatomegaly

(-),

undulasi (-), NT (+)


epigastrik.
o
Eks:

Edema

(+)tungkai

kanan,

akral hangat, ulkus


pedis

sinistra

dan

dextra yang tampak


o
o
o
o

sudah mongering.
Input : 1.200 cc
Output : 1600 cc
B : - 400 cc
Anti hav : reactive

Nusa indah , 19/09/2016


TD: 110/60 mmHg

R: 28x/menit

N: 82 x/menit irreguler

S: 36 ,0 C

S:

O:

A:

Os

mangatakan o KU: TSS


o KS: CM
lemas ,mual, sesak
o Kepala:
Normocephali
o Mata: CA (-/-) SI
(-/-), mata kiri tidak
dapat melihat, mata
kanan hanya dapat

P:
-

CHF

Insuf hepar e.c


hepatitis A

Non farmakologis :
- Bed rest
- Pro echo
Farmakologis :
Oral :
- Curcuma 3x1
- Urdahex 3x1
- Digoxin 1x1
22

melihat cahaya.
o THT: dbn
o Cor:BJI-BJII

iregular, Gallop(+),
M(-)
o Pulmo: SNV, rh (-/-),
wh (-/-)
o Abd:
BU

1x20
- Taps NaCL 2x1
- Furosemid 1x1
- Candesartan 1x8
Injeksi :
- Inj. Ceftriaxone

buncit,

pelebaran vena (-),


(+),

aorta

abdominalis

tidak

terdengar,

shifting

dullness

(-),

splenomegaly

(-),

hepatomegaly

(-),

Ramipril 1x 2,5
Simvastatin

1x2 gr
Inj. Furosemid
3x2
Inj. NaCL 3%
200 cc

undulasi (-), NT (+)


epigastrik.
o
Eks:

Edema

(+)tungkai

kanan,

akral hangat, ulkus


pedis

sinistra

dan

dextra yang tampak


o
o
o
o
o

sudah mongering.
Input : 1.200 cc
Output : 1600 cc
B : - 400 cc
Anti hav : reactive
Echo : MS sivere,
TR moderete sivere,
PR, PH ec RHD

23

Resume medis
-

CHD

Hepatitis A

Hipokalemia

Echo : RHD MS severe


TR mod severe

- pulmonary regurgitasi

- EF 73%

- pulmonary hipertensi

Terapi pulang
-

Digoxin 1x1 tab

Spironolakton 1x 25 mg

Furosemid 1x1 tab

Curcuma 3x1

Urdahex 3x1

Cefixime 2x100

Kontrol poli jantung

Kontrol poli dalam

24

ANALISA KASUS
1. Apakah penegakan diagnosis akhir pada pasien ini sudah benar?
Sudah. Menurut kriteria framingham , gagal jantung ditegakkan minimal ada 1
kriteria major dan 2 kriteria minor yakni : pada pasien ini terdapat
1.Anamesis :
Dyspnea deffort, orthopneu, dan edema
2. Pemeriksaan fisik:
Edema pada tungkai kanan, bunyi jantung I dan II ireguler ,terdengar gallop, t
takikardi 110 x/m ireguler
3. Pemeriksaan penunjang
Cardiomegali dengan edema pulmonal

Kriteria minor :

Kriteria Mayor:

Edema eksremitas

Paroksismal nokturnal dispnea

Batuk malam hari

Distensi vena pada leher

Dispnea d effort

Ronkhi basah

Hepatomegali

Kardiomegali

Efusi pleura

Edema paru akut

Penurunan kapasitas vital 1/3 dariGallop S3


normal
Peningkatan tekanan vena jugularis
Takikardia(>120/menit)
Refluks hepatojugular
Major atau minor
Penurunan BB4.5kg dalam 5 hari
pengobatan.

Pasien ini termasuk dalam gagal jantung kongestif dengan functional capacity II

25

karena sudah merasakan sesak napas ketika melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas seharihari tanpa keluahan.

Diagnosis hepatitis A pada pasien ini ditegakkan berdasarkan :


-

Gejala : mual, muntah, anorexia, diare .


Pemeriksaan darah didapatkan peningkatan SGOT dan SGPT yang signifikan,
adanya peningkatan serum bilirubin. Anti HAV reactive

Diagnosis cholesititis, nefrolithiasis bilateral dan gastritis pada pasien ini didasarkan
kepada hasil pemeriksaan ultrasonografi (USG) pada tanggal 15 september 2015.
Interprestasi :
o Cholesistitis
o Nefrolithiasis bilateral
o Gastritis

2. Apakah penatalaksanaan pada pasien ini sudah adekuat?


Sudah tepat,pada pasien ini mendapatkan terapi :
IGD

NUSA INDAH

26

02 3 lpm
IVFD RL
500 cc/hr
Co dr.siska sp,jp:
Furosemid 2x2 amp
Ramipril 1x2,5mg
Digoxin 1x1
Aspilet 1x1
Simvastatin 1x10mg
Co dr h.alan sp.pd

Curcuma 3x1
Urdahex 3x1
Ceftriaxon 1x2 gr

Furosemid 2x2 amp


Ramipril 1x2,5mg
Digoxin 1x1
Aspilet 1x1
Simvastatin 1x10mg

Co dr h.alan sp.pd

Curcuma 3x1
Urdahex 3x1
Ceftriaxon 1x2 gr

3. Apakah tujuan diagnosis dan pengobatan congestive heart failure ?


Tujuan diagnosis dan terapi gagal jantung yaitu untuk mengurangi morbilitas dan
mortalitas,tindakan preventif dan pencegahan perburukan penyakit jantung tetap
merupakan bagian penting dalam tatalksana penyakit jantung.
4. Kapan harus dibawa kerumah sakit atau pelayanan kesehatan?
Sesak memberat
Nyeri dada yang memberat
Kaki bengkak
Bak sedikit atau tidak ada bak sama sekali

27

5. Edukasi yang disampaikan kepada pasien?


Edukasi
Istirahat yang cukup
Ketaatan pasien berobat
Memelihara sanitasi yang baik dan kebersihan diri
Atur pola makan

Hindari makanan yang dapat menyebabkan penimbunan gas dalam lambung


(ubi, singkong, kacangm erah, kol, sawi, lobak, nangka, durian)

Hindari makanan yang telah di awetkan (hamburger, sosis, ikan asin, kornet)

Pilih bahan makanan yang kandungan lemaknya tidak banyak (daging tidak
berlemak, ikan segar, ayam tanpa kulit)

Pilih sayuran rendah serat (bayam, wortel, bit, labu siam, kacang panjang
muda, buncismuda, kangkung)

Hindari bumbu-bumbu masakan yang terlalu banyak dan dalam batas normal

Hindari bahan makanan yang terlalu berlemak (daging, usus, otak, sumsum,
santankental)

Diet rendah garam 2 gram (setengah sendok teh) pada gagal jantung ringan dan 1
gram pada gagal jantung berat, jumlah caran 1,5 L/hari pada gagal jantung ringan
dan 1 L/hari pada gagal jantung berat
Hindari mengkonsumsi alcohol dan merokok
Aktivitas fisis rutin, misalnya berjalan kaki 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit
atau sepeda statis 5kali/minggu selama 20 menit dengan bebar 70-80% denyut
jantung maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang
Kontrol Jika BAB berwarna hitam (melena)
Kontrol jika badan atau mata berwarna kuning (ikterik)
Kontrol jika terjadi bengkak (edema)
Kontrol jika perut terasa kembung (asites)

6. Bagaimana prognosis pada pasien ini ?


1. Quo ad vitam: ad bonam
Karena keadaan klinik pasien dari hari ke hari menjadi lebih baik dibandingkan
dengan saat pertama kali datang ke rumah sakit.
2. Quo ad functionam: ad malam (CHF) ad bonam (hepatitis)
Karena pada penyakit gagal jantung kongestif, keadaan jantung sudah tidak dapat
dikembalikan seperti semula, sehingga seumur hidup pasien akan memiliki penyakit
tersebut. Pemberian obat-obatan hanya dapat memperbaiki keadaan klinis.

28

Sedangkan pada hepatitis a, keadaan hati akan membaik bila kepatuhan berobat dan
istirahat yang cukup
3. Quo ad sanationam: ad bonam
Karena pasien masih dapat melakukan fungsi sosialnya seperti keadaan sebelumnya,
yaitu petani, walaupun dengan keadaan jantung yang demikian

I. DEFINISI
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa tidak mampu
memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Ciri-ciri yang penting dari definisi
ini adalah pertama, definisi gagal adalah relatif terhadap kebutuhan metabolik tubuh.
Kedua, penekanan arti gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan.
Istilah gagal miokardium ditujukan spesifik pada fungsi miokardium; gagal miokardium
umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik sirkulasi dapat
menunda atau bahkan mencegah perkembangan penyakit menjadi gagal jantung. 1
Beberapa istilah dalam gagal jantung : 4
1. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik :
29

Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari pemeriksaan
fisis, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan echocardiography.
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa
sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, kemampuan aktivitas fisik
menurun dan gejala hipoperfusi lainnya.
Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian
ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi
lebih dari 50%. Ada 3 macam gangguan fungsi diastolik ; Gangguan relaksasi, pseudonormal, tipe restriktif.
2. Low Output dan High Output Heart Failure
Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan
katup dan perikard. High output heart failure ditemukan pada penurunan resistensi vaskular
sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A V, beri-beri, dan Penyakit
Paget. Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan.
3. Gagal Jantung Kiri dan Kanan
Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena pulmonalis
dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea. Gagal jantung kanan terjadi
kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal
primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang
menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Tetapi karena
perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard ke-2 ventrikel, maka retensi
cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda.
4. Gagal Jantung Akut dan Kronik
Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat
endokarditis, trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun secara tibatiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer.
Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan multivalvular
yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat menyolok, namun tekanan
darah masih terpelihara dengan baik.
Curah jantung yang kurang memadai, juga disebut forward failure, hampir selalu
disertai peningkatan kongesti/ bendungan di sirkulasi vena (backward failure), karena
30

ventrikel yang lemah tidak mampu memompa darah dalam jumlah normal, hal ini
menyebabkan peningkatan volume darah di ventrikel pada waktu diastol, peningkatan
tekanan diastolik akhir di dalam jantung dan akhirnya peningkatan tekanan vena . Gagal
jantung kongestif mungkin mengenai sisi kiri dan kanan jantung atau seluruh rongga
jantung. 5
II1. ETIOLOGI
Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi aorta dan
defek septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis
aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark
miokardium dan kardiomiopati. Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal
jantung melalui penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi
sistemik, infeksi paru-paru dan emboli paru. 1
Penyebab tersering gagal jantung kiri adalah hipertensi sistemik, penyakit katup
mitral atau aorta, penyakit jantung iskemik, dan penyakit miokardium primer. Penyebab
tersering gagal jantung kanan adalah gagal ventrikel kiri, yang menyebabkan kongesti
paru dan peningkatan tekanan arteria pulmonalis. Gagal jantung kanan juga dapat terjadi
tanpa disertai gagal jantung kiri pada pasien dengan penyakit parenkim paru dan atau
pembuluh paru (kor polmunale) dan pada pasien dengan penyakit katup arteri pulmonalis
atau trikuspid. 5
IV.

PATOFISIOLOGI
Bila jantung mendadak menjadi rusak berat, seperti nfark miokard, maka
kemampuan pemompaan jantung akan segera menurun. Sebagai akibatnya akan timbul
dua efek utama penurunan curah jantung, dan bendungan darah di vena yang
menimbulkan kenaikan tekanan vena jugularis. 5,6,7
Sewaktu jantung mulai melemah, sejumlah respons adaptif lokal mulai terpacu
dalam upaya mempertahankan curah jantung. Respons tersebut mencakup peningkatan
aktivitas adrenergik simpatik, peningkatan beban awal akibat aktivasi sistem reninangiotensin-aldosteron, dan hipertrofi ventrikel. Mekanisme ini mungkin memadai untuk
mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada awal
31

perjalanan gagal jantung, dan pada keadaan istirahat. Namun, kelainan kerja ventrikel
dan menurunnya curah jantung biasanya tampak saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya
gagal jantung, kompensasi menjadi semakin kurang efektif. 1,5,6,7
1. Peningkatan aktivitas adrenergik simpatis :
Salah satu respons neurohumoral terhadap penurunan curah jantung adalah
peningkatan aktivitas sistem adrenergik simpatis. Meningkatnya aktivitas adrenergik
simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan
medulla adrenal. Katekolamin ini akan menyebabkan kontraksi lebih kuat otot jantung
(efek inotropik positif) dan peningkatan kecepatan jantung. Selain itu juga terjadi
vasokontriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume
darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah
misal kulit dan ginjal untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak. Vasokonstriksi
akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk selanjutnya menambah
kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum Starling. Kadar katekolamin dalam darah akan
meningkat pada gagal jantung, terutama selama latihan. Jantung akan semakin
bergantung pada katekolamin yang beredar dalam darah untuk mempertahankan kerja
ventrikel.namun pada akhirnya respons miokardium terhadap rangsangan simpatis akan
menurun; katekolamin akan berkurang pengaruhnya terhadap kerja ventrikel. 1, 4, 6

32

Gambar 1. Mekanisme aktivasi sistem syaraf simpatik dan parasimpatik


pada gagal jantung. 8

2. Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron :


Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium dan air
oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel. Mekanisme yang mengakibatkan aktivasi
sistem renin angiotensin aldosteron pada gagal jantung masih belum jelas. Namun apapun
mekanisme pastinya, penurunan curah jantung akan memulai serangkaian peristiwa
berikut:
- Penurunan aliran darah ginjal dan penurunan laju filtrasi glomerulus
- Pelepasan renin dari apparatus jukstaglomerulus
- Interaksi renin dan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiotensinI
- Konversi angotensin I menjadi angiotensin II
- Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal.
Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus kolektifus. Angiotensin II
juga menghasilkan efek vasokonstriksi yang meningkatkan tekanan darah. 1, 5, 6, 7

Gambar 2. Sistem Renin - Angiotemsin- Aldosteron 8

3. Hipertrofi ventrikel :
Respon kompensatorik terakhir adalah hipertrofi miokardium atau bertambah
tebalnya dinding. Hipertrofi miokardium akan mengakibatkan peningkatan kekuatan
kontraksi ventrikel.
33

Awalnya, respon kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang menguntungkan;


namun akhirnya mekanisme kompensatorik dapat menimbulkan gejala, meningkatkan
kerja jantung, dan memperburuk derajat gagal jantung. Retensi cairan yang bertujuan
untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitas menyebabkan terbentuknya edema dan
kongesti vena paru dan sistemik. Vasokontriksi arteri juga meningkatkan beban akhir
dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel; beban akhir juga meningkat
karena dilatasi ruang jantung. Akibatnya, kerja jantung dan kebutuhan oksigen
miokardium juga meningkat. Hipertrofi miokardium dan rangsangan simpatis lebih lanjut
akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium. Jika peningkatan kebutuhan oksigen
tidak dapat dipenuhi akan terjadi iskemia miokardium dan gangguan miokardium
lainnya. Hasil akhir dari peristiwa yang saling berkaitan ini adalah meningkatnya beban
miokardium dan terus berlangsungnya gagal jantung. 1, 4,6,7

Gambar 3. Pola remodelling jantung yang terjadi karena respon terhadap


hemodinamik berlebih. 8
34

V.

MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik gagal jantung harus dipertimbangkan relatif terhadap derajat
latihan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya, secara khas gejala hanya
muncul saat beraktivitas fisik, tetapi dengan bertambah beratnya gagal jantung, toleransi
terhadap latihan semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih awal dengan aktivitas
yang lebih ringan. 1, 4
Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara individu sesuai
dengan sistem organ yang terlibat dan juga tergantung pada derajat penyakit.1, 4, 9

Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Meskipun kelelahan adalah
gejala yang umum dari gagal jantung kongestif, tetapi gejala kelelahan merupakan
gejala yang tidak spesifik yang mungkin disebabkan oleh banyak kondisi-kondisi lain.
Kemampuan seseorang untuk berolahraga juga berkurang. Beberapa pasien bahkan
tidak merasakan keluhan ini dan mereka tanpa sadar membatasi aktivitas fisik mereka
untuk memenuhi kebutuhan oksigen.

Dispnea, atau perasaan sulit bernapas adalah manifestasi gagal jantung yang paling
umum. Dispnea disebabkan oleh meningkatnya kerja pernapasan akibat kongesti
vaskular paru yang mengurangi kelenturan paru.meningkatnya tahanan aliran udara
juga menimbulkan dispnea. Seperti juga spektrum kongesti paru yang berkisar dari
kongesti vena paru sampai edema interstisial dan akhirnya menjadi edema alveolar,
maka dispnea juga berkembang progresif. Dispnea saat beraktivitas menunjukkan
gejala awal dari gagal jantung kiri. Ortopnea (dispnea saat berbaring) terutama
disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh yang di bawah ke
arah sirkulasi sentral.reabsorpsi cairan interstisial dari ekstremitas bawah juga akan
menyebabkan kongesti vaskular paru-paru lebih lanjut. Paroxysmal Nocturnal
Dispnea (PND) dipicu oleh timbulnya edema paru intertisial. PND merupakan
manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri dibandingkan dengan dispnea
atau ortopnea.

35

Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada posisi
berbaring.

Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah ciri khas dari
gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah paru-paru karena
pengaruh gaya gravitasi.

Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang terjadi akibat
distensi vena.

Gagal pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti vena sistemik.
Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis; vena-vena leher mengalami
bendungan . tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat secara paradoks selama
inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan terhadap
peningkatan aliran balik vena ke jantung selama inspirasi.

Dapat terjadi hepatomegali; nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan kapsula
hati.

Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual dapat
disebabkan kongesti hati dan usus.

Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema mulamula tampak pada bagian tubuh yang tergantung, dan terutama pada malam hari; dapat
terjadi nokturia (diuresis malam hari) yang mengurangi retensi cairan.nokturia
disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada waktu berbaring, dan juga
berkurangnya vasokontriksi ginjal pada waktu istirahat.

Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema anasarka.
Meskipun gejala dan tanda penimbunan cairan pada aliran vena sistemik secara klasik
dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan, namun manifestasi paling dini dari
bendungan sistemik umumnya disebabkan oleh retensi cairan daripada gagal jantung
kanan yang nyata.
36

Seiring dengan semakin parahnya gagal jantung kongestif, pasien dapat mengalami
sianosis dan asidosis akibat penurunan perfusi jaringan. Aritmia ventrikel akibat
iritabilitas miokardium dan aktivitas berlebihan sietem saraf simpatis sering terjadi dan
merupakan penyebab penting kematian mendadak dalam situasi ini.

VI.

DIAGNOSIS
Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala yang ada dan
penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang antara lain foto thorax, EKG,
ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium rutin, dan pemeriksaan biomarker. 2, 10
Kriteria Diagnosis : 11
Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif 1, 9
Kriteria Major :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Paroksismal nokturnal dispnea


Distensi vena leher
Ronki paru
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop S3
Peninggian tekana vena jugularis
Refluks hepatojugular

Kriteria Minor :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Edema eksremitas
Batuk malam hari
Dispnea deffort
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
Takikardi(>120/menit)

Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor.
Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA), merupakan pedoman
untuk pengklasifikasian penyakit gagal jantung kongestif berdasarkan tingkat aktivitas
fisik, antara lain: 1

NYHA class I, penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan fisik
serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung seperti cepat lelah, sesak
napas atau berdebar-debar, apabila melakukan kegiatan biasa.
37

NYHA class II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka
tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang biasa dapat
menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung berdebar,

sesak napas atau nyeri dada.


NYHA class III, penderita penyakit dengan pembatasan yang lebih banyak dalam
kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan
fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi

jantung seperti yang tersebut di atas.


NYHA class IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa
menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka melakukan kegiatan fisik
meskipun sangat ringan.

b. Pemeriksaan Penunjang
Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung, pemeriksaan
penunjang sebaiknya dilakukan. 12
1. Pemeriksaan Laboratorium Rutin : 11, 12, 13
Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea nitrogen (BUN),
kreatinin serum, enzim hepatik, dan urinalisis. Juga dilakukan pemeriksaan gula
darah, profil lipid.

2. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari EKG adalah
untuk menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel hypertrophy (LVH) atau
riwayat MI (ada atau tidak adanya Q wave). EKG Normal biasanya
menyingkirkan kemungkinan adanya disfungsi diastolik pada LV. 11, 12

3. Radiologi :
38

Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung dan


bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan kadang-kadang efusi
pleura.

begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat mengidentifikasi

penyebab nonkardiak pada gejala pasien. . 11, 12, 13

4. Penilaian fungsi LV :
Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis, mengevaluasi,
dan

menangani

gagal

jantung.

Pemeriksaan

paling

berguna

adalah

echocardiogram 2D/ Doppler, dimana dapat memberikan penilaian semikuantitatif


terhadap ukuran dan fungsi LV begitu pula dengan menentukan keberadaan
abnormalitas pada katup dan/atau pergerakan dinding regional (indikasi adanya
MI sebelumnya). Keberadaan dilatasi atrial kiri dan hypertrophy LV, disertai
dengan adanya abnormalitas pada pengisian diastolic pada LV yang ditunjukkan
oleh pencitraan, berguna untuk menilai gagal jantung dengan EF yang normal.
Echocardiogram 2-D/Doppler juga bernilai untuk menilai ukuran ventrikel kanan
dan

tekanan

pulmoner,

dimana

sangat

penting

dalam

evaluasi

dan

penatalaksanaan cor pulmonale. MRI juga memberikan analisis komprehensif


terhadap anatomi jantung dan sekarang menjadi gold standard dalam penilaian
massa dan volume LV. Petunjuk paling berguna untuk menilai fungsi LV adalah
EF (stroke volume dibagi dengan end-diastolic volume). Karena EF mudah diukur
dengan pemeriksaan noninvasive dan mudah dikonsepkan. Pemeriksaan ini
diterima secara luas oleh para ahli. Sayangnya, EF memiliki beberapa
keterbatasan sebagai tolak ukur kontraktilitas, karena EF dipengaruhi oleh
perubahan pada afterload dan/atau preload. Sebagai contoh, LV EF meningkat
pada regurgitasi mitral sebagai akibat ejeksi darah ke dalam atrium kiri yang
bertekanan rendah. Walaupun demikan, dengan pengecualian jika EF normal (>
50%), fungsi sistolik biasanya adekuat, dan jika EF berkurang secara bermakna
(<30-40%). 11

39

VII.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan

penderita

dengan

gagal

jantung

meliputi

penalaksanaan secara non farmakologis dan secara farmakologis.


Penatalaksanaan gagal jantung baik akut maupun kronik ditujukan
untuk mengurangi gejala dan memperbaiki prognosis, meskipun
penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta
beratnya kondisi.

13

14

Terapi :

a. Non Farmakalogi :
Anjuran umum :
Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan

pengobatan.
Aktivitas sosial

dan

pekerjaan

diusahakan

agar

dapat

dilakukan seperti biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan

profesi yang masih bisa dilakukan.


Gagal jantung berat harus menghindari

penerbangan

panjang.
-

Tindakan Umum :
Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal
jantung ringan dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah
cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada

gagal jantung ringan.


Hentikan rokok
Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari

pada yang lainnya.


Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama
20-30 menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20
menit dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal pada

gagal jantung ringan dan sedang).


Istirahat baring pada gagal jantung

akut,

berat

dan

eksaserbasi akut.

40

b. Farmakologi
Terapi farmakologik terdiri atas ; panghambat ACE, Antagonis
Angiotensin

II,

diuretik,

Antagonis

aldosteron,

-blocker,

vasodilator lain, digoksin, obat inotropik lain, anti-trombotik, dan


anti-aritmia.

14, 15

a. Diuretik.

Kebanyakan

pasien

dengan

gagal

jantung

membutuhkan paling sedikit diuretik reguler dosis rendah.


Permulaan dapat digunakan loop diuretik atau tiazid. Bila
respon tidak cukup baik, dosis diuretik dapat dinaikkan,
berikan diuretik intravena, atau kombinasi loop diuretik
dengan tiazid. Diuretik hemat kalium, spironolakton, dengan
dosis 25-50 mg/hari dapat mengurangi mortalitas pada pasien
dengan gagal jantung sedang sampai berat (klas fungsional
IV) yang disebabkan gagal jantung sistolik.
b. Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan

aktivitas

neurohormonal, dan pada gagal jantung yang disebabkan


disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai dengan
dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis
yang efektif.
c. Penyekat Beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE.
Pemberian dimulai dosis kecil, kemudian dititrasi selama
beberapa minggu dengan kontrol ketat sindrom gagal jantung.
Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal
jantung klas fungsional II dan III. Penyekat Beta yang
digunakan

carvedilol,

bisoprolol

atau

metaprolol.

Biasa

digunakan bersama-sama dengan penghambat ACE dan


diuretik.
d. Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada
intoleransi terhadap ACE ihibitor.
e. Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal
jantung disfungsi sistolik ventrikel kiri dan terutama yang

41

dengan fibrilasi atrial, digunakan bersama-sama diuretik, ACE


inhibitor, beta blocker.
f. Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk
pencegahan emboli serebral pada penderita dengan fibrilasi
atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk. Antikoagulan perlu
diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan riwayat
emboli, trombosis dan Trancient Ischemic Attacks, trombus
intrakardiak dan aneurisma ventrikel.
g. Antiaritmia tidak direkomendasikan
asimptomatik

atau

aritmia

untuk

ventrikel

pasien

yang

yang

menetap.

Antiaritmia klas I harus dihindari kecuali pada aritmia yang


mengancam nyawa. Antiaritmia klas III terutama amiodaron
dapat

digunakan

digunakan

untuk

untuk

terapi

terapi

aritmia

aritmia
atrial

atrial
dan

dan
tidak

tidak
dapat

digunakan untuk mencegah kematian mendadak.


h. Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium
antagonis untuk mengobati angina atau hipertensi pada gagal
jantung.
Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5
2 l/hari) dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien.
Tirah baring jangka pendek dapat membantu perbaikan gejala karena
mengurangi metabolisme serta meningkatkan perfusi ginjal. Pemberian
heparin subkutan perlu diberikan pada penderita dengan imobilitas.
Pemberian antikoagulan diberikan pada penderita dengan fibrilasi
atrium, gangguan fungsi sistolik berat dengan dilatasi ventrikel.

13

Penderita gagal jantung akut datang dengan gambaran klinis


dispneu, takikardia serta cemas,pada kasus yang lebih berat penderita
tampak pucat dan hipotensi. Adanya trias hipotensi (tekanan darah
sistolik < 90 mmHg), oliguria serta cardiac output yang rendah
menunjukkan bahwa penderita dalam kondisi syok kardiogenik. Gagal
jantung akut yang berat serta syok kardiogenik biasanya timbul pada
42

infark miokard luas, aritmia yang menetap (fibrilasi atrium maupun


ventrikel) atau adanya problem mekanis seperti ruptur otot papilari
akut maupun defek septum ventrikel pasca infark.

13

Gagal jantung akut yang berat merupakan kondisi emergensi


dimana

memerlukan

mengetahui

penatalaksanaan

penyebab,

perbaikan

yang

tepat

hemodinamik,

termasuk

menghilangan

kongesti paru, dan perbaikan oksigenasi jaringan. Menempatkan


penderita dengan posisi duduk dengan pemberian oksigen konsentrasi
tinggi dengan masker sebagai tindakan pertama yang dapat dilakukan.
Monitoring

gejala

serta

produksi

kencing

yang

akurat

dengan

kateterisasi urin serta oksigenasi jaringan dilakukan di ruangan khusus.


Base

excess

menunjukkan

perfusi

jaringan,

semakin

rendah

menunjukkan adanya asidosis laktat akibat metabolisme anerob dan


merupakan prognosa yang buruk. Koreksi hipoperfusi memperbaiki
asidosis,pemberian bikarbonat hanya diberikan pada kasus yang
refrakter.

13

Pemberian

loop

diuretik

intravena

seperti

furosemid

akan

menyebabkan venodilatasi yang akan memperbaiki gejala walaupun


belum

ada

diuresis. Loop

diuretik

juga

meningkatkan

produksi

prostaglandin vasdilator renal. Efek ini dihambat oleh prostaglandin


inhibitor seperti obat antiflamasi nonsteroid, sehingga harus dihindari
bila memungkinkan.

13

Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam


penatalaksanaan gagal jantung akut berat karena dapat menurunkan
kecemasan, nyeri dan stress, serta menurunkan kebutuhan oksigen.
Opiat juga menurunkan preload dan tekanan pengisian ventrikel serta
udem paru. Dosis pemberian 2 3 mg intravena dan dapat diulang
sesuai kebutuhan.

13

Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan intravenus) mengurangi


preload serta tekanan pengisian ventrikel dan berguna untuk pasien
dengan angina serta gagal jantung. Pada dosis rendah bertindak
43

sebagai

vasodilator

vena

dan

pada

dosis

yang

lebih

tinggi

menyebabkan vasodilatasi arteri termasuk arteri koroner. Sehingga


dosis pemberian harus adekuat sehingga terjadi.keseimbangan antara
dilatasi

vena

dan

arteri

tanpa

mengganggu

perfusi

jaringan.

Kekurangannya adalah teleransi terutama pada pemberian intravena


dosis tinggi, sehingga pemberiannya hanya 16 24 jam.

13

Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang


diberikan pada gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal
jantung

yang

disertai

krisis

hipertensi.

Pemberian

nitropusside

dihindari pada gagal ginjal berat dan gangguan fungsi hati. Dosis 0,3
0,5 g/kg/menit.

13

Nesiritide

adalah

peptide

natriuretik

yang

merupakan

vasodilator. Nesiritide adalah BNP rekombinan yang identik dengan


yang

dihasilkan

hemodinamik

dan

ventrikel.

Pemberiannya

neurohormonal,

dapat

akan

memperbaiki

menurunkan

aktivitas

susunan saraf simpatis dan menurunkan kadar epinefrin, aldosteron


dan endotelin di plasma. Pemberian intravena menurunkan tekanan
pengisian ventrikel tanpa meningkatkan laju jantung, meningkatkan
stroke volume karena berkurangnya afterload. Dosis pemberiannya
adalah bolus 2 g/kg dalam 1 menit dilanjutkan dengan infus 0,01
g/kg/menit. 13
Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung
akut yang disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik
dan / atau vasodilator digunakan pada penderita gagal jantung akut
dengan tekanan darah 85 100 mmHg. Jika tekanan sistolik < 85
mmHg maka inotropik dan/atau vasopressor merupakan pilihan.
Peningkatan tekanan darah yang berlebihan akan dapat meningkatkan
afterload. Tekanan darah dianggap cukup memenuhi perfusi jaringan
bila tekanan arteri rata - rata > 65 mmHg.

13

44

Pemberian dopamin 2 g/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi


pembuluh darah splanknik dan ginjal. Pada dosis 2 5 g/kg/mnt akan
merangsang reseptor adrenergik beta sehingga terjadi peningkatan
laju dan curah jantung. Pada pemberian 5 15 g/kg/mnt akan
merangsang

reseptor

adrenergik

alfa

dan

beta

yang

akan

meningkatkan laju jantung serta vasokonstriksi. Pemberian dopamin


akan

merangsang

berkurangnya

reseptor

tahanan

adrenergik

vaskular

dan

sistemik

2,

menyebabkan

(vasodilatasi)

dan

meningkatnya kontrkatilitas. Dosis umumnya 2 3 g/kg/mnt, untuk


meningkatkan curah jantung diperlukan dosis 2,5 15 g/kg/mnt. Pada
pasien yang telah mendapat terapi penyekat beta, dosis yang
dibutuhkan lebih tinggi yaitu 15 20 g/kg/mnt.

13

Phospodiesterase inhibitor menghambat penguraian cyclic-AMP


menjadi AMP sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer dan inotropik
jantung. Yang sering digunakan dalam klinik adalah milrinone dan
enoximone. Biasanya digunakan untuk terapi penderia gagal jantung
akut dengan hipotensi yang telah mendapat terapi penyekat beta yang
memerlukan inotropik positif. Dosis milrinone intravena 25 g/kg bolus
10 20 menit kemudian infus 0,375 075 g/kg/mnt. Dosis enoximone
0,25 0,75 g/kg bolus kemudian 1,25 7,5 g/kg/mnt.

13

Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung


akut yang disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah < 70
mmHg. Penderita dengan syok kardiogenik biasanya dengan tekanan
darah < 90 mmHg atau terjadi penurunan tekanan darah sistolik 30
mmHg selama 30 menit.Obat yang biasa digunakan adalah epinefrin
dan norepinefrin. Epinefrin diberikan infus kontinyu dengan dosis 0,05
0,5 g/kg/mnt. Norepinefrin diberikan dengan dosis 0,2 1
g/kg/mnt.

13

Penanganan yang lain adalah terapi penyakit penyerta yang


menyebabkan

terjadinya

gagal

jantung

akut

de

novo

atau

dekompensasi. Yang tersering adalah penyakit jantung koroner dan


45

sindrom koroner akut. Bila penderita datang dengan hipertensi


emergensi pengobatan bertujuan untuk menurunkan preload dan
afterload. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat
seperti lood diuretik intravena, nitrat atau nitroprusside intravena
maupun

natagonis

kalsium

intravena(nicardipine).

Loop

diuretik

diberkan pada penderita dengan tanda kelebihan cairan. Terapi nitrat


untuk menurunkan preload dan afterload, meningkatkan aliran darah
koroner.

Nicardipine

diastolik

dengan

diberikan
afterload

pada
tinggi.

penderita
Penderita

dengan

disfungsi

dengan

gagal

ginjal,diterapi sesuai penyakit dasar. Aritmia jantungharus diterapi.

13

Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon


intra aorta, pemasangan pacu jantung, implantable cardioverter
defibrilator, ventricular assist device. Pompa balon intra aorta ditujukan
pada penderita gagal jantung berat atau syok kardiogenik yang tidak
memberikan respon terhadap pengobatan, disertai regurgitasi mitral
atau ruptur septum interventrikel. Pemasangan pacu jantung bertujuan
untuk mempertahankan laju jantung dan mempertahankan sinkronisasi
atrium dan ventrikel, diindikasikan pada penderita dengan bradikardia
yang simtomatik dan blok atrioventrikular derajat tinggi. Implantable
cardioverter device bertujuan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan
takikardia ventrikel. Vascular Assist Device merupakan pompa mekanis
yang mengantikan sebgaian fungsi ventrikel, indikasi pada penderita
dengan syok kardiogenik yang tidak respon terhadap terapi terutama
inotropik.

13

VIII. PROGNOSA
Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat berkembang,
tetapi prognosisnya masih tetap jelek, dimana angka mortalitas setahun bervariasi dari
5% pada pasien stabil dengan gejala ringan, sampai 30-50% pada pasien dengan gejala
berat dan progresif. Prognosisnya lebih buruk jika disertai dengan disfungsi ventrikel kiri
46

berat (fraksi ejeksi< 20%), gejala menonjol, dan kapasitas latihan sangat terbatas
(konsumsi oksigen maksimal < 10 ml/kg/menit), insufisiensi ginjal sekunder,
hiponatremia, dan katekolamin plasma yang meningkat. Sekitar 40-50% kematian akibat
gagal jantung adalah mendadak. Meskipun beberapa kematian ini akibat aritmia
ventrikuler, beberapa diantaranya merupakan akibat infark miokard akut atau bradiaritmia
yang tidak terdiagnosis. Kematian lainnya adalah akibat gagal jantung progresif atau
penyakit lainnya. Pasien-pasien yang mengalami gagal jantung stadium lanjut dapat
menderita dispnea dan memerlukan bantuan terapi paliatif yang sangat cermat. 11

2.1 DEFINISI
Hepatitis A (sebelumnya dikenal sebagai hepatitis infeksius) adalah penyakit infeksi akut pada
hati yang disebabkan oleh virus hepatitis A (HAV), yang paling sering ditularkan melalui jalur
fecal-oral melalui makanan yang terkontaminasi atau air minum. 1
2.2 EPIDEMIOLOGI
Infeksi HAV terjadi di seluruh dunia tetapi paling sering di negara berkembang, dimana angka
prevalensinya mendekati 100% pada anak umur 5 tahun. Di Amerika Serikat, sekitar 30%
populasi dewasa punya bukti infeksi HAV sebelumnya; frekuensi infeksi serupa pada usia
dekade pertama, kedua dan ketiga. Hepatitis A hanya menyebabkan hepatitis akut. Penyakit ini
jauh lebih mungkin bergejala pada orang dewasa; kebanyakan infeksi pada anak sebelum umur 5
tahun tidak bergejala atau mempunyai manifestasi nonspesifik, ringan. Penularan HAV hampir
selalu dengan kontak orang ke orang. Penyebaran terutama dengan rute fekal-oral; penularan
perkutan merupakan kejadian yang jarang dan penularan dari ibu-neonatus tidak dikenali sebagai
wujud epidemiologis. Inveksi HAV selama kehamilan atau pada saat persalinan tidak tampak
menimbulkan komplikasi kehamilan atau penyakit klinis pada neonatus. Infektivitas ludah, urin,
dan semen manusia belum diketahui. Di Amerika Serikat, kenaikan resiko infeksi ditemukan
47

pada rumah tangga, pusat-pusat perawatan harian, dan populasi homoseksual. Wabah dari
sumber yang lazim dibawa makanan dan air telah terjadi, termasuk beberapa dari kerang yang
terkontaminasi. Ekskresi virus melalui tinja terjadi pada akhir masa inkubasi, mencapai
puncaknya tepat sebelum mulainya gejala, dan adalah minimal pada minggu sesudah mulai
ikhterus. Rata-rata masa inkubasi HAV sekitar 4 minggu. 1
Wilayah dicirikan memiliki resiko tinggi, menengah atau rendah untuk mendapat infeksi haptitis
A.
Penyebaran hepatitis menurut geografik dapat dibagi menjadi : 3
1. Daerah dengan tingkat resiko tinggi :
Di negara-negara berkembang dengan kondisi sanitasi yang sangat buruk dan praktekpraktek higienis, kebanyakan anak (90%) telah terinfeksi dengan virus hepatitis A sebelum
usia 10 tahun. Mereka yang terinfeksi di masa kecil tidak mengalami gejala nyata. Wabah
jarang terjadi karena anak-anak lebih tua dan orang dewasa umumnya kebal.
2. Daerah dengan tingkat menengah infeksi :
Di negara berkembang, negara-negara dengan ekonomi transisi, dan wilayah di mana
kondisi sanitasi adalah variabel, anak-anak seringkali luput infeksi pada anak usia dini.
Ironisnya, kondisi ekonomi dan sanitasi dapat menyebabkan peningkatan kerentanan yang
lebih tinggi pada kelompok usia yang lebih tua dan tingkat penyakit yang lebih tinggi,
seperti infeksi terjadi pada remaja dan orang dewasa, dan wabah besar dapat terjadi.
3. Daerah dengan tingkat infeksi rendah :
Di negara-negara maju dengan kondisi sanitasi dan higienis yang baik, tingkat infeksi
rendah. Penyakit dapat terjadi di kalangan remaja dan orang dewasa dalam kelompok
berisiko tinggi, seperti menyuntikkan pengguna narkoba, pria homoseksual, orang-orang
yang bepergian ke daerah endemisitas tinggi, dan dalam populasi terisolasi seperti
komunitas agama tertutup.
Di Indonesia prevalensi di Jakarta, Bandung, dan Makasar berkisar antara 35%-45% pada usia 5
tahun, dan mencapai lebih dari 90% pada usia 30 tahun. Di Papua pada umur 5 tahun prevalensi

48

HAV mencapai 100%. Penelitian seroprevalensi di Yogyakarta tahun 1997 menunjukkan 30-65%
dari umur 4 tahun sampai 37 tahun (juffrie et al). Pada tahun 2008 terjadi outbreak yang terjadi
disekitar kampus universitas Gajah Mada yang menyerang lebih dari 500 penderita, yang diduga
berasal dari pedagang kaki lima yang berada sekitar kampus (harikus). Di Negara maju
prevalensi anti HAV pada populasi umum di bawah 20% dan usia terjadinya infeksi lebih
daripada Negara berkembang.
Adanya perbaikan sanitasi lingkungan akan mengubah epidemiologi hepatitis A sehingga kasus
infeksi bergeser dari usia lebih tua, diikuti konsekuensi timbulnya gejala klinis. Infeksi pada anak
menunjukkan gejala klinis ringan atau subklinis, sedangkan infeksi pada dewasa memberikan
gejala yang lebih berat. Walaupun jumlah infeksi pada dewasa berkurang tetapi kasus hepatitis A
akut yang manifest maupun berat, dan kadang-kadang fulminant lebih sering dijumpai.
Epidimiologi penyebaran hepatitis A akan dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.1 Epidemiologi Penyebaran Hepatitis A

2.3 TRANSMISI
Hepatitis virus A ditularkan terutama melalui jalur fekal-oral. Bisa terjadi ketika orang yang tidak
terinfeksi mengkonsumsi makanan atau air yang telah terkontaminasi dengan tinja orang yang
terinfeksi. Wabah ditularkan melalui air, meskipun jarang terjadi, biasanya berhubungan dengan
limbah-terkontaminasi atau air tidak diobati. Virus ini juga dapat ditularkan melalui kontak fisik

49

dekat dengan orang yang terinfeksi, meskipun kontak biasa antara orang-orang tidak
menyebarkan virus. 3
2.4 ETIOLOGI
HAV adalah virus yang mengandung-RNA, berdiameter 27nm adalah anggota famili
Picornavirus. Virus ini diisolasi pada mulanya dari tinja penderita yang terinfeksi. Strai HAV
laboratorium telah diperbanyak pada biakan jaringan. Infeksi akut didiagnosis dengan
mendeteksi immunoglobulin (Ig)M, antibodi (IgM) (anti-HAV) dengan radioimunoassay (tabel
2.1) atau jarang, dengan mengidentifikasi partikel virus dalam tinja. Anak-anak dan orang
dewasa dapat dianggap tidak menular 1 minggu setelah munculnya penyakit kuning.

Deteksi immunoglobulin (Ig)m, antibodi (IgM) (anti-HAV) dengan radioimunoassay. Berikut


akan dijelaskan tatanama hepatitis :
Tabel 2.1 Tatanama Hepatitis
No.
Hepatitis
Antigen
Teridentifikasi
1.
A
HAV
2.
B
HBsAg*
HBcAg
HBeAg*
3.
C
4.
D
5.
E
* Assay tersedia secara komersial

Antibodi
Anti-HAV*
Anti-HBsAg*
Anti-HBcAg*
IgM-anti-HBcAg*
Anti-HBeAg*
Anti-HCV
AntiHDV
Anti-HEV

Keterangan :

50

HAV = virus hepatitis A; HbsAg = Antigen hepatitis B permukaan; HbcAg = Antigen hepatitis B
core; HbeAg = Antigen hepatitis B e IgM = immunoglobulin M; HCV = virus hepatitis C; HDV =
virus hepatitis D; HEV = virus hepatitis E.
2.5 VIROLOGI
HAV adalah virus RNA-27-nm nonenvelop, termasuk genus Hepatovirus, family Picornavirus.
Genom terdiri atas 5NTR-P1-P2-P3-3NTR. VHA bersifat termostabil, tahan asam, dan tahan
terhadap empedu sehingga efisiensi dalam transmisi fekal oral. Terdapat 4 genotipe tapi hanya 1
serotipe. Kerusakan hepar yang terjadi disebabkan karena mekanisme imun yang diperantarai
oleh sel-T. infeksi HAV tidak menyebabkan terjadinya hepatitis kronis atau persisten. Infeksi
HAV menginduksi proteksi jangka panjang terhadap re-infeksi.
Host infeksi HAV sangan terbatas, hanya manusia dan beberapa primate yang dapat menjadi host
alamiah. Karena tidak ada keadaan karier, infeksi HAV terjadi melalui transmisi serial dari
individu yang terinfeksi ke individu lain yang rentan. Transmisi HAV pada manusia melalui rute
fekal-oral. Virus yang tertelan bereplikasi di intestinum dan bermigrasi melalui vena porta ke
hepar dengan melekat pada reseptor viral yang ada di membrane hepatosit. HAV matur yang
sudah bereplikasi kemudian diekskresikan bersama empedu dan keluar bersama feses.
Berikut ini akan di perlihatkan gambar virus hepatitis A dibawah mikroskop elektron :

Gambar 2.2 Virus Hepatitis A


2.6 PATOLOGI
Derajat kerusakan hati yang terjadi karena infeksi hepatitis A bukan terjadi karena efek virus itu
sendiri, VHA tidak bersifat sitopatik, maksudnya VHA sendiri tidak merusak sel hati secara
langsung, tetapi imun respons pejamu yang bertujuan untuk mengeliminasi virus itu sendiri yang
51

menyebabkan kerusakan sel hati. Infeksi hepatitis A dianggap merupakan proses bifasik. Pada
fase pertama, proses non-sitopatik, terjadi replikasi virus di dalam sitoplasma hepatosit. 4
Selanjutnya diikuti fase kedua fase sitopatik, terjadi infiltrasi virus ke daerah porta, nekrosis dan
erosi dari sel hepatosit. Kerusakan sel hepatosit terjadi karena proses yang dimediasi oleh HLA,
spesifik terhadap VHA, limfosit CD8, dan sel natural killer. Bila terjadi respons pejamu yang
berlebihan akan menyebabkan penurunan RNA VHA yang hebat, tetapi hal ini dapat
menyebabkan hepatitis A yang berat dan mungkin hepatitis A fulminan. 4
Respon akut hati terhadap HAV serupa dengan respon akut empat virus hepatitis yang lain.
Seluruh hati terlibat nekrosis, paing mencolok pada daerah senrilobuler, dan bertambah
selularitas, yang adalah domian pada daerah porta. Arsitektur lobularnya tetap utuh, walaupun
terjadi degeneralisasi balon dan nekrosis sel parenkim pada mulanya. Perubahan lemak jarang.
Reaksi radang sel molekuler difus menyebabkan perluasan dalam saluran porta; sering ada
proliferasi duktus, tetapi cedera saluran empedu tidak sering ditemukan. Hiperplasia sel Kupfer
difus ada dalam sinusoid bersama dengan infiltrasi leukosit polimorfonulkear dan eosinofil.
Neonatus berespon terhadap cedera hati dengan mebentuk sel raksasa. Pada hepatitis fulminan
terjadi destruksi total parenkim, hanya membiarkan jaringan pengikat sehat. Pada 3 bulan
sesudah mulai hepatitis akut akibat HAV, hati biasanya secara morfologis normal. 3
Sistem organ lain yang dapat terkena selama infeksi HAV. Limfonodi regional dan limpa
mungkin membesar. Sumsum tulang mungkin hipoplastik sedang, dan telah dilaporkan ada
anemia aplastik. Jaringan usus halus mungkin menunjukkan perubahan pada struktur villi, dan
ulserasi saluran cerna dapat terjadi; terutama pada kasus yang mematikan. Pankreatitis dan
miokarditis akut jarang dilaporkan, dan keterlibatan ginjal, sendi, dan kulit bisa terjadi akibat
dari kompleks imun dalam sirkulasi. 3

2.7 PATOFISIOLOGI
Perjalanan virus diawali dengan masuknya virus kedalam saluran pencernaan, kemudian masuk
kealiran darah menuju hati (vena porta), lalu menginvasi sel parenkim hati. Di sel parenkim hati

52

virus mengalami replikasi yang menyebabkan sel parenkim hati menjadi rusak. Setelah itu virus
akan keluar menginvasi sel parenkim yang lain atau masuk kedalam ductus biliaris yang akan
diekskresi bersama feses. Sel parenkim yang telah rusak akan merangsang reaksi inflamasi yang
ditandai dengan adanya agregasi makrofag, pembesaran sel kupfer yang akan menekan duktus
biliaris sehingga aliran bilirubin direk terhambat, kemudian terjadi penurunan sekresi bilirubin ke
usus. Keadaan ini menimbulkan ketidakseimbangan antara uptake dan ekskresi bilirubin ke usus.
Keadaan ini menimbulkan ketidakseimbangan antara uptake dan ekskresi bilirubin dari sel hati
sehingga bilirubin yang telah mengalami proses konjugasi (direk) akan terus menumpuk dalam
sel hati yang akan menyebabkan reflux (aliran kembali keatas) ke pembuluh darah sehingga akan
bermanifestasi kuning pada jaringan kulit terutama sklera kadang disertai rasa gatal dan air
kencing seperti teh pekat akibat partikel bilirubin direk berukuran kecil sehingga dapat masuk ke
ginjal dan di ekskresikan melalui urin.

Akibat bilirubin direk yang kurang dalam usus

mengakibatkan gangguan dalam produksi asam empedu (produksi sedikit) sehingga proses
pencernaan lemak terganggu (lemak bertahan dalam lambung dengan waktu yang cukup lama)
yang menyebabkan regangan pada lambung sehingga merangsang saraf simpatis dan
parasimpatis mengakibatkan teraktifasinya pusat muntah yang berada di medula oblongata yang
menyebabkan timbulnya gejala mual, muntah, dan menurunnya nafsu makan.
HAV masuk ke hati dari saluran pencernaan melalui aliran darah, menuju hepatosit, dan
melakukan replikasi di hepatosit yang melibatkan RNA-dependent polymerase. Proses replikasi
ini tidak terjadi di oragan lain. Pada beberapa penelitian didapatkan bahwa HAV diikat oleh
imunoglobulin A (IgA) spesifik pada mukosa saluran pencernaan yang bertindak sebagai
mediator antara HAV denga hepatosit melalui reseptor asialoglikoprotein pada hepatosit. Selain
IgA, fibronectin dan alfa-2-makroglobulin juga dapat mengikat HAV. Dari hepar HAV
dieliminasi melalui sinusoid, kanalikuli, masuk ke dalam usus sebelum timbulnya gejala klinis
maupun laboratoris. Mekanisme kerusakan sel hati oleh HAV belum sepenuhnya dapat
dijelaskan, namun bukti secara langsung maupun tidak langsung menyimpulkan adanya suatu
mekanisme imunopatogenetik. Tubuh mengeliminasi HAV dengan melibatkan proses netralisasi
oleh IgM dan IgG, hambatan replikasi oleh interferon, dan apoptosis oleh sel T sitotoksik
(cytiotoxic T lymphocyte/CTL).
Patogenesis hepatitis A akan di jelaskan pada gambar dibawah ini :
53

Gambar 2.3 Patogenesis Hepatitis A


2.8 MANIFESTASI KLINIS
Masa inkubasi hepatitis A biasanya berkisar antara 14-28 hari.
Gejala hepatitis A berkisar dari ringan sampai parah, dan dapat berupa demam, malaise,
kehilangan nafsu makan, diare, mual, ketidaknyamanan perut, urin berwarna gelap dan jaundice
(kuning pada kulit dan putih mata). Tidak semua orang yang terinfeksi akan memiliki semua
gejala.
Dewasa memiliki tanda-tanda dan gejala dari penyakit yang lebih sering daripada anak-anak, dan
tingkat keparahan penyakit dan kematian meningkat pada kelompok usia yang lebih tua. Anak
yang terinfeksi di bawah enam tahun biasanya tidak mengalami gejala nyata, dan hanya 10%
mengembangkan jaundice. Di antara anak-anak dan orang dewasa, infeksi biasanya
menyebabkan gejala yang lebih parah, dengan penyakit kuning yang terjadi di lebih dari 70%
kasus. 4
Gejala muncul secara mendadak; panas, mual, muntah, tidak mau makan, dan nyeri perut. Pada
bayi dan balita, gejala-gejala sangat ringan dan jarang dikenali, dan jarang terjadi ikterus (30%).
Sebaliknya pada orang dewasa yang terinfeksi HAV, hampir semuanya (70%) simptomatik dan
dapat menjadi berat. Dibedakan menjadi 4 stadium yaitu :
1. Masa inkubasi, berlangsung selama 18-50 hari (rata-rata 28 hari).
2. Masa prodormal, terjadi selama 4 hari sampai 1 minggu atau lebih. Gejalanya adalah
fatigue, malaise, nafsu makan berkurang, mual, muntah, rasa tidak nyaman di daerah
54

perut kanan atas, demam (biasanya <39C), merasa dingin, sakit kepala, gejala seperti flu.
Tanda yang ditemukan biasanya hepatomegali ringan dengan nyeri tekan.
3. Fase ikterik, dimulai dengan urin yang berwarna kuning tua, seperti teh, diikuti oleh feses
berwarna seperti dempul, kemudian warna sklera dan kulit perlahan-lahan menjadi
kuning. Gejala anoreksia, lesu, mual dan muntah bertambah berat.
4. Fase penyembuhan, ikteruk menghilang dan warna feses kembali normal dalam 4 mingu
setelah onset.

Gejala klinis terjadi tidak lebih dari 1 bulan, sebagian besar penderita sembuh total, tetapi relaps
dapat dalam beberapa bulan. Tidak dikenal adanya pertanda viremia persisten maupun penyakit
kronis.
Hepatitis A dapat di klasifikasikan dalam 5 gejala klinis, yaitu :
1. Hepatitis A Klasik
Penyakit timbul secara mendadak didahului gejala prodormal sekitar 1 minggu sebelum
jaundice. Sekitar 80% dari penderita simptomatis mengalami jenis klasik ini. IgG antiHAV pada bentuk ini mempunyai aktivitas yang tinggi, dan dapat memisahkan IgA dari
kompleks igA-HAV, sehingga dapat dieliminasi oleh sistem imun, untuk mencegah
terjadinya relaps.
2. Hepatitis A Relaps.
Terjadi pada 45-20% penderita simptomatis. Timbul 6-10 minggu setelah sebelumnya
dinyatakan sembuh secara klinis. Kebanyakan terjadi pada umur 20-40 tahun. Gejala klinis
laboratorium dari serangan pertama biasanya sudah hilang atau masih ada sebagian
sebelum timbul relaps. Gejala relaps lebih ringan daripada bentuk pertama.
3. Hepatitis A Kolestatik
Terjadi 10% penderita simptomatis. Ditandai dengan pemanjangan gejala hepatitis dalam
beberapa bulan disertai panas, gatal-gatal, dan jaundice. Pada saat ini kadar AST, ALT,dan
ALP secara perlahan turun ke arah normal tetapi kadar bilirubin serum tetap tinggi.
4. Hepatitis A Protracted.
Pada bentuk protacted (8.5%), clearance dari virus terjadi perlahan dehingga pulihnya
fungsi hati memerlukan waktu lebih lama, dapat mencapai 120 hari. Pada biopsi hepar

55

ditemukan adanya inflamasi portal dengan piecemeal necrosis, periportal fibrosis, dan
lobular hepatitis.
5. Hepatitis A Fulminan.
Terjadi 0.35% kasus. Bentuk paling berat dan dapat menyebabkan kematian. Ditandai
dengan memberatnya ikterus, ensefalopati, dan pemanjangan waktu protrombin. Biasanya
terjadi pada minggu pertama saat mulai timbulnya gejala.
Penderita berusia tua yang menderita penyakit hati kronis (HBV dan HCV) beresiko tinggi untuk
terjadinya hepatitis fulminan ini.
Mulainya infeksi HAV biasanya mendadak dan disertai oleh keluhan sistemik demam, malaise,
mual, muntah, anoreksia dan perut tidak enak. Prodormal ini mungkin ringan dan sering tidak
kentara pada bayi dan anak pra-sekolah. Diare sering terjadi pada anak tetapi konstipasi lebih
lazim pada orang dewasa. Ikhterus dapat juga begitu tidak kentara pada anak kecil (muda)
sehingga ia dapat terdeteksi hanya dengan uji laboratorium. Bila terjadi ikterus dan urin
berwarna gelap biasanya terjadi sesudah gejala-gejala sistemik. Beberapa dengan infeksi HAV
anak, kebanyakan infeksi HAV pada orang dewasa bergejala dan dapat berat. Gejala-gejala
infeksi HAV meliputi nyeri kuadaran kanana atas, urin berwarna gelap, dan ikterus. Lama gejala
biasanya kurang dari 1 bulan, dan nafsu makan, toleransi berlebihan, dan perasaan sehat
perlahan-lahan kembali. Hampir semua penderita dengan infeksi HAV akan sembuh sempurna,
tetapi kumat dapat terjadi selama beberapa bulan. Hepatitis fulminan yang menyebabkan
kematian jarang, dan infeksi kronis tidak terjadi. 5
Pada beberapa kasus hepatitis A, dapat terjadi manifestasi ekstrahepatik seperti rash dan
arthralgia. Yang lebih jarang dapat terjadi vaskulitis, arthritis, neurotik optika, mielitis transversa,
ensefalitis, dan depresi sumsum tulang. Kadang-kadang hepatitis A dapat relaps atau
mencetuskan hepatitis autoimun pada individu yang memiliki predisposisi genetik tertentu.
Selain itu dapat terjadi relaps hepatitis A atau kolestasis yang memanjang (puncak peningkatan
bilirubin lebih dari 8 minggu). 4

2.9 DIAGNOSIS
56

Diagnosisi infeksi HAV harus diperkirakan bila ada riwayat ikterus pada kontak keluarga, teman,
teman sekolah, teman bermain perawatan harian, atau personel sekolah atau jika anak atau
keluarga telah berwisata ke daerah endemis. Diagnosa dibaut dengan kriteria serologis. 4
Diagnosis hepatitis A dibuat berdasarkan hasil pemeriksaan IgM anti-HAV. Antibodi ini
ditemukan 1-2 minggu setelah terinfeksi HAV dan bertahan dalam waktu 3-6 bulan. Sedangkan
IgG anti-HAV dapat dideteksi 5-6 minggu setelah terinfeksi, bertahan sampai beberapa dekade,
memberi proteksi terhadap HAV seumur hidup. RNA HAV dapat dideteksi dalam cairan tubuh
dan serum menggunakan polymerase chain reaction (PRC) tetapi biayanya mahal dan biasanya
hanya dilakukan untuk penelitian.
Pemeriksaan ALT dan AST tidak spesifik untuk hepatitis A. Kadar ALT dapat mencapai 5000U/l,
tetapi kenaikan ini tidak berhubungan dengan derajat beratnya penyakit maupun prognosisnya.
Pemanjangan waktu (masa) protrombin mencerminkan nekrosis sel yang luas seperti pada
bentuk fulminan. Biopsi hati tidak diperlukan untuk menegakkan diagnosis hepatitis A.
2.10 DIAGNOSIS BANDING
Kemugkinan penyebab hepatitis agak bervariasi menurut umur. Ikterus fisiologis, penyakit
hemolitik dan sepsis pada neonatus biasanya dibedakan dengan mudah dari hepatitis. Segera
sesudah masa neonatus, infeksi tetap merupakan penyebab penting hiperbilirubinemia, tetapi
penyebab metabolik dan anatomik (atresia bilier dan kista koledokhus) juga harus dipikirkan.
Pemasukan sayuran berpigmen pada diet bayi dapat menyebabkan karotenemia yang dapat
terancukan dengan ikterus.
Pada masa bayi dan anak selanjutnya, sindrom hemolitik uremik pada mulanya dapat terancukan
dengan hepatitis. Sindrom Reye dan seperti reye datang dengan cara yang sama dengan hepatitis
fulminan akut. Ikterus juga dapat terjadi pada malaria, leptospirosis, dan brusellosis dan pada
infeksi berat pada anak lebih tua, terutama mereka dengan gangguan maligna atau dengan
imunodefisiensi.
Batu empedu dapat menyumbat drainase empedu dan menimbulkan ikterus pada remaja serta
anak dengan proses hemolitik kronis. Hepatitis merupakan tanda awal penyakit Wilson, kistik
fibrosis, defisiensi 1-anti-tripsin, dan sakit muntah Jamaika. Hati mungkin dilibatkan pada
penyakit vaskuler kolagen termasuk lupus eritematosus sistemik.

57

Obat-obatan termasuk overdosis asetaminofen, asam valproat, dan berbagai hepatotoksik, dapat
disertai dengan gambaran seperti hepatitis. Obat-obatan ditoleransi baik pada anak sehat yang
menyebabkan disfungsi hati pada anak dengan penyakit tertentu. 4

2.11 FAKTOR RESIKO


Siapapun yang belum divaksinasi atau sebelumnya terinfeksi hepatitis A. Berada di daerah di
mana virus tersebar luas (endemisitas tinggi), hepatitis A kebanyakan infeksi terjadi pada anak
usia dini. Faktor risiko meliputi:
- Sanitasi yang buruk.
- Kurangnya darana air bersih.
- Tinggal satu rumah dengan orang yang terinfeksi.
- Menjadi mitra seksual dengan orang yang terinfeksi hepatitits A akut.
- Berpergian ke daerah endemis tanpa vaksinasi.
2.12 KOMPLIKASI
Anak-anak hampir selalu sembuh dari infeksi HAV. Jarang, hepatitis fulminan dapat terjadi,
dimana kenaikan kadar bilirubin serum progresif disertai dengan kenaikan awal dalam
aminotransferase yang disertai dengan turunnya ke nilai normal atau rendah. Fungsi sintesis hati
menurun pada PT menjadi panjang, sering disertai dengan perdarahan. Albumin serum turun,
menimbulkan edema dan asites. Ammonia biasanya naik dan sensorium menjadi

berubah,

memburuk dari mengantuk sampai ke pingsan (stupor) dan kemudian koma. Pemburukan pda
penyakit stadium akhir dan kematian dapat terjadi pada kurang dari 1 minggu, atau dapat
berkembang lebih buruk. 4

2.13 TATALAKSANA
Terapi hepatitis A pada umumnya simptomatis (suportif) saja karena gejala hepatitis A pada
umumnya ringan (bahkan pada anak sering kali asimptomatis). Tidak semua pasien dengan
hepatitis A memerlukan perawatan di rumah sakit. Pasien hepatitis A pada umumnya dapat
dirawat jalan saja. Pada keadaan khusus seperti anak dengan muntah-muntah hebat, sehingga
menyulitkan masukan makanan, atau anak dengan gejala kuning yang dapat mengarah ke
hepatitis fulminan (gagal hati akut) perlu dirawat di rumah sakit. Secara umum saat ini masih
dipakai batasan untuk rawat dengan melihat nilai ALT dan AST lebih dari 10 x nilai normal
untuk menentukan indikasi merawat pasien dengan hepatitis A.
58

Gejala gagal hati akut menurut The Pediatric Acute Liver Failure Study Group (PALlF SGg)
adalah bila:
-

Tidak ada gejala hepatitis kronis sebelumnya.


Ada bukti kerusakan sel hati.
PT (waktu protrombin) >15 dan/atau INR>1.5 dengan ensefalopati.
PT (waktu protrombin) >20 dan/atau INR>2.0 dengan atau tanpa ensefalopati.

Gejala tersebut di atas harus terjadi dalam 8 minggu dari awitan penyakit dan koagulopati yang
terjadi (pemanjangan INR) tidak responsif dengan pemberian vitamin K1. Untuk mengantisipasi
hal ini sejak dini sebaiknya pasien yang dirawat di rumah sakit dipantau kadar waktu protrombin
berkala. Bila terdapat peningkatan waktu protrombin atau INR pada saat pemeriksaan serial,
pasien tersebut harus diwaspadai akan dapt mengalami hepatitis fulminan. Pasien dengan
kecurigaan gagal hati akut sebaiknya dirawat ke RS yang tersedia ICU anak. 4
Pada umumnya tidak diperlukan diet khusus, kecuali pada keadaan hepatitis fulminan. Pada
pasien-pasien yang dengan mual/muntah dapat diberikan diet rendah lemak untuk mengurangi
rasa mual. 4
Tidak ada pengobatan untuk anti-virus spesisfik untuk HAV. Infeksi akut dapat dicegah dengan
pemberian imunoglobulin dalam 2 minggu setelah terinfeksi atau menggunakan vaksin.
Penderita hepatitis A akut dirawat secara rawat jalan, tetapi 13% penderita memerlukan rawat
inap, dengan indikasi muntah hebat, dehidrasi dengan kesulitan makan peroral, kadar SGOTSGPT > 10 kali nilai normal, koagulopati, dan ensefalopati.
Pengobatan meliputi istirahat dan pencegahan terhadap bahan hepatotoksik, misalnya
setaminofen. Pada penderita tipe kolestatik dapt diberikan kortikosteroid dalam jangka pendek.
Pada tipe fulminan perlu perawatan di ruang perawatan intensif dengan evaluasi waktu
protrombin secara periodik. Parameter klinis untuk prognosis kurang baik adalah :
1. Pemanjangan waktu protrombin lebih dari 30 detik
2. Umur penderita kurang dari 10 tahun atau lebih dari 40 tahun.
3. Kadar bilirubin serum lebih dari 17mg/dl atau waktu sejak dari ikterus menjadi
ensefalopati lebih dari 7 hari.
2.14 PENCEGAHAN
Karena tidak da pengobatan yang spesifik terhadap hepatitis A maka pencegahan lebih
diutamakan, terutama terhadap anak di daerah dengan endemis tinggi dan pada orang dewasa
59

dengan resiko tinggi seperti umur lebih dari 49 tahun yang menderita penyakit hati kronis.
Pencegahan umum meliputi nasehat kepada pasien yaitu : perbaikan higiene makanan-minuman,
perbaikan sanitasi lingkungan dan pribadi dan isolasi pasien (sampai dengan 2 minggu sesudah
timbul gejala). Pencegahan khusus dengan cara imunisasi. Terdapat dua bentuk imunisasi yaitu
imunisasi pasif dengan imunoglobulin (IG), dan imunisasi aktif dengan inactived vaccines
(Harvix, Vaqta dan Avaxim).
2.14.1 IMUNISASI PASIF
Indikasi pemberian imunisasi pasif :
1. Semua orang yang kontak dengan penderita.
2. Pegawai dan pengunjung tempat penitipan anak bila didapatkan seorang penderita atau
keluarganya menderita hepatitis A.
3. Pegawai jasa boga dimana salah satu diketahui menderita hepatitis A.
4. Individu dari negara endemis rendah yang melakukan perjalanan ke negara dengan endemis
sedang sampai tinggi dalam waktu 4 minggu. Ig juga diberikan pada usia 2 tahun yang ikut
berpergian sebab vaksin tidak dianjurkan untuk anak dibawah 2 tahun.
Dosis 0,02 ml/kgBB untuk perlindungan selama 3 bulan, dan 0,06 ml/kgBB untuk perlindungan
selama 5 bulan diberikan secara intramuskular dan tidak boleh diberikan dalam waktu 2 minggu
setelah live attenuated vaccines (measles, mumps, rubella, varicella) sebab IG akan menurunkan
imunogenesis vaksin. Imunogenesis vaksin HAV tidak terpengaruh oleh pemberian IG yang
bersama-sama.
Dosis imunoglobulin yang dianjurkan pada saat, sebelum dan sesudah paparan akan dijelaskan
pada tabel dibawah ini :
Tabel 2.2 Dosis Imunoglobulin
Kejadian

Lama perlindungan

Dosis IG

dalam bulan

(ml/kgBB)

Sebelum

Jangka pendek

0.02

paparan

(1-2)

Saat
Paparan
Sesudah
Paparan

Jangka panjang
(3-5)
-

0.06
0.02

60

2.14.2 IMUNISASI AKTIF


Vaksin yang beredar saat ini adalah Havrix (Smith Kline Beecham0 dan Vaqta (Merk), Avaxime
(Avantis Pasteur). Semuanya berasal dari inaktivasi dengan formalin dari sel kultur HAV. Havrix
mengandung preservatif (2-phenoxythanol) sedangkan Vaqta tidak. Vaksin disuntikkan secara
intramuskular 2 kali dengan jarak 6 bulan dan tidak diberikan pada anak dibawah 2 tahun karen
transfer antibodi dari ibu tidak jelas pada usia ini.
Dosis Havrix akan ditampilkan pada tabel berikut :
Tabel 2.3 Dosis Havrix
Umur anak
Dosis (EL.U)
Volume
Jumlah

Waktu dalam

(tahun)

bulan

2-18
>18

720
1440

0.5
1.0

2
2

0.6-12
0.6-12

Efikasi dan imunogenesis dari kedua produk adalah sama walaupun titer geometrik rata-rata antiHAV pada Vaqta lebih tinggi. Dalam beberapa studi klinis kadar 20mIU/l pada Havrix dan 10
mIU/l pada Vaqta mempunyai nilai protektif. Kadar protektif antibodi mencapai 88% dan 99%
pada Havrix dan 95% dan 100% pada Vaqta pada bulan ke-1 dan ke-7 setelah imunisasi.
Diperkirakan kemampuan proteksi bertahan antara 5-10 atau lebih. Tidak ditemukan kasus
infeksi hepatitis A dalam 6 tahun setelah imunisasi.
Walaupun jarang, kemungkinan reaksi anafilaktis harus diperhitungkan. Seperti pada vaksin
HBV kemungkinan gejala sindroma demielinisasi pernah dilaporkan (sindrom Guilain-Barre,
transverse myelitis, dan multiple sclerosis), walaupun frekuensi kejadiannya tidak berbeda
dibandingkan dengan populasi yang tidak divaksinasi.

Berikut akan dijelaskan indikasi imunisasi aktif, yaitu:


1. Individu yang akan bekerja ke negara lain dengan prevalensi HAV sedang sampai tinggi.
2. Anak-anak 2 tahun keatas pada daerah dengan endemistasis tinggi atau periodic outbreak.
3. Homoseksual.
4. Pengguna obat terlarang, baik injeksi maupun noninjeksi, karena banyak golongan ini yang
mengidap hepatitis C kronis.
5. Peneliti HAV.
6. Penderita engan penyakit hati kronis, dan penderita sebelum dan sesudah transplantasi hati,
karena kemungkinan mengalami hepatitis fulminan meningkat.
61

7. Penderita gangguan pembekuan darah (defisiensi faktor VIII dan IX).


Vaksin aktif memberikan kekebalan terhadap infeksi sekunder dari kontak penderita, maupun
pada saat timbul wabah. Efikasi mencapai 79% dan jumlah penderita yang divaksinasi untuk
didapatkan satu kasus infeksi sekunder adalah 18:1. Rasio ini dipengaruhi oleh status imunologi
dalam masyarakat.
Kombinasi imunisasi pasif dan aktif dapat diberikan pada saat yang bersamaan tetapi berbeda
tempat menyuntikkannya. Hal ini memberikan perlindungan segera tetapi dengan tingkat
protektif yang lebih rendah. Oleh karena kekebalan dari infeksi primer adalah seumur hidup, dan
lebih dari 70% orang dewasa telah mempunyai antibodi, maka imunisasi aktif HAV pada dewasa
sebaiknya didahului dengan pemeriksaan serologis. Pemeriksaan kadar antibodi setelah vaksinasi
tidak diperlukan karena tingginya anga serokonversi dan pemeriksaan tidak dapat mendeteksi
kadar antibodi yang rendah.

2.15 RUJUKAN
Pada umumnya pasien hepatitis A tidak perlu dirujuk ke dokter konsultan gastroenterohepatologi.
Pasien hepatitis A perlu dirujuk bila terdapat gejala yang mengarah pada hepatitis fulminan
(pemanjangan PT atau adanya ensefalopati) atau hepatitis dengan kolestasis memanjang, atau
terdapat gejala ekstrahepatik, misalnya dapat terjadi miokarditis, glomerulonefritis, neuritis
optika, arthritis (dikonsulkan ke dokter konsultan yang sesuai). 4

62

BAB III
KESIMPULAN
Hepatitis A (sebelumnya dikenal sebagai hepatitis infeksius) adalah penyakit infeksi akut pada
hati yang disebabkan oleh virus hepatitis A (HAV), yang paling sering ditularkan melalui jalur
fecal-oral melalui makanan yang terkontaminasi atau air minum. 1
Virus Hepatitis A (VHA) stabil pada pH rendah dan temperatur yang moderat, tetapi dapat
diaktivasi dengan suhu tinggi, klorin, dan formalin. Hepatitis A menular melalu jalur fekal-oral,
pada umumnya pasien hepatitis A mendapat penyakit ini dari kontak dengan penderita hepatitis
A. Selain dari itu, outbreak dapat terjadi karena kontaminasi air atau makanan terhadap virus
hepatitis A di sekolah, restoran atau di komunitas. 3 4
Infeksi hepatitis A pada anak terjadi secara akut, dan dapat sembuh sendiri. Gejalanya dapat
berupa gejala umum yang tidak spesifik seperti demam, malaise, anoreksia, muntah, nausea,
63

nyeri perut atau rasa tidak enak di perut, dan diare. Pada masa prodromal, umumnya enzim
transaminasi (ALT/SGPT dan AST (SGOT) sudah meningkat. Ikterus umumnya terjadi
kemudian yaitu kurang lebih 1 minggu setelah timbul gejala, biasanya saat itu ditemukan urin
yang berwarna coklat gelap (koluria, adanya bilirubin dalam urin) dan bila diperiksa dapat
ditemukan hepatomegali ringan. Penemuan adanya hepatomegali pada pemeriksaan fisis dapat
membantu kita memikirkan penyebabnya adalah kelainan hati dan hepatitis A. 4
Pada beberapa kasus hepatitis A, dapat terjadi manifestasi ekstrahepatik seperti rash dan
arthralgia. Yang lebih jarang dapat terjadi vaskulitis, arthritis, neurotik optika, mielitis transversa,
ensefalitis, dan depresi sumsum tulang. Kadang-kadang hepatitis A dapat relaps atau
mencetuskan hepatitis autoimun pada individu yang memiliki predisposisi genetik tertentu.
Selain itu dapat terjadi relaps hepatitis A atau kolestasis yang memanjang (puncak peningkatan
bilirubin lebih dari 8 minggu). 4
Untuk mendiagnosis hepatitis A dapat dilakukan dengan cara mendeteksi IgM anti-HAV, bukan
anti-HAV total. Antibodi ini telah dapat dideteksi pada saat awitan gejala ditemui dan bertahan
positif sampai kurang lebih dari 4-6 bulan. IgM anti-HAV masih dapat dideteksi dengan titer
rendah sampai dengan 12-14 bulan pada pasien dengan hepatitis A relaps (ALT dan AST yang
sudah menurun, kemudian meningkat kembali) atau dengan kolestasis yang memanjang. 3 4
Hepatitis A menular melalui jalur fekal-oral sehingga pencegahan perlu dilakukan dengan cara
meningkatkan kondisi sanitasi seperti mencuci tangan sebelum makan, mencuci tangan sebelum
menyiapkan makan, atau sesudah defekasi. Tindakan mencuci tangan efektif untuk mencegah
transmisi virus karena virus hepatitis A dapat bertahan dampai dengan 4 jam di ujung jari. Masak
air dan makanan sampai matang benar. 4 5
Terapi hepatitis A pada umumnya simptomatis (suportif) saja karena gejala hepatitis A pada
umumnya ringan (bahkan pada anak sering kali asimptomatis). Tidak semua pasien dengan
hepatitis A memerlukan perawatan di rumah sakit. Pasien hepatitis A pada umumnya dapat
dirawat jalan saja. Pada keadaan khusus seperti anak dengan muntah-muntah hebat, sehingga
menyulitkan masukan makanan, atau anak dengan gejala kuning yang dapat mengarah ke
hepatitis fulminan (gagal hati akut) perlu dirawat di rumah sakit. 3 4 5
Hepatitis A umumnya tidak memerlukan rujukan ke dokter konsultan gastroenterohepatologi.

64

DAFTAR PUSTAKA

1. Dr Aminu Magashi. Dikutip dari:


http://www.dailytrust.com.ng/index.php/component/content/article/174866?format=pdf.
Diunduh pada tanggal 20 september 2012.

65

2. A.D.A.M. Medical Encyclopedia. Dikutip dari:


http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001323/. Diunduh pada tanggal
20 september 2012.
3. Arief, Syamsul. Hepatitis Virus. Dalam: Juffrie M, Soenarto Yati SS, Oswari
Hanifah, Arief S, Rosalina Ina, Mulyani SS, penyunting. Buku Ajar
Gastroenterologi-Hepatologi. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbitan IDAI ; 2012. h.
287-93.
4. Fact sheet N328. Dikutip dari:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs328/en/index.html. Diunduh pada
tanggal 20 september 2012.
5. Hanifah Oswari, Dr.,dr.,Sp.A(K). Dikutip dari:
http://www.idai.or.id/buletinidai/view.asp?ID=927&IDEdisi=79. Diunduh pada
tanggal 28 september 2012.

6. Jhon D. Synder, Larry K. Pickering. Hepatitis A sampai E. Dalam: Wahab AS. Prof. Dr. dr.
SpA(K), Penyunting Edisi Bahasa Indonesia. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi ke- 15. Vol
2. Jakarta. EGC; 2000. h. 1118-20.
7. Nicholas John Bennett, MB, BCH, PhD, Pemimpin Redaksi: Russell W Steele, MD.
Dikutip dari: http://emedicine.medscape.com/article/964575-overview#a0101.
Diunduh pada tanggal 20 september 2012.

8. http://www.idai.or.id/kesehatananak/artikel.asp?q=2001325111331
9. Kumar, Cotran, Robbins. Buku Ajar Patofisiologi. Edisi 7. Jakarta. EGC; 2007. h. 673-80.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kurt, J et al. 2000. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3. Jakarta: EGC.
2. Mansjoer, Arif M, et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius.
3. Noer, S et al. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi Ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
66

4. Price, Sylvia A, et al. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6.
Jakarta: EGC.
5. Doenges, Marilynn E. dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
6. Prof. dr. H. M. Noer Syaifoellah et all. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edesi Jilid
Jakarta: Balai Penerbit FKM
7. Maggioni AP. Review of the new ESC guidelines for the pharmacological management of
chronic heart failure. European Heart Journal Supplements 2005;7 (Supplement J):J15-J20.
8. Santoso A, Erwinanto, Munawar M, Suryawan R, Rifqi S, Soerianata S. Diagnosis dan
tatalaksana praktis gagal jantung akut. 2007
9. Davis RC, Hobbs FDR, Lip GYH. ABC of heart failure: History and epidemiology. BMJ
2000;320:39-42.
10. Lip GYH, Gibbs CR, Beevers DG. ABC of heart failure: aetiology. BMJ 2000;320:104-7.
11. Rodeheffer R. Cardiomyopathies in the adult (dilated, hypertrophic, and restrictive). In: Dec
GW, editor. Heart failure a comprehensive guide to diagnosis and treatment. New York:
Marcel Dekker; 2005.p.137-56.

67

Anda mungkin juga menyukai