Anda di halaman 1dari 19

CASE REPORT

OTITIS MEDIA AKUT

AMANDA AZIZHA HAKIM

1102010016

Pembimbing

dr. Kresna Hadiputra, Sp.THT

Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok


Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi
Rumah Sakit Umum DaerahSubang
2017
STATUS PASIEN

KEPANITERAAN THT RSUD SUBANG

FK UNIVERSITAS YARSI

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. W

Usia : 17 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Tanggal lahir : 26 Maret 2000

Agama : Islam

Suku / bangsa : Sunda

Pendidikan : SLTA

Alamat : Griya Cinangsih Asri

Tanggal Pemeriksaan : 8 Juni 2017

II. ANAMNESA ( AUTOANAMNESIS )

Keluhan utama : Telinga kiri berdenging

Keluhan Tambahan : Pusing, batuk, flu, dan sakit tenggorokan..

Riwayat penyakit sekarang :


Nn. W, 17 tahun datang ke poliklinik THT RSUD Subang dengan keluhan telinga kiri
berdenging. Keluhan ini dirasakan pasien sudah enam hari sebelum masuk rumah
sakit. Keluhan tersebut disertai dengan pusing, batuk, flu dan sakit tenggorokan.
Sebelum pasien merasa telinga berdenging pasien mengeluh demam, batuk, flu dan
kepalanya pusing. Lalu pasien ke klinik, diberi obat dan demamnya turun, tetapi
masih batuk dan flu. Pasien juga mengeluhkan tenggorokannya sakit. Setelah itu
pasien merasa telinganya berdenging, lalu pasien korek dengan menggunakan cotton
bud. Setelah dikorek pasien mengatakan telinganya tetap berdenging dan menjadi
sakit tetapi tidak mengeluarkan cairan. Setelah itu pasien meminum obat radang yang
didapat dari klinik dan telinganya tidak sakit lagi, tetapi tetap berdenging. Pasien
belum pernah mengalami penyakit yang sama.

Riwayat penyakit dahulu : Riwayat sakit tenggorokan (+), Riwayat darah tinggi
disangkal, riwayat diabetes disangkal.

Riwayat penyakit keluarga : (-)

Riwayat Kebiasaan : Pasien mengaku sering membersihkan telinga sendiri dengan


menggunakan cottonbud, pasien tidak merokok, dan tidak berenang.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. STATUS GENERALIS

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

Tanda vital :

- Suhu : Afebris
- Nadi : 68 x/ menit
- Respirasi : 20 x/ menit
- Tekanan darah : 120/90 mmHg

B. STATUS LOKALIS

1. TELINGA
TELINGA KANAN TELINGA KIRI
Daun telinga : Edema (-), Hiperemis (-), Massa (-) Edema (-), Hiperemis (-), Massa (-)

Liang Telinga : Serumen (-), Hiperemis (-) Serumen (+), Hiperemis (-)

Gendang Telinga : Hiperemis (-) Hiperemis (+)

Cone of light (-), intak (+) Cone of light (-), intak (+)

Daerah Retro Aurikuler : Normal, Nyeri tekan (-) Normal, Nyeri tekan (-)

TEST PENALA

RINNE : tidak dilakukan tidak dilakukan

WEBER : tidak dilakukan tidak dilakukan

SCWABAH : tidak dilakukan tidak dilakukan

TEST BERBISIK : tidak dilakukan tidak dilakukan

AUDIOGRAM : tidak dilakukan tidak dilakukan

2. HIDUNG

2.1. Rhinoskopi Anterior

Hidung Luar : dalam batas normal (ka/ki)


Vestibulum : tenang (+/+), Rambut (+/+)
Lubang Hidung : mukosa hiperemis (-/-)
Rongga Hidung : luas (ka/ki), hiperemis (-/-)
Septum : deviasi (-)
Konka Inferior : hiperemis (-/-), hipertrofi (-/-)
Meatus Inferior : sekret (-/-), polip (-/-)
Pasase Udara : +/+

2.2. Rhinoskopi Posterior


Koana : tidak dilakukan
Septum Bagian Belakang : tidak dilakukan
Sekret : tidak dilakukan
Konka : tidak dilakukan
Muara Tuba Eustachius : tidak dilakukan
Torus Tubarius : tidak dilakukan
Fossa Rosenmuller : tidak dilakukan
Adenoid : tidak dilakukan

3. FARING
Arkus faring : normal
Uvula : berada di tengah, udem (-)
Dinding Faring : hiperemis (+), granul (+)
Tonsil : T1/T1, Hiperemis (-)
Palatum : normal
Post Nasal drip : (-)
Reflek Muntah : (+)

4. LARING
Laringoskopi Indirek

Epiglotis : tidak dilakukan


Plika Ariepiglotika : tidak dilakukan
Pita Suara Asli : tidak dilakukan
Pita Suara Palsu : tidak dilakukan
Aritenoid : tidak dilakukan
Rima Glotia : tidak dilakukan
Fossa Piriformis : tidak dilakukan
Trakhea : terletak di tengah. Massa (-)

5. MAKSILOFASIAL
Simetris
Nyeri tekan pada sinus (-/-)
6. LEHER DAN KEPALA

KGB : tidak ada pembesaran


Massa : (-)
IV. RESUME

V. RESUME
Nn. W, 17 tahun datang ke poli THT RSUD Subang dengan keluhan telinga kiri
berdenging sejak enam hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan disertai dengan
keluhan pusing serta sakit pada tenggorokan. Pasien juga mengeluhkan batuk dan flu
yang dirasakan sebelum telinga berdenging. Pasien juga mengorek telinga sendiri
menggunakan cottonbud. Keadaan umum tampak sakit ringan, kesadaran compomentis,
TD 120/90 mmHg, nadi 68x/menit, nafas 20x/menit. Pada pemeriksaan telinga
didapatkan pada gendang telinga kanan hiperemis.

VI. RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. tymphanometer
2. pnematoskop ( dilakukan ketika tidak hiperemis )

VII. DIAGNOSA KERJA


Otitis Media Akut Aurikula Sinistra

VIII. DIAGNOSA BANDING


Otitis Media Serosa Akut AS
Otitis media dengan efusi AS

IX. PENATALAKSAAAN
Non mendikamentosa :
- Memberi edukasi kepada pasien mengenai penyakitnya
- Memberikan edukasi kepada pasien mengenai menjaga kebersihan telinga pasien
- Memberi edukasi agar tidak membersihkan telinga sendiri menggunakan cottonbud
- Memberikan edukasi kepada pasien agar menggunakan obat secara teratur.

Mendikamentosa :

- Antibiotik : Cefixime 2 x 1
- Mukolitik : Vectrine 300 mg 2x1
- Dekongestan oral : Loratadin 5 mg + pseudoefedrin HCl 60 mg 2 x 1

PROGNOSA

Quo ad Vitam : ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo ad sanactionam : dubia ad bonam


TINJAUAN PUSTAKA

Telinga dibagi menjadi 3 bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.

Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (daun telinga) dan canalis auditorius eksternus
( liang telinga ). Telinga dalam terdiri dari koklea ( rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis.

Anatomi telinga tengah

Telinga tengah terdiri dari 3 bagian yaitu membran timpani, cavum timpani dan tuba
eustachius.

1. Membrana timpani

Membrana timpani memisahkan cavum timpani dari kanalis akustikus eksternus.


Letak membrana timpai pada anak lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal
dibandingkan orang dewasa. Bentuknya ellips, sumbu panjangnya 9-10 mm dan sumbu
pendeknya 8-9 mm, tebalnya kira-kira 0,1 mm.

Membran timpani terdiri dari 2 bagian yaitu pars tensa (merupakan bagian terbesar)
yang terletak di bawah malleolar fold anterior dan posterior dan pars flacida (membran
sharpnell) yang terletak diatas malleolar fold dan melekat langsung pada os petrosa. Pars
tensa memiliki 3 lapisan yaitu lapiasan luar terdiri dari epitel squamosa bertingkat, lapisan
dalam dibentuk oleh mukosa telinga tengah dan diantaranya terdapat lapisan fibrosa dengan
serabut berbentuk radier dan sirkuler. Pars placida hanya memiliki lapisan luar dan dalam
tanpa lapisan fibrosa.

Vaskularisasi membran timpani sangat kompleks. Membrana timpani mendapat


perdarahan dari kanalis akustikus eksternus dan dari telinga tengah, dan beranastomosis pada
lapisan jaringan ikat lamina propia membrana timpani. Pada permukaan lateral, arteri
aurikularis profunda membentuk cincin vaskuler perifer dan berjalan secara radier menuju
membrana timpani. Di bagian superior dari cincin vaskuler ini muncul arteri descendent
eksterna menuju ke umbo, sejajar dengan manubrium. Pada permukaan dalam dibentuk
cincin vaskuler perifer yang kedua, yang berasal dari cabang stilomastoid arteri aurikularis
posterior dan cabang timpani anterior arteri maksilaris. Dari cincin vaskuler kedua ini muncul
arteri descendent interna yang letaknya sejajar dengan arteri descendent eksterna.

2. Kavum timpani

Kavum timpani merupakan suatu ruangan yang berbentuk irreguler diselaputi oleh
mukosa. Kavum timpani terdiri dari 3 bagian yaitu epitimpanium yang terletak di atas kanalis
timpani nervus fascialis, hipotimpananum yang terletak di bawah sulcus timpani, dan
mesotimpanum yang terletak diantaranya.

Batas cavum timpani ;

Atas : tegmen timpani

Dasar : dinding vena jugularis dan promenensia styloid

Posterior : mastoid, m.stapedius, prominensia pyramidal

Anterior : dinding arteri karotis, tuba eustachius, m.tensor timpani

Medial : dinding labirin

Lateral : membrana timpani

Kavum timpani berisi 3 tulang pendengaran yaitu maleus, inkus, dan stapes. Ketiga
tulang pendengaran ini saling berhubungan melalui artikulatio dan dilapisi oleh mukosa
telinga tengah. Ketiga tulang tersebut menghubungkan membran timpani dengan foramen
ovale, seingga suara dapat ditransmisikan ke telinga dalam.

Maleus, merupakan tulang pendengaran yang letaknya paling lateral. Malleus terdiri 3
bagian yaitu kapitulum mallei yang terletak di epitimpanum, manubrium mallei yang melekat
pada membran timpani dan kollum mallei yang menghubungkan kapitullum mallei dengan
manubrium mallei. Inkus terdiri atas korpus, krus brevis dan krus longus. Sudut antara krus
brevis dan krus longus sekitar 100 derajat. Pada medial puncak krus longus terdapat
processus lentikularis. Stapes terletak paling medial, terdiri dari kaput, kolum, krus anterior
dan posterior, serta basis stapedius/foot plate. Basis stapedius tepat menutup foramen ovale
dan letaknya hampir pada bidang horizontal.

Dalam cavum timpani terdapat 2 otot, yaitu :

- M.tensor timpani, merupakan otot yang tipis, panjangnya sekitar 2 cm, dan berasal dari
kartilago tuba eustachius. Otot ini menyilang cavum timpani ke lateral dan menempel pada
manubrium mallei dekat kollum. Fungsinya untuk menarik manubrium mallei ke medial
sehingga membran timpani menjadi lebih tegang.

- M. Stapedius, membentang antara stapes dan manubrium mallei dipersarafi oleh cabang
nervus fascialis. Otot ini berfungsi sebagai proteksi terhadap foramen ovale dari getaran yang
terlalu kuat.

3. Tuba eustachius

Kavitas tuba eustachius adalah saluran yang meneghubungkan kavum timpani dan
nasofaring. Panjangnya sekitar 31-38 mm, mengarah ke antero-inferomedial, membentuk
sudut 30-40 dengan bidang horizontal, dan 45 dengan bidang sagital. 1/3 bagian atas saluran
ini adalah bagian tulang yang terletak anterolateral terhadap kanalis karotikus dan 2/3 bagian
bawahnya merupakan kartilago. Muara tuba di faring terbuka dengan ukuran 1-1,25 cm,
terletak setinggi ujung posterior konka inferior. Pinggir anteroposterior muara tuba
membentuk plika yang disebut torus tubarius, dan di belakang torus tubarius terdapat resesus
faring yang disebut fossa rosenmuller. Pada perbatasan bagian tulang dan kartilago, lumen
tuba menyempit dan disebut isthmus dengan diameter 1-2 mm. Isthmus ini mudah tertutup
oleh pembengkakan mukosa atau oleh infeksi yang berlangsung lama, sehingga terbentuk
jaringan sikatriks. Pada anak-anak, tuba ini lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal
dibandingkan orang dewasa, sehinggga infeksi dari nasofaring mudah masuk ke kavum
timpani.
OTITIS MEDIA AKUT

Otitis media akut (OMA) adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.

Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba ke dalam di nasofaring dan
faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam
telinga tengah oleh silia mukosa tuba Eustachius, enzim dan antibody. Otitis media akut
terjadi karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu. Sumbatan tuba Eustachius merupakan
faktor penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi tuba Eustachius terganggu,
pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah terganggu, sehingga kuman masuk ke
dalam telinga tengah dan terjadi peradangan.

Dikatakan juga, bahwa pencetus terjadinya OMA ialah infeksi saluran nafas atas.
Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran nafas, makin besar kemungkinan
terjadinya OMA.
Etiologi
Sumbatan pada tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis media.
Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius terganggu, sehingga pencegahan invasi
kuman ke dalam telinga tengah terganggu juga. Selain itu, ISPA juga merupakan salah satu
faktor penyebab yang paling sering. Kuman penyebab OMA adalah bakteri piogenik, seperti
Streptococcus hemoliticus, Staphylococcus aureus, Pneumococcus, Haemophilus influenza,
Escherichia coli, Streptococcus anhemolyticus, Proteus vulgaris, Pseudomonas aeruginosa.
Sejauh ini Streptococcus pneumonia merupakan organisme penyebab tersering pada semua
kelompok umur. Sedangkan Haemophilus influenza adalah patogen tersering yang ditemukan
pada anak di bawah usia lima tahun. Meskipun juga patogen pada orang dewasa.

Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya
otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba eustachiusnya pendek,
lebar, dan letaknya agak horisontal.

Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa karena beberapa
hal, yaitu:

(1)Sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan, (2)Saluran eustachius pada
anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek sehingga ISPA lebih mudah menyebar ke
telinga tengah. (3)Adenoid (salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam
kekebalan tubuh) pada anak relative lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi adenoid
berdekatan dengan muara saluran Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat mengganggu
terbukanya saluran Eustachius. Selain itu, adenoid sendiri dapat terinfeksi dimana infeksi
tersebut kemudian menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.

Patogenesis
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius. Saat
bakteri melalui saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut
sehingga terjadi pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-
sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan
mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga
tengah. Selain itu pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir
yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga.
Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena
gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ
pendengaran di telinga dalam tidak dapat bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang
dialami umumnya sekitar 24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat
menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain
itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut
akhirnya dapat merobek gendang telinga karena tekanannya.
Stadium OMA

Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5 stadium.
Keadaan ini berdasarkan pada gambaran membran timpani yang diamati melalui liang telinga
luar.

1. Stadium oklusi tuba Eustachius


Tanda oklusi tuba Eustachius ialah gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya
tekanan negatif di dalam telinga tengah akibat absorpsi udara. Kadang-kadang membran
timpani tampak normal atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak
dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan
oleh virus atau alergi.
2. Stadium hiperemis (stadium pre-supurasi)
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau
seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edema. Sekret yang telah terbentuk
mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
3. Stadium supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial, serta
terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membran timpani
menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.

Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi, dan suhu meningkat, serta rasa nyeri di
telinga bertambah hebat. Apabila tekanan pus di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi
iskemia,akibat tekanan pada kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan
nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah
yang lebih lembek dan berwarna kekuningan, di tempat ini akan terjadi ruptur.

Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada stadium ini, maka
kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke liang telinga luar.
Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi
ruptur (perforasi) tidak mudah menutup kembali.

4. Stadium perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman
yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan pus keluar mengalir dari telinga
tengah ke liang telinga luar. Anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan
turun dan anak dapat tertidur nyenyak. Keadaan ini disebut otitis media akut stadium
perforasi.
5. Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan-lahan akan
normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan akhirnya
kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi
walaupun tanpa pengobatan. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengan
sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa
(sequele) berupa otitis media serosa bila sekret menetap di kavum timpani tanpa terjadinya
perforasi.

Gejala klinik

Gejala klinik otitis media akut tergantung pada stadium penyakit serta umur pasien.
Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah nyeri telinga, suhu tubuh tinggi
dan biasanya ada riwayat batuk pilek sebelumnya.

Pada anak yang lebih besar atau orang dewasa disamping rasa nyeri terdapat pula
gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan
anak kecil gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi sampai 39,5 C (stadium supurasi),
anak gelisah dan sulit tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang. Bila
terjadi ruptur membran timpani maka sekret mengalir ke liang telinga luar, suhu tubuh turun
dan anak tertidur tenang.

Diagnosis

Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut.

1. Penyakitnya muncul mendadak (akut)


2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di
telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:
(1)menggembungnya gendang telinga, (2)terbatas/tidak adanya gerakan gendang
telinga, (3)adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga, (4)cairan yang keluar
dari telinga.
3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah
satu di antara tanda berikut: (1)kemerahan pada gendang telinga, (2)nyeri telinga yang
mengganggu tidur dan aktivitas normal.
Penatalaksanaan

Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Tujuan dari pengobatan


yaitu menghilangkan tanda dan gejala penyakit, eradikasi infeksi, dan pencegahan
komplikasi.

Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali tuba
eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak
<12 thn dan HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak yang berumur >12 thn atau
dewasa. Selain itu, sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan antibiotik.
Pada stadium presupurasi, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan analgesik.
Bila membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Antibiotik
yang diberikan ialah penisilin atau eritromisin. Jika terdapat resistensi, dapat diberikan
kombinasi dengan asam klavunalat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin
IM agar konsentrasinya adekuat di dalam darah. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari.
Pada anak diberikan ampisilin 4x50-100 mg/KgBB, amoksisilin 4x40 mg/KgBB/hari, atau
eritromisin 4x40 mg/kgBB/hari.
Pengobatan stadium supurasi selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk dilakukan
miringotomi bila membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi gejala- gejala klinis
lebih cepat hilang dan rupture dapat dihindari. Selain itu, analgesik juga perlu diberikan agar
nyeri dapat berkurang.
Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani agar terjadi
drainese sekret telinga tengah. Miringotomi dilakukan bila ada cairan yang menetap di telinga
setelah 3 bulan penanganan medis dan terdapat gangguan pendengaran. Miringotomi harus
dilakukan secara a-vue (dilihat langsung), anak harus tenang dan dapat dikuasai agar
membran timpani dapat terlihat dengan baik. Biasanya pada anak kecil dignakan anastesi
umum. Lokasi miringotomi adalah di kuadran posteroinferior.

Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta
antibiotik yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali
dalam waktu 7-10 hari.

Stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak
ada lagi dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya akan
tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membrane timpani. Pada
keadaan ini antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu.
Komplikasi

Sebelum ada antibiotika komplikasi dapat terjadi dari yang ringan hingga berat tetapi
setelah ada antibiotika komplikasi biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari otitis media
supuratif kronis.

OMA dengan perforasi membran timpani dapat berkembang menjadi otitis media
supuratif kronis apabila gejala berlangsung lebih dari 2 bulan, hal ini berkaitan dengan
beberapa faktor antara lain higiene, terapi yang terlambat, pengobatan yang tidak adekuat,
dan daya tahan tubuh yang kurang baik.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah mastoidis, paralisis nervus fascialis, komplikasi
ke intrakranial seperti abses ekstradural, abses subdural, meningitis, abses otak, trombosis
sinus lateralis, otittis hidrocephalus, labirintis dan petrosis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Boies, dkk. 1997. Buku ajar penyakit THT Edisi 6. Jakarta : EGC

2. Daly KA, Giebink GS.2000. Clinical epidemiology of otitis media.

3. Djaafar, ZA. 2007. Kelainan Telinga Tengah. Telinga Hidung Tenggorokan, Edisi ke 6.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

4. Sosialisman & Helmi. Kelainan Telinga Luar dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,
Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. dr. H. Efiaty Arsyad Soepardi, Sp.THT
& Prof. dr. H. Nurbaiti Iskandar, Sp.THT (editor). Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2006

Anda mungkin juga menyukai