FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
Makassar, 15 Maret 2022
Tutor :
dr. Febie Irsandy Syahruddin, Sp. Rad
Disusun Oleh :
Kelompok 6A
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR
Pada kesempatan ini penyusun ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima
kasih kepada dr. Febie Irsandy Syahruddin, Sp. Rad yang telah membimbing kami dan
telah bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi tutor kami.
Dalam penyusunan laporan ini, kami menyadari bahwa masih jauh dari
kesempurnaan dan banyak kekurangannya baik dari segi teknik penulisan maupun isi
materinya. Oleh karena itu, dengan penuh kerendahan hati, kami mengharapkan
bimbingan dan arahannya yang bersifat membangun demi perbaikan laporan ini.
Akhir kata, dengan segala keterbatasan yang ada, mudah-mudahan laporan ini
dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.
A. KATA SULIT :
P3A0 : Paritas 3 (sdh melahirkan 3x), Abortus 0
B. KALIMAT KUNCI :
Perempuan usia 47 tahun
P3A0
Keluhan utama : haid terus-menerus sudah 3 bulan
Keluhan lain : pusing
Riwayat haid sebelumnya teratur
C. PERTANYAAN :
1. Jelaskan fisiologi siklus haid !
2. Apa definisi, etiologi dan klasifikasi gangguan haid !
3. Bagaimana patofisiologi terjadinya gangguan haid berdasarkan skenario ?
4. Jelaskan langkah-langkah diagnosis berdasarkan skenario !
5. Apa diagnosis banding berdasarkan skenario ?
- Menoragia
- PUA
- Ca Serviks
6. Bagaimana tatalaksana berdasarkan skenario ?
7. Jelaskan pencegahan dan edukasi terkait skenario !
8. Apa perspektif islam sesuai skenario !
D. JAWABAN PERTANYAAN :
1. Jelaskan fisiologi siklus haid !
Siklus Ovarium
Ovarium mengalami perubahan- perubahan dalam besar, bentuk, dan posisinya
sejak bayi dilahirkan hingga masa tua seorang wanita. Disamping itu terdapat
perubahan perubahan yang diakibatkan oleh rangsangan berbagai kelenjar endokrin.
Perubahan pada ovarium utamanya dikontrol oeleh hipofisis anterior yang
memproduksi tiga hormon utama yaitu Follicle Stimulating Hormone (FSH) yang
menstimulasi pertumbuhan folikel. Luteinizing Hormone (LH) yang menstimulasi
ovulasi dan menyebabkan luteinisasi dari sel sel granulosa setelah ovum
dikeluarkan, serta prolaktin yang juga dikeluarkan oleh hipofisis anterior.
1. Fase Folikuler (Pertumbuhan Folikel)
Pada saat seorang anak perempuan lahir masing- masing ovum dikelilingi oleh
selapis sel granulosa, dan ovum dengan selubung sel granulosanya disebut folikel
primordial. Sesudah pubertas bila FSH dan LH dari kelenjar hipofisis anterior mulai
disekresikan dalam jumlah besar, seluruh ovarium bersama dengan folikelnya akan
mulai bertumbuh.
Mula mula sel sel sekeliling ovum yang berlipat ganda, kemudian diantara sel sel
ini timbul sebuah rongga yang berisi cairan yang disebut liquor folliculi. Ovum
sendiri terdesak ke pinggir dan terdapat di tengah tumpukan sel yang menonjol ke
dalam rongga folikel. Tumpukan sel dengan sel telur di dalamnya disebut cumulus
oophorus. Antara sel telur dan sel sekitarnya terdapat zona pelluzida. Sel sel
granulosa lainnya yang membatasi ruang folikel disebut membrane granulosa.
Dengan tumbuhnya folikel, jaringan ovarium sekitar folikel tersebut terdesak keluar
dan membentuk 2 lapisan yaitu theca interna yang banyak mengandung pembuluh
darah dan theca externa yang terdiri dari jaringan ikat yang padat. Folikel yang
matang ini disebut folikel de Graaf . Folikel de Graaf menghasilkan estrogen dimana
tempat pembuatannya terdapat di theca interna. Karena liquor follikuli terbentuk
terus maka tekanan di dalam folikel makin tinggi, tetapi untuk terjadinya ovulasi
bukan hanya tergantung pada tekanan tinggi tersebut melainkan juga harus
mengalami perubahan-perubahan nekrobiotik pada permukaan folikel. Pada
permukaan ovarium sel - sel menjadi tipis hingga pada suatu waktu folikel akan
pecah dan mengakibatkan keluarnya liquor follikuli bersama dengan ovum yang
dikelilingi oleh sel sel cumulus oophorus. Keluarnya sel telur dari folikel de Graaf
disebut ovulasi.
2. Fase Ovulasi
Ovulasi pada wanita yang mempunyai siklus menstruasi normal 28 hari, ovulasi
terjadi 14 hari sesudah terjadinya menstruasi.7 Ovulasi merupakan pelepasan suatu
oosit, yang biasanya terjadi pada hari ke 14, yang merupakan titik tengah siklus rata-
rata. Fase ini hanya memakan waktu 2 atau 3 menit. Peristiwa yang terjadi selama
ovulasi adalah sebagai berikut: Pada hari terakhir atau dua hari sebelum fase
preovulatori, level estrogen sangat tinggi. Estrogen merangsang hipofisis anterior
untuk mensekresi LH dan hipotalamus untuk mengeluarkan GnRH. GnRH akan
lebih menginduksi peningkatan sekresi FSH dan LH oleh hipofisis. Oleh karena itu
level FSH meningkat dalam dua hari terakhir sebelum ovulasi, tapi level LH lebih
meningkat.
LH akan menyebabkan sekresi hormon - hormon steroid folikuler dengan cepat
yang mengandung sejumlah kecil progesteron untuk pertama kalinya. Dalam waktu
beberapa jam akan berlangsung dua peristiwa, keduanya dibutuhkan untuk ovulasi.
teka eksterna (kapsul folikel) mulai melepaskan enzim proteolitik dari lisosim yang
akan melarutkan dinding kapsul dan akibatnya yaitu melemahnya dinding,
menyebabkan makin membengkaknya seluruh folikel. Secara bersamaan juga akan
terjadi pertumbuhan pembuluh darah baru yang berlangsung cepat ke dalam folikel,
dan pada saat yang bersamaan, prostaglandin setempat (hormon yang menyebabkan
vasodilatasi) akan disekresi dalam jaringan folikular. Kedua efek ini selanjutnya
akan menyebakan transudasi plasma ke dalam folikel yang juga berperan dalam
pembengkakan folikel. Akhirnya kombinasi dari pembengkakan folikel dan
degenerasi stigma mengakibatkan pecahnya folikel disertai pengeluaran ovum.
Proses inilah yang dikenal dengan ovulasi.
3. Fase Luteal
Selama beberapa jam pertama sesudah ovum dikeluarkan dari folikel, sel- sel
granulosa dan teka interna yang tersisa berubah dengan cepat menjadi sel lutein.
Diameter sel ini besar, dua kali atau lebih dan terisi dengan inklusi lipid yang
memberi tampilan kekuningan. Proses ini disebut luteinisasi dan seluruh massa dari
sel bersama- sama disebut korpus luteum. Suatu suplai vaskuler berkembang baik
dalam korpus luteum. Perubahan sel – sel granulosa dan sel teka menjadi sel lutein
sangat bergantung pada LH yang di hasilkan oleh kelenjar hipofisis anterior. Sel –
sel granulosa yang terdapat dalam retikulum endoplasma halus yang luas
membentuk sejumlah besar hormon seks wanita progesteron dan estrogen, tetapi
lebih banyak progesteron.
Pecahnya folikel memulai serangkaian morfologis dan perubahan kimia menuju
transformasi ke korpus luteum. Membran basement akan memisahkan granulosa
lutein dan sel teka lutein yang rusak, dan 2 hari setelah ovulasi, pembuluh darah dan
kapiler mengisi lapisan sel granulosa. Selama luteinization, sel-sel ini mengalami
hipertrofi dan meningkatkan kapasitas mereka untuk mensintesis hormon.
Estrogen khususnya dan progesteron dalam jumlah lebih sedikit yang disekresi
oleh korpus luteum selama tahap luteal dari siklus ovarium mempunyai efek umpan
balik yang kuat terhadap kelenjar hipofisis anterior dalam mempertahankan
kecepatan sekresi FSH maupun LH yang rendah. Selain dari itu sel lutein juga
mensekresi sejumlah kecil hormon inhibin yang menghambat sekresi dari kelenjar
hipofisis anterior khususnya FSH. Sebagai akibatnya konsentrasi FSH dan LH
dalam darah turun rendah dan hilangnya hormon ini menyebabkan korpus luteum
berdegenerasi secara menyeluruh, suatu proses yang disebut involusi korpus luteum.
Involusi akhir terjadi pada hampir tepat 12 hari dari masa hidup korpus luteum yang
merupakan hari ke 26 dari siklus wanita normal menjadi apa yang disebut korpus
albikans yang nantinya akan digantikan oleh jaringan ikat 2 hari sebelum menstruasi
mulai. Sekarang, kurangnya sekresi estrogen, progesteron, dan inhibin dari korpus
luteum akan menghilangkan umpan balik halangan dari kelenjar hipofisis anterior,
memungkinkan kelenjar kembali meningkatkan sekresi FSH, dan setelah beberapa
hari kemudian sedikit meningkatkan jumlah LH. FSH dan LH akan merangsang
pertumbuhan Folikel baru untuk memulai siklus ovarium yang baru. Tergantung
apakah terjadi konsepsi (pembuahan) atau tidak, corpus luteum dapat menjadi
corpus luteum graviditatum atau corpus luteum menstruationum. Jika terjadi
konsepsi, corpus luteum dipelihara oleh hormon Chorion Gonadotrophin yang
dihasilkan oleh sinsiotrofoblas dari korion.
Siklus Endometrium
Selama kehidupan reproduksi, endometrium terus-menerus mengalami
perubahan siklik. Setiap siklus umumnya melewati empat tahap yang sesuai dengan
aktivitas hormon ovarium dan dapat diidentifikasi melalui biopsi endometrium atau
pemeriksaan multi hormon. Siklus endometrium terdiri dari 4 fase :
1. Fase menstruasi atau deskuamasi
Kira-kira 2 hari sebelum akhir siklus bulanan korpus luteum tiba-tiba berinvolusi
dan hormon- hormon ovarium estrogen dan progesteron menurun dengan tajam
sampai kadar sekresi yang rendah kemudian terjadilah menstruasi. Menstruasi
disebabkan oleh berkurangnya estrogen dan progesteron secara tiba-tiba terutama
progesteron pada akhir siklus ovarium bulanan. Efek pertama adalah penurunan
rangsangan terhadap sel endmetrium oleh kedua hormon ini diikuti dengan cepat
oleh involusi endometrium menjadi kira- kira 65 % dari ketebalan semula. Pada
masa ini endometrium dilepaskan dari dinding uterus disertai dengan perdarahan.
Hanya lapisan tipis yang tinggal yang disebut dengan stratum basal, stadium ini
berlangsung. 4 hari. Dengan haid itu keluar darah, potongan- potongan
endometrium dan lendir dari serviks. Darah tidak membeku karena adanya fermen
yang mencegah pembekuan darah dan mencairkan potongan potongan mukosa.
Hanya kalau banyak darah keluar maka fermen tersebut tidak mencukupi hingga
timbul bekuan bekuan darah dalam darah haid.
2. Fase post menstruasi atau stadium regenerasi
Luka endometrium yang terjadi akibat pelepasan endometrium secara berangsur
angsur sembuh dan ditutup kembali oleh selaput lendir baru yang tumbuh dari sel
sel epitel kelenjar endometrium. Pada waktu ini tebal endometrium ± 0,5 mm,
stadium sudah mulai waktu stadium menstruasi dan berlangsung ± 4 hari.
3. Fase proliferatif
Fase proliferatif dapat berbeda-beda dalam hal durasi tapi biasanya konsisten
pada masing-masing individu. Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal
± 3,5 mm. Fase ini berlangsung dari hari ke 5 sampai hari ke 14 dari siklus haid.
Fase proliferasi dapat dibagi dalam 3 subfase yaitu :
a. Fase proliferasi awal
Fase proliferatif awal dimulai kira- kira pada hari keempat atau kelima siklus,
tepat sebelum akhir menstruasi, dan berlangsung selama 2-3 hari. Akhir fase ini
bertepatan dengan hari kesembilan siklus haid. Fase ini dikenal dari epitel
permukaan yang tipis dan adanya regenerasi epitel, terutama dari mulut kelenjar.
Kelenjar kebanyakan lurus, pendek dan sempit. Bentuk kelenjar ini merupakan ciri
khas fase proliferasi, sel sel kelenjar mengalami mitosis. Sebagian sediaan masih
menunjukkan suasana fase menstruasi dimana terlihat perubahan perubahan
involusi dari epitel kelenjar yang berbentuk kuboid. Stroma padat dan sebagian
menunjukkan aktivitas mitosis, sel selnya berbentuk bintang dan lonjong dengan
tonjolan tonjolan anastomosis. Nukleus sel stroma relatif besar karena sitoplasma
relatif sedikit.
b. Fase Mieproliferatif
Fase yang midproliferatif bertepatan dengan hari ke-10 siklus. Permukaan
endometrium lebih teratur, kelenjar lebih berkelok-kelok, dan sel-sel kelenjar
pseudostratified. Ketebalan endometrium meningkat.
c. Fase proliferasi akhir
Fase ini berlangsung pada hari ke 11 sampai hari 14. Fase ini dapat dikenal dari
permukaan kelenjar yang tidak rata dan dengan banyak mitosis. Inti epitel kelenjar
membentuk pseudostratifikasi. Stroma bertumbuh aktif dan padat.
4. Fase pramenstrum atau stadium sekresi
Fase ini mulai sesudah ovulasi dan berlangsung dari hari ke 14 sampai ke 28.
Selama sebagian besar separuh akhir siklus bulanan setelah ovulasi terjadi,
progesteron dan estrogen disekresi dalam jumlah yang besar oleh korpus luteum.
Estrogen menyebabkan sedikit proliferasi sel tambahan pada endometrium selama
fase siklus endometrium ini sedangkan progestron menyebabkan pembengkakan
yang nyata dan perkembangan sekretorik dari endometrium. Pada fase ini
endometrium kira kira tebalnya tetap, tetapi bentuk kelenjar berubah menjadi
panjang, berkelok kelok dan mengeluarkan getah yang makin lama makin nyata.
Dalam endometrium telah tertimbun glikogen dan kapur yang kelak diperlukan
sebagai makanan untuk telur yang dibuahi. Memang tujuan perubahan ini adalah
untuk mempersiapkan endometrium menerima telur yang dibuahi. Fase ini dibagi
atas :
1. Fase sekresi dini
Dalam fase ini endometrium lebih tipis daripada fase sebelumnya karena
kehilangan cairan, tebalnya ± 4 – 5 mm. Pada saat ini dapat dibedakan beberapa
lapisan, yaitu :
a. stratum basale, yaitu lapisan endometrium bagian dalam yang berbatasan dengan
lapisan miometrium. Lapisan ini tidak aktif, kecuali mitosis pada kelenjar.
b. stratum spongiosum, yaitu lapisan tengah berbentuk anyaman seperti spons. Ini
disebabkan oleh banyak kelenjar yang melebar dan berkelok- kelok dan hanya
sedikit stroma di antaranya.
c. stratum kompaktum, yaitu lapisan atas yang padat. Saluran saluran kelenjar
sempit, lumennya berisi sekret dan stromanya edema.
Referensi :
1. Sherwood, Lauralee. 2019. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem, Edisi 9. Jakarta
: EGC
2. Reed, Beverly G., and Bruce R. Carr. "The normal menstrual cycle and the control
of ovulation." Endotext [Internet]. MDText. com, Inc., 2015.
3. Hendarto, Hendy. 2011. Ilmu Kandungan, Edisi 3. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Referensi :
1. WN panjang. Pendarahan Vagina Tidak Normal. Dalam: Walker HK, Hall
WD, Hurst JW, editor. Metode Klinis: Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, dan
Laboratorium. edisi ke-3. Boston: Butterworth; 1990. Bab 173. Tersedia
dari: https://www-ncbi-nlm-nih-
gov.translate.goog/books/NBK282/?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id
&_x_tr_pto=sc
3. Bagaimana patofisiologi terjadinya gangguan haid berdasarkan scenario ?
Referensi :
Walker MH, Coffey W, Borger J. Menoragia. [Diperbarui 2022 Februari 5]. Di:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): Penerbitan StatPearls; 2022 Jan-. Tersedia
dari: https://www-ncbi-nlm-nih-
gov.translate.goog/books/NBK536910/?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_t
r_pto=sc
Hapangama, DK, & Bulmer, JN (2016). Patofisiologi perdarahan menstruasi
berat. Kesehatan wanita (London, Inggris) , 12 (1), 3–
13. https://doi.org/10.2217/whe.15.81
4. Jelaskan Langkah – Langkah diagnosis berdasarkan scenario !
- Anamnesis
1. Identitas pasien: perempuan 47 tahun
2. Sejak kapan keluhan dialami: 3 bulan
3. Seberapa sering keluhan dirasakan: Terus menerus
4. Riwayat menstruasi sebelumnya: teratur
5. Apakah disertai rasa nyeri: -
6. Riwayat obstetric: -
Perlu diketahui riwayat kehamilan sebelumnya, apakah pernah mengalami
keguguran, partus secara spontan normal atau partus dengan tindakan, dan
bagaimana keadaan anaknya. Adakah infeksi nifas dan riwayat kuretase
yang dapat menjadi sumber infeksi panggul dan kemandulan.
1. Riwayat ginekologik: -
2. Riwayat penyakit/ kelainan ginekologik dan pengobatannya, khususnya
operasi yang pernah dialami.
3. Riwayat keluarga berencana: -
4. Riwayat pemakaian alat kontrasepsi: -
apakah pasien sebelumnya pernah menggunakan kontrasepsi alami dengan
atau tanpa alat, hormonal, non hormonal.
- Pemeriksaan fisik
1. Penilaian ovulasi
Konfirmasi ovulasi dapat dilakukan dengan pemeriksaan progesteron
serum atau USG transvaginal bila diperlukan.
1. Penilaian endometrium
Pengambilan sampel endometrium hanya dilakukan pada :
- Pemeriksaan penunjang :
Pengujian laboratorium untuk evaluasi pasien dengan perdarahan uterus abnormal akut
Tes kehamilan
Fibrinogen
Faktor VIII
Chlamydia trachomatis
Wanita dewasa yang menerima hasil positif untuk risiko gangguan perdarahan atau
yang memiliki inisial abnormal , Hasil tes laboratorium untuk gangguan hemostasis
harus menjalani pengujian untuk penyakit von Willebrand. Remaja dengan menstruasi
berat sejak menarche yang datang dengan perdarahan uterus abnormal akut juga harus
menjalani pengujian untuk penyakit von Willebrand. Konsultasi dengan ahli
hematologi dapat membantu dalam menafsirkan hasil tes ini. Jika salah satu dari
penanda ini adalah abnormal rendah, ahli hematologi harus dikonsultasikan.
Untuk mengetahui apakah pasien mengalami kekurangan zat besi atau terjadi anemia
dan kondisi lainnya seperti kelainan tiroid atau kelainan pembekuan darah.
Pap smear
Untuk mengetahui apakah terdapat peradangan atau perubahan yang mungkin bersifat
kanker atau dapat menyebabkan kanker.
Biopsi endometrium
Apakah terdapat gangguan pada endometrium dengan mengambil sampel jaringan dari
bagian dalam rahim untuk diperiksa oleh ahli patologi. Pengambilan sampel jaringan
endometrium mungkin tidak diperlukan untuk semua wanita dengan abnormal uterus
bleeding tetapi dilakukan pada wanita yang berisiko tinggi mengalami hiperplasia atau
keganasan. Biopsi endometrium dianggap sebagai tes lini pertama pada wanita berusia
45 tahun atau lebih. Pengambilan sampel endometrium juga harus dilakukan pada
wanita yang berusia di bawah 45 tahun dengan paparan estrogen tanpa lawan, seperti
wanita dengan obesitas atau sindrom ovarium polikistik (PCOS), serta kegagalan
pengobatan atau perdarahan yang terus-menerus.
Ultrasonografi transvaginal (USG)
merupakan alat investigasi yang paling tidak invasif untuk menilai panggul wanita
dengan menoragia, metode ini menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan
gambar rahim, ovarium, dan panggul untuk melihat kondisi rahim, mulut rahim,
saluran telur, dan indung telur pasien sehingga mengetahui apabila terjadi gangguan.
Pemeriksaan sonografi khususnya USG Transvaginal dapat memperlihatkan gambaran
endometrium sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Pada tes ini, cairan disuntikkan melalui tabung ke dalam rahim melalui miss V dan
leher rahim, kemudian menggunakan USG untuk mencari masalah yang terjadi pada
lapisan rahim.
Hamil
Penyakit radang panggul (PRP)
Akseptor IUD
Hematometra
Obstruksi : stenosis serviks atau vagina
Histeroskopi
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara memasukkan alat tipis berupa selang khusus
kecil berkamera melalui vagina kedalam rahim untuk melihat kondisi bagian dalam
rahim. Histeroskopi merupakan suatu prosedur endoskopik untuk mendapatkan
visualisasi langsung kanalis endoservikalis dan kavum uterus. Histeroskopi atau
histerosonografi dapat digunakan sebagai prosedur lini kedua apabila pemeriksaan
USG menunjukkan adanya kelainan intrauterin atau jika perawatan medis gagal setelah
3-6 bulan. Pada pasien dengan faktor risiko kanker endometrium harus kombinasikan
dengan biopsi terarah.
Biopsi, dengan mengambil sampel jaringan dari rahim untuk diperiksa dengan
mikroskop.
USG rahim, yaitu pemindaian untuk memeriksa jika terdapat miom, polip, atau
kelainan lain secara visual.
Sonohysterography (SIS), untuk mendeteksi gangguan pada lapisan dinding
rahim dengan menggunakan zat warna (kontras) yang disuntikkan ke dalam
rahim.
Obat-obatan
Operasi
Prosedur operasi biasanya akan direkomendasikan oleh dokter apabila
menorrhagia sudah tidak bisa lagi ditangani dengan obat-obatan dan untuk
menangani penyebab yang mendasari menorrhagia
h) Prognosis
Prognosis perdarahan uterus abnormal dapat baik dengan terapi yang tepat guna
dan tepat waktu. Perdarahan uterus yang sering terjadi dapat menyebabkan
anemia defisiensi besi. Perdarahan yang masif juga dapat mengakibatkan
terjadinya syok hemoragik
Hasil pengobatan tergantung pada proses perjalanan penyakit (patofisiologi).
Penegakan diagnosa yang tepat dan regulasi hormonal secara dini dapat
memberikan angka kesembuhan hingga 90 %. Pada wanita muda, yang
sebagian besar terjadi dalam siklus anovulasi, dapat diobati dengan hasil baik.
Referensi
John J. E. Wantania.2016. Perdarahan uterus abnormal - menoragia pada masa
remaja. Bagian SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas KedokteranUniversitas
Sam Ratulangi.
S. Gokyildiz, E.Aslan, N.K. Beji, M. Mecdi. The Effect of Mennorhagia on
Womens’s Quality of Life. ISRN Obstetric and Gynecology, 2013.
Shaw, J.A. Menorrhagia 2017. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/255540
Pubmed Health. Heavy Period: Overview. 2013. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhe
II. PUA
a) DEFINISI
Perdarahan uterus abnormal yang meliputi gangguan perdarahan berasal
dari uterus yang disebabkan oleh gangguan hormonal, kelainan organik
genetalia dan kontak berdarah. (Manuaba, 2010) Perdarahan uterus abnormal
meliputi semua kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun lamanya.
Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan banyak, sedikit, siklus haid yang
memanjang atau tidak beraturan. Terminologi menoragia saat ini diganti
dengan perdarahan haid banyak atau heavy menstrual bleeding (HMB)
sedangkan perdarahan uterus abnormal yang disebabkan faktor koagulopati,
gangguan hemostasis lokal endometrium dan gangguan ovulasi merupakan
kelainan yang sebelumnya termasuk dalam perdarahan uterus disfungsional
(PUD).
b) EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ahmed di Lady Willingdon
Hospital, Lahore, dari Agustus 2010 sampai Juli 2011 didapatkan sebanyak
2.109 perempuan atau sekitar 19,6% dari total 10.712 wanita yang mengunjungi
klinik pasien rawat jalan ginekologi yang didiagnosis menderita perdarahan
uterus abnormal. Kategorisasi PALM-COEIN dilakukan pada 991 (47%) kasus
yang menunjukkan 30 (3%) menderita polip, 15 (15%) adenomiosis, 250 (25%)
Leiomioma, 66 (6,6%) keganasan dan hiperplasia, 3 (0.3%) koagulopati , 236
(24%) disfungsi ovulasi, 48 (5%) endometritis, dan 53 (6%) iatrogenik. Sisanya
155 (15%) kasus yang tak terkategorikan.
c) KLASIFIKASI
A. Klasifikasi
Adenomiosis (PUA-A)
Adenomiosis didefenisikan sebagai invasi jinak endometrium dan stroma di
dalam lapisan miometrium, tepatnya pada endomyometrial junction,
menghasilkan pembesaran uterus yang pada pemeriksaan mikroskopik
menunjukkan tanda non-neoplasmik. Diperkirakan prevalensi Adenomiosis
cukup besar, yakni 5-70%. 70-80% wanita yang menjalani histerektomi untuk
mengatasi adenomiosisnya berusia 40 sampai 50 tahun dan multipara.
Kehamilan dapat meningkatkan terjadinya adenomiosis oleh adanya fokus
adenomiotik yang masuk ke miometrium karena sifat invasif dari tropoblas
pada serat-serat miometrium. Selain itu, pemakaian obat tamoxifen dapat
menjadi faktor terjadinya adenomiosis.
Gejala klinis pasien umumnya adalah menorrhagia, nyeri pinggul
kronik, dan dismenorrhea. Gejala ini hampir serupa dengan leiomioma dan
gangguan struktural uterus lainnya. Pemakaian obat-obatan seperti NSAID atau
terapi hormonal sering digunakan untuk mengatasi gejala adenomiosis dan
untuk menginduksi regresi adenomiosis.
Leiomyoma (PUA-L)
Leiomioma (atau sering disebut dengan mioma uteri/fibroid uteri) didefinisikan
sebagai neoplasma otot polos yang secara khas berasal dari miometrium. Pada
kebanyakan wanita, leiomyoma muncul secara tidak signifikan. Prevalensi
kejadian leiomioma diperkirakan 77% diantara wanita usia reproduktif di
Amerika Serikat.
Gejala pada leimyoma :
- Perdarahan uterus abnormal berupa pemanjangan periode, ditandai oleh
perdarahan menstruasi yang banyak dan/atau menggumpal, dalam dan di luar
siklus.
- Pembesaran rahim (bisa simetris ataupun berbenjol-benjol).
- Seringkali membesar saat kehamilan.
- Penekanan terhadap organ sekitar uterus, atau benjolan pada dinding
abdomen.
- Nyeri dan/atau tekanan di dalam atau sekitar daerah panggul.
- Peningkatan frekuensi berkemih atau inkontinensia.
Pada kebanyakan wanita, mioma uteri bersifat asimtomatis dan
didiagnosis secara tidak sengaja pada saat pemeriksaaan klinis rutin.
Leiomioma
uteri diketahui menyebabkan perdarahan uterus abnormal (perdarahan uterus
yang berat, tidak teratur, dan berkepanjangan), nyeri pinggul, dan infertilitas
sebagai gejala utama. Leiomioma umumnya dibagi menjadi 3 sub kelompok
berdasarkan lokasinya: subserosal (muncul di luar uterus), intramural (di dalam
miometrium, dan submukosa (menonjol kedalam uterus).
Malignansi (PUA-M)
Malignansi dapat muncul pada endometrium. Adenokarsinoma adalah satu
dari keganasan yang paling umum terjadi pada saluran reoroduksi wanita,
sedangkan sarkoma dan karsinosarcoma jarang terjadi. Karsinoma endometrial
adalah keganasan paling umum ditemukan oleh ahli ginekologi. Kebanyakan
kanker endometrium didiagnosis pada tingkat awal (75%) dengan survival rate
75%.
Gejala yang paling sering terjadi adalah adanya perdarahan uterus
abnormal dan sekret vagina abnormal. gejala lainnya ialah nyeri pinggul, nyeri
abdomen, dan perubahan fungsi sistem berkemih. Paparan estrogen
berkepanjangan dan tidak berhenti dihubungkan sebagai faktor risiko kanker
endometrium. Obesitas pada populasi di Amerika Serikat terbukti memiliki
peran dalam terjadinya malignansi endometrium. Keadaan ini dihubungkan
dengan adanya peningkatan jumlah estrone yang dihasilkan oleh jaringan
adiposit.
Usia juga secara representatif memberikan fisiko terhadap pertumbuhan
kanker endometrium. Banyak wanita didagnosis pada usia pascamenopause,
dan hanya 15% didiagnosis sebelum usia 50 tahun. Wanita usia muda yang
didiagnosis mengalami kanker uterus umumnya memiliki riwayat obesitas dan
nullipara.
Koagulopati (PUA-C)
Terdapat gangguan sistemik hemostatis (koagulopati), yang paling umum
diantaranya adalah von Willebrand Disease walaupun belum jelas seberapa
sering kelainan ini terutama pada bentuk ringan, dapat menebabkan PUA.
Pemberian obat-obatan anikoagulan dapat memberikan efek perdarahan
mesntruasi berat (HMB) secara sekunder. Maka penggolongan pemakaian
walfarin atau heparin tergolong pada PUA-C I.
Gangguan Ovulasi (PUA-O)
Pada wanita normal usia reproduktif yang tidak sedang hamil dan tidak
menggunakan kontrasepsi hormonal sistemik ataupun pengobatan hormonal
lain
yang menekan fungsi ovulasi, siklus menstruasi biasa terjadi dalam 22-35 hari.
Wanita dengan gangguan ovulasi biasanya mengalami perdarahan tidak teratur
dan volume perdarahan yang bervariasi. Keadaan ini sering muncul pada wanita
dengan gangguan ovulasi, terutama pada wanita usia reproduktif akhir dengan
kejadian LOOP (luteal out-of-phase). Hal ini ditandai dengan perkembangan
folikel penghasil estradiol yang luar biasa ketika orang tersebut masih berada
pada fase lutealnya.
Gangguan ovulasi sebelumnya di beberapa literatur masih disebut
dengan
Perdarahan Uterus Disfungsional (PUD). Kriteria ini digolongkan karena tidak
adanya gangguan struktur pada pasien tersebut. Dalam kebanyakan kasus,
penegakan diagnosis dapat didukung dengan pemeriksaan struktur uterus untuk
memastikan tidak adanya gangguan struktural pada uterus pasien, seperti polip
endometrium, mengingat polip endometrium dapat bersifat asimptomatis.
Iatrogenik (PUA-I)
Ada beberapa mekansime intervensi pengobatan yang dapat menimbulkan
PUA, yaitu pengobatan yang langsung berdampak pada endometrium, berkerja
pada mekanisme koagulasi darah, atau memengaruhi kontrol sistemik pada
ovulasi. Perdarahan endometrium tidak terjadwal yang terjadi selama
penggunaan terapi steroid gonad biasa disebut dengan breaktrough bleeding
(BTB) dan merupakan komponen terbanyak pada PUA-I. Pemberian
pengobatan steroid gonadal dosis tunggal maupun kombinasi, termasuk
estrogen, prostestin, dan androgen, berefek pada gangguan hormonal melalui
efek pada hipotalamus hipofisis dan dapat langsung berpengaruh pada ovarium,
dan akhirnya dapat mengganggu keadaan endometrium secara langsung. Jenis
obat-obatan yang dapat berpengaruh pada perubahan hormon steroid gonad
adalah GnRH antagonis, aromatase inhibitor, Selective Estrogen Reseptor
Modulators (SERMs), Progesterone Receptor Modulators (PRMs).
Beberapa hal di bawah merupakan faktor risiko penyebab terjadinya perdarahan uterus
abnormal, yaitu:
o Pemakaian pil KB, pil KB memiliki kandungan hormon seksual wanita, estrogen
dan/atau progesteron. Ketidakseimbangan hormon disebabkan oleh pemakaian pil KB
yang tidak disertai konsultasi yang lebih dalam terlebih dahulu dengan petugas
kesehatan.
o Peningkatan atau penurunan berat badan yang cepat, lemak dalam tubuh merupakan
salah satu pembentuk hormon seksual wanita. Sehingga, kehilangan lemak dalam
waktu cepat dapat mengakibatkan perubahan jumlah hormon yang mendadak.
o Stres, stres fisik maupun emosional dapat menyebabkan perubahan hormon dalam
tubuh.
o Penggunaan AKDR, Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) merupakan salah satu
metode KB yang memiliki efektivitas tinggi, namun penggunaannya harus hati-hati
karena AKDR dapat menyebabkan infeksi panggul jika tidak dilakukan dengan baik
dan benar.
f) GEJALA KLIINIS
Beberapa manifestasi klinis berikut dapat terjadi pada berbagai perdarahan
uterus abnormal.
1. Perdarahan uterus abnormal akut
Menorrhagia didefenisikan sebagai pemanjangan atau peningkatan keparahan
siklus menstruasi. Secara objektif, menstruasi terjadi selama lebih dari 7 hari
dan perkiraan perdarahan terjadi lebih dari 80 cc. Metrorrhagia adalah
terjadinya perdarahan intermenstrual. Kebanyakan wanita mengalami
keduanya, yang disebut menometorrhagia.
Sangat banyak penyebab yang dapat membuat terjadinya menometrorrhagia,
sehingga bentuk perdarahan pada pasien kurang dapat menjelaskan penyakit
yang mendasari terjadinya perdarahan uterus. Namun menometrorrhagia dapat
menunjukkan perbaikan penyakit setelah pemberian pengobatan.
2. Nyeri pinggul
Karena adanya peran prostaglandin pada menorrhagia dan dismenorrhea, gejala
kram pada pinggul sangat mungkin terjadi selama perdarahan uterus abnormal.
Namun, gejala dismenorrhea dapat pula pada saat bersamaan terjadi pada kasus
leiomioma, polip, adenomiosis, infeksi, dan kelainan kehamilan5
g) LANGKAH DIAGNOSIS
Berdasarkan Himpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (2007) penegakan
diagnosis didapat dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
a. Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk menilai kemungkinan adanya kelainan uterus,
faktor risiko kelainan tiroid, penambahan dan penurunan berat badan yang
drastis, serta riwayat kelainan hemostasis pada pasien dan keluarganya. Perlu
ditanyakan siklus haid sebelumnya serta waktu mulai terjadinya perdarahan
uterus abnormal. Pada perempuan pengguna pil kontrasepsi perlu ditanyakan
tingkat kepatuhan dan obat-obat lain yang diperkirakan menggangu koagulasi.
b. Pemeriksaan umum
Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas keadaan
hemodinamik. Pastikan bahwa perdarahan berasal dari kanalis servikalis dan
tidak berhubungan dengan kehamilan. Pemeriksaan IMT, tanda-tanda
hiperandrogen, pembesaran kelenjar tiroid atau manifestsi
hipotiroid/hipertiroid, galaktorea, gangguan lapang pandang (adenoma
hipofisis), purpura dan ekimosis wajib diperiksa. Awalnya, lokasi perdarahan
uterus harus dikonfirmasi karena perdarahan juga dapat berasal dari saluran
reproduksi yang letaknya lebih rendah, sistem pencernaan, atau saluran kemih.
Hal ini lebih sulit dilakukan jika tidak ada perdarahan aktif. Dalam situasi ini,
urinalisis atau evaluasi guaiac feses mungkin membantu pemeriksaan fisik.
c. Pemeriksaan ginekologi
Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan. Teliti untuk kemungkinan
adanya mioma uteri, polip, hiperplasia endometrium atau keganasan.
d. Penilaian ovulasi Siklus haid yang berovulasi sekitar 22-35 hari.
Jenis perdarahan PUAO bersifat ireguler dan sering diselingi amenorea.
Konfirmasi ovulasi dapat dilakukan dengan pemeriksaan progesteron serum
atau USG transvaginal bila diperlukan.
e. Penilaian endometrium
Pengambilan sampel endometrium tidak harus dilakukan pada semua pasien
PUA. Pengambilan sample endometrium hanya dilakukan pada :
1) Perempuan umur > 45 tahun
2) Terdapat faktor risiko genetik
3) USG transvaginal menggambarkan penebalan endometrium kompleks yang
merupakan faktor risiko hiperplasia atipik atau kanker endometrium.
4) Terdapat faktor risiko diabetes melitus, hipertensi, obesitas, nulipara
5) Perempuan dengan riwayat keluarga nonpolyposis colorectar cancer
memiliki risiko kanker endometrium sebesar 60% dengan rerata umur saat
diagnosis antara 48-50 tahun. Pengambilan sampel endometrium perlu
dilakukan pada perdarahna uterus abnormal yang menetap (tidak respon
terhadap pengobatan).
Beberapa teknik pengambilan sample endometrium seperti D & K dan biopsi
endometrium dapat dilakukan.
f. Penilaian kavum uteri
Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya polip endometrium atau mioma
uteri submukosum. USG transvaginal merupakan alat penapis yang tepat dan
harus dilakukan pada pemeriksaan awal PUA. Bila dicurigai terdapat polip
endometrium atau mioma uteri submukosum disarankan untuk melakukan SIS
atau histeroskopi. Keuntungan dalam penggunaan histeroskopi adalah
diagnosis dan terapi dapat dilakukan bersamaan.
g. Penilaian myometrium
Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya mioma uteri atau adenomiosis.
Miometrium dinilai menggunakan USG (transvagina, transrektal dan
abdominal), SIS, histeroskopi atau MRI. Pemeriksaan adenomiosis
menggunakan MRI lebih ungguk dibandingkan USG transvaginal.
h. Pemeriksaan Laboratorium
1) Tes β-Human Chorionic Gonadotropin dan Hematologik Keguguran,
kehamilan ektopik dan mola hidatidosa dapat menyebabkan perdarahan yang
mengancam nyawa. Komplikasi dari kehamilan dapat secara cepat dieksklusi
dengan penentuan kadar subunit beta human chorionic gonadotropin (β-hCG)
dari urin atau serum. Sebagai tambahan, pada wanita dengan perdarahan uterus
abnormal, complete blood count dapat mengidentifikasi anemia dan derajat
kehilangan darah. Diperlukan juga skrining untuk gangguan koagulasi jika
sebab yang jelas tidak dapat ditemukan. Yang termasuk adalah complete blood
count dengan platelet count, partial thromboplastin time, dan prothrombin time
dan mungkin juga memeriksa tes spesial untuk penyakit von Willebrand.
2) Pemeriksaan “Wet Prep” dan Kultur Serviks
Pemeriksaan mikroskopik dari sekresi serviks diperlukan jika perdarahan
dicurigai karena servisitis yang akan memperlihatkan gambaran sel darah
merah dan neutrofil. Servisitis sekunder karena herpes simplex virus (HSV)
juga dapat menyebabkan perdarahan dan diindikasikan untuk melakukan kultur
secara langsung. Trikomoniasis juga dapat menyebabkan servisitis dan
ektoserviks yang rapuh.
3) Pemeriksaan Sitologi Kanker serviks dan kanker endometrium dapat
menyebabkan perdarahan yang abnormal dan dapat sering ditemukan dengan
skrining Pap smear.
4) Biopsi Endometrium Pada wanita dengan perdarahan abnormal, evaluasi
histologi endometrium mungkin mengidentifikasikan lesi infeksi atau
neoplastik seperti hiperplasia endometrium atau kanker. Terdapat perdarahan
abnormal pada 80 sampai 90 persen wanita dengan kanker endometrium. i.
Histeroskopi Prosedur ini menggunakan endoskop optik dengan diameter 3
sampai 5 mm ke dalam kavitas endometrium. Kemudian kavitas uterus
diregangkan dengan menggunakan larutan salin. Keuntungan utama
menggunakan histeroskopi adalah untuk mendeteksi lesi intrakavitas seperti
leiomioma dan polip yang mungkin terlewati jika menggunakan sonografi atau
endometrial sampling. Walaupun akurat untuk mendeteksi kanker
endometrium, namun histeroskopi kurang akurat untuk mendeteksi hiperplasia
endometrium.
h) PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Rowe T., Senikas dalam Journal Obstetry & Gynekology Canada
(2013) hitung darah lengkap dianjurkan jika ada riwayat perdarahan.
Kehamilan dieksklusi melalui serum β-hCG. Thyrotropin diukur hanya jika ada
gejalaatau temuan yang sugestif ke penyakit tiroid.Pengujian untuk gangguan
koagulasi harus dipertimbangkan pada wanita yang memiliki riwayat
perdarahan berat yang dimulai dari menarche, riwayat perdarahan postpartum
atau perdarahan saat ekstraksi gigi, bukti masalah perdarahan lainnya, atau
riwayat keluarga cenderung mengarah ke gangguan koagulasi. Tidak ada bukti
bahwa pengukuran gonadotropin serum, estradiol, atau kadar progesteron
membantu dalam pengelolaan AUB.
1. Ultrasound
Transvaginal sonografi memungkinkan evaluasi dari kelainan anatomi uterus
dan endometrium.Selain itu, patologi dari miometrium, serviks, tuba, dan
ovarium juga dapat dievaluasi. Modalitas investigasi ini dapatmembantu dalam
diagnosis polip endometrium, adenomiosis, leiomioma, anomali uterus,
danpenebalan endometrium yang berhubungan dengan hiperplasia dan
keganasan.
2. Saline Infusion Sonohysterography
4. Histeroskopi Evaluasi
histeroskopi untuk perdarahan uterus abnormal adalah pilihan yang
menyediakan visualisasi langsung dari patologi kavitas dan memfasilitasi
biopsi langsung. Histeroskopi dapat dilakukan dalam suasana praktek swasta
dengan atau tanpa anestesi ringan atau di ruang operasidengan anestesi regional
atau umum. Risiko dari histeroskopi termasuk perforasi rahim, infeksi, luka
serviks, dan kelebihan cairan.
5. Biopsi Endometrium
Biopsi endometrium biasanya dapat dilakukan dengan mudah pada wanita
premenopause dengan persalinan pervaginam sebelumnya. Biopsi lebih sulit dilakukan
pada wanita dengan riwayat persalinan sesar sebelumnya, wanita yang nulipara, atau
yang telah memiliki operasi serviks sebelumnya. Biopsi endometrium dapat
mendeteksi lebih dari 90% dari kanker. Patologi dari endometrium dapat mendiagnosa
kanker endometrium atau menentukan kemungkinan kanker.
i) PENATALAKSANAAN
1. Tatalaksana pengobatan
Ketika keganansan dan keadaan patologis yang parah telah dieliminasi
dari kemungkinan diagnosis, maka penatalaksanaan obat-obatan adalah pilihan
utama untuk PUA. Secara umum, HMB dapat ditatalaksana secara baik dengan
terapi hormonal maupun obat nonhormonal.
Terapi nonhormonal seperti obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) dan
antifibrinolitik biasa diberikan selama menstruasi untuk mengurangi volume
darah yang keluar dan efektif mengatur waktu perdarahan pada HMB.
Penatalaksanaan hormonal lebih efektif pada HMB yang tidak teratur
dan berkepanjangan. Siklik progestin (oral atau injeksi), terapi hormon
kombinasi, levonorgesrerl-releasing intrauterine, gonadotropin releasing
hormone agonist, merupakan pilihan pengobatan hormonal yang biasa
diberikan. Penatalaksanaan
hormonal ini juga berguna padan beberapa kejadian untuk menurunkan
perdarahan akibat fibroid atau adenomiosis.
Asam traneksamat, obat yang berfungsi untuk membantu pembekuan
darah, sehingga perdarahan dapat dihentikan
2.Tatalaksana operasi
Pembedahan pada pasien PUA membutuhkan evaluasi penyebab
patologis struktural yang mendalam. Pilihan tatalaksana operasi yang
dilakuakan adalah:
a. Kuretasi uterus
b. Histereskopi polipektomi
c. Ablasi endometrial
d. Miomektomi
e. Histerektomi
d. Telah diketahui ada patologis struktur (seperti fibroid uterus yang besar, hiperplasia
endometrial)
1. Penatalaksanaan Non-Bedah
Setelah keganasan dan patologi panggul yang signifikan telah
dikesampingkan, pengobatan medis harus dipertimbangkan sebagai pilihan
terapi lini pertama untuk perdarahan uterus abnormal. Target pengobatan untuk
kondisi medis yang mendasari yang dapat mempengaruhi siklus menstruasi,
seperti hipotiroidisme, harus dimulai sebelum penambahan obat lainnya.
Wanita yang ditemukan anemia karena perdarahan uterus abnormal harus
segera diberikan suplementasi besi.
Perdarahan menstruasi yang berat dan teratur dapat diatasi dengan pilihan
pengobatan hormonal dan non-hormonal. Perawatan non-hormonal seperti obat
antiinflamasi non-steroid dan antifibrinolitik dikonsumsi selamamenstruasi
untuk mengurangi kehilangan darah, dan pengobatan ini efektif terutama saat
perdarahan menstruasi yang berat ketika waktu perdarahan dapat diprediksi.
Perdarahan yang tidak teratur atau berkepanjangan paling efektif diobati dengan
pilihan terapi hormonal yang mengatur siklus menstruasi, karena mengurangi
kemungkinan perdarahan menstruasi dan episode perdarahan berat.
Progestin siklik, kontrasepsi hormonal kombinasi, dan levonorgesterel-
releasing intrauterine system adalah contoh pilihan yang efektif dalam
kelompok ini. Terapi medis juga berguna pada beberapa kasus untuk
mengurangi kerugian menstruasi yang berhubungan dengan fibroid atau
adenomiosis.
2. Penatalaksanaan Bedah Peran pembedahan dalam penatalaksanaan
perdarahan uterus abnormal membutuhkan evaluasi yang teliti dari patologi
yang mendasari serta faktor pasien. Indikasi pembedahan pada wanita dengan
perdarahan uterus abnormal adalah:a. Gagal merespon tatalaksana non-bedah
b. Ketidakmampuan untuk menggunakan terapi non-bedah (efek samping,
kontraindikasi) c. Anemia yang signifikan d. Dampak pada kualitas hidup e.
Patologi uterus lainnya (fibroid uterus yang besar, hiperplasia endometrium)
Pilihan tatalaksana bedah untuk perdarahan uterus abnormal tergantung pada
beberapa faktor termasuk ekspektasi pasien dan patologi uterus. Pilihan
bedahnya adalah :
a. Dilatasi dan kuretase uterus
b. Hysteroscopic Polypectomy
c. Ablasi endometrium
d. Miomektomi
e. Histerektom
Referensi :
- Davis E, Sparzak PB. Abnormal Uterine Bleeding. [Updated 2021 Feb 10].
In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532913/
- John J. E. Wantania.2016. Perdarahan uterus abnormal - menoragia pada masa
remaja. Bagian SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas KedokteranUniversitas
Sam Ratulangi.
- Affandi, biran. 2017. Konsensus tatalaksana perdarahan uterus abnormal
karena efek samping kontrasepsi. Jakarta : himpunan reproduksi endokrin dan
fertilisasi indonesia.
III. CA CERVIKS
a) Definisi
Kanker serviks adalah tumbuhnya sel-sel abnormal pada jaringan leher rahim
(serviks). Kanker serviks merupakan kanker primer yang berasal dari serviks
(kanalis servikalis dan atau porsio). Serviks adalah bagian ujung depan rahim yang
menjulur ke vagina.
b) Epidemiologi
c) Etiologi
Perjalanan penyakit karsinoma serviks merupakan salah satu model
karsinogenesis yang melalui tahapan atau multistep, dimulai dari karsinogenesis
awal sampai terjadinya perubahan morfologi hingga menjadi kanker invasif. Studi-
studi epidemiologi menunjukkan lebih dari 90% kanker serviks dihubungkan
dengan jenis human papiloma virus (HPV). Beberapa bukti menunjukkan kanker
dengan HPV negatif ditemukan pada wanita yang lebih tua dan dikaitkan dengan
prognosis yang buruk. HPV merupakan faktor inisiator kanker serviks. Onkoprotein
E6 dan E7 yang berasal dari HPV merupakan penyebab terjadinya degenerasi
keganasan. Onkoprotein E6 akan mengikat p53 sehingga TSG (Tumor Supressor
Gene) p53 akan kehilangan fungsinya. Sedangkan onkoprotein E7 akan mengikat
TSG Rb, ikatan ini menyebabkan terlepasnya E2F yang merupakan faktor
transkripsi sehingga siklus sel berjalan tanpa kontrol.
d) Manifestasi Klinis
Kanker serviks sering tidak menimbulkan tanda dan gejala. Gejala akan muncul
jika sudah memasuki stadium kanker serviks. Gejala-gejala yang ditimbulkan penyakit
kanker serviks menurut “Kanker Serviks”, Antara Lain:
a. Gejala awal
1) Pendarahan vagina yang abnormal, berupa pendarahan setelah berhubungan
seksual, pendarahan diluar siklus menstruasi atau pendarahan pasca menopause.
2) Menstruasi banyak dan berlangsung lebih dari 7 hari
3) Keputihan banyak yang berlebihan dan berbau tidak sedap.
4) Nyeri saat berhubungan seksual
f) Diagnosis
Anamnesis
Wanita yang menderita kanker serviks stadium awal atau lesi pra kanker
umumnya tidak mengalami keluhan yang spesifik. Gejala kanker serviks biasanya
dirasakan bila kanker sudah berkembang dan menyerang organ di sekitarnya seperti
rektum, kandung kemih dan organ di luar panggul atau pelvis. Anamnesis dapat
dilakukan untuk menggali keluhan utama, keluhan tambahan, riwayat siklus haid dan
faktor risiko lain termasuk riwayat seksual. Anamnesis yang bisa ditanyakan saat
pasien melakukan pemeriksaan pertama kali diantaranya:
Pemeriksaan Fisik
Pada wanita yang menderita kanker serviks stadium awal atau lesi pra kanker
umumnya pemeriksaan fisiknya relatif normal. Pada penderita kanker serviks
stadium lanjut dapat ditemukan abnormalitas pada pemeriksaan fisik baik
pemeriksaan secara sistemik maupun lokalis.
Tanda-tanda vital seperti tekanan darah saat duduk atau berbaring, suhu tubuh,
denyut nadi dan frekuensi napas. Pemeriksaan kepala leher dilakukan untuk mencari
apakah ada tanda-tanda anemia seperti konjungtiva sklera yang pucat. Pemeriksaan
thoraks dilakukan untuk mencari komplikasi pada jantung dan paru-paru seperti
sesak napas, suara tambahan napas seperti rhonki, tanda efusi pleura seperti
penurunan suara napas dan perkusi redup dan tanda kardiomegali serta suara jantung
tambahan. Pemeriksaan abdomen dilakukan untuk mencari komplikasi pada daerah
perut seperti hepatomegali dan asites. Pemeriksaan ekstremitas untuk mencari
komplikasi seperti anemia yang ditandai dengan pucat pada telapak tangan dan kaki,
pembesaran kelenjar getah bening pada selangkangan, serta edema pada kaki yang
disebabkan oleh obstruksi sistem limfatik atau pembuluh darah oleh tumor.
Pemeriksaan lokalis pada serviks dapat dilakukan dengan inspeksi menggunakan
inspekulo atau spekulum cocor bebek. Pada kanker stadium awal umumnya kondisi
serviks masih terlihat normal. Pada kanker stadium lanjut dapat ditemukan
abnormalitas pada serviks seperti erosi luas, ulkus dan massa. Pemeriksaan palpasi
bimanual pelvis dapat dilakukan untuk mengetahui apakah ada metastasis di rongga
panggul.
Pemeriksaan Penunjang
- Kolposkopi
Kolposkopi merupakan tindakan pemeriksaan inspeksi serviks dengan
menggunakan alat kolposkop. Pasien diposisikan berbaring di meja pemeriksaan
dengan posisi litotomi. Kolposkop merupakan alat pemeriksaan yang berada di luar
tubuh dan memiliki lensa pembesar sehingga dokter dapat melakukan inspeksi yang
lebih akurat bila dibandingkan dengan penggunaan spekulum cocor bebek biasa. Bila
ada bagian yang abnormal, dokter dapat melanjutkan pemeriksaan dengan
melakukan tindakan biopsi.
- Biopsi Serviks
Biopsi serviks merupakan tindakan pengambilan sampel jaringan untuk
dilakukan pemeriksaan histopatologi di bawah mikroskop. Biopsi dapat dilakukan
pada pasien poliklinis. Biopsi dapat menyebabkan rasa nyeri, tidak nyaman, kram
dan perdarahan. Biopsi dapat digunakan sebagai alat diagnostik sekaligus alat terapi
definitif bila lesi abnormalnya kecil.
g) Tatalaksana
Pada tingkat pelayanan primer dengan sarana dan prasarana terbatas dapat
dilakukan program skrining atau deteksi dini dengan tes IVA. Skrining dengan tes
IVA dapat dilakukan dengan cara single visit approach atau see and treat program,
yaitu bila didapatkan temuan IVA positif maka selanjutnya dapat dilakukan
pengobatan sederhana dengan krioterapi oleh dokter umum atau bidan yang sudah
terlatih. Pada skrining dengan tes Pap smear, temuan hasil abnormal
direkomendasikan untuk konfirmasi diagnostik dengan pemeriksaan kolposkopi.
Bila diperlukan maka dilanjutkan dengan tindakan Loop Excision Electrocauter
Procedure (LEEP) atau Large Loop Excision of the Transformation Zone (LLETZ)
untuk kepentingan diagnostik maupun sekaligus terapeutik. Bila hasil elektrokauter
tidak mencapai bebas batas sayatan, maka bisa dilanjutkan dengan tindakan konisasi
atau histerektomi total.
DUKUNGAN NUTRISI
Pasien kanker serviks berisiko mengalami malnutrisi dan kaheksia kanker,
sehingga perlu mendapat terapi nutrisi adekuat, dimulai dari skrining gizi, dan
apabila hasil skrining abnormal (berisiko malnutrisi), dilanjutkan dengan diagnosis
serta tatalaksana nutrisi umum dan khusus. Tatalaksana nutrisi umum mencakup
kebutuhan nutrisi umum (termasuk penentuan jalur pemberian nutrisi),
farmakoterapi, aktivitas fisik, dan terapi nutrisi operatif (lihat lampiran). Pasien
kanker serviks dapat mengalami gangguan saluran cerna, berupa diare, konstipasi,
atau mual-muntah akibat tindakan pembedahan serta kemo- dan atau radio-terapi.
Pada kondisi-kondisi tersebut, dokter SpGK perlu memberikan terapi nutrisi khusus,
meliputi edukasi dan terapi gizi serta medikamentosa, sesuai dengan masalah dan
kondisi gizi pada pasien.
Penyintas kanker sebaiknya memiliki BB ideal dan menerapkan pola makan
yang sehat, tinggi buah, sayur dan biji-bijian, serta rendah lemak, daging merah, dan
alkohol dan direkomendasikan untuk terus melakukan aktivitas fisik sesuai
kemampuan secara teratur dan menghindari gaya hidup sedenter (Rekomendasi
tingkat A).
REHABILITASI MEDIK
Rehabilitasi medik bertujuan untuk mengoptimalkan pengembalian
kemampuan fungsi dan aktivitas kehidupan sehari-hari serta meningkatkan kualitas
hidup pasien dengan cara aman & efektif, sesuai kemampuan fungsional yang ada.
h) Prognosis
Prognosis untuk kanker sering dilaporkan dalam bentuk 5-year survival rate.
Untuk kanker serviks, 5-year survival rate berdasarkan stadium adalah
Stadium I : 80-93%
Stadium II : 58-63%
Stadium III : 32-35%
Stadium IV : 15-16%
Kanker serviks dapat dicegah dengan pemberian vaksin dan teknik skrining
yang mendeteksi lesi pra-kanker pada serviks. Insidens kanker serviks di negara
maju menurun secara bermakna setelah dikenalkannya Pap smear untuk mendeteksi
perubahan pra-kanker yang dapat diterapi sebelum berlanjut menjadi kanker
Referensi:
5. American Cancer Society. Signs and Symptoms of cervical cancer. 2017. Diunduh
dari: https://www.cancer.org/cancer/cervical-cancer/detection-diagnosis-
staging/signs-symptoms.html
6. American Cancer Society. Tests for cervical cancer. 2017. Diunduh dari:
https://www.cancer.org/cancer/cervical-cancer/detection-diagnosis-staging/how-
diagnosed.html
Penanganan Pertama
Penanganan pertama ditentukan pada kondisi hemodinamik. Bila
keadaan hemodinamik tidak stabil segera masuk rumah sakit untuk perawatan
perbaikan keadaan umum. Bila keadaan hemodinamik stabil, segera dilakukan
penanganan untuk menghentikan perdarahan.
Perdarahan Ireguler
-Progestin
Bila terdapat kontraindikasi pemakaian pil kontrasepsi kombinasi, dapat diberi
pro- gestin misalnya: MPA 10 mg 1 x 1 tablet per hari. Pengobatan dilakukan
selama 14 hari dan dihentikan selama 14 hari. Pengobatan progestin diulang
selama 3 bulan.
Menoragia
Antifibrinolisis
Referensi :
Pada beberapa pasien, dapat diajarkan mengenai menstrual diary, yang akan
berguna bagi pasien dan dokter dalam melakukan tatalaksana. Menstural diary
seharusnya berisikan tanggal mulainya menstruasi, tanggal selesai menstruasi,
dan banyaknya darah yang keluar.
Referensi :
Artinya:
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah (darah) haid adalah kotoran,
maka menjauhlah kalian dari istri kalian di tempat keluarnya haid. Dan janganlah
kalian mendekati mereka sampai mereka suci. Jika mereka telah bersuci maka
datangilah (campurilah) mereka sesuai dengan cara yang diperintahkan Allah kepada
kalian. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan orang-orang yang