Anda di halaman 1dari 11

I.

Terminologi

1. Dead on arrival (DOA) : sebuah kondisi yang digunakan untuk menjelaskan


kondisi pasien yang ditemukan telah meninggal secara klinis ketika datangnya tenaga
professional, termasuk responder awal diantaranya polisi, paramedic, dan teknisi
medis kegawatdaruratan
2. Multiple vulnus ekskoriatum :
3. SKK : Keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter untuk menyatakan
kematian dan juga menyatakan penyebab kematian seseorang. Surat kematian
berfungsi sebagai bukti kematian legal yang diakui oleh hukum. Surat ini dapat
digunakan untuk kepentingan izin penguburan, pembuatan akta kematian, dan
pembuatan surat-surat lain.
4. SPV : Surat Permintaan visum,yaitu surat yang dikeluarkan oleh kepolisian
kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya untuk membuat
visum et repertum. Dimana permintaan keterangan ahli yang dimaksud adalah
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk
pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat
5. Ekshumasi : penggalian mayat atau pembongkaran kubur yang dilakukan demi
keadilan oleh yang berwenang dan berkepentingan dan selanjutnya mayat tersebut
diperiksa secara ilmu kedokteran forensik.
6. Otopsi : bedah mayat berarti suatu penyelidikan atau pemeriksaan tubuh
mayat, termasuk alat-alat atau organ tubuh dan susunanya pada bagian dalam setelah
dilakukan pembedahan dengan tujuan menentukan sebab kematian seseorang, baik
untuk kepentingan ilmu kedokteran maupun menjawab misteri suatu tindak kriminal.
7. Visum et Repertum : Keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter berisi fakta dan
pendapat berdasarkan keahlian/keilmuan,tentang hasil pemeriksaan medis terhadap
manusia atau bagian dan tubuh manusia,baik hidup mati,yang dibuat atas permintaan
tertulis(resmi) dari penyidik yang berwenang(hakim) yang dibuat atas sumpah untuk
kepentingan peradilan

II. Identifikasi Masalah

1. Mengapa dokter menyatakan pasien dead on arrival?


2. Apa tanda-tanda seseorang bisa dipastikan telah meninggal?
3. Apa kemungkinan penyebab ditemukan multiple vulnus ekskoriatum pada regio
antebrachii sinistra dan hematoma di regio occipital?
4. Mengapa dokter meminta melaporkan kasus tersebut kepada pihak kepolisian?
5. Mengapa dokter menolak memberikan surat keterangan kematian pada jenazah
tersebut sebelum kasusnya dilaporkan ke polisi?
6. Siapa yang berhak untuk mengeluarkan SPV?
7. Bagaimana prosedur ekshumasi?
8. Apa saja pemeriksaan yang dilakukan pada saat otopsi?
9. Apa syarat seorang dokter boleh melakukan otopsi?
10. Apa saja isi dari visum et repertum?
11. Apa saja jenis dari visum ?
12. Apa saja jenis luka dan Bagaimana cara menentukan derajat luka?

III. Brainstorming

1. Mengapa dokter menyatakan pasien dead on arrival?


Kematian pasien terjadi tidak hanya ketika pasien berada pada pelayanan
kesehatan, tetapi dapat terjadi ketika pasien berada dalam perjalanan menuju
pelayanan kesehatan terdekat. Kematian pasien dalam perjalanan disebut dengan
istilah Death On Arrival (DOA). Istilah ini sering digunakan pada penemuan pasien
yang ditemukan telah meninggal secara klinis tepat ketika dilakukan pemeriksaan
awal (Primary Survey) oleh tenaga medis di Unit Gawat Darurat.
Sebuah kematian mendadak dapat mungkin dilaporkan kepada dokter umum dan
hal pertama yang paling penting untuk memastikan dan menentukan apakah kematian
termasuk wajar atau tidak wajar. Ketika mendapatkan pasien dengan kematian
mendadak, hal pertama yang dilakukan adalah mencari tau mengenai identitas korban,
identifikasi mengenai riwayat penyakit terdahulu, bukti-bukti penyakit jantung atau
penyakit serius lalu menanyakan kronologis meninggalnya pasien. Kemudian dokter
umum memeriksa tanda-tanda pasti kematian, seperti lebam mayat, kaku mayat, dan
penurunan suhu tubuh. Namun, perlu dipertimbangkan mengenai kemungkinan
kematian tidak wajar. Sehingga tubuh pasien dijauhkan dari manipulasi berlebihan
karena bila pasien telah dicurigai sebagai korban kematian yang tidak wajar, tempat
ditemukannya korban dapat menjadi tempat kejadian perkara. Selain itu, perlu
diperhatikan barang-barang yang dibawa atau berada pasien, seperti botol obat
kosong, surat yang ditulis oleh korban sebelum kematian, dan sejenisnya. Dokter
umum harus dapat menentukan waktu kematian pasti. Waktu kematian dapat
diperkirakan berdasarkan kaku mayat, lebam mayat, dan penurunan suhu tubuh. Bila
didapatkan kecurigaan kematian yang tidak wajar, dokter wajib menginformasikan
kepada keluarga dan pihak yang berwajib.
sebagai dokter di layanan primer hal yang harus dilakukan untuk menangani
kasus DOA ini:

1. Pastikan tanda tanda kematian.


2. Anamnesis keluarga pasien mengenai kronologis kejadian dan penyakit yang
pernah diderita oleh pasien sebelumnya
3. Lakukan pemeriksaan terhadap jenazah yang sudah meninggal, perhatikan ada atau
tidak nya tanda tanda kekerasan ( luka luka atau racun)
4. Jika ditemukan tanda tanda kekerasan maka meninggalnya disebut dengan tidak
wajar
5. Anjurkan keluarga korban untuk melaporkan ke polisi mengenai hal ini
6. Jenazah tidak boleh dipulangkan terlebih dahulu karena kematiaanya bersifat tidak
wajar dan harus dilakukan pemeriksaan luar terlebih dahulu dengan seizin keluarga,
7. Setelah dilakukan pemeriksaan luar maka jenazah boleh dipulangkan dan
diterbitkan surat keterangan kematiaannya.
8. Hasil pemeriksaan hanya ditulis sebagai surat keterangan medis tidak dalam bentuk
visum et repertum, bila setelah itu surat permintaan visum datang dari kepolisian
maka baru dibuatkan Visum et repertumnya dan visum tidak boleh diberikan ke
keluarga pasien tetapi harus kepada penyidik.
Kejadian DOA pada umumnya terjadi akibat beberapa faktor, diantaranya
adalah:
1.Faktor transportasi
Kebanyakan transportasi yang digunakan dalam mengangkut pasien tidak sesuai
dengan standar transportasi kegawatdaruratan ideal, seperti tidak digunakannya
ambulans atau ambulans gawat darurat yang tidak dilengkapi peralatan yang
memadai. Ambulans gawat darurat dirancang agar mampu menangani pasien-pasien
dengan kasus gawat darurat, sehingga dapat memberikan pertolongan pertama pada
setiap kasusnya dan melakukan perawatan yang cukup intensif selama dalam
perjalanan.8
Selain ambulans gawat darurat, adanya peralatan kesehatan yang lengkap serta
petugas kesehatan yang profesional dan berkompeten di bidang pelayanan gawat
darurat pada ambulans merupakan faktor penting transportasi dalam penanganan
gawat darurat di Indonesia. Dengan demikian pertolongan darurat mampu dilakukan
cepat, tapt, dan efisien serta terhindar dari keterlambatan yang bisa berhujung pada
kematian pasien.
2.Tenaga medis pertolongan pertama
Tenaga medis yang melakukan pertolongan pertama pada pasien di lapangan
haruslah tenaga medis yang berkompeten yang memiliki kemampuan dan sertifikasi
di bidang kegawatdaruratan. Sertifikasi atau pelatihan kegawatdaruratan perlu
dilaksanakan secara berkala untuk terus memperbaharui pengetahuan tenaga
kesehatan dalam menangani pertolongan pertama pada pasien gawat darurat.
Hambatan ditemukan juga pada upaya transportasi pasien ke rumah sakit rujukan
yang sering kali hanya didampingi oleh paramedis ataupun petugas yang kurang
terlatih di puskesmas, sehingga saat dibutuhkan tindakan darurat dalam perjalanan,
upaya yang diberikan kurang maksimal.
Proses pengantaran dan tindakan teknis secara langsung dalam melakukan
transportasi juga patut diperhatikan dalam kasus kegawatdaruratan. Pertolongan
terbaik pada pasien gawat darurat tersebut harusnya dilakukan oleh dokter atau
paramedis yang berpengalamandan memiliki kompetensi penanganan kasus
kegawatdaruratan.

2. Apa tanda-tanda seseorang bisa dipastikan telah meninggal?


Tanda-tanda kematian dari seseorang itu bisa ditentukan dari pemeriksaan luar
dan dalam.
Pemeriksaan Luar
1. Pakaian
Pakaian mayat dicatat dengan teliti meliputi bahan, warna dasar, warna, corak
atau motif, bentuk atau model, ukuran, dan merek. Indentifikasi bila ada pengotoran
atau robekan dan bila ditemukan saku maka harus diperiksa isinya.3
2.Tanda-tanda Kematian
a. lebam mayat: lebam mayat dapat digunakan sebagai tanda pasti kematian yaitu
memperkirakan sebab kematian, misalnya lebam warna merah terang pada keracunan
CO atau sianida, warna kecoklatan pada keracunan aniline, nitrit, nitrat, sulvonal;
mengetahui perubahan posisi mayat yang dilakukan setelah terjadinya lebam mayat
yang menetap; dan memperkiraan saat kematian.
b. kaku mayat: dapat dipergunakan untuk menunjukkan tanda kematian dan
memperkirakan saat kematian. Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian
dan mulai tampak kira-kira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh
(otot-otot kecil) ke arah dalam.
c. penurunan suhu tubuh: kecepatan penurunan suhu tubuh dipengaruhi oleh suhu
keliling, aliran dan kelembaban udara, bentuk tubuh, posisi tubuh dan pakaian. Selain
itu suhu saat mati perlu diketahui untuk perhitungan perkiraan saat kematian.
Pemeriksaan dalam :
=> pemeriksaan organ dalam, pemeriksaan lidah,tonsil,paru dll.

3. Apa kemungkinan penyebab ditemukan multiple vulnus ekskoriatum pada


regio antebrachii sinistra dan hematoma di regio occipital?

4. Mengapa dokter meminta melaporkan kasus tersebut kepada pihak


kepolisian?
=> Karna dokter menduga ini menduga ini adalah kasus kematian tidak wajar
5. Mengapa dokter menolak memberikan surat keterangan kematian pada
jenazah tersebut sebelum kasusnya dilaporkan ke polisi?
Dokter sebagai seseorang yang ahli mempunyai kewenangan untuk memberikan
surat keterangan kematian harus bersikap sangat hati-hati dalam mengeluarkan dan
menandatangani surat kematian pada kasus kematian mendadak (sudden death)
karena dikhawatirkan kematian tersebut setelah diselidiki oleh pihak penyidik
merupakan kematian yang terjadi akibat suatu tindak pidana. Kesalahan prosedur atau
kecerobohan yang dokter lakukan dapat mengakibatkan dokter yang membuat dan
menandatangani surat kematian tersebut dapat terkena sangsi hukuman pidana.Maka
dari itu ada beberapa prinsip yang harus diketahui oleh dokter berhubungan dengan
kematian mendadak akibat penyakit yaitu:
a. Apakah pada pemeriksaan luar jenazah terdapat adanya tanda-tanda kekerasan yang
signifikan dan dapat diprediksi dapat menyebabkan kematian?
b. Apakah pada pemeriksaan luar terdapat adanya tanda-tanda yang mengarah pada
keracunan?
c. Apakah almarhum merupakan pasien yang rutin datang berobat ke tempat praktek
atau poliklinik di rumah sakit?
d. Apakah almarhum mempunyai penyakit kronis tetapi bukan merupakan penyakit
tersering penyebab natural sudden death?
Pada tahap medikolegal, setelah dipastikan penyebab kematian, pada kematian
wajar dokter akan menerbitkan surat kematian dan pada kematian tidak wajar dokter
melaporkan kepada polisi, polisi akan membuat Surat Pembuatan Visum (SPV) dan
sebagai dokter berkewajiban membuat VeR
6. Siapa yang berhak untuk mengeluarkan SPV ?
Yang berwenang meminta visum forensik ialah:
1. Penyidik (KUHAP 133, 134, 135).
2. Hakim Pidana ( KUHAP 180).
Yang dimaksud dengan penyidik (KUHAP pasal 1, KUHAP pasal 6) : untuk
kejahatan kriminil ialah pejabat polisi negara Republik Indonesia dengan pangkat
paling rendah Pelda (Aipda). Di daerah terpencil penyidik pembantu diberi wewenang
sebagai penyidik pangkat paling rendah adalah Serda (Bripda) (KUHAP Pasal 11)
=> Yang Berwenang memintaV et R :
- Penyidik dan Penyidik Pembantu POLRI (dan Polisi Militer)
=>SPV Ekshumasi
Permintaan penyidik untuk melakukan pemeriksaan mayat dari penggalian
kuburan ini diatur dalam pasal 135 disini terkait pula pasal 133, 134 dan 136 KUHAP.
Penyidik berhak pula untuk memerintahkan dilakukan penggalian mayat, dan bagi
yang menghalang-halangi atau menolak membantu pihak peradilan dapat dikenakan
sanksi hukum seperti yang tercantum dalam pasal 222 KUHP.

7. Bagaimana prosedur ekshumasi?


Ekshumasi adalah suatu tindakan medis yang dilakukan atas dasar undang-
undang dalam rangka pembuktian suatu tindakan pidana dengan menggali kembali
jenazah yang sudah dikuburkan dan berdasarkan izin dari keluarga korban.
Dasar pertimbangan pelaksanaan penggalian mayat sebenarnya hanya kepada
persoalan hukum. Dimana pihak keluarga korban ataupun pihak penyidik merasa
adanya kecurigaan atas kematian korban. Namun pada kasus-kasus tertentu juga
untuk identifikasi lanjutan karena keluarga korban terlambat memperoleh informasi,
ataupun pada kasus-kasus dimana kuburan dibongkar kembali karena si pelaku/
tersangka didapat/ tertangkap dan kemudian menunjukan lokasi korban pembunuhan
dikubur.
=> Ekshumasi harus dilakukan sesuai hukum dan mentaati prosedur pemeriksaan dan
dilakukan secara ilmiah oleh pakar dari institusi yang netral dan imparsial. Semakin
dini ekshumasi dilakukan semakin baik. Selain itu pengamanan barang bukti harus
dilakukan semaksimal mungkin sejak awal penggalian dengan melibatkan ahli.
Penggalian awal biasa dilakukan oleh orang yang bukan ahli forensik, tetapi begitu
sudah kelihatan ada mayat atau peti maka menjadi bagian ahli forensik untuk
melanjutkan. Prosedur yang dilakukan dalam ekshumasi ini pada prinsipnya harus
dilakukan sesegera mungkin dan seteliti mungkin. Peranan dokter sangat penting
dalam ekshumasi yaitu dokter, sebagai saksi ahli, harus hadir sejak penggalian kubur
sampai melakukan pemeriksaan terhadap tubuh mayat yang diekshumasi dan
menyimpulkan apa yang didapatkan dari pemeriksaan tersebut, dan jika
memungkinkan mencari sebab kematian.
 Alasan Ekshumasi :
1.Tertangkapnya terdakwa.
2.Pengakuan terdakwa sudah membunuh dan mengubur seseorang.
3.Adanya kecurigaan tindak pidana.
4.Pemeriksaan ulang atas permintaan hakim, karena pada awalnya sudah diperiksa
tetapi hanya pemeriksaan luar. Tetapi kemudian ada kecurigaan penyebab kematian
karena tindak pidana maka dilakukan autopsi.
5.Awalnya dianggap mati wajar, kemudian ditemukan bukti bahwa penyebab mati
tidak wajar.

8. Apa saja pemeriksaan yang dilakukan pada saat otopsi?


 Necropsy/post mortem examination/autopsy
=>Pemeriksaan lengkap pada jenazah, meliputi pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam,
pengeluaran+pemeriksaan organ, dengan atau tanpa pemeriksaan penunjang
(Laboratorium).
 Jenis-jenis otopsi :
1. Otopsi Pendidikan ( Praktikum Anatomi )
2. Otopsi Klinis (memerlukan izin keluarga), tujuannya:
Menentukan sebab kematian yang pasti
Menentukan apakah diagnosis klinik yng dibuat selama perawatan sesuai dengan
diagnosis pm
Mengetahui korelasi proses penyakit yang ditemukan dengan diagnosis klinis dan
gejala klinis
Menentukan efektifitas pengobatan
Mempelajari perjalanan lazim suatu proses penyakit
Pendidikan mahasiswa kedokteran dan para dokter
3. Otopsi Forensik🡪Otopsi terhadap jenazah yg kematiannya dianggap tidak wajar
(oleh penyidik) untuk kepentingan peradilan🡪ada surat permintaan visum untuk
autopsi, tujuannya:
Membantu dalam hal penentuan identitas mayat
Menentukan sebab pasti kematian, mekanisme kematian serta memperkirakan saat
kematian
=> Pemeriksaan yang dilakukan saat melakukan Visum :
 Pemeriksaan Luar
- Sianosis pada bibir, ujung-ujung jari dan kuku
- Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat → distribusi
lebam lebih luas akibat kadar CO2 yang tinggi dan aktivitas fibrinolisin sehingga sulit
membeku dan mudah mengalir
- Terdapat busa halus pada hidung dan mulut → oleh karena peningkatan frekuensi
dan amplitude pernapasan dan sekresi lendir pada fase dyspnea
- Pembendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah konjungtiva bulbi dan
palpebral → terjadi pada fase konvulsi
- Muncul Tardieu’s spot → peningkatan tekanan vena dengan cepat berakibat
pecahnya venula kapiler di daerah dengan jaringan ikat longgar (konjungtiva bulbi,
pleura, epikardium). Kondisi hipoksia juga berperan melemahkan dinding venula.
 Pemeriksaan Dalam ( Autopsi)
=> Pemeriksaan organ-organ dala

9. Apa syarat seorang dokter boleh melakukan otopsi?


=> sebelum melakukan otopsi, hal yang harus diperhatikan :
- Ada permintaan tertulis dari penyidik yg bersifat definitif
- Ada persetujuan tertulis dari pihak keluarga/ahli waris korban*
Cat.Penyidik: Pejabat Kepolisian RI serendah2nya Ka.PolSek berpangkat
serendah2nya IPDA; Polisi Militer (min.Kapten); Pjbt Sipil (Hakim, Jaksa).
 Hal pokok pada otopsi forensik :
- Autopsi harus dilakukan sedini mungkin
- Autopsi harus dilakukan lengkap
- Autopsi dilakukan dokter
- Pemeriksaan dan pencatatan seteliti mungkin
=> Baik dokter spesialis forensik maupun dokter umum bisa membuat VeR dan boleh
melakukan pemeriksaan luar terhadap pasien. Namun untuk melakukan pemeriksaan
dalam (Autopsi) itu merupakan kompetensi dokter spesialis forensik dan dilakukan
hanya pada kasus-kasus tertentu serta hanya boleh dilakukan jika telah ada SPV dari
penyidik kepolisian.

10. Apa saja isi dari visum et repertum?


Pada umumnya, visum et repertum dibuat mengikuti struktur atau anatomi yang
seragam, yaitu :
1. Pembukaan
Berupa kata “Projustisia” yang menunjukkan visum dibuat untuk kepentingan
peradilan,dinyatakan resmi, sehingga tidak memerlukan materai
2. Pendahuluan.
Bagian ini sebenarnya tidak diberi judul "Pendahuluan", melainkan langsung
merupakanuraian tentang identitas dokter pemeriksa beserta instansi dokter pemeriksa
tersebut,instansi peminta visum et repertum berikut nomor dan tanggal suratnya,
tempat dan waktu pemeriksaan, serta identitas yang diperiksa sesuai dengan yang
tercantum di dalam surat permintaan visum et repertum tersebut. Waktu pemeriksaan
dapat dilakukan dalam satu titik waktu dan dapat juga dalam suatu rentang waktu
tertentu yang dapat pendek dan dapat pula panjang (lama).
3.Hasil Pemeriksaan
Bagian ini diberi judul "Hasil Pemeriksaan", memuat semua hasil pemeriksaan
terhadap"barang bukti" yang dituliskan secara sistematik, jelas dan dapat dimengerti
oleh orang yang tidak berlatar belakang pendidikan kedokteran. Deskripsinya juga
tertentu,mengikuti pendeskripsian baku luka-luka untuk kepentingan pembuatan VeR
yaitu mulai dari letak anatomisnya (regio), koordinatnya (absis adalah jarak antara
luka dengan garis tengah badan, ordinat adalah jarak antara luka dengan titik anatomis
permanen yang terdekat), jenis luka/cedera, karakteristiknya serta ukurannya.
Pada pemeriksaan korban hidup, bagian ini terdiri dari :
a. Anamnesa
b. Hasil Pemeriksaan
b. Tindakan dan perawatan berikut indikasinya
c. Keadaan akhir korban. Keadaan akhir korban, terutama tentang gejala sisa dan
cacat badan (termasuk indera) merupakan hal penting guna pembuatan kesimpulan,
sehingga harus diuraikan dengan jelas.
4. Kesimpulan.
Bagian ini diberi judul "Kesimpulan" dan memuat kesimpulan dokter pemeriksa
atas seluruh hasil pemeriksaan dengan berdasarkan keilmuan atau
keahliannya.Contohnya, Pada visum et repertum korban perlukaan, harus ditulis
kualifikasi luka.
5. Penutup.
Bagian ini merupakan kalimat penutup yang menyatakan bahwa visum et
repertum tersebut dibuat dengan sebenar-benarnya,
berdasarkan keilmuan yang sebaik-baiknya, mengingat sumpah dan sesuai dengan
ketentuan dalam KUHAP.
11. Apa saja jenis dari visum?
Jenis visum itu ada 2,yaitu :
•V et R Psikiatri(Kejiwaan)
•V et R Fisik(Ragawi)
1. V et R Jenazah
2. V et R KorbanHidup :
a. V et R perlukaan/kecederaan
b. V et R keracunan
c. V et R kejahatanseksual

12. Apa saja jenis luka dan Bagaimana cara menentukan derajat luka?
Klasifikasi kekerasan menurut penyebab:
1. Mekanik:
a. Kekerasan tumpul: memar, luka lecet tekan, luka lecet geser, luka robek (luka
terbuka
dengan ciri tepi luka tidak rata, terdapat jembatan jaringan, terdapat sudut luka yang
tumpul)
b. Kekerasan tajam: luka terbuka dengan ciri tepi luka rata, sudut luka lancip atau
salah
satu sudut luka lancip, sudut lainnya tumpul, misalnya luka sayat, luka tusuk, luka
bacok
c. Senjata api: luka tembak
2. Fisika:
a. Suhu: luka akibat suhu tinggi, luka akibat suhu rendah
b. Listrik dan petir
c. Barotrauma
d. Radiasi
3. Kimia:
a. Asam kuat
b. Basa kuat
Penganiayaan ringan (pasal 352 KUHP) didalam ilmu kedokteran forensik
diterjemahkan menjadi luka derajat pertama yaitu luka yang tidak berakibat
penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian.
Penganiayaan (pasal351 KUHP) diterjemahkan menjadi luka derajat kedua yaitu
luka yang menimbulkan penyakit atau halangan dalam melakukan pekerjaan jabatan
atau pencaharian untuk sementara waktu. Apabila penganiayaan tersebut
mengakibatkan luka berat, maka seperti yang dimaksud dalam pasal 90 KUHP, maka
disebut luka derajat tiga. Luka berat berarti :
 Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh
kembali, atau yang menimbulkan bahaya maut.
 Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan
pencarian.
 Kehilangan salah satu panca indera
 Mendapat cacat berat (kudung)
 Menderita sakit lumpuh;
 Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih
 Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan

Anda mungkin juga menyukai