Anda di halaman 1dari 34

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN Desember 2020


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

INFERTILITAS PADA WANITA


DAN PENANGANANNYA

Oleh:
Mariyani Rumalolas
105505401619

Pembimbing:
dr. Hj. Andi Fatimah, Sp.OG

(Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik bagian obgyn)

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITASMUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan

rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat yang

berjudul “Infertilitas Pada Wanita dan Penanganannya”. Penulisan referat ini

dibuat sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Program Studi Profesi

Dokter di bagian Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Gynekologi.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini terdapat banyak

kekurangan, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dan berbagai pihak dan

dokter dan konsulen, akhirnya penyusunan referat ini dapat terselesaikan dengan

sebaik-baiknya. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr.

Hj. Andi Fatimah, Sp.OG selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini dalam

memberikan motivasi, arahan, serta saran-saran yang berharga kepada penulis

selama proses penyusunan. Terima kasih pula yang sebesar-besarnya kepada

semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung turut membantu

penyusunan referat ini.

Makassar,19 Desember 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Salah satu gangguan kesehatan reproduksi yang terjadi pada usia subur

adalah infertilitas. Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk mengandung sampai

melahirkan bayi hidup setelah satu tahun melakukan hubungan seksual yang

teratur dan tidak menggunakan alat kontrasepsi apapun atau setelah memutuskan

untuk mempunyai anak.(2)

Infertilitas merupakan kondisi yang umum ditemukan dan dapat

disebabkan oleh faktor perempuan, laki-laki, maupun keduanya. Infertilitas dapat

juga tidak diketahui penyebabnya yang dikenal dengan istilah infertilitas

idiopatik. Masalah infertilitas dapat memberikan dampak besar bagi pasangan

suami-istri yang mengalaminya, selain menyebabkan masalah medis, infertilitas

juga dapat menyebabkan masalah ekonomi maupun psikologis. Secara garis besar,

pasangan yang mengalami infertilitas akan menjalani proses panjang dari evaluasi

dan pengobatan, dimana proses ini dapat menjadi beban fisik dan psikologis bagi

pasangan infertilitas.(3)

Kegagalan pasangan suami istri (pasutri) dalam memperoleh keturunan,

disebabkan oleh masalah pada pria dan atau wanita. 40 persen kesulitan

mempunyai anak terdapat pada wanita, 40 persen pada pria, dan 20 persen pada

keduanya. WHO juga memperkirakan sekitar 50-80 juta pasutri (1 dari 7

pasangan) memiliki masalah infertilitas, dan setiap tahun muncul sekitar 2 juta

pasangan infertil.(2)

Infertilitas pada wanita dapat disebabkan oleh infeksi vagina seperti

1
vaginitis dan trikomonas vaginalis akan menyebabkan infeksi lanjut pada portio,

serviks, endometrium bahkan sampai ke tuba yang dapat menyebabkan gangguan

pergerakan dan penyumbatan pada tuba sebagai organ reproduksi vital untuk

terjadinya konsepsi. Terjadinya disfungsi seksual yang mencegah penetrasi penis,

atau lingkungan vagina yang terlalu asam juga dapat menyebabkan seorang

wanita kesulitan mengalami kehamilan.(2)

Infertilitas idiopatik mengacu pada pasangan infertil yang telah menjalani

pemeriksaan standar meliputi tes ovulasi, patensi tuba, dan analisis semen dengan

hasil normal. Prevalensi infertilitas idiopatik bervariasi antara 22-28 %, studi

terbaru menunjukkan di antara pasangan yang berkunjung ke klinik fertilitas,

sebesar 21 % perempuan berumur di bawah 35 tahun dan 26%perempuan

berumur di atas 35 tahun. (3)

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistem Reproduksi Wanita

Setiap bayi perempuan lahir dengan rata-rata 400 ribu sel telur

imatur pada ovariumnya. Ketika perempuan sudah mencapai menarche,

maka setiap bulan ketika haid, wanita akan kehilangan 1 sel telurnya.

Setiap siklus menstruasi dimulai dengan pelepasan gonadotropin releasing

hormon (GnRH), FSH, dan LH. Hormon-hormon ini akan mempersiapkan

ovarium untuk melepaskan sel telur dan memberi sinyal untuk uterus agar

endometrium mempersiapkan diri untuk sebuah implantasi. (5)

Folikel bekerja pada paruh pertama siklus untuk menghasilkan

telur matang yang siap untuk berovulasi pada pertengahan siklus. Korpus

luteum mengambil alih selama paruh terakhir siklus untuk mempersiapkan

saluran reproduksi wanita untuk kehamilan jika terjadi pembuahan pada

telur yang telah dibebaskan tersebut. Folikel yang telah cukup berkembang

untuk berespons terhadap stimulasi FSH (sekarang disebut folikel

praantral) “direkrut” pada permulaan fase folikular ketika kadar FSH

meningkat. Dalam setiap siklus, biasanya 15- 20 folikel yang direkrut.

Lingkungan hormon pada fase ini mendorong terjadinya pembesaran dan

pengembangan cepat kemampuan sekresi sel-sel folikel, mengubah folikel

praantral menjadi folikel sekunder atau folikel antral yang mampu

mengeluarkan estrogen. Selama tahap perkembangan folikel ini, terbentuk

3
suatu rongga berisi cairan (antrum) di bagian tengah sel-sel granulosa.

Oosit telah mencapai ukuran penuh saat antrum mulai terbentuk. Salah

satu folikel, folikel “dominan”, biasanya tumbuh lebih cepat daripada yang

lain, berkembang menjadi folikel matang (praovulasi, tersier atau Graaf)

dalam waktu sekitar 14 hari setelah dimulainya pembentukan folikel.

Folikel matang yang telah sangat membesar ini menonjol dari permukaan

ovarium, menciptakan suatu daerah tipis yang kemudian pecah untuk

membebaskan oosit pada ovulasi. Pecahnya folikel ditandai oleh pelepasan

enzim-enzim (dipicu oleh lonjakan sekresi LH) dari sel folikel untuk

mencerna jaringan ikat didinding folikel. Folikel-folikel lain yang sedang

berkembang, tetapi gagal mencapai kematangan dan berovulasi kemudian

megalami degenerasi dan tidak pernah mencapai aktif kembali. Pecahnya

folikel saat ovulasi menandakan berakhirnya fase folikular dan dimulainya

fase luteal. (9)

Ovum dilepaskan ke rongga abdomen saat ovulasi. Fimbria

berkontraksi dengan gerakan menyapu untuk menuntun ovum ke dalam

oviduktus. Di dalam oviduktus, ovum cepat didorong oleh kontraksi

peristaltik dan efek silia pada ampulla. Konsepsi dapat terjadi pada masa

subur. Jika tidak dibuahi, ovum mulai mengalami disintegrasi dalam 12-24

jam lalu difagosit oleh sel-sel yang melapisi bagian dalam saluran

reproduksi. Fertilisasi harus terjadi dalam 24 jam setelah ovulasi. Sperma

biasanya bertahan hidup sekitar 48 jam, tetapi dapat tetap hidup hingga 5

hari. (9)

4
Gambar. Siklus menstruasi

Gambar . Proses Fertilisasi

5
B. Definisi

Infertilitas adalah kondisi ketidakmampuan untuk mengandung sampai

melahirkan bayi hidup setelah satu tahun atau 12 bulan dalam melakukan

hubungan seksual yang teratur dan tidak menggunakan alat kontrasepsi

apapun atau setelah memutusukan untuk mempunyai anak. (2)

Istilah infertilitas bukan berarti tidak mampu menghasilkan keturunan seperti

halnya sterilitas, tetapi dapat diartikan sebagai subfertilitas, yaitu berkurangnya

fertilitas dalam kurun waktu tertentu namun masih ada kesempatan untuk terjadinya

kehamilan. (4)

Infertilitas idiopatik mengacu pada pasangan infertil yang telah menjalani

pemeriksaan standar meliputi tes ovulasi, patensi tuba, dan analisis semen dengan

hasil normal. (3)

Infertilitas dibagi menjadi dua :

1. Infertilitas primer : Merupakan keadaan dimana istri belum berhasil

hamil walaupun bersenggama teratur dan di hadapkan kepada

kemungkinan hamil selama 12 bulan berturut-turut. (6)

2. Infertilitas sekunder : Merupakan keadaan dimana istri pernah hamil

tetapi tidak berhasil hamil lagi walaupun bersenggama teratur dan

dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan

berturut-turut. (6)

6
C. Etiologi

Penyebab terjadinya infertilitas pada wanita dapat dibagi menjadi

beberapa golongan penyebab, yaitu:

1. Gangguan Ovulasi

Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab yang paling

sering kenapa wanita tidak bisa memiliki anak, yaitu sekitar 30% dari

seluruh wanita infertil.

WHO membagi kelainan ovulasi ini dalam 3 kelas, yaitu: (3)

 Kelas 1 : Kegagalan pada hipotalamus hipofisis (hipogonadotropin

hipogonadism) Karakteristik dari kelas ini adalah gonadotropin yang

rendah, prolaktin normal, dan rendahnya estradiol. Kelainan ini

terjadi sekitar 10% dari seluruh kelainan ovulasi. (3)

 Kelas 2 : Gangguan fungsi ovarium (normogonadotropin-

normogonadism) Karakteristik dari kelas ini adalah kelainan pada

gonadotropin namun estradiol normal. Anovulasi kelas 2 terjadi

sekitar 85% dari seluruh kasus kelainan ovulasi. Manifestasi klinik

kelainan kelompok ini adalah oligomenorea atau amenorea yang

banyak terjadi pada kasus sindrom ovarium polikistik (SOPK).

Delapan puluh sampai sembilan puluh persen pasien SOPK akan

mengalami oligomenorea dan 30% akan mengalami amenorea. (3)

 Kelas 3 : Kegagalan ovarium (hipergonadotropin-hipogonadism)

Karakteristik kelainan ini adalah kadar gonadotropin yang tinggi

7
dengan kadar estradiol yang rendah. Terjadi sekitar 4-5% dari seluruh

gangguan ovulasi. (3)

 Kelas 4 : Hiperprolaktinemia, Prolaktin adalah hormon yang

merangsang produksi ASI. Kelebihan hormon prolaktin dapat

mengganggu ovulasi. Bila seorang wanita banyak mengeluarkan ASI

meskipun tidak sedang menyusui, kemungkinan dia menderita

hiperprolaktinemia. (8)

Selain itu, terdapat beberapa penyebab lain yang menyebabkan

gangguan ovulasi antar lain :

a. Gangguan Hormonal

Gangguan ini merupakan penyebab paling sering terjadinya

gangguan ovulasi. Proses dari suatu ovulasi tergantung dari

keseimbangan yang kompleks dari interaksi hormon-hormon. Selain

itu hormonal dipengaruhi oleh psikologis, sering ditemukan Semakin

berat stres infertilitas yang dialami perempuan infertil yang menjalani

fertilisasi in vitro akan meng- hambat maturasi oosit yaitu

menghasilkan banyak oosit tidak matur sehingga menghasilkan angka

fertilisasi yang lebih rendah dibandingkan dengan yang meng- alami

stres ringan dan sedang. stres akan berpengaruh pada aksis

hipotalamus-hipofisis-adrenal sehingga mengganggu fungsi

reproduksi.(5)

8
b. Scar pada ovarium

Kerusakan fisik pada ovarium dapat berakibat gagalnya

ovulasi. Sebagai contoh, adanya operasi ekstensif dan invasi yang

dilakukan beruang-ulang pada kista ovarium dapat menyebabkan

kapsul ovarium menjadi rusak, sehingga folikel tidak dapat menjadi

matur dengan benar dan ovulasi tidak terjadi. Selain itu infeksi juga

dapat berakibat seperti ini.(6)

c. Menopause prematur

Hilangnya fungsi normal ovarium sebelum usia 40 tahun. Pada

keadaan ini, ovarium tidak menghasilkan jumlah hormon estrogen

normal atau melepaskan telur secara teratur. (8)

2. Gangguan Tuba

Sumbatan yang terjadi pada tuba dapat terjadi akibat semua

infeksi. Penyakit abnormal, riwayat penyakit abdominal, riwayat operasi,

kehamilan ektopik, kelainan kongenital. Sumbatan tersebut dapat terjadi

akibat infeksi, pembedahan tuba atau adhesi yang disebabkan oleh

endometriosis atau inflamasi. Peningkatan insiden penyakit radang

panggul (pelvic inflammatory disease –PID). PID ini menyebabkan

jaringan parut yang memblok kedua tuba fallopi . Penyakit tuba terjadi

pada sekitar 25% pasangan yang infertil, dan sangat bervariasi, mulai

dari adesi ringan sampai penutupan total tuba fallopi.(8)

9
Klasifikasi kerusakan tuba yaitu: (3)

1) Ringan/ Grade 1

- Oklusi tuba proksimal tanpa adanya fibrosis atau oklusi tuba distal

tanpa ada distensi.

- Mukosa tampak baik.

- Perlekatan ringan (perituba-ovarium)

2) Sedang/Grade 2

- Kerusakan tuba berat unilateral

3) Berat/Grade 3

- Kerusakan tuba berat bilateral

- Fibrosis tuba luas

- Distensi tuba > 1,5 cm

- Mukosa tampak abnormal

- Oklusi tuba bilateral

- Perlekatan berat dan luas

3. Lendir Serviks atau faktor serviks

Kelainan serviks yang dapat menyebabkan infertilitas adalah : (2)

a. Perkembangan serviks yang abnormal sehingga mengakibatkan

migrasi sperma terhambat.

10
b. Tumor serviks seperti polip atau mioma yang dapat menutupi

saluran sperma atau menimbulkan discharge yang mengganggu

spermatozoa.

c. Infeksi serviks yang menghasilkan asam atau sekresi purulen

yang bersifat toksin terhadap spermatozoa

Mukus serviks berperan sebagai sarana transportasi sperma yang

masuk ke dalam vagina. Spematozoa memerlukan cairan mukus untuk

melindunginya dari keasaman vagina dan membantunya bergerak masuk

kedalam uterus. Oleh karena itu adanya kelainan pada mukus ini dapat

menghambat pergerakan sperma sehingga tidak bisa sampai ke sel

telur.Pada beberapa kasus, mukus serviks juga dapat mengandung

antibodi antisperma, yang juga dapat mengganggu sperma. Etiologi dan

pengobatan terhadap antibodi antisperma tersebut masih belum jelas. (9)

4. Gangguan Uterus

Nidasi ovum yang telah dibuahi terjadi di endometrium. Kejadian

ini tidak dapat berlangsung apabila ada patologi di uterus, seperti polip

endometrium, adenomiosis, mioma uterus atau leiomioma, bekas

kuretase dan abortus septik. Kelainan tersebut dapat mengganggu

implantasi, pertumbuhan, nutrisi serta oksigenisasi janin. (2)

11
5. Faktor Peritoneum

Penyebab pada faktor peritoneum umumnya disebabkan

perlekatan peritoneum karna bekas peradangan dan endometriosis.

Endometriosis sangat erat kaitannya dengan infertilitas, diperkirakan 20-

40% perempuan infertil menderita endometriosis. Pada endometriosis

berat terjadi distorsi anatomi dari adnexa, menghalangi atau mencegah

penangkapan ovum sesudah ovulasi, gangguan pertumbuhan oosit atau

embryogenesis dan penurunan reseptivitas atau kemampuan menerima

endometrium. Pada endometriosis ringan terjadi gangguan implantasi,

defek imunologi dan penurunan kualitas oosit karena terganggunya

proses folikulogenesis. Dan pada kenyataannya, 30-40% pasien dengan

endometriosis didiagnosis infertil. Endometriosis merupakan penyakit

kronik yang ditandai dengan adanya pertumbuhan jaringan endometrium

pada daerah lain selain cavum uteri, yang paling sering terjadi pada

cavum pelvis, termasuk ovarium. (3,8)

D. Pemeriksaan infertilitas

a. Anamnesis

1) Umur : Seiring bertambahnya umur wanita, laju konsepsi menurun, hal ini

merupakan hasil dari menurunnya kualitas oosit dan embrio, kualitas

uterus atau keduanya. Kapasitas reproduksi wanita menurun secara

dramatis pada dekade keempat umur wanita. (7)

12
2) Riwayat obstetri dan kontrasepsi sebelumnya : ada atau tidaknya

kehamilan sebelumnya, jika ada bagaimana kah luarannya? Apakah

terdapat riwayat keguguran berulang, aborsi yang diinduksi, infeksi pasca

aborsi atau sepsis purpuralis. Riwayat penggunaan kontrasepsi terutama

kontrasepsi IUD, dan masalah yang menyertainya, (1)

3) Riwayat haid: Usia menarche, karakteristik siklus (lama siklus, siklus

normal 24-35 hari), dan adanya gejala nyeri saat menstruasi atau

intersmenstrual spotting. Riwayat amenorea primer atau sekunder. Aliran

menstruasi (hiperamenorea mengarah pada dugaan fibroid atau anovulasi).


(1)

4) Frekuensi koitus dan ada tidaknya disfungsi sexual : Bagaimana frekuensi

dan jadwal berhubungan seksual terkait dengan siklus? Apakah terdapat

penggunaan lubrikasi vagina atau vaginal douvhing setelah berhubungan,

hilangnya libido, dan juga masalah lain yang ditemukan saat berhubungan

seksual, seperti kesulitan atau rasa tidak nyaman setelah berhubungan.(1)

5) Durasi infertil, pemeriksaan dan pengobatan yang pernah dijalani

6) Riwayat operasi, penyakit terdahulu dan sekarang, termasuk adanya

riwayat PID/paparan terhadap IMS. Pembedahan pelvik atau infeksi

pelvik, tuberculosis, kista ovarium, appendectomy, laparatomi, seksio

sesaria, dan cervical conisation. (1)

7) Okupasi dan konsumsi tembakau, alkohol & obat-obatan lainnya

8) Riwayat keluarga adanya defek pada lahir, retardasi mental, menopause

dini, atau kegagalan reproduktif

13
9) Kelainan endokrinologi: hipo/hipertiroid, DM

10) Stress emosional : Semakin berat stres iyang dialami akan menghambat

maturasi oosit yaitu menghasilkan banyak oosit tidak matur sehingga

menghasilkan angka fertilisasi yang lebih rendah dibandingkan dengan

yang meng- alami stres ringan dan sedang.(5)

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dari pasangan subur dapat mengidentifikasi penyebab

yang berpotensi dapat menyebabkan infertilitas yang kemudian dapat dilakukan

pemeriksaan lebih lanjut dengan tes laboratorium khusus atau studi pencitraan.

Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan antara lain : (1)

• IMT : Wanita dengan berat badan yang berlebihan sering mengalami

gangguan ovulasi, karena kelebihan berat badan dapat mempengaruhi

estrogen dalam tubuh dan mengurangi kemampuan untuk hamil. (2)

• Pembesaran kelenjar tiroid, nodul atau nyeri tekan

• Tanda-tanda hiperandrogenisme

• Galaktorrhea

• Abnormalitas pada serviks / vagina, adanya sekresi atau keputihan

• Adanya massa, nyeri tekan pada adneksa, uterus / cavum douglasi

Pemeriksaan infertilitas pada wanita adalah sebagai berikut :

1) Pemeriksaan Ovulasi ovulasi

Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah : (3)

 Frekuensi dan keteraturan menstuasi harus ditanyakan kepada

seorang perempuan. Perempuan yang mempunyai siklus dan

14
frekuensi haid yang teratur setiap bulannya, kemungkinan

mengalami ovulasi

 Perempuan yang memiliki siklus haid teratur dan telah mengalami

infertilitas selama 1 tahun, dianjurkan untuk mengkonfirmasi

terjadinya ovulasi dengan cara mengukur kadar progesteron serum

fase luteal madya (hari ke 21-28)

 Pemeriksaan kadar progesteron serum perlu dilakukan pada

perempuan yang memiliki siklus haid panjang (oligomenorea).

Pemeriksaan dilakukan pada akhir siklus (hari ke 28- 35) dan dapat

diulang tiap minggu sampai siklus haid berikutnya terjadi

 Pengukuran temperatur basal tubuh tidak direkomendasikan untuk

mengkonfirmasi terjadinya ovulasi

 Perempuan dengan siklus haid yang tidak teratur disarankan untuk

melakukan pemeriksaan darah untuk mengukur kadar hormon

gonadotropin (FSH dan LH).

 Pemeriksaan kadar hormon prolaktin dapat dilakukan untuk melihat

apakah ada gangguan ovulasi, galaktorea, atau tumor hipofisis

 Penilaian cadangan ovarium menggunakan inhibin B tidak

direkomendasikan

 Pemeriksaan fungsi tiroid pada pasien dengan infertilitas hanya

dilakukan jika pasien memiliki gejala

 Biopsi endometrium untuk mengevaluasi fase luteal sebagai bagian

dari pemeriksaan infertilitas tidak direkomendasikan karena tidak

15
terdapat bukti bahwa pemeriksaan ini akan meningkatkan

kehamilan.

2) Pemeriksaan Chlamydia trachomatis

 Sebelum dilakukan pemeriksaan uterus, pemeriksaan untuk

Chlamydia trachomatis sebaiknya dilakukan dengan teknik yang

sensitif

 Jika tes Chlamydia trachomatis positif, perempuan dan pasangan

seksualnya sebaiknya dirujuk untuk mendapatkan pengobatan

 Antibiotika profilaksis sebaiknya dipertimbangkan sebelum

melakukan periksa dalam jika pemeriksaan awal Chlamydia

trachomatis belum dilakukan. (3)

3) Penilaian kelainan uterus

 Pemeriksaan histeroskopi tidak dianjurkan apabila tidak terdapat

indikasi, karena efektifitas pembedahan sebagai terapi kelainan

uterus untuk meningkatkan angka kehamilan belum dapat

ditegakkan. (3)

Beberapa metode yang dapat digunakan dalam penialaian uterus adalah :

a. Ultrasonografi Transvaginal

Ultrasonografi transvaginal digunakan untuk memantau ovulasi alamiah,

mendeteksi adanya patologi pelvik (fibroid atau polip) pada uterus atau

ovarium, mengetahui bentuk dan letak uterus, terdapat abnormalitas atau

arah uterus yang tidak normal. (1)

b. Histerosalpingografi

16
Histerosalpingografi (HSG) memberikan gambar rongga uterus dan tuba

fallopi. Pada HSG, sensitivitas dan PPV rendah untuk mendeteksi patologi

intrakavum uteri. (1,3)

c. Histeroskopi

Untuk mengevaluasi lesi-lesi intrauterin yang menempati ruang, yang

terdeteksi pada pemeriksaan HSG sebagai perlekatan/adhesi atau polip.

Histeroskopi meruapakan baku emas dalam pemeriksaan yang

mengevaluasi kavum uteri. Meskipun Fayez melaporkan pemeriksaan

HSG sama akuratnya dengan histeroskopi dalam hal diagnosis. Peran

histeroskopi dalam pemeriksaan infertilitas adalah untuk mendeteksi

kelaianan kavum uteri yang dapat mengganggu proses implantasi dan

kehamilan serta untuk mengevaluasi manfaat modalitas terapi dalam

memperbaiki endometrium. (1,3)

4) Penilaian lendir serviks pasca senggama

 Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada pasien dengan infertilitas

dibawah 3 tahun.

 Penilaian lendir serviks pasca senggama untuk menyelidiki

masalah fertilitas tidak dianjurkan karena tidak dapat meramalkan

terjadinya kehamilan.(3)

Infertilitas karena faktor serviks biasanya disebabkan oleh kelainan

produksi mukus atau adanya gangguan pada interaksi antara sel sperma

dan mukus serviks. Secara umum, hal ini dapat dideteksi dengan

melakukan postcoital test (PCT). PCT dilakukan sekitar 2-3 hari sebelum

17
ovulasi diprediksikan terjadi, kemudian pasangan yang dilakukan tes

diminta untuk melakukan hubungan seksual antara 2-12 jam sebelum tes.

Setelah itu wanita kemudian datang ke petugas medis, yang akan

mengambil mukus serviksnya. Lendir kemudian ditempatkan pada kaca

slide dimana spinnbarkheitnya (stretchability) dinilai. Jumlah sperma yang

motil juga dihitung perbidang high power mikroskopis. Namun PCT ini

tidak direkomendasikan oleh American Society for Reproductive Medicine,

karena 3 alasan, yaitu:

 Tes ini tidak distandarisasikan, tidak sensitif, tidak spesifik, dan

tidak prediktif.

 Faktor serviks jarang ditemukan sebagai satu-satunya faktor yang

menyebabkan infertilitas.

 Pengobatan secara kontemporer untuk mengobati infertilitas yang

tidak dapat dijelaskan dapat mengaburkan keterlibatan faktor

serviks dalam infertilitas.

5) Penilaian kelainan tuba

 Perempuan yang tidak memiliki riwayat penyakit radang panggul

(PID), kehamilan ektopik atau endometriosis, disarankan untuk

melakukan histerosalpingografi (HSG) untuk melihat adanya

oklusi tuba. Pemeriksaan ini tidak invasif dan lebih efisien

dibandingkan laparaskopi. (3)

 Pemeriksaan oklusi tuba menggunakan sono-histerosalpingografi

dapat dipertimbangkan karena merupakan alternatif yang efektif

18
 Tindakan laparoskopi kromotubasi untuk menilai patensi tuba,

dianjurkan untuk dilakukan pada perempuan yang diketahui

memiliki riwayat penyakit radang panggul. (3)

Beberapa teknik pemeriksaan tuba yang dapat dilakukan : (3)

Teknik Keuntungan Kelemahan


HSG Visualisasi seluruh panjang Paparan radiasi

tuba dapat menggambarkan Reaksi terhadap zat kontras

patologi seperti hidrosalping Peralatan dan staf khusus

dan SIN efek terapeutik Kurang dapat menggambarkan

adhesi pelvis
Saline infusion Visualisasi ovarium, uterus Visualisasi ovarium, uterus dan

sonography dan tuba Pelatihan khusus tuba Pelatihan khusus Efek

Efek terapeutik belum terbukti terapeutik belum terbukti


Laparaskopi Visualisasi langsung seluruh Visualisasi langsung seluruh

kromotubasi organ reproduksi interna organ reproduksi interna

Memungkinkan dilakukan Memungkinkan dilakukan terapi

terapi sekaligus Invasif Biaya sekaligus Invasif Biaya tinggi

tinggi

6) Faktor peritoneum / endometriosis

Penyakit peritoneum seperti endometriosis dan adesi dapat ikut

meberikan kontribusi terhadap terjadinya infertilitas. Endometriosis

ditemukan ada sekitar 25%-40% wanita yang infertil, yang jumlahnya kira-

kira 10 kali dari populasi umum. Dalam hal ini, laparoskopi bisa dilakukan

untuk mendeteksi penyebab infertilitas bila alat diagnostik lain gagal. (8)

 Laparoskopi

19
Laparaskopi merupakan baku emas dari pemeriksaan infertilitas termasuk

evaluasi patensi tuba. Pada kebanyakan kasus infertilitas, tujuan dari

laparaskopi adalah sebagai berikut : (1)

1. Untuk membuktikan seluruh organ reproduksi dalam keadaan normal

2. Untuk mengidentifikasi jenia kelainan dan stadium kelainan yang

sangat diperlukan untuk menentukan tindak lanjut pengobatan yang

rasional, misalnya pada kasus endometriosis.

3. Untuk mengidentifikasi akibat sisa yang diakibatkan oleh suatu

kelainan, misalnya pada PID kronis.

E. Penatalaksanaan

1. Medikamentosa

Obat-obatan untuk menginduksi ovulasi dapat digunakan untuk

mengobati wanita dengan amenore atau yang mempunyai menstruasi tidak

teratur. Adapun jenis-jenis pengobatan yang bisa diberikan adalah:

 Klomifen sitrat

Klomifen sitrat dapat mengatasi kasus infertilitas idiopatik dengan

cara memperbaiki disfungsi ovulasi ringan dan merangsang pertumbuhan

folikel multipel. Pasien dianjurkan untuk memulai terapi inisial 50 mg

sehari mulai pada hari ke-2-6 siklus haid. Pemantauan folikel dengan

USG transvaginal dilakukan pada hari ke 12 untuk menurunkan

kemungkinan terjadinya kehamilan ganda. Pasangan disarankan untuk

melakukan hubungan seksual terjadwal dari hari ke-12 siklus haid. Pada

20
kejadian di mana dicurigai adanya respon ovarium yang berlebihan,

siklus dibatalkan dan pasangan diminta tidak melakukan hubungan

seksual sampai siklus haid berikutnya. (3)

Klomifen sitrat bekerja dengan cara menduduki reseptor estrogen

di hipotalamus dan pituitari anterior sehingga meningkatkan sekresi

hormon-hormon gonadotropin, yaitu follicle stimulating hormone (FSH)

dan luteinizing hormone (LH). FSH dan LH bekerja pada ovarium untuk

pengembangan dan pematangan folikel yang mengandung sel telur, serta

untuk menginduksi ovulasi. Tamoksifen mempunyai struktur dan sifat

yang mirip dengan klomifen. (4)

Dosis klomifen yang digunakan untuk menginduksi ovulasi adalah

50mg sekali sehari selama 5 hari, bisa dimulai dalam 5 hari sejak hari

pertama menstruasi, dapat dipilih pada hari ke-2, 3, 4, atau 5. Bila siklus

menstruasi tidak teratur, biasanya diberikan progestin untuk menginduksi

menstruasi. Waktu yang tepat untuk berhubungan seksual sangat penting

dalam mendukung keberhasilan terapi klomifen. Hari pertama menstruasi

disebut hari pertama siklus. Ovulasi biasanya terjadi 5-10 hari setelah

satu siklus pengobatan klomifen, atau antara hari ke14 dan hari ke-19

siklus menstruasi. Pasangan dianjurkan melakukan hubungan seksual

teratur mulai dari hari ke-10 siklus menstruasi. Bila ovulasi tidak terjadi,

siklus pengobatan klomifen dapat diulang menggunakan dosis 100mg

sekali sehari selama 5 hari. Pengulangan ini dilakukan minimum 30 hari

setelah siklus pengobatan sebelumnya. Bila ovulasi terjadi, tetapi

21
kehamilan tidak terjadi, tidak ada manfaatnya meningkatkan dosis

klomifen pada siklus pengobatan berikutnya. (4)

 Aromatose Inhibitor

Inhibitor aromatose digunakan terutama pada kanker payudara

pada wanita postmenopause. Mereka bekerja dengan menurunkan kadar

estradiol dalam sirkulasi dan mengurangi umpan balik negatif yang

menstimulasi peningkatan sekresi dari kelenjar pituitari dan sebagai

akibatnya akanmeningkatkan kerja ovarium. Jenis obat penghambat

aromatose ini adalah letrozole dan anastrozole.

 Gonadotropin

Gonadotropin adalah hormon-hormon glikoprotein yang dihasilkan

dan disekresi oleh anterior pituitari, chorion, dan plasenta. Yang

termasuk dalam kelompok gonadotropin antara lain FSH dan LH yang

disekresi oleh anterior pituitari, serta human chorionic gonadotropin

(hCG) yang disekresi oleh chorion dan plasenta. FSH dan LH ditemukan

dalam urin dalam jumlah banyak, terutama pada urin wanita pasca

menopause. Hal ini karena pasca menopause estrogen sudah tidak

diproduksi lagi sehingga tidak dapat menghambat sekresi kedua hormon

tersebut. (4)

Sediaan yang mengandung gonadotropin antara lain: human

menopausal gonadotropin (hMg atau menotropin), FSH rekombinan

(follitropin ), LH rekombinan (lutropin ), dan hCG rekombinan

(choriogonadotropin ). Human menopausal gonadotropin (hMg) adalah

22
ekstrak murni dari urin manusia pasca menopause. mengandung FSH

dan LH. Selain dibuat dari teknologi rekombinasi DNA, FSH dan hCG

juga tersedia dalam bentuk ekstrak murni dari urin wanita pasca

menopause. hMg bekerja secara langsung pada ovarium untuk

mengembangkan dan mematangkan folikel serta merangsang ovulasi.

Cara kerja FSH dan LH sama dengan hMg, yaitu mematangkan folikel

sehingga memulai terjadinya ovulasi. sedangkan hCG bekerja memicu

terjadinya ovulasi dengan meningkatkan sekresi LH secara cepat dalam

jumlah besar pada pertengahan siklus menstruasi. Oleh karena itu, hCG

baru digunakan pada saat folikel sudah matang. Dengan demikian, hCG

diberikan setelah pemberian obat-obat yang mematangkan folikel seperti

hMg, FSH, atau klomifen. (4)

Gonadotropin yang tersedia di Indonesia antara lain follitropin

dalam kemasan vial 50IU dan 100IU, ampul 75 IU dan ampul multidosis

1050IU/1,75mL, pen 300IU, 450IU, dan 900IU; lutropin dalam kemasan

vial 75IU; choriogonadotropin dalam kemasan pre-filled syringe

250mcg; hCG urin dalam kemasan ampul 1500IU dan 5000IU;

sementara hMG belum tersedia di Indonesia. (4)

 Dopamin Agonist

Beberapa wanita beovulasi secara ireguler akibat dari pelepasan

hormon prolactin yang berlebihan dari kelenjar pituitari yang biasa

disebut hiperprolactinemia. Kelebihan hormon prolaktin ini akan

mencegah terjadinya ovulasi pada wanita dan hal ini akan menyebabkan

23
terjadinya menstruasi yang tidak teratur dan bahkan hingga berhenti sama

sekali. Dopamin agonist seperti bromokroptin dan cabergolin melalui

oral dapat mencegah hal ini dengan menurunkan produksi prolaktin,

sehingga ovarium dapat bekerja dengan baik. Dosis awal bromokriptin

yang direkomendasikan adalah 1,25mg sekali sehari pada malam hari

sebelum tidur. Dosis ini dapat dinaikkan sampai kadar prolaktin pasien

normal, biasanya hingga dosis 5-7,5mg per hari.11 Bromokriptin tersedia

dalam bentuk tablet 2,5mg. Cabergoline belum tersedia di Indonesia. (8,4)

2. Terapi Pembedaan

Operasi atau dilakukannya pembedaan merupakan pilihan terapi

apabila didapatkan beberapa kelainan tuba, PCOS, adhesi, endometriosis,

dan kelainan uterus. Terapi bedah untuk infertilitas antara lain:

 Ovarian Drilling

Wanita infertil dengan PCOS mempunyai kesulitan dalam

ovulasi. Ovulasi dapat diinduksi secara pembedahan dengan prosedur

yang disebut ovarian drilling atau ovarian diathermy. Prosedur ini

berguna untuk wanita dengan PCOS yang resisten terhadap pengobatan

dengan klomifen sitrat. Pada pembedahan laparoskopi, ovarium ditusuk

menggunakan elektokauter atau laser di 4-10 titik dengan kedalaman 4-

10 mm pada masing-masing ovarium. Secara umum, pembedahan

laparoskopi ovarium berperan dalam memperbaiki gangguan mekanisme

umpan balik hipofisis-ovarium. Beberapa kemungkinan mekanisme kerja

pembedahan laparoskopi ovarium diantaranya: (1) Pengrusakan folikel

24
ovarium dan sebagian dari stroma sehingga menyebabkan penurunan

sistemik kadar androgen dan inhibin yang kemudian diikuti oleh

peningkatan kadar FSH dan menginisiasi pematangan folikel; (2) Adanya

perbaikan aliran darah di ovarium setelah tindakan sehingga

meningkatkan penghantaran gonadotropin; (3) Adanya perubahan proses

inflamasi pasca operasi pada ovarium yang mengakibatkan pelepasan

faktor pertumbuhan lokal seperti Insulin-like Growth Factor (IGF-1)

yang berperan dalam perkembangan folikel dan ovulasi serta

memperbaiki sensitivitas insulin.(10)

Gambar e.1. Ovarian Drilling

 Pembedahan Tuba

Penutupan atau kerusakan pada tuba fallopi dapat diatasi dengan

berbagai macam jenis prosedur operasi tergantung dari lokasi penutupan

dan jenis kerusakannnya. (1)

a. Histerosalfingografi (HSG) merupakan sebuah prosedur yang dapat

digunakan untuk mendiagnosis masalah pada uterus dan tuba

fallopi. HSG menggunakan sinar x dan cairan radioopak yang

25
dimasukkan ke traktus reproduksi dari uterus sampai ke tuba fallopi

melalui kateter dari serviks.

b. Salpingolisis merupakan salah satu prosedur operasi dengan

laparotomi yang diiringi dengan penggunaan microscope untuk

memperluas area. Salpingolisis dilakukan dengan membebaskan

tuba fallopi dari adhesi dengan memotong perlengketan tersebut,

biasanya menggunakan electrosurgery dengan memakai

elektrokauter.

c. Salfingotomi biasanya dilakukan untuk membentuk sebuah lubang

baru pada tuba. Prosedur ini dapat dilakukan secara laparotomy

ataupun laparoskopi. Salfingostomi dapat dilakukan pada

pengobatan kehamilan ektopik dan infeksi pada tuba fallopi.

d. Tubal anastomosis merupakan prosedur pembedahan dengan

mengambil jaringan tuba yang tertutup dan kemudian menyambung

lagi ujung-ujung tuba yang terpotong tersebut.

e. Tubal kanalisasi, prosedur ini dilakukan ketika penutupan tuba

relatif terbatas. Prosedur ini dilakukan dengan mendorong kawat

atau kateter melalui penutupan tersebut sehingga terbuka. Prosedur

ini dilakukan dengan dipandu fluoroskopi.

3. Teknologi Reproduksi Bantuan

Teknologi reproduksi bantuan adalah upaya memperoleh kehamilan di

luar cara alamiah tanpa melalui proses hubungan suami istri (sanggama)

26
apabila cara alami tidak memperoleh hasil.(9)

 Inseminasi Intra Uterine (IUI)

IUI adalah teknik dimana sperma yang telah dipersiapkan,

dimasukkan secara langsung ke dalam rahim di saat ovarium diperkirakan

sedang pembuahan (baik dengan atau tanpa obat untuk stimulasi ovulasi).

IUI direkomendasikan untuk dilakukan pada kondisi-kondisi sebagai

berikut: (9)

1) Pertimbangan pada wanita yang sulit melakukan hubungan seksual


melalui vagina karena pertimbangan tertentu (contoh: gangguan

psikoseksual atau disabilitas fisik)

2) Pertimbangan kesehatan (contoh: setelah sperma dibersihkan dari HIV


pada pria dengan HIV-positif)

3) Pertimbangan pada pasangan atau wanita dengan pemahaman sosial,


budaya dan agama yang tidak menerima IVF.

IUI tidak direkomendasikan pada kondisi: (9)

1) Infertilitas yang tidak diketahui penyebabnya

2) Sperma yang jumlahnya sedikit atau kualitas yang buruk

 In Vitro Fertilization (IVF)

IVF digunakan untuk mengobati infertilitas. Termasuk terapi

kesuburan yang menangani ovum wanita dan sperma pria. Hal tersebut

bekerja dengan mengambil oosit dari tubuh wanita kemudian

mempertemukan dengan sperma sampai terbentuk embryo. Embryo

27
dimasukkan kembali ke dalam tubuh wanita. In vitro fertilization (IVF)

atau bayi tabung merupakan jenis TRB yang paling umum dan efektif. (9)

Indikasi IVF antara lain: (9)

1) Kegagalan konsepsi setelah:

• 24 bulan melakukan hubungan seksual tanpa pengaman

(expectant management)

• Terapi induksi ovulasi

• Pengobatan pada pria

• Pengobatan untuk endometriosis

• IUI 6 siklus

• Pengobatan penyakit tuba

2) Penyakit tuba yang sudah parah

3) Infertilitas akibat faktor dari pria yang sudah parah (IVF + ICSI)

4) Kegagalan spermatogenesis akibat pengobatan kanker dimana semen


yang telah melalui cryopreservation gagal konsepsi melalui IUI

5) Kegagalan ovarium akibat pengobatan kanker dimana ovum atau


embrio telah melalui cryopreservation

6) Penggunaan oosit dari donor

 Intra Cytoplasmic Sperm Injection (ICSI)

28
Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu dengan cara ICSI

dilakukan dengan cara melakukan penyuntikan langsung spermatozoa

suami ke dalam oosit istri. Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu

dengan cara ICSI dilaksanakan dalam hal mutu spermatozoa sangat buruk

untuk pembentukan embrio.(9)

Indikasi ICSI sebagai tambahan pada IVF antara lain: (9)

1) Jumlah sperma yang sedikit atau kualitas yang buruk

2) Tidak adanya sperma pada semen (sperma akan diambil melalui proses

operasi dari dalam testis)

3) Kegagalan pada IVF

BAB III

29
KESIMPULAN

Infertilitas diklasifikasikan menjadi infertilitas primer dan sekunder.

Infertilitas primer bila istri belum pernah hamil walaupun bersenggama dan

dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan. Infertilitas sekunder

bila istri pernah hamil, akan tetapi kemudian tidak terjadi kehamilan lagi

walaupun pasangan bersenggama dan dihadapkan kepada kemungkinan

kehamilan selama 12 bulan.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan infertilitas pada wanita antara

lain seperti infeksi vagina, disfungsi seksual, lingkungan vagina yang terlalu

asam, kelainan serviks, sumbatan di tuba falopi, gangguan ovulasi serta

endometriosis.

Penatalaksanaan bagi wanita dengan infertilitas yaitu dengan terapi

medikamentosa dan atau pembedahan.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuwantono, T, Bayuaji, H, & Permadi, W. Penanganan Kelainan

Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Dalam Praktik Sehari-hari.

Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedoktean Universitas

Padjajaran.

2. Saraswati, Andini. 2015. ‘Infertility’. Medical Journal of Lampung

University. Vol 4, No.5.

https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/601

3. Konsensus Penanganan Infertilitas. 2013. Himpunan Endokrinologi

Reproduksi dan Fertilitas Indonesia (HIFERI), Perhimpunan Fertilisasi In

Vitro Indonesia (PERFITRI), Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI)

Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI).

4. Irawati, Sylvi. 2012. ‘Terapi Farmakologi Infertilitas Pada Wanita’. Rasional.

Vol 10, No.2.

5. Hendarto,Hendy. 2015. Stress Infertilitas Menghambat Maturasi Oosit dan

Hasil Fertilisasi In Vitro. Majalah Obsetri & Ginekologi. Departement of

Obstetrics & Gynecology, Faculty of Medicine, Universitas Airlangga. Vol

23, No.1. https://e-journal.unair.ac.id/MOG/article/view/2098

6. Trisnawati, Yuli. 2015. Analisis Kesehatan Reproduksi Wanita Ditinjau Dari

Riwayat Kesehatan Reproduksi Terhadap Infertilitas Di Rs Margono

Soekardjo Tahun 201. Jurnal Kebidanan. Vol.7, No.2

http://ejurnal.stikeseub.ac.id/index.php/jkeb/article/view/179
7. Oktarina, Anastasia, Abadi, Adnan , & Bachsin, Ramli. 2014. Faktor-faktor

yang Memengaruhi Infertilitas pada Wanita di Klinik Fertilitas Endokrinologi

Reproduksi. Majalah Kedokteran Sriwijaya. Vol.40, No.4.

https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/mks/article/view/2722

8. Hamsah, M , Nasrudin, AM. 2019. ‘Karakteristik Pasangan Infertil di BLU

RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar’. Green Medical Journal. Vol.1, No.

1. http://greenmedicaljournal.umi.ac.id/index.php/gmj

9. Wantini, Ayu Nonik, Maydianasari, Lenna, Febriati, Lista Dwi, Indrawati,

Lilik Fika, & Setyani, Ayu Rizka. 2020. Modul Imunologi dan Biologi

Reproduksi. Progam Studi Pendidikan Profesi Bidan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Respati Yogyakarta.

10. Konsensus Tata Laksana Sindrom Ovarium Polikistik. 2016. Himpunan

Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Indonesia (HIFERI) Perkumpulan

Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI).

Anda mungkin juga menyukai