Pendahuluan
Penyakit jantung reumatik adalah sebuah kondisi dimana terjadi kerusakan permanen
dari katup-katup jantung yang disebabkan oleh demam reumatik. Penyakit jantung reumatik
(PJR) merupakan komplikasi yang membahayakan dari demam reumatik. Katup-katup
jantung tersebut rusak karena proses perjalanan penyakit yang dimulai dengan infeksi
tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus β hemoliticus tipe A (contoh:
Streptococcus pyogenes), yang bisa menyebabkan demam reumatik. Kurang lebih 39 %
pasien dengan demam reumatik akut bisa terjadi kelainan pada jantung mulai dari insufisiensi
katup, gagal jantung, perikarditis bahkan kematian. Dengan penyakit jantung reumatik yang
kronik, pada pasien bisa terjadi stenosis katup dengan derajat regurgitasi yang berbeda-beda,
dilatasi atrium, aritmia dan disfungsi ventrikel. Penyakit jantung reumatik masih menjadi
penyebab stenosis katup mitral dan penggantian katup pada orang dewasa di Amerika
Serikat.1
Anamnesis
Anamnesis merupakan wawancara medis yang merupakan tahap awal dari rangkaian
pemeriksaan pasien, baik secara langsung pada pasien atau secara tidak langsung. Tujuan dari
anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang bersangkutan.
Tujuannya, selain untuk menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding,
anamnesis juga berguna untuk menyususn pengobatan pada penderita. Yang perlu dilakukan
pada anamnesis adalah sebagai berikut:2
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
a. EKG
Ekokardiografi merupakan alat diagnostic di bidang kardiovaskulardengan prinsip
dasar gelombang suara frekuensi tinggi. Dengan transmisi gelombang suara, diharapkan
terjadi pantulan gelombang yang akan memberikan kontur yang sesuai dengan jaringan yang
memantulkan transmisi gelombang. Sehingga dengan alat ekokardiografi akan diperoleh
kontur dinding pembuluh darah, ruang-ruang jantung, katup-katup jantung, serta selaput
pembungkus jantung. Pencitraan akan tergambar dalam bentuk satu dimensi (m-mode), dua
(2-D) bahkan dimensi tiga (3-D) atau empat (4-D).2
Pada panyakit jantung rematik akut :
- sinus takikardia dapat diperoleh.
- AV block derajat I dapat diperoleh pada beberapa pasien
- didapatkan gambaran PR interval memanjang. AV block derajat I tidak spesifik sehingga
tidak digunakan untuk mendiagnosis penyakit jantung rematik. Jika didapatkan AV block
tidak berhubungan dengan adanya penyakit jantung rematik yang kronis.
- AV block derajat II dan III juga dapat didapatkan pada penyakit jantung rematik, block
ini biasanya mengalami resolusi saat proses rematik berhenti.
- Pasien dengan penyakit jantung rematik juga dapat terjadi atrial flutter atau atrial
fibrilasi yang disebabkan kelainan katup mitral yang kronis dan dilatasi atrium.4
b. Pemeriksaan Laboratorium
• Pemeriksaan Hematologi rutin : Leukositosis yang didominasi neutrofil, hemoglobin
rendah, LED cepat, CRP meningkat.5
• Kultur bakteri: (+) streptokokus pada hapusan tenggorok. Apabila hasilnya (-) maka
kemungkinan : 5
• Imunologi : dapat diambil 2-3 minggu pasca DR. Hasil positif bila, titer Asto 320 pada
anak dan 210 pada orang dewasa. Begitu juga dengan Anti-DNAse, 240 pada anak dan
120 pada orang dewasa.5
c. Foto thorax PA
Rontgen thorak dapat memberi informasi tentang besar dan bentuk jantung, aliran darah
paru, edema paru, dan anomaly paru. Pengukuran ukuran jantung yang paling sering
digunakan adalah lebar maksimal bayangan jantung pada foto thorak posteroanterior yang
diambil selama midinspirasi. Garis vertikal ditarik ke bawah di tengah bayangan sternum, dan
garis tegak lurus ditarik dari garis sternum ke tepi kanan dan kiri jantung terluar; jumlah
panjang garis-garis ini adalah lebar maksimal jantung. Lebar maksimal dada diperoleh
dengan menarik garis horizontal antara tepi dalam kanan dan kiri rongga dada (iga) pada
setinggi puncak diafragma kanan. Bila lebar jantung maksimal lebih besar dari setengah lebar
dada maksimal (rasio kardiothoraks >50%), jantung biasanya membesar. Besar jantung harus
dievaluasi hanya bila foto diambil selama inspirasi dengan pasien dalam posisi tegak.1
Pada skenario, didapati hasil:
• Cor: CTR > 55%, gambaran double contour dijantung kanan, aortic knob kecil, segmen
pulmonal menonjol, RVH.
• Pulmones: hilus melebar, trakea lurus ditengah, parenchym paru tidak tampak kelainan,
corakan bronchovaskuler tidak meningkat.
• Diafragma / sinus: tidak tampak kelainan
Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya Rheumatic Heart Disease
(RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi kerusakan pada katup jantung yang bisa berupa
penyempitan atau kebocoran, terutama katup mitral (stenosis katup mitral) sebagai akibat
adanya gejala sisa dari Demam Rematik (DR).7,8,9
Demam rematik merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat bersifat akut, subakut,
kronik, atau fulminan, dan dapat terjadi setelah infeksi Streptococcus β hemolyticus group A
pada saluran pernafasan bagian atas. Demam reumatik akut ditandai oleh demam
berkepanjangan, jantung berdebar keras, kadang cepat lelah. Puncak insiden demam rematik
terdapat pada kelompok usia 5-15 tahun, penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah usia
4 tahun dan penduduk di atas 50 tahun.8,9
Seseorang yang mengalami demam rematik apabila tidak ditangani secara adekuat,
maka sangat mungkin sekali mengalami serangan penyakit jantung rematik. Infeksi oleh
kuman Streptococcus β Hemolyticus group A yang menyebabkan seseorang mengalami
demam rematik dimana diawali terjadinya peradangan pada saluran tenggorokan,
dikarenakan penatalaksanaan dan pengobatannya yang kurang terarah menyebabkan
racun/toxin dari kuman ini menyebar melalui sirkulasi darah dan mengakibatkan peradangan
katup jantung. Akibatnya daun-daun katup mengalami perlengketan sehingga menyempit,
atau menebal dan mengkerut sehingga kalau menutup tidak sempurna lagi dan terjadi
kebocoran.8,9
Kriteria Mayor
1. Karditis merupakan manifestasi klinik demam rematik yang paling berat karena merupakan
satu-satunya manifestasi yang dapat mengakibatkan kematian penderita pada fase akut dan
dapat menyebabkan kelainan katup sehingga terjadi penyakit jantung rematik. Diagnosis
karditis rematik dapat ditegakkan secara klinik berdasarkan adanya salah satu tanda berikut:
(a) bising baru atau perubahan sifat bising organik, (b) kardiomegali, (c) perikarditis, dan
gagal jantung kongestif. Bising jantung merupakan manifestasi karditis rematik yang
seringkali muncul pertama kali, sementara tanda dan gejala perikarditis serta gagal jantung
kongestif biasanya baru timbul pada keadaan yang lebih berat.8,11
2. Poliartritis, ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba panas, dan
keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih. Artritis pada demam rematik paling sering
mengenai sendi-sendi besar anggota gerak bawah. Kelainan ini hanya berlangsung beberapa
hari sampai seminggu pada satu sendi dan kemudian berpindah, sehingga dapat ditemukan
artritis yang saling tumpang tindih pada beberapa sendi pada waktu yang sama; sementara
tanda-tanda radang mereda pada satu sendi, sendi yang lain mulai terlibat. Perlu diingat
bahwa artritis yang hanya mengenai satu sendi (monoartritis) tidak dapat dijadikan sebagai
suatu criteria mayor. Selain itu, agar dapat digunakan sebagai suatu kriteria mayor, poliartritis
harus disertai sekurang-kurangnya dua kriteria minor, seperti demam dan kenaikan laju endap
darah, serta harus didukung oleh adanya titer ASTO atau antibodi anti Streptokokus lainnya
yang tinggi.8,11
3. Khorea secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak bertujuan yang
berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral, meskipun dapat juga hanya mengenai satu
sisi tubuh. Manifestasi demam rematik ini lazim disertai kelemahan otot dan ketidakstabilan
emosi. Korea jarang dijumpai pada penderita di bawah usia 3 tahun atau setelah masa
pubertas dan lazim terjadi pada perempuan. Korea Sydenham merupakan satu-satunya tanda
mayor yang sedemikian penting sehingga dapat dianggap sebagai pertanda adanya demam
rematik meskipun tidak ditemukan kriteria yang lain. Korea merupakan manifestasi demam
rematik yang muncul secara lambat, sehingga tanda dan gejala lain kemungkinan sudah tidak
ditemukan lagi pada saat korea mulai timbul.8,10
4. Eritema marginatum merupakan wujud kelainan kulit yang khas pada demam rematik
dan tampak sebagai makula yang berwarna merah, pucat di bagian tengah, tidak terasa gatal,
berbentuk bulat atau dengan tepi yang bergelombang dan meluas secara sentrifugal. Eritema
marginatum juga dikenal sebagai eritema anulare rematikum dan terutama timbul di daerah
badan, pantat, anggota gerak bagian proksimal, tetapi tidak pernah ditemukan di daerah
wajah. Kelainan ini dapat bersifat sementara atau menetap, berpindah-pindah dari satu bagian
tubuh ke bagian tubuh yang lain, dapat dicetuskan oleh pemberian panas, dan memucat jika
ditekan. Tanda mayor demam rematik ini hanya ditemukan pada kasus yang berat.8
5. Nodul subkutan pada umumnya hanya dijumpai pada kasus yang berat dan terdapat di
daerah ekstensor persendian, pada kulit kepala serta kolumna vertebralis. Nodul ini berupa
massa yang padat, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari kulit di atasnya, dengan
diameter dan beberapa milimeter sampai sekitar 2 cm. Tanda ini pada umumnya tidak akan
ditemukan jika tidak terdapat karditis.8,10
Kriteria Minor
1. Riwayat demam rematik sebelumnya dapat digunakan sebagai salah satu kriteria minor
apabila tercatat dengan baik sebagai suatu diagnosis yang didasarkan pada kriteria obyektif
yang sama. Akan tetapi, riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik inaktif yang
pernah diidap seorang penderita seringkali tidak tercatat secara baik sehingga sulit dipastikan
kebenarannya, atau bahkan tidak terdiagnosis.8,10
2. Artralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai peradangan atau
keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus dibedakan dengan nyeri pada otot atau
jaringan periartikular lainnya, atau dengan nyeri sendi malam hari yang lazim terjadi pada
anak-anak normal. Artralgia tidak dapat digunakan sebagai kriteria minor apabila poliartritis
sudah dipakai sebagai kriteria mayor.8
3. Demam pada demam rematik biasanya ringan, meskipun adakalanya mencapai 39°C,
terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim berlangsung sebagai suatu demam
derajat ringan selama beberapa minggu. Demam merupakan pertanda infeksi yang tidak
spesifik, dan karena dapat dijumpai pada begitu banyak penyakit lain, kriteria minor ini tidak
memiliki arti diagnosis banding yang bermakna.8
4. Peningkatan kadar reaktan fase akut berupa kenaikan laju endap darah, kadar protein C
reaktif, serta leukositosis merupakan indikator nonspesifik dan peradangan atau infeksi.
Ketiga tanda reaksi fase akut ini hampir selalu ditemukan pada demam rematik, kecuali jika
korea merupakan satu-satunya manifestasi mayor yang ditemukan. Perlu diingat bahwa laju
endap darah juga meningkat pada kasus anemia dan gagal jantung kongestif. Adapun protein
C reaktif tidak meningkat pada anemia, akan tetapi mengalami kenaikan pada gagal jantung
kongestif. Laju endap darah dan kadar protein C reaktif dapat meningkat pada semua kasus
infeksi, namun apabila protein C reaktif tidak bertambah, maka kemungkinan adanya infeksi
Streptokokus akut dapat dipertanyakan.8,10
- Miocarditis
Miokarditis merupakan penyakit inflamasi pada miokard, yang bisa disebabkan
karena infeksi maupun non-infeksi. Pada sebagian besar pasien, miokarditis tidak dapat
diduga karena disfungsi jantung bersifat subklinis, asimtomatik dan sembuh sendiri (self
limited).2
Manifestasi klinis miokarditis bervariasi, mulai dari asimtomatik (self limited disease)
sampai syok kardiogenik.Keterlibatan jantung biasanya muncul 7-10 hari setelah penyakit
sistemik.Gejala paling jelas yang menunjukan miokarditis adalah sindrom infeksi viral
dengan demam, nyeri otot, nyeri sendi, dan malaise. Sebagian besar pasien tidak mempunyai
keluhan kardiovaskular yang spesifik namun mungkin memiliki kelainan segmen ST dan
gelombang T pada elektrokardiogram (EKG). Nyeri dada ditemukan sampai dengan 35%
pasien dan mungkin berupa iskemia yang khas, atau pada umumnya pericardial. Nyeri dada
biasanya menunjukkan perikarditis yang terkait, namun terkadang dikarenakan adanya
iskemia miokard.2
Pasien dengan miokarditis berat seringkali disertai dengan kolaps sirkulasi dan tanda-
tanda disfungsi organ.Pasien seringkali mengalami demam, disfungsi miokard global berat,
dan peningkatan minimal dimensi ventrikel kiri dan dimensi pada akhir diastolic.Kadang-
kadang pasien mengalami sindrom klinis yang serupa dengan infark miokard akut, dengan
nyeri dada iskemia dan elevasi segmen ST pada EKG. Disfungsi ventrikel kiri mungkin
ditemukan pada kurang dari setengah pasien dan cenderung bersifat difus.2
- Endocarditis
Endokarditis infektif (EI) adalah infeksi mikroba pada permukaan endotel
jantung.Infeksi biasanya paling banyak mengenai katup jantung, namun dapat juga terjadi
pada lokasi defek septal, atau korda tendinea atau endokardium mural.EI akut menunjukkan
toksisitas yang nyata dan berkembang dalam beberapa hari sampai beberapa minggu,
mengakibatkan destruksi katup jantung dan infeksi metastatic, dan penyebabnya khas yaitu
staphylococcus aureus. Sedangkan EI subakut berkembang dalam beberapa minggu sampai
beberapa bulan dengan penyebabnya biasanya streptococcus viridians, enterococci,
staphylococci koagulase negative atau coccobacilli gram negative.2
Demam merupakan gejala dan tanda yang paling sering ditemukan, terjadi pada 80%
kasus EI. Demam mungkin tidak ditemukan atau minimal pada pasien usia lanjut, debilitas
berat, gagal ginjal kronik dan jarang pada EI katup asli yang disebabkan stafilokokus
koagulase negative. Murmur jantung yang baru dilaporkan pada 48% kasus dan perburukan
murmur yang sudah ada dijumpai pada 20% kasus. Pembesaran limpa ditemukan pada 11%
kasus, dan lebih sering pada EI subakut.2
Ptekiae, merupakan manifestasi perifer tersering, dapat ditemukan pada konjungtiva
palpebra, mukosa palatal dan bukal, ekstremitas dan tidak spesifik pada EI. Gejala
musculoskeletal sering ditemukan berupa artralgia dan mialgia, jarang arthritis dan nyeri
bagian belakang yang prominen.2
Emboli sistemik merupakan sequellae klinis tersering EI, dapat terjadi sampai 40%
pasien dan kejadiannya cenderung menurun selama terapi antibiotic yang efektif. Gejala dan
tanda neurologis terjadi pada 30-40% pasien EI dan dikaitkan dengan peningkatan
mortalitas.Strok emboli merupakan manifestasi klinis tersering. Manifestasi klinis lain yaitu
perdarahan intracranial yang berasal dari rupture aneurisma mikotik, ruptur arteri karena
arteritis septic, kejang dan ensefalopati. Peningkatan petanda inflamasi (laju endap darah dan
C-reactive protein) dijumpai pada dua pertiga kasus dan leukositosis serta anemia ditemukan
pada separuh kasus.2
Epidemiologi
Demam rematik dan penyakit jantung reumatik masih merupakan masalah kesehatan
yang penting di negara sedang berkembang. Di negara yang sudah maju penyakit ini sudah
bukan merupakan masalah kesehatan yang penting, sekalipun demikian, kadang timbul
epidemi lokal yang sulit dipastikan sebabnya. Puncak insiden demam rematik terdapat pada
kelompok usia 5-15 tahun, penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun dan
penduduk di atas 50 tahun. Angka kejadian penyakit ini sangat sulit diketahui dengan pasti,
karena penyakit ini bukan merupakan penyakit yang harus dilaporkan, di samping tidak
adanya keseragaman terminologi serta kriteria diagnostik.11
Di negara yang sudah maju, angka kejadian demam rematik baik berupa serangan
pertama maupun serangan ulangan, telah menurun dengan tajam dalam 30-40 taun terakhir
ini. Beratnya penyakit serta angka kematian juga telah berubah. Perbaikan keadaan sosial
ekonomi, higiene, penggunaan obat anti streptokok, serta kemungkinan perubahan yang
terjadi pada kuman streptokoknya sendiri telah menurunkan insiedens demam rematik. Di
negara yang mencatat demam penyakit jantung reumatik, pada umumnya dilaporkan 10-30
kasus baru setiap 10.000 penduduk setiap tahun.11
Etiologi
Demam rematik akut disebabkan oleh respon imunologis yang terjadi sebagai sekuel
dari infeksi streptokokus grup A pada faring tetapi bukan pada kulit. Tingkat serangan
demam rematik akut setelah infeksi streptokokus bervariasi tergantung derajat infeksinya,
yaitu 0,3 sampai 3 persen. Faktor predisposisi yang penting meliputi riwayat keluarga yang
menderita demam rematik, status sosial ekonomi rendah (kemiskinan, sanitasi yang buruk),
dan usia antara 6 sampai 15 tahun (dengan puncak insidensi pada usia 8 tahun).14
Patofisiologi
Penatalaksanaan
Medika mentosa11
Seperti diketahui demam reumatik berhubungan dengan infeksi Streptococcus,
sehingga pemberantasan dan pencegahannya berhubungan pula dengan masalah infeksi
Streptococcus.
1. Eradikasi kuman beta-Streptococcus hemolyticus group A
Pengobatan yang adekuat terhadap infeksi Streptococcus harus segera dilaksanakan
setelah diagnosis ditegakkan. Dianjurkan menggunakan penisilin dosis biasa selama 10 hari;
pada penderita yang peka terhadap penisilin, dapat diganti dengan eritromisin. Pengobatan
terhadap Streptococcus ini harus tetap diberikan meskipun biakan usap tenggorok negative
karena kuman masih mungkin ada dalam jumlah sedikit di dalam jaringan farings dan tonsil.
Penisilin tidak berpengaruh terhadap demam, gejala sendi dan laju endap darah, tetapi
insidens penyakit jantung reumatik menjadi lebih rendah dalam pengawasan selama satu
tahun. Tetrasiklin dan sulfa tidak dipergunakan untuk eradikasi kuman Streptococcus.
Non-medika mentosa11
3. Diet
Bentuk dan jenis makanan disesuaikan dengan keadaan penderita. Pada sebagian besar
kasus cukup diberikan makanan biasa, cukup kalori dan protein. Tambahan vitamin dapat
dibenarkan. Bila terdapat gagal jantung diet disesuaikan dengan diet untuk gagal jantung.
4. Istirahat dan Mobilisasi
Selama terdapat tanda-tanda radang akut, penderita harus istirahat di tempat tidur.
Untuk arthritis cukup dalam waktu lebih kurang 2 minggu. Istirahat mutlak yang
berkepanjangan tidak diperlukan mengingat efek psikologis serta keperluan sekolah.
Penderita demam reumatik tanpa karditis atau penderita karditis tanpa gejala sisa atau
penderita karditis dengan gejala sisa kelainan katup tanpa kardiomergali, setelah sembuh
tidak perlu pembatasan aktivitas. Penderita dengan kardiomegali menetap perlu dibatasi
aktivitasnya dan tidak diperkenankan melakuakan olahraga yang bersifat kompetisi fisis.
Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada Penyakit Jantung Reumatik (PJR) diantaranya
adalah gagal jantung, pankarditis (infeksi dan peradangan di seluruh bagian jantung),
pneumonitis reumatik (infeksi paru), emboli atau sumbatan pada paru, kelainan katup
jantung, dan infark (kematian sel jantung).8,15
Prognosis
Penyakit jantung reumatik pada dasarnya tergantung berat ringannya kelainan katup.
Prognosis demam rematik tergantung teratasi atau tidaknya infeksi Streptococcus Beta
Hemoliticus grup A dan pengobatan pencegahan.
- Ad.Vitam: tergantung berat ringannya karditis.
- Ad.Sanasionam: 3 % akan terjadi didaerah wabah faringitis dan 15%terjadi pada
pasien yang pernah mendapat serangan demam rematik sebelumnya. Faktor yang
mempengaruhi kekambuhan ialah faktor imun dan gejala sisa penderita.
- Ad.Fungsionam: dikhawatirkan akan menjadi gagal jantung jika penyembuhan dan
pencegahan rekurensi tidak adequat.16
Pencegahan
Daftar Pustaka
1. Kliegman RM, Stanton BF, Geme JWS, Schor NF, Behrman RE. Nelson textbook
pediatrics. 19th Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011.p.
2. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jilid 1 edisi ke-6. Jakarta: Interna Publishing; 2014.h.126-
7,1107,1208,1211,1222-3.
3. Santoso M. Panduan anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis. Jakarta: PT. Sinar Surya
Megah Perkasa; 2013.h.10-1.
4. Gray H, Dawkins K, Morgan J, Simpson I. Penyakit Katup Jantung dalam Lecture Notes
Kardiologi. Edisi Keempat. Jakarta : Erlangga; 2005.
5. Hull D, Johnston DI. Dasar-dasar pediatri. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2008.h.134.
6. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi robbins. Edisi ke-7. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.h.464.
7. Suarjana I N. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta:Interna Publishing;
2010.h. 2495.
8. Wahab, Samik A. Demam Reumatik Akut. Dalam: Buku Ajar Kardiologi Anak IDAI
Jakarta. Jakarta: Binarupa Aksara;2004.h.289.
9. Halstead S, Arbovirus. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi ke-15. Jakarta :
EGC;2000.h.1133-4.
10. Imanuel S, Sastroasmoro S, Firmansyah A. Ilmu kesehatan anak. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 1991. h.599-601.
11. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu kesehatan anak. Jakarta: Infomedika
Jakarta; 2007. h 738.
12. Rudolph AM. Buku ajar pediatri volume 3. Edisi ke-20. Jakarta: EGC; 2007.h.1595.
13. Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono T, Rudiman R. Buku ajar ilmu bedah
sjamsuhidajat-de jong. Edisi ke 3. Jakarta: EGC; 2010.h.536-9.
14. Park M. Pediatric Cardiology for Practicioners. 5th ed. Philadelphia: Mosby Elsevier.
2008
15. Suarjana I N. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta:Interna Publishing;
2010.h. 2509.
16. Leman, Saharman. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II,ed 5. Jakarta: Internal
Publishing; 2009.h.1667.
17. Junadi P, Soemasto AS, dan Amelz H. Kapita selekta kedokteran. Edisi ke- 2. Jakarta:
Media aesculapius; 2002. h.154.