Anda di halaman 1dari 23

Penyakit Jantung Iskemik

Nama: Theresia Tamia NIM: 102011211 Kelompok: C4 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Email: theresia_tamia@hotmail.com

Pendahuluan Skenarionya yaitu seorang pria 60 tahun datang ke RS dengan keluhan nyeri dada kiri terus menerus sejak 40 menit yang lalu. Nyeri terasa seperti tertimpa beban berat di bagian tengah dada dan disertai keringat dingin. Pasien tersebut juga mengeluh perutnya terasa mual sejak nyeri timbul. Riwayat penyakit sebelumnya pasien memiliki riwayat darah tinggi dan seorang perokok sejak 20 tahun terakhir. Kejadian ini banyak terdapat di masyarakat. Maka dari itu, sangatlah penting untuk mengetahui cara mendiagnosis, penyebab, pengobatan, serta pencegahannya.

Isi Anamnesis Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis), keluarga pasien atau dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien (aloanamnesis). Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang khas, yaitu berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh pasien.1 Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan menentukan beberapa hal mengenai hal-hal berikut. Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan diagnosis)

Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan pasien (diagnosis banding) Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor predisposisi dan faktor risiko) Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi) Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor prognostik, termasuk upaya pengobatan) Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk menentukan diagnosisnya Selain pengetahuan kedokterannya, seorang dokter diharapkan juga mempunyai kemampuan untuk menciptakan dan membina komunikasi dengan pasien dan keluarganya untuk mendapatkan data yang lengkap dan akurat dalam anamnesis. Lengkap artinya mencakup semua data yang diperlukan untuk memperkuat ketelitian diagnosis, sedangkan akurat berhubungan dengan ketepatan atau tingkat kebenaran informasi yang diperoleh. Contohnya pada keluhan nyeri dada yang ditanyakan yaitu:2 Perkenalan: Perkenalkan diri anda. Tanyakan nama, usia, dan pekerjaan pasien. Binalah rapport. Keluhan utama: Tanyakan semua keluhan pasien saat ini serta lama terjadinya. Riwayat penyakit sekarang: tanyakan pasien semua pertanyaan yang berkaitan dengan nyeri dada, termasuk lokasi, onset, karakter, dan penyebaran. Lokasi: Di mana tepatnya lokasi nyeri? Dapatkah anda menunjuknya? Keparahan: Berdasarkan skala 1-10, skala 1 adalah nyeri paling ringan dan 10 adalah nyeri terberat yang pernah anda rasakan, seberapa parahkan nyeri anda? Onset: Kapan anda pertama kali menyadari adanya nyeri? Kapan nyeri dimulai? Sifat: Dapatkah anda menjelaskan rasa nyeri tersebut? Apakah nyeri bersifat tajam atau tumpul? Apakah nyeri terasa seperti menekan? Apakah anda merasakan sensasi seperti terbakar? Penjalaran: Apakah nyeri berpindah-pindah? Apakah nyeri menyebar ke lengan, rahang, atau punggung? Faktor yang memperingan: Apakah ada yang membuat nyeri berkurang? Misalnya beristirahat? Faktor yang memperberat: Apakah ada yang membuat nyeri memburuk? Misalnya saat beraktivitas? Bernapas dalam? Bergerak? Batuk? Makan berat atau udara dingin? Durasi: Berapa lama nyeri berlangsung? 2

Aktivitas: Apakah nyeri memburuk pada saat beraktivitas? Seberapa jauh anda mampu berjalan sebelum timbul nyeri? Gejala-gejala: Apakah anda menyadari adanya keluhan selain nyeri seperti susah bernapas? Palpitasi atau pusing? Batuk? Apakah tekanan darah meningkat? Apakah anda merasa sakit atau bahkan muntah? Riwayat penyakit dahulu: Apakah anda menderita penyakit tertentu? Apakah anda pernah dirawat di rumah sakit? Apakah ada riwayat trombosis vena dalam (DVT), infark miokard (MI), angina, atau peningkatan tekanan darah? Riwayat pengobatan: Apakah anda sedang menjalani pengobatan? Apakah anda mengonsumsi obat-obatan yang tidak diresepkan? Apakah anda memiliki alergi obat? Riwayat keluarga: Apakah ada keluarga anda yang mengalami masalah yang sama? Apakah ada kelainan familial yang diwariskan? Apakah ada keluarga yang mengalami diabetes atau penyakit jantung? Riwayat sosial: Apakah anda merokok? Berapa batang sehari dan sudah berapa lama anda merokok? Apakah anda mengonsumsi alkohol? Berapa banyak anda minum alkohol dalam seminggu?

Pemeriksaan fisik Pemeriksaan keadaan umum Pemeriksaan keadaan umum penderita memberikan bantuan yang banyak dalam melihat keadaan sakit pasien. Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan pasien dalam keadaan sakit berat, sedang, ringan.3 Pemeriksaan kesadaran Keadaan pasien dapat digolongkan menjadi beberapa tingkatan kesadaran yaitu: Tabel 1. Jenis-jenis tingkat kesadaran.4

Pemeriksaan tanda-tanda vital Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan pemeriksaan tanda-tanda vital yang mencakup pemeriksaan suhu, frekuensi nadi, tekanan darah, dan frekuensi pernafasan. Pemeriksaan ini disebut vital karena mengandung ukuran-ukuran klinis kuantitatif yang sangat besar nilainya. Pemeriksaan frekuensi nadi. Nadi merupakan refleksi perifer dari kerja jantung dan penjalaran gelombang dari proksimal (pangkal aorta) ke distal. Nadi dirasakan sebagai suatu ekspansi tekanan ke atas dan ke luar pada berbagai titik. Gelombang nadi tidak bersamaan dengan aliran darah tetapi menjalar lebih cepat. Nadi dapat dirasakan selama mid-sistole, saat kontraksi jantung dan saat ejeksi darah intrakardia berlangsung. Kecepatan penjalaran nadi menurun pada beberapa penyakit jantung, darah atau pembuluh darah, tapi meningkat pada yang lain. Kakunya dinding arteri disebabkan oleh penuaan dan arterosklerosis mempercepat gelombang nadi. Intensitas nadi berhubungan dengan karakteistik pembuluh darah dan tekanan nadi. Kecepatan denyut nadi normal 50-100 denyut/menit.5 Tabel 2. Letak pemeriksaan frekuensi nadi.5

Denyut arteri radialis diraba pada bagian medial tulang radius dengan menggunakan tiga jari. Nilai kecepatan, irama volume dan sifat nadi:2 Kecepatan: normal 50-100 denyut/menit, takikardia >100 denyut/menit, bradikardia <50 denyut/menit. Irama: regular (aritmia sinus), iregular teratur (blokade jantung derajat kedua), iregular tidak teratur (fibrilasi atrial atau ektopik multipel). Volume: rendah (curah jantung rendah, gagal jantung, stenosis aorta), besar (tirotoksikosis, retensi CO2, regurgitasi aorta) Pemeriksaan frekuensi pernapasan. Kecepatan pernapasan dan polanya dikendalikan oleh kemosensor-kemosensor dan otak. Untuk orang normal, peningkatan konsentrasi ion hidrogen dalam darah merangsang peningkatan ventilasi. Sedangkan hipoksemia juga demikian tetapi kurang kuat. Kecepatan pernapasan normal tidak berarti bahwa oksigenisasi adekuat. Penyakit paru obstruktif menahun dan obat narkotik dapat merusak baik kemoreseptor maupun responsnya. Kecemasan meningkatkan pernapasan, seperti halnya rangsangan tingkah laku dan psikologiknya. Pemeriksa harus waspada bahwa, peningkatan kecepatan pernapasan involunter sering terjadi bila subjek menyadari bahwa pernapasannya sedang diamati. Untuk alasan ini, perhitungan kecepatan pernapasan dilakukan secara diamdiam. Kecepatan pernapasan normal adalah 12-18x/menit pada orang dewasa. Pemeriksaan suhu. Suhu selalu dipertahankan dalam kondisi konstan. Hal ini dilakukan dengan cara homeostasis. Homeostasis suhu dicapai dalam lingkungan dengan perubahan suhu yang lebar oleh mekanisme regulator yang meliputi termogenesis tirois membentuk lebih banyak panas, vasokonstriksi perifer untuk menghemat panas, vasodilatasi 5

perifer untuk pendinginan, dan berkeringat untuk mendinginkan dengan cara penguapan air. Suhu pada orang dewasa normal rata-rata 37oC. Pemeriksaan tekanan darah. Tekanan darah diukur dalam torr, singkatan dari torricelli, satuan tekanan yang sebelumnya dikenal sebagai milimeter air raksa. Oleh karena banyak sistem ukur yang tidak lagi menggunakan air raksa, perubahan terminologi adalah sesuai, meskipun hampir tidak pernah menyatakan satuan dari pengukuran. Tekanan darah normal pada kebanyakan orang dewasa sehat berkisar antara 90/50 dengan 140/90.5 Pemeriksaan fisik Inspeksi Evaluasi penampilan umum: Apakah pasien berada dalam distres akut? Aeperti apa pernapasan pasien? Apakah ia bernapas dengan susah payah? Apakah memakai otot pernapasan tambahan? Kulit: Apakah ada sianosis? Jika ya, apakah sentral atau perifer? Suhu dapat mencerminkan penyakit jantung. Anemia berat, beri-beri, dan tirotoksikosis cenderung membuat kulit lebih hangat; klaudikasio intermiten berkaitan dengan rasa dingin pada ekstremitas inferior jika dibandingkan dengan ekstremitas superior. Apakah ada xantomata? Xantomata tendo adalah massa agak kekuningan sekeras batu yang biasanya ditemukan melekat pada tendo ekstensor jari tangan adalah patognomonik untuk hiperkolestrolemia familial. Tendo Achilles dan tendo plantar telapak kaki juga merupakan lokasi umum untuk xantomata tendo. Apakah ada ruam kulit? Adanya eritema marginatum (eritema di mana daerah kemerahan berbentuk cakram dengan tepi yang menonjol pada pasien demam mengarah pada demam reumatik akut. Kuku: sering sekali, splinter hemorrhage dapat terlihat sebagai garis kecil coklatkemerahan di dasar kuku. Pendarahan ini berjalan dari tepi bebas proksimal dan secara klasik dikaitkan dengan endokarditis bakterial subakut. Tetapi penemuan ini tidak spesifik karena ditemukan pula pada banyak keadaan lain, bahkan termasuk trauma setempat pada kuku. Wajah: Stenosis aorta supravalvular, suatu kelainan kongenital, dijumpai bersamasama dengan mata yang terletak berjauhan, strabismus, telinga letak rendah, hidung yang menengadah, dan hipoplasia mandibula. Wajah bulat seperti bulan dan mata yang terletak berjauhan mengarah kepada stenosis pulmonal. Wajah tanpa ekspresi dengan kelopak mata bengkak dan hilangnya sepertiga luar alis dijumpai pada hipotiroidisme. Individu-individu ini mungkin menderita kardiomiopati. Lipatan daun telinga, atau tanda Lichtstein, adalah lipatan melintang, seringkali bilateral, sering ditemukan pada pasien di atas usia 50 tahun dengan penyakit a. Koronaria. 6

Mata: Adanya plak kekuningan pada kelopak mata, yang disebut xantelasma, harus membangkitkan kecurigaan akan hiperlipoproteinemia, meskipun lesi ini kurang spesifik dibandingkan xantoma. Pada pemeriksaan ini juga dapat memperlihatkan arkus senilis yang membangkitkan kecurigaan terhadap hiperkolestrolemia. Kekeruhan kornea mungkin dijumpai pada sarkoidosis, yang mungkin menjadi penyebab cor pulmonale atau gangguan miokard. Pindahnya lensa mata sering dijumpai pada pasien dengan sindrom Marfan, suatu penyebab penting regurgitasi aorta. Pendarahan konjungtiva lazim dijumpai pada endokarditis infektif. Hipertelorisme, atau mata yang berjarak lebar, berkaitan dengan penyakit jantung kongenital, terutama stenosis pulmonal dan stenosis aorta supravalvular. Pemeriksaan retina dapat memberikan informasi yang berguna mengenai diabetes, hipertensi, dan aterosklerosis. Mulut: Mintalah pasien membuka mulutnya lebar-lebar. Apakah palatumnya melengkung tinggi? Palatum yang melengkung tinggi mungkin berkaitan dengan gangguan jantung kongenital seperti prolaps katup mitral. Apakah ada petekiae pada palatum? Endokarditis bakterial subakut sering disertai dengan petekia di palatum. Leher: Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan webbing, hal ini mungkin dijumpai pada sindrom Turner yang mungkin mengalami koarktasio aorta, atau pada sindrom Noonan. Stenosis pulmonal merupakan kelasinan jantung yang menyertai keadaan ini. Bentuk dada: Pectus excavatum (dada cekung ke dalam), dijumpai pada sindrom Marfan dan pada prolaps katup mitral. Pectus carinatum (dada burung) juga berkaitan dengan sindrom Marfan. Apakah ada gerakan jantung yang terlihat? Ekstremitas: sebagian kelainan kongenital jantung berkaitan dengan kelainan ekstremitas. Pasien dengan defek septum atrium mungkin mempunyai falang ekstra, jari tangan ekstra, atau jari kaki ekstra. Jari tangan yang panjang dan kurus mengarah pada sindrom Marfan dan kemungkinan regurgitasi aorta.6 Palpasi Denyut apeks: Lakukan palpasi denyut apeks dengan merasakan titik pulsasi jantung yang paling kuat. Titik ini biasanya terletak pada sela iga kelima linea midklavikula.2 Setelah itu, lakukan palpasi dengan ujung jari, pemeriksa memakai bagian proksimal tangannya untuk meraba adanya gerakan keluar yang terus menerus pada suatu daerah yang luas, yang disebut heave atau lift. Pemeriksa kembali mempalpasi masing-masing dari empat daerah jantung utama.

Palpasi thrill. Thrill adalah sensasi getaran superfisial yang teraba pada kulit di atas daerah turbulensi. Adanya thrill menunjukkan bising (murmur) yang kuat. Thrill paling baik diraba dengan memakai kepala tulang metakarpal, bukannya dengan ujung jari, dan ditekankan dengan sangat ringan pada kulit. Jika memakai tekanan yang terlalu besar, thrill tidak akan dapat di raba.6 Denyut karotis: palpasi denyut karotis secara perlahan dengan ibu jari anda untuk menilai sifat denyut. Jangan menekan atau meraba kedua karotis bersamaan. Tekanan vena jugularis: Nilai tekanan vena jugularis dan bentuk denyut dengan memastikan bahwa pasien berbaring 45o dan meminta pasien untuk melihat ke samping. Temukan vena jugularis interna di antara caput klavikular dan sternal otot

sternokleidomastoideus dan periksa denyut JVP. Ukur tinggi JVP dari angulus sternalis. JVP normal tidak lebih dari 4 cm di atas angulus sternalis. Tekanan vena jugularis yang berdenyut biasanya menunjukkan gagal jantung kanan. Peningkatan JVP secara paradoksal saat inspirasi (tanda Kussmaul) menunjukkan perikarditis konstriktif. Namun, peningkatan bermakna dari JVP tanpa denyut disebabkan oleh obstruksi vena cava superior. Lakukan penekanan kuat di atas abdomen sekitar 15 detik dan perhatikan kenaikan JVP pada saat penekanan abdomen selama 15 detik merupakan tanda refluks hepatojugular positif (gagal jantung kanan).2 Perkusi Perkusi batas-batas jantung. Perkusi dilakukan pada sela ketiga, keempat, dan kelima dari garis aksilaris anterior kiri ke garis aksilaris anterior kanan. Biadanya ada perubahan nada perkusi dari sonor ke redup kira2 6 cm di sebelah lateral kiri sternum. Redup ini disebabkan oleh adanya jantung. Pada dekstrokardia dan tension pneumotoraks dada kiri dapat ditemukan redup pada sisi kanan sternum.6 Auskultasi Lakukan auskultasi pada keempat area jantung dengan menggunakan stetoskop untuk mendengarkan bunyi jantung, bunyi tambahan, murmur atau gesekan perikardial. Bandingkan waktu timbulnya murmur dengan denyut nadi karotis dengan menggunakan ibu jari anda untuk menentukan apakah ini merupakan murmur sistolik atau diastolik. Katup mitral: terletak di sekitar sela iga kelima kiri, linea midklavikula. Dengarkan adanya stenosis katup mital di sini menggunakan bagian lonceng stetoskop untuk mendengarkan murmur bernada rendah. Mintalah pasien untuk menahan napas ekspirasi dan berbaring ke sisi kiri. Selanjutnya, dengarkan adanya regurgitasi katup mitral pada apeks

dengan menggunakan bagian diafragma stetoskop. Periksa adanya penyebaran mutmur ke aksila. Katup pulmonal: terletak di sekitar sela iga kedua, garis sternum kiri. Dengarkan adanya stenosis pulmonal di sini dengan menggunakan bagian diafragma stetoskop. Katup aorta: terletak di sela iga kedua, garis sternum kanan. Dengarkan stenosis aorta di daerah ini. Periksa adanya penyebaran murmur ke karotid. Katup trikuspid: terletak di sekitar sela iga kelima, garis sternum kiri. Dengarkan adanya regurgitasi aorta dengan cara meminta pasien untuk membungkuk dan mintalah pasien untuk melakukan inspirasi dan ekspirasi dalam, dan menahannya saat ekspirasi penuh. Dengarkan adanya murmur, perhatikan waktu, intensitas, tempat, karakter, nada, penyebaran, dan pengaruh pernapasan dan posisi.2 Pemeriksaan edema Periksa adanya edema sakral dengan cara memberikan tekanan keras pada punggung bawah dan adanya edema tungkai dengan menekan pergelangan kaki. Periksa adanya pitting edema dengan melihat lekukan pada bagian yang diberi tekanan oleh jari anda. Pastikan anda bertanya pada pasien apakah mereka merasakan nyeri saat ditekan. Penyebab edema yaitu pitting edema (gagal jantung, sindrom nefrotik, sirosis, malnutrisi, anemia berat), nonpitting edema (obstruksi limfatik, trombosis vena dalam, miksedema).2

Pemeriksaan penunjang Electrocardiograph (EKG)

Gambar 1. Elektrokardiograf diambil dari http://www.tradeage.com Cara kerja

Gambar 2. Letak sadapan precordial diambil dari http://id.wikipedia.org Karena cairan tubuh merupakan konduktor yang baik (yaitu karena tubuh merupakan suatu konduktor volume), fluktuasi potensial yang menggambarkan jumlah aljabar potensial aksi serabut miokardium dapat direkam di luar sel. Perekaman fluktuasi potensial ini selama siklus jantung adalah elektrokardiogram. Kebanyakan alat elektrokardiograf merekam fluktuasi ini pada secarik kertas yang bergerak. Elektrokardiogram dapat direkam dengan menggunakan elektroda aktif atau eksplorasi yang dihubungkan ke suatu elektroda indiferen pada potensial nol (rekaman unipolar), atau dengan menggunakan dua elektroda aktif (rekaman bipolar).

Gambar 3. Letak sadapan unipolar 7 Dalam konduktor volume, jumlah potensial di titik sudut suatu segitiga sama sisi dengan sumber arus dipusatnya adalah nol setiap waktu. Segitiga dengan jantung pada pusatnya (segitiga einthoven) dapat diperkirakan dengan menempatkan elektroda pada kedua lengan dan kaki. Elektroda ini adalah tiga sadapan (lead) ekstremitas standar yang digunakan pada elektrokardiografi. Bila kesemua elektroda itu dihubungkan ke ujung yang sama, elektroda indiferen akan diperoleh dengan potensial yang tetap mendekati nol. Depolarisasi yang bergerak menuju elektroda aktif dalam suatu konduktor volume menghasilkan

defleksi/penyimpangan positif, sedangkan depolarisasi yang bergerak ke arah berlawanan menghasilkan defleksi negatif. Nama berbagai gelombang dan segmen dalam EKG manusia berbeda-beda. Menurut kesepakatan, defleksi ke atas ditulis bila elektroda aktif menjadi relatif positif terhadap elektroda indiferen, dan defleksi ke bawah ditulis bila elektroda aktif menjadi negatif. Gelombang P dihasilkan oleh depolarisasi atrium, kompleks QRS oleh depolarisasi ventrikel, 10

dan segmen ST beserta gelombang T oleh repolarisasi ventrikel. Manifestasi repolarisasi atrium dalam keadaan normal tidak terlihat karena tertutup oleh kompleks QRS. Gelombang U tidak selalu ditemukan, dan diyakini bahwa gelombang ini timbul karena adanya repolarisasi lambat pada m. Papillaris.8 Elektrokardiogram normal

Gambar 4. EKG normal 8 Rangkaian bagian jantung yang mengalami depolarisasi dan posisi jantung terhadap elektroda menjadi pertimbangan yang penting dalam menafsirkan konfigurasi gelombang di setiap sadapan. Atrium terletak di sebelah posterior dalam rongga dada. Ventrikel membentuk basis dan permukaan anterior jantung, dan ventrikel kanan berada di sisi anterolateral ke kiri.9

Gambar 5. Gelombang pada EKG8 Jadi aVR menghadap ke rongga ventrikel. Depolarisasi atrium dan ventrikel, serta repolarisasi ventikel bergerak menjauhi elektroda eksplorasi sehingga gelombang P, kompleks QRS, dan gelombang T tampak sebagai defleksi negatif (ke arah bawah); aVL dan aVF menghadap ke ventrikel, dan karena itu defleksinya dominan positif atau bifasik tidak 11

ada gelombang Q pada V1 dan V2, serta bagian awal kompleks QRS merupakan defleksi kecil ke atas karena depolarisasi ventrikel mula-mula bergerak melintasi bagian tengah septum dari kiri ke kanan menuju elektroda eksplorasi. Gelombang eksitasi lalu bergerak menuruni septum dan ke ventrikel kiri menjauhi elektroda yang menghasilkan gelombang S besar. Akhirnya, gelombang ini bergerak kembali sepanjang dinding ventrikel menuju elektroda sehingga kembali ke garis isoelektrik. Sebaliknya, pada sadapan ventrikel kiri (V4-V6) mungkin terdapat awal gelombang Q kecil (depolarisasi septum dari kiri ke kanan), dan terdapat gelombang R besar (depolarisasi septum dan ventrikel kiri) yang diikuti dengan gelombang S sedang pada V4 dan V5 (depolarisasi lambat dinding ventrikel bergerak kembali menuju AV junction).8 Pemeriksaan laboratorium Otot miokard yang mengalami kerusakan akan melepaskan beberapa enzim spesifik sehingga kadarnya dalam serum meningkat. Peningkatan kadar ensim ini juga akan ditemukan pada penderita setelah operasi jantung, kardioversi elektrikal, trauma jantung atau perikarditis. Enzim-enzim jantung antara lain:9 Kreatinin fosfokinase (Creatine phosphokinase-CK) Pada IMA konsentrasi CK dalam serum meningkat dalam waktu 4-6 jam setelah onset infark, mencapai puncaknya setelah 18-24 jam dan turun kembali ke normal dalam 3-4 hari. Pemeriksaan ini tidak terlalu spesifik untuk kerusakan otot miokard karena enzim ini juga terdapat dalam paru-paru, otot skelet, otak, uterus, saluran pencernaan dan kelenjar tiroid sehingga kerusakan pada organ-organ tersebut juga akan meningkatkan kadar CK dalam darah. Ada 3 isoensim dari CK yang terlihat pada elektroforesis, yaitu MM, BB, dan MB. Isoensim BB umumnya terdapat pada otak, MM pada otot skelet, dan MB pada otot jantung, usus, lidah, dan otot diafragma tetapi dalam jumlah yang kecil. Pemeriksaan isoenzim CKMB dalam serum merupakan tes paling spesifik pada nekrosis otot jantung. CK-MB meningkat dalam 4-6 jam setelah onset infark, puncaknya pada 18-24 jam dan umumnya menjadi normal dalam 3-4 hari. Nilai rujukan CK total untuk orang dewasa pria yaitu 5-35 g/ml, 30-180 IU/l, 55-170 U/l pada suhu 37oC, sedangkan wanita yaitu 5-25 g/ml, 25-150 IU/l, 30-135 U/l pada suhu 37oC. Troponin Troponin T dan I jantung adalah protein myofibril dari serat otot lintang yang bersifat kardiospesifik. Pada saat terjadi kerusakan miokard akibat iskemia, Troponin T dan I dari 12

sitoplasma dilepas ke dalam darah. Masa penglepasan troponin T dan I berlangsung 30-90 jam dan setelah itu menurun. Diagnosis troponin T dan I lebih superior dibandingkan CK-MB dan terjadinya positif palsu sangat jarang. Peningkatan kadar Troponin T dan I dapat menjadi penanda kejadian koroner akut pada angina pectoris tidak stabil. Troponin I atau troponin T merupakan petanda nekrosis miokard yang lebih disukai, karena lebih spesifik daripada CK dan CKMB. Pada pasien dengan IMA, peningkatan awal troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2 minggu. Kadar troponin dapat meningkat secara cepat dan terdeteksi dalam 1 jam terjadinya cedera sel miokard. Nilai rujukan troponin I yaitu <0,35 g/L, sedangkan troponin T yaitu <0,1 g/L. C-reactive protein (CRP) CRP tidak ditemukan darah orang normal, sehingga tidak ada nilai normalnya. CRP akan ditemukan pada penderita dengan demam reumatik akut dengan atau tanpa gagal jantung. Pemeriksaan ini penting untuk mengikuti perjalanan aktivitas demam reumatik. CRP juga kadang ditemukan pada serum penderita dengan infark miokard transmural.

Working diagnosis Konsensus Joint European Society of Cardiology/ American College of Cardiology Committee for the Redefinition of myocardial Infarction membuat kriteria diagnosis infark miokard akut, sedang berkembang, atau baru sebagai berikut peningkatan dan penurunan bertahap (troponin) yang khas atau peningkatan dan penurunan yang lebih cepat (kreatin kinase) dari penanda biokimiawi akibat nekrosis miokard disertai salah satu tanda berikut:10 Gejala iskemik Berkembangnya gelombang Q patologis pada EKG Perubahan EKG yang menunjukkan iskemia (elevasi atau depresi segmen ST) Intervensi arteri koroner (misalnya angioplasti koroner) Hasil temuan patologis dari suatu infark miokard akut Penegakkan diagnosis MI akut bergantung pada ketiga variabel dalam trias diagnosis: gambaran klinis pasien (nyeri dada khas infark atau lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan pemberian nitrat), hasil EKG (depresi segmen ST persisten atau transien, inverse gelombang T, gelombang T yang mendatar), dan peningkatan CK-MB, troponin jantungspesifik, dan penanda jantung dalam serum.11 Berdasarkan gejala yang dialami oleh pasien dan hasil EKG di skenario maka dapat diambil working diagnosis berupa infark miokard tanpa elevasi gelombang ST (NSTEMI). 13

Differential diagnosis Angina pectoris tidak stabil Angina pektoris tidak stabil disebabkan oleh terjadinya iskemia miokardium. Gejala yang timbul berupa rasa tidak nyaman yang biasanya dirasakan sebagai sensasi berat, kencang, seperti diremas, atau seperti terikat di tengah-tengah dada (retrosternum), dan bisa memancar ke lengan kiri dan atau kanan, ke leher, dan ke rahang. Angina ini muncul biasanya saat melakukan aktivitas fisik dan dapat timbul pula pada saat beristirahat. Selain itu dapat terjadi >10 menit, dan dapat terjadi berkeringat, mual, maupun muntah. Pada pemeriksaan EKG dapat ditemukan tanda-tanda iskemia seperti depresi segmen ST ataupun elevasi yang sebentar atau adanya gelombang T yang negatif. Namun pada angina pektoris ini tidak ditemukan kenaikan enzim jantung seperti CK-MB maupun troponin. Karena kenaikan enzim biasanya dalam waktu 12 jam, maka pada tahap awal serangan, angina tak stabil seringkali tidak bisa dibedakan dari NSTEMI.12 Infark miokard dengan elevasi ST (STEMI) STEMI biasanya juga disebabkan oleh terjadinya iskemia jantung. Gejala yang ditimbulkan mirip dengan gejala angina pektoris tidak stabil maupun NSTEMI yaitu nyeri dada yang khas. Nyeri dada ini dapat berlangsung >30 menit dan terdapat ekstremitas yang pucat disertai keringat dingin. Sebagian pasien juga cemas dan tidak dapat beristirahat (cemas). Pada pemeriksaan EKG dapat ditemukan tanda-tanda iskemia berupa elevasi ST 2mm, minimal pada 2 sadapan prekordial yang berdampingan atau 1mm pada 2 sadapan

ekstremitas. Pada pemeriksaan enzim jantung terdapat hasil yang mirip dengan NSTEMI yaitu terdapat kenaikan dua kali dari batas normal CK-MB dan troponin.12 Penyakit jantung hipertensi Hipertensi juga dapat menyebabkan terjadinya iskemia miokard. Hal ini dapat terjadi karena terjadinya peningkatan kebutuhan oksigen akibat terjadinya hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi mempunyai gejala yaitu berdebar-debar, rasa melayang, impoten, cepat lelah, sesak napas, sakit dada (akibat iskemia miokard atau diseksi aorta), bengkak kedua kaki atau perut. Pada pemeriksaan EKG, pada 20-50% menunjukkan adanya hipertrofi ventrikel kiri.12

Epidemiologi Infark miokard merupakan salah satu diagnosa yang paling umum pada pasien yang dirawat di rumah sakit di negara- negara barat. Di Amerika Serikat, kurang lebih 1,5 juta infark miokard terjadi setiap tahunnya. Mortalitas karena infark akut kurang lebih 30 persen, 14

dengan lebih separuh dari kematian terjadi sebelum pasien / penderita masuk rumah sakit. Meskipun harapan hidup sesudah perawatan di rumah sakit telah meningkat selama dua dekade terakhir, tambahan 5 10 persen pasien yang selamat meninggal pada tahun pertama sesudah infark miokard dan jumlah infark miokard setiap tahun di Amerika Serikat sebagian besar tetap tidak berubah sejak awal tahun 1970- an. Resiko mortalitas berlebihan dan infark miokard non fatal rekuren menetap pada pasien yang sembuh.

Gambaran klinis Manifestasi klinis dari infark miokard adalah nyeri dada yang berlokasi di regio substernal atau kadang-kadang di epigastrium, yang menyebar ke leher, bahu kiri, dan lengan kiri. Rasa tidak nyaman ini biasanya cukup berat untuk digolongkan sebagai rasa nyeri. Dispnea dan ketidaknyamanan di epigastrium mungkin juga terjadi, hal ini lebih sering terjadi pada wanita. Infark miokard biasanya disertai dengan suatu rasa nyeri yang mirip dalam kualitas dan distribusi dengan rasa nyeri angina tetapi berlangsung lebih lama (30 menit) dan biasanya intensitasnya lebih besar. Berbeda dengan angina, infark miokard tidak cepat menghilang dengan beristirahat atau obat dilator koroner dan mungkin membutuhkan narkotika dosis besar. Nyeri ini dapat disertai diaforesis (keluar keringat banyak), mual, muntah dan hipotensi.13 Nyeri dada pada infark miokard mempunyai ciri seperti diperas, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan. Nyeri ini terjadi pada saat beraktifitas dan tidak hilang pada saat beristirahat. Sedangkan gejala yang tidak khas meliputi dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien yang berusia lebih dari 65 tahun.12 Nyeri dada pada iskemia miokard yang disebabkan oleh stenosis aorta, kardiomyopati hipertrofik dan penyakit arteri koroner yang penyebab-penyebabnya bukan aterosklerotik, pada umumnya mirip dengan nyeri angina pektoris karena aterosklerosis koroner akan tetapi, pemeriksaan fisis biasanya akan mengungkapkan temuan-temuan klasik suatu bising sistolik pada pasien dengan stenosis aorta.13 Pada 20-60% kasus infark yang tidak fatal bersifat tersembunyi atau asimptomatik. Sekitar separuh kasus infark miokard benar-benar tersembunyi dan tidak ditemukan kelainan, dan hanya terdiagnosis saat pemeriksaan EKG rutin, atau pemeriksaan postmortem.11 Pemeriksaan fisik

15

Pemeriksaan fisis pada para pasien iskemia miokard sering seluruhnya normal. Akan tetapi, iskemia miokard dapat menyebabkan suara jantung ketiga atau suara jantung keempat karena suatu gangguan kontraksi atau relaksasi miokard. Disfungsi otot papiler yang iskemik dapat menyebabkan regurgitasi mitral yang sementara dan disertai bising jantung. Infark miokard dan iskemia yang hebat dan merata dapat menyebabkan gagal jantung. Apabila area dari iskemia miokard tersebut besar, mungkin juga ditemukan diaforesis, kulit yang pucat dan dingin, sinus takikardia, suara jantung ketiga/keempat, dan kadangkadang hipotensi.13 Pemeriksaan penunjang Electrocardiograph (EKG) Perubahan tertentu pada hasil EKG yang menunjukkan infark miokardium akut dikelompokkan menjadi infark gelombang Q atau gelombang non-Q. Perubahan hasil EKG yang berkaitan dengan infark miokardium gelombang Q mencakup peningkatan segmen ST, inversi gelombang T, dan gelombang Q yang nyata pada sadapan yang terpasang pada miokardium yang mengalami infark. Selang beberapa waktu, segmen ST dan gelombang T akan kembali normal, hanya gelombang Q tetap bertahan pada hasil EKG yang menunjukkan adanya infark miokardium gelombang Q. Namun hanya separuh hingga dua per tiga pasien infark miokard akut yang menunjukkan pemulihan elektrokardiografis klasik ini. Infark miokard gelombang non Q terjadi pada sekitar 30% pasien yang menderita infark miokardium. Adanya gelombang Q sering kali berkaitan dengan durasi iskemia dalam arteri yang mengalami infark. Misalnya pasien yang menerima pengobatan trombolitik sering kali menderita NQWMI. Hasil pemeriksaan EKG pada NQWMI adalah penurunan segmen ST sementara atau inversi gelombang T (atau keduanya) pada sadapan yang dipasang di daerah infark. Perubahan ini menetap hingga 72 jam dan kemudian kembali normal, tidak meninggalkan petunjuk permanen adanya infark miokard pada EKG. Infark transmural timbul apabila EKG memperlihatkan gelombang Q atau hilangnya gelombang R, infark nontransmural sering timbul apabila EKG hanya memperlihatkan perubahan segmen ST dan gelombang T.11 Enzim jantung Penanda biokimia yang digunakan untuk menegakkan diagnosis cedera miokardium akut yaitu creatinine kinase (CK) dan isoenzimnya creatinine kinase MB (CK-MB), dan troponin: cardiac spesific troponin T (cTnT) dan cardiac spesific troponin I (cTnI). Peningkatan dan penurunan CK dan CK-MB merupakan penanda cedera otot yang paling spesifik seperti pada infark miokardium. Setelah infark miokardium akut, CK dan CK16

MB meningkat dalam waktu 4-6jam dengan kadar puncak dalam 18-24 jam, dan kembali menurun hingga normal setelah 2-3 hari. Sedangkan troponin juga merupakan petunjuk adanya cedera miokardium. Troponintroponin ini merupakan protein regulator yang mengendalikan hubungan aktin dan miosin yang diperantarai kalsium, peningkatan kadar serum bersifat spesifik untuk pelepasan dari miokardium. Troponin akan meningkat 4-6 jam setelah cedera miokardium dan akan menetap selama 10 hari setelah peristiwa tersebut dan dianggap sangat spesifik pada peningkatan CK yang hanya sedikit. Troponin serum juga dapat meningkat pada gagal jantung kongestif, hipertensi, hipertrofi ventrikel kiri, miokarditis, dan saat kemoterapi yang bersifat toksik terhadap miokardium. Protein C-reaktif (CRP) juga dianggap sebagai penanda biokimiawi pada cedera miokardium. Suatu peristiwa inflamasi akut (misalnya angina tak stabil) menyebabkan peningkatan CRP.12 Apabila kadar CRP serum lebih dari 3 mg/L dilaporkan memiliki risiko tertinggi penyakit kardiovaskular, sedangkan kadar 1-3 mg/L memiliki risiko tingkat sedang.14

Faktor risiko Iskemia miokard karena aterosklerosis koroner lebih umum pada pasien yang menderita hiperkolesterolemia, diabetes melitus, hipertensi, obesitas, atau yang merokok. Toksin-toksin termasuk memakan kokain atau penghentian keterpaparan kronik terhadap nitrogliserin, dapat menyebabkan vasokonstriksi koroner yang cukup untuk menyebabkan infark miokard.13 Biasanya terdapat riwayat keluarga menderita penyakit jantung (aterosklerosis) yang nyata dan perlu ditanyakan adanya faktor-faktor risiko, seperti hiperkolesterolemia, hipertensi, merokok, laki-laki, diabetes, obesitas, peningkatan stres, dan kurangnya berolahraga secara rutin untuk stratifikasi risiko.2

Patofisiologi Infark miokard dapat didahului oleh adanya oklusi dari arteri koronaria, kemudian akibat obstruksi tersebut terjadi lenyapnya pasokan darah yang sangat penting bagi miokardium, yang memacu perubahan fungsional, biokimiawi, dan morfologik yang mencolok. Sumbatan suatu arteri koronaria utama menyebabkan iskemia dan mungkin kematian sel di seluruh regio anatomik yang didarahi oleh arteri tersebut (disebut daerah

17

berisiko), terutama di subendokardium. Hasil akhir terutama bergantung pada keparahan dan lamanya gangguan aliran darah. Konsekuensi biokimiawi utama yang pertama kali terjadi pada iskemia miokardium adalah terhentinya glikolisis aerobik (sehingga glikolisis anaerobik terpacu) dalam beberapa detik, yang menyebabkan berkurangnya pembentukan fosfat berenergi tinggi (misalnya kreatin fosfat dan adenin trifosfat) dan menumpuknya produk-produk oecahan yang berpotensi merugikan (misalnya asam laktat). Fungsi miokardium sangat sensitif terhadap iskemia berat; dalam 60 detik setelah awitan iskemia, kontraktilitas menjadi sangat berkurang. Perubahan ultrastruktur (termasuk relaksasi miofibril, deplesi glikogen, pembengkakan mitokondria dan sel) juga terjadi dalam beberapa menit setelah awitan iskemia. Perubahan-perubahan dini ini dapat reversibel, dan kematian sel tidak segera terjadi. Seperti telah dibuktikan secara eksperimental, hanya iskemia berat yang berlangsung paling sedikit 20-40 menit atau lebih yang menyebabkan kerusakan irreversibel (nekrosis) sebagian miosit jantung. Mekanisme utama kematian sel adalah nekrosis koagulasi; apoptosis juga mungkin penting, tetapi hal ini belum dapat dipastikan. Jika terjadi pemulihan aliran darah miokardium (dikenal sebagai reperfusi) setelah periode kekurangan darah yang singkat (kurang dari 20 menit di miokardium yang paling iskemik), kematian sel dapat dicegah. Iskemia miokardium berperan menyebabkan aritmia melalui mekanisme kompleks yang belum dipahamimungkin melibatkan instabilitas listrik (iritabilitas). Cedera irreversibel miosit iskemik terjadi pertama-tama di zona subendokardium. Pada iskemia yang berlangsung lebih lama, gelombang kematian sel bergerak menembus miokardium sehingga ketebalan transmural zona iskemik bertambah secara progresif. Lokasi pasti, ukuran, dan gambaran morfologik spesifik suatu infark miokardium akut bergantung pada hal-hal berikut:14 Lokasi, keparahan, dan kecepatan terjadinya obstruksi aterosklerotik arteri koronaria. Ukuran jaringan vaskular yang mendapat perfusi dari pembuluh yang tersumbat. Lama sumbatan. Kebutuhan metabolik/oksigen miokardium yang berisiko. Luasnya pembuluh darah kolateral. Adanya spasme arteri koronaria, lokasi, dan tingkat keparahannya. Faktor lain, misalnya perubahan tekanan darah, kecepatan denyut jantung, dan irama jantung.

18

Infark miokard atau nekrosis iskemik pada miokardium diakibatkan oleh iskemia pada miokard yang berkepanjangan, yang bersifat irreversibel. Iskemia yang lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan kerusakan sel irreversibel serta nekrosis atau kematian otot. Bagian miokardium yang mengalami infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan yang mengalami infark dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup. Ukuran infark akhir bergantung pada nasib daerah iskemik tersebut. Bila pinggir daerah ini mengalami nekrosis maka besar daerah infark akan bertambah besar, sedangkan perbaikan iskemia akan memperkecil daerah nekrosis.11 Infark miokard hampir selalu terjadi di ventrikel kiri dan dengan nyata mengurangi fungsi ventrikel kiri, makin luas daerah infark, makin kurang daya kontraksinya. Secara fungsional, infark miokard menyebabkan berkurangnya kontraksi dengan gerak dinding abnormal, terganggunya kepaduan ventrikel kiri, berkurangnya volume denyutan, berkurangnya waktu pengeluaran, dan meningkatnya tekanan akhir diastole ventrikel kiri. Gangguan fungsi tidak hanya tergantung luasnya infark, tetapi juga lokasinya, karena berhubungan dengan pasokan darah.15 Infark juga dinamakan berdasarkan tempat terdapatnya, seperti: infark

subendokardial, infark intramural, infark subepikardial, dan infark transmural. Infark transmural mengenai seluruh tebal dinding yang bersangkutan, sedangkan infark subendokardial terbatas pada separuh bagian dalam miokardium.11 Sebagian besar infark miokardium bersifat transmural, yaitu ketika nekrosis iskemik mengenai seluruh atau hampir seluruh ketebalan dinding ventrikel dalam lingkup distribusi sebuah arteri koronaria. Pola infark ini biasanya disebabkan oleh aterosklerosis koronaria, perubahan akut pada plak, dan trombosis. Sebaliknya infark subendokardium (nontransmural) adalah suatu daerah nekrosis iskemik yang terbatas di sepertiga atau paling banyak separuh bagian dalam dinding ventrikel; dalam keadaan tertentu, nekrosis ini dapat meluas ke lateral melebihi wilayah perfusi satu arteri koronaria. Zona subendokardium dalam keadaan normal merupakan regio miokardium yang paling sedikit mendapat perfusi sehingga paing rentan terhadap setiap pengurangan aliran darah koronaria. Infark subendokardium dapat terjadi akibat gangguan pada plak yang diikuti trombus koronaria yang mengalami lisis sebelum nekrosis miokardium meluas ke seluruh ketebalan dinding. Dalam hal ini infark akan terbatas sesuai distribusi satu arteri koronaria yang plas arterosklerotiknya terganggu. Akan tetapi, infark subendokardium juga dapat terjadi akibat penurunan tekanan darah sistemik yang cukup lama dan parah, seperti pada syok, yang sering memperberat stenosis koronaria kronik.14 19

Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama berlangsungnya proses penyembuhan. Mula-mula otot yang mengalami infark tampak memar dan sianotik akibat berkurangnya aliran darah regional. Dalam 24 jam timbul edema pada selsel, respons peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung dilepaskan dari selsel ini. Menjelang hari kedua atau ketiga mulai terjadi proses degradasi jaringan dan pembuangan semua serabut nekrotik. Selama fase ini, dinding nekrotik relatif tipis. Sekitar minggu ketiga mulai terbentuk jaringan parut. Lambat laun jaringan ikat fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan mengalami penebalan yang progresif. Pada minggu keenam, jarinan parut sudah terbentuk dengan jelas. Infark miokardium jelas akan menurunkan fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis kehilangan daya kontraksi sedangkan otot yang iskemia disekitarnya juga mengalami gangguan daya kontraksi. Secara fungsional infark miokardium akan menyebabkan perubahan-perubahan seperti pada iskemia yaitu daya kontraksi menurun, gerakan dinding abnormal, perubahan daya kembang dinding ventrikel, pengurangan volume sekuncup, pengurangan fraksi ejeksi, peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel, dan peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri.11

Komplikasi Gangguan irama jantung (atau disritmia) merupakan jenis komplikasi tersering pada infark miokardium, dengan denyut prematur ventrikel terjadi pada hampir semua pasien dan terjadi denyut kompleks pada sebagian besar pasien. Faktor predisposisinya adalah iskemia jaringan, hipoksemia, pengaruh sistem saraf parasimpatis dan simpatis, asidosis laktat, kelainan hemodinamik, keracunan obat, dan gangguan keseimbangan elektrolit. Syok kardiogenik terjadi akibat disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang masif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. Syok kardiogenik merupakan lingkaran setan perubahan hemodinamik progresif berat yang irreversibel: penurunan perfusi perifer, penurunan perfusi koroner, peningkatan kongesti paru. Insidensi syok kardiogenik adalah 10-15% sedangkan kematian yang diakibatkannya mencapai 68% apabila tidak diobati. Gagal jantung kongestif merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium. Tempat kongesti tergantung pada ventrikel yang terlibat. Infark miokardium menggangu fungsi miokardium karena menyebabkan menurunnya kekuatan kontraksi, menimbulkan abnormalitas gerakan dinding, dan mengubah daya kembang ruang jantung.

20

Tromboembolisme merupakan komplikasi klinis pada IMA sekitar 10% kasus (terutama dengan infark yang luas pada dinding anterior). EKG dua dimensi memperlihatkan 1/3 penderita infark anterior memiliki trombi pada ventrikel kiri, tetapi jarang terjadi pada penderita infark inferior dan posterior. Emboli arteri berasal dari trombi mural dalam ventrikel kiri dan dapat menyebabkan stroke apabila terdapat dalam sirkulasi serebral. Infark miokardium gelombang Q (biasanya infark transmural) dapat menyebabkan cedera lapisan epikardium miokardium yang kontak dengan perikardium sehingga terjadi iritasi dan inflamasi miokardium. Perikarditis dicirikan dengan nyeri dada berat yang berkaitan dengan gerakan pasien. Selain itu juga dapat terjadi ruptura miokardium dan aneurisma ventrikel.11

Prognosis Prognosis jangka panjang setelah infark miokard bergantung pada banyak faktor, dan yang terpenting adalah kualitas fungsi ventrikel kiri dan luas obstruksi vaskular di pembuluhpembuluh yang mendarahi miokard hidup. Total mortalitas keseluruhan dalam tahun pertama adalah sekitar 30% termasuk mereka yang meninggal sebelum masuk rumah sakit. Setelah itu, angka mortalitas adalah 3-4% setiap tahun di antara mereka yang selamat.14

Penatalaksanaan Farmakologi Terapi anti iskemia Untuk menghilangkan nyeri dada dan mencegah nyeri dada berulang, dapat diberikan terapi awal mencakup nitrat dan beta bloker. Terapi anti iskemia terdiri dari nitrogliserin sub lingual dan dapat dilanjutkan dengan intravena, dan beta bloker oral (pada keadaan tertentu dapat diberikan intravena). Antagonis kalsium nondihidropiridin diberikan pada pasien dengan iskemia refrakter atau yang tidak toleran dengan obat beta bloker. Nitrat pertama kali harus diberikan sublingual atau spray bukal jika pasien mengalami nyeri dada iskemia. Jika nyeri menetap setelah diberikan nitrat sublingual 3 kali dengan interval 5 menit, direkomendasikan pemberian nitrogliserin intravena (mulai 5-10 g/menit). Laju infus dapat ditingkatkan 10 g/menit tiap 3-5 menit sampai keluhan menghilang atau tekanan darah sistolik <100mmHg. Setelah nyeri dada hilang dapat digantikan dengan nitrat oral atau dapat menggantikan nitrogliserin intravena jika pasien sudah bebas nyeri selama 1224 jam. Kontraindikasi absolut adalah hipotensi atau penggunaan sildenafil atau obat sekelasnya dalam 24 jam sebelumnya. 21

Beta bloker oral diberikan dengan target frekuensi jantung 50-60 kali/menit. Antagonis kalsium yang mengurangi frekuensi jantung seperti verapamil atau diltiazem direkomendasikan pada pasien dengan nyeri dada persisten atau rekuren setelah terapi nitrat dosis penuh dan beta bloker. Jika nyeri dada menetap walaupun dengan pemberian nitrogliserin intravena, morfin sulfat dengan dosis 1-5 mg dapat diberikan tiap 5-30 menit sampai dosis total 20 mg.12 Terapi anti platelet Pengobatan inisial dapat dimulai dengan menggunakan penghambat siklooksigenase platelet yaitu aspirin. Dosis inisial yaitu 325 mg per hari, dengan dosis lebih rendah (75-162 mg per hari) untuk terapi jangka panjang. Hal ini dapat digunakan apabila tidak terdapat resistensi terhadap aspirin. Thienopyridine clopidogrel memblok reseptor adenosine diphosphate P2Y12 pada permukaan platelet dan dengan demikian menginhibisi aktvasi platelet. Biasanya clopidogrel digunakan bersama-sama aspirin dengan dosis awal 300 mg dilanjutkan dengan 75 mg/hari). Namun, apabila pasien memiliki risiko pendarahan yang tinggi atau memerlukan CABG segera maka obat ini tidak diberikan. Terapi plateler triple (aspirin, klopidogrel, dan antagonis GP IIb/IIIa) diindikasikan pada pasien risiko tinggi yang direncanakan untuk menjalani percutaneus cardiac intervention (PCI) dan tidak memiliki risiko pendarahan yang berlebihan.12 Terapi antikoagulan Unfaractionated heparin (UFH) mempunyai manfaat jika ditambahkan dengan aspirin. UFH mempunyai banyak kerugian, maka dari itu untuk mengurangi efek samping dapat digunakan low molecular weight heparin (LMWH). LMWH adalah inhibitor utama pada sirkulasi trombin dan juga pada faktor Xa sehingga obat ini mempengaruhi tidak hanya kerja trombin dalam sirkulasi tapi juga mengurangi pembentukan trombin. Selain itu LMWH mempunyai absorpsi yang cepat dan dapat diprediksi setelah pemberian subkutan.12 Nonfarmakologi Penatalaksanaan non farmakologi dapat dilakukan dengan cara beristirahat, mengurangi aktivitas terutama aktivitas berat, mengurangi makanan berkolesterol dan mengandung kadar garam tinggi, mengurangi merokok.

Pencegahan dan pengendalian Pencegahan infark melalui pengendalian faktor risiko pada orang yang belum pernah mengalami infark miokard (pencegahan primer) dan pencegahan reinfark pada mereka yang 22

telah pulih dari infark miokard akut (pencegahan sekunder) merupakan strategi penting yang mendapatkan banyak perhatian dan telah mencapai keberhasilan yang bermakna. Pencegahan ini dapat dilakukan dengan cara mengubah pola hidup dan mengendalikan faktor risiko.9

Penutup Infark miokard merupakan salah satu bagian dari penyakit jantung yang disebabkan oleh iskemia. Kejadian ini sering terjadi terutama pada orang yang mempunyai hipertensi, merokok, obesitas, dll. Infark miokard mempunyai gejala antara lain nyeri dada yang berlangsung lebih dari 30 menit. Selain itu pada EKG juga terdapat gambaran iskemia berupa inversi gelombang T. Apabila terdapat kenaikan enzim jantung seperti CK-MB maka akan memastikan diagnosis ini. Namun bila tidak terdapat, maka kemungkinan pasien menderita angina pektoris tidak stabil. Tata laksana infark miokard antara lain berupa terapi anti iskemia, anti platelet, serta antikoagulan. Dengan pengendalian faktor risiko maka insidens kejadian ini dapat dikurangi.

Daftar Pustaka 1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2007. h.1-17. 2. Akunjee N, Akunjee M. Panduan menghadapi OSCE. Jakarta: EGC; 2011. h.14-7. 3. Amin Z, Bahar A. Ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna publishing; 2009. h.2230-47. 4. Uliyah M, Hidayat AAA. Keterampilan praktik klinik. Jakarta: Salemba medika; 2008. h.15-6. 5. Willms JL, Schneiderman H, Algranati PS. Diagnosis fisik. Jakarta: RGC; 2005. h.30-2. 6. Swartz MH. Diagnostik fisik. Jakarta: EGC; 2004. h.199-202. 7. Pearce EC. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: Gramedia; 2009. h.40-2. 8. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: EGC; 2008. h.100-5. 9. Universitas Indonesia. Pemeriksaan fisik penderita infark miokard dan enzim jantung. Jakarta: Universitas Indonesia; 2005. h.80-3. 10. Rubenstein D, Wayne D, Bradley. Kedokteran klinis. Jakarta: Erlangga; 2007. h.301. 11. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Jakarta: EGC; 2006. h.589-600. 12. Sudoyo AW. Ilmu penyakit dalam. Jakarta: FKUI; 2007. h.1641-5. 13. Harrison. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Jakarta: EGC; 2005. h.68. 14. Robbins, Cotran. Dasar patologis penyakit. Jakarta: EGC; 2010. h.594-603. 15. Tambayong J. Patofisiologi. Jakarta: EGC; 2003. h.90-1.

23

Anda mungkin juga menyukai