Anda di halaman 1dari 4

JURNAL HALAMAN 4-5

……….memastikan bahwa setiap bagian tubuh/fragmen telah dikumpulkan, dengan demikian


meminimalisir keperluan untuk pemeriksaan ulang tempat kejadian. Terakhir, ketika bagian tubuh
rentan untuk kerusakan, mereka dapat memberitahu cara terbaik pengemasan dan transportasi sisa-sisa
tubuh dalam meminimalisir kerusakan dalam perjalanan.

Nilai yang ditambahkan dalam ekspertise antropologi forensik pada tempat kejadian diilustrasikan
dalam beberapa contoh. Seperti saat serangan teroris di world trade center, new York tahun 2001,
Sebagian umum pemadam kebakaran melakukan proses pengumpulan awal. Sebagaimana mereka tidak
terlatih dalam teknik antropologi/arkeologi forensik dan tidak memiliki pengalaman dalam mengetahui
sisa-sisa fragmen yang banyak atau bagian-bagian yang terputus pada manusia, proses penyelematan
menimbulkan hasil yang bercampur sehingga menyebabkan identifikasi yang lama dan membingungkan.
(47) Demikian juga, pada kebakaran hutan yang memengaruhi negara bagian Victoria, Australia di tahun
2009, pemeriksaan awal pada banyak tempat kejadian tidak melibatkan antropologis forensik (pada
umumnya karena keterbatasan jumlah antropologis forensik). Ini artinya bahwa tempat kejadian harus
diselidiki lebih dari sekali yang berimplikasi pada waktu dan finansial proses identifikasi. (48). Baru-baru
ini juga, setelah insiden MH17 di Ukraina tahun 2014, sukarelawan lokal yang secara umum melakukan
proses penyelamatan awal. Hal ini tidak terhindari akibat adanya latar belakang perang saudara, tetapi
membuat proses identifikasi setelahnya menjadi rumit dan lama.

Pemetaan pada daerah bencana secara umum bukan menjadi hal utama yang diperhatikan antropologis
forensik. Tetapi, pada banyak negara, arkeologis forensik dan antropologis forensik bekerja bersama
saling terkait, dan kadang para praktisi memiliki kedua kemampuan antropologikal dan arkeologikal (49)
dengan demikian, perkembangan forensik antropologi pada pemetaan, pencarian, dan pemrosesan
lokasi kejadian kejahatan atau daerah bencana berefek langsung pada kemampuan yang di bawa oleh
seorang antropologis forensik ke dalam scenario.

Guide INTERPOL DVI menganjurkan penggunaan sistem penandaan untuk memetakan tempat kejadian
bencana dan penggunaan label pengumpulan yang dicetak untuk menandai seluruh tubuh atau bagian
tubuh yang ditemukan di lokasi kejadian (50) Metode ini mempunyai kelebihan tersendiri, terutama
pada lingkungan dengan keterbelakangan teknologi, tetapi selama beberapa tahun ini metode-metode
yang lebih maju telah dikembangkan (43,44,51,52). Penggunaan alat pemetaan elektronik seperti total
station, drone, atau alat GPS hand-held telah menjadi hal utama pada forensik arkeologi (51,53) dan
penggunaan kombinasi alat-alat tersebut mampu membuat tim DVI memetakan daerah bencana secara
cepat. Penggabungan alat-alat penyedia pemetaan tersebut akan menyediakan informasi penting, tidak
hanya untuk tujuan perencanaan tetapi juga pencatatan selanjutnya pada sisa-sisa tubuh manusia,
Sejauh ini, penggunaan alat hand-held (seperti hp atau alat yang tersambung dengan GPS) bisa
digunakan untuk mencatat secara elektronik lokasi bagian tubuh atau tipe pembuktian lainnya. Di antara
yang lain, ini bisa menghasilkan data yang dikompilasi otomatis pada benda-benda yang diselamatkan.
Hubungan langsung pada database DVI seperti DVI system (dengan PLASS DATA) mengurangi kesulitan
administrasi.

Teknik-teknik yang lebih maju ini secara khusus akan terbukti berguna pada daerah bencana yang luas
dan rumit, dan daerah bencana dimana sisa-sisa tubuh manusia dan tipe pembuktian forensik lainnya
diselamatkan secara simultan.
Pada kamar mayat

Selama bertahun-tahun, antropologis forensik telah membantu pada investigasi bencana besar dengan
melakukan suatu jangkauan analisis seperti:

Memisahkan material tulang dan non tulang;

Mengkonfirmasi sisa-sisa bagian yang ditemukan adalah milik manusia (atau bukan manusia – jika tidak
dilakukan di tempat kejadian (45) )

Memisahkan fragmen yang dikenali dengan tidak dikenali yang membutuhkan analisis DNA;

Mengidentifikasi dan mengatur sisa-sisa tubuh yang bercampur aduk (54,55) (yang mungkin
membutuhkan penyusunan kembali bagian-bagian tubuh yang terpisah (56) )

Menyediakan profile biologis (perkiraan asal, jenis kelamin, usia dan perawakan seseorang), jika
mungkin termasuk informasi yang diidentifikasi lainnya seperti riwayat fraktur, penyakit, dan variasi
anatomi sebelumnya;

Membantu dalam rekonstruksi cara kematian, contohnya pada kasus arah tembakan peluru dan
menemukan pecahan peluru

Pada beberapa kasus, pemeriksaan pada kamar mayat menginformasikan bagaimana lokasi kejadian
baru harus dilakukan. Sebagai contoh, setelah pemeriksaan awal pada bagian tubuh teroris yang
terpisah-pisah pada serangan di paris tahun 2015, fase pengumpulan kedua dilakukan di Bataclan
concert hall untuk menemukan bagian-bagian tubuh yang hilang.

Pada banyak konteks DVI, identifikasi akan dikonfirmasi secara relative lebih cepat melalui odontologi,
sidik jari atau DNA (57) Namun, ada banyak alasan kenapa metode-metode tersebut bisa tertunda atau
pada beberapa kasus mustahil dilakukan. Pengawetan tubuh (bagian-bagian) (misalnya disebabkan oleh
penulangan, fragmentasi, dan atau degradasi), dan kualitas, kuantitas dan ketersediaan data
antemortem bisa membatasi kegunaan metode-metode yang telah disebutkan. Telah dikenal dengan
baik, sebagai contoh, komunitas yang terpinggirkan adalah yang paling sering rentan terhadap kematian
massal dan juga menjadi yang paling rendah kemungkinannya memiliki data antemortem seperti skema
gigi, dan x-ray. Pengembangan profile biologis pada tahap triase dengan demikian dapat menyediakan
“potret” yang membantu pada identitas seseorang sebelum informasi antemortem ditemukan. Hal ini
bisa menyediakan suatu pengarah yang penting untuk identifikasi yang positif dan dengan demikian
mempercepat proses identifikasi. Khasnya, parameter biologi yang paling berguna dalam kasus ini
adalah perkiraan jenis kelamin dan usia saat kematian, kegunaan riwayat keturunan dan kerangka
secara umumnya bernilai terbatas. (58) Informasi lain yang secara potensial berguna dan bisa disediakan
oleh antropologis forensik adalah detail tentang kelainan tulang (57) dan anomali dan variasi tulang (59)

Saat ini telah dikenal baik bahwa standar populasi spesifik dibutuhkan ketika mengembangkan profil
biologis. Untuk alasan ini, projek penelitian dalam jumlah besar dilakukan untuk mengembangkan
metode antropologikal yang objektif dan standar, atau untuk memeriksa keakuratan pada metode di
luar populasi yang berasal dari mereka. Penelitian yang sedang berlangsung secara terus menerus
memperluas kontribusi forensik antropologi pada identifikasi manusia (60). Tingkatan untuk yang mana
yang bisa dipakai pada dasarnya bergantung kepada konteks dan sifat bencana.
Teknik Imaging

Metode-metode imaging seperti radiografi dan postmortem computed tomography (PMCT) scan
semakin sering digunakan selama pengoperasian DVI, terutama akibat munculnya mesin portable x-ray
dan mobile ct scanners. Analisa yang dilakukan di kamar jenazah oleh antropologis forensik, yang
melibatkan analisis seperti gambaran radiologi kemungkinan meningkat. (61-64)

Penggunaan radiologikal imaging telah terbukti menguntungkan pada proses identifikasi dalam berbagai
cara. Hal ini dapat membantu dalam mengidentifikasi dan mengumpulkan kembali bagian-bagian tubuh
(65). Beserta mendokumentasi informasi yang dapat berguna untuk identifikasi, seperti tampakan
tampilan-tampilan secara individu. (66), restorasi gigi, (67), implant/intervensi bedah, bukti dari
(sembuh sebagian) trauma tulang, dan bentuk tubuh tertentu masing-masing orang, (30,64,68). Sebagai
tambahan, ketika tersedia, lokasi kejadian AM dapat dibandingkan dengan lokasi kejadian PM dalam
rangka menyediakan sebuah identifikasi (opsional). Ciri-ciri anatomi yang bisa digunakan untuk tujuan
ini termasuk pada morfologi sinus paranasal (66) atau alur pembuluh darah pada permukaan endosteal
di cranium (69)

Penggunaan scanning PMCT juga berguna dalam memberikan gambaran singkat pada isi kantong mayat
dan menyediakan cara yang mudah untuk mencatat sisa-sisa tubuh yang diterima dalam keadaan “in-
situ” masing-masing. Hal ini terutama sangat berguna ketika pengoperasian tim DVI tidak melakukan
pengumpulan. Penggunaan scan dapat lebih jauh membantu ketika korban tidak di otopsi secara
penuh, sebagai contoh pada tujuan dokumentasi atau pemeriksaan ulang (70-72)

Imaging juga dapat digunakan antropologis forensik untuk pengembangan aspek-aspek variasi dari profil
biologis orang yang meninggal. Selama bertahun-tahun, telah terdapat peningkatan yang signifikan
dalam jumlah penelitian yang mengkombinasikan teknik radiologi imaging dengan metode forensik
antropologikal (73-75). Saat ini, teknik forensik antropologikal metrik tidak dapat diterapkan sesegera
mungkin pada rekonstruki volume rendered 3d karena pengetahuan yang sedikit tentang bagaimana
keakuratan metode tersebut dipengaruhi oleh penggunaan gambar digital, sebagai contoh melalui
petunjuk yang diketahui atau variabilitas observer (76). Batasan ini tampaknya tidak berlaku untuk
rekonstruksi biasa planar yang dapat memberikan hasil yang sebanding dibandingkan dengan
pengukuran materi original osteologikal. Penelitian telah menunjukkan bahwa hasil yang didapatkan
ketika menggunakan beberapa metode morfologi forensik antropologikal dapat dibandingkan dengan
hasil yang digunakan dengan metode yang sama menggunakan ct scan (77), tetapi dibutuhkan penelitian
lebih lanjut.

Pada banyak kasus, pekerjaan yang melibatkan penggunaan imaging dapat bertumpang tindih dengan
radiologis forensik (62,72,78) dan odontologis forensik (79). Oleh karena itu sangat penting bahwa
antropologis forensik bekerja sama erat bersama kolega-kolega tersebut.

Sampling dna dan penanganan sisa-sisa fragmen

Ketika DNA diperlukan dalam proses identifikasi, antropologis forensik (dalam kolaborasi dengan
biologis) dapat berkontribusi dalam pengembangan protokol sampling DNA. (80,81). Pada kasus sisa-sisa
tubuh yang hancur berat yang dimana biasanya akibat ledakan bom atau kecelakaan pesawat,
antropologis forensik dapat berkontribusi secara substansial dengan menggunakan pengetahuan
mereka tentang biologi tulang dan taphonomy untuk memilih sampel yang paling layak untuk analisis
DNA (82-84). Sebagai contoh, selama pengoperasian tim DVI pada saat bom bali 2002, yang sangat
megandalkan analisis DNA (85), pengumpulan dan pengidentifikasian jaringan lunak dan fragmen tulang
yang layak untuk pemeriksaan DNA merupakan yang terpenting. Akibat fragmentasi tingkat tinggi itu
khas pada individu yang dekat dengan daerah ledakan, (86), kemampuan untuk mengenali sisa-sisa
berfragmen yang banyak juga penting untuk menyediakan detail tentang pola pikir individu yang berada
di pusat ledakan. (87)

Berdasarkan sifat dari bencana, skala fragmentasi dan bagian bercampur aduk hal tersebut dapat
membutuhkan rencana manajemen yang secara spesifik mengurus sisa-sisa fragmen (88). Jika
keputusan untuk mengumpulkan kembali setiap bagian tubuh dengan individu yang bernama,……………..

Anda mungkin juga menyukai